Anda di halaman 1dari 180

KONFERENSI NASIONAL (KONAS) IX

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR, LAUT DAN PULAUPULAU KECIL


Surabaya, 18 22 November 2014
1.

LATAR BELAKANG
Para pelaku dan pemerhati pesisir dan lautan sejak tahun 1998
telah menginisiasi terselenggaranya Konferensi Nasional (KONAS)
tentang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil
sekali setiap dua tahun, sebagai ajang utama pertukaran informasi dan
pengalaman serta studi kasus pengelolaan wilayah pesisir terpadu di
Indonesia.
Pada perjalanannya, KONAS telah diselenggarakan sebanyak 7 (tujuh)
kali mulai tahun 1998 s/d 2010 dengan mengangkat isu yang berbeda di
setiap pertemuan dan sekaligus menjadikan hasilnya sebagai suatu
referensi dan landasan pengambilan kebijakan dalam pembangunan
kelautan dan perikanan. Salah satu hasil nyata dari KONAS adalah
dukungan terhadap lahirnya suatu peraturan perundangan sebagai
landasan hukum dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil di Indonesia, yaitu dalam bentuk Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Wilayah pesisir yang merupakan peralihan dari ekosistem darat
dan laut, merupakan kawasan yang kaya potensi disatu sisi, namun di
sisi lain rentan terhadap pengaruh dan perubahan, baik perubahan alami
maupun akibat aktivitas manusia. Beberapa fakta mengenai kondisi
ekosistem pesisir, yaitu: (a) merupakan ekosistem yang sangat
kompleks, dinamis dan mudah mengalami kerusakan/rentan
(vulnerable); (b) merupakan kawasan dengan sumberdaya yang kaya
dan cenderung dimanfaatkan berbagai pihak untuk berbagai kepentingan
(multiple use), bahkan berpotensi menimbulkan konflik; (c) pemahaman
mengenai pengelolaan pesisir dengan regime akses terbuka (open
access), berimplikasi pada pihak yang kuat sering lebih menguasai
sumberdaya dan membatasi akses masyarakat pesisir dalam
memanfaatkan sumberdaya pesisir. Di lain pihak, regime pengelolaan
tradisional (common property), pemilikan pribadi/swasta (quasi-private
property) serta penguasaan pemerintah (state property) masih berlaku.
Salah satu pendekatan untuk mengatasi persoalan wilayah pesisir
adalah dengan mengimplementasikan konsep pengelolaan pesisir secara
terpadu dan berkelanjutan, yang dikenal dengan Pengelolaan Pesisir
Terpadu (Integrated Coastal Management) atau yang sekarang ini lebih
dikenal dengan Pengelolaan Pesisir dan Laut Terpadu (Integrated
Coastal and Ocean Management). Konsep ini bertitik tolak pada
1

pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya


pesisir secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai
perencanaan pembangunan di berbagai tingkat pemerintahan; antara
ekosistem darat dan laut serta antara sains dan manajemen. Dalam
menyusun suatu perencanaan dibutuhkan untuk menemu-kenali isu
aktual, menganalisis data dan menyediakan informasi secara akurat.
Mengingat wilayah pesisir di Indonesia cukup luas, maka menggali isu
dan data/informasi yang aktual serta merumuskan alternatif solusinya
dapat diwujudkan melalui suatu forum komunikasi, pertukaran
informasi dan pengalaman antar seluruh komponen pengelola dan
pemerhati pesisir dan lautan, salah satunya dalam format Konferensi
Nasional (KONAS) Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulaupulau Kecil. Melalui forum ini diharapkan semua pihak yang
berkepentingan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dapat
memperoleh pembelajaran dan tambahan pengetahuan mengenai isu-isu
aktual dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Mengingat
sumberdaya pesisir dan laut merupakan sumber makanan dan
penghidupan bagi jutaan penduduk di Indonesia, maka sektor kelautan
merupakan pilar penting dalam pembangunan sosial ekonomi menuju
ekonomi biru (blue economy).
Sesuai kesepakatan pada KONAS VIII Tahun 2012 di Kota
Mataram -Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur telah ditetapkan sebagai penyelenggara KONAS IX, dengan
pertimbangan Provinsi Jawa Timur memiliki keragaman dan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang baik.
Untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan KONAS IX
Tahun 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil akan memfasilitasi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya dan Universitas Airlangga.
2. TUJUAN
Konferensi Nasional (KONAS) IX Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil bertujuan untuk:

Meningkatkan jalinan komunikasi antara pakar, pelaku, pemerhati


dan pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya pesisir dan
laut.

Mengidentifikasi data dan informasi serta isu-isu aktual pengelolaan


sumberdaya pesisir dan laut.

Mendiseminasikan hasil-hasil penelitian dan kebijakan pengelolaan


sumberdaya pesisir dan laut.

Merumuskan saran tindak dalam rangka meningkatkan kinerja


pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

3. TEMA DAN TOPIK


Tema dari KONAS IX ini adalah:
MENUJU TATA KELOLA LAUT DAN PESISIR YANG BAIK
UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Panitia KONAS IX mengundang peserta untuk presentasi dengan topiktopik di bawah ini:
a. Perencanaan Pengelolaan Laut dan Pesisir
Mengoptimalisasi perencanaan pengelolaan laut dan pesisir secara
terpadu dalam rangka mewujudkan tata kelola laut dan pesisir yang
efektif (perencanaan strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan,
rencana aksi).
b. Pemanfaatan laut dan pesisir
Memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir sebagai sumber pangan
serta jasa kelautan secara berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat yang meliputi reklamasi pantai, konservasi dan
pemanfaatannya, investasi pulau-pulau kecil, rehabilitasi kawasan
laut dan pesisir, pemanfaatan Benda Muatan asal Kapal Tenggelam
(BMKT), pengelolaan kabel dan pipa bawah laut, pengembangan
wisata bahari, pemanfaatan bioteknologi dan biofarmakologi laut,
pemanfaatan air laut, pengembangan industri garam, pengelolaan
bangunan lepas pantai, bangunan pantai, budidaya ikan lepas pantai,
pemberdayaan masyarakat, pengembangan budaya bahari, dan
pengelolaan pencemaran laut dan pesisir.
c. Pengendalian pemanfaatan laut dan pesisir
Mengendalikan proses pemanfaatan sumberdaya serta jasa kelautan
dan pesisir untuk menjamin keberlanjutan ekosistem melalui
mekanisme perizinan pemanfaatan, pengembangan kerjasama antara
pengambil kebijkan dan akademisi melalui program mitra bahari
serta mekanisme pemberian insentif dan disinsentif melalui program
akreditasi pengelolaan laut dan pesisir.
d. Monitoring dan evaluasi pengelolaan laut dan pesisir

Mengawasi dan mengevaluasi pemanfaatan sumberdaya serta jasa


kelautan dan pesisir untuk mewujudkan penatakelolaan laut dan
pesisir yang berpihak kepada kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan sistem monitoring dan teknologi monitoring.
e. Penegakan Hukum
Upaya menegakkan supremasi hukum yang berlaku dalam
pengelolaan sumberdaya serta jasa kelautan dan pesisir untuk
mewujudkan penatakelolaan laut dan pesisir yang terpadu melalui
pengembangan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) dan
pembentukan polisi khusus pengelolaan pulau-pulau kecil.
4. TATA TERTIB
Demi kelancaran pelaksanaan KONAS IX, maka diharapkan mentaati
tata tertib sebagai berikut:
a. Setiap peserta, pemakalah dan panitia wajib mengenakan tanda
pengenal (name tag) KONAS IX saat berada di ruang sidang dan
ruang makan
b. Setiap peserta, pemakalah maupun panitia wajib hadir 10 (sepuluh)
menit di ruangan sebelum sesi persidangan dimulai
c. Setiap peserta, pemakalah maupun pemakalah diharapkan tidak
membunyikan alat komunikasi (mobile phone) saat berada di ruang
sidang yang dapat mengganggu jalannya acara
d. Panitia tidak menanggung biaya penginapan selama KONAS IX
berlangsung
5. WAKTU DAN TEMPAT
Penyelenggaraan KONAS IX Tahun 2014 di Kota Surabaya, Provinsi
Jawa Timur akan dilaksanakan pada tanggal 18 22 November 2014
bertempat di Hotel JW Marriott, Jalan Embong Malang, Surabaya, Jawa
Timur Indonesia 60261

6. PESERTA
KONAS IX diharapkan akan diikuti oleh 1.000 orang peserta, baik
dalam negeri maupun luar negeri, yang terdiri dari:

Umum: Pemerintah, Pemerintah Daerah, Legislatif, Pakar, Peneliti,


Akademisi, Swasta, LSM, Pemerhati Pesisir, dll.
Mahasiswa: Sarjana dan Pascasarjana

7. KEPANITIAAN
Sekretariat KONAS IX Daerah
Konsorsium Mitra Bahari RC Jawa Timur
Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga
Kampus C UNAIR, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. 62-31-5911451; Fax. 62-31-5965741
Email: konas9jatim@gmail.com
Contact Person:
Ir. Kusaeri, MS (08123153279)
Adi Pasaribu, S.Pi, M.Si (0812 3173 0757)
Adji Pamungkas, ST, M.Sc, Ph.D (0812 3748 7033)

Sekretariat KONAS IX Pusat


Gedung Minabahari II Lt. 7
Direktorat Pesisir dan Lautan,
Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

Kementerian Kelautan dan Perikanan


Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat
Telp/Fax. 62-21-3522059
Email: konas9pusat@gmail.com
Contact Person:
Tri Danny Anggoro, S.Pi, MT, M.Sc (08111117079)
Zainab Tahir, SS, M.Sc (0811990993)

8. PENDAFTARAN
a. Peserta Seminar Ilmiah
Pendaftaran peserta seminar ilmiah dilakukan melalui website
http://konas.kkp.go.id mulai tanggal 1 Juni s.d. 14 November 2014
b. Makalah
Makalah disusun berdasarkan tema dan topik
Makalah akan disampaikan melalui presentasi oral dan presentasi
poster yang ditetapkan oleh tim seleksi
Pendaftaran
pemakalah
dilakukan
melalui
website
http://konas.kkp.go.id
Pemasukan abstrak selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober
2014
Pengumuman hasil seleksi abstrak tanggal 3 November 2014
melalui website http://konas.kkp.go.id
Pemasukan makalah (full paper) selambat-lambatnya tanggal 12
November 2014
Abstrak dan makalah dikirim ke Sekretariat melalui e-mail:
konas9pusat@gmail.com dan konas9jatim@gmail.com

Peserta KONAS IX dikenakan biaya sebagai berikut:


a. Seminar Ilmiah:
Umum:
Mahasiswa
Pemakalah

Rp. 350.000,00*
:
Rp. 200.000,00
:
Rp. 350.000,00 (termasuk prosiding)
Biaya tersebut sebagai kompensasi:
Seminar kit
Konsumsi selama konferensi
Sertifikat
Field trip (optional)
:
Rp. 250.000,00
Pameran :
Rp. 15.000.000,00 (booth pameran 3 m x 3 m)

2. Biaya dikirim ke Bank Mandiri Nomor Rekening 141-00-0154154-9


a.n. Panitia KONAS IX P3K

9.

AKOMODASI
Konferensi Nasional IX Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil akan di laksanakan di Hotel JW Marriot, Surabaya
yang berlokasi di pusat kota Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur.
Hotel dapat dicapai kurang lebih 1 jam berkendara dari Bandara
Internasional Juanda, Surabaya, 20 menit dari Pelabuhan Tanjung Perak
serta 20 menit dari stasiun kereta api Pasar Turi Surabaya. Panitia tidak
menanggung transportasi dan penginapan peserta.

Beberapa hotel di sekitar tempat pelaksanaan dengan kurang lebih radius


500 meter :

Hotel Bintang 5
Bumi Surabaya

Jl. Basuki Rahmat 106-128


Surabaya 60271

Phone (62-31)
5311234 Fax. (62-31)
5321508

Majapahit

Jl. Tunjungan 65-71 Surabaya

Phone (62-31)

60275

5454333, 5454111

Sheraton
Surabaya

Jl. Embong Malang 25-31

Phone (62-31)
5468000, 5467000

JW Marriott

Jl. Embong Malang 85 -89

Phone (62-31)
5458888, 5468888

Shangri-La

Jl. Mayjen Sungkono 120


Surabaya 60256

Phone (62-31)
5661550, 5661570

Singgasana
Surabaya

Jl. Gunungsari

Phone (62-31)
5678681

Hotel Bintang 4
Equator Surabaya

Jl. Pakis Argosari 47 Surabaya


60225

Phone (6231)
5687170,
5687172

Novotel Surabaya

Jl. Ngagel 173-175 Surabaya 60246

Phone (6231)
5018900,
5676317,
5014961

Tunjungan

Jl. Tunjungan 102-104

Phone (6231)
5466666,
5455514

Garden Palace

Jl. Yos Sudarso 11

Phone (6231)
3521001,
3511842

Somerset
Surabaya

Jl. Raya Kupang Indah

Phone (6231) 7328738

Mercure Grand
Mirama Surabaya

Jl.Raya Darmo No. 68 78


Surabaya

Phone (6231) 5623000

Surabaya Plaza
(Radisson) Plaza
Boulevard

Jl. Pemuda 31-37

Phone (6231)
5316833,
5318500

Hotel Bintang 3
Bisanta Bidakara

Jl. Tegalsari 85

Phone (6231) 5318930


Fax : (6231) 5318928

Ibis Rajawali

Jl. Rajawali 9-11

Phone (6231)
3539994,
3539995

Santika

Jl. Pandegiling 45

Phone (6231)
5667707,
5673242,
5667445

Elmi

Jl Panglima Sudirman 42-44

Phone (6231)
5315615,
5322571

Inna Simpang

Jl. Gubernur Suryo 1-3

Phone (6231) 5342151

Surabaya Satelit

Jl. Mayjen Sungkono 139

Phone (6231)
5615876,
5660404

10. INFORMASI PENERBANGAN


9

a. Bandara di Surabaya
Bandara
Bandara Udara
Juanda

Alamat
Jl. Raya Bandara Juanda,Sedati Sidoarjo

Telp
031- 8667513

b. Maskapai dari dan menuju Surabaya


No

Maskapai

Tujuan dari dan menuju Surabaya

Airfast
Indonesia

Jakarta-Soekarno-Hatta, Makassar

www.airfasti
ndonesia.co
m

Batik Air

Jakarta-Soekarno-Hatta

www.batikai
r.com

Citilink

Denpasar/Bali, Jakarta-Soekarno-Hatta, M
ataram-Lombok

www.citilink
.co.id

Garuda
Indonesia

Seasonal: Balikpapan, Bandung, Banjarma


sin, Banyuwangi (Dimulai April
2014), Denpasar/Bali,Jakarta-Soekarno
Hatta, Jakarta-Halim
Perdanakusuma (Mulai Februari
2014), Kupang, Makassar,Mataram
-Lombok, Semarang

www.garuda
indonesia.co
m

Indonesia
AirAsia

Bangkok-Don Mueang, Johor Baru, Kuala


Lumpur, Penang, Singapore, Bandung,
Denpasar/Bali,Jakarta-Soekarno
Hatta, Makassar, Medan, Semarang

www.airasia.
com

Kal Star
Aviation

Pontianak, Sampit

www.kalstar
online.com

10

Website

Lion Air

Ambon, Balikpapan, Bandung, Banjarmasi


n, Batam, Jakarta-Soekarno
Hatta, Kupang, Makassar,Manado, Matara
mLombok, Medan, Palangkaraya, Tarakan

www.lionair.
co.id

Sriwijaya
Air

Balikpapan, Batam, Banjarmasin, JakartaSoekarnoHatta, Kupang, Kendari, Makassa


r, Manado,Semarang, Palangkaraya, Yogya
karta, Ternate

www.sriwija
yaair.co.id

Trigana Air
Service

Pangkalanbun

www.trigana
-air.com

10

Wings Air

Banyuwangi, Denpasar/Bali, MataramLombok, Semarang, Yogyakarta

www.lionair.
co.id

11. INFORMASI KERETA API


a. Daftar Stasiun Kereta Api di Kota Surabaya
Stasiun

Alamat

Telp.

Surabaya Kota

Jl. Stasiun 9,Bongkaran,Pabean Cantikan


Surabaya 60161

031-3521465

Gubeng

Jl. Gubeng Masjid


1,Pacarkeling,Tambaksari, Surabaya

031-5033115

11

60131
Pasar Turi

Jl. Semarang 1,Tembok, Dukuh,Bubutan,


Surabaya 60173

031-5345014

Tandes

Jl. Raya Tanjung Sari No. 22 Surabaya

Wonokromo

Jl. Stasiun Wonokromo


1,Jagir,Wonokromo Surabaya 60244

031-8410649

b. Daftar Kereta Api dari dan menujuSurabaya

No.

Nama KA

Stasiun
Keberangkat
an

Waktu
Beran
gkat

Stasiun
Kedatangan

Waktu
Tiba

Gumarang

Surabaya
Pasar Turi

14.30

Jakarta
Pasar Senen

06.17

Gumarang

Jakarta
Pasar Senen

14.45

Surabaya
Pasar Turi

06.45

Mutiara
Timur

Surabaya
Gubeng

09.15

Banyuwangi

15.56

Mutiara
Timur

Banyuwangi

09.00

Surabaya
Gubeng

15.24

Mutiara
Timur

Surabaya
Gubeng

22.35

Banyuwangi

04.57

Mutiara
Timur

Banyuwangi

22.20

Surabaya
Gubeng

04.53

Sancaka

Surabaya
Gubeng

07.00

Yogyakarta

12.20

Sancaka

Surabaya

15.00

Tugu

20.23

12

Gubeng

Yogyakarta

Mutiara
Selatan

Surabaya
Gubeng

16.00

Bandung

06.15

10

Mutiara
Selatan

Bandung

17.00

Surabaya
Gubeng

06.41

11

Argo Bromo
Anggrek

Surabaya
Pasar Turi

08.01

Jakarta
Gambir

18.37

12

Argo Bromo
Anggrek

Jakarta
Gambir

09.30

Surabaya
Pasar Turi

19.58

13

Argo Bromo
Anggrek

Surabaya
Pasar Turi

20.00

Jakarta
Gambir

06.31

14

Argo Bromo
Anggrek

Jakarta
Gambir

21.30

Surabaya
Pasar Turi

07.57

15

Argo Wilis

Surabaya
Gubeng

07.31

Bandung

19.56

16

Argo Wilis

Bandung

07.00

Surabaya
Gubeng

19.47

17

Bima

Surabaya
Gubeng

17.00

Jakarta
Kota

06.30

18

Bima

Jakarta Kota

17.00

Surabaya
Gubeng

05.49

19

Sembrani

Surabaya
Pasar Turi

17.00

Jakarta
Kota

06.49

20

Sembrani

Jakarta Kota

17.30

Surabaya
Pasar Turi

07.02

21

Turangga

Surabaya
Gubeng

18.00

Bandung

07.10

22

Turangga

Bandung

19.00

Surabaya

08.25

13

Gubeng
23

Rajawali

Surabaya
Pasar Turi

14.00

Semarang
Tawang

19.09

24

Rajawali

Semarang
Tawang

08.25

Surabaya
Pasar Turi

13.27

12. TRANSPORTASI
Transportasi dari Bandara International Surabaya terdapat 2 (dua) jenis
angkutan yaitu Bis Damri dan Taxi. Biaya Taxi dari Bandara ke Hotel
JW Mariot kurang lebih Rp.100.000. Biaya Bis Damri dari BandaraPool Damri Rp.15.000 dilanjutkan dengan Taxi Rp.25.000 atau Ojek
Rp.10.000 hingga Hotel JW Marriot. Biaya Angkutan Kota (Angkot) di
wilayah Surabaya jauh-dekat kurang lebih Rp. 3.000

a. Daftar Kontak Taksi di Surabaya


Nama Taksi

Phone

Taksi Silver

031-5311777

Taksi Srikandi

031-7522333

Taksi Star

031-8280828

Taksi Supra

031-5632000

Taksi Surabaya

031-3723377

Taksi Zebra

031-8411111

Taksi Gold

031-8545555

Blue Bird Taksi

031-3721234

Taksi Citra

031-5926786

Dunia Taksi Rent

031-7419776

Taxi O-Renz

031-8799999

14

b. Daftar Agen Travel di Surabaya

Nama Travel

Alamat

Telp

Adi Giant Wisata

Jl. Kapasan No.194 C Surabaya

031-310881

Agip indo Nusantara

Jl Kalianyar 15A,Bongkaran,Pabean, Cantikan,


SURABAYA 60161

031-5316920;
031-5317139

PT. Anta Express

Jl Bengawan
51,Darmo,Wonokromo,
SURABAYA 60241

031-5662022

PT Akasa Holiday

Jl. Urip Sumoharjo No. 19


Surabaya

031-5457945

Daru Pufwita T & T

Jl. Perak Timur No. 100 Sby

031-3550558

Haryono Travel & Tour

Jl. Raya Gubenq No.27-29 Sby

031-5033000

Orient Express

Jl.Panq.Sudirman No. 26 Sby

031-5456666

Pasopati Travel

Jl. Raya Darmo No. 1-A Sby

031-5674000

Angkasa Express Tours


& Travel

Jl. Kapas Krampung 87 Surabaya

031-3767411,
fax.3767414

15

13. BUSANA (DRESS CODE)


Busana yang digunakan selama pertemuan adalah casual smart, kecuali
pada Acara Gala Dinner adalah batik lengan panjang.

14. INFORMASI TENTANG PROVINSI JAWA TIMUR


Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra kegiatan ekonomi
yang menghubungkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI). Wilayah Propinsi Jawa Timur memiliki panjang
pantai sekitar + 2.128 km dan di sepanjang pantainya dapat dijumpai
beragam sumberdaya alam mulai dari hutan bakau, padang lamun,
terumbu karang, migas, sumberdaya mineral hingga pantai berpasir
putih yang layak untuk dikembangkan menjadi obyek wisata. Kota
Surabaya sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Timur terletak di wilayah
utara Jawa Timur dan memiliki wilayah pantai dan laut. Selain menjadi
ibukota dari propinsi Jawa Timur, Surabaya merupakan kota terbesar
kedua setelah Jakarta. Dengan populasi penduduk sekitar 3 juta orang,
Surabaya telah menjadi kota Metropolis dengan beberapa
keanekaragaman yang kaya di dalam nyaKota Surabaya di utara
berbatasan dengan Selat Madura, di timur berbatasan dengan Selat
Madura dan Laut Jawa, di selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sidoarjo dan di Barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Sekarang
Kota Surabaya telah terhubung ke pulau madura oleh jembatan
Suramadu.
Secara geografis, Kota Surabaya merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata antara 3-6 meter dpl tapi ada beberapa daerah yang
tingginya 25-50 meter dpl. Luas wilayah Kota pahlawan mencapai
326,36 km2yang dibagi menjadi 31 Kecamatan dan 163 Kelurahan.
Secara astronomis terletak diantara 07009-07021 Lintang Selatan dan
112036-112054 Bujur Timur. Iklim yang ada di Kota yang namanya
berasal dari kata Sura dan Buaya ini adalah iklim tropis dimana hanya
ada dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan kemarau.

16

Nama Surabaya, sesuai dengan etimologinya, berasal dari kata Sura ata
Suro dan Baya atau Boyo, dalam bahasa Jawa. Suro adalah jenis ikan
hiu, sedang boyo adalah istilah bahasa jawa untuk buaya. Menurut
mitos, dua hewan ini adalah binatang paling kuat yang juga menjadi
simbol kota Surabaya sampai saat ini. Pendapat lain mengatakan, bahwa
nama Surabaya juga diambil dari istilah Sura Ing Baya, yang berarti
"berani menghadapi bahaya".
Pemanfaatan ruang wilayah pesisir, meliputi perumahan pesisir
(kampung nelayan), tambak garam dan ikan, pergudangan militer,
industri kapal, pelabuhan dan wisata. Pada bagian pesisir utara saat ini
telah dibangun jalan yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau
Madura (Jembatan Suramadu)
Dari segi pariwisata, layaknya kota yang sarat akan sejarah, Surabaya
memiliki beberapa obyek wisata yang bisa dikunjungi yang
berhubungan dengan sejarah masa lampau. Ditambah lagi, Surabaya
memiliki keanekaragaman kuliner yang selalu dicari oleh wisatawan
yang datang, seperti: rujak uleg, rawon, nasi bebek, kupang lontong,
longtong balap dan masih banyak lagi.

