Anda di halaman 1dari 16

IDENTITAS BUKU

Judul

: Meretas Pendidikan Nilai

Pengarang

: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd dan Herlan Firmansyah, M.Pd.

Penerbit

: CV Afrino Raya, Bandung

Tahun Terbit : 2010

BAB 1 HAKIKAT DAN MAKNA NILAI


A.

Pengertian Nilai
Kata value berasal dari Bahasa Latin, yaitu valare atau bahasa Prancis Kuno yaitu

valoir yang artinya Nilai. Ntuk memahami makna dan hakikat nilai, berikut ini
dikemukakan bebrapa pengertian niali menurut para ahli.
1. Sumantri (1993) : Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani
manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar
dari keindahan dan efisiensi atau kebutuhan kata hati (potensi).
2. Fraenkel (1977) : nilai adalah ide ata konsep tentang apa yang dipikirkan
seseorang atau dianggap penting oleh seseorang
3. Lasyo (1999) : Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam
segala tingkah laku atau perbuatannya.
4. Vijay Sathe (Nadraha, 1997) : Nilai adalah perkiraan dasar mengenai tujun apa
B.

yang diinginkan atau yang berguna untuk diusahakan.


Hakikat dan Makna Nilai
Kattsoff dalam Soemargono (2004) megungkapkan bahwa hakikat nilai dpat

dijawab dengan tiga macam cara : Pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif,
bergantung pada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai-merupakan
kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan
waktu. Nila-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.
C.

Klasifikasi Nilai
Dalam teori yang digagas Spranger dalam Allport (1964) terdapat enam orientasi

nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Keenam nilai
tersebut adalah.

1. Nilai Teoritik : nilai yang melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam
memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu.
2. Nilai Ekonomis : Nilai yang terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untungrugi.
3. Nilai Estetik : Nilai yang menmpatkan nilai tertinginya pada bentuk dan
keharmonisan
4. Nilai Sosial : Niali tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang diantara sesama.
5. Nilai Politik : Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan.
6. Nilai Agama : Nilai yang memiliki dasar kebenaran paling kuat dibandingkan dengan
nilai-nilai sebelumnya.
D. Hierarki Nilai
Rescher (1969) mengemukakan bahwa nilai dapat dapat diklasifikasikan menjadi
lima, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Pengakuan subjek tentang hnilai yang harus dimiliki seseorang atau sekelompok.
Objek yang dipermasalahkan.
Keuntungan yang diperoleh
Tujuan yang akan dicapai
Hubungan antara pengembang nilai dengan keuntungan
Max Scheller dalam Kaelan (2002) menyebutkan hierarki nilai tersdiri dari nilai

kenikmatan, nilai kehidupan, nilai kejiwaan, serta nilai kerohanian. Adapun Notonagoro
dalam Dardji membagi hierarki nilai pada tiga tingkatan, yaitu nilai material, nilai vital
dan nilai kerohanian.
BAB 2 HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI
A.

Nilai dalam Pendidikan


Dalam konteks pendidikan, tujuan pendidikan nilai yang ideal adalah membentuk

kepribadian manusia seutuhnya. Tujuan tersebut diarahkan untuk mencapai manusia


seutuhnya yang berimplikasi pada pendidikan nilai sebagai keseluruhan praktik
pendidikan. Pendidikan nilai berarti keseluruhan dimensi pendidikan yang dilakukan
melalui pengembangan, dimuali dari kegiatan kurikulum, ektrakurikuler, hingga seluruh
kegiatan belajar mengajar.

B.

Pendidikan Nilai sebagai Kajian Ilmiah


Dalam membahas pendidikan nilai sebagai kajian ilmiah, terlebih dahulu perlu

dicari sebuah model sebagai konsep awal. Model merupakan sebuah bentuk kontruksi

yang dapat berwujud konsep atau maket yang menggambarkan secara lengkap sebuah
pemikiran atau gambaran bentuk fisik sebuah benda dalam skala kecil. Terdapat empat
model pendidikan atau budi pekerti, yaitu model pengungkapan nilai, analisis nilai,
pengembangan kognitif moral dan tindakan sosial (Hers, 1980).
Untuk menjadikan nilai sebagai kajian, konsep mendasr yang menjadi pertanyyan
mendasar adalah Siapa mengajar niali?, dimana nilai diajarkan? Kapan mengajar nilai?
mengapa nilai perlu diajarkan? Serta bagaimana mengajar nilai?.
C.

