LATAR BELAKANG
Para pelaku dan pemerhati pesisir dan lautan sejak tahun 1998
telah menginisiasi terselenggaranya Konferensi Nasional (KONAS)
tentang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil
sekali setiap dua tahun, sebagai ajang utama pertukaran informasi dan
pengalaman serta studi kasus pengelolaan wilayah pesisir terpadu di
Indonesia.
Pada perjalanannya, KONAS telah diselenggarakan sebanyak 7 (tujuh)
kali mulai tahun 1998 s/d 2010 dengan mengangkat isu yang berbeda di
setiap pertemuan dan sekaligus menjadikan hasilnya sebagai suatu
referensi dan landasan pengambilan kebijakan dalam pembangunan
kelautan dan perikanan. Salah satu hasil nyata dari KONAS adalah
dukungan terhadap lahirnya suatu peraturan perundangan sebagai
landasan hukum dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil di Indonesia, yaitu dalam bentuk Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Wilayah pesisir yang merupakan peralihan dari ekosistem darat
dan laut, merupakan kawasan yang kaya potensi disatu sisi, namun di
sisi lain rentan terhadap pengaruh dan perubahan, baik perubahan alami
maupun akibat aktivitas manusia. Beberapa fakta mengenai kondisi
ekosistem pesisir, yaitu: (a) merupakan ekosistem yang sangat
kompleks, dinamis dan mudah mengalami kerusakan/rentan
(vulnerable); (b) merupakan kawasan dengan sumberdaya yang kaya
dan cenderung dimanfaatkan berbagai pihak untuk berbagai kepentingan
(multiple use), bahkan berpotensi menimbulkan konflik; (c) pemahaman
mengenai pengelolaan pesisir dengan regime akses terbuka (open
access), berimplikasi pada pihak yang kuat sering lebih menguasai
sumberdaya dan membatasi akses masyarakat pesisir dalam
memanfaatkan sumberdaya pesisir. Di lain pihak, regime pengelolaan
tradisional (common property), pemilikan pribadi/swasta (quasi-private
property) serta penguasaan pemerintah (state property) masih berlaku.
Salah satu pendekatan untuk mengatasi persoalan wilayah pesisir
adalah dengan mengimplementasikan konsep pengelolaan pesisir secara
terpadu dan berkelanjutan, yang dikenal dengan Pengelolaan Pesisir
Terpadu (Integrated Coastal Management) atau yang sekarang ini lebih
dikenal dengan Pengelolaan Pesisir dan Laut Terpadu (Integrated
Coastal and Ocean Management). Konsep ini bertitik tolak pada
1
6. PESERTA
KONAS IX diharapkan akan diikuti oleh 1.000 orang peserta, baik
dalam negeri maupun luar negeri, yang terdiri dari:
7. KEPANITIAAN
Sekretariat KONAS IX Daerah
Konsorsium Mitra Bahari RC Jawa Timur
Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga
Kampus C UNAIR, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. 62-31-5911451; Fax. 62-31-5965741
Email: konas9jatim@gmail.com
Contact Person:
Ir. Kusaeri, MS (08123153279)
Adi Pasaribu, S.Pi, M.Si (0812 3173 0757)
Adji Pamungkas, ST, M.Sc, Ph.D (0812 3748 7033)
8. PENDAFTARAN
a. Peserta Seminar Ilmiah
Pendaftaran peserta seminar ilmiah dilakukan melalui website
http://konas.kkp.go.id mulai tanggal 1 Juni s.d. 14 November 2014
b. Makalah
Makalah disusun berdasarkan tema dan topik
Makalah akan disampaikan melalui presentasi oral dan presentasi
poster yang ditetapkan oleh tim seleksi
Pendaftaran
pemakalah
dilakukan
melalui
website
http://konas.kkp.go.id
Pemasukan abstrak selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober
2014
Pengumuman hasil seleksi abstrak tanggal 3 November 2014
melalui website http://konas.kkp.go.id
Pemasukan makalah (full paper) selambat-lambatnya tanggal 12
November 2014
Abstrak dan makalah dikirim ke Sekretariat melalui e-mail:
konas9pusat@gmail.com dan konas9jatim@gmail.com
Rp. 350.000,00*
:
Rp. 200.000,00
:
Rp. 350.000,00 (termasuk prosiding)
Biaya tersebut sebagai kompensasi:
Seminar kit
Konsumsi selama konferensi
Sertifikat
Field trip (optional)
:
Rp. 250.000,00
Pameran :
Rp. 15.000.000,00 (booth pameran 3 m x 3 m)
9.
AKOMODASI
Konferensi Nasional IX Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil akan di laksanakan di Hotel JW Marriot, Surabaya
yang berlokasi di pusat kota Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur.
Hotel dapat dicapai kurang lebih 1 jam berkendara dari Bandara
Internasional Juanda, Surabaya, 20 menit dari Pelabuhan Tanjung Perak
serta 20 menit dari stasiun kereta api Pasar Turi Surabaya. Panitia tidak
menanggung transportasi dan penginapan peserta.
Hotel Bintang 5
Bumi Surabaya
Phone (62-31)
5311234 Fax. (62-31)
5321508
Majapahit
Phone (62-31)
60275
5454333, 5454111
Sheraton
Surabaya
Phone (62-31)
5468000, 5467000
JW Marriott
Phone (62-31)
5458888, 5468888
Shangri-La
Phone (62-31)
5661550, 5661570
Singgasana
Surabaya
Jl. Gunungsari
Phone (62-31)
5678681
Hotel Bintang 4
Equator Surabaya
Phone (6231)
5687170,
5687172
Novotel Surabaya
Phone (6231)
5018900,
5676317,
5014961
Tunjungan
Phone (6231)
5466666,
5455514
Garden Palace
Phone (6231)
3521001,
3511842
Somerset
Surabaya
Mercure Grand
Mirama Surabaya
Surabaya Plaza
(Radisson) Plaza
Boulevard
Phone (6231)
5316833,
5318500
Hotel Bintang 3
Bisanta Bidakara
Jl. Tegalsari 85
Ibis Rajawali
Phone (6231)
3539994,
3539995
Santika
Jl. Pandegiling 45
Phone (6231)
5667707,
5673242,
5667445
Elmi
Phone (6231)
5315615,
5322571
Inna Simpang
Surabaya Satelit
Phone (6231)
5615876,
5660404
a. Bandara di Surabaya
Bandara
Bandara Udara
Juanda
Alamat
Jl. Raya Bandara Juanda,Sedati Sidoarjo
Telp
031- 8667513
Maskapai
Airfast
Indonesia
Jakarta-Soekarno-Hatta, Makassar
www.airfasti
ndonesia.co
m
Batik Air
Jakarta-Soekarno-Hatta
www.batikai
r.com
Citilink
Denpasar/Bali, Jakarta-Soekarno-Hatta, M
ataram-Lombok
www.citilink
.co.id
Garuda
Indonesia
www.garuda
indonesia.co
m
Indonesia
AirAsia
www.airasia.
com
Kal Star
Aviation
Pontianak, Sampit
www.kalstar
online.com
10
Website
Lion Air
www.lionair.
co.id
Sriwijaya
Air
www.sriwija
yaair.co.id
Trigana Air
Service
Pangkalanbun
www.trigana
-air.com
10
Wings Air
www.lionair.
co.id
Alamat
Telp.
Surabaya Kota
031-3521465
Gubeng
031-5033115
11
60131
Pasar Turi
031-5345014
Tandes
Wonokromo
031-8410649
No.
Nama KA
Stasiun
Keberangkat
an
Waktu
Beran
gkat
Stasiun
Kedatangan
Waktu
Tiba
Gumarang
Surabaya
Pasar Turi
14.30
Jakarta
Pasar Senen
06.17
Gumarang
Jakarta
Pasar Senen
14.45
Surabaya
Pasar Turi
06.45
Mutiara
Timur
Surabaya
Gubeng
09.15
Banyuwangi
15.56
Mutiara
Timur
Banyuwangi
09.00
Surabaya
Gubeng
15.24
Mutiara
Timur
Surabaya
Gubeng
22.35
Banyuwangi
04.57
Mutiara
Timur
Banyuwangi
22.20
Surabaya
Gubeng
04.53
Sancaka
Surabaya
Gubeng
07.00
Yogyakarta
12.20
Sancaka
Surabaya
15.00
Tugu
20.23
12
Gubeng
Yogyakarta
Mutiara
Selatan
Surabaya
Gubeng
16.00
Bandung
06.15
10
Mutiara
Selatan
Bandung
17.00
Surabaya
Gubeng
06.41
11
Argo Bromo
Anggrek
Surabaya
Pasar Turi
08.01
Jakarta
Gambir
18.37
12
Argo Bromo
Anggrek
Jakarta
Gambir
09.30
Surabaya
Pasar Turi
19.58
13
Argo Bromo
Anggrek
Surabaya
Pasar Turi
20.00
Jakarta
Gambir
06.31
14
Argo Bromo
Anggrek
Jakarta
Gambir
21.30
Surabaya
Pasar Turi
07.57
15
Argo Wilis
Surabaya
Gubeng
07.31
Bandung
19.56
16
Argo Wilis
Bandung
07.00
Surabaya
Gubeng
19.47
17
Bima
Surabaya
Gubeng
17.00
Jakarta
Kota
06.30
18
Bima
Jakarta Kota
17.00
Surabaya
Gubeng
05.49
19
Sembrani
Surabaya
Pasar Turi
17.00
Jakarta
Kota
06.49
20
Sembrani
Jakarta Kota
17.30
Surabaya
Pasar Turi
07.02
21
Turangga
Surabaya
Gubeng
18.00
Bandung
07.10
22
Turangga
Bandung
19.00
Surabaya
08.25
13
Gubeng
23
Rajawali
Surabaya
Pasar Turi
14.00
Semarang
Tawang
19.09
24
Rajawali
Semarang
Tawang
08.25
Surabaya
Pasar Turi
13.27
12. TRANSPORTASI
Transportasi dari Bandara International Surabaya terdapat 2 (dua) jenis
angkutan yaitu Bis Damri dan Taxi. Biaya Taxi dari Bandara ke Hotel
JW Mariot kurang lebih Rp.100.000. Biaya Bis Damri dari BandaraPool Damri Rp.15.000 dilanjutkan dengan Taxi Rp.25.000 atau Ojek
Rp.10.000 hingga Hotel JW Marriot. Biaya Angkutan Kota (Angkot) di
wilayah Surabaya jauh-dekat kurang lebih Rp. 3.000
Phone
Taksi Silver
031-5311777
Taksi Srikandi
031-7522333
Taksi Star
031-8280828
Taksi Supra
031-5632000
Taksi Surabaya
031-3723377
Taksi Zebra
031-8411111
Taksi Gold
031-8545555
031-3721234
Taksi Citra
031-5926786
031-7419776
Taxi O-Renz
031-8799999
14
Nama Travel
Alamat
Telp
031-310881
031-5316920;
031-5317139
Jl Bengawan
51,Darmo,Wonokromo,
SURABAYA 60241
031-5662022
PT Akasa Holiday
031-5457945
031-3550558
031-5033000
Orient Express
031-5456666
Pasopati Travel
031-5674000
031-3767411,
fax.3767414
15
16
Nama Surabaya, sesuai dengan etimologinya, berasal dari kata Sura ata
Suro dan Baya atau Boyo, dalam bahasa Jawa. Suro adalah jenis ikan
hiu, sedang boyo adalah istilah bahasa jawa untuk buaya. Menurut
mitos, dua hewan ini adalah binatang paling kuat yang juga menjadi
simbol kota Surabaya sampai saat ini. Pendapat lain mengatakan, bahwa
nama Surabaya juga diambil dari istilah Sura Ing Baya, yang berarti
"berani menghadapi bahaya".
Pemanfaatan ruang wilayah pesisir, meliputi perumahan pesisir
(kampung nelayan), tambak garam dan ikan, pergudangan militer,
industri kapal, pelabuhan dan wisata. Pada bagian pesisir utara saat ini
telah dibangun jalan yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau
Madura (Jembatan Suramadu)
Dari segi pariwisata, layaknya kota yang sarat akan sejarah, Surabaya
memiliki beberapa obyek wisata yang bisa dikunjungi yang
berhubungan dengan sejarah masa lampau. Ditambah lagi, Surabaya
memiliki keanekaragaman kuliner yang selalu dicari oleh wisatawan
yang datang, seperti: rujak uleg, rawon, nasi bebek, kupang lontong,
longtong balap dan masih banyak lagi.
Waktu
Agenda/Kegiatan
Narasumber/Topik
Tempat
Selasa, 18 November
13.00
selesai
Panitia
19.00
selesai
Pembukaan Loknas
Mitra Bahari & Seminar
Percepatan Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
Ayo Tanam
Mangrove (ATM) dan
Pesisir Berseri
08.00 selesai
Panitia
08.00 selesai
Panitia
19.00 selesai
Pembukaan KONAS
IX, Gala Dinner,
penyerahan coastal
award, launching
COREMAP-CTI
Pembukaan pameran
Kamis, 20 November 2014
18
Sentra Ikan
Bulak,
Surabaya
Ballroom
07.00 07.45
Registrasi
Panitia
07.45 07.50
Pembukaan
MC
07.50 08.00
Pembacaan Doa
Panitia
Ballroom
Keynote Speaker
08.00 08.25
Keynote Speaker I
Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman
Ballroom
"Potensi Pengembangan
Ekonomi Maritim
Indonesia dalam
Menghadapi Tantangan
dan Peluang Global dan
Regional"
08.25 08.50
Keynote Speaker II
Ballroom
Keynote Speaker IV
Ballroom
Keynote Speaker V
Walikota Surabaya
"Upaya Revitalisasi
Pesisir Kota Surabaya"
09.45 10.00
Coffee Break
Panitia
19
Ballroom
Parallel Session
10.00 17.00
Parallel Session I
Parallel Session II
Parallel Session III
Parallel Session IV
Parallel Session V
Parallel Session VI
17.00 18.00 Rumusan
Perencanaan Pengelolaan
Laut dan Pesisir
Pemanfaatan Laut dan
Pesisir
Pengendalian
Pemanfaatan Laut dan
Pesisir
Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan Laut dan
Pesisir
Penegakan Hukum
Pengembangan Wilayah
Pesisir
Panitia
Panitia
08.00 selesai
Panitia
13.00 selesai
Panitia
08.00 12.00
Panitia
08.00
12.00
Panitia
19.00
selesai
Penutupan pameran
Panitia
20
Halaman
parkir
Fieldtrip
Panitia
Kapal
perang
21
Kode
1-O-01
1-O-02
Adipati Rahmat
11.20 - 11.30
11.30 - 11.40
11.40 - 11.50
11.50 - 12.00
12.00 - 13.00
Makan Siang
Moderator 2: Dr. Haryo D. Armono, M.Eng.
Valuasi Keterkaitan Ekosistem Lamun dengan
Sumberdaya Ikan di Pulau Bintan, Kabupaten Bintan,
13.00 - 13.10
Provinsi Kepulauan Riau
Luky Adrianto
Perpaduan Teknologi Citra Satelit dan UAV untuk
13.10 - 13.20
Pemetaan Potensi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
Mukhamad Nur Cahyadi
Rencana Tanggap dan Komunikasi Pemutihan Karang
13.20 - 13.30
untuk Kawasan Raja Ampat
Purwanto
Tinjauan Refleksi Proyek Pembangunan Masyarakat
Pesisir, Coastal Comunity Development International
13.30 - 13.40
Fund For Agricultural Development (CCD-IFAD) di
Kota Makassar
Rustam
Rencana Zonasi Rinci Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
13.40 - 13.50
Kecil Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah
Siti Nurfatin
Analisis Kelembagaan Pengelolaan Taman Pesisir
13.50 - 14.00
Kepulauan Derawan Kabupaten Berau
Suafei Sidik
Data, Informasi, Kriteria, Pertimbangan, Penentuan dan
Delienasi Alokasi Ruang untuk Reklamasi di Perairan
14.00 - 14.10
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Subandono Diposaptono
Data, Informasi, Kriteria, Pertimbangan, Penentuan dan
14.10 - 14.20
Delienasi Alokasi Ruang untuk Pertambangan Pasir Laut
Subandono Diposaptono
Kebutuhan Data dan Informasi Spasial untuk
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau14.20 - 14.30
pulau Kecil
Subandono Diposaptono
22
1-O-03
1-O-04
1-O-05
1-O-06
1-O-07
1-O-08
1-O-09
1-O-10
1-O-11
1-O-12
1-O-13
1-O-14
1-O-15
1-O-16
1-O-17
1-O-18
1-O-19
16.40 - 16.50
16.50 - 17.00
Alianto
Pengembangan Pemasaran Produk Unggulan di
Lokasi ccdp ifad
Ansori zawawi
1-O-20
1-O-21
1-O-22
1-O-26
23
1-O-23
1-O-24
1-O-25
1-O-27
1-O-01
URGENSI RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
*Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng. dan
*Rifka Nur Anisah, S.Pi., M.Si.
Abstrak
24
Besarnya potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
memicu tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan.
Pembukaan lahan baru berdampak pada terjadinya reklamasi besar-besaran.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut. Dalam
upaya melakukan perencanaan yang komprehensif, pemerintah
mengeluarkan kebijakan melalui UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 1 Tahun 2014. Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
RZWP-3-K memiliki fungsi baik secara ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, dan nilai strategis. RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Rencana alokasi ruang
RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Proses penyusunan
Dokumen Final RZWP-3-K, meliputi : (1) pengumpulan data; (2) survei
lapangan; (3) pengolahan dan analisis data; (4) deskripsi potensi dan
kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau - pulau kecil; (5)
penyusunan dokumen awal; (6) konsultasi publik; (7) penentuan usulan
alokasi ruang; (8) penyusunan dokumen antara; (9) konsultasi publik; (10)
penyusunan dokumen final; dan (11) permintaan tanggapan dan/atau saran.
Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan
ruang, menghindari konflik pemanfaatan, dan sebagai dasar perizinan di
wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Begitu pentingnya penyusunan
RZWP-3-K sehingga diperlukan akselerasi melalui dukungan dan kerja
sama semua pihak.
Kata Kunci : Urgensi, Zonasi
1-O-02
Peran Sarana Prasarana Transportasi Laut dalam mendukung
Pengembangan Pulau-pulau Kecil
Adipati Rahmat
Abstrak
25
1-O-03
Studi Keterkaitan Komunitas Ikan Karang dan Karang Scleractinia
(Hard Coral) di Zonasi Reef Flat : Studi Kasus Kawasan Konservasi
Perairan Daerah Desa Olele, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi
Gorontalo
Akbar Reza1*, Indra Lesmana1, Darnis2
26
1-O-04
PENGARUH ADANYA GIANT SEA WALL SEBAGAI BARRIER
TERHADAP MIGRASI BURUNG LAUT DI JAKARTA
Eko Burhanuddin, Fika Afriyani, Mariana D. B. Intan
Pusat Studi Kelautan FMIPA UI, Mitra Bahari DKI Jakarta
Email: burhanbio@gmail.com fika.afriyani@gmail.com
mdbi.mariana@gmail.com
27
Abstrak
Pembangunan Giant Sea Wall yang dianggap sebagai solusi
terhadap masalah banjir Jakarta memberikan dampak lain terhadap
lingkungan, khususnya terhadap populasi burung-burung laut yang
berhabitatkan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu dan suaka margasatwa
Muara Angke di Jakarta Utara. Pulau Rambut dan suaka margasatwa Muara
Angke merupakan habitat dan jalur migrasi burung-burung di Pulau Jawa,
khususnya burung laut. Adanya reformasi wilayah Jakarta akan mengganggu
barier burung laut tersebut dalam bermigrasi sehingga dapat memberikan
beberapa
dampak
negatif
khususnya
terhadap
pertumbuhan
dan
1-O-05
KAJIAN KEBUTUHAN TEMPAT DAN JALUR EVAKUASI DI PPN
PRIGI
Erva Kurniawan
Hendra Yusran Siry
Enggar Sadtopo
28
Fegi Nurhabni
Abstrak
Kebutuhan tempat dan jalur evakuasi bagi daerah yang rawan tsunami khususnya
bagi daerah yang berpenduduk relatif padat dan memiliki berbagai fungsi ekonomi
merupakan suatu keharusan. PPN Prigi yang terletak di desa Tasikmadu, Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggaleg merupakan daerah rawan bahaya tsunami.
Wilayah pantai PPN Prigi adalah kawasan padat penduduk dan menghadap langsung
Samudera Hindia yang merupakan tempat bertemunya lempeng tektonik Eurasia
dan Indo-Australia. Evakuasi menuju tempat aman pada daerah pantai
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada waktu evakuasi yang tersedia,
sehingga dibutuhkan suatu metode evakuasi secara vertikal menggunakan shelter
vertikal tsunami. Untuk daerah landai dengan beberapa tempat topografi yang lebih
tinggi memerlukan metode evakuasi secara horisontal menggunakan jalur evakuasi
yang terencana menuju lokasi yang topografinya lebih tinggi. Makalah ini
membahas kebutuhan tempat dan jalur evakuasi dengan menggunakan tahapan
antara lain: (i) pengumpulan dan pengolahan data dasar; (ii) pembuatan rancangan
peta awal; (iii) pengamatan lapangan; serta (iv) rancangan peta akhir dan rancangan
peta jalur evakuasi. Tinggi tsunami rencana yang dipakai berasal dari data sekunder
dan data histori kejadian tsunami. Kajian ini menggunakan data spasial citra satelit
resolusi tinggi. Kajian ini mengasumsikan bahwa dalam evakuasi tsunami,
penduduk dapat ditampung pada shelter yang terdapat di wilayah kajian dan
sebagian menuju lokasi yang lebih jauh dan lebih tinggi. Jumlah dan distribusi
populasi diketahui berdasarkan data jumlah penduduk, dan asumsi jumlah penghuni
pada setiap bangunan dan fasilitasnya. Dengan jumlah kebutuhan, lokasi, serta area
pelayanan shelter, dapat ditentukan arah evakuasi di wilayah kajian. Bangunan
eksisting dengan kriteria tertentu dapat difungsikan sebagai shelter evakuasi vertikal
tsunami.Hasil kajian kebutuhan tempat dan jalur evakuasi di PPN Prigi disajikan
dalam format peta sederhana dengan skala besar (kumpulan jalur dan tempat
evakuasi) agar dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat atau warga yang
datang ke tempat tersebut. Peta kebutuhan jalur dan tempat evakuasi dirancang
untuk tingkat provinsi dan kabupaten, menggunakan kaidah penyusunan peta
mengikuti aturan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan LAPAN.
Kata Kunci: Jalur Evakuasi, Shelter, Evakuasi Vertikal, Evakuasi Horisontal,
Tsunami
29
1-O-06
PERENCANAAN REVETMENT DAN GROIN SEBAGAI UPAYA
PENANGANAN EROSI PANTAI DI WILAYAH PESISIR
CAMPLONG, KABUPATEN SAMPANG, MADURA.
Hasan Ikhwani1, Yani Nurita P.2, Levani Disi A.3, Ach. Ronie S4
,1
1-O-07
Valuasi Keterkaitan Ekosistem Lamun dengan Sumberdaya Ikan di
Pulau Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
30
Luky Adrianto
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : (1) mengidentifikasi
keterkaitan ekosistem lamun dengan perikanan di lokasi penelitian; (2)
mengidentifikasi keterkaitan sosial-ekologis lamun dengan masyarakat yang
tergantung terhadap ekosistem lamun; dan (3) mengestimasi nilai ekonomi
keterkaitan ekosistem lamun dengan perikanan di lokasi penelitian. Tujuan
penelitian ini dicapai dengan menggunakan pendekatan penelitian sistem
sosial ekologis (SSE; social ecological system; SES). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekosistem lamun memiliki keterkaitan erat dengan
sumberdaya ikan Siganus Virgatus yang ditunjukkan dengan Seagrass
Residence Index (SRI) sebesar 0,63 yang diikuti dengan Lethrinus ornatus
dengan SRI sebesar 0.61 dan Lutjanus ruselli dengan SRI sebesar 0.49.
Sementara itu, dari hasil konektivitas sistem sosial-ekologis menunjukkan
bahwa rata-rata upaya penangkapan ikan terbesar dihasilkan dari alat
tangkap Kelong (Bagan Apung) yang menghasilkan ikan Bilis (Stolephorus
sp) yang mencapai 160 kg/hari. Nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai
penyedia sumberdaya ikan diestimasi sebesar Rp. 246,02 339,55 juta per
hektar per tahun, sedangkan nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai
penyedia biota ditaksir mencapai sebesar Rp.17,18 29,42 juta per hektar
per tahun
1-O-08
Perpaduan Teknologi Citra Satelit dan UAV Untuk Pemetaan Potensi
Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
31
1-O-09
PENGAMATAN PAUS DAN LUMBA-LUMBA DI KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DAERAH MISOOL DAN KOFIAU, RAJA AMPAT
32
Purwanto
Abstrak
Paus dan lumba-lumba merupakan mamalia laut yang memiliki fungsi ekologi penting, menjadi indikator
kesehatan perairan dan daya-tarik pariwisata. Memahami hal ini, pengamatan terhadap paus dan lumbalumba telah dilakukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Misool dan Kofiau, Raja Ampat
untuk mengumpulkan data garis-dasar (baseline) dan mengetahui keragaman, kelimpahan, distribusi
spasial dan temporal mereka. Pengamatan dilakukan secara intensif pada periode tahun 2006 sampai
2011 sebagai bagian dari kegiatan monitoring dan pengamanan sumberdaya laut. Pencatatan berdasarkan
pengamatan visual dilakukan setiap kali paus atau lumba-lumba dijumpai dengan mencatat spesies,
jumlah individu, perilaku kelompok dan lokasi dimana mereka diamati. Hasil menunjukkan bahwa
selama periode 2006-2011 dijumpai 7 spesies paus (Paus Bryde - Balaenoptera brydei; Paus Bryde
Kerdil - Balaenoptera edeni; Paus Pemandu Sirip Pendek - Globicephala macrorhynchus; Paus
Pembunuh - Orcinus orca; Paus Pembunuh Kerdil - Feresa attenuate; Paus Pembunuh Semu - Pseudorca
crassidens; Paus Sperma - Physeter macrocephalus), dan 7 spesies lumba-lumba (Lumba-lumba
Bungkuk Indo-Pasifik - Sousa chinensis; Lumba-lumba Fraser - Lagenodelphis hosei; Lumba-lumba
Hidung Botol - Tursiops truncatus; Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik - Tursiop aduncus; Lumbalumba Paruh Panjang - Stenella longirostris; Lumba-lumba Risso - Grampus griseus; Lumba-lumba Totol
- Stenella attenuatea). Analisis menunjukkan bahwa perairan KKPD Misool dan Kofiau (dan wilayah
Raja Ampat umumnya) merupakan wilayah penting bagi paus dan lumba-lumba. Dari tujuh spesies paus
yang teramati, enam diantaranya konsisten dijumpai di Kofiau dan tiga Misool. Sementara dari tujuh
spesies lumba-lumba yang teramati, enam spesies selalu dijumpai di Kofiau, dan tiga di Misool.