15. JADWAL ACARA


17

Waktu

Agenda/Kegiatan

Narasumber/Topik

Tempat

Selasa, 18 November
13.00
selesai

Side event: Kongres


HAPPI

Panitia

19.00
selesai

Pembukaan Loknas
Mitra Bahari & Seminar
Percepatan Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil

Pembukaan oleh Dirjen


KP3K

Rabu, 19 November 2014


07.00 selesai

Ayo Tanam
Mangrove (ATM) dan
Pesisir Berseri

Menteri Kelautan dan


Perikanan

08.00 selesai

Side event: Lokakarya


Nasional Mitra Bahari

Panitia

08.00 selesai

Side event: Seminar


Percepatan Rencana
Zonasi Wilayah
Pesisir dan PulauPulau Kecil

Panitia

19.00 selesai

Pembukaan KONAS
IX, Gala Dinner,
penyerahan coastal
award, launching
COREMAP-CTI

Gubernur Jawa Timur


Menteri Kelautan dan
Perikanan

Pembukaan pameran
Kamis, 20 November 2014

18

Sentra Ikan
Bulak,
Surabaya

Ballroom

07.00 07.45

Registrasi

Panitia

07.45 07.50

Pembukaan

MC

07.50 08.00

Pembacaan Doa

Panitia

Ballroom

Keynote Speaker
08.00 08.25

Keynote Speaker I

Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman

Ballroom

"Potensi Pengembangan
Ekonomi Maritim
Indonesia dalam
Menghadapi Tantangan
dan Peluang Global dan
Regional"
08.25 08.50

Keynote Speaker II

Prof. Dr. Rokhmin


Dahuri, MS

Ballroom

"Urgensi UndangUndang tentang


Kelautan"
08.50 09.15

Keynote Speaker IV

Plt. Gubernur DKI


Jakarta

Ballroom

"Upaya Revitalisasi dan


Pengembangan Teluk
Jakarta"
09.15 09.45

Keynote Speaker V

Walikota Surabaya
"Upaya Revitalisasi
Pesisir Kota Surabaya"

09.45 10.00

Coffee Break

Panitia

19

Ballroom

Parallel Session
10.00 17.00

Parallel Session I
Parallel Session II
Parallel Session III

Parallel Session IV

Parallel Session V
Parallel Session VI
17.00 18.00 Rumusan

Perencanaan Pengelolaan
Laut dan Pesisir
Pemanfaatan Laut dan
Pesisir
Pengendalian
Pemanfaatan Laut dan
Pesisir
Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan Laut dan
Pesisir
Penegakan Hukum
Pengembangan Wilayah
Pesisir
Panitia

Jumat, 21 November 2014


08.00 selesai

Side event: Pertemuan


Nasional COREMAPCTI

Panitia

08.00 selesai

Side event: Workshop


Nasional PDPT

Panitia

13.00 selesai

Side event: Kongres


garam nasional

Panitia

08.00 12.00

Side event: Pertemuan


Nasional CCDP-IFAD

Panitia

08.00
12.00

Side event: Forum


Investasi PPK

Panitia

19.00
selesai

Penutupan pameran

Panitia

20

Halaman
parkir

Sabtu, 22 November 2014


08.00
selesai

Fieldtrip

Panitia

Kapal
perang

Topik 1. Perencanaan Pengelolaan Laut dan Pesisir


Ball Room A, 2nd Floor
20 November ,2014
Waktu
Judul
Moderator 1: Dr. Haryo D. Armono, M.Eng
Urgensi rencana zonasi wilayah pesisir Dan pulau-pulau kecil
11.00 - 11.10
11.10 - 11.20

Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng. dan Rifka Nur Anisah,


S.Pi., M.Si.
Peran Sarana Prasarana Transportasi Laut dalam mendukung
Pengembangan Pulau-pulau Kecil

21

Kode
1-O-01
1-O-02

Adipati Rahmat

11.20 - 11.30

11.30 - 11.40
11.40 - 11.50
11.50 - 12.00

Studi Keterkaitan Komunitas Ikan Karang dan Karang


Scleractinia (Hard Coral) di Zonasi Reef Flat : Studi Kasus
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Desa Olele, Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo
Akbar Reza, Indra Lesmana, Darnis
Pengaruh Adanya Giant Sea Wall Sebagai Barrier Terhadap
Migrasi Burung Laut Di Jakarta
Eko Burhanuddin, Fika Afriyani, Mariana D. B. Intan
Kajian Kebutuhan Tempat Dan Jalur Evakuasi Di Ppn Prigi
Erva Kurniawan
Perencanaan Revetment dan Groin Sebagai Upaya Penanganan
Erosi Pantai di Wilayah Pesisir Camplong, Kabupaten
Sampang, Madura.
Hasan Ikhwani

12.00 - 13.00
Makan Siang
Moderator 2: Dr. Haryo D. Armono, M.Eng.
Valuasi Keterkaitan Ekosistem Lamun dengan
Sumberdaya Ikan di Pulau Bintan, Kabupaten Bintan,
13.00 - 13.10
Provinsi Kepulauan Riau
Luky Adrianto
Perpaduan Teknologi Citra Satelit dan UAV untuk
13.10 - 13.20
Pemetaan Potensi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
Mukhamad Nur Cahyadi
Rencana Tanggap dan Komunikasi Pemutihan Karang
13.20 - 13.30
untuk Kawasan Raja Ampat
Purwanto
Tinjauan Refleksi Proyek Pembangunan Masyarakat
Pesisir, Coastal Comunity Development International
13.30 - 13.40
Fund For Agricultural Development (CCD-IFAD) di
Kota Makassar
Rustam
Rencana Zonasi Rinci Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
13.40 - 13.50
Kecil Kabupaten Gresik di Kecamatan Ujung Pangkah
Siti Nurfatin
Analisis Kelembagaan Pengelolaan Taman Pesisir
13.50 - 14.00
Kepulauan Derawan Kabupaten Berau
Suafei Sidik
Data, Informasi, Kriteria, Pertimbangan, Penentuan dan
Delienasi Alokasi Ruang untuk Reklamasi di Perairan
14.00 - 14.10
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Subandono Diposaptono
Data, Informasi, Kriteria, Pertimbangan, Penentuan dan
14.10 - 14.20
Delienasi Alokasi Ruang untuk Pertambangan Pasir Laut
Subandono Diposaptono
Kebutuhan Data dan Informasi Spasial untuk
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau14.20 - 14.30
pulau Kecil
Subandono Diposaptono
22

1-O-03

1-O-04
1-O-05
1-O-06

1-O-07

1-O-08
1-O-09
1-O-10

1-O-11
1-O-12
1-O-13

1-O-14
1-O-15

Menentukan Luasan Planning Unit (Unit Perencanaan)


Heksagon yang Efektif dalam Merancang KKP
14.30 - 14.40
Kabupaten Maluku Tenggara
Taufik Abdillah
14.40 - 15.00
Coffee Break
Moderator 3: Adjie Pamungkas, ST., M.Dev.Plg., Ph.D.18
15.00 - 15.10
IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAN GENDER
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT
PESISIR (COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT
PROJECT) : CCDP-IFAD
Novenny A. Wahyudi
15.10 - 15.20
Mewujudkan Satu Peta untuk sektor kelautan
Turmudi
Rencana Pengembangan Pulau Nusa Barung di Kabupaten
15.20 - 15.30
Jember untuk Sektor Pariwisata

1-O-16

1-O-17

1-O-18
1-O-19

Liana Putri Destyariani


15.30 - 15.40
15.50 - 16.00
16.00 - 16.10
16.10 - 16.20
16.20 - 16.30
16.30 - 16.40

16.40 - 16.50
16.50 - 17.00

Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil


ProVinsi Papua Barat

Alianto
Pengembangan Pemasaran Produk Unggulan di
Lokasi ccdp ifad
Ansori zawawi

1-O-20
1-O-21

Perencanaan Strategis Pengelolaan Pulau Kecil, Terluar dan


Terdepan Provinsi Maluku
I. Marzuki
Seperempat Abad Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Di Taman
Wisata Perairan Gili Matra
Imam Bachtiar
Analisis Peta Potensi Tsunami Untuk Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir Barat Provinsi Banten
Kris Sunarto
Pengembangan Ekowisata Berbasis Biodiversitas Di Kawasan
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
L.P.A. SaVitri C. Kusuma

1-O-22

Urgensi Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil


Subandono
Nventarisasi Kondisi Terumbu Karang Sebagai Dasar Rencana
Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Di Pulau Panjang
Kabupaten Jepara Jawa Tengah
Suryono

1-O-26

23

1-O-23
1-O-24
1-O-25

1-O-27

1-O-01
URGENSI RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
*Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng. dan
*Rifka Nur Anisah, S.Pi., M.Si.
Abstrak

24

Besarnya potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
memicu tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan.
Pembukaan lahan baru berdampak pada terjadinya reklamasi besar-besaran.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut. Dalam
upaya melakukan perencanaan yang komprehensif, pemerintah
mengeluarkan kebijakan melalui UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 1 Tahun 2014. Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
RZWP-3-K memiliki fungsi baik secara ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, dan nilai strategis. RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Rencana alokasi ruang
RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Proses penyusunan
Dokumen Final RZWP-3-K, meliputi : (1) pengumpulan data; (2) survei
lapangan; (3) pengolahan dan analisis data; (4) deskripsi potensi dan
kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau - pulau kecil; (5)
penyusunan dokumen awal; (6) konsultasi publik; (7) penentuan usulan
alokasi ruang; (8) penyusunan dokumen antara; (9) konsultasi publik; (10)
penyusunan dokumen final; dan (11) permintaan tanggapan dan/atau saran.
Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan
ruang, menghindari konflik pemanfaatan, dan sebagai dasar perizinan di
wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Begitu pentingnya penyusunan
RZWP-3-K sehingga diperlukan akselerasi melalui dukungan dan kerja
sama semua pihak.
Kata Kunci : Urgensi, Zonasi

1-O-02
Peran Sarana Prasarana Transportasi Laut dalam mendukung
Pengembangan Pulau-pulau Kecil
Adipati Rahmat
Abstrak

25

Indonesia sebagai archipelagic state menganut prinsip-prinsip negara


kepulauan, dengan transportasi laut merupakan solusi terbaik dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi di Pulau-pulau Kecil. Transportasi laut
dipandang sebagai solusi terbaik dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi
di Pulau-pulau Kecil. Upaya memaksimalkan fungsi laut untuk memperkuat
konektivitas antar pulau di Indonesia melalui sistem transportasi multi
moda, dengan pelabuhan-pelabuhan laut dalam atau deep sea port, akan
dapat menjangkau hingga ke seluruh Pulau-pulau Kecil di Indonesia, dengan
route dan frekuensi yang terencana serta sarana dan prsarana yang memadai.
Kajian ini menelaah solusi dalam upaya merencanakan sistem transportasi
laut yang dapat menghubungkan pulau-pulau kecil dengan pulau utama
secara berantai.
Keywords: Transportasi Laut, Pulau-pulau Kecil, konektivitas.

1-O-03
Studi Keterkaitan Komunitas Ikan Karang dan Karang Scleractinia
(Hard Coral) di Zonasi Reef Flat : Studi Kasus Kawasan Konservasi
Perairan Daerah Desa Olele, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi
Gorontalo
Akbar Reza1*, Indra Lesmana1, Darnis2
26

1) Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


2) Fakultas MIPA, Universitas Terbuka, Jakarta
Email korespondensi: akbareza.biougm@gmail.com
Abstrak
Desa Olele telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) sejak
2006 dan termasuk dalam kawasan Teluk Tomini yang merupakan Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) 715 sesuai dengan PERMEN KP No.
01/MEN/2009. Berdasarkan PERMEN KP No. 02/MEN/2009 dan PERMEN KP No.
30/MEN/2010, Kawasan konservasi perairan seharusnya didukung oleh data bioekologis
seperti keanekaragaman hayati dan keterkaitan ekologis khususnya terumbu karang dan ikan.
Akan tetapi, penelitian dengan topik tersebut belum pernah dilakukan di KKPD Desa Olele.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keterkaitan antara komunitas ikan ikarang dan
karang scleractinia (hard coral) pada zonasi rataan terumbu (reef flat) di KKPD Desa Olele.
Metode pengamatan coverage terumbu karang adalah Line Intercept Transect (LIT).
Sedangkan untuk ikan karang digunakan metode Coral Reef Fish Visual Census (CRFVC).
Penelitian dilakukan pada 3 stasiun penelitian dengan jeluk terdalam 3 m. Pola hubungan
antara ikan karang dan karang scleractinia dianalisis dengan metode regresi linear sederhana.
Pada zonasi rataan terumbu (reef flat) didominasi coral branching (CB) dan coral foliose (CF)
dengan persentase coverage karang scleractinia antara 51 - 60.06 %. Berdasarkan penilaian
kondisi kesehatan, karang termasuk dalam kondisi sehat. Keanekaragaman ikan karang
termasuk kategori sedang hingga tinggi. Persebaran jenis ikan termasuk dalam kategori
merata hingga sangat merata. Terdapat pola hubungan yang positif antara coverage karang
scleractinia dan komunitas ikan karang
Kata Kunci : KKPD Desa Olele, Karang Scleractinia, Ikan Karang, Coverage

1-O-04
PENGARUH ADANYA GIANT SEA WALL SEBAGAI BARRIER
TERHADAP MIGRASI BURUNG LAUT DI JAKARTA
Eko Burhanuddin, Fika Afriyani, Mariana D. B. Intan
Pusat Studi Kelautan FMIPA UI, Mitra Bahari DKI Jakarta
Email: burhanbio@gmail.com fika.afriyani@gmail.com
mdbi.mariana@gmail.com
27

Abstrak
Pembangunan Giant Sea Wall yang dianggap sebagai solusi
terhadap masalah banjir Jakarta memberikan dampak lain terhadap
lingkungan, khususnya terhadap populasi burung-burung laut yang
berhabitatkan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu dan suaka margasatwa
Muara Angke di Jakarta Utara. Pulau Rambut dan suaka margasatwa Muara
Angke merupakan habitat dan jalur migrasi burung-burung di Pulau Jawa,
khususnya burung laut. Adanya reformasi wilayah Jakarta akan mengganggu
barier burung laut tersebut dalam bermigrasi sehingga dapat memberikan
beberapa

dampak

negatif

khususnya

terhadap

pertumbuhan

dan

perkembangan burung laut di wilayah Jawa. Melalui studi literatur dari


berbagai sumber menunjukkan adanya beberapa pendapat yang menjadi
pertimbangan mengenai pembangunan Giant Sea Wall yang memengaruhi
proses migrasi burung laut di Jakarta, serta kondisi Pulau Rambut dan suaka
margasatwa Muara Angke ke depannya bila Giant Sea Wall tetap dibangun.
Kata kunci: Giant Sea Wall, Burung laut, Pulau Rambut, Suaka Margasatwa
Muara Angke

1-O-05
KAJIAN KEBUTUHAN TEMPAT DAN JALUR EVAKUASI DI PPN
PRIGI
Erva Kurniawan
Hendra Yusran Siry
Enggar Sadtopo
28

Fegi Nurhabni
Abstrak
Kebutuhan tempat dan jalur evakuasi bagi daerah yang rawan tsunami khususnya
bagi daerah yang berpenduduk relatif padat dan memiliki berbagai fungsi ekonomi
merupakan suatu keharusan. PPN Prigi yang terletak di desa Tasikmadu, Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggaleg merupakan daerah rawan bahaya tsunami.
Wilayah pantai PPN Prigi adalah kawasan padat penduduk dan menghadap langsung
Samudera Hindia yang merupakan tempat bertemunya lempeng tektonik Eurasia
dan Indo-Australia. Evakuasi menuju tempat aman pada daerah pantai
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada waktu evakuasi yang tersedia,
sehingga dibutuhkan suatu metode evakuasi secara vertikal menggunakan shelter
vertikal tsunami. Untuk daerah landai dengan beberapa tempat topografi yang lebih
tinggi memerlukan metode evakuasi secara horisontal menggunakan jalur evakuasi
yang terencana menuju lokasi yang topografinya lebih tinggi. Makalah ini
membahas kebutuhan tempat dan jalur evakuasi dengan menggunakan tahapan
antara lain: (i) pengumpulan dan pengolahan data dasar; (ii) pembuatan rancangan
peta awal; (iii) pengamatan lapangan; serta (iv) rancangan peta akhir dan rancangan
peta jalur evakuasi. Tinggi tsunami rencana yang dipakai berasal dari data sekunder
dan data histori kejadian tsunami. Kajian ini menggunakan data spasial citra satelit
resolusi tinggi. Kajian ini mengasumsikan bahwa dalam evakuasi tsunami,
penduduk dapat ditampung pada shelter yang terdapat di wilayah kajian dan
sebagian menuju lokasi yang lebih jauh dan lebih tinggi. Jumlah dan distribusi
populasi diketahui berdasarkan data jumlah penduduk, dan asumsi jumlah penghuni
pada setiap bangunan dan fasilitasnya. Dengan jumlah kebutuhan, lokasi, serta area
pelayanan shelter, dapat ditentukan arah evakuasi di wilayah kajian. Bangunan
eksisting dengan kriteria tertentu dapat difungsikan sebagai shelter evakuasi vertikal
tsunami.Hasil kajian kebutuhan tempat dan jalur evakuasi di PPN Prigi disajikan
dalam format peta sederhana dengan skala besar (kumpulan jalur dan tempat
evakuasi) agar dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat atau warga yang
datang ke tempat tersebut. Peta kebutuhan jalur dan tempat evakuasi dirancang
untuk tingkat provinsi dan kabupaten, menggunakan kaidah penyusunan peta
mengikuti aturan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan LAPAN.
Kata Kunci: Jalur Evakuasi, Shelter, Evakuasi Vertikal, Evakuasi Horisontal,
Tsunami

29

1-O-06
PERENCANAAN REVETMENT DAN GROIN SEBAGAI UPAYA
PENANGANAN EROSI PANTAI DI WILAYAH PESISIR
CAMPLONG, KABUPATEN SAMPANG, MADURA.
Hasan Ikhwani1, Yani Nurita P.2, Levani Disi A.3, Ach. Ronie S4
,1

Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,


Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, 60111
, 2,3 4
Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan,
Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus
ITS Sukolilo Surabaya, 60111
ABSTRAK
Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, Madura memiliki pantai di tepi
jalan di spanjang Jalan Raya Camplong. Pantai Camplong ini memiliki garis
pantai yang sangat dekat dengan jalan raya. Pelindung pantai yang saat ini
telah ada kurang mampu menahan erosi sehingga di beberapa lokasi Jalan
Raya Camplong mengalami kerusakan akibat erosi pantai. Struktur
pelindung pantai yang dibutuhkan adalah revetment dan groin untuk
menahan erosi dan sebaran transpor sedimen yang kurang terdistribusi
dengan baik. Perhitungan dimulai dari pencarian data angin, data pasang
surut, dan peta bathimetry. Kemudian survey lokasi, perhitungan fetch,
analisa periode ulang, analisa refraksi, perhitungan gelombang pecah,
perubahan garis pantai, perencanaan layout, dan perancangan detail struktur.
Dari hasil perhitugan, struktur pelindung pantai yang sesuai untuk Pantai
Camplong adalah struktur dengan kemirinagn 1:3 berupa revetment
sepanjang 100 m dengan ukuran lebar puncak 1,76 m, tinggi 4,66 m, berat
lapis lindung 823,40 kg dan 3 groin sepanjang 25 m dengan tinggi 3,91 m,
lebar puncak 3,9 m, berat lapis lindung 607,80 kg. Jarak antar groin 50 m.
Kata Kunci : Pantai Camplong, Sampang, Madura, revetment, groin

1-O-07
Valuasi Keterkaitan Ekosistem Lamun dengan Sumberdaya Ikan di
Pulau Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
30

Luky Adrianto

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : (1) mengidentifikasi
keterkaitan ekosistem lamun dengan perikanan di lokasi penelitian; (2)
mengidentifikasi keterkaitan sosial-ekologis lamun dengan masyarakat yang
tergantung terhadap ekosistem lamun; dan (3) mengestimasi nilai ekonomi
keterkaitan ekosistem lamun dengan perikanan di lokasi penelitian. Tujuan
penelitian ini dicapai dengan menggunakan pendekatan penelitian sistem
sosial ekologis (SSE; social ecological system; SES). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekosistem lamun memiliki keterkaitan erat dengan
sumberdaya ikan Siganus Virgatus yang ditunjukkan dengan Seagrass
Residence Index (SRI) sebesar 0,63 yang diikuti dengan Lethrinus ornatus
dengan SRI sebesar 0.61 dan Lutjanus ruselli dengan SRI sebesar 0.49.
Sementara itu, dari hasil konektivitas sistem sosial-ekologis menunjukkan
bahwa rata-rata upaya penangkapan ikan terbesar dihasilkan dari alat
tangkap Kelong (Bagan Apung) yang menghasilkan ikan Bilis (Stolephorus
sp) yang mencapai 160 kg/hari. Nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai
penyedia sumberdaya ikan diestimasi sebesar Rp. 246,02 339,55 juta per
hektar per tahun, sedangkan nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai
penyedia biota ditaksir mencapai sebesar Rp.17,18 29,42 juta per hektar
per tahun

Kata kunci: ekosistem lamun, keterkaitan lamun dan perikanan, seagrass


residence index, nilai ekonomi, sistem sosial-ekologis,Pulau
Bintan

1-O-08
Perpaduan Teknologi Citra Satelit dan UAV Untuk Pemetaan Potensi
Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

31

Mokhamad Nur Cahyadi,ST,MSc,PhD


Dosen Teknik Geomatika TS Surabaya
Abstrak
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai lebih dari 17
ribu. Pulau-pulau ini terdiri dari berbagai ukuran yang terbagi menjadi besar, sedang dan
kecil. Karena dimensi dan luasan dari pulau-pulau yang berbeda ini menyebabkan adanya
permasalahan dalam pemetaan , terutama pemetaan pada pulau-pulau kecil. Hal ini
disebabkan dengan adanya jarak yang saling berjauhan dan adanya varibael pasang surut laut
sehingga menyebabkan garis pantainya berubah secara drastis.Teknologi citra satelit
memungkinkan untuk melakukan proses pemetaan dengan lebih mudah dengan resolusi yang
berbeda-beda. Untuk keperluan pemetaan dengan pulau-pulau kecil ini dilakukan dengan citra
landsat dengan resolusi tertinggi 15-30 meter dan citra ikonos untuk pulau-pulau yang
luasanya lebih rendah dengan resolusi 1 meter pada band pankromatik dan 4 meter pada band
hyperspectral. Penelitian ini juga membandingkan kemampuan teknologi ini pada luasan
yang berbeda-beda dengan mengacu pada definisi pulau-pulau kecil yang ada, terutama
didasarkan pada perubahan garis pantai untuk mendefinisikan sebuah pulau.Teknologi UAV
(Unmanned Aerial Vehicle) merupakan teknologi dengan pesawat tanpa awak yang dapat
digunakan untuk melakukan proses pengamatan secara lebih mendetail karena tinggi terbang
yang tentunya lebih rendah jika dibandingkan dengan pengamatan citra satelit. Pada tahapan
ini UAV dapat digunakan sebagai data pendukung proses GCP (Ground Control Point) pada
proses koreksi geometrik pada citra satelit untuk kemudian dapat digunakan pula untuk
proses lebih lanjut pada pembuatan DTM (digital Terrain Model) dan DEM (Digital Elevation
Model) dengan lebih teliti.Pada penelitian ini dilakukan uji coba pada beberapa pulau-pulau
kecil di sekitar pulau Sumatra dan Kalimantan sedangkan pemanfaatan uav difokuskan pada
pulau Galang yang bersebelahan dengan kota Surabaya dan Gresik. Teknologi yang
digunakan pada citra ini menggunakan citra quickbird dengan resolusidanPerpaduan
teknologi ini diharapkan bisa digunakan untuk membangun SIG (Sistem Informasi Geografis)
yang memadukan citra sebagai peta dasar dan kamera digital UAV sebagai informasi
pendukungnya

1-O-09
PENGAMATAN PAUS DAN LUMBA-LUMBA DI KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DAERAH MISOOL DAN KOFIAU, RAJA AMPAT

32

Purwanto
Abstrak
Paus dan lumba-lumba merupakan mamalia laut yang memiliki fungsi ekologi penting, menjadi indikator
kesehatan perairan dan daya-tarik pariwisata. Memahami hal ini, pengamatan terhadap paus dan lumbalumba telah dilakukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Misool dan Kofiau, Raja Ampat
untuk mengumpulkan data garis-dasar (baseline) dan mengetahui keragaman, kelimpahan, distribusi
spasial dan temporal mereka. Pengamatan dilakukan secara intensif pada periode tahun 2006 sampai
2011 sebagai bagian dari kegiatan monitoring dan pengamanan sumberdaya laut. Pencatatan berdasarkan
pengamatan visual dilakukan setiap kali paus atau lumba-lumba dijumpai dengan mencatat spesies,
jumlah individu, perilaku kelompok dan lokasi dimana mereka diamati. Hasil menunjukkan bahwa
selama periode 2006-2011 dijumpai 7 spesies paus (Paus Bryde - Balaenoptera brydei; Paus Bryde
Kerdil - Balaenoptera edeni; Paus Pemandu Sirip Pendek - Globicephala macrorhynchus; Paus
Pembunuh - Orcinus orca; Paus Pembunuh Kerdil - Feresa attenuate; Paus Pembunuh Semu - Pseudorca
crassidens; Paus Sperma - Physeter macrocephalus), dan 7 spesies lumba-lumba (Lumba-lumba
Bungkuk Indo-Pasifik - Sousa chinensis; Lumba-lumba Fraser - Lagenodelphis hosei; Lumba-lumba
Hidung Botol - Tursiops truncatus; Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik - Tursiop aduncus; Lumbalumba Paruh Panjang - Stenella longirostris; Lumba-lumba Risso - Grampus griseus; Lumba-lumba Totol
- Stenella attenuatea). Analisis menunjukkan bahwa perairan KKPD Misool dan Kofiau (dan wilayah
Raja Ampat umumnya) merupakan wilayah penting bagi paus dan lumba-lumba. Dari tujuh spesies paus
yang teramati, enam diantaranya konsisten dijumpai di Kofiau dan tiga Misool. Sementara dari tujuh
spesies lumba-lumba yang teramati, enam spesies selalu dijumpai di Kofiau, dan tiga di Misool.
Berdasarkan keragaman spesies dan sebarannya, analisis menunjukkan bahwa Kofiau merupakan habitat
penting bagi paus dan lumba-lumba, dan Misool merupakan habitat penting bagi lumba-lumba. Selat
antara Kofiau dan Kepulauan Boo di dalam kawasan KKPD Kofiau diperkirakan merupakan jalur
migrasi paus dan lumba-lumba. Selain itu, Kofiau yang terletak di kawasan perairan laut dalam
diperkirakan menyumbang kepada lebih beranekaragamnya spesies paus dan lumba-lumba yang teramati
dibandingkan dengan Misool yang terletak pada kawasan perairan yang relatif lebih dangkal. Sebaran
temporal menunjukkan bahwa ukuran populasi paus dan lumba-lumba yang teramati di perairan Kofiau
dan Misool cenderung menurun dari tahun ke tahun. Terdamparnya sejumlah paus di kawasan ini, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan aktifitas survei seismik yang terjadi pada periode waktu
kemunculan paus, diduga memberikan dampak buruk terhadap paus dan lumba-lumba yang pada
gilirannya menurunkan jumlah paus dan lumba-lumba yang bermigrasi. Meskipun demikian, cara
pengamatan secara acak menyulitkan pengambilan kesimpulan apakah kecenderungan tersebut
mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau tidak. Dari kajian ini direkomendasikan: (i) agar
penentuan zonasi KKPD mempertimbangkan lokasi dan sebaran paus dan lumba-lumba; dan (ii) perlu
ada aturan khusus untuk melindungi paus dan lumba-lumba di Raja Ampat dari ancaman yang dihadapi,
antara lain gangguan suara akibat survei seismik.

Kata kunci: paus, lumba-lumba, Kofiau, Misool, Raja Ampat

1-O-10

33

TINJAUANREFLEKSIPROYEKPEMBANGUNANMASYARAKAT
PESISIR,COASTALCOMUNITYDEVELOPMENT
INTERNATIONALFUNDFORAGRICULTURALDEVELOPMENT
(CCDIFAD)DIKOTAMAKASSAR
Rustam
Abstrak
CoastalCommunityDevelopment International Fundfor Agricultural Development(CCD
IFAD)ataudisebutProyekPembangunanMasyarakatPesisir(PMP).Tujuanproyekiniuntuk
meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir yang terlibat dalam kegiatan
kelautandan perikanandiwilayah pesisirdanpulaupulau kecil. Proyekiniterdiridari3
komponenkegiatan. Komponen1;Pemberdayaanmasyarakatpesisir, pembangunandan
pengelolaansumberdayapesisir;Komponen2.PengembanganEkonomiberbasiskelautan
danperikanandanKomponen3;Pengelolaanproyek.Metodestudiyangdigunakandalam
tinjauanrefleksiproyekpembangunanmasyarakatpesisir(PMP)diKotaMakassarTahun
2013adalahdeskrptifkualitatif.RefleksikegiatanproyekCCDIFADKotaMakassarpada
tahun2013yangdilaksanakandi3(tiga)kelurahanyaitukelurahanLakkang,Cambayadan
Tanjung Merdeka telah dilaksanakan kegiatan dari tiga komponen; yaitu; pembentukan
kelompok masyarakat (pokmas), pembentukan layanan fasilitator, sosialisasi desa,
penilaian desa berbasis masyarakat, pertemuan desa (perencanaan, pengawasan dan
evaluasi),pelatihanpeningkatankapasitaspokmas,inventorisumberdayapesisirberbasis
masyarakat,pembangunanpondokinformasi,pembentukandanpelatihanComanagement
Group, persiapan detail village coastal marine Comanagement Plan, Workshop coastal
marine resources Comanagement, fasilitasi pusat pemberdayaan dan pelayanan
masyarakatpesisir,penyusunandanpelatihansistemmonitoringsumberdayapesisir,Dana
communityenterpriseGroupdaninfrastruktur,pelatihanmarketawareness,pengembangan
alternative Income generatin dan jaringan pemasaran, sinkronisasi dan perencanaan,
pertemuantimteknis,surveiRIMS,AnnualOutcomesurveidanMarketStudi.Realisasi
anggarankategoriprogramCCDIFADKotaMakassartahun2013yangbersumberdari
IFAD Loan pagu anggaran sebesar Rp.1.611.750.000, realisasi Rp.1.600.544.858,,
Spanish Trust Loan pagu anggaran sebesar 1.259.120.000,, realisasi anggaran Rp.
1.254.605.000, dan dari Rupiah murni pagu Anggaraan sebesar Rp. 102.300.000,,
realisasiRp.100.471.400,..Berdasarkanhasilrealisasipersentaseperkembangananggaran
CCDIFADtahun2013diKotaMakassarsebesar99.41%.