Landasan Pendidikan Nilai


1. Landasan Filosofis: landasan yang berkaitan dengan hakikat pendidikan.
2. Landasan Psikologis: terdiri dari motivasi, perbedaan individu dan tahapan belajar
nilai.
3. Landasan Sosiologis: Manusia hidup berkelompok dan tidak dapat hidup tanpa
bantuan dari orang lain.
4. Landasan Estetik : bagian dari kehidupan manusia karena makhluk manusialah

D.

yang hanya memiliki cita rasa keindahan.


Pendidikan Nilai dalam Keluarga dan Masyarakat
1. Pendidikan Nilai dalam Keluarga
Didalam keluargalah, anak pertama kali mendapatkan pendidikan sehingga

keluarga turut mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti penanaman nilai moral,
kesopanan, kecerdasan dan budaya. Keluarga merupakan perekat utama perasaan yag
terpadu antara sifat mengayomi dari orang tua dan sifat diayomi pada anak. Pendidikan
dalam keluarga merupakan pendidikan nilai yang paling hakiki karena berlangsung sejak
anak dalam kandungan sampai anak meninggal dunia.
2. Pendidikan Nilai dalam Masyarakat
Masyarakat yang tidak produktif tidak hanya merugikan diri sendir, tetapi juga
orang lain bahkan bangsa secara keseluruhan. Demikian juga tidak hanya kurang
menguntungkan untuk masa sekarang, tetapi juga untuk masa depan. Banyak alternatif
yang bisa dipilih dan memiliki sumbangan yang sangat berati bagi pembentukan
kepribadian mayarakat yang bermoral, mandiri, juga dalam pembinaan. Salah satu
alternatif yang memiliki efektivitas yang tinggi adalah pendidikan nilai.
E.

Pendidikan Nilai dalam Sistem Pendidikan Nasional


Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003

menegaskan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

F.

Tugas Pemerintah dalam Proses Pendidikan Nilai


Tugas Pemerintah adalah menciptakan kondisi dan sistem pendidikan yang efektif

dan integral serta mengembangkan pendidik maupun peserta didik melalui:


1. Pemerataan infrastruktur dan sufrastruktur pendidikan.
2. Perubahan sistem pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi.
3. Proses pendidikan yang holistik
yang menuntut adanya budaya belajar
dimasyarakat.
BAB 3 HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI DALAM PENDIDIKAN UMUM
A.

Nilai sebagai Inti Pendidikan Umum


Kniker (1997) berpendapat bahwa nilai merupakan istilah yang tidak dapat

dipisahkan dari pendidikan. Dalam gagasan pendidikan nilai. Nilai selalu ditempatkan
sebagai inti proses dan tujuan pembelajaran, setiap huruf yang terkandung dalam kata
value dirasionalkan sebagai tindakan pendidikan. Ia selalu menampilkan lima tahapan
penyadaran nilai sesuai dengan jumlah huruf yang terkandung dalam kata value, yakni :
Value Identification (Iden- tifikasi nilai); Avtivity (Kegiatan); Learning Aid (alat bantu
belajar); Unit interaction (interaksi kesatuan); serta Evalution segment (bagiaan
evaluasi).
B.

Integrasi Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik dalam Pendidikan Nilai


Pendidikan nilai sebagai pendidikan umum sebenarnya sejalan dengan pernyataan

The Whole is Important Than a Part (gestalt), dimana nilai menjadi core (inti) dari
proses pembentukan pribadi manusia melalui pendidikan. Pendidikan seperti itu hanya
kan terwujud ketika ketiga ranah pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotor) berjalan
secara terpadu (integral) sehingga melahirkan sososk pribadi yang integral pula.

C.

Fungsi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Umum


Fungsi pendidikan nilai adalah pendidikan yang menyiapkan manusia sebagai

individu, anggota keluarga, masyarakat, warga negara, dan dunia, serta makhluk Tuhan
yang utuh, artinya sosok manusiawi yang menurut islam diistilahkan dengan insan kamil
atau al-insan al-illahi (manusia Tuhan).
D.

Kedudukan Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Umum

Pendidikan umum sesungguhnya telah memberikan nilai tambah terhadap suatu


disiplin ilmu, program studi, mata pelajaran, atau bahkan pada teori pendidikan-termasuk
didalamnya teori kepribadian. Antara pendidikan umum dan pendidikan nilai tidak bisa
dipisahkan. Logika ini merupakan pendidikan umum sebagai pendidikan yang dapat
melebihi (par excellence) dari struktur kajian tertentu dengan memanfaatkan sisi lebih
dari keunggulan ilmu pengetahuan dalam bidang kajian lain.
E.