Berdasarkan keragaman spesies dan sebarannya, analisis menunjukkan bahwa Kofiau merupakan habitat
penting bagi paus dan lumba-lumba, dan Misool merupakan habitat penting bagi lumba-lumba. Selat
antara Kofiau dan Kepulauan Boo di dalam kawasan KKPD Kofiau diperkirakan merupakan jalur
migrasi paus dan lumba-lumba. Selain itu, Kofiau yang terletak di kawasan perairan laut dalam
diperkirakan menyumbang kepada lebih beranekaragamnya spesies paus dan lumba-lumba yang teramati
dibandingkan dengan Misool yang terletak pada kawasan perairan yang relatif lebih dangkal. Sebaran
temporal menunjukkan bahwa ukuran populasi paus dan lumba-lumba yang teramati di perairan Kofiau
dan Misool cenderung menurun dari tahun ke tahun. Terdamparnya sejumlah paus di kawasan ini, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan aktifitas survei seismik yang terjadi pada periode waktu
kemunculan paus, diduga memberikan dampak buruk terhadap paus dan lumba-lumba yang pada
gilirannya menurunkan jumlah paus dan lumba-lumba yang bermigrasi. Meskipun demikian, cara
pengamatan secara acak menyulitkan pengambilan kesimpulan apakah kecenderungan tersebut
mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau tidak. Dari kajian ini direkomendasikan: (i) agar
penentuan zonasi KKPD mempertimbangkan lokasi dan sebaran paus dan lumba-lumba; dan (ii) perlu
ada aturan khusus untuk melindungi paus dan lumba-lumba di Raja Ampat dari ancaman yang dihadapi,
antara lain gangguan suara akibat survei seismik.
1-O-10
33
TINJAUANREFLEKSIPROYEKPEMBANGUNANMASYARAKAT
PESISIR,COASTALCOMUNITYDEVELOPMENT
INTERNATIONALFUNDFORAGRICULTURALDEVELOPMENT
(CCDIFAD)DIKOTAMAKASSAR
Rustam
Abstrak
CoastalCommunityDevelopment International Fundfor Agricultural Development(CCD
IFAD)ataudisebutProyekPembangunanMasyarakatPesisir(PMP).Tujuanproyekiniuntuk
meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir yang terlibat dalam kegiatan
kelautandan perikanandiwilayah pesisirdanpulaupulau kecil. Proyekiniterdiridari3
komponenkegiatan. Komponen1;Pemberdayaanmasyarakatpesisir, pembangunandan
pengelolaansumberdayapesisir;Komponen2.PengembanganEkonomiberbasiskelautan
danperikanandanKomponen3;Pengelolaanproyek.Metodestudiyangdigunakandalam
tinjauanrefleksiproyekpembangunanmasyarakatpesisir(PMP)diKotaMakassarTahun
2013adalahdeskrptifkualitatif.RefleksikegiatanproyekCCDIFADKotaMakassarpada
tahun2013yangdilaksanakandi3(tiga)kelurahanyaitukelurahanLakkang,Cambayadan
Tanjung Merdeka telah dilaksanakan kegiatan dari tiga komponen; yaitu; pembentukan
kelompok masyarakat (pokmas), pembentukan layanan fasilitator, sosialisasi desa,
penilaian desa berbasis masyarakat, pertemuan desa (perencanaan, pengawasan dan
evaluasi),pelatihanpeningkatankapasitaspokmas,inventorisumberdayapesisirberbasis
masyarakat,pembangunanpondokinformasi,pembentukandanpelatihanComanagement
Group, persiapan detail village coastal marine Comanagement Plan, Workshop coastal
marine resources Comanagement, fasilitasi pusat pemberdayaan dan pelayanan
masyarakatpesisir,penyusunandanpelatihansistemmonitoringsumberdayapesisir,Dana
communityenterpriseGroupdaninfrastruktur,pelatihanmarketawareness,pengembangan
alternative Income generatin dan jaringan pemasaran, sinkronisasi dan perencanaan,
pertemuantimteknis,surveiRIMS,AnnualOutcomesurveidanMarketStudi.Realisasi
anggarankategoriprogramCCDIFADKotaMakassartahun2013yangbersumberdari
IFAD Loan pagu anggaran sebesar Rp.1.611.750.000, realisasi Rp.1.600.544.858,,
Spanish Trust Loan pagu anggaran sebesar 1.259.120.000,, realisasi anggaran Rp.
1.254.605.000, dan dari Rupiah murni pagu Anggaraan sebesar Rp. 102.300.000,,
realisasiRp.100.471.400,..Berdasarkanhasilrealisasipersentaseperkembangananggaran
CCDIFADtahun2013diKotaMakassarsebesar99.41%.
KataKunci;Pemberdayaan,SumberdayaPesisir,PengembanganEkonomi,
34
1-O-11
RencanaZonasiRinciWilayahPesisirDanPulauPulauKecil
KabupatenGresikDiKecamatanUjungPangkah
SitiNurfatin
Abstrak
DalameraOtonomiDaerahperanKecamatanmemilikikedudukan,tugas,
fungsi, dan kewenangan yang diatur dalam PP No 19 Tahun 2008.
Kecamatandiharapkandapatmeningkatkanperekonomianmasyarakatagar
masyarakat dapat lebih tersejahterakan.Wilayah pesisir Kecamatan Ujung
PangkahmerupakanwilayahpesisirutaraKabupatenGresik,ProvinsiJawa
Timur dengan sumberdaya yang melimpah. Penelitian ini dimaksudkan
untukmenyusunrencanazonasirinciwilayahpesisirKabupatenGresikdi
KecamatanUjungPangkahyangmeliputirencanapolaruangdanrencana
struktur ruang untuk mengoptimalkan sumber daya di wilayah pesisir
Kecamatan Ujung Pangkah. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan
data dasar dan data tematik yang didukung oleh survey lokasi. Analisa
dilakukan menggunakan software Arcgys dengan menyesuaikan kondisi
existing pemanfaatan lahan dengan kriteria pemilihan lahan yang sudah
ditentukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan berdasar pada
penggunaan lahan yang sudah ditetapkan oleh Provinsi Jawa Timur dan
Kabupaten Gresik pada laporan akhir RZWP3K. Penyusunan arahan
penggunaanlahandilakukandenganwawancarakepadapihakpihakyang
berwenangterhadappenggunaanruangwilayahKecamatanUjungPangkah.
Pengambilan keputusan hasil wawancara menggunakan Teknik Delphi
dengan mendiskusikan kembali hasil keputusan dengan responden
respondenyangmerupakanpihakpihakyangahlidanberwenangterhadap
wilayahpesisirKecamatanUjungPangkah.Adapunhasildarianalisayang
dilakukan adalah rencana pola ruang wilayah pesisir Kecamatan Ujung
Pangkah adalah penggunaan lahan untuk pemukiman, penambangan batu
kapur, penambangan pasir, kawasan industri, persawahan padi,
pertambakan, budidaya kerang, suaka burung, PPI, kawasan strategis,
perikanantangkap,hutanmangrove,dankawasanstrateginasionaltertentu.
Selain itu, dihasilkan rencana struktur ruang wilayah pesisir Kecamatan
Ujung Pangkah yaitu penggunaan dasar laut untuk alur kabel dan pipa
bawahlaut.
KataKunci:Zonasi,Pesisir,KecamatanUjungPangkah
35
1-O-12
AnalisisKelembagaanPengelolaanTamanPesisirKepulauanDerawan
KabupatenBerau
Sidik,Syafei
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kesenjangan peraturan
perundangundangan berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
Berau (Taman Pesisir Kepulauan Derawan/TPKD). Metode penelitian melalui
wawancara,fokusgroupdiskusi,danreviewterhadapperaturanperundanganterkait
dengan pengelolaan kawasan konservasi laut. Pengelolaan wilayah konservasi
kepadadaerahselarasdenganUUNo.32tahun2004tentangPemerintahanDaerah.
UnitPengelolayangbolehdibentukpadatingkatKabupatenberdasarkanPeraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, untuk
mengelola sebuah kawasan konservasi adalah berbentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dengan pimpinan yang memiliki tingkat Eselon IVa. Unit Pengelola
dipandangsangat tidakmemadai baikdari tingkat kewenangan danketersediaan
pendanaan. Terdapat kebutuhan bahwa keberdayaan pengelolaan kawasan perlu
dilakukan oleh UPT dengan tingkat yang lebih tinggi untuk lebih memiliki
keberdayaan dalam mengelola kawasan konservasi di suatu daerah. Berdasarkan
hasil analisis UndangUndang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
PesisirdanPulaupulauKecil sebagaimanatelahdiubahdenganUndangUndang
No. 1 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, makaunitataupunbadanpengelolaTamanPesisir
Kepulauan Derawan diharapkan bukan di Kabupaten karena pada tingkatan
kabupaten hanya mampumendirikan UPT.Sebaiknyaunit pengelola atau badan
yangkhususmengelolaTPKD ditempatkandiProvinsisertasetingkatBalaiatau
Badan.Langkahinisangatdiperlukanagarterdapatpayungataukerangkahukum
yangmemungkinkanUnitPengeloladitingkatProvinsisetingkatBalai(EselonIII)
atau Badan Pengelola (Eselon II) memiliki eselon yang lebih tinggi sehingga
meningkatkan keberdayaan dan kemandirian dalam mengelola kawasan. Badan
yang akan didirikan pada tingkat Provinsi diharapakan bukan berupa badan
koordiasisajaakantetapibadanyangkhususmenangganiPengelolaanTPKD.Serta
dipandang memiliki kewenangan dan sumberdaya yang cukup terutama terkait
dengan sistim kinerja dan pengelolaan keuangan guna mewujudkan pengelolaan
pesisir. Strategi dankebijakanyang palingprioritasdalam pengelolaanTaman
Pesisir Kepulauan Derawan adalah membentuk lembaga khusus yang
kewenangannya mampu mengkoordinasikan semua program dan kegiatan yang
dilakukandiTPKD.BentuklembaganyadapatberupaUPTD,BalaiatauBadan.
KataKunci:Kelembagaan,TPKD,Berau
36
1-O-13
Data,Informasi,Kriteria,Pertimbangan,PenentuandanDelienasi
AlokasiRuanguntukReklamasidiPerairanPesisirdanPulaupulau
Kecil
Diposaptono,Subandono
Abstrak
KotakotapesisirdiIndonesiadandiduniadihadapkanpadapermasalahan
penyediaanlahanbagiaktifitassosialekonomipenduduknyadangangguan
terhadaplingkungan. Tekananakanperkembangankotadandampakdari
perubahaniklim(genanganrob)menyebabkansemakinberkurangnyalahan
dan menyebabkan perubahan fungsi ruang (salah satunya pertanian).
Semakin menyusutnya lahan untuk pertanian, dihadapkan pada masalah
kebutuhanpanganyangsemakinmeningkatakibat lonjakanpertumbuhan
penduduk.Salahsatujawabandaripermasalahanlahanuntukperkembangan
kota yang sekaligus dapat melindungi wilayah pesisir dari ancaman rob
adalah penyediaan lahan baru melalui reklamasi. Tak hanya itu saja,
penyediaanlahandenganreklamasi punmemilikidampakpositif lainnya
sepertipeningkatankualitasdannilaiekonomikawasanpesisir,mengurangi
lahanyangdianggapkurangproduktif,penambahanwilayah,perlindungan
pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim
hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerjaNamun demikian
tidakbisadinafikkanbahwareklamasipundapatmembawadampaknegatif
bagiwilayahpesisir.Gunameminimalisirnyadiperlukanperencanaanyang
terpadu, dan pelaksanaan yang cermat. Salah satu perencanaan yang
dibutuhkanadalahRencanaZonasiWilayahPesisirdanPulaupulauKecil
(RZWP3K).Kertaskerjainiakanmenjelaskankebutuhandata,informasi,
kriteria, pertimbangan dalam penentuan dan deliniasi alokasi ruang yang
memerlukanreklamasidiWP3K.Tanpahalitu,makaalihalihreklamasi
akan memenuhi tujuan yang diharapkan, malah yang terjadi adalah
penurunan kualitas perairan, konflik sosial, dan permasalahan penataan
ruanglainnya.
37
KataKunci:Reklamasi,RZWP3K,DatadanInformasi,Kriteriadan
PertimbanganPenentuanAlokasiRuang
1-O-14
Data,Informasi,Kriteria,Pertimbangan,PenentuandanDelienasi
AlokasiRuanguntukPertambanganPasirLaut
Diposaptono,Subandono
Abstrak
Berdasarkan UndangUndang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulaupulau Kecil, rencana zonasi adalah rencana yang
menentukan arah penggunaan sumberdaya tiaptiap satuan perencanaan
disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan yang
memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta
kegiatanyanghanyadapatdilakukansetelahmemperolehizin.Olehkarena
itu,kegiatanpertambanganpasirlautyangdilakukandiwilayahpesisirdan
pulaupulaukecilharusdibuatperencanaanalokasiruangnyaterlebihdahulu
sebelumdilakukankegiatanekpoitasidanekplorasi.
Tulisaniniakanmencobamemberikangambarantentangkebutuhandata,
informasi,pertimbangan,penentuandanalokasiruanguntukpertambangan
khususnya pertambangan pasir laut. Seluruh data yang dibutuhkan dalam
penyusunanrencanazonasipesisirdanpulaupulaukecil,baikdatadasar
maupuntematikakanditerjemahkankedalampeta,dandilakukanproses
overlay.Selanjutnyaakandiperolehpetapaketsumberdayaperairan.Peta
tersebut dianalisis kembali berdasarkan kriteria penetapan alokasi
pemanfaatan ruang untuk pertambangan pasir laut (baik untuk area
perlindungan, pemanfaatan terbatas maupun terbuka tambang) dengan
menggunakan metode matching. Dari aktivitas tersebut akhirnya akan
diperolehpetarencanapolaruanguntukalokasipemanfaatanruanguntuk
pertambanganpasirlaut.
Keyword:zonasi,alokasiruang,pasirlaut
38
1-O-15
Kebutuhandatadaninformasispasialuntukpenyusunanrencana
zonasiwilayahpesisirdanpulaupulaukecil
Diposaptono,Subandono
Abstrak
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil (WP3K)
merupakansalahsatudokumenperencanaanWP3Kyang bersifatspasial,
dimana dalam penyusunannya membutuhkan data dan informasi spasial
yang akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
tingkatanperencanaan.Kendalayangdihadapisaatiniadalahkualitashasil
perencanaanzonasiWP3Kmasihkurangbaikkarenahanyamenggunakan
datayangtersediadantidakmenggunakandatasesuaidengankebutuhan.
DatadaninformasispasialyangdibutuhkandalampenyusunanRZWP3K
memilikiskala,tingkatkedalamandankerincianyangberbedabedasesuai
dengantingkatanperencanaan.Secaragarisbesar,datadaninformasispasial
yang dibutuhkan meliputi 12 dataset yang terdiri dari 2 dataset dasar
(baselinedataset)dan10datasettematik(thematicdataset),dimanamasing
masingdatasetterdiridariberbagaimacamtema.Datadaninformasispasial
tersebutharusmemenuhistandarkualitasdankuantitasyangdipersyaratkan
dan memenuhi kaidah one map policy, yaitu satu standar untuk format,
referensi,databasedandapatdiintegrasikandalamsatugeoportalnasional.
Dataataupetatematikdapatdiperolehmelaluipengumpulandatasekunder
dari instansi terkait, tetapi apabila tidak tersedia, maka harus dilakukan
pengumpulandataspasialsecaralangsungdenganmetodesebagaiberikut:
1).Analisiscitrapenginderaanjauhdilengkapidengangroundceklapangan,
2).Pengukuranlangsungatausurveylapangan,3).Pemodelanmatematik,
dan 4). Kombinasi analisis citra penginderaan jauh dan pemodelan
matematik.Selainitu,untukdatayangberformattabular/numerik,dilakukan
analisisspasialmenggunakanGIS.
39
Katakunci:DatadanInformasiSpasial,RencanaZonasiWP3K,Dataset
Dasar,DatasetTematik,analisiscitra,pemodelanmatematik
1-O-16
MenentukanLuasanPlanningUnit(UnitPerencanaan)Heksagonyang
EfektifdalamMerancangKKPKabupatenMalukuTenggara
TaufikAbdillah
Abstrak
KawasanKonservasiPerairan(KKP)KabupatenMalukuTenggaraterletakdi
duaKecamatan,yaituKecamatanKeiKecildanKeiKecilBarat. KKPini
dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan pada bulan Mei 2012
denganluas150.000hektaryangditetapkanmelaluiSKBupatiKabupaten
Maluku Tenggara No. 62 tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
menetapkan luasan planning unit (unit perencanaan) yang efisien dan
menentukanlokasiarealarangambildiKawasanKonservasiPerairanKei
KecilBagianBarat.AnalisisMarxanmembutuhkanduainputdatayaitufitur
konservasidanfiturbiaya(cost). Fiturkonservasiyangdigunakanantara
lain,datatipedanluasanhabitatpesisirberdasarkanklasifikasiterseliacitra
Landsat7ETM+tahun2002,datakondisikesehatanterumbukarangtahun
2010,dandataperjumpaanspesiesyangdilindungidanterancampunahdi
perairanKKPKeiKecilBagianBarat. Inputuntukfiturbiaya(cost)yang
digunakanmerupakanhasilpemetaanpartisipatifolehWWFIndonesiapada
tahun 20092012. Hasil analisis Marxan yang dihasilkan untuk luasan
planningunitheksagon5ha,25ha,dan125hamenunjukkanbahwaunit5
halebihefektifkarenamemilikinilai cost terendahyaitu42.096,66. Lokasi
yangterpilihmenjadidaerahlarangambilhasilanalisisMarxanyaituPulau
Nai,PulauNgaf,danUrPulau.
KataKunci:Marxan,MalukuTenggara,KawasanKonservasiPerairan
40
41
1-O-17
IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAM GENDER
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR
(COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJACT) : CCDP-IFAD
Oleh : Novenny A. Wahyudi1, Anto Sunaryanto3 dan Arfan Rasyid3
Abstract
Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau Coastal Community Development
Project (CCDP-IFAD) adalah kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan
International Fund for Agriculture Developmant (IFAD ) sebuah badan PBB. Proyek ini
bertujuan untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam
masyarakat miskin aktif daerah pesisir dan pulau kecil. Proyek dilaksanakan di 12
kabupaten/kota di 10 propinsi kawasan Indonesia timur.
Melalui Inpres No. 9 tahun 2000, pemerintah mengamanatkan implementasi
Pengarusutamaan Gender (PUG) di seluruh Kementerian/Lembaga baik pusat maupun
daerah. PUG ini merupakan strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam seluruh aspek pembangunan, dimana aspek gender terintegrasi dalam perumusan
kebijakan program/kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Rencana immplementasi PUG tertera dalam Dokumen Project Design Report CCDP-IFAD
dan sesuai dengan pembangunan responsif gender pada Renstra Kementerian Kelautan dan
Perikanan 2010-2014. Tujuan program gender CCDP-IFAD adalah memberi kesempatan
pada masyarakat perempuan dan laki-laki. secara proposional sesuai tugas dan tanggung
jawabnya berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, khususnya memperbaiki
ketertinggalan perempuan. Caranya adalah dengan : 1) mengembangkan pemberdayaan
perempuan untuk mampu berperan aktif di bidang ekonomi, 2) memperkuat peran
pengambilan keputusan perempuan dalam isu pembangunan masyarakat dan meningkatkan
keterwakilannya di lembaga lokal serta 3) meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan
perempuan serta mengurangi beban hidupnya melalui akses pelayanan masyarakat dan
infrastruktur dasar. Upaya aplikasi PUG pada CCDP-IFAD melalui ketiga cara tersebut
tercermin dari berbagai target yang diharapkan antara lain : paling sedikit 20% dari
kelompok usaha ekonomi masyarakat yang dibentuk adalah kelompok perempuan; paling
sedkit 30% perempuan sebagai anggota lembaga/kelompok, dan paling sedikit 30%
perempuan menghadiri pertemuan/sosialisasi pemberdayaan serta pelatihan/bimtek bidang
ekonomi.
Pada September tahun ke-2 berjalannya proyek, di ke-12 kabupaten/kota binaan telah
terbentuk 1.024 kelompok, dimana dari 684 kelompok usaha, tercapai 22% atau 150
Kelompok Pengolahan yang anggotanya hampir semuanya perempuan. Disamping itu target
partisipasi perempuan rata-rata tercapai pada lembaga tingkat Kabupaten yaitu 29% di
Komite Pengarah Daerah (DOB), 33% di Unit Pelaksana Proyek(PIU) Dinas Kelautan dan
Perikanan dan 35% di lembaga tingkat desa yaitu Kelompok Kerja Desa. Demikian juga
berdasarkan berbagai isu gender yang dihadapi daerah, telah disusun suatu Rencana Aksi
Gender yang sederhana, mudah dilaksanakan, fleksibel yang bisa mersepond peluang lokal
dan merupakan pedoman pelaksanaan PUG dalam kegiatan proyek, yang menggambarkan
bagaimana proyek memperlakukan dimensi gender, khususnya menyangkut partisipasi
perempuan di dalam kegiatan penggalangan dan pemberdayaan lembaga dan masyarakat,
peningkatan kemampuan, implementasi, koordinasi serta monitoring dan evaluasinya, menuju
keberhasilan proyek dan keberlanjutan program saat proyek berakhir tahun 2017.
Kata kunci : pengarusutamaan gender, partisipasi perempuan, CCDP-IFAD
42
1-O-18
MEWUJUDKAN SATU PETA UNTUK SEKTOR KELAUTAN
Turmudi
Ketua Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Alam, Badan
Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor Km,46, Cibinong, Indonesia
turmudi.pokja@gmail.com 081380505758
Abstrak
Dua pertiga wilayah NKRI adalah laut, luas laut kedaulatan RI adalah 3,1
juta km2, dan luas laut ZEE 2,7 juta km2. Didalamnya terdapat sumberdaya
alam yang besar baik sumberdaya hayati maupun non hayati. Secara
ekonomi sumberdaya alam yang tersimpan di lautan Indonesia, mampu
untuk alam laut ini banyak sektoral kelembagaan yang menanganinya baik
pemerintah maupun swasta. Pengelolaan sumberdaya laut memerlukan data
yang dapat saling dipertukarkan untuk kepentingan analisis bagi suatu
peruntukan. Data tersebut memerlukan satu acuan peta dasar yang sama.
Setelah menggunakan peta dasar yang sama, dilanjutkan dengan data
tematik sumberdaya kelautan yang juga harus sama. Dengan data dasar
maupun data tematiknya sudah dalam satu pengertian yang sama, maka data
dalam pengertian satu peta telah terbangun. Tujuan kajian ini adalah untuk
memberikan pentingnya satu peta untuk pengelolaan sumberdaya alam laut.
Dengan terbangunnya satu peta yang memuat tema sumberdaya alam laut,
maka berbagai keperluan yang menyangkut analisis, evaluasi, monitoring
akan dapat dipahami dengan baik dan untuk selanjutnya dapat lebih akurat
dalam pengambilan kebijakannya.
43
1-O-19
RENCANAPENGEMBANGANPULAUNUSABARUNGDI
KABUPATENJEMBERUNTUKSEKTORPARIWISATA
Destyariani,LianaPutri
Abstrak
Pulau Nusa Barung adalah pulau yang secara administratif masuk dalam
Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Pulau ini
berpotensiwisatayangmenarikkarenakeberagamanhayatiyangdimiliki
sepertirusa,penyu,danburunglaut.Untukmencapaipulautersebutdapat
ditempuhmelaluibeberapajalurdenganjaraktempuhratarata6sampai7,5
jam.AdabeberapahalyangingindiketahuiolehpenelitimengenaiPulau
Nusa Barung yaitu optimalisasi potensi Pulau Nusa Barung berdasarkan
analisahirarkiproses,pihakyangberhak mengelolaPulauNusaBarung,
danhubunganoptimalisasiPulauNusaBarungdenganfungsicagaralam
yangdimilikipulau.Makadariitu,untukmengembangkanpulauiniperlu
dilakukan analisa berbasis hirarki proses. Yaitu pengembangan pulau
denganmenyesuaikankebutuhanpulaudanmasyarakat.Sebabselamaini
dalam pembangunan sebuah daerah tertentu cenderung melihat daerah
sebagailokasi(objek)yangdapatdikembangkanberdasarkaninvestormana
yang menang tender untuk mengembangkan daerah atau program kerja
unggulanapadaripemerintahyangharusdilaksanakandemikeberhasilan
kepemimpinan tertentu. Proses seperti di atas seharusnya dapat diubah
dengan memposisikan daerah sebagai subjek yang dapat melanjutkan
pembangunan daerah masingmasing secara mandiri walapun terjadi
pergantian kepemimpinan. Analisa Hirarki Proses adalah metode
pengambilankeputusanuntukmultikriteriayangditampilkandalamstruktur
hirarki serta penilaian dalam faktor. Analisa ini ditujukan untuk
mendapatkan pola pengembangan sesuai amanah dari UndangUndang
Nomor5Tahun1990tentang KonservasiSumberDayaAlamHayatidan
Ekosistemnya. Yaitu setiap daerah konservasi membutuhkan rencana
pengelolaan. Adapun hasil analisa yang dihasilkan adalah Pulau Nusa
BarunglebihbaikdikelolaolehPemerintahKabupatensebagaicagaralam.
Sedangkan kegiatan teknis yang dilakukan harus tetap mempertahankan
fungsikonservasisebagaiprioritasutamayaitupengontrolanekosistemdan
waktukunjung
44
1-O-20
RENCANASTRATEGISWILAYAHPESISIRDANPULAUPULAU
KECILPROVINSIPAPUABARAT
Alianto
Abstrak
VisipenyusunanRencanaStrategisWilayahPesisirdanPulauPulauKecil
Provinsi Papua Barat adalah terwujudnya harmonisasi dan sinergisitas
pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan pulau
pulaukecilyangberwawasanlingkunganuntukmeningkatkankesejahteraan
masyarakat pesisir dan pulaupulau kecil Provinsi Papua Barat tahun
2031.Dalamrangkauntukmewujudkanvisitersebut,ProvinsiPapuaBarat
dalamkontekspengelolaanpesisirdanpulaupulaukeciltelahmenetapkan9
(Sembilan)misi penyusunanRencanaStrategisWilayahPesisirdanPulau
PulauKecilProvinsiPapuaBarat.Penetapanvisidanmisitersebutsebagai
upayauntukmengantisipasiberbagaiisupemanfaatansumberdayapesisir
danpulaupulaukecilProvinsiPapuaBaratyangtelahberkembangmenjadi
isu global, regional, nasional, dan daerah. Setiap isu tersebut memiliki
beberapatujuanyangdikelompokkanatasaspekekologis,ekonomis,sosial
budaya,dankelembagaan.Untukmencapaitujuantersebut,makaProvinsi
PapuaBaratmenetapkansasaranjangkapendekterdiridari37(tigapuluh
tujuh)sasarandanjangkapanjangterdiridari6(enam)sasaran. Strategi
yangdikembangkanuntukmencapaisasarantersebutterdiridari83(delapan
puluh tiga) strategi yang masingmasing dengan target yang secara
keseluruhanterdiridari43(empatpuluhtiga)indikator.