KataKunci;Pemberdayaan,SumberdayaPesisir,PengembanganEkonomi,

34

1-O-11
RencanaZonasiRinciWilayahPesisirDanPulauPulauKecil
KabupatenGresikDiKecamatanUjungPangkah
SitiNurfatin
Abstrak
DalameraOtonomiDaerahperanKecamatanmemilikikedudukan,tugas,
fungsi, dan kewenangan yang diatur dalam PP No 19 Tahun 2008.
Kecamatandiharapkandapatmeningkatkanperekonomianmasyarakatagar
masyarakat dapat lebih tersejahterakan.Wilayah pesisir Kecamatan Ujung
PangkahmerupakanwilayahpesisirutaraKabupatenGresik,ProvinsiJawa
Timur dengan sumberdaya yang melimpah. Penelitian ini dimaksudkan
untukmenyusunrencanazonasirinciwilayahpesisirKabupatenGresikdi
KecamatanUjungPangkahyangmeliputirencanapolaruangdanrencana
struktur ruang untuk mengoptimalkan sumber daya di wilayah pesisir
Kecamatan Ujung Pangkah. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan
data dasar dan data tematik yang didukung oleh survey lokasi. Analisa
dilakukan menggunakan software Arcgys dengan menyesuaikan kondisi
existing pemanfaatan lahan dengan kriteria pemilihan lahan yang sudah
ditentukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan berdasar pada
penggunaan lahan yang sudah ditetapkan oleh Provinsi Jawa Timur dan
Kabupaten Gresik pada laporan akhir RZWP3K. Penyusunan arahan
penggunaanlahandilakukandenganwawancarakepadapihakpihakyang
berwenangterhadappenggunaanruangwilayahKecamatanUjungPangkah.
Pengambilan keputusan hasil wawancara menggunakan Teknik Delphi
dengan mendiskusikan kembali hasil keputusan dengan responden
respondenyangmerupakanpihakpihakyangahlidanberwenangterhadap
wilayahpesisirKecamatanUjungPangkah.Adapunhasildarianalisayang
dilakukan adalah rencana pola ruang wilayah pesisir Kecamatan Ujung
Pangkah adalah penggunaan lahan untuk pemukiman, penambangan batu
kapur, penambangan pasir, kawasan industri, persawahan padi,
pertambakan, budidaya kerang, suaka burung, PPI, kawasan strategis,
perikanantangkap,hutanmangrove,dankawasanstrateginasionaltertentu.
Selain itu, dihasilkan rencana struktur ruang wilayah pesisir Kecamatan
Ujung Pangkah yaitu penggunaan dasar laut untuk alur kabel dan pipa
bawahlaut.
KataKunci:Zonasi,Pesisir,KecamatanUjungPangkah

35

1-O-12
AnalisisKelembagaanPengelolaanTamanPesisirKepulauanDerawan
KabupatenBerau
Sidik,Syafei
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kesenjangan peraturan
perundangundangan berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
Berau (Taman Pesisir Kepulauan Derawan/TPKD). Metode penelitian melalui
wawancara,fokusgroupdiskusi,danreviewterhadapperaturanperundanganterkait
dengan pengelolaan kawasan konservasi laut. Pengelolaan wilayah konservasi
kepadadaerahselarasdenganUUNo.32tahun2004tentangPemerintahanDaerah.
UnitPengelolayangbolehdibentukpadatingkatKabupatenberdasarkanPeraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, untuk
mengelola sebuah kawasan konservasi adalah berbentuk Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dengan pimpinan yang memiliki tingkat Eselon IVa. Unit Pengelola
dipandangsangat tidakmemadai baikdari tingkat kewenangan danketersediaan
pendanaan. Terdapat kebutuhan bahwa keberdayaan pengelolaan kawasan perlu
dilakukan oleh UPT dengan tingkat yang lebih tinggi untuk lebih memiliki
keberdayaan dalam mengelola kawasan konservasi di suatu daerah. Berdasarkan
hasil analisis UndangUndang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
PesisirdanPulaupulauKecil sebagaimanatelahdiubahdenganUndangUndang
No. 1 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, makaunitataupunbadanpengelolaTamanPesisir
Kepulauan Derawan diharapkan bukan di Kabupaten karena pada tingkatan
kabupaten hanya mampumendirikan UPT.Sebaiknyaunit pengelola atau badan
yangkhususmengelolaTPKD ditempatkandiProvinsisertasetingkatBalaiatau
Badan.Langkahinisangatdiperlukanagarterdapatpayungataukerangkahukum
yangmemungkinkanUnitPengeloladitingkatProvinsisetingkatBalai(EselonIII)
atau Badan Pengelola (Eselon II) memiliki eselon yang lebih tinggi sehingga
meningkatkan keberdayaan dan kemandirian dalam mengelola kawasan. Badan
yang akan didirikan pada tingkat Provinsi diharapakan bukan berupa badan
koordiasisajaakantetapibadanyangkhususmenangganiPengelolaanTPKD.Serta
dipandang memiliki kewenangan dan sumberdaya yang cukup terutama terkait
dengan sistim kinerja dan pengelolaan keuangan guna mewujudkan pengelolaan
pesisir. Strategi dankebijakanyang palingprioritasdalam pengelolaanTaman
Pesisir Kepulauan Derawan adalah membentuk lembaga khusus yang
kewenangannya mampu mengkoordinasikan semua program dan kegiatan yang
dilakukandiTPKD.BentuklembaganyadapatberupaUPTD,BalaiatauBadan.

KataKunci:Kelembagaan,TPKD,Berau
36

1-O-13

Data,Informasi,Kriteria,Pertimbangan,PenentuandanDelienasi
AlokasiRuanguntukReklamasidiPerairanPesisirdanPulaupulau
Kecil
Diposaptono,Subandono
Abstrak
KotakotapesisirdiIndonesiadandiduniadihadapkanpadapermasalahan
penyediaanlahanbagiaktifitassosialekonomipenduduknyadangangguan
terhadaplingkungan. Tekananakanperkembangankotadandampakdari
perubahaniklim(genanganrob)menyebabkansemakinberkurangnyalahan
dan menyebabkan perubahan fungsi ruang (salah satunya pertanian).
Semakin menyusutnya lahan untuk pertanian, dihadapkan pada masalah
kebutuhanpanganyangsemakinmeningkatakibat lonjakanpertumbuhan
penduduk.Salahsatujawabandaripermasalahanlahanuntukperkembangan
kota yang sekaligus dapat melindungi wilayah pesisir dari ancaman rob
adalah penyediaan lahan baru melalui reklamasi. Tak hanya itu saja,
penyediaanlahandenganreklamasi punmemilikidampakpositif lainnya
sepertipeningkatankualitasdannilaiekonomikawasanpesisir,mengurangi
lahanyangdianggapkurangproduktif,penambahanwilayah,perlindungan
pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim
hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerjaNamun demikian
tidakbisadinafikkanbahwareklamasipundapatmembawadampaknegatif
bagiwilayahpesisir.Gunameminimalisirnyadiperlukanperencanaanyang
terpadu, dan pelaksanaan yang cermat. Salah satu perencanaan yang
dibutuhkanadalahRencanaZonasiWilayahPesisirdanPulaupulauKecil
(RZWP3K).Kertaskerjainiakanmenjelaskankebutuhandata,informasi,
kriteria, pertimbangan dalam penentuan dan deliniasi alokasi ruang yang
memerlukanreklamasidiWP3K.Tanpahalitu,makaalihalihreklamasi
akan memenuhi tujuan yang diharapkan, malah yang terjadi adalah
penurunan kualitas perairan, konflik sosial, dan permasalahan penataan
ruanglainnya.
37

KataKunci:Reklamasi,RZWP3K,DatadanInformasi,Kriteriadan
PertimbanganPenentuanAlokasiRuang
1-O-14

Data,Informasi,Kriteria,Pertimbangan,PenentuandanDelienasi
AlokasiRuanguntukPertambanganPasirLaut
Diposaptono,Subandono
Abstrak
Berdasarkan UndangUndang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulaupulau Kecil, rencana zonasi adalah rencana yang
menentukan arah penggunaan sumberdaya tiaptiap satuan perencanaan
disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan yang
memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta
kegiatanyanghanyadapatdilakukansetelahmemperolehizin.Olehkarena
itu,kegiatanpertambanganpasirlautyangdilakukandiwilayahpesisirdan
pulaupulaukecilharusdibuatperencanaanalokasiruangnyaterlebihdahulu
sebelumdilakukankegiatanekpoitasidanekplorasi.
Tulisaniniakanmencobamemberikangambarantentangkebutuhandata,
informasi,pertimbangan,penentuandanalokasiruanguntukpertambangan
khususnya pertambangan pasir laut. Seluruh data yang dibutuhkan dalam
penyusunanrencanazonasipesisirdanpulaupulaukecil,baikdatadasar
maupuntematikakanditerjemahkankedalampeta,dandilakukanproses
overlay.Selanjutnyaakandiperolehpetapaketsumberdayaperairan.Peta
tersebut dianalisis kembali berdasarkan kriteria penetapan alokasi
pemanfaatan ruang untuk pertambangan pasir laut (baik untuk area
perlindungan, pemanfaatan terbatas maupun terbuka tambang) dengan
menggunakan metode matching. Dari aktivitas tersebut akhirnya akan
diperolehpetarencanapolaruanguntukalokasipemanfaatanruanguntuk
pertambanganpasirlaut.
Keyword:zonasi,alokasiruang,pasirlaut

38

1-O-15

Kebutuhandatadaninformasispasialuntukpenyusunanrencana
zonasiwilayahpesisirdanpulaupulaukecil
Diposaptono,Subandono
Abstrak
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil (WP3K)
merupakansalahsatudokumenperencanaanWP3Kyang bersifatspasial,
dimana dalam penyusunannya membutuhkan data dan informasi spasial
yang akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
tingkatanperencanaan.Kendalayangdihadapisaatiniadalahkualitashasil
perencanaanzonasiWP3Kmasihkurangbaikkarenahanyamenggunakan
datayangtersediadantidakmenggunakandatasesuaidengankebutuhan.
DatadaninformasispasialyangdibutuhkandalampenyusunanRZWP3K
memilikiskala,tingkatkedalamandankerincianyangberbedabedasesuai
dengantingkatanperencanaan.Secaragarisbesar,datadaninformasispasial
yang dibutuhkan meliputi 12 dataset yang terdiri dari 2 dataset dasar
(baselinedataset)dan10datasettematik(thematicdataset),dimanamasing
masingdatasetterdiridariberbagaimacamtema.Datadaninformasispasial
tersebutharusmemenuhistandarkualitasdankuantitasyangdipersyaratkan
dan memenuhi kaidah one map policy, yaitu satu standar untuk format,
referensi,databasedandapatdiintegrasikandalamsatugeoportalnasional.
Dataataupetatematikdapatdiperolehmelaluipengumpulandatasekunder
dari instansi terkait, tetapi apabila tidak tersedia, maka harus dilakukan
pengumpulandataspasialsecaralangsungdenganmetodesebagaiberikut:
1).Analisiscitrapenginderaanjauhdilengkapidengangroundceklapangan,
2).Pengukuranlangsungatausurveylapangan,3).Pemodelanmatematik,
dan 4). Kombinasi analisis citra penginderaan jauh dan pemodelan
matematik.Selainitu,untukdatayangberformattabular/numerik,dilakukan
analisisspasialmenggunakanGIS.

39

Katakunci:DatadanInformasiSpasial,RencanaZonasiWP3K,Dataset
Dasar,DatasetTematik,analisiscitra,pemodelanmatematik

1-O-16
MenentukanLuasanPlanningUnit(UnitPerencanaan)Heksagonyang
EfektifdalamMerancangKKPKabupatenMalukuTenggara
TaufikAbdillah
Abstrak
KawasanKonservasiPerairan(KKP)KabupatenMalukuTenggaraterletakdi
duaKecamatan,yaituKecamatanKeiKecildanKeiKecilBarat. KKPini
dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan pada bulan Mei 2012
denganluas150.000hektaryangditetapkanmelaluiSKBupatiKabupaten
Maluku Tenggara No. 62 tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
menetapkan luasan planning unit (unit perencanaan) yang efisien dan
menentukanlokasiarealarangambildiKawasanKonservasiPerairanKei
KecilBagianBarat.AnalisisMarxanmembutuhkanduainputdatayaitufitur
konservasidanfiturbiaya(cost). Fiturkonservasiyangdigunakanantara
lain,datatipedanluasanhabitatpesisirberdasarkanklasifikasiterseliacitra
Landsat7ETM+tahun2002,datakondisikesehatanterumbukarangtahun
2010,dandataperjumpaanspesiesyangdilindungidanterancampunahdi
perairanKKPKeiKecilBagianBarat. Inputuntukfiturbiaya(cost)yang
digunakanmerupakanhasilpemetaanpartisipatifolehWWFIndonesiapada
tahun 20092012. Hasil analisis Marxan yang dihasilkan untuk luasan
planningunitheksagon5ha,25ha,dan125hamenunjukkanbahwaunit5
halebihefektifkarenamemilikinilai cost terendahyaitu42.096,66. Lokasi
yangterpilihmenjadidaerahlarangambilhasilanalisisMarxanyaituPulau
Nai,PulauNgaf,danUrPulau.
KataKunci:Marxan,MalukuTenggara,KawasanKonservasiPerairan

40

41

1-O-17
IMPLEMENTASI PENGARUSUTAMAAM GENDER
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR
(COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJACT) : CCDP-IFAD
Oleh : Novenny A. Wahyudi1, Anto Sunaryanto3 dan Arfan Rasyid3
Abstract
Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) atau Coastal Community Development
Project (CCDP-IFAD) adalah kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan
International Fund for Agriculture Developmant (IFAD ) sebuah badan PBB. Proyek ini
bertujuan untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam
masyarakat miskin aktif daerah pesisir dan pulau kecil. Proyek dilaksanakan di 12
kabupaten/kota di 10 propinsi kawasan Indonesia timur.
Melalui Inpres No. 9 tahun 2000, pemerintah mengamanatkan implementasi
Pengarusutamaan Gender (PUG) di seluruh Kementerian/Lembaga baik pusat maupun
daerah. PUG ini merupakan strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam seluruh aspek pembangunan, dimana aspek gender terintegrasi dalam perumusan
kebijakan program/kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Rencana immplementasi PUG tertera dalam Dokumen Project Design Report CCDP-IFAD
dan sesuai dengan pembangunan responsif gender pada Renstra Kementerian Kelautan dan
Perikanan 2010-2014. Tujuan program gender CCDP-IFAD adalah memberi kesempatan
pada masyarakat perempuan dan laki-laki. secara proposional sesuai tugas dan tanggung
jawabnya berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, khususnya memperbaiki
ketertinggalan perempuan. Caranya adalah dengan : 1) mengembangkan pemberdayaan
perempuan untuk mampu berperan aktif di bidang ekonomi, 2) memperkuat peran
pengambilan keputusan perempuan dalam isu pembangunan masyarakat dan meningkatkan
keterwakilannya di lembaga lokal serta 3) meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan
perempuan serta mengurangi beban hidupnya melalui akses pelayanan masyarakat dan
infrastruktur dasar. Upaya aplikasi PUG pada CCDP-IFAD melalui ketiga cara tersebut
tercermin dari berbagai target yang diharapkan antara lain : paling sedikit 20% dari
kelompok usaha ekonomi masyarakat yang dibentuk adalah kelompok perempuan; paling
sedkit 30% perempuan sebagai anggota lembaga/kelompok, dan paling sedikit 30%
perempuan menghadiri pertemuan/sosialisasi pemberdayaan serta pelatihan/bimtek bidang
ekonomi.
Pada September tahun ke-2 berjalannya proyek, di ke-12 kabupaten/kota binaan telah
terbentuk 1.024 kelompok, dimana dari 684 kelompok usaha, tercapai 22% atau 150
Kelompok Pengolahan yang anggotanya hampir semuanya perempuan. Disamping itu target
partisipasi perempuan rata-rata tercapai pada lembaga tingkat Kabupaten yaitu 29% di
Komite Pengarah Daerah (DOB), 33% di Unit Pelaksana Proyek(PIU) Dinas Kelautan dan
Perikanan dan 35% di lembaga tingkat desa yaitu Kelompok Kerja Desa. Demikian juga
berdasarkan berbagai isu gender yang dihadapi daerah, telah disusun suatu Rencana Aksi
Gender yang sederhana, mudah dilaksanakan, fleksibel yang bisa mersepond peluang lokal
dan merupakan pedoman pelaksanaan PUG dalam kegiatan proyek, yang menggambarkan
bagaimana proyek memperlakukan dimensi gender, khususnya menyangkut partisipasi
perempuan di dalam kegiatan penggalangan dan pemberdayaan lembaga dan masyarakat,
peningkatan kemampuan, implementasi, koordinasi serta monitoring dan evaluasinya, menuju
keberhasilan proyek dan keberlanjutan program saat proyek berakhir tahun 2017.
Kata kunci : pengarusutamaan gender, partisipasi perempuan, CCDP-IFAD

42

1-O-18
MEWUJUDKAN SATU PETA UNTUK SEKTOR KELAUTAN
Turmudi
Ketua Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Alam, Badan
Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor Km,46, Cibinong, Indonesia
turmudi.pokja@gmail.com 081380505758
Abstrak
Dua pertiga wilayah NKRI adalah laut, luas laut kedaulatan RI adalah 3,1
juta km2, dan luas laut ZEE 2,7 juta km2. Didalamnya terdapat sumberdaya
alam yang besar baik sumberdaya hayati maupun non hayati. Secara
ekonomi sumberdaya alam yang tersimpan di lautan Indonesia, mampu
untuk alam laut ini banyak sektoral kelembagaan yang menanganinya baik
pemerintah maupun swasta. Pengelolaan sumberdaya laut memerlukan data
yang dapat saling dipertukarkan untuk kepentingan analisis bagi suatu
peruntukan. Data tersebut memerlukan satu acuan peta dasar yang sama.
Setelah menggunakan peta dasar yang sama, dilanjutkan dengan data
tematik sumberdaya kelautan yang juga harus sama. Dengan data dasar
maupun data tematiknya sudah dalam satu pengertian yang sama, maka data
dalam pengertian satu peta telah terbangun. Tujuan kajian ini adalah untuk
memberikan pentingnya satu peta untuk pengelolaan sumberdaya alam laut.
Dengan terbangunnya satu peta yang memuat tema sumberdaya alam laut,
maka berbagai keperluan yang menyangkut analisis, evaluasi, monitoring
akan dapat dipahami dengan baik dan untuk selanjutnya dapat lebih akurat
dalam pengambilan kebijakannya.

Keywords: satu peta, sumberdaya alam laut, spatial

43

1-O-19
RENCANAPENGEMBANGANPULAUNUSABARUNGDI
KABUPATENJEMBERUNTUKSEKTORPARIWISATA
Destyariani,LianaPutri
Abstrak
Pulau Nusa Barung adalah pulau yang secara administratif masuk dalam
Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Pulau ini
berpotensiwisatayangmenarikkarenakeberagamanhayatiyangdimiliki
sepertirusa,penyu,danburunglaut.Untukmencapaipulautersebutdapat
ditempuhmelaluibeberapajalurdenganjaraktempuhratarata6sampai7,5
jam.AdabeberapahalyangingindiketahuiolehpenelitimengenaiPulau
Nusa Barung yaitu optimalisasi potensi Pulau Nusa Barung berdasarkan
analisahirarkiproses,pihakyangberhak mengelolaPulauNusaBarung,
danhubunganoptimalisasiPulauNusaBarungdenganfungsicagaralam
yangdimilikipulau.Makadariitu,untukmengembangkanpulauiniperlu
dilakukan analisa berbasis hirarki proses. Yaitu pengembangan pulau
denganmenyesuaikankebutuhanpulaudanmasyarakat.Sebabselamaini
dalam pembangunan sebuah daerah tertentu cenderung melihat daerah
sebagailokasi(objek)yangdapatdikembangkanberdasarkaninvestormana
yang menang tender untuk mengembangkan daerah atau program kerja
unggulanapadaripemerintahyangharusdilaksanakandemikeberhasilan
kepemimpinan tertentu. Proses seperti di atas seharusnya dapat diubah
dengan memposisikan daerah sebagai subjek yang dapat melanjutkan
pembangunan daerah masingmasing secara mandiri walapun terjadi
pergantian kepemimpinan. Analisa Hirarki Proses adalah metode
pengambilankeputusanuntukmultikriteriayangditampilkandalamstruktur
hirarki serta penilaian dalam faktor. Analisa ini ditujukan untuk
mendapatkan pola pengembangan sesuai amanah dari UndangUndang
Nomor5Tahun1990tentang KonservasiSumberDayaAlamHayatidan
Ekosistemnya. Yaitu setiap daerah konservasi membutuhkan rencana
pengelolaan. Adapun hasil analisa yang dihasilkan adalah Pulau Nusa
BarunglebihbaikdikelolaolehPemerintahKabupatensebagaicagaralam.
Sedangkan kegiatan teknis yang dilakukan harus tetap mempertahankan
fungsikonservasisebagaiprioritasutamayaitupengontrolanekosistemdan
waktukunjung

44

1-O-20
RENCANASTRATEGISWILAYAHPESISIRDANPULAUPULAU
KECILPROVINSIPAPUABARAT

Alianto
Abstrak
VisipenyusunanRencanaStrategisWilayahPesisirdanPulauPulauKecil
Provinsi Papua Barat adalah terwujudnya harmonisasi dan sinergisitas
pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan pulau
pulaukecilyangberwawasanlingkunganuntukmeningkatkankesejahteraan
masyarakat pesisir dan pulaupulau kecil Provinsi Papua Barat tahun
2031.Dalamrangkauntukmewujudkanvisitersebut,ProvinsiPapuaBarat
dalamkontekspengelolaanpesisirdanpulaupulaukeciltelahmenetapkan9
(Sembilan)misi penyusunanRencanaStrategisWilayahPesisirdanPulau
PulauKecilProvinsiPapuaBarat.Penetapanvisidanmisitersebutsebagai
upayauntukmengantisipasiberbagaiisupemanfaatansumberdayapesisir
danpulaupulaukecilProvinsiPapuaBaratyangtelahberkembangmenjadi
isu global, regional, nasional, dan daerah. Setiap isu tersebut memiliki
beberapatujuanyangdikelompokkanatasaspekekologis,ekonomis,sosial
budaya,dankelembagaan.Untukmencapaitujuantersebut,makaProvinsi
PapuaBaratmenetapkansasaranjangkapendekterdiridari37(tigapuluh
tujuh)sasarandanjangkapanjangterdiridari6(enam)sasaran. Strategi
yangdikembangkanuntukmencapaisasarantersebutterdiridari83(delapan
puluh tiga) strategi yang masingmasing dengan target yang secara
keseluruhanterdiridari43(empatpuluhtiga)indikator.

45

1-O-21
PENGEMBANGAN PEMASARAN PRODUK UNGGULAN DI
LOKASI CCDP IFAD
Ansori zawawi
Konsultan Nasional PMO CCDP-IFAD
DITJEN KP3K KKP
Abstrak

Pemerintah Indonesia dan IFAD telah mengembangkan proyek pembangunan masyarakat


pesisir atau Coastal Community Development Project (CCDP) yang bekerjasama dengan
International Fund for Agricultural Development (CCDP-IFAD) atau disebut Proyek
Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan
Perikanan dengan IFAD berdasarkan Financing Agreement antara Pemerintah Republik
IndonesiaLokasi Proyek PMP diarahkan untuk kawasan timur Indonesia, sebanyak 12 (dua
belas) Kabupaten/Kota dan satu kabupaten/kota sebagai Learning Centre, dalam 10 (sepuluh)
Propinsi, telah dipilih sebagai target lokasi proyek ini. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi
lokasi CCDP-IFAD mewakili berbagai karakteristik Kabupaten/Kota dari Indonesia bagian
timur, di masa yang akan datang Kabupaten/Kota tersebut diharapkan menjadi contoh atau
tempat pembelajaran dalam memprakarsai sejenis proyek pembangunan masyarakat pesisir
lainnya. Tujuan utama proyek ini adalah pengurangan kemiskinan dan peningkatan
pertumbuhan ekonomi masyarakat miskin pesisir dan pulau-pulau kecil. Tujuan proyek akan
dicapai melalui peningkatan pendapatan rumah tangga bagi keluarga yang terlibat dalam
kegiatan perikanan dan kelautan di masyarakat miskin pesisir dan pulau-pulau kecil, yang
merupakan tujuan pembangunan. Untuk mendukung tujuan pembangunan, proyek ini akan
memiliki tiga outcome, masing-masing terkait dengan salah satu dari komponen investasi
proyek: (i) rumah tangga sasaran dapat menerapkan kegiatan ekonomi berbasis kelautan yang
menguntungkan tanpa menimbulkan efek merugikan pada sumber daya laut, (ii) perluasan
peluang ekonomi di kabupaten proyek untuk keberkelanjutan, berbasis pasar, usaha perikanan
/ kelautan skala kecil, dan (iii) proyek dikelola secara efisien dan transparan untuk
kepentingan rumah tangga sasaran proyek dan masyarakat.Ada 3 (tiga) kompenen dalam
proyek ini meliputi komponen 1 Pemberdayaan masyarakat, Pembangunan dan Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir, komponen 2, Pengembangan ekonomi berbasis kelautan yang dan
komponen 3 Manajemen Proyek. Untuk keberhasilan proyek ini lebih lanjut maka pola
pemberdayaan diikuti dengan pengembangan pemasaran produk-produk unggulan yang
terkait dengan komponen 2. Pendekatan dalam pengembangan pemsaran ini menckaup (i)
dukungan dibidang prasarana utama, inovasi, dan pengetahuan (ii) dukungan untuk
pembangunan rantai pasok (value chain) berdasarkan kegiatan ekonomi kelautan dan
perikanan. Kedua pendekatan ini kemudian dijabarkan dalam Strategi Intervensi
pengembangan pemasaran. Strategi ini akan menyusun langkah-langkah persiapan produksi,
proses produksi, penjualan dan promosi. Diharapkan dalam strategi ini dapat diketahui seara
jelas produk yang dibutuhkan pasar, sehingga produksi akan diarahkan ke produk tersebut,

46

segmentasi, positioning dan bauran pemasaran. Atas dasar ini juga dapat diketahui kebutuhan
pembangunan infrastruktur dan pelatihan.

