Judul
Pengarang
Penerbit
Pengertian Nilai
Kata value berasal dari Bahasa Latin, yaitu valare atau bahasa Prancis Kuno yaitu
valoir yang artinya Nilai. Ntuk memahami makna dan hakikat nilai, berikut ini
dikemukakan bebrapa pengertian niali menurut para ahli.
1. Sumantri (1993) : Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani
manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar
dari keindahan dan efisiensi atau kebutuhan kata hati (potensi).
2. Fraenkel (1977) : nilai adalah ide ata konsep tentang apa yang dipikirkan
seseorang atau dianggap penting oleh seseorang
3. Lasyo (1999) : Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam
segala tingkah laku atau perbuatannya.
4. Vijay Sathe (Nadraha, 1997) : Nilai adalah perkiraan dasar mengenai tujun apa
B.
dijawab dengan tiga macam cara : Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif,
bergantung pada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai-merupakan
kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan
waktu. Nila-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.
C.
Klasifikasi Nilai
Dalam teori yang digagas Spranger dalam Allport (1964) terdapat enam orientasi
nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Keenam nilai
tersebut adalah.
1. Nilai Teoritik : nilai yang melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam
memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu.
2. Nilai Ekonomis : Nilai yang terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untungrugi.
3. Nilai Estetik : Nilai yang menmpatkan nilai tertinginya pada bentuk dan
keharmonisan
4. Nilai Sosial : Niali tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang diantara sesama.
5. Nilai Politik : Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan.
6. Nilai Agama : Nilai yang memiliki dasar kebenaran paling kuat dibandingkan dengan
nilai-nilai sebelumnya.
D. Hierarki Nilai
Rescher (1969) mengemukakan bahwa nilai dapat dapat diklasifikasikan menjadi
lima, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Pengakuan subjek tentang hnilai yang harus dimiliki seseorang atau sekelompok.
Objek yang dipermasalahkan.
Keuntungan yang diperoleh
Tujuan yang akan dicapai
Hubungan antara pengembang nilai dengan keuntungan
Max Scheller dalam Kaelan (2002) menyebutkan hierarki nilai tersdiri dari nilai
kenikmatan, nilai kehidupan, nilai kejiwaan, serta nilai kerohanian. Adapun Notonagoro
dalam Dardji membagi hierarki nilai pada tiga tingkatan, yaitu nilai material, nilai vital
dan nilai kerohanian.
BAB 2 HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI
A.
B.
dicari sebuah model sebagai konsep awal. Model merupakan sebuah bentuk kontruksi
yang dapat berwujud konsep atau maket yang menggambarkan secara lengkap sebuah
pemikiran atau gambaran bentuk fisik sebuah benda dalam skala kecil. Terdapat empat
model pendidikan atau budi pekerti, yaitu model pengungkapan nilai, analisis nilai,
pengembangan kognitif moral dan tindakan sosial (Hers, 1980).
Untuk menjadikan nilai sebagai kajian, konsep mendasr yang menjadi pertanyyan
mendasar adalah Siapa mengajar niali?, dimana nilai diajarkan? Kapan mengajar nilai?
mengapa nilai perlu diajarkan? Serta bagaimana mengajar nilai?.
C.
D.
keluarga turut mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti penanaman nilai moral,
kesopanan, kecerdasan dan budaya. Keluarga merupakan perekat utama perasaan yag
terpadu antara sifat mengayomi dari orang tua dan sifat diayomi pada anak. Pendidikan
dalam keluarga merupakan pendidikan nilai yang paling hakiki karena berlangsung sejak
anak dalam kandungan sampai anak meninggal dunia.
2. Pendidikan Nilai dalam Masyarakat
Masyarakat yang tidak produktif tidak hanya merugikan diri sendir, tetapi juga
orang lain bahkan bangsa secara keseluruhan. Demikian juga tidak hanya kurang
menguntungkan untuk masa sekarang, tetapi juga untuk masa depan. Banyak alternatif
yang bisa dipilih dan memiliki sumbangan yang sangat berati bagi pembentukan
kepribadian mayarakat yang bermoral, mandiri, juga dalam pembinaan. Salah satu
alternatif yang memiliki efektivitas yang tinggi adalah pendidikan nilai.
E.
F.
dipisahkan dari pendidikan. Dalam gagasan pendidikan nilai. Nilai selalu ditempatkan
sebagai inti proses dan tujuan pembelajaran, setiap huruf yang terkandung dalam kata
value dirasionalkan sebagai tindakan pendidikan. Ia selalu menampilkan lima tahapan
penyadaran nilai sesuai dengan jumlah huruf yang terkandung dalam kata value, yakni :
Value Identification (Iden- tifikasi nilai); Avtivity (Kegiatan); Learning Aid (alat bantu
belajar); Unit interaction (interaksi kesatuan); serta Evalution segment (bagiaan
evaluasi).