45
1-O-21
PENGEMBANGAN PEMASARAN PRODUK UNGGULAN DI
LOKASI CCDP IFAD
Ansori zawawi
Konsultan Nasional PMO CCDP-IFAD
DITJEN KP3K KKP
Abstrak
46
segmentasi, positioning dan bauran pemasaran. Atas dasar ini juga dapat diketahui kebutuhan
pembangunan infrastruktur dan pelatihan.
1-O-22
PERENCANAAN STRATEGIS PENGELOLAAN PULAU KECIL,
TERLUAR, DAN TERDEPAN
PROVINSI MALUKU
I. Marzuki 1, M. J. Pattinama 1, A. Tupamahu 2, D. Salampessy 3
1)
2)
Maluku merupakan provinsi kepulauan yang terdiri atas 1.412 pulau yang
dikelompokkan kedalam 12 gugus pulau. Dari hamparan pulau tersebut
tersebut hanya tujuh yang tergolong pulau besar, sedangkan lainnya pulau
kecil. Berdasarkan citra satelit, ada 18 pulau kecil yang tersebar ditiga
kabupaten (Kepulauan Aru, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Barat
Daya), dan pulau-pulau ini posisinya di bagian terluar/terdepan wilayah
Maluku. Kedudukan pulau-pulau terluar/terdepan ini memerlukan perhatian
khusus. Dari segi keamanan nasional dan regional, Pemerintah dan Pemda
perlu memperhatikan sungguh-sungguh pulau-pulau ini karena 10
diantaranya berbatasan dengan Australia, dan 8 dengan Timor Leste. Dari
segi sumberdaya alam, tidak diragukan lagi bahwa wilayah ini dan
sekitarnya menyimpan kekayaan alam yang besar, diantaranya adalah gas,
minyak, perikanan, dan pertanian. Namun demikian, penduduk yang
bermukim di pulau-pulau ini tertinggal dan masih jauh dari sejahtera. Data
BPS tiga tahun terakhir, selalu menempatkan Maluku keperingkat empat
provinsi termiskin. Melihat realita dan kondisi demikian maka aspek
perencanaan guna mengoptimalkan pembangunan wilayah pulau-pulau
kecil, terluar, dan terdepan ini perlu dirumuskan secara strategis ditingkat
daerah dan nasional. Agenda pembangunan nasional pemerintahan yang
baru harusnya menempatkan masalah ini dalam skala prioritas.
Kata kunci: kepulauan, Maluku, perbatasan, perikanan, gugus pulau.
47
1-O-23
SEPEREMPATABADPENGELOLAANSUMBERDAYAPESISIRDI
TAMANWISATAPERAIRANGILIMATRA
ImamBahtiar
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya pesisir di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili
Matramerupakansalahsatupengelolaanberdasarkansainsyangpertamadi
Indonesia, menggantikan pengelolaan yang tradisional. Sebagai daerah
tujuan wisata internasional utama, pengelolaan TWP Gili Matra banyak
mendapat tekanantekanan yang bersifat ekonomis, ekologis dan politis.
Dinamika politik dan ekonomi masyarakat telah menyebabkan rezim
pengelolaan TWP Gili Matra banyak mengalami perubahan. Makalah ini
mendokumentasikan profil pengelolaan sumberdaya di TWP Gili Matra
dalam tiga rezim: Pengelolaan Adat, Pengelolaan oleh Balai Konservasi
SumberdayaAlam(BKSDAKementerianKehutanan)danPengelolaanoleh
DiretoratKonservasiKawasandanJenisIkan(KKJIKementerianKelautan
danPerikanan).KesuksesandankegagalandidalampengelolaanTWPGili
Matra harus selalu dikaji dan direkam untuk menjadi pelajaran berharga
dalampengelolaandimasadepan
Katakunci:GiliMatra,Lombok,pengelolaan,pesisir,pariwisata
48
1-O-24
ANALISIS PETA POTENSI TSUNAMI UNTUK PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
WILAYAH PESISIR BARAT PROVINSI BANTEN
Kris Sunarto, Suharto Widjojo dan Niendyawati
Peneliti pada Badan Informasi Geospasial ( BIG )
Jln. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong Kode Pos 16911
Sunarto02@yahoo.com
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya suatu wilayah memerlukan data dan informasi geospasial dan
beberapa data pendukung, baik data primer maupun sekunder hasil kerja lapangan di wilayah
kajian. Begitu juga dalam hal pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, baik yang bersifat
alami maupun budidaya, juga penting dikaji. Kajian meliputi kondisi fisik, sosial dan
ekonomi pada saat ini maupun ke masa mendatang. Tahun 2013 telah dilakukan kajian
tentang sebaran tingkat potensi atau dampak bencana Tsunami. Oleh karena itu perlu
dilanjutkan dengan analisis dan sintesis untuk mendapatkan saran pengelolaan sesuai kondisi
dan jenis penggunaan lahan wilayah kajian, khususnya yang terindikasi adanya ancaman
bencana Tsunami.
Tujuan kajian ini adalah mendapatkan data dan informasi secara spasial serta saran atau
arahan untuk pengelolaan wilayah pesisir agar menjadi lebih aman, optimal dan lestari.
Metode yang digunakan adalah analisis dan sintesis atas peta Potensi Tsunami wilayah kajian
yang sudah tersedia, melalui teknik zonasi yaitu pengelompokan fungsi lahan, evaluasi
penggunaan lahan dan mengkaji dampak jika terlanda Tsunami.
Hasil kajian berupa peta dan deskripsi masing-masing zona berdasarkan tipe penggunaan
lahan secara umum, ancaman bencana Tsunami dan mitigasi yang mungkin dilakukannya
serta pola pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang lestari
Kata kunci: Pengelolaan wilayah pesisir, potensi bencana Tsunami dan Banten.
49
1-O-25
PENGEMBANGANEKOWISATABERBASISBIODIVERSITASDI
KAWASANPESISIRDANPULAUPULAUKECIL
L.P.A.SavitriC.Kusuma
Abstrak
Kepulauan Indonesia dengan karakteristik garis pantai yang panjang dan
ribuan pulau kecil yang terletak di wilayah tropika, merupakan hotspot
biodiversitas, di mana terdapat biodiversitas pesisir dan laut yang tinggi.
Biodiversitaspesisirdanlautmerupakanmodaldandayatarikutamauntuk
pengembangan ekowisata di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil yang
dapat memberi manfaat bagi komunitas lokal dan dapat mendorongkan
upaya konservasi. Prinsipprinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan
harusditerapkandalampengembanganekowisataberbasisbiodiversitasdi
kawasanpesisirdanpulaupulaukecil,agardapatmeminimalkandampak
negatif yang tidak diharapkan sekaligus menyokong konservasi
biodiversitas.Pengelolaanyangefektifdankonservasikawasanpesisirdan
pulaupulau kecil diperlukan untuk menjaga kelestarian bidoiversitas dan
untuk memanfaatkan potensinya secara tepat, termasuk potensi
pengembangan ekowisata. Tulisan ini diawali dengan tinjauan umum
potensi kawasan pesisir dan pulaupulau kecil di Indonesia untuk
pengembanganekowisataberbasisbiodiversitas.Kemudiandalamtulisanini
didiskusikan kebijakan pengelolaan dan konservasi kawasan pesisir dan
pulaupulaukecil,sertacontohcontohekowisataberbasisbiodiversitasyang
telahberkembang.Padaakhirmakalahdidiskusikantantangandanpeluang
konservasi dalam pengembangan ekowisata berbasis biodiversitas di
kawasanpesisirdanpulaupulaukecildiIndonesia.
Katakunci:biodiversitas,ekowisata,konservasi,pesisir,pulaupulaukecil
50
1-O-26
URGENSI RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
*Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng. dan
*Rifka Nur Anisah, S.Pi., M.Si.
Abstrak
Besarnya potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
memicu tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan.
Pembukaan lahan baru berdampak pada terjadinya reklamasi besar-besaran.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut. Dalam
upaya melakukan perencanaan yang komprehensif, pemerintah
mengeluarkan kebijakan melalui UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 1 Tahun 2014. Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
RZWP-3-K memiliki fungsi baik secara ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, dan nilai strategis. RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Rencana alokasi ruang
RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Proses penyusunan
Dokumen Final RZWP-3-K, meliputi : (1) pengumpulan data; (2) survei
lapangan; (3) pengolahan dan analisis data; (4) deskripsi potensi dan
kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau - pulau kecil; (5)
penyusunan dokumen awal; (6) konsultasi publik; (7) penentuan usulan
alokasi ruang; (8) penyusunan dokumen antara; (9) konsultasi publik; (10)
penyusunan dokumen final; dan (11) permintaan tanggapan dan/atau saran.
Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan
ruang, menghindari konflik pemanfaatan, dan sebagai dasar perizinan di
51
52
perairanakibatsedimentasi,aktivitasgelombangmusimbarat,sertaaktivitasmanusiaseperti
wisata,berenang,memancingataupunpencarikerangturutsertamemicubanyaknyapecahan
karang akibat terinjak injak (gleening). Ancaman lainnya adalah ketika musim barat,
dimanapadabagiantimurdigunakansebagaitempatberlindungkapalkapalbesar.Kondisi
ekosistem terumbu karang yang ada di perairan Pulau Panjang mengalami peningkatan
kerusakan yang tinggi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya serius
pengelolaannya dengan penetapan organisasi serta rencana pengelolaannya dengan
melibatkanseluruhstakeholderyangada.
Kode
2-O-01
2-O-02
2-O-03
2-O-04
2-O-05
Adriani Sunuddin
11.50 - 12.00
12.00 - 13.00
2-O-06
Code
2-O-07
13.10 - 13.20
13.20 - 13.30
Pasuruan
Anna Fauziah
Membangun Ekonomi Masyarakat Pesisir Melalui Usaha
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Menuju
Masyarakat Maluku Tenggara Sejahtera
B. L. Letelay
Teknologi Beton Geopolimer: Perkembangan dan Peluang
Aplikasi pada Elemen Struktur Pracetak untuk menunjang
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil
2-O-08
2-O-09
Ridho Bayuaji
13.30 - 13.40
2-O-10
Budy Wiryawan
13.40 - 13.50
2-O-11
C. Y. Mambay
13.50 - 14.00
2-O-13
Diniah
14.10 - 14.20
14.20 - 14.30
14.30 - 14.40
Analisis Tangkapan Sampingan Hiu Biru (Prionace glauca) pada Alat Tangkap
2-O-14
Longline Tuna di Samudera Hindia
Dwi Ariyogagautama
Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kei Besar
2-O-15
Estradivari
Gaya Extra Bouyancy dan Bukaan Mata Jaring Sebagai Indikator
2-O-16
Efektivitas dan Selektivitas Alat Tangkap Purse Seine di Perairan
Sampang Madura
Code
2-O-17
Hawis Madupa
15.10 - 15.20
15.20 - 15.30
2-O-18
2-O-19
I Wayan Arthana
15.30 - 15.40
Imam Bachtiar
54
2-O-20
15.40 - 15.50
2-O-21
15.50 - 16.00
2-O-22
16.00 - 16.10
16.10 - 16.20
16.20 - 16.30
16.30 - 16.40
16.40 - 16.50
16.50 - 17.00
55
2-O-23
2-O-24
2-O-25
2-O-26
2-O-27
2-O-28
2-O-01
MARINE YEAST SEBAGAI STARTER DALAM FERMENTASI
HIDROLISAT PROTEIN KEPALA UDANG VANAME (Litopenaeus
vannamei) REBUS
Sukoso*1, M. Firdaus2, Dewanti Budy3, Amega FM7.
1,2,3,
Marine yeast adalah mikroba yang hidup dan diisolasi dari laut. Mikroba ini
memiliki kemampuan menghasilkan enzim yang kemungkinan dapat berperan
penting dalam menghidrolisa bahan buangan hasil proses pengolahan udang berupa
kepala udang. Hidrolisat protein biasanya dibuat dengan menggunakan ekstraksi
bahan-bahan kimia, namun dapat dilakukan dengan cara yang lebih aman yakni
dengan menggunakan enzim mikroorganisme melalui fermentasi. Lama
fermentasi dan sumber karbon yang tersedia sangat berpengaruh terhadap kualitas
akhir produk hidrolisa protein. Salah satu sumber karbon adalah molase. Penelitian
ini menggunakan molase yang direbus dan dijadikan sebagai sumber karbon
potensiil bagi pertumbuhan khamir laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan interaksi volume molase rebus dan lama fermentasi yang optimum
terhadap kualitas hidrolisat protein kepala udang vaname rebus. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan RAL faktorial. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah volume molase rebus (100 mL, 200 mL, dan 300 mL) dan lama
fermentasi (3, 6, 9, dan 12 hari), sedangkan variabel terikat meliputi analisis
proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein, dan kadar karbohidrat),
pH, kapasitas emulsi, daya buih, kalsium, dan profil asam amino. Hasil penelitian
terbaik pada hidrolisat protein kepala udang vaname rebus mengandung analisa
proksimat (kadar air 12,62%, kadar lemak 1,78%, kadar abu 14,43%, kadar protein
56
2-O-02
KAJIAN SUHU PERMUKAAN LAUT, SALINITAS DAN
PRESIPITASI KAITANNYA DENGAN LAJU PERTUMBUHAN
KARANG PORITES DI NUSA PENIDA, BALI
C.K. Tito, A.D. Saputra, J.J. Hidayat dan A.R. Zaky
Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali, 822251
e-mail: camellia.tito@gmail.com
Abstrak
Laju pertumbuhan karang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan di
sekitarnya. Untuk mengetahui pengaruh suhu permukaan laut (SPL),
salinitas dan presipitasi terhadap laju pertumbuhan karang di perairan Nusa
Penida, Bali, telah diambil sampel karang Porites yang tumbuh pada
kedalaman 6,5 m. Dalam studi ini dianalisis 5 koloni karang Porites, sampel
karang tersebut difoto sinar x kemudian dihitung laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan karang dihitung dengan menggunakan metode densitometri
dengan software CoralXDS. Hasil analisis menunjukkan bahwa karang
memberikan respon yang berbeda terhadap kenaikan SPL maupun
penurunan salinitas dan presipitasi. Pengaruh salinitas dan presipitasi
terhadap laju pertumbuhan karang di perairan Nusa Penida lebih besar
dibandingkan dengan pengaruh SPL.
Kata kunci: laju pertumbuhan karang; densitometri; Nusa penida; Porites
57
2-O-03
JENIS, DAERAH PENANGKAPAN DAN PEMASARAN IKAN HIU
DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Ardiansyah Kurniawan1,2*, Aji Prayoga2 , Fahrian Hafiz2, Muhammad Fajar2,
Ilhafuroihan Apriliazmi2, Aditya Nugraha2 dan Djumadi Parluhutan3
1
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis ikan hiu, daerah penangkapan dan
pemasarannya ikan hiu di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan titik lokasi pendataan pada
Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Pelabuhan Muara Sungai Baturusa, dan Pelabuhan Tanjung
Pandan, Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni- Agustus 2014.
Jenis-jenis ikan hiu yang teridentifikasi didaratkan di pelabuhan provinsi Kepulauan Bangka
Belitung adalah Hiu Mejan (Whitespotted Guitarfish / Rhynchobatus australiae), Hiu Isap (Brownbanded
Bambooshark / Chiloseyllium punctatum), Hiu Umbut (Whitecheek Shark / Carcharhinus dussumieri),
Hiu Barong (Shark Ray / Rhina ancylostoma), Hiu Cicak (Whitespotted Bambooshark / Chiloscyllium
plagiosum), Hiu Punai (Blackspot Shark / Carcharhinus sealei), Hiu Martil (Smooth Hammerhead /
Sphyrna zygaena), Hiu Tokek (Bali Catshark / Atelomycterus Baliensis), Hiu Belimbing (Zebra Shark /
Stegostomitidae).
Daerah penangkapan ikan hiu adalah Perairan disekitar Pulau Tujuh, Pulau Dua, Pulau
Burung, Perairan Tanjung Pesona dan Laut Cina Selatan untuk PPN Sungailiat; Perairan Kurau
kabupaten bangka tengah dan perairan Sadai kabupaten Bangka Selatan untuk TPI Muara Sungai
Baturusa; Perairan Selat Nasik, Perairan Timur Belitung-Selat Karimata, Tanjung Binga dan Laut Jawa
untuk PPN Tanjung Pandan.
58
Pemasaran ikan hiu dilakukan pada pasar domestic memenuhi kebutuhan lokal dan regional
dengan distribusi ke Jakarta. Tidak teridentifikasi ekspor ikan hiu langsung dari Bangka Belitung. Harga
daging ikan hiu tertinggi pada jenis Rhynchobatus australiae. Daging hiu dimanfaatkan sebagai bahan
baku produk olahan perikanan. Sirip dijual kering pada ikan hiu dengan ukuran dibawah 1 meter, dan
dijual basah untuk ukuran lebih dari 1 meter.
Kata kunci :Jenis Ikan Hiu, Bangka Belitung, Daerah tangkapan ikan hiu, Pemasaran ikan hiu
2-O-04
PEMBANGKITLISTRIKTENAGASURYASEBAGAISOLUSI
PEMENUHANKEBUTUHANLISTRIKMASYARKATDIPULAU
PULAUKECILTERLUARDIINDONESIA
AdipatiRahmat
Abstrak
Indonesiasendirimemilikisejumlah92pulaupulaukecilyangberada
dititikbatasterluarbatasadministrasiNKRI.Darijumlahtersebut
diatas,31pulaudiantaranyaadalahpulauberpendudukyangdihuni
sejumlah310.042jiwaatau76.347KepalaKeluarga(KK).Namun,
hanyasekitar28,50%KKyangsudahteralirilistrikdariPLN,sisanya
sebanyak28,5%KKmasihmenggunakanlistriknonPLNdansisanya
44,29%KKbelummemperolehaksesenergilistriksamasekali.
Studiinimenelaahsolusidalamperencanaanpenyediaanlistrikbagi
masyarakatdiPulaupulauKecilTerluardiIndonesia,melaluimetode
ListrikTenagaSurya.
Keywords:Listrik,PulaupulauKecil,TenagaSurya.
59
2-O-05
KARAKTERISTIK HABITAT DASAR DAN CATATAN MENGENAI
PEMIJAHAN IKAN TERUMBU DI KEPULAUAN SERIBU
2-O-06
PRODUKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL
MENGGUNAKAN PANCING ULUR DI PERAIRAN KEPULAUAN
SEMBILAN KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN
Alfa F.P. Nelwan, Sudirman1, dan St. Aisjah Farhum1
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
Email: alfanelwan@fisheries.unhas.ac.id
ABSTRAK
Produktivitas penangkapan adalah kemampuan produksi suatu jenis alat
tangkap dalam ukuran waktu, volume, maupun luas daerah penangkapan.
Prinsip penangkapan pancing ulur adalah pemancingan dengan
menggunakan umpan alami. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
produktivitas penangkapan pancing ulur dan membandingkan produktivitas
penangkapan berdasarkan waktu pemancingan. Penelitian ini adalah studi
kasus pada satu unit pancing ulur selama 30 trip pada bulan April Juni
2014. Perhitungan produktivitas penangkapan pancing ulur (ekor/menit)
adalah perbandingan antara produksi ikan (ekor) dengan lama waktu
pemancingan (menit). Perbandingan produktivitas penangkapan antara
waktu pemancingan menggunakan uji statistik Kruskal-wallis. Hubungan
produktivitas penangkapan dengan jumlah umpan dan lama waktu
penangkapan menggunakan analisis regresi. Hasil tangkapan utama pancing
ulur adalah kerapu hitam (Epinephelus ongus) dan cakupan daerah
penangkapan ikan berada pada 51930-53647 LS dan 1194830120200 BT. Aktivitas pemancingan dilakukan sampai 3 kali dalam setiap
trip dengan total produksi hasil tangkapan 55 ekor selama 30 trip
penangkapan. Produktivitas pemancingan pada daerah penangkapan pertama
sebesar 0.07673 ekor/menit, daerah penangkapan kedua sebesar 0.09134
ekor/menit, dan pemancingan ketiga sebesar 0.06784 ekor/menit.
Berdasarkan uji non-parametrik Cruscal-wallis, menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan diantara ketiga daerah penangkapan. Model regresi
61
62
2-O-07
POTENSI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KARANG KOKOB
KAB. PASURUAN
Anna Fauziah*
Akademi Perikanan Sidoarjo
Kampus Industri Perikanan- Raya Buncitan Kotak Pos 1 Sedati-SDA, 61253
Telp. 031- 8911380
Email : anna_apsidoarjo@yahoo.com
Abstrak
Perairan Kabupaten Pasuruan merupakan suatu kawasan dengan ekosistem terumbu
karang yang unik dan dapat dikembangkan. Pengembangan di sektor kelautan dan
perikanan yang berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan peran aktif
masyarakat sekitar mutlak diperlukan guna kelestarian ekosistem dan perlindungan
biota laut, khususnya terumbu karang dan segala biota yang berada di sekitarnya.
Diperlukan pula teknik dan metode pengelolaan kawasan, pengendalian serta
pengawasan yang terintegrasi demi keberlangsungan sumberdaya hayati pesisir dan
laut khususnya terumbu karang di perairan ini.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penyebab utama kerusakan terumbu karang di
Perairan Karang Kokob Kabupaten Pasuruan adalah akibat dari tingkat pemanfaatan
yang bersifat destruktif (over eksploited) dan penggunaan alat tangkap ikan yang
tidak konservatif.
Secara umum kondisi lingkungan perairan Karang Kokob merupakan daerah yang
dapat mendukung kehidupan organisme laut, dengan nilai parameter suhu berkisar
antara 24-27oC, salinitas berkisar antara 31-35 permil, kecerahan >12 m, pH normal
dan seimbang sebesar 7, bebas dari kandungan amniak dan H2S serta kandungan
limbah bahan organik rendah antara 0.12 0.8 ppm
Dari hasil pemetaan tata letak proyeksi diperkirakan luasan pulau Karang Kokob
sebesar 996,510 m2, dengan hasil survei manta menunjukkan bahwa, terumbu karang
berada pada kawasan Utara ke Arah Timur hingga Selatan pada posisi ke arah tubir
di kedalaman antara 5 s/d 17 m, dengan prediksi luasan potensi terumbu karang
sebesar 427.075 m2 adapun kondisi tutupan karang dari luasan 427.075 m 2 tersebut
sebesar 73,67 % yang menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang dalam
kondisi baik atau sehat, dan nilai tingkat kerusakan sebesar 26,33 %
Untuk menjaga agar ekosistem terumbu karang di Karang Kokob tetap stabil, perlu
dilakukan pengembangan kawasan terumbu karang seluas 440.935 m 2, dengan
mengaplikasikan teknologi terumbu karang buatan dan transplantasi karang maupun
fish apartemen bagi ikan. pada sisi barat, pada kedalaman 3-5 meter, dimana area
tersebut digunakan nelayan untuk mencari ikan dalam menopang kehidupannya,
sehingga nelayan tidak lagi mencari ikan pada kawasan terumbu karang alami yang
berfungsi sebagai kawasan penyangga / area konservasi.
Semenjak adanya terumbu karang buatan yang diletakkan di kedalaman 3-5 meter,
nelayan lebih mudah mendapatkan hasil tangkapannya, sehingga tidak perlu
63
merusak habitat alami terumbu karang. Dari hasil survey didapatkan hasil
tangkapannya mengalami peningkatan sebesar 1-2 kali dari hasil tangkapan
sebelumnya.
Kata Kunci : Pemetaan, Potensi, Terumbu Karang, Karang Kokob Pasuruan
64
2-O-08
MEMBANGUNEKONOMIMASYARAKATPESISIRMELALUI
USAHABUDIDAYARUMPUTLAUT(Eucheumacottonii)MENUJU
MASYARAKATMALUKUTENGGARASEJAHTERA
B.L.Letelay
Abstrak
RumputLaut(Euchemiacottonii)merupakansalahsatukomoditiunggulanyang
adadiKabupatenMalukuTenggara.Keberhasilanpengembanganbudidayarumput
laut diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagaimana
dianjurkan oleh Badan Organisasi Dunia FAO, bahwa dalam pembangunan
perikananhendaknyapengembanganusahaperikananbudidayadapatlebihdipacu
untukmengurangitekananakibatdariusahapenangkapan.KebijakanPembangunan
Nasionalyangterpadudapatmewujudkanpemanfaatanlahansecaraoptimaldengan
tujuansebesarbesarnyabagikemakmuranrakyat. PemerintahDaerahKabupaten
Maluku Tenggara sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan daerah
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD)tahun20132018memposisikansektorKelautandanPerikanansebagai
Leading Sektor. Kebijakan ini tidak terlepas dari keragaan geografis wilayah
dimanasekitar3.084,20km2merupakanlautandanluasdaratanhanyasekitar1.017
km2 dari seluruh luas wilayah Kabupaten 4.101,20 km2, dengan jumlah pulau
sebanyak 68 buah pulau dan memiliki panjang garis pantai 989,812 km2.
Karakteristik geografis tersebut menjadikan wilayah ini sangat potensial untuk
pengembangan sektor kelautan dan perikanan termasuk pengembangan budidaya
perikanan.SecaraumumLuaslahanpotensialuntukusahabudidayalaut(marine
culture)mencapai10.900,76Ha,dariluasanlahanyangada5.103Ha potensial
untukusahabudidayarumputlaut.Dariluaslahanpotensialbudidayarumputlaut
tersebutmaka2.810,57Ha(55%)diantaranyatelahdimanfaatkansementara2.292,
43 Ha (45%) belum dimanfaatkan. Pengembangan budidaya rumput laut di
KabupatenMalukuTenggaramempunyaiprospekyangbaikdiantaranya:Karena
tersedianyalahanyangluas;Permintaanpasarterhadapproduksirumputlautcukup
tinggi,sedangkanproduksirumputlautdiKabupatenMalukuTenggarasampaisaat
inimasihtergolongkecil;Modalyangdibutuhkanuntukkegiatanbudidayarumput
laut relatifkecil,sehinggamemungkinkanuntukdilaksanakanolehparanelayan
rumputlaut,baiksecarasambilanmaupunpenuh;Metodebudidayarumputlaut
mudahdilaksanakanolehmasyarakat(metodeLongLine);Bibitmudahdiperoleh;
Pertumbuhancepat;danKegiatanbudidayarumputlautinijugadapatmenyerap
tenagakerjayangcukup.