1-O-22
PERENCANAAN STRATEGIS PENGELOLAAN PULAU KECIL,
TERLUAR, DAN TERDEPAN
PROVINSI MALUKU
I. Marzuki 1, M. J. Pattinama 1, A. Tupamahu 2, D. Salampessy 3
1)

2)

LPM Universitas Pattimura;


Fak. Perikanan Universitas Pattimura;
3)
Bappeda Maluku
Abstrak

Maluku merupakan provinsi kepulauan yang terdiri atas 1.412 pulau yang
dikelompokkan kedalam 12 gugus pulau. Dari hamparan pulau tersebut
tersebut hanya tujuh yang tergolong pulau besar, sedangkan lainnya pulau
kecil. Berdasarkan citra satelit, ada 18 pulau kecil yang tersebar ditiga
kabupaten (Kepulauan Aru, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Barat
Daya), dan pulau-pulau ini posisinya di bagian terluar/terdepan wilayah
Maluku. Kedudukan pulau-pulau terluar/terdepan ini memerlukan perhatian
khusus. Dari segi keamanan nasional dan regional, Pemerintah dan Pemda
perlu memperhatikan sungguh-sungguh pulau-pulau ini karena 10
diantaranya berbatasan dengan Australia, dan 8 dengan Timor Leste. Dari
segi sumberdaya alam, tidak diragukan lagi bahwa wilayah ini dan
sekitarnya menyimpan kekayaan alam yang besar, diantaranya adalah gas,
minyak, perikanan, dan pertanian. Namun demikian, penduduk yang
bermukim di pulau-pulau ini tertinggal dan masih jauh dari sejahtera. Data
BPS tiga tahun terakhir, selalu menempatkan Maluku keperingkat empat
provinsi termiskin. Melihat realita dan kondisi demikian maka aspek
perencanaan guna mengoptimalkan pembangunan wilayah pulau-pulau
kecil, terluar, dan terdepan ini perlu dirumuskan secara strategis ditingkat
daerah dan nasional. Agenda pembangunan nasional pemerintahan yang
baru harusnya menempatkan masalah ini dalam skala prioritas.
Kata kunci: kepulauan, Maluku, perbatasan, perikanan, gugus pulau.

47

1-O-23
SEPEREMPATABADPENGELOLAANSUMBERDAYAPESISIRDI
TAMANWISATAPERAIRANGILIMATRA
ImamBahtiar
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya pesisir di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili
Matramerupakansalahsatupengelolaanberdasarkansainsyangpertamadi
Indonesia, menggantikan pengelolaan yang tradisional. Sebagai daerah
tujuan wisata internasional utama, pengelolaan TWP Gili Matra banyak
mendapat tekanantekanan yang bersifat ekonomis, ekologis dan politis.
Dinamika politik dan ekonomi masyarakat telah menyebabkan rezim
pengelolaan TWP Gili Matra banyak mengalami perubahan. Makalah ini
mendokumentasikan profil pengelolaan sumberdaya di TWP Gili Matra
dalam tiga rezim: Pengelolaan Adat, Pengelolaan oleh Balai Konservasi
SumberdayaAlam(BKSDAKementerianKehutanan)danPengelolaanoleh
DiretoratKonservasiKawasandanJenisIkan(KKJIKementerianKelautan
danPerikanan).KesuksesandankegagalandidalampengelolaanTWPGili
Matra harus selalu dikaji dan direkam untuk menjadi pelajaran berharga
dalampengelolaandimasadepan
Katakunci:GiliMatra,Lombok,pengelolaan,pesisir,pariwisata

48

1-O-24
ANALISIS PETA POTENSI TSUNAMI UNTUK PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
WILAYAH PESISIR BARAT PROVINSI BANTEN
Kris Sunarto, Suharto Widjojo dan Niendyawati
Peneliti pada Badan Informasi Geospasial ( BIG )
Jln. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong Kode Pos 16911
Sunarto02@yahoo.com
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya suatu wilayah memerlukan data dan informasi geospasial dan
beberapa data pendukung, baik data primer maupun sekunder hasil kerja lapangan di wilayah
kajian. Begitu juga dalam hal pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, baik yang bersifat
alami maupun budidaya, juga penting dikaji. Kajian meliputi kondisi fisik, sosial dan
ekonomi pada saat ini maupun ke masa mendatang. Tahun 2013 telah dilakukan kajian
tentang sebaran tingkat potensi atau dampak bencana Tsunami. Oleh karena itu perlu
dilanjutkan dengan analisis dan sintesis untuk mendapatkan saran pengelolaan sesuai kondisi
dan jenis penggunaan lahan wilayah kajian, khususnya yang terindikasi adanya ancaman
bencana Tsunami.
Tujuan kajian ini adalah mendapatkan data dan informasi secara spasial serta saran atau
arahan untuk pengelolaan wilayah pesisir agar menjadi lebih aman, optimal dan lestari.
Metode yang digunakan adalah analisis dan sintesis atas peta Potensi Tsunami wilayah kajian
yang sudah tersedia, melalui teknik zonasi yaitu pengelompokan fungsi lahan, evaluasi
penggunaan lahan dan mengkaji dampak jika terlanda Tsunami.
Hasil kajian berupa peta dan deskripsi masing-masing zona berdasarkan tipe penggunaan
lahan secara umum, ancaman bencana Tsunami dan mitigasi yang mungkin dilakukannya
serta pola pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang lestari
Kata kunci: Pengelolaan wilayah pesisir, potensi bencana Tsunami dan Banten.

49

1-O-25
PENGEMBANGANEKOWISATABERBASISBIODIVERSITASDI
KAWASANPESISIRDANPULAUPULAUKECIL
L.P.A.SavitriC.Kusuma
Abstrak
Kepulauan Indonesia dengan karakteristik garis pantai yang panjang dan
ribuan pulau kecil yang terletak di wilayah tropika, merupakan hotspot
biodiversitas, di mana terdapat biodiversitas pesisir dan laut yang tinggi.
Biodiversitaspesisirdanlautmerupakanmodaldandayatarikutamauntuk
pengembangan ekowisata di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil yang
dapat memberi manfaat bagi komunitas lokal dan dapat mendorongkan
upaya konservasi. Prinsipprinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan
harusditerapkandalampengembanganekowisataberbasisbiodiversitasdi
kawasanpesisirdanpulaupulaukecil,agardapatmeminimalkandampak
negatif yang tidak diharapkan sekaligus menyokong konservasi
biodiversitas.Pengelolaanyangefektifdankonservasikawasanpesisirdan
pulaupulau kecil diperlukan untuk menjaga kelestarian bidoiversitas dan
untuk memanfaatkan potensinya secara tepat, termasuk potensi
pengembangan ekowisata. Tulisan ini diawali dengan tinjauan umum
potensi kawasan pesisir dan pulaupulau kecil di Indonesia untuk
pengembanganekowisataberbasisbiodiversitas.Kemudiandalamtulisanini
didiskusikan kebijakan pengelolaan dan konservasi kawasan pesisir dan
pulaupulaukecil,sertacontohcontohekowisataberbasisbiodiversitasyang
telahberkembang.Padaakhirmakalahdidiskusikantantangandanpeluang
konservasi dalam pengembangan ekowisata berbasis biodiversitas di
kawasanpesisirdanpulaupulaukecildiIndonesia.
Katakunci:biodiversitas,ekowisata,konservasi,pesisir,pulaupulaukecil

50

1-O-26
URGENSI RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
*Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng. dan
*Rifka Nur Anisah, S.Pi., M.Si.
Abstrak
Besarnya potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
memicu tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan.
Pembukaan lahan baru berdampak pada terjadinya reklamasi besar-besaran.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut. Dalam
upaya melakukan perencanaan yang komprehensif, pemerintah
mengeluarkan kebijakan melalui UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 1 Tahun 2014. Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
RZWP-3-K memiliki fungsi baik secara ekonomi, lingkungan, sosial
budaya, dan nilai strategis. RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Rencana alokasi ruang
RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi
ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Proses penyusunan
Dokumen Final RZWP-3-K, meliputi : (1) pengumpulan data; (2) survei
lapangan; (3) pengolahan dan analisis data; (4) deskripsi potensi dan
kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau - pulau kecil; (5)
penyusunan dokumen awal; (6) konsultasi publik; (7) penentuan usulan
alokasi ruang; (8) penyusunan dokumen antara; (9) konsultasi publik; (10)
penyusunan dokumen final; dan (11) permintaan tanggapan dan/atau saran.
Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan
ruang, menghindari konflik pemanfaatan, dan sebagai dasar perizinan di
51

wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Begitu pentingnya penyusunan


RZWP-3-K sehingga diperlukan akselerasi melalui dukungan dan kerja
sama semua pihak.
Kata Kunci : Urgensi, Zonasi
1-O-27
INVENTARISASIKONDISITERUMBUKARANGSEBAGAI
DASARRENCANAPENGELOLAANKAWASANKONSERVASI
LAUTDAERAHDIPULAUPANJANGKABUPATENJEPARA
JAWATENGAH
Suryono
Abstrak
Pulau Panjang telah ditetapkan dengan SK Bupati Jepara sebagai Pencadangan Kawasan
Konservasi Laut Daerah Taman Pulau kecil. Dasar pertimbngannya adalah pada lokasi
tersebutmenyimpanberbagaijenisfloradanfaunayangunikdanlangkamerupakanpotensi
sumberdayayangperludilestarikandandijagakeberadaannya.Terjadinyapenurunankualitas
lingkungan sangatberpengaruh terhadapkelestarian potensisumberdaya terumbu karang
yangadadiPulauPanjang.Halinidisebabkanolehpengaruhalamdanaktivitasmanusia.
Tahap selanjutnya setelah ditetapkan, maka perlu dilakukan organisasi pengelola serta
rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah. Rencana pengelolaan kawasan
konservasidiPulauPanjangperludilakukaninventarisasibioekologiterumbukarangsebagai
upayarehabilitasidanmenjagakelestariannya
Tujuanstudiadalahgunamengetahuitentangkondisidantingkatkerusakanterumbukarang
sebagaibasisdatarencanapengelolaankawasankonservaslautdaerahTamanPulauKecildi
Pulau Panjang Kabupaten Jepara Jawa Tengah.Metode penilaian kondisi terumbu karang
dilakukan dengan perhitungan persentase penutupan karang hidup menggunakan metode
MantaTowdandenganmenggunakantransekgarismenyinggungyangdisebutmetodeLIT
(LineInterceptTransect).Transekgarissepanjang50mdibentangkanpadasetiapstasiundi
PulauPanjangpadakedalaman3dan7m.Selanjutnyadilakukanpencatatanpanjangtutupan
karangdanbiotayangberasosiasidengankarangyangterdapatdibawahmeteranhingga
ketelitiancm.Setiapkolonikarangyangditemukanberadadibawahtransectdiidentifikasi
hinggatingkatgenus.TeknispelaksanaanmonitoringterumbukarangdenganmetodeManta
Tow. MetodeMantaTowadalahteknikpengamatanterumbukarangdengancaramenarik
pengamatdibelakangperahukecilbermesindenganmenggunakantalisebagaipenghubung
antaraperahudenganpengamat.Pengamatyangditarikolehperahuakanmengamatitutupan
substratdasaryangterlintassertanilaipersentasepenutupan
KondisiterumbukarangdiPulauPanjangtermasukdalamkategorisedang(denganpersen
tutupan karang hidup 29 49 %) mencapai 57 % dari keseluruhan area pengamatan.
Selanjutnyakondisiterumbukarangdengankategoriburuk(persentutupankaranghidup20
%)mencapai29%danhanya7%dalamkategoribaik(50%)danburuksekali(persen
tutupankaranghidup5%).Kejadiantersebutdidugadiakibatkanolehmenurunnyakualitas

52

perairanakibatsedimentasi,aktivitasgelombangmusimbarat,sertaaktivitasmanusiaseperti
wisata,berenang,memancingataupunpencarikerangturutsertamemicubanyaknyapecahan
karang akibat terinjak injak (gleening). Ancaman lainnya adalah ketika musim barat,
dimanapadabagiantimurdigunakansebagaitempatberlindungkapalkapalbesar.Kondisi
ekosistem terumbu karang yang ada di perairan Pulau Panjang mengalami peningkatan
kerusakan yang tinggi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya serius
pengelolaannya dengan penetapan organisasi serta rencana pengelolaannya dengan
melibatkanseluruhstakeholderyangada.

TOPIK 2 : PEMANFAATAN LAUT DAN PESISIR


BALLROOM B 2nd Floor
Kamis, 20 November 2014
Waktu
Judul
Sesi 1 11.00 - 12.00
Moderator : Dr. Agus Subianto, M.Si.
11.00 - 11.10 Marine Yeast Sebagai Starter Dalam Fermentasi Hidrolisat
Protein Kepala Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)
Rebus
Sukoso
11.10 - 11.20 Kajian Suhu Permukaan Laut, Salinitas Dan Presipitasi
Kaitannya Dengan Laju Pertumbuhan Karang Porites Di
Nusa Penida, Bali
C.K. Tito, A.D.
11.20 - 11.30 Jenis, Daerah Penangkapan Dan Pemasaran Ikan Hiu Di
Kepulauan Bangka Belitung
Ardiansyah Kurniawan
11.30 - 11.40 Pembangkit Listrik Tenaga Surya sebagai Solusi Pemenuhan
Kebutuhan Listrik Masyarakat di Pulau-pulau Kecil Terluar
di Indonesia
Adipati Rahmat
11.40 - 11.50 Karakteristik Habitat Dasar Dan Catatan Mengenai
Pemijahan Ikan Terumbu Di Kepulauan Seribu

Kode

2-O-01

2-O-02

2-O-03
2-O-04

2-O-05

Adriani Sunuddin
11.50 - 12.00

12.00 - 13.00

Produktivitas penangkapan ikan demersal menggunakan


Pancing ulur di perairan kepulauan sembilan Kabupaten
sinjai, sulawesi selatan
Alfa F.P. Nelwan
Makan siang

Moderator : Dr. Agus Subianto, M.Si.


Sesi 2 13.00 - 14.40
Time
Title
13.00 - 13.10 Potensi Terumbu Karang di Perairan Karang Kokob Kab.
53

2-O-06

Code
2-O-07

13.10 - 13.20

13.20 - 13.30

Pasuruan
Anna Fauziah
Membangun Ekonomi Masyarakat Pesisir Melalui Usaha
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Menuju
Masyarakat Maluku Tenggara Sejahtera
B. L. Letelay
Teknologi Beton Geopolimer: Perkembangan dan Peluang
Aplikasi pada Elemen Struktur Pracetak untuk menunjang
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil

2-O-08

2-O-09

Ridho Bayuaji
13.30 - 13.40

Strategi Peningkatan Produksi Perikanan Terumbu Karang di


Indonesia

2-O-10

Budy Wiryawan
13.40 - 13.50

Pembangunan Masyarakat Pesisir: Sebuah Pelajaran Dari


Kabupaten Kepulauan Yapen, Propinsi Papua

2-O-11

C. Y. Mambay
13.50 - 14.00

Mengelola Kawasan Konservasi Perairan Menggunakan Sistem Informasi


2-O-12
Berbasis Android

Christian Novia N. Handayani


14.00 - 14.10

Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kakap Merah yang


Didaratkan di Bangka Selatan

2-O-13

Diniah
14.10 - 14.20
14.20 - 14.30
14.30 - 14.40

Analisis Tangkapan Sampingan Hiu Biru (Prionace glauca) pada Alat Tangkap
2-O-14
Longline Tuna di Samudera Hindia
Dwi Ariyogagautama
Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kei Besar
2-O-15
Estradivari
Gaya Extra Bouyancy dan Bukaan Mata Jaring Sebagai Indikator
2-O-16
Efektivitas dan Selektivitas Alat Tangkap Purse Seine di Perairan
Sampang Madura

Dr. Ir. Guntur, MS


14.40 - 15.00 Coffee Break
15.00 - 17.00 Sessi 3
Moderator : Dr. Bambang Suprakto, M.T.
Time
Title
15.00 - 15.10 Konektivitas Genetik Populasi Terumbu Karang dan Implikasinya
pada Desain dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Code
2-O-17

Hawis Madupa
15.10 - 15.20
15.20 - 15.30

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Badung


I Made Badra
Kajian Komprehensif ProduktiVitas Usaha Budidaya Rumput Laut di
Bali

2-O-18
2-O-19

I Wayan Arthana
15.30 - 15.40

Tourist Satisfaction In The Marine Recreation Park Gili Matra,


Nusa Tenggara Barat, Indonesia

Imam Bachtiar

54

2-O-20

15.40 - 15.50

Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Arkeologi Laut di


Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
Ira Dillenia

2-O-21

15.50 - 16.00

Pengelolaan Mikroalga Laut Terpadu untuk Menunjang Pertanian


dan Konektivitas di Kawasan Pulau-pulau Kecil
K. Akhir
Pentingnya Lamun untuk Mendukung Ketersediaan Makanan Bagi
Masyarakat Wakatobi
La Beloro

2-O-22

16.00 - 16.10

16.10 - 16.20

16.20 - 16.30
16.30 - 16.40
16.40 - 16.50
16.50 - 17.00

Tingkat Kepatuhan Pengguna Sumber Daya Laut Terhadap


Peraturan Pengelolaan Di Kawasan Taman Nasional Teluk
Cendrawasih
La Hamid
Studi Biologi Reproduksi Beberapa Jenis Ikan Pelagis Kecil
pada Tiga Lokasi Pendaratan Ikan di Indonesia
M.Yusuf
Teknologi Budidaya Intensive untuk Mendukung Efektivitas
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Maruf Kasim
Potensi Wisata Bahari Megafauna Watching di Perairan
Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur
Magdalena Ngongo
Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy Pada Kawasan
Pesisir Brebes
Mira

55

2-O-23

2-O-24

2-O-25
2-O-26
2-O-27
2-O-28

2-O-01
MARINE YEAST SEBAGAI STARTER DALAM FERMENTASI
HIDROLISAT PROTEIN KEPALA UDANG VANAME (Litopenaeus
vannamei) REBUS
Sukoso*1, M. Firdaus2, Dewanti Budy3, Amega FM7.
1,2,3,

Fishery Processing Technology, Fishery and Marine Science Faculty, University


Brawijaya, Malang.
7

Medical Faculty, University Brawijaya, Malang.


*Corresponding: mrsukoso@yahoo.com
ABSTRAK

Marine yeast adalah mikroba yang hidup dan diisolasi dari laut. Mikroba ini
memiliki kemampuan menghasilkan enzim yang kemungkinan dapat berperan
penting dalam menghidrolisa bahan buangan hasil proses pengolahan udang berupa
kepala udang. Hidrolisat protein biasanya dibuat dengan menggunakan ekstraksi
bahan-bahan kimia, namun dapat dilakukan dengan cara yang lebih aman yakni
dengan menggunakan enzim mikroorganisme melalui fermentasi. Lama
fermentasi dan sumber karbon yang tersedia sangat berpengaruh terhadap kualitas
akhir produk hidrolisa protein. Salah satu sumber karbon adalah molase. Penelitian
ini menggunakan molase yang direbus dan dijadikan sebagai sumber karbon
potensiil bagi pertumbuhan khamir laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan interaksi volume molase rebus dan lama fermentasi yang optimum
terhadap kualitas hidrolisat protein kepala udang vaname rebus. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan RAL faktorial. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah volume molase rebus (100 mL, 200 mL, dan 300 mL) dan lama
fermentasi (3, 6, 9, dan 12 hari), sedangkan variabel terikat meliputi analisis
proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein, dan kadar karbohidrat),
pH, kapasitas emulsi, daya buih, kalsium, dan profil asam amino. Hasil penelitian
terbaik pada hidrolisat protein kepala udang vaname rebus mengandung analisa
proksimat (kadar air 12,62%, kadar lemak 1,78%, kadar abu 14,43%, kadar protein
56

55,42%, dan kadar karbohidrat 15,75%), pH 4,79, kapasitas emulsi 47,53%,


daya buih 0,17 mL, dan kalsium 0,0025%. Selain itu, perlakuan terbaik juga
menghasilkan 16 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 7
asam amino non esensial. Kualitas hidrolisat protein kepala udang vaname rebus
terbaik didapatkan pada volume molase rebus 200 mL dan lama fer mentasi 12 hari.
Kata kunci: molase rebus, fermentasi, khamir laut, hidrolisat protein, kepala
udang vaname.

2-O-02
KAJIAN SUHU PERMUKAAN LAUT, SALINITAS DAN
PRESIPITASI KAITANNYA DENGAN LAJU PERTUMBUHAN
KARANG PORITES DI NUSA PENIDA, BALI
C.K. Tito, A.D. Saputra, J.J. Hidayat dan A.R. Zaky
Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali, 822251
e-mail: camellia.tito@gmail.com
Abstrak
Laju pertumbuhan karang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan di
sekitarnya. Untuk mengetahui pengaruh suhu permukaan laut (SPL),
salinitas dan presipitasi terhadap laju pertumbuhan karang di perairan Nusa
Penida, Bali, telah diambil sampel karang Porites yang tumbuh pada
kedalaman 6,5 m. Dalam studi ini dianalisis 5 koloni karang Porites, sampel
karang tersebut difoto sinar x kemudian dihitung laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan karang dihitung dengan menggunakan metode densitometri
dengan software CoralXDS. Hasil analisis menunjukkan bahwa karang
memberikan respon yang berbeda terhadap kenaikan SPL maupun
penurunan salinitas dan presipitasi. Pengaruh salinitas dan presipitasi
terhadap laju pertumbuhan karang di perairan Nusa Penida lebih besar
dibandingkan dengan pengaruh SPL.
Kata kunci: laju pertumbuhan karang; densitometri; Nusa penida; Porites

57

2-O-03
JENIS, DAERAH PENANGKAPAN DAN PEMASARAN IKAN HIU
DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Ardiansyah Kurniawan1,2*, Aji Prayoga2 , Fahrian Hafiz2, Muhammad Fajar2,
Ilhafuroihan Apriliazmi2, Aditya Nugraha2 dan Djumadi Parluhutan3
1

Mitra Bahari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung


3

Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Serang


* ardian_turen@yahoo.co.id
Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis ikan hiu, daerah penangkapan dan
pemasarannya ikan hiu di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan titik lokasi pendataan pada
Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Pelabuhan Muara Sungai Baturusa, dan Pelabuhan Tanjung
Pandan, Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni- Agustus 2014.
Jenis-jenis ikan hiu yang teridentifikasi didaratkan di pelabuhan provinsi Kepulauan Bangka
Belitung adalah Hiu Mejan (Whitespotted Guitarfish / Rhynchobatus australiae), Hiu Isap (Brownbanded
Bambooshark / Chiloseyllium punctatum), Hiu Umbut (Whitecheek Shark / Carcharhinus dussumieri),
Hiu Barong (Shark Ray / Rhina ancylostoma), Hiu Cicak (Whitespotted Bambooshark / Chiloscyllium
plagiosum), Hiu Punai (Blackspot Shark / Carcharhinus sealei), Hiu Martil (Smooth Hammerhead /
Sphyrna zygaena), Hiu Tokek (Bali Catshark / Atelomycterus Baliensis), Hiu Belimbing (Zebra Shark /
Stegostomitidae).
Daerah penangkapan ikan hiu adalah Perairan disekitar Pulau Tujuh, Pulau Dua, Pulau
Burung, Perairan Tanjung Pesona dan Laut Cina Selatan untuk PPN Sungailiat; Perairan Kurau
kabupaten bangka tengah dan perairan Sadai kabupaten Bangka Selatan untuk TPI Muara Sungai
Baturusa; Perairan Selat Nasik, Perairan Timur Belitung-Selat Karimata, Tanjung Binga dan Laut Jawa
untuk PPN Tanjung Pandan.

58

Pemasaran ikan hiu dilakukan pada pasar domestic memenuhi kebutuhan lokal dan regional
dengan distribusi ke Jakarta. Tidak teridentifikasi ekspor ikan hiu langsung dari Bangka Belitung. Harga
daging ikan hiu tertinggi pada jenis Rhynchobatus australiae. Daging hiu dimanfaatkan sebagai bahan
baku produk olahan perikanan. Sirip dijual kering pada ikan hiu dengan ukuran dibawah 1 meter, dan
dijual basah untuk ukuran lebih dari 1 meter.
Kata kunci :Jenis Ikan Hiu, Bangka Belitung, Daerah tangkapan ikan hiu, Pemasaran ikan hiu

2-O-04
PEMBANGKITLISTRIKTENAGASURYASEBAGAISOLUSI
PEMENUHANKEBUTUHANLISTRIKMASYARKATDIPULAU
PULAUKECILTERLUARDIINDONESIA

AdipatiRahmat
Abstrak
Indonesiasendirimemilikisejumlah92pulaupulaukecilyangberada
dititikbatasterluarbatasadministrasiNKRI.Darijumlahtersebut
diatas,31pulaudiantaranyaadalahpulauberpendudukyangdihuni
sejumlah310.042jiwaatau76.347KepalaKeluarga(KK).Namun,
hanyasekitar28,50%KKyangsudahteralirilistrikdariPLN,sisanya
sebanyak28,5%KKmasihmenggunakanlistriknonPLNdansisanya
44,29%KKbelummemperolehaksesenergilistriksamasekali.
Studiinimenelaahsolusidalamperencanaanpenyediaanlistrikbagi
masyarakatdiPulaupulauKecilTerluardiIndonesia,melaluimetode
ListrikTenagaSurya.
Keywords:Listrik,PulaupulauKecil,TenagaSurya.