Kedudukan Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Nasional


Keberadaan pendidikan nilai sering dipandang sangat penting dan strategis, bahkan

sesekali dianggap sebagai pendidikan yang krusial apabila tidak diselenggarakan dengan
baik dalam pendidikan nasional. Oleh karena itu, menurut Mulyana (2004) ada beberapa
kemungkinan kedudukan/status pendidikan nilai, yaitu sebagi konsentrasi kajian, mata
pelajaran moral dan agama, bidang studi pembulat, program ekstrakurikuler, program
integrasi , kurikulum tersembunyi, dan keseluruhan dimensi pendidikan.
F.

Peran Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Umum


Sasaran pendidikan umum adalah membentuk manusia seutuhnya ata manusia

utuh, dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan nilai sangat berperan aktif dalam
mewujudkan sasaran dan tujuan pendidikan umum.
G.

Prospek Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Umum

Prospek yang dapat disumbangkan oleh pendidikan nilai dalam pendidikan adalah
1. Bagaimana PU/PN mamapu membawa misi kearah pembentukan manusia utuh.
2. Bagaiman PU/PN mampu memprediksi tantangan pendidikan Indonesia dimasa
depan, menjawab tantangan nasional yang aktual, serta meberikan kontribusi
pendidikan dalam pembangunan.

BAB 4 PENDIDIKAN NILAI DI PERSEKOLAHAN


A.

Peran Strategis Sekolah dalam Pendidikan Nilai

Latif mengungkapkan bahwa sekolah memilik 8 fungsi strategis, yaitu sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan


Memberikan ketrampilan dasar.
Membuka kesempatan memperbaiki nasib.
Mentediakan tenaga pembangunan.
Membantu memecahkan masalah-masalah sosial.
Mentransmisikan kebudayaan.

7. Membentuk manusia yang sosial.


8. Merupakan alat tranformasi kebudayaan.
Peran sekolah tidak berhenti pewarisan dan pelestarian nilai, tetapi juga menjadi
lokomotif atau agen pembaharuan masyarakat karena bagaimanapun sekolah sekolah
merupakan pembinaanmanusia yang akan mengisivmasa depan masyarakat.
B.

Relevansi Pendidikan Nilai terhadap Pengembangan SDM/Peserta Dididk


yang Berkualitas
Pendidikan nilai sangat relevan untuk mengantarkan manusia agar dapat hidup

dalam tataran insaniah, prilakunya selau diorganisasikan dengan kendali mental/pikiran


dan hati nurani. Phillips Combs menyatakan : tidak ada perlu pendidikan, kalau tidak ada
pendidikan nilai. Dengan pendidikan nilai diharapkan lahir SDM peserta didik yang
berkualitas, yaitu manusia yang berakhlak mulia yang memiliki ketajaman hatii nurani,
yang hidupnya dikendalikan oleh kekuatan hati nurani dalam mengendalikan unsur
mental/ pikiran, emosional, dan fisiknya.
C.

Arah, Program, dan Tujuan Pendidikan Nilai di Sekolah


Arah pendidikan nilai adalah sesuai dengan sasaran pendiidkan umum yaitu untuk

membentuk manusia utuh yang memiki kecerdasan komprehensif dan integral. Program
pendidikan nilai dianggap mata pelajaran khusus yang bersinggungan dengan agama,
sosial, filsafat, atau humaniora. Padahal nilai merupakan inti dari setiap mata pelajaran
dan nilai harus bisa mewarnai terhadap seluruh komponen, lingkungan dan aktivitas
persekolahan. Adapun tujuan pendidikan nilai adalah membantu peserta didik untuk
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, beguna dan
berpengaruh didalam masyarakatnya, bertanggung jawab, bersifat proaktif dan
kooperatif, pribadi cerdas, berkeahlian dan humanis.
D.

Pendekatan, Metode, Strategi, dan Teknik Pembelajaran Nilai di Sekolah


Pendekatan dalam proses pengalihan nilai dari pendidik kepada peserta didik dapat

dilakukan melalui pendekatan emosinal serta membina prilaku siswa yang dilakukan
secara berulang-ulang. Adapun metode yang dapat digunakan ialah metode dogmatik,
deduktif, induktif, dan penggabungan metode induktif dan deduktif. Strategi dan teknik
pendidikan nilai disekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
1. Penataan fisik sekolah dan kelas yang kondusif.
2. Gur tampil sebagai sosok yang cerdas secara IQ, EQ dan SQ.
3. Penataan dan peningkatan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.