65
KataKunci:RumputLaut(Eucheumacottonii),KebijakanPemerintahDaerah
KabupatenMalukuTenggara
2-O-09
TEKNOLOGI BETON GEOPOLIMER: PERKEMBANGAN DAN
PELUANG APLIKASI PADA ELEMEN STRUKTUR PRACETAK
UNTUK MENUNJANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR,
LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL
RIDHO BAYUAJI
Prodi Diploma Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
ITS Surabaya Indonesia 60111, email: bayuaji@ce.its.ac.id
Abstrak
Teknologi beton geopolimer adalah teknologi beton hijau yang berpotensi untuk
terus dikembangkan untuk material konstruksi pada proyek infrastruktur. Faktor
utama yang menjadi daya tarik beton geopolimer adalah pada proses
geopolimerisasi, proses yang merubah hasil limbah industri yang mengandung
alumino-silikat oksida menjadi produk geopolimer dengan kekuatan mekanik tinggi
tanpa menggunakan semen.
Fokus makalah ini mengklarifikasi beton geopolimer yang tahan terhadap serangan
korosi larutan garam yang menyumbang keawetan dan kekuatan lebih baik
dibandingkan beton normal sehingga sangat menguntungkan untuk diaplikasikan
pada infrastruktur di Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu dalam perkembangan teknologi beton geopolimer juga berpeluang untuk
diaplikasikan menjadi material konstruksi di saat ini dan masa mendatang
khususnya pada elemen struktur pracetak. Aplikasi beton geopolimer dengan sistem
pracetak memberi peluang memaksimalkan keunggulan properti beton geopolimer
agar berfungsi sebagai material konstruksi yang berkelanjutan untuk memenuhi
fungsi material konstruksi dalam menunjang pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut
dan Pulau-Pulau Kecil..
Keywords :geopolimer, elemen struktur, konstruksi, lingkungan korosif, pracetak
66
67
2-O-10
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN
TERUMBU KARANG DI INDONESIA
1
2,1
Abstrak
Nelayan di Indonesia sebagian besar nelayan skala kecil sehingga
daerah penangkapan ikan-nya di sekitar wilayah pantai khususnya di
sekitar ekosistem terumbu karang, hal ini menunjukkan salah satu
perikanan yang sangat penting di Indonesia adalah perikanan terumbu
karang. Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia berusaha
meningkatkan produksi perikanan di Indonesia. Bahkan pada tahun 2009
menetapkan visi ambisius untuk menjadi penghasil produk perikanan
terbesar di dunia, meskipun visi tersebut kemudian direvisi, namun
beberapa kegiatan untuk mendukung visi tersebut telah dijalankan selama
lebih dari dua tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa strategi
dalam meningkatkan produksi perikanan terumbu karang di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat strategi khusus dalam
meningkatkan produksi perikanan karang, namun beberapa program yang
ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
menunjukkan adanya usaha peningkatan produksi perikanan terumbu
karang. Program kementerian yang berhubungan dengan peningkatan
produksi perikanan karang antara lain pengembangan dan pengelolaan
perikanan tangkap, peningkatan produksi perikanan budidaya, dan
pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dimana
masing-masing program dilaksanakan oleh masing-masing direktur
jenderal yang terdapat di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.
68
2-O-11
PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR: SEBUAH
PELAJARAN DARI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN,
PROPINSI PAPUA
Oleh;
Abstract
Yapen is one of the Districts located in the Northern part of Papua
Province facing directly to Pacific Ocean, with an extensive coastal
and marine resource. Nevertheless, unmanaged of marine and coastal
resources also lack of human resources and extremely limited access
to market caused remarkable poverty of coastal community, so that
coastal community development action are needed. This community
development strategy adopt the local wisdom and involved community
in encourage them to determine their needed and priority. This project
also engaging government, private sectors, university and NGO also
other parties as community stakeholders that made this activity more
integrated and sustain.
This project started on 2013 granted and facilitated 3 villages, the
results until present time are, 7 of community groups that focusing on
fishery increase their fish catch average up to 25
%. 1 group of fish fattening increase their family income to 2.5
million rupiah by August 2014. 3 villages already receive the
development found and facilitated by project since 2013. For year of
2014 project expanded to six other village. Total of 49 community
groups already formed and currently facilitating also founded by this
project. This 49 groups are consist of 20 groups of penangkapan, 9
groups of marine culture, 6 Grameen Bank groups, 6 groups of marine
products, 6 groups of infrastructures and 3 groups of coastal resources
management.
69
2-O-12
MENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI BERBASIS ANDROID
Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Aulia Rahman
Abstrak
Tantangan terbesar dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan di
Indonesia adalah manajemen data. Salah satu cara untuk menjawab
tantangan tersebut adalah dengan memanfaatkan sistem informasi yang
sudah tersedia untuk mengelola database dalam MPA. Pemanfaatan
teknologi Android dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan
peluang baru untuk meningkatkan efektivitas alur data. Tujuan penggunaan
teknologi android dalam kegiatan pengumpulan data dalam kawasan
konservasi adalah membantu meningkatkan efisiensi dalam kegiatan
lapangan dan mengurangi jeda waktu antara pengumpulan data, input data
hingga proses analisa dan pelaporan. Metode yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah survei online dengan bantuan perangkat lunak berbasis
android Akvo dan perangkat keras telepon pintar. Survei dilakukan di 16
lokasi di Indonesia dengan 22 formulir survei yang berbeda. Hasil kegiatan
uji coba pengambilan data menggunakan metode ini menunjukkan bahwa
informasi yang dihasilkan setara dengan pendataan secara manual
menggunakan kertas, GPS dan kamera digital. Nilai lebihnya adalah data
yang diambil dapat segera diakses dan diolah segera setelah kembali dari
lapangan.
70
2-O-13
PENGELOLAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP
MERAH YANG DIDARATKAN DI BANGKA SELATAN
ABSTRAK
Diniah1), Roza Yusfiandayani2), Poetry Regya Mattasari3)
diniahbs@gmail.com, ochaipb@gmail.com, prmattasarii@yahoo.co.id
1, 2)
Staf pengajar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya kakap merah di Perairan Bangka Selatan potensial untuk
dikembangkan. Produksi kakap merah pada tahun 2001-2009 berfluktuasi, sehingga
perlu ada upaya penilaian terhadap angka potensi agar eksploitasi kakap merah di
Bangka Selatan dapat berjalan optimal, baik secara biologi maupun ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unit penangkapan ikan kakap merah
dan produktivitasnya, serta pemanfaatan sumberdaya kakap merah yang optimal.
Analisis data menggunakan analisis teknik, bioteknik dengan pendekatan model
Algoritma Fox, serta bioekonomi. Penelitian ini menggunakan studi kasus, dengan
kasusnya adalah pemanfaatan sumberdaya kakap merah di Perairan Bangka Selatan.
Unit penangkapan ikan kakap merah di Perairan Bangka Selatan adalah pancing ulur
dan rawai dasar. Hasil tangkapan kakap merah dari pancing ulur dan rawai dasar
berjumlah 51,67 kg dan 41,74 kg, dan musim puncak pada bulan November-Januari.
Produktivitas pancing ulur adalah 3,49 ton/unit/tahun, sedangkan produktivitas
rawai dasar adalah 2,34 ton/unit/tahun. Hasil estimasi parameter biologi adalah laju
pertumbuhan intrinsik (r) 1,05 ton per tahun, koefisien alat tangkap (q) 0,000007
ton per trip, dan daya dukung lingkungan (K) 56.742,06 ton per tahun. Hasil
perhitungan analisis statis pemanfaatan sumberdaya kakap merah dengan
menggunakan model estimasi Algoritma Fox pada kondisi MSY menghasilkan
tingkat stok ikan (x) 28.371,03 ton per tahun, produksi (h) optimal 14.844,01 ton per
tahun, effort (E) 80.059,52 trip per tahun, keuntungan () optimal Rp
346.415.173.698,64 per tahun. Kondisi MEY didapatkan nilai x sebesar 29.314,63
ton per tahun, h sebesar 14.827,59 ton per tahun, E sebesar 77.396,8 trip per tahun
dan Rp 346.825.676.132, 56 per tahun. Pemanfaatan sumberdaya kakap merah
yang aktual h sebesar 911,22 ton per tahun, nilai E sebesar 39.756 trip per tahun dan
Rp 10.522.369.814,22 per tahun. Perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa
pemanfaatan sumberdaya kakap merah di Bangka Selatan belum mengalami
overfishing baik secara biologi maupun ekonomi.
Kata kunci: analisis bioekonomi statis, kakap merah, MEY, MSY, Perairan Bangka
Selatan
71
2-O-14
ANALISIS TANGKAPAN SAMPINGAN HIU BIRU (PRIONACE
GLAUCA) PADA ALAT TANGKAP LONGLINE TUNA DI
SAMUDERA HINDIA
ABSTRAK
Hiu Biru (Prionace glauca) memiliki persebaran yang luas (cosmopolitan) yaitu
meliputi Laut Atlantik, Pasifik, mediterian dan samudera hindia. Hiu jenis ini
merupakan salah satu jenis hiu yang mendominasi hasil tangkapan sampingan pada
alat tangkap longline di samudera Hindia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memberikan gambaran potensi tangkapan sampingan, distribusi vertikal
tertangkapnya hiu biru, dan ukuran hiu tertangkap di perairan Samudera Hindia.
Metode pengumpulan data melalui pencatatan langsung oleh observer, sedangkan
analisa menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan mulai pada
bulan Juni 2006 hingga Juni 2014. Data terkumpul sebanyak 47 trip dari 25 kapal di
2 Pelabuhan Perikanan yaitu pelabuhan benoa dan Nizam Zachman Muara Baru.
Hasil penelitian menunjukkan Hiu Biru tertangkap sebanyak 381 individu dengan
hook rate sebesar 0,3591 individu/1000 hook yang terdiri atas 39,9% Jantan (Lc50
= 170,02 cm), 53% Betina (Lc50 = 176,37 cm) dan 7,1% tidak teridentifikasi. Hiu
biru rata-rata tertangkap pada kedalaman 155 355 m dengan panjang ikan
tertangkap (FL) sebesar 150 210 cm. Komposisi Hiu tertangkap 77% Jantan dan
94,6% masih dibawah ukuran dewasa, dimana Hiu Biru memiliki Lm yaitu 187 cm
untuk jantan dan 220 untuk betina. Operasi penangkapan tuna pada longline berada
pada jangkauan kedalaman yang sama dengan hiu biru dengan didominasi oleh hiu
dibawah ukuran dewasa. Tingginya hasil tangkapan Hiu Biru belum dewasa akan
menyebabkan growth overfishing yang mengancam keseimbangan ekosistem dan
keberlangsungan sumber daya perikanan di lokasi tersebut. Dengan diketahuinya
mix layer ikan tuna dan hiu, maka diperlukan upaya mengurangi bycatch hiu ini
yang merupakan keystone species di laut.
Kata Kunci : Bycatch, Hiu Biru, Prionace glauca, longline tuna, Samudera Hindia
72
2-O-15
DAMPAK PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR DAN
LAUT DI KEI BESAR: SEBUAH KERANGKA ANALISA
DPSIR
Abstrak
Menggunakan kerangka analisa Penggerak-Tekanan-Status-Dampak-Respons
(Drivers-Pressures-State-Impact-Responses/DPSIR),
masyarakat
dan
para
pemangku kepentingan lokal di Kei Besar diwawancara untuk membangun jaringan
sebab-akibat yang menghubungkan status ekosistem dengan penggerak perubahan
sosial. Diskusi kelompok fokus dan wawancara informan kunci dilakukan di
delapan Ohoi di Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara pada bulan November
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kebutuhan akan produk
laut serta tingginya harga pasar menjadi faktor Penggerak sosial di pesisir Kei Besar.
Hal ini mengakibatkan adanya Tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan laut, di
antaranya penambangan pasir dan batu karang di ohoi Banda Eli, Lerohoilim,
Waatlar dan Werka serta maraknya penangkapan biota laut melalui kegiatan bameti
di daerah pasang surut (meti) dengan akar tuba. Selain itu di beberapa ohoi,
pembukaan sasi Lola dan teripang yang lebih cepat akibat adanya permintaan pasar
juga memberi tekanan terhadap sumberdaya. Dalam 10 tahun terakhir, masyarakat
mengakui telah terjadi degradasi ekosistem pesisir terutama di daerah meti dan
pengurangan stok komoditas spesies target akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut.
Secara keseluruhan, hal ini bisa berdampak terhadap penurunan keanekaragaman
biota, perikanan, pertahanan pesisir dari ancaman badai dan perubahan iklim. Selain
itu, penurunan kualitas pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut berakibat juga
terhadap penurunan pendapatan ekonomi masyarakat dan peningkatan konflik
sosial. Memperkuat sistem sasi, pembatasan jumlah tangkap dan pengaturan pasar
merupakan Respons yang tepat untuk menghindari dampak terhadap ekosistem
maupun sosial di masa depan. Kerangka DPSIR ini berguna dalam membangun
proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih proaktif untuk
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Kei Besar.
73
2-O-16
GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING
SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT
TANGKAP PURSE SEINE DIPERAIRAN SAMPANG MADURA
Dr. Ir. Guntur, MS,(1) Fuad, SPi, MT, (2) Dr. Ir. Abdul Rahem Faqih, MSi(3)
Abstrak
Efektifitas alat tangkap merupakan parameter utama untuk mengukur tingkat
efisiensi operasi penangkapan ikan, namun disatu sisi selektifitas alat
tangkap sangat penting untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Saat ini
kelestarian sumberdaya ikan mulai terancam karena semua nelayan
cenderung memperkecil ukuran mata jaring untuk meningkatkan hasil
tangkapannya. Keterbatasan sumberdaya ikan dan meningkatnya biaya
operasi penangkapan merupakan dilema yang harus dihadapi dengan
melakukan operasi penangkapan ikan yang efektif dan selektif sesuai dengan
prinsip kelestarian sumberdaya ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas dan selektifitas
alat tangkap dengan menghitung besarnya gaya extra buoyancy yang bekerja
pada jaring dan membandingkan ukuran ikan yang tertangkap (Lc) dengan
bukaan mata jaring. Selektifitas alat tangkap digunakan sebagai indikator
tingkat keramahan alat tangkap purse seine terhadap lingkungan.
Penghitungan efektifitas operasi penangkapan diawali dengan analisa teknis
jaring purse seine seperti shortening, hanging ratio, bukaan mata jaring, daya
apung dan daya tenggelam. Perhitungan selektifitas alat tangkap diawali
dengan mencari ukuran ikan saat tertangkap (Lc) dan ukuran ikan saat
pertama kali matang gonad (Lm) yang dibandingkan dengan ukuran mata
jaring purse seine.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan efektif kapal saat operasi
penangkapan ikan sekitar 7,1 knot dengan hasil tangkapan ikan 1000 kg dan
waktu operasi panangkapan sebesar 2.853 detik. Kecepatan operasi
penangkapan di atas 8 knot sudah tidak efisien lagi karena terjadi lonjakan
konsumsi bahan bakar yang yang cukup signifikan dan hasil tangkapan
cenderung tetap. Ukuran ikan selar pertama kali matang gonad (Lm) yang
tertangkap oleh purse seine sebesar 16,31 cm, sedangkan ukuran rata-rata
ikan saat ditangkap (Lc) sebesar 22,38 cm. Hal ini menunjukkan bahwa Lc >
74
75
2-O-17
KONEKTIVITAS GENETIK POPULASI TERUMBU KARANG DAN
IMPLIKASINYA PADA DESAIN DAN PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN
Hawis Maddupa1, Beginer Subhan1, Dondy Arafat1, Aradea Bujana Kusuma1,
Nebuchadnessar Akbar1, Abdul Hamid Toha2
1
Abstrak
Tantangan utama dalam mempelajari konektivitas antara populasi laut adalah untuk
melacak sejarah awal kehidupan tahap pelagis di laut dan untuk memperkirakan
jumlah rekrutmen diri (self-recruitment). Rekrutmen diri dan konektivitas populasi
adalah aspek fundamental untuk pengelolaan dan konservasi keanekaragaman
sumber daya hayati laut, pengelolaan spesies yang dieksplotasi tinggi, dinamika
populasi organisme laut, dan meningkatkan desain kawasan konservasi perairan.
Rekrutmen diri yang mandiri dari organisme laut dan konektivitas antara populasi
dapat mencegah kepunahan lokal karena gangguan antropogenik. Namun,
pengukuran secara langsung tingkat rekrutmen diri dan konektivitas pada populasi
organisme laut merupakan tantangan besar karena jumlah juvenile yang besar dan
berukuran kecil, serta waktu yang dihabiskan dalam tahap larva pelagis dan
mortalitas yang tinggi. Meskipun durasi larva pelagis (PLD), yang bervariasi dari
hari ke minggu pada ikan, mempengaruhi kemampuan penyebaran, jarak
penyebaran juga berpotensi dipengaruhi oleh proses oseanografi, lokasi geografis
dan variabilitas aliran arus laut, serta perilaku larva, seperti posisi vertikal,
kemampuan berenang dan indera penciuman pada karang. Berbagai metode telah
dikembangkan untuk mengungkapkan penyebaran, pertukaran antara populasi, dan
rekrutmen diri. Metode ini baik memanfaatkan tag alami atau buatan. Tergantung
pada metode yang digunakan, skala spasial dan temporal yang berbeda dari
konektivitas dapat diselidiki. Untuk mengungkap fenomena ini maka digunakan
metode genetika seperti genetika populasi dan analisis keturunan (parentage
analysis). Keuntungan dari metode genetik adalah penerapannya berlaku untuk
semua spesies. Analisis genetika populasi dapat mengungkapkan konektivitas
genetik pada tingkat populasi di media skala besar, sedangkan analisis keturunan
bisa melacak keturunan individu suatu populasi pada skala kecil untuk
memperkirakan rekrutmen diri. Secara umum diasumsikan sebagai populasi terbuka
76
karena laut tidak menunjukkan hambatan atau batas yang jelas untuk penyebaran.
Para peneliti saat ini telah mengungkapkan tingkat yang berbeda dari distribusi dari
berbagai jenis organisme laut dengan PLD berbeda dan strategi reproduksi, seperti
pada hiu paus, tuna, ikan anemon, dan karang lunak.
77
2-O-18
78
2O19
KAJIAN KOMPREHENSIF PRODUKTIVITAS USAHA BUDIDAYA
RUMPUT LAUT DI BALI
I Wayan Arthana
Abstrak
Kegiatan budidaya rumput laut di Bali terus mengalami kemajuan
baik ditinjau dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan produksi maupun
peningkatan kesejahteraan bagi pelaku usaha seperti pembudidaya, pengolah
dan pemasar. Namun dalam kegiatan budidaya rumput laut tersebut sering
muncul kendala yang dihadapi oleh petani rumput laut seperti kegagalan
panen maupun penurunan kualitas hasil panen. Tujuan dari penelitian ini
adalah sebagi berikut Mengkaji kondisi ekologis perairan di lokasi budidaya
rumput laut. Mengkaji kondisi sosial masyarakat di sekitar lokasi budidaya
rumput laut. Menyusun strategi pengembangan budidaya rumput laut
menuju ketahan budidaya rumput laut di Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskritif dimana untuk
menggambarkan keadaan aktual dan mengkaji penyebab dari gejala tertentu
yang bertujuan untuk mendapatkan data dalam pengembangan usaha
budidaya rumput laut di perairan Pantai Kutuh dan Pantai Nusa Lembongan
melalui kajian ekologis rumput laut di perairan Pantai Kutuh dan Pantai
Nusa Lembongan serta kajian sosial masyarakat dengan menggunakan
metode survey. Pada lokasi perairan Pantai Kutuh sebanyak 6 stasiun dan
Pantai Nusa Lembongan ditetapkan 12 stasiun.
Kondisi pH yaitu berkisar antara 7-8, oksigen terlarut (DO) berkisar
antara 8,4-9,2 ppm, suhu perairan yaitu 24-28 0C, kedalaman perairan pada
saat pasang yaitu 1-2.7 meter, sedangkan pada saat suruh terendah yaitu
berkisar antara 40-50 cm. Salinitas perairan berkisar antara 31-33 ppt,
konduktivitas berkisar antara 52-53 mhos/cm, Kekeruhan perairan yyaitu
0.12- 8.49 dan arus yaitu berkisar antara 0.1-0.6 m/detik.
Budidaya rumput laut banyak ditemui hama yang sangat
mengganggu budidaya rumput laut, hama tersebut berupa ikan dan gulma
pengganggu yaitu dari sejenis algae. Algae tersebut yaitu Chaetomorpha
Crassa, atau rumput laut benang. Selain hama, budidaya rumput laut di
kedua lokasi penelitian juga diserang oleh penyakit ice-ice. Penyakit ini
menyerang pada waktu tertentu, yaitu pada bulan Juli-September, sehingga
pada bulan tersebut petani mengurangi kuantitas budidaya rumput laut
Pendapatan petani rumput laut Pulau Nusa Lembongan 91%
memiliki penghasilan yang sangat tinngi yaitu 91% memiliki pendapatan
diatas lima ratus ribu rupiah. Dari segi pendidikan, petani rumput laut di
79
80
2-O-20
Abstract
Tourism development in a marine park may have either positive or negative impacts
on the protected natural habitats and its species. Marine Recreation Park (MRP) of
Gili Matra, consisting of Gili Air, Gili Meno and Gili Trawangan islands, is one of
the most popular tourist destinations in the Lesser Sunda Islands, Indonesia.
Tourism development, however, is out of control by local and central governments.
Since 1986 to present, most government management plans on tourism development
of MRP Gili Indah is lack of implementation. The present study examined tourist
satisfaction levels on tourism services and snorkeling and scuba diving experience.
Using a systematic random sampling method, 51 respondents at Gili Trawangan
(GT) and 46 respondents at Gili Meno and Gili Air (GM + GA) were interviewed
using prepared questionnaires. The results show that level of tourist satisfaction
between GT and GM + GA is not significantly different. Development of
accommodation and restaurant showed highest level of tourist satisfaction. On the
other hand, sign-posting, tour operators and shops show lowest tourist satisfaction.
In snorkeling and scuba diving experiences, tourist satisfaction is high on water
clarity and value for money. Tourist satisfaction, however, is very low on coral
health, coral abundance and other marine life abundance. Fish size and abundance
provide moderate tourist satisfaction. Rubbish and waste are the main issues of GT
and GM + GA, while crowding is a big issue only at GT. Local and central
governments should be aware of these results and start putting management plan in
place, to ensure sustainable tourism development at the MRP Gli Matra.
Keywords: marine recreation park, Gili Matra, satisfaction, tourism, development
2-O-21
PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA
ARKEOLOGI LAUT
81
2-O-22
82
Abstrak
Pertanian dan konektivitas di kawasan pulau-pulau kecil (PPK) merupakan
aspek penting untuk pembangunan Indonesia sebagai negara agromaritim yang
inklusif dan berkeadilan. Akan tetapi, karena berbagai faktor seperti terjadinya
kondisi cuaca yang buruk di laut serta penimbunan BBM dan produk pendukung
pertanian bersubsidi, kedua aspek tersebut tidak berjalan optimal di kawasan PPK
Indonesia. Saat ini pun, baru 13% dari jumlah pulau di Indonesia yang telah
berpenduduk. Padahal, PPK memiliki potensi mikroalga laut melimpah yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pertanian dan konektivitas transportasi.
Mikroalga laut memiliki kandungan lipid yang dapat dikonversi menjadi biodiesel,
karbohidrat untuk dijadikan bioetanol, omega-3 dan protein untuk pangan
fungsional, serta biomassa sebagai pupuk dan pakan. Harapannya, melalui
penerapan gagasan kebijakan bernama Pengelolaan Mikroalga Laut Terpadu
(PMLT), pasokan pangan di PPK dan pasokan bahan bakar untuk moda transportasi
antarpulau kecil (perahu terbang dan kapal motor) dapat terpenuhi secara
berkelanjutan guna mendukung pembangunan agromaritim yang inklusif dan
berkeadilan. Gagasan ini dirumuskan dengan metode studi literatur dan analisis
deskriptif kualitatif. PMLT dapat diterapkan melalui lima pilar, yaitu hukum,
ekonomi, manusia, teknologi, dan koordinasi antarlembaga, yang berlandaskan
empat prinsip berkelanjutan, yaitu pro pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah,
pro penumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah, pro pembukaan lapangan kerja
baru, serta pro pelestarian lingkungan.
Kata kunci:
2-O-23
83
2-O-24
84
2-O-25
85
Studi Biologi Reproduksi Beberapa Jenis Ikan Pelagis Kecil pada Tiga
Lokasi Pendaratan Ikan di Indonesia.
M.Yusuf, Ardiansyah, D. Setiady, M. Doli R, D. Nur Fadhilah, D. Retno S,
Nirmayanti.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Agustus 2012 di Pelabuhan Muara
Angke Jakarta dan bulan Februari Mei 2013 di Pelabuhan Prigi Jawa
Timur dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui ukuran pertama kali matang gonad dan pertama kali tertangkap
pada beberapa jenis ikan pelagis kecil. Hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran kondisi stok sumber daya jenis-jenis ikan tersebut
dan sebagai salah satu bahan pengaturan pengelolaan perikanan secara
berkelanjutan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan sampling ikan,
kemudian mengukur panjang-berat ikan dan mengamati tingkat kematangan
gonad. Analisis data menggunakan persamaan Spearmen- Karber untuk
Lm50%, dan persamaan dari Beverton and Holt untuk Lc50%. Hasil
penelitian menunjukkan ikan Selar Bentong memiliki nilai Lm 20,5 Cm
lebih besar daripada Lc 15 Cm, Tembang memiliki nilai Lm 11,71 Cm lebih
besar daripada Lc 10,6 Cm, Kembung Lelaki memiliki nilai Lm 18,6 Cm
lebih kecil daripada Lc 20,9 Cm, dan lokasi lainnya nilai Lm 20,42 Cm lebih
kecil daripada Lc 24,42, Layang memiliki nilai Lm 20,2 Cm lebih besar
daripada Lc 17,20 Cm, Lemuru memiliki nilai Lm 15,74 Cm lebih besar
daripada Lc 15,27 Cm, dan Tongkol Komo memiliki nilai Lm 38-40 Cm
lebih besar daripada Lc 27 Cm, Banyar memiliki nilai Lm 17,85-18,21 Cm
lebih besar daripada Lm 15,99 Cm. Dari 7 jenis ikan pelagis kecil tersebut,
hanya ikan Layang yang memiliki nilai Lc lebih besar daripada nilai Lm.
Data ini menunjukkan 6 jenis lainnya tertangkap sebelum memijah yang
mengancam keberlangsungan stok. Hasil penelitian ini menjadi informasi
penting untuk pengaturan ukuran ikan layak tangkap dan mesh size alat
tangkap dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan yang menjamin mata
pencaharian nelayan secara berkesinambungan.