59

2-O-05
KARAKTERISTIK HABITAT DASAR DAN CATATAN MENGENAI
PEMIJAHAN IKAN TERUMBU DI KEPULAUAN SERIBU

Adriani Sunuddin*, Syamsul Bahri Agus,


Department of Marine Science and Technology, Bogor Agricultural
University
Abstrak
Pemijahan adalah salah satu proses kunci yang menentukan kelestarian sumberdaya
perikanan di ekosistem terumbu karang, sedangkan catatan mengenai kegiatan
pemijahan alami dan karakteristik habitat pemijahan di ekosistem terumbu karang
nusantara masih perlu dikembangkan lagi. Survey pengamatan tanda pemijahan
telah dilakukan berdasarkan periode lunar (bulan mati dan purnama) di 21 stasiun
pengamatan di Kepulauan Seribu, sejak September 2010 hingga September 2013,
dengan mengampu metode yang dikembangkan oleh Society for Conservation of
Reef Fish Aggregations dan The Nature Conservancy. Sebanyak 21 famili ikan
terumbu menunjukkan tanda pemijahan di 17 stasiun pengamatan, dengan dua
stasiun merupakan habitat pemijahan massal untuk ikan Thalassoma lunare
(Labridae) dan Aeoliscus strigatus (Centriscidae). Ada tujuh tanda pemijahan yang
diamati dalam penelitian ini, yaitu ikan betina yang gravid dan bersifat kriptik,
tingkah laku berpasangan (courtship), ikan jantan yang agresif dan/atau terluka,
warna tubuh yang tidak biasa, menetaskan/menjaga telur (hatchling), agregasi, dan
pemijahan. Survey karakteristik habitat dasar terumbu karang dilakukan
menggunakan metode transek garis menyinggung yang dikombinasikan dengan
pemeruman akustik bim tunggal. Untuk perairan terumbu yang telah mengalami
degradasi habitat seperti Kepulauan Seribu, diketahui bahwa penutupan karang
hidup yang tinggi bukan merupakan karakteristik penentu habitat pemijahan,
melainkan rugositas yang tinggi dan sejumlah bentukan geomorfologi dasar yang
mampu menyediakan naungan bagi ikan betina, penempatan telur yang aman, serta
tingkah laku berpasangan dan agregasi yang terlindung.
60

Kata kunci: ikan terumbu, habitat pemijahan, geomorfologi, rugositas, Kepulauan


Seribu
*corresponding author: adriani@ipb.ac.id

2-O-06
PRODUKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL
MENGGUNAKAN PANCING ULUR DI PERAIRAN KEPULAUAN
SEMBILAN KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN
Alfa F.P. Nelwan, Sudirman1, dan St. Aisjah Farhum1
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
Email: alfanelwan@fisheries.unhas.ac.id

ABSTRAK
Produktivitas penangkapan adalah kemampuan produksi suatu jenis alat
tangkap dalam ukuran waktu, volume, maupun luas daerah penangkapan.
Prinsip penangkapan pancing ulur adalah pemancingan dengan
menggunakan umpan alami. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
produktivitas penangkapan pancing ulur dan membandingkan produktivitas
penangkapan berdasarkan waktu pemancingan. Penelitian ini adalah studi
kasus pada satu unit pancing ulur selama 30 trip pada bulan April Juni
2014. Perhitungan produktivitas penangkapan pancing ulur (ekor/menit)
adalah perbandingan antara produksi ikan (ekor) dengan lama waktu
pemancingan (menit). Perbandingan produktivitas penangkapan antara
waktu pemancingan menggunakan uji statistik Kruskal-wallis. Hubungan
produktivitas penangkapan dengan jumlah umpan dan lama waktu
penangkapan menggunakan analisis regresi. Hasil tangkapan utama pancing
ulur adalah kerapu hitam (Epinephelus ongus) dan cakupan daerah
penangkapan ikan berada pada 51930-53647 LS dan 1194830120200 BT. Aktivitas pemancingan dilakukan sampai 3 kali dalam setiap
trip dengan total produksi hasil tangkapan 55 ekor selama 30 trip
penangkapan. Produktivitas pemancingan pada daerah penangkapan pertama
sebesar 0.07673 ekor/menit, daerah penangkapan kedua sebesar 0.09134
ekor/menit, dan pemancingan ketiga sebesar 0.06784 ekor/menit.
Berdasarkan uji non-parametrik Cruscal-wallis, menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan diantara ketiga daerah penangkapan. Model regresi

61

menujukkan lama wakt pemancingan signifikan memengaruhi produktivitas


penangkapan.
Kata kunci: produktivitas, penangkapan, pancing ulur, kerapu hitam, Sinjai

62

2-O-07
POTENSI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN KARANG KOKOB
KAB. PASURUAN
Anna Fauziah*
Akademi Perikanan Sidoarjo
Kampus Industri Perikanan- Raya Buncitan Kotak Pos 1 Sedati-SDA, 61253
Telp. 031- 8911380
Email : anna_apsidoarjo@yahoo.com
Abstrak
Perairan Kabupaten Pasuruan merupakan suatu kawasan dengan ekosistem terumbu
karang yang unik dan dapat dikembangkan. Pengembangan di sektor kelautan dan
perikanan yang berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan peran aktif
masyarakat sekitar mutlak diperlukan guna kelestarian ekosistem dan perlindungan
biota laut, khususnya terumbu karang dan segala biota yang berada di sekitarnya.
Diperlukan pula teknik dan metode pengelolaan kawasan, pengendalian serta
pengawasan yang terintegrasi demi keberlangsungan sumberdaya hayati pesisir dan
laut khususnya terumbu karang di perairan ini.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penyebab utama kerusakan terumbu karang di
Perairan Karang Kokob Kabupaten Pasuruan adalah akibat dari tingkat pemanfaatan
yang bersifat destruktif (over eksploited) dan penggunaan alat tangkap ikan yang
tidak konservatif.
Secara umum kondisi lingkungan perairan Karang Kokob merupakan daerah yang
dapat mendukung kehidupan organisme laut, dengan nilai parameter suhu berkisar
antara 24-27oC, salinitas berkisar antara 31-35 permil, kecerahan >12 m, pH normal
dan seimbang sebesar 7, bebas dari kandungan amniak dan H2S serta kandungan
limbah bahan organik rendah antara 0.12 0.8 ppm
Dari hasil pemetaan tata letak proyeksi diperkirakan luasan pulau Karang Kokob
sebesar 996,510 m2, dengan hasil survei manta menunjukkan bahwa, terumbu karang
berada pada kawasan Utara ke Arah Timur hingga Selatan pada posisi ke arah tubir
di kedalaman antara 5 s/d 17 m, dengan prediksi luasan potensi terumbu karang
sebesar 427.075 m2 adapun kondisi tutupan karang dari luasan 427.075 m 2 tersebut
sebesar 73,67 % yang menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang dalam
kondisi baik atau sehat, dan nilai tingkat kerusakan sebesar 26,33 %
Untuk menjaga agar ekosistem terumbu karang di Karang Kokob tetap stabil, perlu
dilakukan pengembangan kawasan terumbu karang seluas 440.935 m 2, dengan
mengaplikasikan teknologi terumbu karang buatan dan transplantasi karang maupun
fish apartemen bagi ikan. pada sisi barat, pada kedalaman 3-5 meter, dimana area
tersebut digunakan nelayan untuk mencari ikan dalam menopang kehidupannya,
sehingga nelayan tidak lagi mencari ikan pada kawasan terumbu karang alami yang
berfungsi sebagai kawasan penyangga / area konservasi.
Semenjak adanya terumbu karang buatan yang diletakkan di kedalaman 3-5 meter,
nelayan lebih mudah mendapatkan hasil tangkapannya, sehingga tidak perlu
63

merusak habitat alami terumbu karang. Dari hasil survey didapatkan hasil
tangkapannya mengalami peningkatan sebesar 1-2 kali dari hasil tangkapan
sebelumnya.
Kata Kunci : Pemetaan, Potensi, Terumbu Karang, Karang Kokob Pasuruan

64

2-O-08
MEMBANGUNEKONOMIMASYARAKATPESISIRMELALUI
USAHABUDIDAYARUMPUTLAUT(Eucheumacottonii)MENUJU
MASYARAKATMALUKUTENGGARASEJAHTERA

B.L.Letelay

Abstrak
RumputLaut(Euchemiacottonii)merupakansalahsatukomoditiunggulanyang
adadiKabupatenMalukuTenggara.Keberhasilanpengembanganbudidayarumput
laut diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagaimana
dianjurkan oleh Badan Organisasi Dunia FAO, bahwa dalam pembangunan
perikananhendaknyapengembanganusahaperikananbudidayadapatlebihdipacu
untukmengurangitekananakibatdariusahapenangkapan.KebijakanPembangunan
Nasionalyangterpadudapatmewujudkanpemanfaatanlahansecaraoptimaldengan
tujuansebesarbesarnyabagikemakmuranrakyat. PemerintahDaerahKabupaten
Maluku Tenggara sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan daerah
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD)tahun20132018memposisikansektorKelautandanPerikanansebagai
Leading Sektor. Kebijakan ini tidak terlepas dari keragaan geografis wilayah
dimanasekitar3.084,20km2merupakanlautandanluasdaratanhanyasekitar1.017
km2 dari seluruh luas wilayah Kabupaten 4.101,20 km2, dengan jumlah pulau
sebanyak 68 buah pulau dan memiliki panjang garis pantai 989,812 km2.
Karakteristik geografis tersebut menjadikan wilayah ini sangat potensial untuk
pengembangan sektor kelautan dan perikanan termasuk pengembangan budidaya
perikanan.SecaraumumLuaslahanpotensialuntukusahabudidayalaut(marine
culture)mencapai10.900,76Ha,dariluasanlahanyangada5.103Ha potensial
untukusahabudidayarumputlaut.Dariluaslahanpotensialbudidayarumputlaut
tersebutmaka2.810,57Ha(55%)diantaranyatelahdimanfaatkansementara2.292,
43 Ha (45%) belum dimanfaatkan. Pengembangan budidaya rumput laut di
KabupatenMalukuTenggaramempunyaiprospekyangbaikdiantaranya:Karena
tersedianyalahanyangluas;Permintaanpasarterhadapproduksirumputlautcukup
tinggi,sedangkanproduksirumputlautdiKabupatenMalukuTenggarasampaisaat
inimasihtergolongkecil;Modalyangdibutuhkanuntukkegiatanbudidayarumput
laut relatifkecil,sehinggamemungkinkanuntukdilaksanakanolehparanelayan
rumputlaut,baiksecarasambilanmaupunpenuh;Metodebudidayarumputlaut
mudahdilaksanakanolehmasyarakat(metodeLongLine);Bibitmudahdiperoleh;
Pertumbuhancepat;danKegiatanbudidayarumputlautinijugadapatmenyerap
tenagakerjayangcukup.
65

KataKunci:RumputLaut(Eucheumacottonii),KebijakanPemerintahDaerah
KabupatenMalukuTenggara

2-O-09
TEKNOLOGI BETON GEOPOLIMER: PERKEMBANGAN DAN
PELUANG APLIKASI PADA ELEMEN STRUKTUR PRACETAK
UNTUK MENUNJANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR,
LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL
RIDHO BAYUAJI
Prodi Diploma Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
ITS Surabaya Indonesia 60111, email: bayuaji@ce.its.ac.id
Abstrak
Teknologi beton geopolimer adalah teknologi beton hijau yang berpotensi untuk
terus dikembangkan untuk material konstruksi pada proyek infrastruktur. Faktor
utama yang menjadi daya tarik beton geopolimer adalah pada proses
geopolimerisasi, proses yang merubah hasil limbah industri yang mengandung
alumino-silikat oksida menjadi produk geopolimer dengan kekuatan mekanik tinggi
tanpa menggunakan semen.
Fokus makalah ini mengklarifikasi beton geopolimer yang tahan terhadap serangan
korosi larutan garam yang menyumbang keawetan dan kekuatan lebih baik
dibandingkan beton normal sehingga sangat menguntungkan untuk diaplikasikan
pada infrastruktur di Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu dalam perkembangan teknologi beton geopolimer juga berpeluang untuk
diaplikasikan menjadi material konstruksi di saat ini dan masa mendatang
khususnya pada elemen struktur pracetak. Aplikasi beton geopolimer dengan sistem
pracetak memberi peluang memaksimalkan keunggulan properti beton geopolimer
agar berfungsi sebagai material konstruksi yang berkelanjutan untuk memenuhi
fungsi material konstruksi dalam menunjang pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut
dan Pulau-Pulau Kecil..
Keywords :geopolimer, elemen struktur, konstruksi, lingkungan korosif, pracetak
66

67

2-O-10
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN
TERUMBU KARANG DI INDONESIA
1

2,1

Budy Wiryawan , Irfan Yulianto , Cornellius


3
2
Hammer , Harry W. Palm

Institut Pertanian Bogor


Universitas Rostock, Jerman
3
Pusat Penelitian Perikanan Laut Baltic, Thnen Institut, Jerman
2

Abstrak
Nelayan di Indonesia sebagian besar nelayan skala kecil sehingga
daerah penangkapan ikan-nya di sekitar wilayah pantai khususnya di
sekitar ekosistem terumbu karang, hal ini menunjukkan salah satu
perikanan yang sangat penting di Indonesia adalah perikanan terumbu
karang. Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia berusaha
meningkatkan produksi perikanan di Indonesia. Bahkan pada tahun 2009
menetapkan visi ambisius untuk menjadi penghasil produk perikanan
terbesar di dunia, meskipun visi tersebut kemudian direvisi, namun
beberapa kegiatan untuk mendukung visi tersebut telah dijalankan selama
lebih dari dua tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa strategi
dalam meningkatkan produksi perikanan terumbu karang di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat strategi khusus dalam
meningkatkan produksi perikanan karang, namun beberapa program yang
ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
menunjukkan adanya usaha peningkatan produksi perikanan terumbu
karang. Program kementerian yang berhubungan dengan peningkatan
produksi perikanan karang antara lain pengembangan dan pengelolaan
perikanan tangkap, peningkatan produksi perikanan budidaya, dan
pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dimana
masing-masing program dilaksanakan oleh masing-masing direktur
jenderal yang terdapat di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.

68

2-O-11
PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR: SEBUAH
PELAJARAN DARI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN,
PROPINSI PAPUA

Oleh;

C. Y. Mambay, V. T. Gedoan** dan Z. Rumpedai ***

Abstract
Yapen is one of the Districts located in the Northern part of Papua
Province facing directly to Pacific Ocean, with an extensive coastal
and marine resource. Nevertheless, unmanaged of marine and coastal
resources also lack of human resources and extremely limited access
to market caused remarkable poverty of coastal community, so that
coastal community development action are needed. This community
development strategy adopt the local wisdom and involved community
in encourage them to determine their needed and priority. This project
also engaging government, private sectors, university and NGO also
other parties as community stakeholders that made this activity more
integrated and sustain.
This project started on 2013 granted and facilitated 3 villages, the
results until present time are, 7 of community groups that focusing on
fishery increase their fish catch average up to 25
%. 1 group of fish fattening increase their family income to 2.5
million rupiah by August 2014. 3 villages already receive the
development found and facilitated by project since 2013. For year of
2014 project expanded to six other village. Total of 49 community
groups already formed and currently facilitating also founded by this
project. This 49 groups are consist of 20 groups of penangkapan, 9
groups of marine culture, 6 Grameen Bank groups, 6 groups of marine
products, 6 groups of infrastructures and 3 groups of coastal resources
management.

69

2-O-12
MENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI BERBASIS ANDROID
Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Aulia Rahman
Abstrak
Tantangan terbesar dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan di
Indonesia adalah manajemen data. Salah satu cara untuk menjawab
tantangan tersebut adalah dengan memanfaatkan sistem informasi yang
sudah tersedia untuk mengelola database dalam MPA. Pemanfaatan
teknologi Android dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan
peluang baru untuk meningkatkan efektivitas alur data. Tujuan penggunaan
teknologi android dalam kegiatan pengumpulan data dalam kawasan
konservasi adalah membantu meningkatkan efisiensi dalam kegiatan
lapangan dan mengurangi jeda waktu antara pengumpulan data, input data
hingga proses analisa dan pelaporan. Metode yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah survei online dengan bantuan perangkat lunak berbasis
android Akvo dan perangkat keras telepon pintar. Survei dilakukan di 16
lokasi di Indonesia dengan 22 formulir survei yang berbeda. Hasil kegiatan
uji coba pengambilan data menggunakan metode ini menunjukkan bahwa
informasi yang dihasilkan setara dengan pendataan secara manual
menggunakan kertas, GPS dan kamera digital. Nilai lebihnya adalah data
yang diambil dapat segera diakses dan diolah segera setelah kembali dari
lapangan.

Kata kunci: Sistem Informasi, Android, Pengelolaan, Kawasan Konservasi


Perairan

70

2-O-13
PENGELOLAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP
MERAH YANG DIDARATKAN DI BANGKA SELATAN

ABSTRAK
Diniah1), Roza Yusfiandayani2), Poetry Regya Mattasari3)
diniahbs@gmail.com, ochaipb@gmail.com, prmattasarii@yahoo.co.id
1, 2)
Staf pengajar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya kakap merah di Perairan Bangka Selatan potensial untuk
dikembangkan. Produksi kakap merah pada tahun 2001-2009 berfluktuasi, sehingga
perlu ada upaya penilaian terhadap angka potensi agar eksploitasi kakap merah di
Bangka Selatan dapat berjalan optimal, baik secara biologi maupun ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unit penangkapan ikan kakap merah
dan produktivitasnya, serta pemanfaatan sumberdaya kakap merah yang optimal.
Analisis data menggunakan analisis teknik, bioteknik dengan pendekatan model
Algoritma Fox, serta bioekonomi. Penelitian ini menggunakan studi kasus, dengan
kasusnya adalah pemanfaatan sumberdaya kakap merah di Perairan Bangka Selatan.
Unit penangkapan ikan kakap merah di Perairan Bangka Selatan adalah pancing ulur
dan rawai dasar. Hasil tangkapan kakap merah dari pancing ulur dan rawai dasar
berjumlah 51,67 kg dan 41,74 kg, dan musim puncak pada bulan November-Januari.
Produktivitas pancing ulur adalah 3,49 ton/unit/tahun, sedangkan produktivitas
rawai dasar adalah 2,34 ton/unit/tahun. Hasil estimasi parameter biologi adalah laju
pertumbuhan intrinsik (r) 1,05 ton per tahun, koefisien alat tangkap (q) 0,000007
ton per trip, dan daya dukung lingkungan (K) 56.742,06 ton per tahun. Hasil
perhitungan analisis statis pemanfaatan sumberdaya kakap merah dengan
menggunakan model estimasi Algoritma Fox pada kondisi MSY menghasilkan
tingkat stok ikan (x) 28.371,03 ton per tahun, produksi (h) optimal 14.844,01 ton per
tahun, effort (E) 80.059,52 trip per tahun, keuntungan () optimal Rp
346.415.173.698,64 per tahun. Kondisi MEY didapatkan nilai x sebesar 29.314,63
ton per tahun, h sebesar 14.827,59 ton per tahun, E sebesar 77.396,8 trip per tahun
dan Rp 346.825.676.132, 56 per tahun. Pemanfaatan sumberdaya kakap merah
yang aktual h sebesar 911,22 ton per tahun, nilai E sebesar 39.756 trip per tahun dan
Rp 10.522.369.814,22 per tahun. Perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa
pemanfaatan sumberdaya kakap merah di Bangka Selatan belum mengalami
overfishing baik secara biologi maupun ekonomi.
Kata kunci: analisis bioekonomi statis, kakap merah, MEY, MSY, Perairan Bangka
Selatan

71

2-O-14
ANALISIS TANGKAPAN SAMPINGAN HIU BIRU (PRIONACE
GLAUCA) PADA ALAT TANGKAP LONGLINE TUNA DI
SAMUDERA HINDIA

Dwi Ariyogagautama, Wahyu Teguh Prawira dan Rudy Masuswo Purwoko

ABSTRAK
Hiu Biru (Prionace glauca) memiliki persebaran yang luas (cosmopolitan) yaitu
meliputi Laut Atlantik, Pasifik, mediterian dan samudera hindia. Hiu jenis ini
merupakan salah satu jenis hiu yang mendominasi hasil tangkapan sampingan pada
alat tangkap longline di samudera Hindia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memberikan gambaran potensi tangkapan sampingan, distribusi vertikal
tertangkapnya hiu biru, dan ukuran hiu tertangkap di perairan Samudera Hindia.
Metode pengumpulan data melalui pencatatan langsung oleh observer, sedangkan
analisa menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan mulai pada
bulan Juni 2006 hingga Juni 2014. Data terkumpul sebanyak 47 trip dari 25 kapal di
2 Pelabuhan Perikanan yaitu pelabuhan benoa dan Nizam Zachman Muara Baru.
Hasil penelitian menunjukkan Hiu Biru tertangkap sebanyak 381 individu dengan
hook rate sebesar 0,3591 individu/1000 hook yang terdiri atas 39,9% Jantan (Lc50
= 170,02 cm), 53% Betina (Lc50 = 176,37 cm) dan 7,1% tidak teridentifikasi. Hiu
biru rata-rata tertangkap pada kedalaman 155 355 m dengan panjang ikan
tertangkap (FL) sebesar 150 210 cm. Komposisi Hiu tertangkap 77% Jantan dan
94,6% masih dibawah ukuran dewasa, dimana Hiu Biru memiliki Lm yaitu 187 cm
untuk jantan dan 220 untuk betina. Operasi penangkapan tuna pada longline berada
pada jangkauan kedalaman yang sama dengan hiu biru dengan didominasi oleh hiu
dibawah ukuran dewasa. Tingginya hasil tangkapan Hiu Biru belum dewasa akan
menyebabkan growth overfishing yang mengancam keseimbangan ekosistem dan
keberlangsungan sumber daya perikanan di lokasi tersebut. Dengan diketahuinya
mix layer ikan tuna dan hiu, maka diperlukan upaya mengurangi bycatch hiu ini
yang merupakan keystone species di laut.
Kata Kunci : Bycatch, Hiu Biru, Prionace glauca, longline tuna, Samudera Hindia

72

2-O-15
DAMPAK PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR DAN
LAUT DI KEI BESAR: SEBUAH KERANGKA ANALISA
DPSIR

Estradivari, Meentje Simatauw, Yoisye Lopulalan

Abstrak
Menggunakan kerangka analisa Penggerak-Tekanan-Status-Dampak-Respons
(Drivers-Pressures-State-Impact-Responses/DPSIR),
masyarakat
dan
para
pemangku kepentingan lokal di Kei Besar diwawancara untuk membangun jaringan
sebab-akibat yang menghubungkan status ekosistem dengan penggerak perubahan
sosial. Diskusi kelompok fokus dan wawancara informan kunci dilakukan di
delapan Ohoi di Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara pada bulan November
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kebutuhan akan produk
laut serta tingginya harga pasar menjadi faktor Penggerak sosial di pesisir Kei Besar.
Hal ini mengakibatkan adanya Tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan laut, di
antaranya penambangan pasir dan batu karang di ohoi Banda Eli, Lerohoilim,
Waatlar dan Werka serta maraknya penangkapan biota laut melalui kegiatan bameti
di daerah pasang surut (meti) dengan akar tuba. Selain itu di beberapa ohoi,
pembukaan sasi Lola dan teripang yang lebih cepat akibat adanya permintaan pasar
juga memberi tekanan terhadap sumberdaya. Dalam 10 tahun terakhir, masyarakat
mengakui telah terjadi degradasi ekosistem pesisir terutama di daerah meti dan
pengurangan stok komoditas spesies target akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut.
Secara keseluruhan, hal ini bisa berdampak terhadap penurunan keanekaragaman
biota, perikanan, pertahanan pesisir dari ancaman badai dan perubahan iklim. Selain
itu, penurunan kualitas pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut berakibat juga
terhadap penurunan pendapatan ekonomi masyarakat dan peningkatan konflik
sosial. Memperkuat sistem sasi, pembatasan jumlah tangkap dan pengaturan pasar
merupakan Respons yang tepat untuk menghindari dampak terhadap ekosistem
maupun sosial di masa depan. Kerangka DPSIR ini berguna dalam membangun
proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih proaktif untuk
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Kei Besar.

73

2-O-16
GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING
SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT
TANGKAP PURSE SEINE DIPERAIRAN SAMPANG MADURA
Dr. Ir. Guntur, MS,(1) Fuad, SPi, MT, (2) Dr. Ir. Abdul Rahem Faqih, MSi(3)
Abstrak
Efektifitas alat tangkap merupakan parameter utama untuk mengukur tingkat
efisiensi operasi penangkapan ikan, namun disatu sisi selektifitas alat
tangkap sangat penting untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Saat ini
kelestarian sumberdaya ikan mulai terancam karena semua nelayan
cenderung memperkecil ukuran mata jaring untuk meningkatkan hasil
tangkapannya. Keterbatasan sumberdaya ikan dan meningkatnya biaya
operasi penangkapan merupakan dilema yang harus dihadapi dengan
melakukan operasi penangkapan ikan yang efektif dan selektif sesuai dengan
prinsip kelestarian sumberdaya ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas dan selektifitas
alat tangkap dengan menghitung besarnya gaya extra buoyancy yang bekerja
pada jaring dan membandingkan ukuran ikan yang tertangkap (Lc) dengan
bukaan mata jaring. Selektifitas alat tangkap digunakan sebagai indikator
tingkat keramahan alat tangkap purse seine terhadap lingkungan.
Penghitungan efektifitas operasi penangkapan diawali dengan analisa teknis
jaring purse seine seperti shortening, hanging ratio, bukaan mata jaring, daya
apung dan daya tenggelam. Perhitungan selektifitas alat tangkap diawali
dengan mencari ukuran ikan saat tertangkap (Lc) dan ukuran ikan saat
pertama kali matang gonad (Lm) yang dibandingkan dengan ukuran mata
jaring purse seine.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan efektif kapal saat operasi
penangkapan ikan sekitar 7,1 knot dengan hasil tangkapan ikan 1000 kg dan
waktu operasi panangkapan sebesar 2.853 detik. Kecepatan operasi
penangkapan di atas 8 knot sudah tidak efisien lagi karena terjadi lonjakan
konsumsi bahan bakar yang yang cukup signifikan dan hasil tangkapan
cenderung tetap. Ukuran ikan selar pertama kali matang gonad (Lm) yang
tertangkap oleh purse seine sebesar 16,31 cm, sedangkan ukuran rata-rata
ikan saat ditangkap (Lc) sebesar 22,38 cm. Hal ini menunjukkan bahwa Lc >

74

Lm yang artinya alat tangkap purse seine cukup selektif diperasikan di


perairan Sampang Madura.
Key Word : Bouyancy, Purse Seine, Efektifitas, Selektifitas, Sampang

75

2-O-17
KONEKTIVITAS GENETIK POPULASI TERUMBU KARANG DAN
IMPLIKASINYA PADA DESAIN DAN PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN
Hawis Maddupa1, Beginer Subhan1, Dondy Arafat1, Aradea Bujana Kusuma1,
Nebuchadnessar Akbar1, Abdul Hamid Toha2
1

Marine Biodiversity & Biosystematics Laboratory, Department of Marine Science


& Technology, Faculty of Fisheries & Marine Sciences Bogor Agricultural
University Marine Centre Building 5th Floor Jl. Agatis No.1, Darmaga 16680,
Bogor, INDONESIA +62-251-8623644 (office/fax), +6281294926007 (mobile)
hawis@ipb.ac.id
2

Fisheries Department, State University of Papua, Indonesia

Abstrak
Tantangan utama dalam mempelajari konektivitas antara populasi laut adalah untuk
melacak sejarah awal kehidupan tahap pelagis di laut dan untuk memperkirakan
jumlah rekrutmen diri (self-recruitment). Rekrutmen diri dan konektivitas populasi
adalah aspek fundamental untuk pengelolaan dan konservasi keanekaragaman
sumber daya hayati laut, pengelolaan spesies yang dieksplotasi tinggi, dinamika
populasi organisme laut, dan meningkatkan desain kawasan konservasi perairan.
Rekrutmen diri yang mandiri dari organisme laut dan konektivitas antara populasi
dapat mencegah kepunahan lokal karena gangguan antropogenik. Namun,
pengukuran secara langsung tingkat rekrutmen diri dan konektivitas pada populasi
organisme laut merupakan tantangan besar karena jumlah juvenile yang besar dan
berukuran kecil, serta waktu yang dihabiskan dalam tahap larva pelagis dan
mortalitas yang tinggi. Meskipun durasi larva pelagis (PLD), yang bervariasi dari
hari ke minggu pada ikan, mempengaruhi kemampuan penyebaran, jarak
penyebaran juga berpotensi dipengaruhi oleh proses oseanografi, lokasi geografis
dan variabilitas aliran arus laut, serta perilaku larva, seperti posisi vertikal,
kemampuan berenang dan indera penciuman pada karang. Berbagai metode telah
dikembangkan untuk mengungkapkan penyebaran, pertukaran antara populasi, dan
rekrutmen diri. Metode ini baik memanfaatkan tag alami atau buatan. Tergantung
pada metode yang digunakan, skala spasial dan temporal yang berbeda dari
konektivitas dapat diselidiki. Untuk mengungkap fenomena ini maka digunakan
metode genetika seperti genetika populasi dan analisis keturunan (parentage
analysis). Keuntungan dari metode genetik adalah penerapannya berlaku untuk
semua spesies. Analisis genetika populasi dapat mengungkapkan konektivitas
genetik pada tingkat populasi di media skala besar, sedangkan analisis keturunan
bisa melacak keturunan individu suatu populasi pada skala kecil untuk
memperkirakan rekrutmen diri. Secara umum diasumsikan sebagai populasi terbuka
76

karena laut tidak menunjukkan hambatan atau batas yang jelas untuk penyebaran.
Para peneliti saat ini telah mengungkapkan tingkat yang berbeda dari distribusi dari
berbagai jenis organisme laut dengan PLD berbeda dan strategi reproduksi, seperti
pada hiu paus, tuna, ikan anemon, dan karang lunak.