B.
The Whole is Important Than a Part (gestalt), dimana nilai menjadi core (inti) dari
proses pembentukan pribadi manusia melalui pendidikan. Pendidikan seperti itu hanya
kan terwujud ketika ketiga ranah pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotor) berjalan
secara terpadu (integral) sehingga melahirkan sososk pribadi yang integral pula.
C.
individu, anggota keluarga, masyarakat, warga negara, dan dunia, serta makhluk Tuhan
yang utuh, artinya sosok manusiawi yang menurut islam diistilahkan dengan insan kamil
atau al-insan al-illahi (manusia Tuhan).
D.
sesekali dianggap sebagai pendidikan yang krusial apabila tidak diselenggarakan dengan
baik dalam pendidikan nasional. Oleh karena itu, menurut Mulyana (2004) ada beberapa
kemungkinan kedudukan/status pendidikan nilai, yaitu sebagi konsentrasi kajian, mata
pelajaran moral dan agama, bidang studi pembulat, program ekstrakurikuler, program
integrasi , kurikulum tersembunyi, dan keseluruhan dimensi pendidikan.
F.
utuh, dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan nilai sangat berperan aktif dalam
mewujudkan sasaran dan tujuan pendidikan umum.
G.
Prospek yang dapat disumbangkan oleh pendidikan nilai dalam pendidikan adalah
1. Bagaimana PU/PN mamapu membawa misi kearah pembentukan manusia utuh.
2. Bagaiman PU/PN mampu memprediksi tantangan pendidikan Indonesia dimasa
depan, menjawab tantangan nasional yang aktual, serta meberikan kontribusi
pendidikan dalam pembangunan.
Latif mengungkapkan bahwa sekolah memilik 8 fungsi strategis, yaitu sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
membentuk manusia utuh yang memiki kecerdasan komprehensif dan integral. Program
pendidikan nilai dianggap mata pelajaran khusus yang bersinggungan dengan agama,
sosial, filsafat, atau humaniora. Padahal nilai merupakan inti dari setiap mata pelajaran
dan nilai harus bisa mewarnai terhadap seluruh komponen, lingkungan dan aktivitas
persekolahan. Adapun tujuan pendidikan nilai adalah membantu peserta didik untuk
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, beguna dan
berpengaruh didalam masyarakatnya, bertanggung jawab, bersifat proaktif dan
kooperatif, pribadi cerdas, berkeahlian dan humanis.
D.
dilakukan melalui pendekatan emosinal serta membina prilaku siswa yang dilakukan
secara berulang-ulang. Adapun metode yang dapat digunakan ialah metode dogmatik,
deduktif, induktif, dan penggabungan metode induktif dan deduktif. Strategi dan teknik
pendidikan nilai disekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
1. Penataan fisik sekolah dan kelas yang kondusif.
2. Gur tampil sebagai sosok yang cerdas secara IQ, EQ dan SQ.
3. Penataan dan peningkatan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
pendidikan yang berdasakan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Selanjutnya jika kita amati, rumusan defini pendidikan, pendidikan
nasional dan tujuan pendidiakn nasional yang di tegaskan dalam UU sisdiknas tersebut,
ungkapan awalnya selalu menegaskan secara tersurat tentang kekuatan spiritual
keagamaan, nilai-nilai kegamaan, akhlak mulia, serta iman dan takwa. Hal ini meunjukan
bahwa pendidikan nasional harus bermuara pada nilai-nilai ketuhanan (nilai illahiah).
B.
masyarakat dengan memperhatikan adanya hubungan sosial antar pebicara dan penyimak
dalam bentuk status dan keakraban. Sementara dari segi moral, Suryalaga (1993)
mengungkapkan bahwa setiap bahasa memilki santun berbahasa yang digunakan untuk
saling menghormati sesama manusia.
Nasution (1988) menyebutkan bahwa tugas guru profesional dapat dibagi menjadi
tiga bagian. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Kedua, guru
harus dapat
menjadi model atau contoh nyata dari kehendak bidang studi (mata
pelajaran) yang diampunya. Ketiga, guru harus menampakan model sebagai pribi yang
berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya, penuh idealisme, dan luas
dedikasinya.
C.
karakteristik berikut.
1. Komitmen terhadap profesionalitas, mutu proses dan hasil kerja, melekat pada
dirinya sikap dedikatif dan perbaikan yang terus menerus.
2. Menguasai ilmu dan mau mengembangkannya seta menjelaskan fungsinya dalam
kehidupan, baik secra teoritis maupun praktis.
3. Mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, mengatur dan
memelihara kreasi itu bagi kemanfaatan diri, masyarakat, dan alam sekitarnya.