Kata kunci: Reproduksi, Gonad, Pelagis, Pendaratan Ikan, Perikanan
2-O-26
86
Oleh :
Maruf Kasim, SPi, MSi, PhD.
Fakultas Perikana dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Email : marufkasim@yahoo.com
Abstrak
Salah satu sasaran utama pengelolaan wilayah pesisir dan laut
Indonesia adalah efektifitas pemanfaatan sumberdaya dan ruang wilayah
pesisir dan laut untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Budidaya
rumput laut adalah salah satu mata sebagian besar masyarakat pesisir.
Meotde longline kurang efektif dalam penggunaan lahan budidaya. Metode
budidaya longline menggunakan areal budidaya yang sangat luas namun
menghasilkan produksi yang kecil.Rakit Jaring Apung (RJA) merupakan
teknologi budidaya yang sangat efektif dalam penggunaan ruang. Beberapa
keuntungan dalam teknologi budidaya RJA adalah mencegah timbulnya
hama, menurunkan potensi munculnya penyakit, penguunaan areal yang
kecil dengan potensi produksi yang cukup tinggi, dapat dioperasaikan
dihampir seluruh topografi pantai serta menghindari potensi konflik karena
penggunaan areal budidaya. Dari segi pengelolaan dan pemanfaatan lahan
budidaya, alat ini dapat menghindarkan potensi perselisihan diantara
pengguna lahan pesisir dan laut. Alat ini akan sangat teratur dilaut dan tidak
mengakibatkan tumpang tindih penggunaan lahan.Dari hasil penelitian
pertumbuhan rumput laut, terlihat bahwa dengan penggunaan RJA, rumput
laut mampu tumbuh 500 650 % dari bobot awal dibanding dengan metoda
longline yang hanya tumbuh sekitar 250 350 % dari bobot awal. RJA
merupakan solusi yang sangat tepat untuk berbagai persoalan yang ada pada
budidaya rumput laut. Alat ini merupakan masa depan budidaya rumput laut
nasional yang sangat mendukung upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut
yang efektif dan efisien.
Kata Kunci : pengelolaan, pesisir, budidaya, rumput laut, rakit jaring
apung.
87
2-O-27
Potensi Wisata Bahari Megafauna Watching Di Perairan
Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara TimuR
Magdalena Ngongo, Yohanes Merryanto, Beatrix M. Rehatta,
Donny Bessie dan Jotham S.R Ninef
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Kristen Artha Wacana,
Jln. Adisucipto No.147, Oesapa, Kupang 85228, NTT
ABSTRAK
Pengembangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) antara lain bertujuan untuk meningkatkan upaya
pemanfaatan sumberdaya laut secara optimal dan berkelanjutan bagi
kesejahteraan masyarakat dan daerah melalui pengembangan dan
pemanfaatan pariwisata alam serta budaya. Salah satu potensi pariwisata
alam yang dapat dimanfaat adalah wisata bahari megafauna watching.
Sinergitas implementasi pengelolaan TNP Laut Sawu dengan pengembangan
wisata bahari megafauna watching diharapkan akan meningkatkan
efektivitas pengelolaan TNP Laut Sawu yang pada akhirnya akan dapat
memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat sejumlah megafauna yang secara rutin
bermigrasi melintasi perairan TNP Laut Sawu dan potensial dimanfaatkan
sebagai obyek wisata bahari megafauna watching, yaitu: paus (whales),
lumba-lumba (dolphins) dan hiu bodoh (whale shark). Paus (Whales)
dijumpai di perairan sekitar Kabupaten Sabu-Raijua, Rote Ndao, dan di
sekitar wilayah Kabupaten Kupang di Pulau Semau dan di wilayah Barate
dan Amfoang. Lumba-lumba (Dolphins) umum dijumpai sepanjang tahun di
seluruh perairan didalam kawasan TNP Laut Sawu. Ikan hiu bodo (Whale
shark) dijumpai sekitar bulan Agustus Nopember di perairan sekitar Rote
Ndao, sekitar Teluk Kupang hingga ke sekitar Barate dan Amfoang.
Pengembangan wisata bahari megafauna watching di kawasan TNP Laut
Sawu perlu dirancang dengan mempertimbangkan aspek potensi dan daya
dukung sumberdaya alam, kapasitas sumberdaya manusia, dan tata kelola
TNP Laut Sawu.
88
2-O-28
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi prinsip-prinsip blue
economy pada usaha perikanan di Brebes. Metode analisis data yang digunakan
adalah prinsip-prinsip blue economy yang dikemukakan oleh Gauter Pauli. Adapun
prinsip-prinsip blue economy yang dilihat adalah zero waste, efesien, multiplier
effect, dan inovatif. Ada tiga usaha perikanan dan kelautan yang telah menerapkan
prinsip-prinsip blue economy seperti pada usaha longyam, polikultur, dan usaha
pengolahan kulit ikan menjadi kerupuk. Kendala dalam penerapan sistem usaha
terpadu antara peternakan ayam dan usaha perikanan di desa Kaliwlingi adalah
sistem usaha ini tidak dilakukan dengan massal pada suatu wilayah, hanya beberapa
RTP saja. Padahal agar proses usaha terpadu berjalan secara efektif dan efesien,
sebaiknya usaha tersebut berada dalam suatu kawasandan dilaksanakan secara
terpadu. Kelemahan lainnya dari penerapan longyam ini adalah usaha ini kurang
sesuai dengan persyaratan CBIB (Cara Budidaya Ikan Baik).Peluang penerapan
Polikultur sebagai implementasi prinsip-prinsip blue economy cukup besar di
Brebes, namun yang menjadi kendala adalah penerapan teknologi ini adalah
penambahan biaya operasional akibat petambak mengimplementasikan dan tidak
semua tambak bisa menerapkan polikultur. Dengan menggunakan sistem budidaya
polikultur dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan tambak dan pendapatan
pembudidaya secara berkesinambungan. Rumput laut berfungsi sebagai penghasil
oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari predator dan sebagai
biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang dapat dipakai sebagai
nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO2 terlarut hasil pernapasan ikan
dan udang. Kendala dari usaha pengolahan kulit dan tulang ikan adalah pada saat
saat tertentu bahan baku sulit didapatkan. Di Kluwuk ada 5 usaha fillet ikan, dimana
1 minggu tulang dan kulit ikan itu tersebut mencapai 1 ton. Pengolahan usaha
kerupuk kulit dan abon tulang mampu meningkatkan pendapatan pengolaha
mencapai Rp 600.000/bulan. Tenaga kerja yang terlibat untuk usaha pengolahan
kulit dan tulang ikan ini mencapai 1-2 orang.
Kata kunci: blue economy, longyam, polikultur, pengolahan.
89
Kode
3-O-01
3-O-02
3-O-03
3-O-04
3-O-05
Kode
3-O-06
3-O-07
13.20 - 13.30
13.30 - 14.40
13.40 - 13.50
3-O-08
3-O-09
3-O-10
15.20 - 15.30
3-O-11
3-O-12
3-O-13
3-O-14
3-O-15
Kode
3-O-16
3-O-17
3-O-18
15.30 - 15.40
3-O-19
15.40 - 15.50
3-O-20
15.50 - 16.00
3-O-21
16.00 - 16.10
3-O-22
91
Tarzan Purnomo
16.10 - 16.20
16.20 - 16.30
16.30 - 16.40
16.40 - 16.50
16.50 - 17.00
3-O-23
3-O-25
3-O-24
3-O-26
3-O-27
3-O-01
92
3-O-02
93
3-O-03
94
2)
Abstrak
Tingginya ketergantungan masyarakat nelayan di kawasan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Kepulauan Sitaro terhadap sumberdaya ikan, disebabkan
oleh terbatasnya lapangan pekerjaan dan kondisi lahan pertanian yang tidak
mendukung. Tekanan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan di
sekitar kawasan pulau-pulau kecil ini menjadi semakin besar karena
beberapa alat tangkap hanya dioperasikan di kawasan ini serta adanya
kearifan lokal yang membatasi daerah penangkapan. Kondisi tersebut
memerlukan pengelolaan yang komprehensif agar kegiatan perikanan
tangkap berkelanjutan.Tujuan penelitian ini menentukan status
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan dimensi biofisikteknologi, pasar, sosial ekonomi, kelembagaan, etika dan infrastruktur
dengan menggunakan analisis Rapfish. Penelitian dilakukan di Desa
Buhias, Matole, Pahepa dan Tapile, yang terletak di kawasan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hasil penelitian menunjukkan atribut
yang sensitif memengaruhi keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap
pada dimensi biofisik-teknologi: daerah penangkapan, dimensi pasar:
perubahan harga ikan antar musim, dimensi sosial ekonomi: besar
pendapatan di luar perikanan, dimensi kelembagaan: peran wanita dalam
kelompok, dimensi etika: penangkapan ikan secara ilegal dan dimensi
infrastruktur: ketersediaan listrik dan sarana prasarana kesehatan. Dengan
demikian, atribut-atribut sensitif tersebut harus mendapat perhatian dalam
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di kawasan pulau-pulau kecil.
Kata kunci : keberlanjutan, pengelolaan, perikanan tangkap, pulau-pulau
kecil, Sitaro.
3-O-04
95
96
3-O-05
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERKELANJUTAN
BERBASIS VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA DAN EKOSISTEM MANGROVE
PULAU KECIL
(LOKASI: EKOSISTEM MANGROVE PULAU BELANG, KABUPATEN SUMBAWA
BARAT)
1)
1)
Abstrak
Valuasi ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) memberikan gambaran lengkap mengenai
karakteristik nilai ekonomi dari sisi estimasi jenis, fungsi, manfaat, dan besaran asset SDKP, serta
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan konservasi SDKP di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(WP3K). Informasi tersebut akan bermanfaat bagi para stakeholder (pemerintah, masyarakat,
akademisi/peneliti, professional, investor, dll) dalam pengambilan keputusan. Sehingga, hasil valuasi
ekonomi menjadi batu loncatan atau landasan yang penting dan strategis kedudukan dan fungsinnya
dalam pengelolaan SDKP WP3K dengan format kawasan konservasi perairan (KKP/KKPD).
Salah satu fungsi pulau kecil dan hutan mangrove adalah sebagai pelindung bagi wilayah pesisir dari
gelombang laut, sehingga perlu untuk dilestarikan keberadaanya, seperti halnya P. Belang. Penelitian
valuasi ekonomi sumberdaya dan ekosistem mangrove ini dilaksanakan di kawasan P. Belang dan
perairan sekitarnya selama periode Juni-Juli 2014. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
mengkaji sumberdaya, kegiatan pemanfaatan, dan nilai-nilai ekonomi hutan mangrove. Pulau yang tidak
berpenduduk ini dijadikan lokasi penelitian karena hutan mangrovenya masih utuh (virgin) dan hampir
seluruhnya (88,01%) menutupi daratan pulau. Perairan P. Belang merupakan Zona Inti calon Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Gili Balu Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat. Hutan
mangrovenya menghasilkan kayu bakar, ikan, kepiting bakau, dan benih ikan/udang, sebagai habitat
kelompok burung/aves dan hewan melata/reptil, serta berfungsi sebagai penahan abrasi & gelombang
laut, dan penyerap carbon. Masyarakat pesisir telah lama memanfaatkan secara langsung hasil mangrove
P. Belang untuk kebutuhan hidup harian dan sumber ekonomi rumah tangga.
Nilai ekonomi total (NET/TEV) hutan mangrove P. Belang adalah IDR 16.644.364.639,10 atau IDR
38.386.449,81 per hektar hutan mangrove. Sumbangan terbanyak diberikan oleh nilai pakai langsung
(NPL/UV) sebesar IDR 14.325.927.039,10 (86,07%), yang didominasi oleh nilai tukar (NT) penahan
abrasi dan gelombang yaitu IDR 8.754.566.400,- (52,63%) dan nilai hasil (NH) ikan konsumsi sebesar
IDR 5.177.083.682,30 (31,10%). Sedangkan kontribusi bukan nilai pakai (NBP/NUV) sangat rendah
yaitu hanya IDR 2.318.437.600,- (13,93%) dikarenakan rendahnya kesanggupan membayar (WTP)
masyarakat pesisir dan nelayan terhadap sumberdaya mangrove.
Tingginya NET hutan mangrove P. Belang tersebut seyogyanya ditindaklanjuti sesegera mungkin oleh
Pemerintah Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan menetapkan status KKPD Gili Balu
dengan kategori Taman Wisata Perairan (TWP). NET masih dapat ditingkatkan lagi dengan
memaksimalkan fungsi hutan mangrove P. Belang sebagai objek penelitian/pendidikan dan
pariwisata/rekreasi. Selain itu, pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat secepatnya membentuk badan
pengelola (BP) KKPD Gili Balu dan menganggarkan dana konservasi WP3K. Tujuannya adalah untuk
promosi KKPD Gili Balu, meningkatkan willingness to pay (WTP) masyarakat pesisir dan nelayan, dan
mengelola ekosistem hutan mangrove dan ekosistem SDKP lainnya (terumbu karang, padang lamun,
ikan) agar tetap utuh dan terjaga dengan baik, dengan sasaran meningkatnya pendapatan (I) dan tabungan
(S) masyarakat pesisir (terutama nelayan tradisional).
Kata Kunci : Valuasi Ekonomi, Ekosistem Mangrove, Kawasan Konservasi Perairan Daerah
97
3-O-06
POTENSI SEMAI DAN PANCANG MANGROVE DALAM UPAYA
REHABILITASI EKOSISTEM MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK, KECAMATAN PENJARINGAN, KOTAMADYA JAKARTA
UTARA
Fredinan Yulianda
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB
Abstrak
Potensi semai dan pancang mangrove memberikan arti penting bagi
keberadaan suatu ekosistem mangrove sehingga memberikan multiplayer
effect terhadap keberlanjutan kawasan Pantai Indah Kapuk. Tujuan studi
yakni mengkaji potensi semai dan pancang yang terdapat di ekosistem
mangrove Pantai Indah Kapuk sebagai dasar upaya rehabilitasi dengan
menggunakan metode sampling transek kuadrat (SNI, 7717:2011) dan
menganalisis tipe substrat. Hasil studi di 6 lokasi pengambilan sampling
menunjukan bahwa kemampuan regenerasi alami mangrove sangat
memprihatinkan berdasarkan keberadaan potensi semai menunjukkan
kisaran nilai sebesar 12 ind/m2 hingga 0 ind/m2, sedangkan potensi
keberadaan pancang menunjukkan 7 ind/25m2 hingga tidak ditemukan
keberadaanya. Kondisi substrat didominasi substrat pasir 49.5 %, debu 32.2
%, dan liat 18.3 %.
Kata kunci : Potensi Semai dan Pancang, Rehabilitasi, Pantai Indah Kapuk
98
3-O-07
FAKTA PERAN VITAL KIMA (TRIDACNA.SP)
SEBAGAI SOLUSI ALAMI PENYELAMATAN TERUMBU KARANG
DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN
PULAU-PULAU
Habib Nadjar Buduha
Ketua Tim Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli-Labengki, Sultra
Email: indra.andari@gmail.com. Mobile: 081341614440.
Abstrak
Terumbu karang adalah pusat pabrikan ikan, khususnya ikan karang. Dari
berbagai data hasil penelitian ditemukan bahwa setiap 1 km terumbu karang
yang sehat dapat memproduksi sekitar 25 ton ikan/tahun. Potensi ini akan
mampu menghidupi ratusan orang masyarakat pesisir dan pulau-pulau.
Masalahnya kemudian adalah kawasan terumbu karang Indonesia sudah
sangat memprihatinkan. Dari sekitar 60.000 km 2 luasan terumbu karang
Indonesia, yang sehat tinggal 5% (Data LIPI tahun 1996) dan setelah
dilakukan berbagai rehabilitasi terumbu karang, termasuk Coremap, hingga
tahun 2013 (setelah 18 tahun), luasan terumbu karang yang dapat disehatkan
hanya meningkat 2%, menjadi 7% (data Kementerian Kehutanan tahun
2013). Dengan data tersebut maka sudah dapat dibayangkan betapa mirisnya
kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Indonesia. Fakta ini
sekaligus memberi arti bahwa program pemerintah dapat dikategorikan
gagal. Terlebih, pada masa yang akan datang, permasalahan perkembangan
terumbu karang akan semakin mengkhawatirkan karena berbagai hal,
termasuk dampak pembangunan dan perilaku masyarakat.
99
3-O-08
DAMPAK KEGIATAN PENAMBANGAN PASIR LAUT DI DESA
LONTAR SERANG BANTEN
Hadi Sofyan1, Semeidi Husrin1 dan Joko Prihantono2
1
100
3-O-09
REHABILITASI VEGETASI PANTAI BERBASIS ATURAN DESA
Isdahartatie 1), Akhmad Solihin 1), Ruddy Suwandi1), Andi Affandi1), M.
Arsyad Al Amin 1)
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, LPPM IPB.
Abstrak
Masyarakat Desa Kuranji Dalang, Kabupaten Lombok Barat setiap tahun
dihadapkan pada bencana angin yang dapat merusak rumah warga yang
menetap di sekitar pesisir pantai, sehingga diperlukan rehabilitasi vegetasi
pantai yang ditetapkan dalam sebuat aturan desa. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mengidentifikasi isu permasalahan rehabilitasi vegetasi pantai;
dan (2) menyusun peraturan desa berbasis masyarakat. Analisis stakeholder
dan LFA mengungkapkan isu permasalahan, yaitu ketidakjelasan batasan
wilayah, ketidakjelasan status kepemilikan lahan, keterbatasan bibit,
ketiadaan aturan lokal, kegiatan wisata massal, konflik pemanfaatan lahan
dengan nelayan, dan pelaksanaan rehabilitasi berbasis proyek. Sementara
analisa LFA mengungkapkan strategi yang harus dilakukan adalah penetapan
lokasi rehabilitasi, pendataan ulang kepemilikan lahan, pembentukan
lembaga pengelola, penetapan peraturan desa. Adapun penyusunan peraturan
desa berbasis masyarakat menetapkan aturan, yaitu penetapan wilayah
rehabilitasi, aturan pengelolaan vegetasi pantai, aturan pemanfaatan lahan,
dan kelembagaan pengelola.
Kata kunci: ekosistem mangrove, kelembagaan lokal, berbasis masyarakat
101
3-O-10
PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT PESISIR PULAU KECIL
TAMAN NASIONAL BUNAKEN BERBASIS MITIGASI DAN ADAPTASI
Joshian N.W. Schaduw, Alfret Luasunaung, dan Victoria Manoppo
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Sam Ratulangi.Jl. Kampus
Unsrat Bahu, Manado 95115,
Sulawesi Utara, Indonesia
E-mail: nicolas_schaduw@yahoo.com
Abstrak
Pulau-pulau kecil adalah suatu wilayah yang rentan terhadap berbagai faktor. Faktor
tersebut antara lain faktor lingkungan, faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor
lingkungan diantaranya adalah iklim, naiknya permukaan air laut, bencana alam,
dan pencemaran. Selain faktor lingkungan faktor lain yang mempengaruhi
ekosistem pulau-pulau kecil adalah faktor sosial. Faktor sosial seperti pertumbuhan
penduduk, tingkat pendidikan, kesehatan masyarakat, dan pemanfaatan yang
bersifat destruktif, membuat kawasan ini kurang optimal dalam pemanfaatan yang
bersifat lestari dan berkelanjutan terhadap sumberdaya yang ada. Selain kedua
faktor tadi, faktor yang terakhir adalah faktor ekonomi. Penelitian ini menganalisa
kondisi dan permasalahan existing ekosistem mangrove pulau-pulau kecil (PPK)
Taman Nasional Bunaken (TNB), menyusun indeks kerentanan pulau-pulau kecil
TNB serta memproyeksikan perubahan kerentanan pada masa mendatang,
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, kuisioner, serta
wawancara terbuka dan mendalam pada daerah penelitian.pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan cara studi literatur pada instansi yang terkait. Indeks
kerentanan dianalisa dengan menggunakan metode multi dimensional scaling sedangkan
pemetaan kerentanan dilakukan dengan analisis geografis information system menggunakan
software Arcview. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kondisi ekosistem
mangrove pada PPK TN. Bunaken dalam keadaan kurang baik dari segi kualitas dan
kuantitas. Tiga dari empat pulau memiliki ekosistem mangrove yang sangat kecil
dengan kondisi perairan sekitar mangrove yang mulai tercemar, pulau Nain dan
Manado Tua memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan Pulau
Bunaken dan Mantehage, ekosistem mangrove Pulau Mantehage memiliki
efektivitas yang baik dalam meminimalkan kerentanan yang diakibatkan oleh
perubahan iklim ataupun bencana alam, sedangkan pulau yang lain masih perlu
meningkatkan luasan mangrove untuk mitigasi kerentanan kedepannya, faktor
penting yang mempengaruhi kerentanan pulau-pulau kecil adalah luasan mangrove,
luasan terumbu karang, tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat, kepatuhan
aturan dan kesiapan infrastruktur PPK TNB.
Kata-kata Kunci : peningkatan kapasitas; mitigasi; adaptasi; pulau kecil;
kesejahteraan
102
3-O-11
MENUJU SUKSES MEMBANGUN HUTAN MANGROVE
DI WILAYAH PESISIR
Laksono Wibowo
Abstrak
Seiring meningkatnya pembangunan di berbagai bidang, keberadaan
sumberdaya alam
mengalami eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Demikian juga yang terjadi pada pembangunan yang berkaitan
dengan wilayah pesisir, berimbas pada keberadaan hutan mangrove yang
semakin mengkhawatirkan. Disisi lain, saat ini, kesadaran untuk
menyelamatkan dan melestarikan hutan mangrove juga semakin meningkat,
seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peran
hutan mangrove secara ekologis.
Berbagai kalangan, baik pemerintah, pihak swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat maupun pribadi, semakin banyak yang terjun untuk
mengambil langkah ikut menyelamatkan hutan mangrove. Berbagai
program, diantaranya tanam mangrove digalakkan untuk menumbuhkan
kembali hutan mangrove yang rusak oleh berbagai akibat. Namun yang patut
disayangkan, seringkali upaya penanaman mangrove tidak dibarengi dengan
teknis yang benar dan pemeliharaan, sehingga kegiatan yang telah
dilaksanakan menjadi sia-sia. Banyak biaya, energy dan waktu terbuang siasia akibat tidak adanya pemantauan keberlanjutan program setelah
penanaman mangrove. Akibatnya, keberhasilan tanam mangrove menjadi
sangat rendah.
103
3-O-12
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT
TERHADAP KONSERVASI PENYU DI SEKITAR KAWASAN
TAMAN WISATA ALAM AIR HITAM KABUPATEN MUKOMUKO,
BENGKULU
M. Khaisu Sabilillah
Abstrak.
Penyu merupakan salah satu spesies satwa yang dilindungi berdasarkan
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistem dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Tumbuhan dan Satwa Liar.
Terancamnya habitat dan populasi penyu mengakibatkan semakin
berkurangnya jumlah spesies ini di alam. Ancaman terbesar berasal dari
manusia, mulai dari pencemaran perairan, penangkapan, hingga konsumsi
telur penyu. Tingginya perburuan telur penyu di kawasan Taman Wisata
Alam (TWA) Air Hitam mengakibatkan banyaknya calon anak penyu (tukik)
gagal menetas dan hidup. Perburuan liar ini dapat mengancam populasi
penyu yang mendarat di TWA Air Hitam. Faktor alam seperti predator
maupun kondisi habitat yang buruk juga merupakan salah satu ancaman
terhadap kondisi populasi penyu di TWA Air Hitam. Kesadaran dan
partisipasi masyarakat terhadap konservasi penyu adalah salah satu elemen
penting dalam meningkatkan populasi penyu di TWA Air Hitam.
Desa Air Hitam, Bumi Mekar Jaya dan Sinar Laut merupakan desa yang
berada di sekitar kawasan TWA Air Hitam yang masuk ke dalam Kecamatan
Pondok Suguh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Gerakan
Masyarakat Cinta Penyu (MCP) merupakan serangkaian kegiatan
pembinaan terhadap masyarakat dan pelajar. Kegiatan ini berupa kampanye
save sea turtles, penyuluhan, kegiatan konservasi penyu bersama, dan
pelatihan pembuatan kerajinan. Adanya kegiatan pembinaan terhadap
masyarakat di sekitar kawasan TWA Air Hitam dimaksudkan untuk
membentuk kesadaran serta kepedulian terhadap konservasi penyu dan
kelestarian kawasan TWA Air Hitam. Masyarakat merupakan mitra strategis
dalam kegiatan ekowisata di TWA Air Hitam sehingga kolaborasi dalam
pengelolaan TWA yang menguntungkan kedua belah pihak antara
masyarakat dan BKSDA Bengkulu dapat terbentuk. Kegiatan Gerakan MCP
ini selanjutnya melahirkan komunitas cinta penyu.
Kata Kunci : Ancaman, konservasi, Masyarakat Cinta Penyu, populasi
3-O-13
104
3-O-14
105
Subdit Rehabilitasi dan Reklamasi, Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat
email : rommy.m193@gmail.com
3
Technical Officer Mangrove Capital Project
Wetlands International Indonesia, Jl. A. Yani No. 53 Bogor
email : sonasthra@gmail.com
Abstrak
Wilayah pesisir pantai utara Pulau Jawa telah mengami kerusakan parah berupa degradasi
ekosistem, erosi pantai, rob pasang air laut dan penurunan tanah. Salah satu lokasi yang
termasuk kategori parah berada di beberapa Desa di Kecamatan Sayung, Demak. Erosi pantai
di daerah ini telah menyebabkan 586 hektar lahan darat berubah menjadi perairan. Saat ini
sedang dikembangkan konsep penahan laju erosi pantai yang bersifat ramah lingkungan di
Desa Timbulsloko. Konsep ini memadukan (hybrid) struktur sipil engineering dengan system
kerja perakaran mangrove, sehingga dapat disebut Hybrid Engineering dengan struktur
permeable. Struktur permeable ini berfungsi mengembalikan keseimbangan sedimentasi
pantai bertekstur pasir berlumpur dengan mengurangi kekuatan dan kecepatan gelombang
agar terbentuk kontur sedimen pesisir yang stabil.
Pengamatan proses pembentukan sedimentasi struktur permeable I sepanjang 186 m
dilakukan dengan membagi area struktur seluas 0.864 ha dalam grid dan pengukuran
dilakukan di dalam grid tersebut. Data pengukuran direferensikan pada datum dengan
menggunakan tongkat berskala yang ditempatkan secara permanen di ujung struktur.