4. Meningkatkan rasa tanggung jawab, disiplin kebersamaan, persatuan dan


kerjasama.
5. Adanya program BP/BK yang berbasis nilai keimanan dan ketakwaan.
E. Model Penilaian Pendidikan Nilai di Sekolah
Model penilaian pendidikan nilai disekolah seharusnya mencakup tiga ranah
pendidikan, yakni.

Kognitif : pengetahuan, pemahaman dan analisis siswa


Afektif : penerimaan dan respon siswa
Psikomotor : sikap, prilaku, dan ketrampilan siswa

BAB 5 PROFESIONALISME GURU BERBASIS NILAI BAHASA SANTUN


A.

Pendidikan Nasional, Pendidikan Nilai, dan Tantangan Guru


Pendidikan nasional sebagaiman disebutkan UUSPN no. 20 tahun 2003 adalah

pendidikan yang berdasakan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Selanjutnya jika kita amati, rumusan defini pendidikan, pendidikan
nasional dan tujuan pendidiakn nasional yang di tegaskan dalam UU sisdiknas tersebut,
ungkapan awalnya selalu menegaskan secara tersurat tentang kekuatan spiritual
keagamaan, nilai-nilai kegamaan, akhlak mulia, serta iman dan takwa. Hal ini meunjukan
bahwa pendidikan nasional harus bermuara pada nilai-nilai ketuhanan (nilai illahiah).
B.

Nisbah Guru Profesional, Nilai Bahasa Santun dan Pendidikan Nilai


Bahasa santun meurut Geertz (1972) adalah bahasa yang dipergunakan oleh

masyarakat dengan memperhatikan adanya hubungan sosial antar pebicara dan penyimak
dalam bentuk status dan keakraban. Sementara dari segi moral, Suryalaga (1993)
mengungkapkan bahwa setiap bahasa memilki santun berbahasa yang digunakan untuk
saling menghormati sesama manusia.
Nasution (1988) menyebutkan bahwa tugas guru profesional dapat dibagi menjadi
tiga bagian. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Kedua, guru
harus dapat

menjadi model atau contoh nyata dari kehendak bidang studi (mata

pelajaran) yang diampunya. Ketiga, guru harus menampakan model sebagai pribi yang
berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya, penuh idealisme, dan luas
dedikasinya.

C.

Performance Guru Profesional


Barizi (2009), mengungkapkan bahwa hendaknya seorang guru profesional memiki

karakteristik berikut.
1. Komitmen terhadap profesionalitas, mutu proses dan hasil kerja, melekat pada
dirinya sikap dedikatif dan perbaikan yang terus menerus.
2. Menguasai ilmu dan mau mengembangkannya seta menjelaskan fungsinya dalam
kehidupan, baik secra teoritis maupun praktis.
3. Mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, mengatur dan
memelihara kreasi itu bagi kemanfaatan diri, masyarakat, dan alam sekitarnya.
Adapun dalam pandangan penulis performance guru profesional hendaknya
memenuhi kriteria berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
D.

Kekuatan ilmu
Kekuatan paedagogik.
Kekuatan kepribadian.
Kekuatan kompetensi pendidikan nilai.
Menjadikan Allah Swt sebagai Maha Guru dan Nabi Muhammad sebagi model
guru sejati.
Peran Sekolah dan Guru Profesional dalam Pembinaan Nilai Bahasa Santun
Sebagi institusi, sekolah memiliki peranan dan fungsi tersendiri. Sekolah berperan

mem-bimbing

dan

mengarahkan

siswa

untuk

mengenal,

memahami,

dan

mengaktualisasikan pola hidup yang berlaku dalam masyarakat. Nilai moral dan etika
kesopanan menjadi acuan untuk dilakukan siswa, baik dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan.
E.

Prinsip Berbahasa Santun dalam Al-Quran dan Hadits sebagai rujukan Guru
Profesional
Dahlan (2001:9) menegaskan bahwa Alquran menampilkan enam prinsip berbahasa

santun yang seyogyanya dijadikan pegangan bagi para guru profesional saat bebicara
dihadapan peserta didik. Keenam prinsip tersebut adalah Qaulan sadida; Qaulan
marufa; Qaulan baligha; Qaulan maysura; Qaulan layyina; dan Qaulan karima.
Prinsip berbahasa santun dalam al-Quran dan Hadits menitik beratkan pada dimensi nilai
yang adapat diterima semua masyarakat secara universal. Prinsip-prinsip tersebut
sebagaimana di ungkapkan Sauri (2006) adalah sebagi berikut. Prinsip Kebenaran,
kejujuran,

keadilan,

kebaikan,

kelamahlembutan,

kedermawanan, kehati-hatian serta prinsip kebermaknaan.

penghargaan,

ketegasan,

F.