Adapun dalam pandangan penulis performance guru profesional hendaknya
memenuhi kriteria berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
D.
Kekuatan ilmu
Kekuatan paedagogik.
Kekuatan kepribadian.
Kekuatan kompetensi pendidikan nilai.
Menjadikan Allah Swt sebagai Maha Guru dan Nabi Muhammad sebagi model
guru sejati.
Peran Sekolah dan Guru Profesional dalam Pembinaan Nilai Bahasa Santun
Sebagi institusi, sekolah memiliki peranan dan fungsi tersendiri. Sekolah berperan
mem-bimbing
dan
mengarahkan
siswa
untuk
mengenal,
memahami,
dan
mengaktualisasikan pola hidup yang berlaku dalam masyarakat. Nilai moral dan etika
kesopanan menjadi acuan untuk dilakukan siswa, baik dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan.
E.
Prinsip Berbahasa Santun dalam Al-Quran dan Hadits sebagai rujukan Guru
Profesional
Dahlan (2001:9) menegaskan bahwa Alquran menampilkan enam prinsip berbahasa
santun yang seyogyanya dijadikan pegangan bagi para guru profesional saat bebicara
dihadapan peserta didik. Keenam prinsip tersebut adalah Qaulan sadida; Qaulan
marufa; Qaulan baligha; Qaulan maysura; Qaulan layyina; dan Qaulan karima.
Prinsip berbahasa santun dalam al-Quran dan Hadits menitik beratkan pada dimensi nilai
yang adapat diterima semua masyarakat secara universal. Prinsip-prinsip tersebut
sebagaimana di ungkapkan Sauri (2006) adalah sebagi berikut. Prinsip Kebenaran,
kejujuran,
keadilan,
kebaikan,
kelamahlembutan,
penghargaan,
ketegasan,
F.
dihadapkan pada tantangan dewasa ini yang semakin besar maka pendidikan sebagai core
program dalam upaya membentuk generasi harapan masa depan bangsa, wajib kiranya
untuk diintegrasikan dengan seperangkat nilai yang terformulasikan dalam konsep etika.
Hal ini perlu dijabarkan oleh para praktisi pendidikan kedalam seluruh komponen
pendidikan, lebih spesifiknya dalam komponen-komponen pembelajaran, seperti tujuan,
materi, metode, media, sumber, dan evaluasi.
Dengan mengembangkan pendidikan yang berbasis pada nilai etika, diharapkan
dapat terbentuk generasi yang kokoh ideologinya, mantap sikap mentalnya, dan memilki
pondasi yang kuat dalam menghadapi serangan nilai luar yang datang bersamaan denagn
derasnya arus global.
B.
kuantitas dan kualitas sharing (keberbagian) suatu nilai dalam masyarakat. Pertama,
semakin banyak angggota masyarakat yang menganut, memilki, dan mentaati nilai,
semakin tinggi tingkat budaya. Kedua, semakin mendasar penataan nilai, semakin kuat
budaya.
Pendidikan berbasis nilai budaya bukan bermakna budaya sebagai sebuah warisan
hidup yang berusia panjang. Pemaknaan ini memiliki peluang besar terjebak dalam
tradisionalisme yang serba tradisi dan takut inovasi. Padahal tradisipun selalu membka
dimaknai ulang, direinterpretasi, bahkan dieksklusi. Pendidikan nilai berbasis budaya
berarti membuka ruang kreativitas nanluas bagi para praktisi pendidikan, namun selalu
dikendalikan oleh norma-norma budaya bangsa yang sudah menjadi identitas dan
memilki nilai luhur sebagai warisan budaya bangsa.
BAB 7 RASION DETRE PENDIDIKAN NILAI PADA ANAK DALAM
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI GLOBAL
A.
B.
Pertama, pandangan nativisme yaitu berpendapat bahwa perkembangan individu sematamata ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Kedua, pandangan environmentalisme yaitu berpendapat bahwa perkembangan anak bergantung pada lingkungannya. Ketiga, pandangan konvergensi, yang berpendapat dalam proses perkembangan
anak, faktor bawaan ataupun lingkungan memberikan konstibusi yang sepadan.
Adapun pandangan meurut islam, anak adalah sebagi manusia yang mempunyai
watak dasar (fitrah) yang baik, yang dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang datang diluar dirinya.
C.
pendidiakn, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut.
1. Pendekatan penanaman nilai : merupakan suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.
2. Pendekatan perkembangan kognitif : pendekatan ini dikatakan pendekatan
perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekannan pada
aspek kognitif dan perkembangannya.