Pengolahan
data-data
hasil
pengukuran
diformulasikan
dengan
adalah
ketebalan
sedimentasi
yang
telah
106
3-O-15
STATUS LINGKUNGAN TELUK BUYAT SULAWESI UTARA
BERDASARKAN KAJIAN TERHADAP
EKOSISTEM LAUT 2007-2013
Rumengan, I.F.M., Mukhtasor, A. Soebandrio, M.I. Umboh, K. Bentley dan T. Shepherd
Panel Ilmiah Independen untuk Program PemantauanTeluk Buyat 2007-2015 Kementerian
Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, Gedung BPPT II, Lt.23, Jl.MH. Thamrin No. 8,
Jakarta 10340 Email : isp.secretariat@yahoo.com
Abstrak
Panel Ilmiah Independen (PII) sejak tahun 2007 telah melaksanakan pemantauan lingkungan
Teluk Buyat Maksud di bawah koordinasi Menteri Negara Ristek dan Teknologi, dengan
tujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak penempatan tailing hasil limbah
pertambangan emas selama 8 (delapan) tahun (1996-2004) terhadap kualitas lingkungan laut
dan kesehatan masyarakat.Adapun komponen ekosistem laut yang dipantau setiap tahun pada
bulan Mei dan September antara lain Kimia Kelautan (kualitas air laut, kualitas sedimen dan
kandungan logam berat dalam ikan lingkungan), Komunitas Makrobentos dan Kondisi
Terumbu Karang. Metode pengambilan dan penanganan sampel mengacu pada Pedoman
Pemantauan yang disusun PII dengan menerapkan Jaminan Mutu dan Kendali Mutu
berstandard internasional, dan analisis logam berat dilakukan di laboratorium terakreditasi
nasional. Hasil kajian ekosistem Teluk Buyat sejak 2007 2014 mengindikasikan bahwa
konsentrasi beberapa logam berat termasuk arsen dan merkuri dalam air laut yang diukur
pada tiga kedalaman pada 10 stasiun semuanya menunjukkan nilai di bawah baku mutu air
laut Indonesia untuk biota laut (KEPMEN Lingkungan Hidup 51/2004). Selanjutnya, hasil
analisis logam berat pada sampel-sampel sedimen yang diambil pada 9 stasiun, khususnya
konsentrasi arsen total dan merkuri total pada sedimen yang terdapat di area sekitar gundukan
tailing menunjukkan bahwa padatan tailing tidak tersebar kedaerah dangkal di wilayah pantai.
Dibandingkan dengan konsentrasi logam berat dalam air laut, terindikasi bahwa logam-logam
dalam gundukan tailing terikat dalam fase mineral yang stabil, tidak tersuspensi kekolom air
laut di atasnya. Hasil survei makrobentos 2007 - 2013, menunjukkan bahwa berdasarkan
kelimpahan individu, jumlah taksa dan indeks keragaman terbukti bahwa gundukan tailing
sudah berhasil dihuni kembali oleh makrofauna seperti halnya di sedimen alami.Hasil survei
komunitas terumbu karang dan ikan dari 12 kali pemantauan sejak September 2007 sampai
dengan Mei 2013 menggunakan teknik manta tow dan line intercept transek di Teluk Buyat,
Tanjung Buyat dan Pulau Dokakayu yang terletak tidak jauh dari penempatan tailing,
menunjukkan bahwa indeks keragaman spesies karang batu/ karang hidup dan indeks
komunitas ikan di tiga stasiun tersebut lebih tinggi daripada didua lokasi lain yang terletak di
Teluk Totok. Hasil analisis kadar arsen dan merkuri total dalam jaringan sampel-sampel ikan
laut yang diperoleh tahun 2007- 2013 menunjukkan bahwa ikan yang ditangkap di wilayah
kajian aman untuk dikonsumsi manusia. Secara umum, status lingkungan Teluk Buyat dari
tahun 2007 sampai tahun 2013 cukup baik, tidak ditemukan adanya dampak negatif
penempatan tailing terhadap kualitas air laut, makrobentos, terumbu karang dan ikan.
Kata kunci: status lingkungan, ekosistem, tailing, logam berat
107
3-O-16
108
3-O-17
PERAN KATEGORI UKURAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN
DAN BAGI PENGEMBANGANNYA
Anwar Bey Pane1) dan Ernani Lubis2)
Dosen Pasca Sarjana Teknologi Perikanan Laut Departemen PSP FPIK IPB Bogor
1)
Lab Hasil Tangkapan dan Manajemen Industri Kepelabuhanan Perikanan, HP:
08787 0120 504; email: beypane_sibolga@yahoo.fr
2)
Lab Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan, HP: 0816 1421 321;
email: ernani_ipb@yahoo.com
Divisi Keilmuan Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB
Abstrak
Di berbagai negara maju sebagaimana di negara-negara Uni Eropa, kategori
ukuran ikan hasil tangkapan (HT) adalah salah satu syarat penting pada
pendaratan dan pemasaran ikan HT di pelabuhan perikanan (PP). Kategori
ukuran tersebut, penting bagi pelaku dan aktivitas di PP. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui peran aktual pengukuran HT di PP sampel, dan
pengaruhnya terhadap aktivitas pengguna PP. Penelitian dilakukan di tiga
sampel PP/PPI, yaitu di PPI Blanakan Subang, PPN Pelabuhanratu
Sukabumi dan PPS Nizam Zahman Jakarta; di tahun 2013. Metode
penelitian adalah studi kasus dan desk studi. Pada studi kasus, aspek diteliti
meliputi aspek ukuran HT didaratkan dan dipasarkan di PP dan aktivitasnya.
Desk studi dilakukan terhadap penelitian Pane (2009), mengenai ukuran HT.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif, kualitatif, dan
komparasi hasil desk studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku
perikanan banyak yang belum mengetahui pentingnya kategori ukuran HT
bagi aktivitas mereka, dan demikian pula pengelola kepelabuhanan
perikanan bagi kepentingan pengembangan PP. Kategori ukuran HT di PP di
tiga sampel PP belum pernah dilakukan, bahkan juga di Indonesia. Di PP
tersebut, belum terdapat kategori ukuran HT pada pendaratan/ pemasaran
dan hubungannya dengan aktivitas usaha perdagangan ikan dan industri
pengolahan ikan. Pengukuran HT sangat terbatas dan sangat jarang
dilakukan; dan bilapun dilakukan hanya untuk kepentingan ilmiah. Sudah
saatnya pemerintah terkait perlu menerapkan kategori ukuran HT di seluruh
pelabuhan perikanan di Indonesia.
Kata kunci: ikan hasil tangkapan, kategori ukuran, pelabuhan perikanan
3-O-18
109
3-O-19
110
KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAIPESISIR CILIWUNG TELUK JAKARTA SECARA TERPADU UNTUK
MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Arief Budi Purwanto dan Tridoyo Kusumastanto
Perubahan iklim berdampak pada kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
Pesisir sehingga memerlukan penanganan yang bersifat integratif dan holistik.
Selama ini terjadi banyak kerusakan pada sistem DAS dan pesisir secara masif
sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan sumberdaya alam. Hal tersebut akan
menagancam keberlanjutan pembangunan ditambah dengan dampak perubahan
iklim yang bersifat negatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model
kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai dan pesisir secara terpadu, sehingga
penangananan dan pengelolaan wilayah tersebut akan mempunyai dampak yang
signifikan terhadap kerangka makro pengelolaan sumberdaya alam dan dampaknya
terhadap perubahan iklim.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) analisis biofisik meliputi
tipologi ekosistem pada wilayah DAS Ciliwung dan pesisir Jakarta (2) analisis
kelembagaan, meliputi logical framework analysis dan analytical hierarchy process;
dan (3) analisis konektifitas terkait dengan sistem ekologi dan sosial Daerah Aliran
Sungai Ciliwung & Pesisir Jakarta.
Berdasarkan kajian diperoleh kesimpulan bahwa :
Pengelolaan DAS Ciliwung dan Pesisir Jakarta membutuhkan model
pengelolaan yang integratif untuk sumberdaya yang berkelanjutan
Selama ini untuk variabel ekologi, sosial dan kelembagaan kurang
berkelanjutan karena daya dukung dan daya tampung dari DAS Ciliwung yang
sudah melebihi kapasitas. Sedangkan untuk variabel ekonomi dan teknologi masih
menunjukkan aspek keberlanjutan karena tingginya kebutuhan akan DAS Ciliwung
dan Pesisir Jakarta
Peran serta masyarakat diperlukan dalam pemanfaatan dan pengelolaan
DAS Ciliwung dan Pesisir Jakarta agar dapat menjadi faktor pengungkit bagi model
pengelolaan yang integratif.
Kata Kunci: Pengelolaan DAS dan Pesisir, Perubahan Iklim, Mitigasi dan Adaptasi
3-O-20
111
3-O-21
112
RehattadanBeatrixM.
Abstrak
Kearifan lokal masyarakat di kabupaten Rote Ndao dalam pengelolaan
sumberdaya alam diwujudkan dalam bentuk Papadak, yang merupakan
suatu bentuk kesepakatan adat untuk mengatur suatu lokasi atau area
tertentu. Papadak mengatur aktivitas yang dilarang untuk dilakukan
beserta sanksi dan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam melakukan
pengawasan. Lokasi yang diatur dengan papadak bisa berupa daerah
persawahan, perkebunan, mamar dan sumber mata air. Penerapan papadak
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir masih jarang dilakukan. Lokasi deak
dan lilifuk di wilayah pesisir telah diatur pemanfaatannya secara individual
atau komunal. Perlindungan dan pelestarian kura-kura leher ular Rote
(Chelodina mccordi) di Danau Peto telah dilakukan dengan pendekatan
papadak.
Upaya revitalisasi papadak sebagai instrumen dalam
pengelolaan sumberdaya dan ekosistem pesisir perlu dilakukan untuk
melindungi dan melestarikan sumberdaya dan ekosistem penting di wilayah
pesisir.
3-O-22
113
3-O-23
114
3-O-24
115
kunci:
mangrove,
3-O-25
116
117
3-O-26
PENINGKATAN AKTIFITAS FAGOSITIK PERITONEAL EXUDATE
CELLS DARI KERAPU CHROMILEPTES ALTIVELIS SETELAH
OPSONISASI DENGAN ANTIBODI IKAN DAN KOMPLEMEN
Maria Agustini1, Sri Oetami Madyowati1, Sumaryam1, dan Hari Suprapto2
1
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan respon imun
setelah oponisasi dengan peningkatan proses fagositik oleh PEC. Mortalitas
yang sangat tinggi pada budidaya kerapu diakibatkan oleh Vibrio
alginolyticus terutama pada stadium larva, karena ikan yang terinfeksi
dengan V.alginolyticus hanya bertahan 12 jam. Peritoneal Exudate Cells
(PEC) diisolasi dari ikan kerapu dengan stimulasi paraffin, kemudian PEC
tersebut dikultur in vitro untuk proses fagositik dan penelitian lain. Aktifitas
fagositik kerapu dapat ditingkatkan dengan opsonisasi normal serum,
sedangkan tanpa opsonisasi aktifitas tersebut rendah. Vaksinasi dapat
memperkuat sistem pertahanan diri secara humoral dan cellular dari ikan
kerapu. Dari beberapa hasil penelitian bahwa immunisasi dengan sel bakteri
yang dimatikan dapat meningkatkan respon imun pada ikan (Salati et al,
1989). Penambahan normal serum sebagai komplemen akan meningkatkan
secara drastic aktifitas fagositik dari PEC. Pada ikan yang divaksin dengan
FKC terjadi peningkatan PI sebesar 8,3 dan kontrol hanya 1,7. Sedangkan
titer antibody naik drastic dari 256 menjadi 1.024 sesudah 14 hari vaksinasi.
Konsentrasi protein pada vaksin adalah FKC 3.5 mg/ml. Titer antibodi
tersebut mencapai 1024 pada minggu kedua sesudah peemberiaan boostter.
Kata kunci : Vibrio alginolyticus, Chromileptes altivelis, peritoneal exudate
cell, vaksin, serum
118
3-O-27
EVOLUSI KAWASAN KONSERVASI LAUT KABUPATEN BERAU
Y. Zuliarsih dan A. Budiayu
Abstrak
Kabupaten Berau merupakan pionir dalam inisiasi Kawasan Konservasi Laut
skala besar dengan konsep pengelolaan kawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah untuk kemajuan daerah dan masyarakatnya. Semangat
ini tertuang melalui penetapan Peraturan Bupati Kabupaten Berau No. 31
tahun 2005 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten
Berau, yang mencakup 1,2 juta hektare.
Dalam waktu relatif yang bersamaan, Pemerintah Pusat melakukan
pengaturan pengelolaan wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil di
seluruh Indonesia dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Konsekuensi
dari penentapan UU ini berdampak pada konsep KKLD yang telah terbentuk
di Kabupaten Berau. Untuk menyesuaikan dengan konsep penata kelolaan
wilayah pesisir dan laut yang diatur pada UU No. 27 tahun 2007,
Pemerintah Daerah bersama mitra terkait, menyusun rencana tata ruang
wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Berau.
Sementara itu, pengelolaan yang bersifat teknis dan operasional, sangat
diperlukan untuk mencegah penurunan kondisi sumberdaya alam yang
semakin menurun. Oleh karena itu, Dinas Kelautan dan Perikanan
menginisiasi pembentukan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (KKP3K) yang sesuai dengan UU No. 27 tahun 2007, sebagai Taman
Pesisir Kepulauan Derawan (TPKD) untuk menjawab kebutuhan
pengelolaan. Pembelajaran yang didapatkan dalam proses evolusi kawasan
konservasi Kebupaten Berau adalah suatu proses yang mengupayakan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang efektif dan berkelanjutan.
119
11.00
11.10
11.10
11.20
11.20
11.30
11.30
11.40
11.40
11.50
11.50
12.00
12.0013.00
Sessi 2
Kode
4-O-1
A.B. Rondonuwu
4-O-2
4-O-3
4-O-5
4-O-6
4-O-4
Istirahat
13.00 13.10
13.10 13.20
13.20 -
4-O-7
4-O-8
4-O-9
13.30
13.30 14.40
13.40 13.50
Bantul
Djoko Rahardjo
Analisis Spasial Kualitas Perairan Untuk Lokasi
Pengembangan Budidaya Ikan Dengan Keramba Jaring
Apung Di Teluk Ambon Dalam, Provinsi Maluku
Erlania*) dan I Nyoman Radiarta
The Influence Of Current Parameters
The Abundance Of Bacteria In Madura Straits
Eva Ari Wahyuni
4-O-10
4-O-11
13.50 14.00
4-O-12
14.00 14.10
4-O-13
4-O-15
14.10 14.20
14.20 14.30
4-O-14
14.30 14.40
14.40 15.00
15.00 15.10
4-O-17
15.10 15.20
15.20 15.30
4-O-18
4-O-19
15.30 15.40
15.40 15.50
15.50 16.00
16.00 16.10
16.10 16.20
16.20 16.30
16.30 16.40
4-O-20
4-O-21
4-O-22
4-O-23
4-O-24
4-O-25
4-O-26
Suryawati,SitiHajardanRiestyTriyanti
16.40 16.50
16.50 17.00
17.00 17.10
17.10 17.20
PerubahanStrukturKomunitasIkanKarangSebelum
DanSedudahPemutihanKarangDiKepulauanWeh,
Aceh
Aulia,Sukmaraharja,dkk
Pembelajaran Sistem Informasi Mitigasi, Adaptasi
Iklim Dan Lingkungan (Simail) Bagi Nelayan Dan
Masyarakat Pesisir Jawa Tengah Dan Jawa Barat
Suryo Prasojo, Hendra Yusran Siry, Fegi Nurhabni,
Enggar Sadtopo
Monitoring Ekosistem Pesisir Kawasan Teluk Bungus Padang, Sumatera Barat
Try Al Tanto, Aprizon Putra dan Ilham
Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya (Rum) Untuk
Pengelolaan Efektif Kkp-Twp Nusa Penida, Kab.
Klungkung, Bali
122
4-O-27
4-O-28
4-O-29
4-O-30
Wira Sanjaya
4-O-1
123
4-O-3
124
4-O-4
4-O-5
125
4-O-6
126
4-O-7
127
4-O-8
128
4-O-9
129
130
4-O-11
131
4-O-12
132
4-O-13
133
Evaluasi
Sistem Informasi Mitigasi Bencana, Adaptasi Iklim Dan Lingkungan
(Simail)
Oleh:
Fegi Nurhabni, Hendra Yusran Siry
Abstrak
Sistem Informasi Mitigasi bencana, Adaptasi Iklim dan Lingkungan
atau yang biasa disebut dengan SIMAIL merupakan suatu sistem informasi
terkait bencana, perubahan iklim dan lingkungan di sektor kelautan dan
perikanan yang disebarluaskan dengan media pesan singkat (short message
service/sms) dan teks berjalan (running text). Kegiatan ini telah
dilaksanakan sejak tahun 2012 dan telah dilaksanakan di 23 provinsi seluruh
Indonesia.
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan hasil dari evaluasi yang
dilakukan terhadap pelaksanaan SIMAIL tiga tahun belakangan ini. Evaluasi
dilakukan dengan metode kombinasi antara wawancara dan kuisioner terkait
pengetahuan umum tentang perubahan iklim serta pengetahuan dan persepsi
tentang SIMAIL. Responden terdiri dari pengelola SIMAIL (Dinas Kelautan
dan Perikanan, termasuk operator SIMAIL) serta masyarakat sebagai target
penerima informasi SIMAIL. Evaluasi dilakukan pada dua lokasi sampling,
yaitu Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah.
Dari evaluasi diperoleh beberapa hasil yang dapat digunakan
sebagai dasar penyempurnaan pelaksanaan SIMAIL di masa yang akan
datang, yaitu yang terkait dengan konten SIMAIL itu sendiri, kompetensi
operator SIMAIL, dan penyelenggaraan SIMAIL. Dari hasil tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa ketiga hal tersebut perlu untuk lebih
ditingkatkan, baik melalui pengkayaan informasi SIMAIL, penyiapan
kompetensi bagi operator SIMAIL serta perbaikan pada struktur kerja
SIMAIL itu sendiri.
Kata kunci: SIMAIL, mitigasi bencana, adaptasi perubahan iklim
4-O-14
134
135
4-O-16
136
137
4-O-18
Abstrak
Lumba-lumba hidung botol termasuk dalam genus Tursiops, dalam
ordo cetacean. Lumba-lumba ini merupakan hewan kosmopolit yang
memiliki mobilitas yang tinggi, terdapat dua jenis lumba-lumba hidung
botol yaitu T. truncatus dan T. aduncus. Tursiops aduncus biasa ditemukan
di daerah pantai dan T.truncatus didaerah laut dalam (Hale et al.
2000).Penelitian berbasis genetik pada genus Tursiops pertama kali
dilakukan oleh Hoelzel et al. (1998) untuk membedakan antara dua populasi
lumba-lumba hidung botol (T. truncatus) yang hidup di pesisir pantai dan
yang berada di tengah laut pada perairan Amerika Utara, dengan
membandingkan DNA inti (lokus mikrosatelit) serta DNA mitokondria (DLoop).Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui peran gen D-loop dalam
merekonstruksi pohon filogenetik pada lumba-lumba hidung botol. Metode
yang dipergunakan yaitu dengan mengambil data gen yang terdapat pada
bank data (NCBI) dan analisis data dengan menggunaka software MEGA
6.Dari hasil yang di dapatkan secara morfologi antara T. aduncus dan
T.truncatus merupakan spesies yang berbeda, tetapi perbedaan yang
dimilikinya tidak terlalu signifikan, oleh karena itu banyak yang
mengelompokan kedua spesies tersebut masih dalam satu spesies. Tetapi
dengan adanya uji genetika pada DNA danrekonstruksi pohon filogenetik
dengan menggunakan beberapa metode yaitu Maximum Likelihood,
Neighbor-Joining, Minimum-Evolution, UPGMA dan Maximum Parsimony,
memperlihatkan bahwa T. aduncus dan T. truncatus merupakan spesies yang
berbeda. Hasil ini menunjukan bahwa tidak adanya pertukaran genetik
antara kedua spesies ini. Artinya, meskipun dua spesies ini sympatrik,
mereka bereproduksi secara terisolasi satu sama lain. dan rekonstruksi
pohon filogenetik lumba-lumba hidung botol tersebut, lebih meyakinkan
para peneliti bahwa kedua spesies tersebut berbeda.
Kata Kunci : Tursiops truncatus, Tursiops aduncus, D-loop dan
Rekonstruksi pohon filogenetik.
4-O-19
139
Program Manajemen Sumber daya Perairan, Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
*Corresponding Author: khusnul@gmail.com
Abstrak
Rumput laut sekarang ini menjadi komoditas yang banyak dibudidayakan di beberapa
wilayah perairan di Indoensia. Salah satu wilayah yang sedang mengembangkan budidaya
rumput laut adalah Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. Budidaya itu dilakukan di
wilayah pesisir yang rentan terhadap kontaminasi bahan pencenmar logam atau trace metal
yang berasal dari darat maupun laut yang merupakan limbah dari aktivtas antropogenik.
Monitoring bahan pencemar logam telah dilakukan di area budidaya rumput laut di
Kabupaten Bantaeng. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda yaitu di
Dusun Borongloe, Papanloe (wilayah yang akan dijadikan kawasan industri) dan di depan
Rumah Sakit Umum Kabupaten Bantaeng. Di masing-masing stasiun ini dibagi menjadi
empat sub stasiun sebagai pengulangan. Sampel air dan sedimen yang telah dicuplik dikirim
ke Instalasi Laboratorium Tanah, BPTP (Balai Pengakajian Teknologi Pertanian) Maros untuk
dianalis kandungan logamnya. Dari sepuluh logam yang dimonitoring di perairan, terdapat
empat jenis logam yang terpantau yaitu Cuprum (Cu), Plumbum (Pb), Air Raksa (Hg) dan
Arsen (As). Rata-rata konsentrasi Cu, Pb, Hg dan Arsen masing-masing adalah 0,012; 0,053;
0,021 dan 0.394 mg/L. Logam yang terdeteksi di sedimen adalah Besi (Fe), Cobalt (Co),
Arsen (As), Cuprum (Cu), Crom (Cr), Seng (Zn), Nikel (Ni), Plumbum (Pb), dan Air Raksa
(Hg) 12189.25, 8.731667, 0.63, 43.08, 32.24, 43.07, 42.03 dan 0.15 mg/kg. Berdasarkan baku
mutu air untuk biota laut yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup nomor 51 tahun 2004, konsentrasi empat logam di kolom air telah melebihi standard
yang diperbolehkan untuk kehidupan biota laut sedangkan konsnetrasi logam di sedimen
tidak melebihi baku mutu. Implikasi dari keberadaan trace metal atau logam pencemar yang
ada di area budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng terhadap rumput laut didiskusikan
di makalah ini.
Kata Kunci: Bahan Pencemar, Logam, Cuprum, Plumbum, Air Raksa, Arsen, Biota Laut,
Kabupaten Bantaeng
140
4-O-20
Berdasarkan identifikasi masalah dan kebutuhan aksi dengan analisis DPSIR dan
LFA, di wilayah kajian diperlukan pendekatan pengelolaan pesisir terpadu
(integrated coastal management) yang berbasis mitigasi bencana. Dalam
mendorong upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir yang rawan bencana perlu
dilakukan: (1) mengidentifikasi potensi dan menyusun peta risiko bencana di desadesa pesisir; (2) memfasilitasi penyusunan rencana pengelolaan pesisir berbasis
mitigasi bencana (coastal disaster risk based management plan) dan coastal
ecosystem rehabilitation plan; (3) mengadvokasi adopsi integrated coastal
management plan ke dalam rencana pembangunan daerah; dan (4) mendorong
penguatan regulasi (setingkat peraturan desa) di tingkat desa pesisir. Selain itu juga
perlu dilakukan aksi nyata, yaitu mitigasi non struktural (soft mitigation) seperti
penyadaran dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir dalam hal kesiap-siagaan
menghadapi bencana (yang dimulai dari relawan, siswa sekolah, tokoh masyarakat
dan anggota masyarakat); pengembangan greenbelt sebagai perlindungan alamiah
melalui rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem pesisir; dan penguatan adaptasi
sosial ekonomi (seperti penataan ruang dan mata pencahariannya). Strategi tersebut
memerlukan koordinasi terpadu yang didukung oleh keterlibatan semua pihak, dan
141
4-O-21
142
4-O-22
143
Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran serta Perilaku
Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Mahardika Rizqi Himawan, H Madduppa, B Subhan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Abstrak
Ekologi dan perilaku hiu paus masih sangat jarang diketahui. Keberadaan
hiu paus di suatu wilayah perairan banyak dijadikan sebagai ekoturisme
yang dapat memberi resiko terhadap tingkah laku dan ekologi dari hiu paus,
termasuk Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Mahardika Rizqi
Himawan, H Madduppa, B Subhan Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan
Institut Pertanian Bogor Penelitian dilakukan dengan pengamatan harian
pada bagan nelayan yang berada pada wilayah penelitian. Kondisi
lingkungan perairan dengan iklim tropis yang hangat membuat hiu paus
nyaman tinggal Teluk Cenderawasih. Didapatkan bahwa aktifitas hiu paus
tertinggi pada perairan Sowa yang mencapai 76 kemunculan, diikuti Perairan
Kwatisore dengan 51 Kemunculan dan Perairan Yaur dengan 7 kemunculan.
Hiu Paus teridentifikasi sebanyak 36 jantan dan 1 betina dengan ukuran
antara 3-6 meter dimana merupakan hiu paus usia belum dewasa. Sebesar
54.05 % hiu paus yang teramati tidak memiliki luka karena ukuran dan usia
yang masih tergolong kecil. Hiu paus di Teluk Cenderawasih berada di
permukaan sebagai tingkah laku makan. Hal ini ditunjukkan dengan
kemunculan hiu paus yang didukung oleh hasil tangkapan nelayan. Ikan
hasil tangkapan yang berada di jaring mendorong hiu paus untuk naik ke
permukaan sebagai tingkah laku makan. Oleh karena itu Hiu Paus di
Perairan Teluk Cenderawasih tidak akan jauh dari bagan nelayan ketika
berada di permukaan.
4-O-23
144
Kata Kunci : Konservasi Penyu, Abrasi Pantai, Kualitas Air, Perancak, Bali
4-O-24
145
4-O-25
146
147
AsesmenPenerapanPrinsipPrinsipBlueEconomyDalam
PengembanganIndustriKelautanDanPerikananDiLombok
Timur
Suryawati,SitiHajardanRiestyTriyanti
Abstrak
Penelitian ini merupakan bagian dariupaya untukmengoptimalkan
keberadaanunsurunsurlokaldalampengembanganBlueEconomydi
Kabupaten Lombok Timur. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan metode survey di lokasi sampel, yaitu Kecamatan
JerowarupadabulanOktober2003.Datadaninformasiutamayang
dikumpulkanmencakupnilaidanpraktekprakteklokalyangrelevan
denganprisipprinsip blueeconomy,baikyangmendukungmaupun
yangmenghambat.Datadaninformasitersebutdipergunakanuntuk
merumuskanstrategiaksipengelolaanunsurunsurtersebutsehingga
dapatberkontribusimaksimaldalampengembanganindustriberbasis
blue economy di Lombok Timur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sejumlah nilai dan praktek lokal, di antaranya optimalisasi
sumberdayalokal,kemudahanakses,dukunganteknologiyangmudah
diaplikasikan, dan kreativitas dalam mengelola sumberdaya
merupakanunsurunsurpendukung;sementaraitusejumlahnilaidan
praktek lokal lainnya seperti ketidakseimbangan pemanfaatan
sumberdayadengandukungannekologis,belumadanyapemanfaatan
limbah dan keterbatasan inovasi merupakan unsurunsur yang
menghambat. Berdasarkan pertimbangan aspekaspek lingkungan
yang ada, direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
pengembangan inovasi yang tidak hanya mampu memanfaatkan
sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, tetapi
memanfaatkan limbah sebuahproses produksi menjadi barang atau
jasa. Langkah yang dapat dilakukan adalah melalui penguasaan
IPTEK danpasarolehSDM merupakan halyangsangatmendasar
dalampembangunandibidangkelautan.