Kata Kunci: genetika populasi, site fidelity, ekologi molecular, metapopulasi,


Kawasan Indo-pacifik

77

2-O-18

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN


BADUNG
I Made Badra
Wilayah pesisir dan laut memiliki arti strategis karena merupakan wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun
karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan
secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan.
Akhirnya menjadikan lautan sebagai kolam sampah raksasa. Dari sisi sosial
ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok
pengusaha besar dan pengusaha asing
Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin
diIndonesia. Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik
dari berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai
instansi untuk mereguasi pemanfaatannya.
Bila dibandingkan dengan keompok pelaku ekonomi lainnya, kelompok
ekonomi yang mengalami kondisi keterasingan dari dinamika perekonomian
nasional lebih parah terjadi pada kelompok nelayan. Hal ini banyak
bersumber dari sifat dasar arena aktifitas yang dimiliki yang tidak memiliki
dukungan perangkat hukum yang memadai, seperti tidak dimungkinkannya
pemilikan laut atau kawasan pantai sebagai aset produksi, kebutuhan
investasi yang relatif besar dan beresiko tinggi, serta luas pemasaran yang
cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal. Kondisi seperti ini
mengakibatkan kelompok masyarakat nelayan cenderung tertinggal jauh
dibandingkan dengan kelompok lain yang bekerja di daratan.

78

2O19
KAJIAN KOMPREHENSIF PRODUKTIVITAS USAHA BUDIDAYA
RUMPUT LAUT DI BALI
I Wayan Arthana
Abstrak
Kegiatan budidaya rumput laut di Bali terus mengalami kemajuan
baik ditinjau dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan produksi maupun
peningkatan kesejahteraan bagi pelaku usaha seperti pembudidaya, pengolah
dan pemasar. Namun dalam kegiatan budidaya rumput laut tersebut sering
muncul kendala yang dihadapi oleh petani rumput laut seperti kegagalan
panen maupun penurunan kualitas hasil panen. Tujuan dari penelitian ini
adalah sebagi berikut Mengkaji kondisi ekologis perairan di lokasi budidaya
rumput laut. Mengkaji kondisi sosial masyarakat di sekitar lokasi budidaya
rumput laut. Menyusun strategi pengembangan budidaya rumput laut
menuju ketahan budidaya rumput laut di Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskritif dimana untuk
menggambarkan keadaan aktual dan mengkaji penyebab dari gejala tertentu
yang bertujuan untuk mendapatkan data dalam pengembangan usaha
budidaya rumput laut di perairan Pantai Kutuh dan Pantai Nusa Lembongan
melalui kajian ekologis rumput laut di perairan Pantai Kutuh dan Pantai
Nusa Lembongan serta kajian sosial masyarakat dengan menggunakan
metode survey. Pada lokasi perairan Pantai Kutuh sebanyak 6 stasiun dan
Pantai Nusa Lembongan ditetapkan 12 stasiun.
Kondisi pH yaitu berkisar antara 7-8, oksigen terlarut (DO) berkisar
antara 8,4-9,2 ppm, suhu perairan yaitu 24-28 0C, kedalaman perairan pada
saat pasang yaitu 1-2.7 meter, sedangkan pada saat suruh terendah yaitu
berkisar antara 40-50 cm. Salinitas perairan berkisar antara 31-33 ppt,
konduktivitas berkisar antara 52-53 mhos/cm, Kekeruhan perairan yyaitu
0.12- 8.49 dan arus yaitu berkisar antara 0.1-0.6 m/detik.
Budidaya rumput laut banyak ditemui hama yang sangat
mengganggu budidaya rumput laut, hama tersebut berupa ikan dan gulma
pengganggu yaitu dari sejenis algae. Algae tersebut yaitu Chaetomorpha
Crassa, atau rumput laut benang. Selain hama, budidaya rumput laut di
kedua lokasi penelitian juga diserang oleh penyakit ice-ice. Penyakit ini
menyerang pada waktu tertentu, yaitu pada bulan Juli-September, sehingga
pada bulan tersebut petani mengurangi kuantitas budidaya rumput laut
Pendapatan petani rumput laut Pulau Nusa Lembongan 91%
memiliki penghasilan yang sangat tinngi yaitu 91% memiliki pendapatan
diatas lima ratus ribu rupiah. Dari segi pendidikan, petani rumput laut di
79

Nusa Lembongan berpendidikan sangat rendah, yaitu 55% tamatan SD, 3%


berpendidikan SMP serta 9% berpendidikan SMA, 6 % berpendidikan
sarjana dan 27 % tidak sekolah. Dari kelompok petani rumput laut, hanya 9
% yang mengikuti kelompok usaha budidaya rumput laut dan 91% tidak
mengikuti kelompok usaha budidaya rumput laut. Dari 33 responden di
Nusa Lembongan yang mengetahui adanya penyakit pada rumput laut yaitu
64%, tidak mengetahui 27%, dan di Desa Kutuh dari 8 responden yang
mengetahui adanya penyakit pada rumput laut hanya 37%, tidak mengetahui
63%. Bantuan mendesak yang diberikan untuk pengembangan usaha
budidaya rumput laut dari 33 responden di Nusa Lembongan yaitu
pendampingan 0%,sumbangan modal 6%, pelatihan 0%, industri dan
pengolahan 0%, lainnya 91% dan di Kutuh dari 8 responden yaitu
pendampingan 12%,sumbangan modal 25%, pelatihan 12%, industri dan
pengolahan 12%, lainnya 37%.
Kata Kunci: Produktivitas, Usaha Budidaya Rumput Laut

80

2-O-20

TOURIST SATISFACTION IN THE MARINE RECREATION


PARK GILI MATRA, NUSA TENGGARA BARAT, INDONESIA
Imam Bachtiar 1,2, Gayle Mayes 3
Pusat Penelitian Pesisir dan Lautan (P3L), Universitas Mataram, Indonesia
2
Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Mataram, Indonesia
3
Sustainability Research Center, University of the Sunshine Coast, Australia
Correspondence: imambachtiar@unram.ac.id
1

Abstract
Tourism development in a marine park may have either positive or negative impacts
on the protected natural habitats and its species. Marine Recreation Park (MRP) of
Gili Matra, consisting of Gili Air, Gili Meno and Gili Trawangan islands, is one of
the most popular tourist destinations in the Lesser Sunda Islands, Indonesia.
Tourism development, however, is out of control by local and central governments.
Since 1986 to present, most government management plans on tourism development
of MRP Gili Indah is lack of implementation. The present study examined tourist
satisfaction levels on tourism services and snorkeling and scuba diving experience.
Using a systematic random sampling method, 51 respondents at Gili Trawangan
(GT) and 46 respondents at Gili Meno and Gili Air (GM + GA) were interviewed
using prepared questionnaires. The results show that level of tourist satisfaction
between GT and GM + GA is not significantly different. Development of
accommodation and restaurant showed highest level of tourist satisfaction. On the
other hand, sign-posting, tour operators and shops show lowest tourist satisfaction.
In snorkeling and scuba diving experiences, tourist satisfaction is high on water
clarity and value for money. Tourist satisfaction, however, is very low on coral
health, coral abundance and other marine life abundance. Fish size and abundance
provide moderate tourist satisfaction. Rubbish and waste are the main issues of GT
and GM + GA, while crowding is a big issue only at GT. Local and central
governments should be aware of these results and start putting management plan in
place, to ensure sustainable tourism development at the MRP Gli Matra.
Keywords: marine recreation park, Gili Matra, satisfaction, tourism, development

2-O-21
PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA
ARKEOLOGI LAUT
81

DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI


INDONESIA
Ira Dillenia1,2* dan L.P.A. Savitri C. Kusuma 3,4
1

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Badan


Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan
2
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia
3
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan
4
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Sumberdaya arkeologi laut adalah tinggalan aktivitas manusia di lingkungan pesisir
dan laut yang mencerminkan budaya dan tradisi di masa lampau, sehingga memiliki
nilai sejarah dan ilmiah yang penting. Sumberdaya arkeologi laut seperti kapal
tenggelam, pelabuhan dan mercusuar kuno, juga memiliki nilai pendidikan dan
pemanfaatan secara ekonomis seperti untuk pengembangan wisata bahari. Indonesia
memiliki garis pantai yang panjang dan ribuan pulau kecil, sehingga berbagai
sumberdaya arkeologi laut dapat ditemukan di pesisir dan pulau-pulau kecil di
seluruh Indonesia. Namun saat ini masih banyak sumberdaya arkeologi laut di
Indonesia yang belum diketahui dengan baik lokasi, karakteristik dan kondisinya. Di
sisi lain, karena sifatnya unik dan tak terbarukan, sumberdaya arkeologi laut
menghadapi berbagai ancaman yang mempengaruhi kelestariannya akibat berbagai
faktor alam maupun antropogenik. Dengan demikian, perhatian lebih besar
diperlukan untuk perlindungan sumberdaya arkeologi laut di pesisir dan pulau-pulau
kecil di Indonesia. Pengelolaan yang efektif diperlukan untuk menjamin
perlindungan sekaligus pemanfaatan potensi sumberdaya arkeologi laut di Indonesia
secara tepat. Makalah ini diawali dengan tinjauan umum sumberdaya arkeologi laut
di Indonesia, dan selanjutnya didiskusikan potensi pemanfaatan sumberdaya
arkeologi laut dan beberapa studi kasus upaya perlindungannya. Pada akhir makalah
didiskusikan pendekatan pengelolaan sumberdaya budaya dan kawasan konservasi
maritim sebagai perspektif perlindungan sumberdaya arkeologi laut di Indonesia.
Kata kunci: sumberdaya arkeologi laut, pesisir, pulau-pulau kecil, Indonesia.

2-O-22

82

PENGELOLAAN MIKROALGA LAUT TERPADU UNTUK


MENUNJANG PERTANIAN DAN KONEKTIVITAS DI KAWASAN
PULAU-PULAU KECIL
K. Akhir
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
E-mail: kaisarakhir@gmail.com

Abstrak
Pertanian dan konektivitas di kawasan pulau-pulau kecil (PPK) merupakan
aspek penting untuk pembangunan Indonesia sebagai negara agromaritim yang
inklusif dan berkeadilan. Akan tetapi, karena berbagai faktor seperti terjadinya
kondisi cuaca yang buruk di laut serta penimbunan BBM dan produk pendukung
pertanian bersubsidi, kedua aspek tersebut tidak berjalan optimal di kawasan PPK
Indonesia. Saat ini pun, baru 13% dari jumlah pulau di Indonesia yang telah
berpenduduk. Padahal, PPK memiliki potensi mikroalga laut melimpah yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pertanian dan konektivitas transportasi.
Mikroalga laut memiliki kandungan lipid yang dapat dikonversi menjadi biodiesel,
karbohidrat untuk dijadikan bioetanol, omega-3 dan protein untuk pangan
fungsional, serta biomassa sebagai pupuk dan pakan. Harapannya, melalui
penerapan gagasan kebijakan bernama Pengelolaan Mikroalga Laut Terpadu
(PMLT), pasokan pangan di PPK dan pasokan bahan bakar untuk moda transportasi
antarpulau kecil (perahu terbang dan kapal motor) dapat terpenuhi secara
berkelanjutan guna mendukung pembangunan agromaritim yang inklusif dan
berkeadilan. Gagasan ini dirumuskan dengan metode studi literatur dan analisis
deskriptif kualitatif. PMLT dapat diterapkan melalui lima pilar, yaitu hukum,
ekonomi, manusia, teknologi, dan koordinasi antarlembaga, yang berlandaskan
empat prinsip berkelanjutan, yaitu pro pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah,
pro penumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah, pro pembukaan lapangan kerja
baru, serta pro pelestarian lingkungan.
Kata kunci:

berkelanjutan, konektivitas, mikroalga laut, pembangunan inklusif


dan berkeadilan, pengelolaan terpadu, pertanian, pulau-pulau kecil

2-O-23

83

PENTINGNYA LAMUN UNTUK MENDUKUNG


KETERSEDIAAN MAKANAN BAGI MASYARAKAT
WAKATOBI
La Beloro, Tamrin, Mursiati, Yeniwati dari FORKANI
ABSTRAK
PENDAHULUAN

Lamun adalah tanaman laut berbunga (angiosperma) yang tumbuh


sepenuhnya terendam dan berakar di lingkungan muara dan laut. Di banyak
tempat mereka menutupi area yang luas dari dasar laut, yang sering disebut
sebagai padang lamun. Di wakatobi ditemukan 10 Jenis Lamun.
TUJUAN
Penelitian ini adalah untuk memperkuat perlindungan lamun dengan
berbagai pengetahuan tentang ekosistem lamun, Peranannya dalam
lingkungan, dan membangun kesadaran akan ancaman terhadap ekosistem
lamun yang berdampak pada ketersediaan makanan bagi masyarakat
wakatobi.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 Tahun yaitu tahun 2011 2013 di
Wakatobi . Metode yang digunakan yaitu : Monitoring, Survei pasar,
Wawancara Rumah tangga
HASIL
Dari penelitian ini didapatkan bahwa :
1. 80 % dari 10 jenis ikan yang paling banyak ditangkap di pulau
kaledupa adalah ikan-ikan yang hidup di lamun
2. 75 % dari 12 jenis ikan yang paling banyak di jual di pasar ikan
kaledupa (pasar Lau-lua) adalah jenis ikan yang hidup di lamun
3. 80 % responden mengkonsumsi hasil-hasil laut yang hidup di lamun
dan 68 % aktivitas memancing dilakukan di daerah lamun

2-O-24
84

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA SUMBER DAYA LAUT


TERHADAP PERATURAN PENGELOLAAN DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL TELUK CENDRAWASIH
La Hamid, Daan Paul Wengi, Casandra Tania
Abstrak
Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan
kawasan konservasi yang memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara
lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan
pengguna sumberdaya perikanan dalam sistem zonasi TNTC. Pengambilan
data dilakukan dengan mewawancarai nelayan tetap untuk bagan perahu
dan beberapa nelayan yang menggunkan perahu dengan motor tempel
ataupun perahu dayung, selama dua sampai tiga hari setiap bulan dari bulan
Januari 2013 sampai Juli 2014. Hasil pencatatan menunjukan bahwa nelayan
yang berasal dari luar kawasan sebesar 36%, sedangkan untuk nelayan yang
berasal dari dalam kawasan atau masyarakat lokal yang berasal dari Distrik
Teluk Umar sebesar 37% dan Distrik Wasior sebesar 27%. Nelayan yang
berasal dari luar kawasan ini beroperasi dengan menggunakan bagan perahu
dan banyak dijumpai di Zona Pemanfaatan Tradisional yang hanya
diperuntukan bagi nelayan lokal. Sedangkan beberapa nelayan yang
menggunakan perahu mesin tempel sering ditemukan di Zona Inti dan Zona
Perlindungan Bahari dengan izin yang umumnya sudah kadaluarsa dan alat
tangkap yang digunakan tidak sesuai dengan yang tertera dalam izin.
Tingkat kepatuhan pengguna sumberdaya dalam kawasan TNTC baik yang
berasal dari nelayan lokal ataupun luar kawasan cukup tinggi dengan
persentase 96% dari kegiatan penangkapan di lakukan di zona tangkap
(Zona Pemanfaatan Tradisional) sedangkan pada zona larang tangkap hanya
4%, dengan persentase yang hampir sebanding antara zona inti dan zona
perlindungan bahari. Meski pelanggaran penangkapan ikan di zona larang
tangkap relatif rendah, pengelola kawasan tetap perlu meningkatkan patroli
dan penegakan hukum untuk mengantisipasi meningkatnya pelanggaran,
terutama dari makin banyaknya armada perahu motor tempel yang mampu
menjangkau daerah yang lebih jauh dijumpai dalam kawasan TNTC.
Kata Kunci : Tingkat kepatuhan, pengguna sumber daya perairan, Taman
Nasional Teluk Cenderawasih, Zonasi.

2-O-25
85

Studi Biologi Reproduksi Beberapa Jenis Ikan Pelagis Kecil pada Tiga
Lokasi Pendaratan Ikan di Indonesia.
M.Yusuf, Ardiansyah, D. Setiady, M. Doli R, D. Nur Fadhilah, D. Retno S,
Nirmayanti.

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Agustus 2012 di Pelabuhan Muara
Angke Jakarta dan bulan Februari Mei 2013 di Pelabuhan Prigi Jawa
Timur dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui ukuran pertama kali matang gonad dan pertama kali tertangkap
pada beberapa jenis ikan pelagis kecil. Hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran kondisi stok sumber daya jenis-jenis ikan tersebut
dan sebagai salah satu bahan pengaturan pengelolaan perikanan secara
berkelanjutan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan sampling ikan,
kemudian mengukur panjang-berat ikan dan mengamati tingkat kematangan
gonad. Analisis data menggunakan persamaan Spearmen- Karber untuk
Lm50%, dan persamaan dari Beverton and Holt untuk Lc50%. Hasil
penelitian menunjukkan ikan Selar Bentong memiliki nilai Lm 20,5 Cm
lebih besar daripada Lc 15 Cm, Tembang memiliki nilai Lm 11,71 Cm lebih
besar daripada Lc 10,6 Cm, Kembung Lelaki memiliki nilai Lm 18,6 Cm
lebih kecil daripada Lc 20,9 Cm, dan lokasi lainnya nilai Lm 20,42 Cm lebih
kecil daripada Lc 24,42, Layang memiliki nilai Lm 20,2 Cm lebih besar
daripada Lc 17,20 Cm, Lemuru memiliki nilai Lm 15,74 Cm lebih besar
daripada Lc 15,27 Cm, dan Tongkol Komo memiliki nilai Lm 38-40 Cm
lebih besar daripada Lc 27 Cm, Banyar memiliki nilai Lm 17,85-18,21 Cm
lebih besar daripada Lm 15,99 Cm. Dari 7 jenis ikan pelagis kecil tersebut,
hanya ikan Layang yang memiliki nilai Lc lebih besar daripada nilai Lm.
Data ini menunjukkan 6 jenis lainnya tertangkap sebelum memijah yang
mengancam keberlangsungan stok. Hasil penelitian ini menjadi informasi
penting untuk pengaturan ukuran ikan layak tangkap dan mesh size alat
tangkap dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan yang menjamin mata
pencaharian nelayan secara berkesinambungan.
Kata kunci: Reproduksi, Gonad, Pelagis, Pendaratan Ikan, Perikanan

2-O-26
86

TEKNOLOGI BUDIDAYA INTENSIVE UNTUK MENDUKUNG


EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIRDAN LAUT

Oleh :
Maruf Kasim, SPi, MSi, PhD.
Fakultas Perikana dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Email : marufkasim@yahoo.com
Abstrak
Salah satu sasaran utama pengelolaan wilayah pesisir dan laut
Indonesia adalah efektifitas pemanfaatan sumberdaya dan ruang wilayah
pesisir dan laut untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Budidaya
rumput laut adalah salah satu mata sebagian besar masyarakat pesisir.
Meotde longline kurang efektif dalam penggunaan lahan budidaya. Metode
budidaya longline menggunakan areal budidaya yang sangat luas namun
menghasilkan produksi yang kecil.Rakit Jaring Apung (RJA) merupakan
teknologi budidaya yang sangat efektif dalam penggunaan ruang. Beberapa
keuntungan dalam teknologi budidaya RJA adalah mencegah timbulnya
hama, menurunkan potensi munculnya penyakit, penguunaan areal yang
kecil dengan potensi produksi yang cukup tinggi, dapat dioperasaikan
dihampir seluruh topografi pantai serta menghindari potensi konflik karena
penggunaan areal budidaya. Dari segi pengelolaan dan pemanfaatan lahan
budidaya, alat ini dapat menghindarkan potensi perselisihan diantara
pengguna lahan pesisir dan laut. Alat ini akan sangat teratur dilaut dan tidak
mengakibatkan tumpang tindih penggunaan lahan.Dari hasil penelitian
pertumbuhan rumput laut, terlihat bahwa dengan penggunaan RJA, rumput
laut mampu tumbuh 500 650 % dari bobot awal dibanding dengan metoda
longline yang hanya tumbuh sekitar 250 350 % dari bobot awal. RJA
merupakan solusi yang sangat tepat untuk berbagai persoalan yang ada pada
budidaya rumput laut. Alat ini merupakan masa depan budidaya rumput laut
nasional yang sangat mendukung upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut
yang efektif dan efisien.
Kata Kunci : pengelolaan, pesisir, budidaya, rumput laut, rakit jaring
apung.

87

2-O-27
Potensi Wisata Bahari Megafauna Watching Di Perairan
Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Nusa Tenggara TimuR
Magdalena Ngongo, Yohanes Merryanto, Beatrix M. Rehatta,
Donny Bessie dan Jotham S.R Ninef
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Kristen Artha Wacana,
Jln. Adisucipto No.147, Oesapa, Kupang 85228, NTT
ABSTRAK
Pengembangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) antara lain bertujuan untuk meningkatkan upaya
pemanfaatan sumberdaya laut secara optimal dan berkelanjutan bagi
kesejahteraan masyarakat dan daerah melalui pengembangan dan
pemanfaatan pariwisata alam serta budaya. Salah satu potensi pariwisata
alam yang dapat dimanfaat adalah wisata bahari megafauna watching.
Sinergitas implementasi pengelolaan TNP Laut Sawu dengan pengembangan
wisata bahari megafauna watching diharapkan akan meningkatkan
efektivitas pengelolaan TNP Laut Sawu yang pada akhirnya akan dapat
memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat sejumlah megafauna yang secara rutin
bermigrasi melintasi perairan TNP Laut Sawu dan potensial dimanfaatkan
sebagai obyek wisata bahari megafauna watching, yaitu: paus (whales),
lumba-lumba (dolphins) dan hiu bodoh (whale shark). Paus (Whales)
dijumpai di perairan sekitar Kabupaten Sabu-Raijua, Rote Ndao, dan di
sekitar wilayah Kabupaten Kupang di Pulau Semau dan di wilayah Barate
dan Amfoang. Lumba-lumba (Dolphins) umum dijumpai sepanjang tahun di
seluruh perairan didalam kawasan TNP Laut Sawu. Ikan hiu bodo (Whale
shark) dijumpai sekitar bulan Agustus Nopember di perairan sekitar Rote
Ndao, sekitar Teluk Kupang hingga ke sekitar Barate dan Amfoang.
Pengembangan wisata bahari megafauna watching di kawasan TNP Laut
Sawu perlu dirancang dengan mempertimbangkan aspek potensi dan daya
dukung sumberdaya alam, kapasitas sumberdaya manusia, dan tata kelola
TNP Laut Sawu.

88

2-O-28

Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy Pada Kawasan Pesisir


Brebes
Mira dan Pieter Amalo*
Peneliti Pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi prinsip-prinsip blue
economy pada usaha perikanan di Brebes. Metode analisis data yang digunakan
adalah prinsip-prinsip blue economy yang dikemukakan oleh Gauter Pauli. Adapun
prinsip-prinsip blue economy yang dilihat adalah zero waste, efesien, multiplier
effect, dan inovatif. Ada tiga usaha perikanan dan kelautan yang telah menerapkan
prinsip-prinsip blue economy seperti pada usaha longyam, polikultur, dan usaha
pengolahan kulit ikan menjadi kerupuk. Kendala dalam penerapan sistem usaha
terpadu antara peternakan ayam dan usaha perikanan di desa Kaliwlingi adalah
sistem usaha ini tidak dilakukan dengan massal pada suatu wilayah, hanya beberapa
RTP saja. Padahal agar proses usaha terpadu berjalan secara efektif dan efesien,
sebaiknya usaha tersebut berada dalam suatu kawasandan dilaksanakan secara
terpadu. Kelemahan lainnya dari penerapan longyam ini adalah usaha ini kurang
sesuai dengan persyaratan CBIB (Cara Budidaya Ikan Baik).Peluang penerapan
Polikultur sebagai implementasi prinsip-prinsip blue economy cukup besar di
Brebes, namun yang menjadi kendala adalah penerapan teknologi ini adalah
penambahan biaya operasional akibat petambak mengimplementasikan dan tidak
semua tambak bisa menerapkan polikultur. Dengan menggunakan sistem budidaya
polikultur dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan tambak dan pendapatan
pembudidaya secara berkesinambungan. Rumput laut berfungsi sebagai penghasil
oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari predator dan sebagai
biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang dapat dipakai sebagai
nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO2 terlarut hasil pernapasan ikan
dan udang. Kendala dari usaha pengolahan kulit dan tulang ikan adalah pada saat
saat tertentu bahan baku sulit didapatkan. Di Kluwuk ada 5 usaha fillet ikan, dimana
1 minggu tulang dan kulit ikan itu tersebut mencapai 1 ton. Pengolahan usaha
kerupuk kulit dan abon tulang mampu meningkatkan pendapatan pengolaha
mencapai Rp 600.000/bulan. Tenaga kerja yang terlibat untuk usaha pengolahan
kulit dan tulang ikan ini mencapai 1-2 orang.
Kata kunci: blue economy, longyam, polikultur, pengolahan.