Strategi Pembelajaran Berbahasa Santun di Sekolah


Mengadopsi pendpatan Newman dan Logan dalam Yusuf (1990) untuk konteks

pendidikan, strategi belajar mengajar berbahasa santun dapat dikemukakan sebagai


berikut
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kulifikasi perubahan tingkah
laku yang diharapkan.
2. Memilih pendekatan belajar mengajar yang sesuai dengan kondisi siswa
3. Memilih dan menetapkan langkah-langkah prosedur, metode, dan teknik yang
tepat
4. Menetapkan tolak ukur keberhasilan belajar mengajar.
BAB 6 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS NILAI ETIKA DAN
BUDAYA
A.

Pendidikan Berbasis Nilai Etika


Mengingat sangat strategisnnya posisi sitem nilai etika dalam kehidupan, terlebih

dihadapkan pada tantangan dewasa ini yang semakin besar maka pendidikan sebagai core
program dalam upaya membentuk generasi harapan masa depan bangsa, wajib kiranya
untuk diintegrasikan dengan seperangkat nilai yang terformulasikan dalam konsep etika.
Hal ini perlu dijabarkan oleh para praktisi pendidikan kedalam seluruh komponen
pendidikan, lebih spesifiknya dalam komponen-komponen pembelajaran, seperti tujuan,
materi, metode, media, sumber, dan evaluasi.
Dengan mengembangkan pendidikan yang berbasis pada nilai etika, diharapkan
dapat terbentuk generasi yang kokoh ideologinya, mantap sikap mentalnya, dan memilki
pondasi yang kuat dalam menghadapi serangan nilai luar yang datang bersamaan denagn
derasnya arus global.
B.

Pendidikan Berbasis Nilai Budaya


Jika dihubungkan dengan nilai, tingkat budaya dapat didefinisikan menurut

kuantitas dan kualitas sharing (keberbagian) suatu nilai dalam masyarakat. Pertama,
semakin banyak angggota masyarakat yang menganut, memilki, dan mentaati nilai,
semakin tinggi tingkat budaya. Kedua, semakin mendasar penataan nilai, semakin kuat
budaya.
Pendidikan berbasis nilai budaya bukan bermakna budaya sebagai sebuah warisan
hidup yang berusia panjang. Pemaknaan ini memiliki peluang besar terjebak dalam

tradisionalisme yang serba tradisi dan takut inovasi. Padahal tradisipun selalu membka
dimaknai ulang, direinterpretasi, bahkan dieksklusi. Pendidikan nilai berbasis budaya
berarti membuka ruang kreativitas nanluas bagi para praktisi pendidikan, namun selalu
dikendalikan oleh norma-norma budaya bangsa yang sudah menjadi identitas dan
memilki nilai luhur sebagai warisan budaya bangsa.
BAB 7 RASION DETRE PENDIDIKAN NILAI PADA ANAK DALAM
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI GLOBAL
A.

Landasan Hak Memperoleh Pendidikan pada Anak


1. Landasan Yuridis : tercantum dalam batang tubuh Undang Undang Dasar 1945,
Bab XIII, pasal 31 ayat satu dan 2 serta dalam penjelasan UUSPN No 20 Thn
2003.
2. Landasan Religius : besar kaitannya dengan tanggung jawab orang tua terhadap

B.

anaknya. ( Misalnya dalam Q.S An-Nisa : 58)


Hakikat Pendidikan pada Anak
Terdapat bebrapa faktor yang bisa mempengaruhi perkembangan anak, diantaranya:

Pertama, pandangan nativisme yaitu berpendapat bahwa perkembangan individu sematamata ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Kedua, pandangan environmentalisme yaitu berpendapat bahwa perkembangan anak bergantung pada lingkungannya. Ketiga, pandangan konvergensi, yang berpendapat dalam proses perkembangan
anak, faktor bawaan ataupun lingkungan memberikan konstibusi yang sepadan.
Adapun pandangan meurut islam, anak adalah sebagi manusia yang mempunyai
watak dasar (fitrah) yang baik, yang dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang datang diluar dirinya.
C.