148
4-O-27
PerubahanStrukturKomunitasIkanKarangSebelumDanSedudah
PemutihanKarangDiKepulauanWeh,Aceh
Aulia,Sukmaraharja,dkk
Abstrak
PadabulanMeitahun2010surveiyangdilakukan WildlifeConservation
Society(WCS)mengungkapkantelahterjadikenaikansuhupermukaanlaut
diPerairanLautAndamanyangmenyebabkanterjadinyapemutihanmasaldi
KepulauanWehNangroe AcehDarussalam denganpersentase pemutihan
karanghingga88%(Ardiwijaya etal,.2010). Ikanherbivoramerupakan
salah satu indikator penting dalam penilaian resiliensi terumbu karang,
khususnya pada saat terjadinya pemutihan karang (McClanahan, 2008).
Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengkaji pengaruhpemutihankarang
terhadap kelimpahan dan biomassa ikan herbivore berdasarkan tipe
pengelolaanyangadadiKepulauanWeh.Teknik VisualSensus bawahair
digunakan untuk menggumpulkan data kelimpahan dan biomassa ikan
karangherbivore.Stasiunpenelitianterbagimenjadi13lokasiyangterbagi
menjadiwilayahtourismzone(3stasiun),OpenAcess(3stasiun),panglima
laot (5 stasiun). Data diambil pada kedalaman dangkal dan dikumpulkan
terbagi menjadi tiga periode, yaitu sebelum terjadinya pemutihan karang
(2009),padasaatterjadinyapemutihankarang(2010)danpascaterjadinya
pemutihankarang(2011dan2013).Datadianalisismenggunakanujianova
duaarahberdasarkanwaktudantipepengelolaanuntukmelihatapakahada
perbedaanyangsignifikanantarasebelumdansesudahpemutihankarang.
Hasilpenelitianmenunjukkanterdapatperbedaanyangsignifikannilairata
ratakelimpahanikanherbivoreterhadapwaktu(pvalue<0,05),sedangkan
tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tipe pengelolaan (p
value>0,05).Hasilperhitunganuntuknilairataratabiomassaikanherbivore
tidakadaperbedaanyangsignifikan antarasebelumpemutihan,padasaat
terjadipemutihankarang danpascapemutihankarangterhadapwaktu(p
value>0,05)dantipepengelolaan(pvalue>0,05).Pemutihankarangyang
terjadipadatahun2010tidakberdampaksignifikanterhadapkelimpahandan
biomassaikanherbivorediKepulauanWeh.
149
4-O-28
150
4-O-29
151
4-O-30
152
Kode
5-O-1
5-O-2
5-O-3
5-O-4
11.40 11.50
11.50 12.00
12.00-13.00
Istirahat
Sessi 2 Topik 2 Pemanfaatan Laut Dan Pesisir
Moderator Zainul Hidayah, S.Pi., M.App.Sc.
13.00 - 13.10
Pengelolaan Pulau - Pulau Kecil Perbatasan Republik
Indonesia di Provinsi Sulawesi Utara
Moh. Ikhsan Z Runtukahu
13.10 - 13.20
Studi Evolusi Dan Filogenetik Kuda Laut (Hippocampus sp.)
Muhammad R. Faisal, Hawis M. Madduppa, Juraij
13.20 - 13.30
Efektifitas Bentuk Atraktor Cumi-CuminSebagai Media
Penempelan Telur Cumi-Cumi
Mulyono S. Baskoro dan Indra Ambalika Syari
13.30 - 14.40
Pengelolaan Rumput Laut Sargassum sp. Dengan Perlakuan
Metode Budidaya Berbeda
Muslimin, dan Petrus Rani PM
13.40 - 13.50
Total Produksi Dan Musim Tanam Eucheuma Cottonii di
Perairan Sathean Dan Letvuan Kabupaten Maluku Tenggara
Nally Yans. Grispinomia. Fraly. Erbabley Dominggas. Mintje.
Kelabora
13.50 - 14.00
Unsur Adat dan Pengelolaan Tradisional Dalam Konsep KKP
Untuk Perikanan Berkelanjutan di Maluku
Nara Wisesa, Mentjee Simatauw, Estradivari
153
2-O-29
2-O-30
2-O-31
2-O-32
2-O-33
2-O-34
14.00 - 14.10
14.10 - 14.20
14.20 - 14.30
14.30 - 14.40
2-O-35
2-O-36
2-O-37
2-O-38
14.40-15.00
Coffee Break
Sessi 3 Topik 2 Pemanfaatan Laut Dan Pesisir
Moderator : Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P.
Analisa Kesesuaian Pulau Gili Lawak Bagi Peruntukan
Kawasan Konservasi
15.00 - 15.10
Romadhon. A
15.10 - 15.20
Pengkajian Terhadap Rumpon Portable Untuk Pengelolaan
Ikan Tuna Dan Cakalang Secara Berkelanjutan
Roza Yusfiandayani, Indra Jaya, Mulyono S. Baskoro
15.20 - 15.30
Pembangunan Kota Pesisir
Versus
Keberlanjutan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Selvi Tebaiy
Analisis Daya Saing Komoditas Produk Perikanan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Wilayah Pesisir
15.30 - 15.40
Siti Hajar Suryawati, Henny Warsilah, dan Ary Wahyono
Kebutuhan data dan informasi spasial untuk penyusunan
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
15.40 - 15.50
Subandono Diposaptono
15.50 - 16.00
Integrasi Teknologi Inderaja Geospasial Dalam Kajian
Konektivitas Habitat Ontogeni di Perairan Kepulauan Seribu
Syamsul B. Agus, Adriani S
Kajian Potensi Sumberdaya Karang Hias di Kabupaten
Belitung Timur (Study Of Ornamental Coral Resources
Potential In Eastern Belitung District)
16.00 - 16.10
Ofri Johan, et.al
16.10 - 16.20
Model Pertumbuhan Cumi-cumi di Perairan Kabupaten
Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Wawan Oktariza, Budy Wiryawan, Mulyono S Baskoro, Rahmat
Kurniadan Sugeng H Suseno
16.20 - 16.30
Kondisi Dan Pengelolaan Ekosistem Pesisir Dan Laut
Kawasan Pulau Enggano, Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu
Zamdial Taalidin*
154
2-O-39
2-O-40
2-O-41
2-O-42
2-O-43
2-O-44
2-O-45
2-O-46
2-O-47
16.30 - 16.40
16.40 - 16.50
155
2-O-48
2-O-49
5-O-1
FAKTA PERAN VITAL KIMA (TRIDACNA.SP)
SEBAGAI SOLUSI ALAMI PENYELAMATAN TERUMBU KARANG
DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN
PULAU-PULAU
HABIB NADJAR BUDUHA
Ketua Tim Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli-Labengki, Sultra
Email: indra.andari@gmail.com. Mobile: 081341614440.
Abstract
Terumbu karang adalah pusat pabrikan ikan, khususnya ikan karang. Dari berbagai data hasil
penelitian ditemukan bahwa setiap 1 km terumbu karang yang sehat dapat memproduksi
sekitar 25 ton ikan/tahun. Potensi ini akan mampu menghidupi ratusan orang masyarakat
pesisir dan pulau-pulau. Masalahnya kemudian adalah kawasan terumbu karang Indonesia
sudah sangat memprihatinkan. Dari sekitar 60.000 km2 luasan terumbu karang Indonesia,
yang sehat tinggal 5% (Data LIPI tahun 1996) dan setelah dilakukan berbagai rehabilitasi
terumbu karang, termasuk Coremap, hingga tahun 2013 (setelah 18 tahun), luasan terumbu
karang yang dapat disehatkan hanya meningkat 2%, menjadi 7% (data Kementerian
Kehutanan tahun 2013). Dengan data tersebut maka sudah dapat dibayangkan betapa
mirisnya kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Indonesia. Fakta ini sekaligus
memberi arti bahwa program pemerintah dapat dikategorikan gagal. Terlebih, pada masa yang
akan datang, permasalahan perkembangan terumbu karang akan semakin mengkhawatirkan
karena berbagai hal, termasuk dampak pembangunan dan perilaku masyarakat. Kima
(Tridacna.sp) sebagai kerang terbesar dari seluruh jenis kerang yang ada di dunia, muncul
sebagai solusi. Berdasarkan fakta yang terjadi pada Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli di
Desa Tolitoli, Kec. Lalonggasumeeto, Kab. Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, sebuah
konservasi alami yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat sejak tahun 2009,
di temukan minimal 3 (tiga) fakta Fungsi Vital Kima pada kehidupan ekosistim terumbu
karang. Pertama; Kima, juga jenis kerang lainnya, adalah filter feeding. Dengan sistim filter
yang dimilikinya, maka setiap ekor Kima mampu membersihkan berton-ton air laut setiap
hari (Prechuap Khiri Khan Coastal Fisheries Research and Development Center, Thailand).
Hasil pembersihannya tersebut menjadi pendukung utama untuk pertumbuhan dan menjaga
warna karang serta aneka biota laut lainnya. Kedua: Kima adalah rehabilator alami untuk
terumbu karang di dasar laut, karena pada cangkang kima hidup menjadi sarana pertumbuhan
aneka jenis karang, baik karang yang keras maupun karang yang lembut. Sehingga apabila
Kima ditempatkan pada kawasan terumbu karang yang telah rusak, maka kawasan tersebut
akan terehabilitasi secara alami oleh Kima dengan tumbuhnya berbagai jenis karang pada
cangkang kima dan kemudian akan menyebar ke kawasan di sekitarnya. Ketiga; Kima adalah
pabrik makanan gratis di lautan. Di setiap pemijahan (waktu bertelur) setiap ekor Kima
(berdasarkan speciesnya) mampu menghasilkan puluhan hingga ratusan juta sel telur yang
menjadi makanan untuk ikan. Sehingga apabila dikawasan tersebut terdapat banyak Kima,
maka kawasan tersebut akan dihuni oleh banyak ikan, karena ikan-ikan tersebut datang untuk
memburu telur-telur kima. Dan pada saat yang bersamaan, karena kawasan tersebut juga telah
dan akan memiliki terumbu karang yang sehat, maka ikan-ikan tersebut akan tinggal
156
dikawasan tersebut untuk berkembangbiak. Tiga fakta utama fungsi vital Kima ini belum
banyak diketahui oleh Pemerintah dan Para Ilmua kelautan di Indonesia karena belum ada
penelitian secara komprehensif tentang hal ini. Namun fakta yang ada di kawasan Konservasi
Taman Laut Kima Tolitoli ini adalah sebuah temuan yang luar biasa. Hal serupa juga telah
diungkapkan oleh Konservasi Kima di Kepulauan Koh Tao dan Puket di Thailand, juga
berbagai konservasi Kima di Asia, seperti di Pusat Konservasi Kima dan Terumbu karang
Malaysia di Sabah, maupun di Filipina dan negara lainnya di Lautan Pacific, termasuk
Australia. Masalahnya kemudian adalah kehidupan Kima telah diambang kepunahan. Karena
exploitasi tanpa batas terhadap kima untuk konsumsi dan perdagangan yang masih
berlangsung hingga saat ini, tingkat pertumbuhan kima yang hanya berkisar 2 12 cm/tahun
(berdasarkan speciesnya) serta adanya predator alammi, termasuk ikan, menjadikan
kehidupan Kima semakin memprihatinkan. Terlebih, pelarangan terhadap expliotasi biota laut
Kima yang dilindungi undang-undang tidak berjalan. Undang-undang hanya sekadar sebuah
catatat tanpa pelaksanaan yang benar di lapangan. Dengan permasalahan ini, maka sudah
seharusnya Pemerintah Indonesia, khususnya Kemeterian Kelautan dan Perikanan c/q Dirjen
Pesisir dan Pulau-Pulau, bersama para ahli ilmu kelautan, termasuk LIPI, melakukan tindakan
nyata. Tindakan itu adalah dengan melakukan Re-Stocking Program terhadap Kima
dengan sistim hatchery. Dengan sistim ini, Kima-kima yang telah langka di alam bebas,
dikumpulkan/di relokasi pada sebuah kawasan tertentu (kawasan konservasi) yang kemudian
Kima-kima tersebut di budidayakan dengan sistim hatchery. Sistim ini adalah dengan
melakukan budidaya Kima di bak-bak khusus di darat agar telur-telur kima dapat terhindar
dari predator alami. Dan setelah Kima-kima tersebut telah mencapai usia dan ukuran yang
layak, maka Kima-kima tersebut kembali di tebar di kawasan terumbu karang serta padang
lamun untuk kemudian Kima-kima tersebut melaksanakan fungsi ekosistimnya. Dengan
semakin banyaknya Kima yang ditebar di kawasan dasar laut, baik dengan cara alami maupun
dengan menggandeng program rehabilitasi terumbu karang, maka pada masa yang akan
datang, kawasan terumbu karang yang dapat sehat akan lebih pasti. Dengan demikian, maka
produksi ikan Indonesia pada masa mendatang akan semakin terjamin dan kehidupan
ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau akan semakin terjamin. Terlebih lagi, kawasan
tebaran budidaya Kima tersebut akan menjadi pusat penelitian ilmu kelautan dan pariwisata.
Maka dengan melakukan Re-Stocking Program untuk Kima, maka multi efec ekonomi
yang akan ditimbulkan akan semakin mensejahterakan banyak pihak. Bukan hanya untuk
masyarakat pesisir dan pulau-pulau, tetapi juga untuk ilmu pengetahuan kelautan dan
kepariwisataan Indonesia****
157
5-O-2
158
5-O-3
TINJAUAN MATERI PERAN MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bayu Vita Indah Yanti dan Rani Hafsaridewi
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jl. KS Tubun Petamburan VI Jakarta 10260
bviy1979@gmail.com
ABSTRAK
Peran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
merupakan hal yang penting. Aturan hukum formal yang telah di revisi
terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diundangkan
pada awal tahun 2014. Terkait hal tersebut, penelitian ini akan membahas
bagaimana aturan formal ini mengatur peran masyarakat dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Metode pendekatan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu
penelitian yang secara deduktif dimulai analisis terhadap pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan
diatas. Penelitian hukum ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan
peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
Kata kunci: peran masyarakat, pengelolaan wilayah
159
5-O-4
URGENSI PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
Subandono Diposaptono, dan Rifka Nur Anisah
Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun, membutuhkan lahan
bagi kebutuhan pangan yang tidak sedikit, wilayah pesisir, laut, bahkan
pulau-pulau kecil menjadi peluang pemenuhan kebutuhan lahan. Besarnya
potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, memicu
tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan, antara lain wisata
bahari, permukiman di atas air, infrastruktur, perdagangan dan jasa,
pertambangan, dan alur laut (ALKI, alur pelayaran, alur pipa kabel bawah
laut). Pembukaan lahan baru juga berdampak pada terjadinya reklamasi.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut, misalnya
perikanan budidaya dengan alur laut dan pertambangan dengan konservasi.
Dalam upaya melakukan perencanaan yang komprehensif dan terintegrasi,
pemerintah mengeluarkan kebijakan spasial melalui UU No.27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, yaitu rencana tata ruang
pesisir dan laut atau rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(RZWP-3-K).
RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Penyusunan RZWP-3K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan ruang dalam rangka
mewujudkan produktifitas berkelanjutan, menghindari konflik pemanfaatan,
dan sebagai instrument sinergitas spasial. Begitu pentingnya penyusunan
RZWP-3-K sehingga diperlukan akselerasi melalui dukungan dan kerja
sama semua pihak.
160
2-O-29
PENGELOLAAN PULAU - PULAU KECIL PERBATASAN
REPUBLIK INDONESIA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Moh. Ikhsan Z Runtukahu
nagagenih.212@gmail.com
Abstrak
Indonesia sebagai negara maritim yang terdiri dari 18.110 pulau yang
membentang dari Sabang sampai Merauke dan memiliki potensi sumber
daya kelautan yang luar biasa. Untuk menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), perlu didukung oleh adanya kejelasan
fisik dari wilayah NKRI dan adanya kejelasan ruang lingkup pengelolaan
perbatasan negara agar nantinya dapat meminimalkan terjadinya konflik
perbatasan dengan negara tetangga.
Pulau-pulau kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil
atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
ekosistemnya (Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2007). Konvensi PBB
tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 1982) pasal 121
mendefinisikan pulau sebagai daratan yang terbentuk secara alami dan
dikelilingi oleh dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan air
pasang tertinggi.
Ada 92 pulau kecil terluar Indonesia yang berbatasan dengan sembilan
negara tetangga yaitu (Australia, Malaysia, Singapura, India, Palau,
Vietnam, Filipina, Papua New Guinea, dan Timor Leste). Dan ada sebelas
pulau perbatasan yang ada di provinsi Sulawesi Utara yaitu: Pulau
Kakorotan, P. Kawaluso, P. Kawio, P. Makalehi, P. Mantehage, P. Marampit,
P. Marore, P. Miangas, Pulau Batubawaekang, P. Bongkil/ Bangkit, dan P.
Intata.
Dalam proses pengelolaan pulau-pulau kecil perbatasan ini menjadi
tanggung jawab dari tiga instansi pemerintah yaitu: (1) Badan Nasional
Pengelolaan Perbatasan, (2) Kementrian Kelautan Perikanan dalam hal ini,
Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, spesifiknya Direktorat Pemberdayaan
Pulau-Pulau Kecil dan (3) Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Sulawesi
Utara. Ada tiga hal yang menjadi perhatian khusus dalam pengelolaan
pulau-pulau perbatasan, yaitu: masalah keamanan dan pertahanan, masalah
prosperiti atau kesejahteraan masyarakat, dan lingkungan ekosistemnya.
161
2-O-30
STUDI EVOLUSI DAN FILOGENETIK
KUDA LAUT (Hippocampus sp.)
Muhammad R. Faisal1, Hawis M. Madduppa1, Juraij1
Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
mrezafaisal@gmail.com
Abstrak
Kuda laut (Hippocampus spp.) merupakan salah satu jenis ikan bertulakang
belakang unik yang satu-satunya ikan berenang dengan posisi tegak.
Morfologi kuda laut seperti hewan purba yang sudah dilakukan penelitian
bahwa hewan ini diperkirakan hidup berjuta tahun yang lalu. Diawali
dengan pemahaman evolusi secara makro atau makro-evolusi bahwa kuda
pendahulu merupakan hewan yang telah mengalami evolusi secara
morfologi berawal dari ikan pipa (pipe fish) dalam Famili Syngnathidae
dimana adanya kesamaan posisi tengkorak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengurutkan tingkat kekerabatan organisme Famili Syngnathidae
berdasarkan informasi genetik yang terkumpul dalam bank genetik. Metode
penelitian ini meliputi pengkoleksian data yang terkumpul dalam Bank Gen
NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) yang tersandi dengan menggunakan
gen 16S rRNA. Pembentukkan struktur filogenetik dilakukan dengan
menggunakan program Mega 6 dan disejajarkan terlebih dahulu dengan tipe
berat matriks DNA Clustal W (1.6). Konstruksi genetik digunakan dengan
metode jarak neighbour joining dan metode minimum evolusi parsimony.
Hasil konstruksi filogenetik menunjukkan metode NJ memiliki perbedaan
dibandingkan maksimum parsimony dimana terbentuknya 3 clade utama
dimana clade A terbentuk oleh Vanacampus margaritifer dan Idiotropiscis
lumnitzeri. Sedangkan clade B dan C masih memiliki hubungan nenek
moyang dimana clade B dibentuk oleh I.lumnitzeri saja berbeda dengan
clade C yang memiliki beberapa cabang yang dibentuk oleh V.
Poecilolaemus, V. Philipi, H. kuda, H. fisheri, H. zosterae, Syngnathus acus,
S. Temminichi, S.tenuirostris. Dengan demikian telah diketahui bahwa
terdapat perbedaan genetik antara wilayah Pasifik dan Atlantik.
Kata Kunci : Kuda Laut (Hippocampus spp.), Filogenetik, Nighbour Joining,
Maximum Parsimony
162
2-O-31
EFEKTIFITAS BENTUK ATRAKTOR CUMI-CUMI
SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI-CUMI
Mulyono S. Baskoro1 dan Indra Ambalika Syari2
Abstrak
Selain ikan, cumi-cumi juga merupakan komoditi perikanan yang
mempunyai nilai ekonomis penting. Cumi-cumi umumnya dipasarkan
dalam bentuk segar dan beku, meskipun ada juga yang dipasarkan dalam
bentuk olahan, misalnya seperti cumi kering, cumi asin, kerupuk cumi dan
makanan olahan lainnya. Produksi cumi-cumi masih sangat tergantung dari
hasil tangkapan, sehingga jumlahnya sangat bergantung dengan kondisi
alam. Jumlah hasil tangkapan cumi-cumi yang terus ditingkatkan namun
tidak diiringi dengan kegiatan pengayaan stoknya, maka untuk
mempertahankan populasi cumi-cumi diperlukan teknologi terapan yang
dapat membantu cumi-cumi mudah berkembang biak. Atraktor cumi-cumi
merupakan salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan untuk membantu
pengayaan stok cumi-cumi di alam. Atraktor ini dapat dibuat dari berbagai
jenis bahan dan berbagai bentuk, tergantung dari mudah didapatnya bahan
untuk pembuatan atraktor.
Penelitian atraktor cumi-cumi yang berbeda bentuk dan bahan dilakukan di
Perairan Tuing, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Juni 2013. Enam buah atraktor
berbentuk kotak dari bahan kayu dan enam buah atraktor berbentuk silinder
dari drum bekas diteliti untuk mengetahui keefektifan dari dua bentuk
atraktor. Atraktor dipasang pada kedalaman 3-5m dengan cara berselingan
antara bentuk kotak dan silinder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penempelan telur cumi-cumi lebih banyak pada atraktor bentuk silinder
yang mencapai 95% dibandingkan dengan bentuk kotak yang hanya 5%.
Atraktor cumi-cumi bentuk silinder dari drum bekas lebih efektif karena
bentuknya yang seperti gowa yang dapat menarik atau merangsang cumicumi untuk menempelkan telurnya.
Kata kunci : cumi-cumi, atraktor, bentuk atraktor
163
2-O-32
PENGELOLAAN RUMPUT LAUT SARGASSUM SP DENGAN
PERLAKUAN METODE BUDIDAYA BERBEDA
Muslimin,danPetrusRaniPM
Abstrak
Sargassum merupakan salah satu jenis rumput laut yang mempunyai prospek
pengembangan yang cukup cerah di masa yang akan datang. Jenis rumput
laut ini banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang metode budidaya
yang sesuai berdasarkan karkteristik lingkungan untuk melakukan budidaya
rumput laut Sargassum. Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Dusun Kupa
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini didesain dengan
rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan, di mana masing-masing
perlakuan diulang 10 kali. Metode budidaya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah A. Metode longline; B. Metode lepas dasar dan C.
Metode kantong; Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan metode
budidaya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan rumput laut
Sargassum sp. Perlakuan budidaya Sargassum dengan metode lepas dasar
berbeda nyata (P<0,05) terhadap metode budidaya lainnya.
164
2-O-33
TOTAL PRODUKSI DAN MUSIM TANAM Eucheuma cottonii
DI PERAIRAN SATHEAN DAN LETVUAN KABUPATEN MALUKU
TENGGARA
Nally Yans.Grispinomia.Fraly. Erbabley*, Dominggas.Mintje. Kelabora**
email : nally_alfa@yahoo.com, ithakelabora@yahoo.co.id
* Dosen Program Studi Teknologi Budidaya Perikanan
Politeknik Perikanan Negeri Tual
Jl. Raya Langgur Sathean, Km 6. Kabupaten Maluku Tenggara
Abstrak
Penetapan rumput laut sebagai komoditas andalan menjadikan usaha budidaya semakin
potensial dan produksi memiliki peluang pasar yang tinggi. Tingginya peluang pasar tersebut,
sekaligus menjadi tantangan untuk memacu pengembangan budidaya rumput laut secara
cepat dan tepat dalam memenuhi permintaan produksi secara kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas. Pendekatan budidaya berdasarkan perubahan musim dan kualitas perairan yang
optimal bagi pertumbuhan rumput laut, diharapkan menjadi acuan pengelolaan dan
pemanfaatan lahan budidaya laut bagi peningkatan produksi rumput laut secara optimal dan
produktif. Penelitian ini bertujuan untuk (1). Mengetahui total produksi rumput laut
(2).Menentukan peta musim tanam rumput laut di perairan Sathean dan Letvuan Kabupaten
Maluku Tenggara. Pengamatan pertumbuhan rumput laut dan kualitas perairan dilakukan
setiap interval waktu 14 hari secara berulangan (Repeated measurement).dalam waktu 42
hari. Data produksi diukur dengan menimbang bobot basah rumput laut pada setiap tali
bentangan 42 hari setelah pemeliharaan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dan
dibahas secara deskriptif untuk menentukan musim tanam rumput laut pada perairan Sathean
dan Letvuan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah produksi rataan rumput laut per periode
pemeliharaan selama penelitian pada lokasi Sathean yaitu varietas coklat mengalami produksi
tertinggi dibandingkan dengan varietas hijau. Pada waktu dilakukan panen siklus I - V,
varietas coklat lebih baik dibandingkan dengan varietas warna hijau, sedangkan pada panen
siklus VI VIII kedua varietas baik hijau maupun coklat sama-sama mengalami penurunan.
Sebaliknya produksi rataan rumput laut per periode pemeliharaan selama penelitian pada
lokasi Letvuan, diperlihatkan pada Gambar 2, dimana varietas coklat dan hijau sama-sama
mengalami peningkatan produksi pada siklus panen I-V. Pada lokasi Sathean musim tanam
produktif rumput laut ditemukan pada bulan Februari-April dan bulan Jul. Sedangkan untuk
perairan letvuan musim tanam produktif ditemukan pada bulan Februari- Juli serta bulan
Oktober-November. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
Produksi rataan rumput laut per periode pemeliharaan pada lokasi Sathean, memperlihatkan
varietas coklat mengalami produksi tertinggi dibandingkan dengan varietas hijau panen
siklus I - V sebaliknya pada lokasi Letvuan, varietas coklat dan hijau sama-sama mengalami
peningkatan produksi pada siklus panen I-V danMusim tanam E. Cottonii yang produktif
untuk periran Sathean, berlangsung selama 4 bulan atau 3 siklus per tahun sedangkan untuk
perairan Letvuan selama 8 bulan atau 5-6 siklus per tahun.