89

TOPIK 3. PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAUT DAN PESISIR


BALLROOM C 2nd Floor
November 20, 2014 (Thursday)
Waktu
Judul
Moderator: Ir. Sukandar, M.P.
Sessi 1
11.00 - 11.10 Teknologi Beton Geopolimer: Perkembangan dan Peluang
Aplikasi pada Elemen Struktur Pracetak untuk menunjang
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau
Kecil
Ridho Bayuaji
11.10 - 11.20 Alginat Mikroenkapsulasi Fkc Vibrio sp. untuk Vaksin Oral
Benih Kerapu Tikus Dalam Menghadapi Vibriosis
D. Kartikasari Dan Sumaryam
11.20 - 11.30 Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan
di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Kepulauan
Sitaro
D. Bawole, D. Simbolon, B. Wiryawan dan D. R. Monintja
11.30 - 11.40 Pemanfaatan Pegar Dalam Model Penanganan Erosi Pantai
di Gili Trawangan
E. Pradjoko, I. Bachtiar, A. Matalatta, dan G. Sugihartono
11.40 - 11.50 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berkelanjutan
Berbasis Valuasi Ekonomi Sumberdaya dan Ekosistem
Mangrove Pulau Kecil
(Lokasi: Ekosistem Mangrove Pulau Belang, Kabupaten
Sumbawa Barat)
Evron Asrial dan Abdul Rauf
11.50 - 12.00
Moderator : Ir. Sukandar, M.P.
Sessi 2
Waktu
Judul
13.00 - 13.10 Potensi Semai dan Pancang Mangrove Dalam Upaya
Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Indah Kapuk,
Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara
Fredinan Yulianda
13.10 - 13.20 Fakta Peran Vital Kima (Tridacna sp.) Sebagai Solusi Alami
Penyelamatan Terumbu Karang Dan Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Pulau-Pulau

Kode

3-O-01

3-O-02
3-O-03

3-O-04
3-O-05

Kode
3-O-06

3-O-07

Habib Nadjar Buduha

13.20 - 13.30
13.30 - 14.40
13.40 - 13.50

Dampak Kegiatan Penambangan Pasir Laut Di Desa Lontar


Serang Banten
Hadi Sofyan, Semeidi Husrin dan Joko Prihantono
Rehabilitasi Vegetasi Pantai Berbasis Aturan Desa
Isdahartatie , Akhmad Solihin , Ruddy Suwandi, Andi Affandi,
M. Arsyad Al Amin
Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pesisir Pulau Kecil
90

3-O-08
3-O-09
3-O-10

Taman Nasional Bunaken Berbasis Mitigasi Dan Adaptasi


Joshian N.W. Schaduw, Alfret Luasunaung, Dan Victoria
Manoppo
13.50 - 14.00 Menuju Sukses Membangun Hutan Mangrove di Wilayah
Pesisir
Laksono Wibowo
14.00 - 14.10 Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Terhadap
Konservasi Penyu Di Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam
Air Hitam Kabupaten Mukomuko, Bengkulu
M. Khaisu Sabilillah
14.10 - 14.20 Daya Dukung Lingkungan untuk Pembangunan Wisata
Bahari di Pulau-Pulau Kecil
Mira
14.20 - 14.30 Analisis Pembentukan Sedimentasi Pada Struktur
Permeabel Di Timbulsloko Demak Sebagai Upaya
Rehabilitasi Pesisir
Rommy Martdianto, Weka Mahardi dan Apri Susanto Astra
14.30 - 14.40 Status Lingkungan Teluk Buyat
Sulawesi Utara
Berdasarkan Kajian Terhadap Ekosistem Laut 2007-2012
Rumengan
14.40 - 15.00
Coffee break
Moderator : Fuad, S.Pi, M.T.
Sessi 3
Waktu
Judul
15.00 - 15.10 Struktur dan komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman
Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara
Jamili
15.10 - 15.20 Peran Kategori Ukuran Ikan di Pelabuhan Perikanan dan bagi
Pengembangannya

15.20 - 15.30

Anwar Bey Pane dan Ernani Lubis


Model Keamanan Kritis Melalui Pembelajaran vocationalSkills Berbasis Sosial Budaya di Kecamatan Paloh
Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat
Elyta

3-O-11
3-O-12

3-O-13
3-O-14

3-O-15

Kode
3-O-16
3-O-17
3-O-18

15.30 - 15.40

Keberlanjutan Pengelolaan DAS Pesisir Ciliwung Teluk jakarta


Secara Terpadu
Arief Budi Purwanto

3-O-19

15.40 - 15.50

Dinamika Penghidupan Masyarakat Pesisir dan Upaya


Memperkuat Resiliensi Sosial
Bambang Indratno Gunawan

3-O-20

15.50 - 16.00

Kearifan Lokal Papadak Sebagai Instrumen dalam Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara
Timur
Beatrix dan M. Rehatta

3-O-21

16.00 - 16.10

Dampak Lumpur Lapindo Terhadap Degradasi Kualitas


Ekosistem Pesisir Timur Sidoarjo, Jawa Timur

3-O-22

91

Tarzan Purnomo

16.10 - 16.20
16.20 - 16.30
16.30 - 16.40

16.40 - 16.50
16.50 - 17.00

Degradasi Sumberdaya Lamun di Teluk Ambon Akibat


Peningkatan Sedimen Tersuspensi
L. Siahainenia
Ecological Base Management (EBM) Habitat Mangrove dan
Asosiasi Makrozoobentos di Pantai Indah Kapuk, Jakarta
Lestari Putria

3-O-23

Rehabilitasi Vegetasi Pantai Berbasis Masyarakat Untuk Mitigasi


Bencana Pesisir

3-O-25

M. Arsyad Al Amin , Akhmad Solihin, Ruddy Suwandi, Andi


Affandi, Isda Hartatie
Peningkatan aktivitas fagositik peritonel exudate cells
Maria Agustini
Evolusi Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau
Y. Zuliarsih dan A. Budiayu

3-O-24

3-O-26
3-O-27

3-O-01
92

TEKNOLOGI BETON GEOPOLIMER: PERKEMBANGAN DAN


PELUANG APLIKASI PADA ELEMEN STRUKTUR PRACETAK
UNTUK MENUNJANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR,
LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL
Ridho Bayuaji
Prodi DIploma Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
ITS Surabaya Indonesia 60111, email: bayuaji@ce.its.ac.id
Abstrak
Teknologi beton geopolimer adalah teknologi beton hijau yang berpotensi
untuk terus dikembangkan menjadi material konstruksi pada proyek
infrastruktur yang memerlukan keawetan yang tinggi seperti di lingkungan
Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Daya tarik utama beton geopolimer
terletak pada proses polimerisasi, proses yang merubah hasil limbah industri
yang mengandung alumino-silikat oksida menjadi produk geopolimer
dengan kekuatan mekanik tinggi tanpa menggunakan semen seperti
umumnya digunakan pada teknologi beton normal.
Fokus makalah ini mengklarifikasi beton geopolimer yang mempunyai daya
tahan terhadap serangan korosi larutan garam yang baik sehingga dapat
menyumbang keawetan dan kekuatan lebih baik dibandingkan beton normal
sehingga sangat menguntungkan untuk diaplikasikan pada infrastruktur di
Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu dalam perkembangan teknologi beton geopolimer juga berpeluang
untuk diaplikasikan menjadi material konstruksi saat ini dan masa
mendatang khususnya pada elemen struktur pracetak. Aplikasi beton
geopolimer dengan sistem pracetak memberi peluang memaksimalkan
keunggulan properti beton geopolimer agar berfungsi sebagai material
konstruksi yang berkelanjutan untuk memenuhi fungsi material konstruksi
dalam menunjang pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau
Kecil.
Kata kunci : geopolimer, elemen struktur, konstruksi, lingkungan korosif,
pracetak

3-O-02
93

ALGINAT MIKROENKAPSULASI FKC Vibrio sp UNTUK VAKSIN


ORAL BENIH KERAPU TIKUS DALAM MENGHADAPI
VIBRIOSIS
D. Kartikasari dan Sumaryam
Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Dr. Soetomo, Surabaya, Telp. 031-5941969
Abstrak
Humpback grouper ( Chromyleptes altivelis ) is a commercial fish of high
economic value and mainstay of fish exports production in Indonesia.
Increasing grouper production needs to be accompanied by the cultivation
that begin from seed production improved. Vibriosis is one of the most
attacking bacterial infection diseases in the hatchery that resulted in a low
survival rate ranged from 1.2 to 2.9 %, that can even lead to death of
grouper seed to 100 % at the peak of the outbreak. Vaccination is believed to
provide a specific immunity against certain diseases in fish. For fish with the
seed size, oral vaccination is considered as the most appropriate way.
Antigen for oral vaccine, in this case Vibrio sp Formalin Killed Cells, should
be given a protective coating, and alginate microencapsulation is one way of
protecting the antigen from the solubility in the media and prevent damage
as it passes through the digestive system of fish, so that the antigen can enter
the fish body and will cause the immune response of the fish, which in turn
can stimulate the formation of antibodies, characterized by increasing
antibody titers. If the antibody for Vibrio sp FKC has been formed, then the
fish will be resistant when it exposed to Vibrio, thus increasing the survival
rate of the fish against vibriosis.
Kata kunci : Grouper seed, Vibriosis, alginate microencapsulation process,
Vibrio sp FKC

3-O-03
94

PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN


DI KAWASAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN KEPULAUAN
SITARO
D. Bawole1,2), D. Simbolon2), B. Wiryawan2) dan D. R. Monintja2)
1)

2)

Program Studi Agrobisnis Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu


Kelautan, Universitas Pattimura Ambon
Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Abstrak
Tingginya ketergantungan masyarakat nelayan di kawasan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Kepulauan Sitaro terhadap sumberdaya ikan, disebabkan
oleh terbatasnya lapangan pekerjaan dan kondisi lahan pertanian yang tidak
mendukung. Tekanan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan di
sekitar kawasan pulau-pulau kecil ini menjadi semakin besar karena
beberapa alat tangkap hanya dioperasikan di kawasan ini serta adanya
kearifan lokal yang membatasi daerah penangkapan. Kondisi tersebut
memerlukan pengelolaan yang komprehensif agar kegiatan perikanan
tangkap berkelanjutan.Tujuan penelitian ini menentukan status
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan dimensi biofisikteknologi, pasar, sosial ekonomi, kelembagaan, etika dan infrastruktur
dengan menggunakan analisis Rapfish. Penelitian dilakukan di Desa
Buhias, Matole, Pahepa dan Tapile, yang terletak di kawasan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hasil penelitian menunjukkan atribut
yang sensitif memengaruhi keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap
pada dimensi biofisik-teknologi: daerah penangkapan, dimensi pasar:
perubahan harga ikan antar musim, dimensi sosial ekonomi: besar
pendapatan di luar perikanan, dimensi kelembagaan: peran wanita dalam
kelompok, dimensi etika: penangkapan ikan secara ilegal dan dimensi
infrastruktur: ketersediaan listrik dan sarana prasarana kesehatan. Dengan
demikian, atribut-atribut sensitif tersebut harus mendapat perhatian dalam
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di kawasan pulau-pulau kecil.
Kata kunci : keberlanjutan, pengelolaan, perikanan tangkap, pulau-pulau
kecil, Sitaro.

3-O-04
95

PEMANFAATAN PEGAR DALAM MODEL PENANGANAN EROSI


PANTAI DI GILI TRAWANGAN
E. Pradjoko, *I. Bachtiar, *A. Matalatta, dan *G. Sugihartono
Abstrak
Gili Trawangan adalah salah satu pulau dalam gugusan 3 pulau kecil di
Kabupaten Lombok Utara yang terkenal dengan keindahan pantai dan
terumbu karangnya. Selama satu dekade terakhir ini pantai di Gili
Trawangan mengalami erosi terutama yang terletak di sisi utara. Erosi terjadi
pada garis pantai sepanjang 650 m dan mengakibatkan mundurnya garis
tersebut sejauh 50 m. Upaya penanganan erosi tersebut sangat diperlukan
mengingat tingginya nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata yang
berlangsung di Gili Trawangan. Survei dan pengumpulan data kondisi alam
dilaksanakan sebagai bahan analisa proses terjadinya erosi pantai.
Pemanfaatan Pemecah Gelombang Ambang Rendah (PEGAR) diusulkan
karena memperhatikan segi estetika dan lingkungan dari Gili Trawangan
sebagai tempat pariwisata. Prototipe PEGAR berupa Reefball dan Balok
Susun Seling (BSS) dibuat dan dipasang di lokasi sebagai uji model
penanganan erosi pantai. Kegiatan pemantauan masih dilaksanakan untuk
mengevaluasi kinerja PEGAR baik dari segi teknis sebagai pelindung pantai
dan segi lingkungan sebagai rumah ikan serta tempat tumbuh karang.
Kata kunci: PEGAR, erosi, Gili Trawangan, Reefball

96

3-O-05
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERKELANJUTAN
BERBASIS VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA DAN EKOSISTEM MANGROVE
PULAU KECIL
(LOKASI: EKOSISTEM MANGROVE PULAU BELANG, KABUPATEN SUMBAWA
BARAT)
1)

Evron Asrial dan 2)Abdul Rauf

1)

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perikanan dan Kelautan (Minat: Pengelolaan Pesisir


dan Laut) Universitas Brawijaya Malang, dan Dosen Fakultas Perikanan Universitas 45
Mataram
2)
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia,
Makassar

Abstrak
Valuasi ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) memberikan gambaran lengkap mengenai
karakteristik nilai ekonomi dari sisi estimasi jenis, fungsi, manfaat, dan besaran asset SDKP, serta
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan konservasi SDKP di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(WP3K). Informasi tersebut akan bermanfaat bagi para stakeholder (pemerintah, masyarakat,
akademisi/peneliti, professional, investor, dll) dalam pengambilan keputusan. Sehingga, hasil valuasi
ekonomi menjadi batu loncatan atau landasan yang penting dan strategis kedudukan dan fungsinnya
dalam pengelolaan SDKP WP3K dengan format kawasan konservasi perairan (KKP/KKPD).
Salah satu fungsi pulau kecil dan hutan mangrove adalah sebagai pelindung bagi wilayah pesisir dari
gelombang laut, sehingga perlu untuk dilestarikan keberadaanya, seperti halnya P. Belang. Penelitian
valuasi ekonomi sumberdaya dan ekosistem mangrove ini dilaksanakan di kawasan P. Belang dan
perairan sekitarnya selama periode Juni-Juli 2014. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
mengkaji sumberdaya, kegiatan pemanfaatan, dan nilai-nilai ekonomi hutan mangrove. Pulau yang tidak
berpenduduk ini dijadikan lokasi penelitian karena hutan mangrovenya masih utuh (virgin) dan hampir
seluruhnya (88,01%) menutupi daratan pulau. Perairan P. Belang merupakan Zona Inti calon Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Gili Balu Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat. Hutan
mangrovenya menghasilkan kayu bakar, ikan, kepiting bakau, dan benih ikan/udang, sebagai habitat
kelompok burung/aves dan hewan melata/reptil, serta berfungsi sebagai penahan abrasi & gelombang
laut, dan penyerap carbon. Masyarakat pesisir telah lama memanfaatkan secara langsung hasil mangrove
P. Belang untuk kebutuhan hidup harian dan sumber ekonomi rumah tangga.
Nilai ekonomi total (NET/TEV) hutan mangrove P. Belang adalah IDR 16.644.364.639,10 atau IDR
38.386.449,81 per hektar hutan mangrove. Sumbangan terbanyak diberikan oleh nilai pakai langsung
(NPL/UV) sebesar IDR 14.325.927.039,10 (86,07%), yang didominasi oleh nilai tukar (NT) penahan
abrasi dan gelombang yaitu IDR 8.754.566.400,- (52,63%) dan nilai hasil (NH) ikan konsumsi sebesar
IDR 5.177.083.682,30 (31,10%). Sedangkan kontribusi bukan nilai pakai (NBP/NUV) sangat rendah
yaitu hanya IDR 2.318.437.600,- (13,93%) dikarenakan rendahnya kesanggupan membayar (WTP)
masyarakat pesisir dan nelayan terhadap sumberdaya mangrove.
Tingginya NET hutan mangrove P. Belang tersebut seyogyanya ditindaklanjuti sesegera mungkin oleh
Pemerintah Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan menetapkan status KKPD Gili Balu
dengan kategori Taman Wisata Perairan (TWP). NET masih dapat ditingkatkan lagi dengan
memaksimalkan fungsi hutan mangrove P. Belang sebagai objek penelitian/pendidikan dan
pariwisata/rekreasi. Selain itu, pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat secepatnya membentuk badan
pengelola (BP) KKPD Gili Balu dan menganggarkan dana konservasi WP3K. Tujuannya adalah untuk
promosi KKPD Gili Balu, meningkatkan willingness to pay (WTP) masyarakat pesisir dan nelayan, dan
mengelola ekosistem hutan mangrove dan ekosistem SDKP lainnya (terumbu karang, padang lamun,
ikan) agar tetap utuh dan terjaga dengan baik, dengan sasaran meningkatnya pendapatan (I) dan tabungan
(S) masyarakat pesisir (terutama nelayan tradisional).
Kata Kunci : Valuasi Ekonomi, Ekosistem Mangrove, Kawasan Konservasi Perairan Daerah

97

3-O-06
POTENSI SEMAI DAN PANCANG MANGROVE DALAM UPAYA
REHABILITASI EKOSISTEM MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK, KECAMATAN PENJARINGAN, KOTAMADYA JAKARTA
UTARA
Fredinan Yulianda
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB

Abstrak
Potensi semai dan pancang mangrove memberikan arti penting bagi
keberadaan suatu ekosistem mangrove sehingga memberikan multiplayer
effect terhadap keberlanjutan kawasan Pantai Indah Kapuk. Tujuan studi
yakni mengkaji potensi semai dan pancang yang terdapat di ekosistem
mangrove Pantai Indah Kapuk sebagai dasar upaya rehabilitasi dengan
menggunakan metode sampling transek kuadrat (SNI, 7717:2011) dan
menganalisis tipe substrat. Hasil studi di 6 lokasi pengambilan sampling
menunjukan bahwa kemampuan regenerasi alami mangrove sangat
memprihatinkan berdasarkan keberadaan potensi semai menunjukkan
kisaran nilai sebesar 12 ind/m2 hingga 0 ind/m2, sedangkan potensi
keberadaan pancang menunjukkan 7 ind/25m2 hingga tidak ditemukan
keberadaanya. Kondisi substrat didominasi substrat pasir 49.5 %, debu 32.2
%, dan liat 18.3 %.
Kata kunci : Potensi Semai dan Pancang, Rehabilitasi, Pantai Indah Kapuk

98

3-O-07
FAKTA PERAN VITAL KIMA (TRIDACNA.SP)
SEBAGAI SOLUSI ALAMI PENYELAMATAN TERUMBU KARANG
DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN
PULAU-PULAU
Habib Nadjar Buduha
Ketua Tim Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli-Labengki, Sultra
Email: indra.andari@gmail.com. Mobile: 081341614440.
Abstrak
Terumbu karang adalah pusat pabrikan ikan, khususnya ikan karang. Dari
berbagai data hasil penelitian ditemukan bahwa setiap 1 km terumbu karang
yang sehat dapat memproduksi sekitar 25 ton ikan/tahun. Potensi ini akan
mampu menghidupi ratusan orang masyarakat pesisir dan pulau-pulau.
Masalahnya kemudian adalah kawasan terumbu karang Indonesia sudah
sangat memprihatinkan. Dari sekitar 60.000 km 2 luasan terumbu karang
Indonesia, yang sehat tinggal 5% (Data LIPI tahun 1996) dan setelah
dilakukan berbagai rehabilitasi terumbu karang, termasuk Coremap, hingga
tahun 2013 (setelah 18 tahun), luasan terumbu karang yang dapat disehatkan
hanya meningkat 2%, menjadi 7% (data Kementerian Kehutanan tahun
2013). Dengan data tersebut maka sudah dapat dibayangkan betapa mirisnya
kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Indonesia. Fakta ini
sekaligus memberi arti bahwa program pemerintah dapat dikategorikan
gagal. Terlebih, pada masa yang akan datang, permasalahan perkembangan
terumbu karang akan semakin mengkhawatirkan karena berbagai hal,
termasuk dampak pembangunan dan perilaku masyarakat.

99

3-O-08
DAMPAK KEGIATAN PENAMBANGAN PASIR LAUT DI DESA
LONTAR SERANG BANTEN
Hadi Sofyan1, Semeidi Husrin1 dan Joko Prihantono2
1

Peneliti pada Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir,


Balitbang KP, KKP
Jl. Raya Padang-Painan Km.16, Teluk Bungus Padang
Email: hadikl99@yahoo.com semeidi@yahoo.com
2
Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan
Pesisir, Balitbang KP, KKP
Komplek Bina Samudera Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta
Utara 14430 DKI Jakarta
Email: prihantono@gmail.com
Abstrak

Aktivitas penambangan pasir laut di Desa Lontar telah dilegalkan sejak


tahun 2003 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serang. Kerusakan parah
hampir di setiap penjuru desa seperti tambak yang terbengkalai, abrasi
pantai, banjir, habitat yang rusak dan kerusakan infrastruktur .
Pada makalah ini digambarkan kondisi terkini desa pesisir Lontar yang telah
bertransformasi dari desa pesisir biasa menjadi desa industri dan
pertambangan kelas menengah. Studi lapangan dilaksanakan pada bulan Juni
2014 untuk menginvestigasi dampak dari penambangan pasir laut terhadap
komunitas di sekitarnya. Data primer dikumpulkan seperti data batimetri dan
data arus atau pasang surut untuk memahami karakteristik oseanografi
Lontar. Wawancara langsung dengan penduduk lokal juga dilakukan untuk
menghimpun informasi mengenai kondisi sosial-ekonomi penduduk Desa
Lontar.
Dalam analisis ditunjukkan bahwa kerusakan lingkungan di Desa Lontar
akibat kegiatan penambangan pasir laut dikategorikan kerusakan parah.
Bahkan ditemukan juga bahwa tambak yang terbengkalai di Desa Lontar
juga telah berubah menjadi lahan penambangan pasir darat. Rekomendasi
untuk mengurangi kerusakan lingkungan lebih jauh di Desa Lontar telah
diajukan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan aspek fisik.
Kata kunci : penambangan pasir, Desa Lontar, kerusakan lingkungan,
kerusakan habitat

100

3-O-09
REHABILITASI VEGETASI PANTAI BERBASIS ATURAN DESA
Isdahartatie 1), Akhmad Solihin 1), Ruddy Suwandi1), Andi Affandi1), M.
Arsyad Al Amin 1)
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, LPPM IPB.
Abstrak
Masyarakat Desa Kuranji Dalang, Kabupaten Lombok Barat setiap tahun
dihadapkan pada bencana angin yang dapat merusak rumah warga yang
menetap di sekitar pesisir pantai, sehingga diperlukan rehabilitasi vegetasi
pantai yang ditetapkan dalam sebuat aturan desa. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mengidentifikasi isu permasalahan rehabilitasi vegetasi pantai;
dan (2) menyusun peraturan desa berbasis masyarakat. Analisis stakeholder
dan LFA mengungkapkan isu permasalahan, yaitu ketidakjelasan batasan
wilayah, ketidakjelasan status kepemilikan lahan, keterbatasan bibit,
ketiadaan aturan lokal, kegiatan wisata massal, konflik pemanfaatan lahan
dengan nelayan, dan pelaksanaan rehabilitasi berbasis proyek. Sementara
analisa LFA mengungkapkan strategi yang harus dilakukan adalah penetapan
lokasi rehabilitasi, pendataan ulang kepemilikan lahan, pembentukan
lembaga pengelola, penetapan peraturan desa. Adapun penyusunan peraturan
desa berbasis masyarakat menetapkan aturan, yaitu penetapan wilayah
rehabilitasi, aturan pengelolaan vegetasi pantai, aturan pemanfaatan lahan,
dan kelembagaan pengelola.
Kata kunci: ekosistem mangrove, kelembagaan lokal, berbasis masyarakat

101

3-O-10
PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT PESISIR PULAU KECIL
TAMAN NASIONAL BUNAKEN BERBASIS MITIGASI DAN ADAPTASI
Joshian N.W. Schaduw, Alfret Luasunaung, dan Victoria Manoppo
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Sam Ratulangi.Jl. Kampus
Unsrat Bahu, Manado 95115,
Sulawesi Utara, Indonesia
E-mail: nicolas_schaduw@yahoo.com
Abstrak
Pulau-pulau kecil adalah suatu wilayah yang rentan terhadap berbagai faktor. Faktor
tersebut antara lain faktor lingkungan, faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor
lingkungan diantaranya adalah iklim, naiknya permukaan air laut, bencana alam,
dan pencemaran. Selain faktor lingkungan faktor lain yang mempengaruhi
ekosistem pulau-pulau kecil adalah faktor sosial. Faktor sosial seperti pertumbuhan
penduduk, tingkat pendidikan, kesehatan masyarakat, dan pemanfaatan yang
bersifat destruktif, membuat kawasan ini kurang optimal dalam pemanfaatan yang
bersifat lestari dan berkelanjutan terhadap sumberdaya yang ada. Selain kedua
faktor tadi, faktor yang terakhir adalah faktor ekonomi. Penelitian ini menganalisa
kondisi dan permasalahan existing ekosistem mangrove pulau-pulau kecil (PPK)
Taman Nasional Bunaken (TNB), menyusun indeks kerentanan pulau-pulau kecil
TNB serta memproyeksikan perubahan kerentanan pada masa mendatang,
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, kuisioner, serta
wawancara terbuka dan mendalam pada daerah penelitian.pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan cara studi literatur pada instansi yang terkait. Indeks
kerentanan dianalisa dengan menggunakan metode multi dimensional scaling sedangkan
pemetaan kerentanan dilakukan dengan analisis geografis information system menggunakan
software Arcview. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kondisi ekosistem
mangrove pada PPK TN. Bunaken dalam keadaan kurang baik dari segi kualitas dan
kuantitas. Tiga dari empat pulau memiliki ekosistem mangrove yang sangat kecil
dengan kondisi perairan sekitar mangrove yang mulai tercemar, pulau Nain dan
Manado Tua memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan Pulau
Bunaken dan Mantehage, ekosistem mangrove Pulau Mantehage memiliki
efektivitas yang baik dalam meminimalkan kerentanan yang diakibatkan oleh
perubahan iklim ataupun bencana alam, sedangkan pulau yang lain masih perlu
meningkatkan luasan mangrove untuk mitigasi kerentanan kedepannya, faktor
penting yang mempengaruhi kerentanan pulau-pulau kecil adalah luasan mangrove,
luasan terumbu karang, tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat, kepatuhan
aturan dan kesiapan infrastruktur PPK TNB.
Kata-kata Kunci : peningkatan kapasitas; mitigasi; adaptasi; pulau kecil;
kesejahteraan

102

3-O-11
MENUJU SUKSES MEMBANGUN HUTAN MANGROVE
DI WILAYAH PESISIR
Laksono Wibowo
Abstrak
Seiring meningkatnya pembangunan di berbagai bidang, keberadaan
sumberdaya alam
mengalami eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Demikian juga yang terjadi pada pembangunan yang berkaitan
dengan wilayah pesisir, berimbas pada keberadaan hutan mangrove yang
semakin mengkhawatirkan. Disisi lain, saat ini, kesadaran untuk
menyelamatkan dan melestarikan hutan mangrove juga semakin meningkat,
seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peran
hutan mangrove secara ekologis.
Berbagai kalangan, baik pemerintah, pihak swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat maupun pribadi, semakin banyak yang terjun untuk
mengambil langkah ikut menyelamatkan hutan mangrove. Berbagai
program, diantaranya tanam mangrove digalakkan untuk menumbuhkan
kembali hutan mangrove yang rusak oleh berbagai akibat. Namun yang patut
disayangkan, seringkali upaya penanaman mangrove tidak dibarengi dengan
teknis yang benar dan pemeliharaan, sehingga kegiatan yang telah
dilaksanakan menjadi sia-sia. Banyak biaya, energy dan waktu terbuang siasia akibat tidak adanya pemantauan keberlanjutan program setelah
penanaman mangrove. Akibatnya, keberhasilan tanam mangrove menjadi
sangat rendah.