Implementasi Hak anak Memperoleh Pendidikan di Indonesia


Dalam mewujudkan pendidikan yang berkulitas dan merata bagi seluruh anak

bangsa tampaknya tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pemerintah, masyarakat


sebaiknya proaktif dan cermat memfasilitasi serta mengupayakan sendiri pendidikan
sebagai bekal kehidupan untuk masa depan putra-putri bangsa. Dalam praktiknya
pendidikan dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu formal, nonformal, dan informal.
Dalam istilah Ki Hajar Dewantara disebut dengan Tri Pusat Pendidikan (Sekolah,
Keluarga, Mayarakat)
D.

Pendidikan Nilai sebagai Keniscayaan bagi Anak

Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai dari


seseorang. Dalam pengertia yang hampir sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004)
mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari
dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan
hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan
melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.
Penulis berpendapat bahwa pendidikan nilai dapat dimaknai sebagi upaya yang dilakukan
secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan fitrah dasar manusia secara
utuh menuju terbentuknya insan berakhlakul karimah.
E.

Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai Pada Anak


Dalam mengimplementasikan pendidikan nilai bagi anak dilingkungan suatu

pendidiakn, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut.
1. Pendekatan penanaman nilai : merupakan suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.
2. Pendekatan perkembangan kognitif : pendekatan ini dikatakan pendekatan
perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekannan pada
aspek kognitif dan perkembangannya.
3. Pendekatan analisis nilai : pendekatan ini memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.
4. Pendekatan klarifikasi nilai : memberikan penekanan pada usaha membantu siswa
dalam mengkkaji perasan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran
mereka tentang nilai-niali mereka sendiri.
5. Pendekatan pembelajaran berbuat : meberikan penekanan pada usaha memberikan
kesempatan pada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatn moral, baik secar
perorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
BAB 8 REVITALISASI PENDIDIKAN SAINS MELALUI PENDIDIKAN NILAI
A.

Sains sebagai Wahana Pendidikan Nilai


Kemajuan ilmu sains, terutama biologi yang menunjukan cepatnya pekembangan

bioteknologi ternyata menimbulkan berbagai masalah baru yang memprihatinkan dan


menuntut upaya sunguh-sungguh untuk menyelesaikannya. Upaya penyelesaian tersebut
tsering kali tidak dapat ditunda. Masalah yang ditimbulkan oleh penerapan biologi dan
pemanfaatan bioteknologi ddalam kehidupan sehari-hari sering kali bukanlah masalah-

masalah teknis ilmiah, melainkan masalah yang mempunyai kandungan moral.isu moral
yang sesungguhnya terkait erat dalam penerapan bioteknologi. Masalah omral dlam
kehidupan manusia dapat dihindari (PEKERTI, 2000). Dalam hal inilah kedudukan
pendidikan nilai dan pengintegrasiannya dalam pembelajaran sains terutama biologi
merupakan aspek yang tidak dapat dilewatkan.
B.

Pendidikan Nilai Melalui Mata Pelajaran Sains


Banyaknya nilai penting kehidupan yang dapat dipelajari dari sains memberi

konsekuensi kepada para pendidik untuk dapat mengembangkan sains sebagai slah satu
media dalam membentuk pribadi siswa. Dalam hal ini, siswa dapat diajak menelaah serta
mempelajari nilai-nilai dalam sains yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Prudente dan Aguja (2003), kemapuan mengajarkan nilai-nilai kehidupan
melalui pembelajaran sains merupakan salah satu kompetensi penting yang harus
dikuasai oleh guru sains. Kompetensi ini dipandang penting sehingga harus dijarkan
mulai dari calon guru dan dilatihkan kepada calon guru selama proses praktik
pengalaman di sekolah.
Pendidikan atau pengajaran sains yang holistik adalah mengajarkan sains bukan
hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai-nilai dan moralnya
dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan ajar (Yudianto, 2000).
Berkenaan dengan hal ini, Yunus dan Pasha (2001) menyatakan bahwa para guru biologi
hendaknya dapat menanamkan keimanan dan ketakwaan bagi siswa melalui ilmu
pengetahuan yang diajarkan.
C.

Niali-nilai yang dapat Diajarkan Melalui Mata Pelajaran Sains


Pendidikan nilai hendaknya di integrasikan pada lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Pendidikan nilai tersebut mencakup niai-nilai dalam kehidupan, yaitu:


1. Nilai religius : lubis dan Widayana (2001) mengungkapkan bahwa nilai religius
dapat dikaji melalui pembelajaran fisika. Pada fisika sering sering digunakan
simbol yang mempunyai nilai dan harga.
2. Nilai Saintifik : nilai saintifik adalah nilai-nilai ilmiah yang terkandung dalam
suatu konsep (Djahiri, 2002). Apabila mengacu pada nilai-nilai sains, menurut
Enstein (Yudianto, 2001) nilai saintifik tersebut meliputi:
Nilai Saintifik-Intelektual
Nilai Saintifik-Praktis (manfaat)
Nilai Saintifik-Pendidikan

3. Nilai kultural : Nilai yang berhubungan dengan budaya, karakteristik lingkungan


sosial, dan masyarakat (Djahriri, 2002).
4. Nilai yuridis formal : nilai yang berkaitan dengan aspek politik, hukum, dan
ideologi (Djahriri, 2002).
5. Nilai metafisi : nilai yang muncul dalam diri masyarakat dalam menanggapi
D.

fenomena yang terjadi pada lingkungan (Djahriri, 2002).