3. Pendekatan analisis nilai : pendekatan ini memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.
4. Pendekatan klarifikasi nilai : memberikan penekanan pada usaha membantu siswa
dalam mengkkaji perasan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran
mereka tentang nilai-niali mereka sendiri.
5. Pendekatan pembelajaran berbuat : meberikan penekanan pada usaha memberikan
kesempatan pada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatn moral, baik secar
perorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
BAB 8 REVITALISASI PENDIDIKAN SAINS MELALUI PENDIDIKAN NILAI
A.
masalah teknis ilmiah, melainkan masalah yang mempunyai kandungan moral.isu moral
yang sesungguhnya terkait erat dalam penerapan bioteknologi. Masalah omral dlam
kehidupan manusia dapat dihindari (PEKERTI, 2000). Dalam hal inilah kedudukan
pendidikan nilai dan pengintegrasiannya dalam pembelajaran sains terutama biologi
merupakan aspek yang tidak dapat dilewatkan.
B.
konsekuensi kepada para pendidik untuk dapat mengembangkan sains sebagai slah satu
media dalam membentuk pribadi siswa. Dalam hal ini, siswa dapat diajak menelaah serta
mempelajari nilai-nilai dalam sains yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Prudente dan Aguja (2003), kemapuan mengajarkan nilai-nilai kehidupan
melalui pembelajaran sains merupakan salah satu kompetensi penting yang harus
dikuasai oleh guru sains. Kompetensi ini dipandang penting sehingga harus dijarkan
mulai dari calon guru dan dilatihkan kepada calon guru selama proses praktik
pengalaman di sekolah.
Pendidikan atau pengajaran sains yang holistik adalah mengajarkan sains bukan
hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai-nilai dan moralnya
dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan ajar (Yudianto, 2000).
Berkenaan dengan hal ini, Yunus dan Pasha (2001) menyatakan bahwa para guru biologi
hendaknya dapat menanamkan keimanan dan ketakwaan bagi siswa melalui ilmu
pengetahuan yang diajarkan.
C.
yang dilakukan secar terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan mampu mengubah
makna belajar dan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghadapi kontribusi
iptek, mengembangkan minat mereka dalam belajar, dan memilki sikap ilmiah yang jelas.
Karena itu, materi pembelajran yang dikembangkan harus sampai ppada materi-materi
esensial adalah pokok-pokok bahasan bahasan tentang IPA dan Matematika yang
didalamnya terkandung nilai, moral, dan etika yang harus dimilki oleh peserta didik, dan
dianggap krusial, andaikata hal tersebuttidak disampaikan dalam proses pembelajaran.
E.
Psikologis
(sociobiologi,
behaviorisme,
psychonalitik);
Pendekatan
pilihannya diantara cara-cara nilai sebagai tujuan. Agar sebuah kelompok memelihara
seperangkat nilai, kelompok tersebut harus membangun norma-norama yang membentuk
dn mempengaruhi prilaku, sikap, dan aktivitas para anggotanya.
Duignan dan kawan-kawan (1987), meberikan definisi kepeminpinan pendidikan
sebagi berikut. Pendiidkan sebagai suatu kemapuan dan proses mempengaruhi,
pendidikan di Indonesia. Namun dewasa ini, pendidikan kita telah melahirkan siswa yang
tidak kenal kearifan lokal daerahnya.sebaliknya mereka lebih kenal dan bangga dengan
budaya luar. Ini terlihat dari cara mereka berbicara, berpakaian, berpola pikir dan sederet
gaya hidup lainnya. Akibatnya terjadi pergeseran nilai yang begitu hebat. Untuk
mengatasinya sekolah dituntut untuk dapat mengintegrasikan kurikulum berbasis nilai
kearifan lokal. Yaitu, sebuah kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan yang
berbudaya.
Berdasarkan Human Deplopment Report dari UNDP, Human Deploment Index
(HDI) Indonesia pada tahun 2007/2008 menempati peringkat ke-107, dua peringkat
dibawah Vietnam. Indikator dari HDI meliputi pendapatan perkapita, akses terhadap
pendidikan, dan akses terhadap kesehatan.
B. Think Globally Act Locally
dengan
nilai-nilai
universal
dan
nilai-nilai
modern
yang
dibawa
sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang kohern dan tidak bisa
dipisahkan atau proses pembaharuan hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan bulat.
Integrasi antara IMTAK dan IPTEK esensinya adalah perpaduan antara dimensi agama
dengan ilmu. Berbagai variasi model integrasi dapat dikaji dan dioprasionalisaikan oleh
para praktisi pendidikan dalam empat tataran, yakni tataran konseptual, institusional,
operasional dan arsitektural.
B. Implementasi dalam Pembelajaran
Rumusan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU No. 20 tahun 2003
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab,. Ungkapan tujuan pendidikan nasional tersebut