Kata Kunci : Total produksi, musim tanam, Eucheuma cottonnii
165
2-O-34
UNSUR ADAT DAN PENGELOLAAN TRADISIONAL DALAM
KONSEP KKP UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN
DI MALUKU
Nara Wisesa1, Mentjee Simatauw2, Estradivari3
Abstrak
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) merupakan suatu perangkat
modern untuk mengelola suatu kawasan perairan dengan tujuan
mengkonservasi keanekaragaman hayati laut dan mengelola perikanan
berkelanjutan. Masyarakat pesisir Maluku telah memiliki bentuk
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut menggunakan seperangkat
adat dan tradisi yang telah diwariskan turun-menurun. Pengelolaan sumber
daya laut berbasis tradisi ini telah dianggap menjadi bagian penting dari
kegiatan konservasi di kawasan perairan laut. Kajian ini bertujuan untuk
membahas bagaimana tradisi pengelolaan secara adat yang telah dimiliki
dan dilakukan oleh masyarakat pesisir Indonesia dapat berkontribusi kepada
aspekpengelolaan sumber daya laut modern untuk mendukung perikanan
berkelanjutan di Maluku. Informasi dikumpulkan berdasarkan studi literatur
dan hasil studi kegiatan monitoring sosio-ekologis yang dilakukan di enam
desa di pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada akhir
tahun 2013 menggunakan metode wawancara informan kunci (KII) dan
diskusi kelompok fokus (FGD). Dari hasil kajian, konsep KKP untuk
mendukung perikanan berkelanjutan sebenarnya telah mengandung banyak
unsur adat dan tradisi pengelolaan sumber daya laut. Misalnya sistem bukatutup kegiatan pemanfaatan untuk spesies sedenter, hak milik & hak guna
terhadap suatu sumber daya, pembagian kawasan penggunaan antara
masyarakat lokal dan luar, dan juga pelibatan seluruh unsur masyarakat
dalam menjaga dan mengelola sumber daya yang ada. Tantangan bagi KKP
untuk mendukung perikanan berkelanjutan adalah konsep tersebut harus
bersifat universal agar dapat diterapkan tidak hanya di satu lokasi tertentu,
tetapi juga harus bersifat fleksibel dan adaptif, sehingga penerapannya dapat
disesuaikan dengan adat dan tradisi pengelolaan yang telah ada di suatu
lokasi. Bila ini dapat diterapkan, maka membuka kemungkinan
timbulnya dampak positif terkait penerimaan dan rasa kepemilikan
masyarakat adat terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan di daerah
tempat mereka tinggal.
Kata Kunci: adat pengelolaan, pengelolaan tradisional, sumber daya laut,
kawasan konservasi perairan, perikanan berkelanjutan
166
2-O-35
POTENSI WISATA SELAM SITUS KAPAL TENGGELAM Japanese
Cargo Wreck Di PANTAI LEATO, GORONTALO
Nia Naelul Hasanah Ridwan1, Gunardi Kusumah1, Semeidi Husrin1, Try Altanto1
1
167
2-O-36
KAJIAN BIOEKONOMI PERIKANAN RAWAI TUNA DI PPN
PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT
Dr. Nimmi Zulbainarni*, Dr. Am Azbas Taurusman* dan Ade Imam Purnama**.
nimmiz_reims@yahoo.com; nim@psp-ipb.org
*Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB)
**Alumni Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Abstrak
Tingginya produksi ikan tuna di PPN Palabuhanratu dengan tingkat pertumbuhan mencapai
6,03% menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya tuna semakin tinggi. Eksploitasi yang
tinggi terhadap ikan tuna akan mempengaruhi kondisi stok dan biologi ikan tuna yang juga
akan mempengaruhi usaha penangkapan. Penelitian ini bertujuan mengestimasi potensi
lestari, tingkat pengelolaan optimum dan biologi ikan tuna. Penelitian ini menggunakan
metode survei dengan pengambilan responden secara purposive sampling. Parameter yang
digunakan adalah model bioekonomi, hubungan panjang-bobot, Lenght of Maturity (LM),
dan indeks keragaman hasil tangkapan. Kisaran indeks keragaman hasil tangkapan rawai tuna
adalah 1,60-2,42, Kisaran panjang ikan tuna mata besar adalah 82-171 cm dengan 41,02%
dan 3,84 % FL< LM. Kisaran panjang ikan tuna sirip kuning adalah 93-172 cm dengan 0,72
FL< LM. Pola pertumbuhan ikan tuna mata besar dan sirip kuning adalah alometrik negatif
sedangkan ikan pedang-pedang bentuk pertumbuhan-nya alometrik positif. Potensi produksi
lestari hasil tangkapan rawai tuna 3.041,52 ton dengan upaya penangkapan lestari 1.045,79
trip. Optimalisasi bioekonomi di capai pada tingkat upaya penangkapan 633,95 trip dengan
hasil tangkapan 2.569,82 ton dan rente ekonomi Rp.83.8224.000.000,. Biological overfishing
dan economic overfishing tidak terjadi pada pengusahaan rawai tuna di Palabuhanratu karena
aktual rata-rata pengusahaan perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu masih berada
dibawah produksi lestari, Maximum Sustainable Yield dan Maximum Economic Yield.
Kata kunci: Bioekonomi, Ikan Tuna, Rawai Tuna, PPN Palabuhanratu
168
2-O-37
PREVALENSI PENYAKIT KARANG PADA BEBERAPA JENIS KARANG
HIAS HASIL BUDIDAYA DI KENDARI, SULAWESI TENGGARA
OfriJohan,et.al
ofrijohan@kkp.go.id
Abstrak
Kegiatan budidaya karang hias sudah dilakukan oleh eksportir di beberapa
lokasi di Indonesia. Penelitian tentang tingkat kesehatan karang hias disaat
pemiliharaan setelah dipropagasi, masih jarang dilakukan. Penelitian ini
telah dilakukan pada bulan 17-20 Pebruari 2014 pada PT. Lestari Aquatika
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit karang pada
karang hias disaat pemiliharaan setelah dipropagasi. Pengamatan pada 132
rak induk dan 19 rak anakan karang hias yang dibudidayakan, diperoleh
hasil ditemukan 2 jenis penyakit karang yaitu Black Band Disease pada
karang Pachyseris sp dengan prevalensi 0.05% dan Bleaching pada karang
Physogyra sp dengan prevalensi 0.07%. Sementara kelompok pengganggu
kesehatan yang ditemukan adalah ditemukannya cacing flat worm yang
menempel pada karang Caulastrea sp dengan prevalensi 0.17% dan
kompetisi dengan alga. Keberadaan penyakit dan faktor pengganggu ini
belum termasuk membahayakan dalam kegiatan budidaya karang hias di
lokasi ini.
Kata Kunci: Penyakit karang, Black Band Disease, Bleaching, flat worm
169
2-O-38
MENILAI DAMPAK PERIKANAN TANGKAP TRADISIONAL DI
DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD)
KABUPATEN ALOR
Tutus Wijanarko dan Fonny J.L Risamasu
Abstrak
Saat ini, Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor
seluas 400.083 Ha, telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Alor No. 6
Tahun 2009 dan telah memasuki proses penetapan di Kementrian Kelautan.
Kemudian disusun rencana pengelolaan dan zonasi untuk tahun 2013-2033
melalui Peraturan Bupati Alor No. 4 Tahun 2013. Meskipun zona inti sudah
ditetapkan, tetapi aktivitas penangkapan masih dilakukan oleh nelayan lokal
di lokasi tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan
tujuan untuk melihat keterkaitan kegiatan perikanan tangkap tradisional
terhadap habitat dan stok sumberdaya ikan , perekonomian masyarakat
pesisir serta kepatuhan praktek pemanfaatan sesuai sistem zonasi yang ada
di perairan KKPD Kabupaten Alor. Metode wawancara, kuesioner dan
observasi digunakan untuk pengumpulan data aktivitas perikanan tangkap
tradisional. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1.737 buah alat tangkap
pada 20 desa/kelurahan di KKPD Kabupaten Alor. Alat tangkap tradisional
ini terdiri dari bubu 1.168 buah (67%), pancing 541 buah (31%), dan panah
28 buah (2%). Alat tangkap bubu dan panah berdampak buruk terhadap
sumberdaya dan habitat di KKPD karena menyebabkan kerusakan pada
terumbu karang dan tertangkapnya ikan-ikan muda (juvenil). Sedangkan
pancing tidak berdampak terhadap sumberdaya dan habitat. Penanganan
pasca penangkapan dan mekanisme pemasaran menjadi hal yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan kualitas hasil tangkapan yang didapat
dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Tingkat
kepatuhan nelayan terhadap sistem zonasi cukup baik pada 7
desa/kelurahan. Sedangkan nelayan pada 4 desa/kelurahan masih melakukan
penangkapan di zona inti dan zona perlindungan. Hasil kajian ini menjadi
informasi penting dalam pengelolaan KKPD Alor dalam rangka mendukung
perikanan berkelanjutan untuk menjamin mata pencaharian nelayan.
Kata Kunci: Penangkapan,Ikan,konservasi,nelayan,KKPD,Alor.
170
2-O-39
ANALISA KESESUAIAN PULAU GILI LAWAK BAGI
PERUNTUKAN KAWASAN KONSERVASI
Romadhon. A
Abstrak
Pulau kecil memiliki keanekaragaman yang tinggi, terbatas pemanfaatan
sekaligus rentan terhadap gangguan baik berupa pemanfaatan yang bersifat
destruktif. dan perubahan iklim. Berangkat dari hal tersebut, konservasi
merupakan upaya dalam melestarikan keanekaragaman di pulau kecil.
Berlokasi di Pulau Gili Lawak, Kabupaten Sumenep, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan : 1) Menentukan kategori kawasan konservasi di
Pulau Gili Lawak; dan 2) Menentukan obyek pengelolaan bagi kategori
kawasan konservasi yang sesuai di Pulau Gili Lawak. Analisa yang
digunakan adalah penentuan kriteria kawasan konservasi laut dari IUCN
yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan : 1) Pulau Gili Lawak
memiliki kesesuaian untuk dikembangkan kawasan konservasi berbasis
bentang alam dan rekreasi; dan 2) Obyek pengelolaan untuk kawasan
konservasi bentang alam dan rekreasi, berdasarkan kriteria yang ada Pulau
Gili Lawak, meliputi penelitian, perlindungan alam, perlindungan jenis dan
keragaman, wisata dan rekreasi serta pendidikan sebagai obyek primer.
Keyword : Pulau Gili Lawak, kategori kawasan konservasi, analisa
kesesuaian, konservasi berbasis bentang alam, obyek pengelolaan
171
2-O-40
PENGKAJIAN TERHADAP RUMPON PORTABLE UNTUK
PENGELOLAAN IKAN TUNA DAN CAKALANG SECARA
BERKELANJUTAN
1)
1)
172
2-O-41
Pembangunan Kota Pesisir Versus Keberlanjutan
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan
(Studi Kasus Pengembangan Kota Jayapura Papua)
Selvi Tebaiy
Jurusan Perikanan Universitas Negeri Papua, Manokwari
Email: selvitebay@ymail.com
Abstrak
Kawasan pesisir mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagaii prioritas
pembangunan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
pembangunan dan pengembangan di kawasan ini akan mempengaruhi
ekosistem dan sumberdaya alamnya. Di Indonesia pada saat ini terdapat
319 kabupaten/kota yang berada di wilayah pesisir, kabupaten/kota tersebut
mempunyai peranan yang strategis selain menjadi pusat konsentrasi
penduduk, juga menjadi pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kota
Jayapura merupakan kota pesisir yang terletak di pesisir Teluk Yosudarso
dan Teluk Youtefa, memiliki sumberdaya pesisir seperti mangrove, lamun,
terumbu karang, sumberdaya ikan, kerang-kerangan dan biota lain yang
berasosiasi didalamnya. Tekanan terhadap sumberdaya terus terjadi yang
disebabkan oleh perubahan peruntukan lahan daratan yang digunakan untuk
pengembangan Kota Jayapura. Pembangunan terpadu (integrated coastal
management) dengan mengintegrasikan hukum adat dalam konsep
pengelolaan kawasan pesisir Kota Jayapua, menjadi solusi terbaik dalam
mengurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan laut .
173
2-O-42
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS PRODUK PERIKANAN
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT
WILAYAH PESISIR
Siti Hajar Suryawati, Henny Warsilah, dan Ary Wahyono
Abstrak
Sektor perikanan merupakan sektor yang penting bagi masyarakat
Indonesia dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover)
perekonomian nasional. Selain itu sektor perikanan berperan dan berpotensi
untuk meningkatkan ketahanan pangan. Namun, peran dan potensi tersebut
masih belum teroptimalkan dengan baik. Diduga keunggulan komparatif
sektor perikanan belum sepenuhnya mampu ditransformasikan menjadi
keunggulan kompetitif sehingga mengakibatkan masih rendahnya kinerja
ekonomi berbasis sektor perikanan. Penelitian ini merupakan bagian dari
upaya untuk memetakan keanekaragaman pangan untuk membangun
ketahanan pangan masyarakat perdesaan pesisir melalui peningkatan
kapasitas masyarakatnya. Tujuan penulisan makalah penelitian ini adalah
memberikan gambaran mengenai identifikasi komoditas-komoditas
perikanan dan analisis kondisi dayasaing komoditas produk perikanannya.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat dan
Kabupaten Badung, Bali. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei dan
Agustus 2014. Data yang digunakat terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan
responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan
ketahanan pangan di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sejumlah produk perikanan olahan sudah dikembangkan melalui
optimalisasi sumberdaya lokal, kemudahan akses, dukungan teknologi yang
mudah diaplikasikan, dan kreativitas dalam mengelola sumberdaya yang
ada. Oleh karena itu rekomendasi yang dapat diusulkan dari penelitian ini
adalah pengembangan inovasi yang mampu memanfaatkan sumber daya
secara berkelanjutan, termasuk memanfaatkan limbah ke dalam sistem
produksi menjadi barang atau jasa melalui penguasaan IPTEK dan pasar
oleh sumber daya manusianya.
Kata kunci: Daya Saing, Ketahanan Pangan, Produk Perikanan
174
2-O-43
KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL UNTUK
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL
Subandono Diposaptono dan Abdi Tunggal
abdidkp@gmail.com
Abstrak
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP-3-K)
merupakan salah satu dokumen perencanaan WP3K yang bersifat spasial,
dimana dalam penyusunannya membutuhkan data dan informasi spasial
yang akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
tingkatan perencanaan. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kualitas hasil
perencanaan zonasi WP3K masih kurang baik karena hanya menggunakan
data yang tersedia dan tidak menggunakan data sesuai dengan kebutuhan.
Data dan informasi spasial yang dibutuhkan dalam penyusunan RZWP-3-K
memiliki skala, tingkat kedalaman dan kerincian yang berbeda-beda sesuai
dengan tingkatan perencanaan. Secara garis besar, data dan informasi spasial
yang dibutuhkan meliputi 12 dataset yang terdiri dari 2 dataset dasar
(baseline dataset) dan 10 dataset tematik (thematic dataset), dimana masingmasing dataset terdiri dari berbagai macam tema. Data dan informasi spasial
tersebut harus memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang dipersyaratkan
dan memenuhi kaidah one map policy, yaitu satu standar untuk format,
referensi, database dan dapat diintegrasikan dalam satu geoportal nasional.
Data atau peta tematik dapat diperoleh melalui pengumpulan data sekunder
dari instansi terkait, tetapi apabila tidak tersedia, maka harus dilakukan
pengumpulan data spasial secara langsung dengan metode sebagai berikut:
1). Analisis citra penginderaan jauh dilengkapi dengan ground cek lapangan,
2). Pengukuran langsung atau survey lapangan, 3). Pemodelan matematik,
dan 4). Kombinasi analisis citra penginderaan jauh dan pemodelan
matematik. Selain itu, untuk data yang berformat tabular/numerik, dilakukan
analisis spasial menggunakan GIS.
Kata kunci: Data dan Informasi Spasial, Rencana Zonasi WP-3-K, Dataset
Dasar, Dataset Tematik, analisis citra, pemodelan matematik
175
2-O-44
INTEGRASI TEKNOLOGI INDERAJA GEOSPASIAL DALAM KAJIAN
KONEKTIVITAS HABITAT ONTOGENI DI PERAIRAN KEPULAUAN
SERIBU
Abstrak
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut melalui pembentukan daerah perlindungan
memerlukan integrasi aspek spasial, selain informasi dasar terkait biota langka,
spesies penting yang perlu dilindungi, dan aspek ekologis penting lainnya. Aspek
konektivitas menjadi salah satu kesenjangan informasi yang utama dalam
pengelolaan pesisir terumbu di Indonesia, sedangkan mayoritas spesies ikan
terumbu yang bernilai ekonomis penting memiliki fase hidup yang berbeda yang
dilangsungkan di tipe habitat yang berbeda pula (ontogeni). Informasi geospasial
yang berasal dari data satelit inderaja berperan strategis dalam mengidentifikasi
tipologi habitat perairan laut dangkal yang majemuk dan batas antar habitat yang
kompleks.Untuk mengatasi masalah akurasi dalam pemetaan menggunakan data
satelit inderaja, dari penelitian terdahulu telah dilakukan pengukuran karakteristik
spektral dan survei transek terpadu untuk masing-masing kelompok bentik habitat
dan bentang geomorfik tertentu. Pengukuran ground truth dalam lingkup penelitian
ini meliputi survei transek secara acak yang mewakili seluruh tipe habitat dan
bentang geomorfik, pemantauan tanda pemijahan, serta pengukuran oseanografi
arus dan suhu-salinitas.Integrasi peta habitat perairan dangkal yang terperinci dan
memiliki akurasi tinggi dengan model hidrodinamika yang menghubungkan aliran
larva atau pergerakan juwana dari habitat pemijahan dan menuju habitat pembesaran
akan menjadi aspek kebaruan dan keutamaan penelitian ini. Implikasi lanjutan yang
dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian ini adalah pengaturan zona larang tangkap
atau zona perlindungan yang dapat meningkatkan efektivitas program konservasi
kelautan di wilayah Kepulauan Seribu, baik di kawasan Taman Nasional, Daerah
Perlindungan Laut berbasis masyarakat, atau bahkan pencadangan kawasan yang
sebelumnya tidak termasuk wilayah yang dikonservasi.
Kata kunci: informasi geospasial, habitat ontogeni, teknologi inderaja, model arus,
Kepulauan Seribu
176
2-O-45
KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN
BELITUNG TIMUR
Ofri Johan, et.al
Abstrak
Penelitian potensi karang hias telah dilaksanakan pada 25 Maret 2014 dan
pada 26-27 April 2014 di sembilan lokasi yaitu pulau Memperak, Bakau dan Buku
Limau, Muranai, Sembilan, Berlian, Tempuling dan Gresik. Penelitian bertujuan
untuk mendapatkan data potensi dan mengidentifikasi sumberdaya karang hias
terkait dengan pemanfaatan karang tersebut sebagai target ekspor. Penelitian
menggunakan metode transek sabuk dengan ukuran 1 m ke kiri dan kanan rol
meteran sepanjang 20 m dengan 3 kali ulangan pada kedalam 5-10 m. Transek garis
(Line Intercept Transect) digunakan untuk mendapatkan kondisi tutupan karang di
lokasi yang sama. Hasil penelitian berhasil menemukan 40 marga karang yang
diantaranya merupakan karang hias dengan jumlah koloni terbanyak ditemukan
pada jenis Montipora sp (558 kol), Merulina sp (458 kol), Echinophora sp (336 kol)
dan Oxypora sp (256 kol). Sementara jenis karang hias lain seperti Physogyra sp,
Euphyllia sp, Achantastrea sp, Echinophyllia sp ditemukan antara 20-48 koloni atau
dibawah 50 koloni. Sebagian besar jenis karang hias yang diperdagangkan
ditemukan di Belitung Timur. Jenis karang yang tidak ditemukan seperti Cynarina
sp, Trachyphyllia sp dan Catalaphyllia sp, sementara jenis tersebut diberikan kuota
pengambilan tahun ini. Kondisi karang di lokasi penelitian berada pada kondisi baik
hingga sangat baik. Kondisi karang terbaik berada di pulau Buku Limau dengan
tutupan 78.18%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
menyusun kuota ekspor dan mendukung penuh pemanfaatan karang hasil budidaya
(propagasi) dalam perdagangan karang hias.
Kata kunci: karang hias, kondisi karang, target perdagangan
177
2-O-46
MODEL PERTUMBUHAN CUMI-CUMI DI PERAIRAN KABUPATEN
BANGKA, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Oleh
Wawan Oktariza1, Budy Wiryawan2, Mulyono S Baskoro2, Rahmat Kurnia2 dan
Sugeng H Suseno2
Abstrak
Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, merupakan salah satu
perairan yang menjadi daerah penangkapan cumi-cumi. Daerah penangkapan cumicumi di perairan daerah ini terdapat di Perairan Rebo, Perairan Bedukang, Perairan
Tuing dan Perairan Pesaren. Cumi-cumi yang dominan ditangkap di perairan ini
yaitu Loligo Chinensis. Gray, 1849. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aspek pertumbuhan cumi-cumi yang tertangkap di perairan Kabupaten Bangka.
Selama penelitian dilakukan pengukuran terhadap 165 ekor cumi-cumi yang terdiri
dari 83 ekor betina dan 82 ekor jantan. Cumi-cumi betina memiliki kisaran panjang
mantel 84 - 239 mm dan berat 14 230 gr. Cumi-cumi jantan memiliki kisaran
panjang mantel 84 - 359 mm dan berat 13 342 gr. Hubungan panjang mantel dan
bobot tubuh yang diperoleh untuk cumi betina yaitu W = 0,00054 L 2,387 dan untuk
cumi jantan yaitu W = 0,0058 L1,863. Nilai koefesien regresi (b) yang diperoleh baik
untuk betina maupun jantan berbeda dengan tiga (tipe pertumbuhan alometrik
negatif) yang berarti bahwa pertambahan bobot tubuh tidak secepat pertambahan
panjang mantelnya.
Kata kunci: pertumbuhan, cumi-cumi, perairan Kabupaten Bangka.
178
2-O-47
KONDISI DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT
KAWASAN PULAU ENGGANO, BENGKULU UTARA, PROVINSI
BENGKULU
Oleh : Zamdial Taalidin*
Abstrak
Kawasan Pulau Enggano adalah salah satu pulau kecil terdepan di Indonesia, yang berada di
Samudera Hindia, dan bagian dari wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu,
di bagian Barat Pulau Sumatera. Dengan luas 400,60 km 2, Kawasan Pulau Enggano
merupakan pulau kecil terdepan terbesar ke-empat dari seluruh pulau-pulau kecil terdepan di
Indonesia.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi dan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir
dan laut di Kawasan Pulau Enggano berdasarkan data biofisik, potensi sumbedaya hayati,
dan aktivitas pemanfaatan sumberdaya hayati ekosistem wilayah pesisir dan laut di Kawasan
Pulau Enggano.
Penelitian dilakukan dengan Metode Survai. Pengumpulan data kualitas perairan dilakukan
dengan pengukuran secara in situ. Pengumpulan data karakterisitik biofisik ekosistem
mangrove menggunakan Metode Belt Transect, sedangkan pengumpulan data ekosistem
terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dan Metode Belt
Transect, dan data komunitas padang lamun dikumpulkan dengan menggunakan metode
transek kuadrat 1 m x 1m. Data tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati
pesisir dan laut dikumpulkan dengan metode wawancara terhadap responden yang dipilih
secara purposive sampling. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan
metode statistik deskripitif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di Kawasan Pulau Enggano masih
sangat baik, sehingga dapat mendukung keberadaan dan pertumbuhan ekosistem-ekosistem
wilayah pesisir dan laut dan biota perairan lainnya.
Kondisi ekosistem mangrove dan komunitas padang lamun di Kawasan Pulau Enggano
masih baik dan belum mengalami degradasi. Luas tutupan karang hidup ekosistem terumbu
karang di Kawasan Pulau Enggano rata-rata lebih kecil dari 30 %, yang menunjukkan adanya
kerusakan dan degradasi yang berat. Kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan oleh
bencana alam dan kegiatan illegal fishing (bom dan sianida), kegiatan penangkapan ikan
tradisional yang tidak memperhatikan kelestarian terumbu karang.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati pesisir dan laut di Kawasan Pulau Enggano
meliputi kegiatan-kegiatan pemanfaatan potensi perikanan di ekosistem mangrove,
penangkapan ikan, teripang dan biota laut lainnya di terumbu karang dan padang lamun, serta
kegiatan penangkapan ikan di perairan pantai Kawasan Pulau Enggano.
Kata kunci : Status, Pengelolaan, Sumberdaya Hayati, Pesisir, Enggano
179
2-O-48
PENGELOLAAN MANGROVE SECARA BERKELANJUTAN MELALUI
PENDEKATAN DPSIR DAN AHP DI KAWASAN PESISIR UTARA
BANGKALAN
Romadhon. A
Abstrak
Ekosistem mangrove memiliki berkontribusi terhadap kondisi ekologi sekaligus
berperan bagi perekonomian lokal di kawasan pesisir. Ancaman terhadap
keberadaan mangrove berpotensi mengurangi kontribusi mangrove secara ekologi
dan perekonomian lokal. Berangkat dari hal tersebut, berlokasi di ekosistem
kawasan pesisir utara Kabupaten Bangkalan, penelitian ini dilakukan dengan
tujuan : 1) mengetahui struktur permasalahan pengelolaan mangrove; 2)
merumuskan arahan kebijakan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Analisa
yang digunakan meliputi : 1) DPSIR (DriversPressuresState ChangeImpact
Response) framework; dan 2) AHP (Analitycal Hierarchy Process). Hasil penelitian
menunjukkan : 1) keberadaan tambak, pemukiman baru, perluasan pertanian dan
rendahnya pengetahuan akan mangrove sebagai Drivers (D); konversi, pembukaan,
penebangan mangrove, reklamasi pantai dan under value mangrove sebagai
Pressures (P); penurunan luasan, kerusakan mangrove, over exploitation, kualitas
perairan dan perubahan pola arus sebagai State Change (S); sedimentasi, sampah
domestik, abrasi pantai serta pencemaran air dan tanah sebagai Impact (I);
rehabilitasi, ekowisata mangrove, silvofishery dan pembentukan kelompok
masyarakat sebagai Response (R); 2) Pengelolaan mangrove secara berkelanjutan
dilakukan melalui pembentukan kelompok masyarakat, rehabilitasi, silvofishery dan
ekowisata.
Keyword : mangrove, pesisir utara Bangkalan, DPSIR, AHP, pengelolaan mangrove
berkelanjutan
180