Pendidikan Nilai dalam IPA dan Matematika
UNECSO (Mulyana, 2004) mencatat bahwa pembelajaran Ipa dan Matematika

yang dilakukan secar terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan mampu mengubah
makna belajar dan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghadapi kontribusi
iptek, mengembangkan minat mereka dalam belajar, dan memilki sikap ilmiah yang jelas.
Karena itu, materi pembelajran yang dikembangkan harus sampai ppada materi-materi
esensial adalah pokok-pokok bahasan bahasan tentang IPA dan Matematika yang
didalamnya terkandung nilai, moral, dan etika yang harus dimilki oleh peserta didik, dan
dianggap krusial, andaikata hal tersebuttidak disampaikan dalam proses pembelajaran.
E.

Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Sains


Pembelajaran pendidikan nilai moral adapat menggunakan bebrapa pendekatan,

diantaranya : Pendekatan filosofis (Progresivisme, structuralisme, rasionalisme);


Pendekatan

Psikologis

(sociobiologi,

behaviorisme,

psychonalitik);

Pendekatan

Sosioligis ((tranmisi kultural, cultural hetirage dan sebagainya); dan Pendekatan


Religiusitas (keteladanan, pembiasaan, experiencing dan motivating)
Selain pendekatan diatas, terdapat lima pendekatan lainya yang dapat menjadi alternatif
dalam mengimplementasikan pendidikan nilai dalam praktik pendidikan sain, yakni:
Pendekatan Penanaman Nilai; Pendekatan Perkembangan Kognitif; Pendekatan Analisis
Nilai; Pendekatan Klarifikasi Nilai; serta Pendekatan Pembelajaran Berbuat.
BAB 9 KEPEMINPINAN PENDIDIKAN BERBASIS NILAI
A.

Nilai, Norma, dan Kepeminpinan Kependidikan


Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan

pilihannya diantara cara-cara nilai sebagai tujuan. Agar sebuah kelompok memelihara
seperangkat nilai, kelompok tersebut harus membangun norma-norama yang membentuk
dn mempengaruhi prilaku, sikap, dan aktivitas para anggotanya.
Duignan dan kawan-kawan (1987), meberikan definisi kepeminpinan pendidikan
sebagi berikut. Pendiidkan sebagai suatu kemapuan dan proses mempengaruhi,

menimbang, mengoordinasi, dan menggerakan orang-orang lain yang ada hubungannya


dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendiidkan dan pengajaran,
agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif didalam
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
B. Landasan Kepeminpinan Pendidikan Berbasis Nilai
Adapun fondasi yang berbasiskan nilai mencakup hal-hal:
1. Mengembangkan kesetiaan pada norma dan nilai yang mengakui keuntungan dan
keutan unik dari masing-masing individu.
2. Mendorong pembagian kepeminpinan di seluruh bidang.
3. Menanamkan sebuah budaya yang memelihara kesetiaan dan komitmenanggota
dan menjaga serta meberikan keberlanjutan kepada para anggota.
4. Menggunakan norma dan nilai sebagai srtuktur untuk memgang organisasi
bersama-sama.
C. Startegi Penerapan Kepeminpinan Berbasis Nilai
1. Mengaktifkan proses pribadi yang tinggi
2. Peluncran proses adopsi nilai
3. Pengembangan rencana tindakan norma
4. Menetapkan norma untuk membuat kelompok kerja berjalan
5. Menciptakan pola pikir kepeminpinan berbasis nilai
6. Berjalan dari dalam keluar
7. Menghidupkan keterampilan kepemininan baru
8. Membangun kultur yang penuh nilai
BAB 10 PENDIDIKAN BERBASIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM
PERSPEKTIF GLOBAL
A.

Antara Kurikulum Nasional dan Era Global


Kurikulum nasional melalui rumusan SNP menjadi acuan dalam penyelenggaraan

pendidikan di Indonesia. Namun dewasa ini, pendidikan kita telah melahirkan siswa yang
tidak kenal kearifan lokal daerahnya.sebaliknya mereka lebih kenal dan bangga dengan
budaya luar. Ini terlihat dari cara mereka berbicara, berpakaian, berpola pikir dan sederet
gaya hidup lainnya. Akibatnya terjadi pergeseran nilai yang begitu hebat. Untuk
mengatasinya sekolah dituntut untuk dapat mengintegrasikan kurikulum berbasis nilai
kearifan lokal. Yaitu, sebuah kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan yang
berbudaya.
Berdasarkan Human Deplopment Report dari UNDP, Human Deploment Index
(HDI) Indonesia pada tahun 2007/2008 menempati peringkat ke-107, dua peringkat
dibawah Vietnam. Indikator dari HDI meliputi pendapatan perkapita, akses terhadap
pendidikan, dan akses terhadap kesehatan.
B. Think Globally Act Locally

Mengingat tantangan yang dihadapi semakin nyata dan kompleks, proses


pembinaan nilai yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal dewasa ini menjadi sangat
penting. Tantangan terhadap pembinaan nilai tersebut datang dari berbagai arah, terutama
yang datang dari efek arus informasi global. Susanto (1998) menyebutkan dalam era
globalisasi yang terbuka ini, terpaan informasi sangat memungkinkan seseorang
mengadopsi nilai-nilai pengetahuan, kebiasaan lingkungan luar sosialnya dan jauh
jangkauannya secara fisik. Gaffar (2004:8) menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya
sekedar menumbuhkan dan mengembangkan keseluruhan aspek kemanusiaan tanpa
diikat oleh nilai, tetapi nilai itu merupakan pengikat dan pengarah proses pertumbuhan
dan perkembangan tersebut.
C. Pembelajaran Berbasis pada Nilai-nilai Kearifan Lokal
Pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan model pendidikan yang memiliki
relevansi tinggi bagi pengembangan kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada
pemberdayaan ketrampilan dan potensi lokal dimasing-masing daerah. Dalam model
pendidikan ini, materi pembelajaran harus meilki makna dan relevansi tinggi terhadap
pemberdayaan hidup peserta didik secara nyata, berdasarkan realitas yang peserta didik
hadapi. Pendidikan berbasis kearifan lokal adlah pendidikan yang mengajarkan peserta
didik untuk selalu lekat dengan situasi kongkrit yang mereka hadapi. Freire P., filsuf
pendidikan dalam bukunya, Cultur Action for Freedom, menyebutkan bahwa dengan
dihadapkan pada problem dan situsi konkret yang dihadapi, peserta didik akan semakin
tertantang untuk menanggapinya secara kritis.
D. Nialai Kearifan Lokal pada Era Global
Nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai yang harus dimatikan, akan tetapi dapat
bersinergi

dengan

nilai-nilai

universal

dan

nilai-nilai

modern

yang

dibawa

globalisasi.karakter pembangunan budaya secar efektif merangkul dan menggerakan


seluruh elemen dalam menghadapi era globalisasi yang membuka proses lintas budaya
dan silang budaya yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya
satu dengan yang lain.
BAB 11 INTEGRASI NILAI-NILAI IMTAK DAN IPTEK DALAM
PEMBELAJARAN
A.

Integrasi IMTAK dan IPTEK


Integrasi dapat dimaknai sebagai proses memadukan nilai-nilai tertentu terhadap

sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang kohern dan tidak bisa
dipisahkan atau proses pembaharuan hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan bulat.

Integrasi antara IMTAK dan IPTEK esensinya adalah perpaduan antara dimensi agama
dengan ilmu. Berbagai variasi model integrasi dapat dikaji dan dioprasionalisaikan oleh
para praktisi pendidikan dalam empat tataran, yakni tataran konseptual, institusional,
operasional dan arsitektural.
B. Implementasi dalam Pembelajaran
Rumusan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU No. 20 tahun 2003
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab,. Ungkapan tujuan pendidikan nasional tersebut

didalamnya bernuansa dan

mengandung sebuah cita-cita terbentuknya manusia Indonesia yang berkarakter IMTAK


dan IPTEK.
Dalm praktiknya, proses integrasi ilmu dan agama melalui pembelajaran akan
sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam meru sebuah perencanaan pembelajaran
karena ramuan rencana pembelajaran memang merupakan kewajiban pokok seorang guru
sebelum ia melaksanakan interksi pembelajaran bersama peserta didiknya.

Anda mungkin juga menyukai