103

3-O-12
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT
TERHADAP KONSERVASI PENYU DI SEKITAR KAWASAN
TAMAN WISATA ALAM AIR HITAM KABUPATEN MUKOMUKO,
BENGKULU
M. Khaisu Sabilillah
Abstrak.
Penyu merupakan salah satu spesies satwa yang dilindungi berdasarkan
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistem dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Tumbuhan dan Satwa Liar.
Terancamnya habitat dan populasi penyu mengakibatkan semakin
berkurangnya jumlah spesies ini di alam. Ancaman terbesar berasal dari
manusia, mulai dari pencemaran perairan, penangkapan, hingga konsumsi
telur penyu. Tingginya perburuan telur penyu di kawasan Taman Wisata
Alam (TWA) Air Hitam mengakibatkan banyaknya calon anak penyu (tukik)
gagal menetas dan hidup. Perburuan liar ini dapat mengancam populasi
penyu yang mendarat di TWA Air Hitam. Faktor alam seperti predator
maupun kondisi habitat yang buruk juga merupakan salah satu ancaman
terhadap kondisi populasi penyu di TWA Air Hitam. Kesadaran dan
partisipasi masyarakat terhadap konservasi penyu adalah salah satu elemen
penting dalam meningkatkan populasi penyu di TWA Air Hitam.
Desa Air Hitam, Bumi Mekar Jaya dan Sinar Laut merupakan desa yang
berada di sekitar kawasan TWA Air Hitam yang masuk ke dalam Kecamatan
Pondok Suguh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Gerakan
Masyarakat Cinta Penyu (MCP) merupakan serangkaian kegiatan
pembinaan terhadap masyarakat dan pelajar. Kegiatan ini berupa kampanye
save sea turtles, penyuluhan, kegiatan konservasi penyu bersama, dan
pelatihan pembuatan kerajinan. Adanya kegiatan pembinaan terhadap
masyarakat di sekitar kawasan TWA Air Hitam dimaksudkan untuk
membentuk kesadaran serta kepedulian terhadap konservasi penyu dan
kelestarian kawasan TWA Air Hitam. Masyarakat merupakan mitra strategis
dalam kegiatan ekowisata di TWA Air Hitam sehingga kolaborasi dalam
pengelolaan TWA yang menguntungkan kedua belah pihak antara
masyarakat dan BKSDA Bengkulu dapat terbentuk. Kegiatan Gerakan MCP
ini selanjutnya melahirkan komunitas cinta penyu.
Kata Kunci : Ancaman, konservasi, Masyarakat Cinta Penyu, populasi
3-O-13
104

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGUNAN


WISATA BAHARI DI PULAU-PULAU KECIL
Mira
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa daya dukung lingkungan di
pulau-pulau kecil untuk pembangunan pariwisata bahari. Penelitian
dilakukan pada tahun 2011 dan metodologi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kelas daya dukung lingkungan yang meliputi panjang pantai dan
lahan untuk akomodasi yang ditetapkan oleh World Tourism Organization.
Daya dukung pantai untuk menerima turis di Pulau Bidadari, Untung Jawa,
Pramuka, Karya, Ayer Besar, Rambut, Cipir, Kelor dan Onrust, masing
masing adalah sebegai berikut : 50 , 40, 40, 30, 30, 30 , 26, 26 dan 10 turis
per hari untuk kelas rendah. Kenyataannya, turis yang berkunjung sudah
melebihi daya dukung lingkungan, saat liburan di Pulau Untung Jawa,
Pramuka, Bidadari, Ayer Besar dan Onrust ada sebanyak 60- 200 turis. Daya
dukung pulau untuk akomodasi adalah 11.200, 5166, 7.700, 28.070, 4.221,
4.550, 8.400, 1.120, 1.400, dan 14.000 tempat tidur untuk masing-masing di
Pulau Pramuka, Karya, Panggang, Untung Jawa, Bidadari, Ayer Besar,
Onrust, Cipir, Kelor, dan Rambut. Sedangkan daya dukung lingkungan
untuk kegiatan menyelam yang disarankan adalah antara 5000-6000
penyelam, tapi kenyataannya dari wawancara yang dilakukan setiap tahun
ada 9600 penyelam yang melakukan aktivitas menyelam di sekitar perairan
Pulau Pramuka. Seharusnya pemerintah membatasi jumlah pengunjung
sesuai dengan peruntukan pulau, misalnya untuk pulau Rambut harusnya
pembangunan wisata bersifat tertutup karena merupakan wilayah
konservasi, sedangkan untuk pulau pemukiman seperti Pulau Untung Jawa,
Pramuka pembangunan wisata harusnya bersifat terbatas, dan untuk Pulau
Bidadari dan Ayer Besar pembangunan wisata bisa dilakukan secara intensif.
Kata Kunci: daya dukung, lingkungan, wisata bahari, pulau-pulau kecil

3-O-14
105

ANALISIS PEMBENTUKAN SEDIMENTASI PADA STRUKTUR


PERMEABEL DI TIMBULSLOKO DEMAK SEBAGAI UPAYA
REHABILITASI PESISIR
Rommy Martdianto1, Weka Mahardi2, Apri Susanto Astra3
1

Subdit Rehabilitasi dan Reklamasi, Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat
email : rommy.m193@gmail.com
3
Technical Officer Mangrove Capital Project
Wetlands International Indonesia, Jl. A. Yani No. 53 Bogor
email : sonasthra@gmail.com

Abstrak
Wilayah pesisir pantai utara Pulau Jawa telah mengami kerusakan parah berupa degradasi
ekosistem, erosi pantai, rob pasang air laut dan penurunan tanah. Salah satu lokasi yang
termasuk kategori parah berada di beberapa Desa di Kecamatan Sayung, Demak. Erosi pantai
di daerah ini telah menyebabkan 586 hektar lahan darat berubah menjadi perairan. Saat ini
sedang dikembangkan konsep penahan laju erosi pantai yang bersifat ramah lingkungan di
Desa Timbulsloko. Konsep ini memadukan (hybrid) struktur sipil engineering dengan system
kerja perakaran mangrove, sehingga dapat disebut Hybrid Engineering dengan struktur
permeable. Struktur permeable ini berfungsi mengembalikan keseimbangan sedimentasi
pantai bertekstur pasir berlumpur dengan mengurangi kekuatan dan kecepatan gelombang
agar terbentuk kontur sedimen pesisir yang stabil.
Pengamatan proses pembentukan sedimentasi struktur permeable I sepanjang 186 m
dilakukan dengan membagi area struktur seluas 0.864 ha dalam grid dan pengukuran
dilakukan di dalam grid tersebut. Data pengukuran direferensikan pada datum dengan
menggunakan tongkat berskala yang ditempatkan secara permanen di ujung struktur.
Pengolahan
data-data
hasil
pengukuran
diformulasikan
dengan
adalah

ketebalan

sedimentasi

yang

telah

dikalibrasi dengan MSL.


Melalui pengukuran fisik diketahui ketebalan rata-rata sedimentasi pada Desember 2013
terbentuk 15.98 cm, pada April 2014 terbentuk 0.0039 cm, dan pada Mei 2014 terbentuk
0.88 cm, sehingga akumulasi ketebalan sedimentasi yang telah terbentuk hingga Mei 2014
ialah 16.9 cm, dan total sedimentasi yang terendapkan 1460,16 m 3 atau laju sedimentasi 6,95
m3/hari. Sebagai perbandingan telah dilakukan pemodelan dengan menggunakan Mike-21 dan
CEDAS untuk mengestimasi akumulasi sedimen yang mengendap dalam struktur. Melalui
hasil pemodelan diperoleh laju sedimentasi 8,51 m 3/hari. Dengan membandingkan hasil
pengukuran dan pemodelan terdapat (defiasi) 1,56 m3/hari sehingga masih perlu kalibrasi
lanjutan untuk memperoleh hasil yang lebih mendekati pengukuran.
Terbentuknya sedimentasi tersebut merupakan pertanda positif dalam upaya pemulihan
daerah erosi pantai di Timbulsloko Demak sehingga perlu dilanjutkan dan dapat diadopsi
untuk daerah lain dengan tipikal pantai pasir berlumpur untuk prediksi laju sedimentasi dan
dalam memperhitungkan pengaruh struktur permable sebagai upaya pemulihan ekosistem
pesisir yang ramah lingkungan.
Kata kunci : erosi pantai, struktur permeable, pemodelan, sedimentasi,

106

3-O-15
STATUS LINGKUNGAN TELUK BUYAT SULAWESI UTARA
BERDASARKAN KAJIAN TERHADAP
EKOSISTEM LAUT 2007-2013
Rumengan, I.F.M., Mukhtasor, A. Soebandrio, M.I. Umboh, K. Bentley dan T. Shepherd
Panel Ilmiah Independen untuk Program PemantauanTeluk Buyat 2007-2015 Kementerian
Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, Gedung BPPT II, Lt.23, Jl.MH. Thamrin No. 8,
Jakarta 10340 Email : isp.secretariat@yahoo.com
Abstrak
Panel Ilmiah Independen (PII) sejak tahun 2007 telah melaksanakan pemantauan lingkungan
Teluk Buyat Maksud di bawah koordinasi Menteri Negara Ristek dan Teknologi, dengan
tujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak penempatan tailing hasil limbah
pertambangan emas selama 8 (delapan) tahun (1996-2004) terhadap kualitas lingkungan laut
dan kesehatan masyarakat.Adapun komponen ekosistem laut yang dipantau setiap tahun pada
bulan Mei dan September antara lain Kimia Kelautan (kualitas air laut, kualitas sedimen dan
kandungan logam berat dalam ikan lingkungan), Komunitas Makrobentos dan Kondisi
Terumbu Karang. Metode pengambilan dan penanganan sampel mengacu pada Pedoman
Pemantauan yang disusun PII dengan menerapkan Jaminan Mutu dan Kendali Mutu
berstandard internasional, dan analisis logam berat dilakukan di laboratorium terakreditasi
nasional. Hasil kajian ekosistem Teluk Buyat sejak 2007 2014 mengindikasikan bahwa
konsentrasi beberapa logam berat termasuk arsen dan merkuri dalam air laut yang diukur
pada tiga kedalaman pada 10 stasiun semuanya menunjukkan nilai di bawah baku mutu air
laut Indonesia untuk biota laut (KEPMEN Lingkungan Hidup 51/2004). Selanjutnya, hasil
analisis logam berat pada sampel-sampel sedimen yang diambil pada 9 stasiun, khususnya
konsentrasi arsen total dan merkuri total pada sedimen yang terdapat di area sekitar gundukan
tailing menunjukkan bahwa padatan tailing tidak tersebar kedaerah dangkal di wilayah pantai.
Dibandingkan dengan konsentrasi logam berat dalam air laut, terindikasi bahwa logam-logam
dalam gundukan tailing terikat dalam fase mineral yang stabil, tidak tersuspensi kekolom air
laut di atasnya. Hasil survei makrobentos 2007 - 2013, menunjukkan bahwa berdasarkan
kelimpahan individu, jumlah taksa dan indeks keragaman terbukti bahwa gundukan tailing
sudah berhasil dihuni kembali oleh makrofauna seperti halnya di sedimen alami.Hasil survei
komunitas terumbu karang dan ikan dari 12 kali pemantauan sejak September 2007 sampai
dengan Mei 2013 menggunakan teknik manta tow dan line intercept transek di Teluk Buyat,
Tanjung Buyat dan Pulau Dokakayu yang terletak tidak jauh dari penempatan tailing,
menunjukkan bahwa indeks keragaman spesies karang batu/ karang hidup dan indeks
komunitas ikan di tiga stasiun tersebut lebih tinggi daripada didua lokasi lain yang terletak di
Teluk Totok. Hasil analisis kadar arsen dan merkuri total dalam jaringan sampel-sampel ikan
laut yang diperoleh tahun 2007- 2013 menunjukkan bahwa ikan yang ditangkap di wilayah
kajian aman untuk dikonsumsi manusia. Secara umum, status lingkungan Teluk Buyat dari
tahun 2007 sampai tahun 2013 cukup baik, tidak ditemukan adanya dampak negatif
penempatan tailing terhadap kualitas air laut, makrobentos, terumbu karang dan ikan.
Kata kunci: status lingkungan, ekosistem, tailing, logam berat

107

3-O-16

108

3-O-17
PERAN KATEGORI UKURAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN
DAN BAGI PENGEMBANGANNYA
Anwar Bey Pane1) dan Ernani Lubis2)
Dosen Pasca Sarjana Teknologi Perikanan Laut Departemen PSP FPIK IPB Bogor
1)
Lab Hasil Tangkapan dan Manajemen Industri Kepelabuhanan Perikanan, HP:
08787 0120 504; email: beypane_sibolga@yahoo.fr
2)
Lab Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan, HP: 0816 1421 321;
email: ernani_ipb@yahoo.com
Divisi Keilmuan Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB

Abstrak
Di berbagai negara maju sebagaimana di negara-negara Uni Eropa, kategori
ukuran ikan hasil tangkapan (HT) adalah salah satu syarat penting pada
pendaratan dan pemasaran ikan HT di pelabuhan perikanan (PP). Kategori
ukuran tersebut, penting bagi pelaku dan aktivitas di PP. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui peran aktual pengukuran HT di PP sampel, dan
pengaruhnya terhadap aktivitas pengguna PP. Penelitian dilakukan di tiga
sampel PP/PPI, yaitu di PPI Blanakan Subang, PPN Pelabuhanratu
Sukabumi dan PPS Nizam Zahman Jakarta; di tahun 2013. Metode
penelitian adalah studi kasus dan desk studi. Pada studi kasus, aspek diteliti
meliputi aspek ukuran HT didaratkan dan dipasarkan di PP dan aktivitasnya.
Desk studi dilakukan terhadap penelitian Pane (2009), mengenai ukuran HT.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif, kualitatif, dan
komparasi hasil desk studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku
perikanan banyak yang belum mengetahui pentingnya kategori ukuran HT
bagi aktivitas mereka, dan demikian pula pengelola kepelabuhanan
perikanan bagi kepentingan pengembangan PP. Kategori ukuran HT di PP di
tiga sampel PP belum pernah dilakukan, bahkan juga di Indonesia. Di PP
tersebut, belum terdapat kategori ukuran HT pada pendaratan/ pemasaran
dan hubungannya dengan aktivitas usaha perdagangan ikan dan industri
pengolahan ikan. Pengukuran HT sangat terbatas dan sangat jarang
dilakukan; dan bilapun dilakukan hanya untuk kepentingan ilmiah. Sudah
saatnya pemerintah terkait perlu menerapkan kategori ukuran HT di seluruh
pelabuhan perikanan di Indonesia.
Kata kunci: ikan hasil tangkapan, kategori ukuran, pelabuhan perikanan

3-O-18
109

MODEL KEAMANAN KRITIS MELALUI PEMBELAJARAN


VOCATIONAL-SKILLS BERBASIS SOSIAL BUDAYA DI
KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS PROVINSI
KALIMANTAN BARAT .
Elyta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Pontianak Email: elyta79@yahoo.com
ABSTRAK Kecamatan Paloh merupakan salah satu wilayah yang unik
karena merupakan wilayah pesisir dan wilayah perbatasan. Kecamatan Paloh
masih tergolong sebagai daerah tertinggaldanmiskin. Salah satu upaya
menangani ketertinggalan masyarakat Paloh dilakukan melalui
pembelajaranvocational-skills berbasis sosial budaya. Model pembelajaran
vocational-skillssesuai dengan latar budaya masyarakat perbatasan Paloh
Kabupaten Sambas dapat menyebabkan kesadaran masyarakat untuk hidup
lebih maju, menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam pengolahan
sumber daya alam berbasis sosial budaya, tumbuhnya keinginan
berwirausaha secara produktif dan pada akhirnya meningkatnya keamanan
kritis.
Kata Kunci: keamanan kritis, vocational-skills, berbasis sosial budaya

3-O-19
110

KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAIPESISIR CILIWUNG TELUK JAKARTA SECARA TERPADU UNTUK
MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Arief Budi Purwanto dan Tridoyo Kusumastanto
Perubahan iklim berdampak pada kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
Pesisir sehingga memerlukan penanganan yang bersifat integratif dan holistik.
Selama ini terjadi banyak kerusakan pada sistem DAS dan pesisir secara masif
sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan sumberdaya alam. Hal tersebut akan
menagancam keberlanjutan pembangunan ditambah dengan dampak perubahan
iklim yang bersifat negatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model
kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai dan pesisir secara terpadu, sehingga
penangananan dan pengelolaan wilayah tersebut akan mempunyai dampak yang
signifikan terhadap kerangka makro pengelolaan sumberdaya alam dan dampaknya
terhadap perubahan iklim.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) analisis biofisik meliputi
tipologi ekosistem pada wilayah DAS Ciliwung dan pesisir Jakarta (2) analisis
kelembagaan, meliputi logical framework analysis dan analytical hierarchy process;
dan (3) analisis konektifitas terkait dengan sistem ekologi dan sosial Daerah Aliran
Sungai Ciliwung & Pesisir Jakarta.
Berdasarkan kajian diperoleh kesimpulan bahwa :
Pengelolaan DAS Ciliwung dan Pesisir Jakarta membutuhkan model
pengelolaan yang integratif untuk sumberdaya yang berkelanjutan
Selama ini untuk variabel ekologi, sosial dan kelembagaan kurang
berkelanjutan karena daya dukung dan daya tampung dari DAS Ciliwung yang
sudah melebihi kapasitas. Sedangkan untuk variabel ekonomi dan teknologi masih
menunjukkan aspek keberlanjutan karena tingginya kebutuhan akan DAS Ciliwung
dan Pesisir Jakarta
Peran serta masyarakat diperlukan dalam pemanfaatan dan pengelolaan
DAS Ciliwung dan Pesisir Jakarta agar dapat menjadi faktor pengungkit bagi model
pengelolaan yang integratif.

Kata Kunci: Pengelolaan DAS dan Pesisir, Perubahan Iklim, Mitigasi dan Adaptasi

3-O-20

111

DINAMIKA PENGHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR DAN UPAYA


MEMPERKUAT RESILIENSI SOSIAL
Bambang Indratno Gunawan
Abstrak
Tujuan makalah ini adalah untuk: (1) memahami dinamika penghidupan
masyarakat pesisir di Delta Mahakam dan Delta Berau, Kalimantan Timur;
(2) mengkaji faktor-faktor yang dapat memperkuat resiliensi sosial di
wilayah pesisir. Metode penelitian menggunakan pendekatan aktor (actororiented approach) dan survey rumah tangga masyarakat pesisir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dinamika penghidupan antar aktor-aktor
sosial di wilayah pesisir terkait dengan batas-batas wilayah yang tidak kaku,
isu inklusi dan eksklusi sosial, kapasitas lembaga patronase, pengembangan
strategi penghidupan baik secara individu dan kelompok dan adanya
kepentingan ekonomi-politik dari berbagai aktor sosial. Pengembangan
jaringan kelembagaan patronase dan peran punggawa, kemampuan agensi
sosial dan integrasi antar lembaga sosial dan formal di luar masyarakat
merupakan determinan penting untuk memperkuat resiliensi sosial.
Kata kunci: dinamika, penghidupan masyarakat, patronase, resiliensi sosial,
Kalimantan Timur

3-O-21

112

KEARIFAN LOKAL PAPADAK SEBAGAI INSTRUMEN DALAM


PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KABUPATEN ROTE
NDAO, NUSA TENGGARA TIMUR

RehattadanBeatrixM.
Abstrak
Kearifan lokal masyarakat di kabupaten Rote Ndao dalam pengelolaan
sumberdaya alam diwujudkan dalam bentuk Papadak, yang merupakan
suatu bentuk kesepakatan adat untuk mengatur suatu lokasi atau area
tertentu. Papadak mengatur aktivitas yang dilarang untuk dilakukan
beserta sanksi dan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam melakukan
pengawasan. Lokasi yang diatur dengan papadak bisa berupa daerah
persawahan, perkebunan, mamar dan sumber mata air. Penerapan papadak
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir masih jarang dilakukan. Lokasi deak
dan lilifuk di wilayah pesisir telah diatur pemanfaatannya secara individual
atau komunal. Perlindungan dan pelestarian kura-kura leher ular Rote
(Chelodina mccordi) di Danau Peto telah dilakukan dengan pendekatan
papadak.
Upaya revitalisasi papadak sebagai instrumen dalam
pengelolaan sumberdaya dan ekosistem pesisir perlu dilakukan untuk
melindungi dan melestarikan sumberdaya dan ekosistem penting di wilayah
pesisir.

3-O-22
113

3-O-23
114

DEGRADASI SUMBERDAYA LAMUN DI TELUK AMBON


AKIBAT PENINGKATAN SEDIMEN TERSUSPENSI
L. Siahainenia, J.W. Tuahatu & N.Ch. Tuhumury
Staf dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti
Jl. Mr Chr. Soplanit Kampus Poka Ambon
E-mail : laurasiahainenia@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah peningkatan berbagai aktivitas
pembangunan di sekitar wilayah perairan Teluk Ambon sehingga diduga
telah berdampak terhadap penurunan kualitas perairan Teluk Ambon, yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan tekanan ekologis
pada ekosistem pesisir Teluk Ambon (terutama mangrove dan lamun).
Kondisi ini mengindikasikan adanya berbagai konflik kepentingan pada
kawasan pesisir yang relatif sempit ini, sehingga telah merubah fungsi
ekologis ekosistem pesisir Teluk Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kondisi sumberdaya lamun pada beberapa ekosistem lamun di
Teluk Ambon. Sampling lamun dilakukan dengan metode transek linear
kuadrat pada ekosistem lamun Tantui, Galala, dan Poka. Dilakukan juga
analisis terhadap kandungan sedimen tersuspensi yang merupakan faktor
lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidup vegetasi lamun. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi
penurunan sumberdaya lamun pada ketiga lokasi di Teluk Ambon yang
terindikasi melalui semakin rendahnya keragaman jenis lamun. Hal ini
tergambar melalui perubahan komposisi jenis lamun saat ini dibandingkan
dengan data beberapa tahun sebelumnya. Hasil analisis sedimen tersuspensi
menunjukan bahwa kandungan sedimen tersuspensi pada ketiga lokasi
penelitian tergolong tinggi (telah melewati batas baku mutu sedimen
tersuspensi bagi komunitas lamun).
Kata kunci : Lamun, Sedimen Tersuspensi, Teluk Ambon

3-O-24
115

ECOLOGICAL BASE MANAGEMENT (EBM) HABITAT


MANGROVE DAN ASOSIASI MAKROZOOBENTOS DI PANTAI
INDAH KAPUK, JAKARTA
Lestari Putria, Fredinan Yuliandab, Yusli Wardiatnob
a

Mahasiswa Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
b
Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Ekosistem mangrove Pantai Indah Kapuk mengalami tekanan lingkungan
serta antropogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan habitat mangrove
serta asosiasi makrozoobentos. Ekosistem mangrove Pantai Indah Kapuk
mendapatkan tekanan antropogenik terutama masukan sampah ke kawasan
dan tekanan lingkungan yang diduga merusak habitat mangrove. Perlu
adanya pengelolaan secara lestari habitat mangrove dan asosiasi
makrozoobentos. Tujuan penelitian ini adalah memberikan rekomendasi
pengelolaan secara lestari habitat mangrove dan asosiasinya di Pantai Indah
Kapuk, Jakarta dengan metode Ecological Base Management (EBM).
Pengambilan data ekologi dilakukan bulan Juni 2013. Pengambilan data
vegetasi mangrove dilakukan dengan metode kuadrat dan pengambilan
contoh makrozoobentos dengan corer. Beberapa indikator kerusakan
mangrove adalah tidak terbentuk zonasi mangrove asli serta kerapatan dan
luas penutupan kawasan yang tidak memenuhi kriteria baku dan pedoman
penentuan kerusakan mangrove berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup no 201 tahun 2004. Selain itu, terjadi dominasi oleh kelas
Oligochaeta dan Polychaeta. yang melimpah di daerah tengah yang
mengindikasikan bahwa makrozoobentos terganggu. Pengelolaan yang
direkomendasikan adalah pengurangan masukan sampah dan rehabilitasi
kawasan dengan penanaman mangrove.
Kata

kunci:

Ecological Base Management, sampah,


makrozoobentos, Pantai Indah Kapuk,

mangrove,

3-O-25
116

REHABILITASI VEGETASI PANTAI BERBASIS MASYARAKAT


UNTUK MITIGASI BENCANA PESISIR
M. Arsyad Al Amin 1), Akhmad Solihin1), Ruddy Suwandi1), Andi Affandi1),
Isda Hartatie 1)
1)

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, LPPM IPB


arsyadalamin@pksplipb.or.id
Abstrak

Masyarakat pesisir di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah menghadapi ancaman


bencana pesisir, baik yang datang dari daratan maupun dari laut. Untuk
mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir diperlukan greenbelt
sepanjang pantai Teluk Penyu sebagai pertahanan alamiah dari ancaman
bencana. Untuk itu dilakukan rehabilitasi berbasis kelompok masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi isu permasalahan
rehabilitasi ekosistem vegetasi pantai berbasis masyarakat; (2) merumuskan
rekomendasi penguatan kelembagaan berbasis masyarakat; dan (3)
penyusunan kesepakatan warga. Penelitian dilakukan di 3 (iga) Kabupaten
yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Lombok
Barat.
Analisis stakeholder mengungkapkan isu permasalahan, yaitu ketidakjelasan
lokasi rehabilitasi, dominasi kepemilikan TNI AD, konflik pemanfaatan
lahan, ketiadaan aturan lokal, keterbatasan bibit, ketiadaan lembaga
pengelola, izin penambangan pasir laut, dan pelaksanaan rehabilitasi tidak
terpadu. Sementara analisa LFA mengungkapkan strategi yang harus
dilakukan adalah penetapan lokasi rehabilitasi, pembentukan lembaga
pengelola, penetapan perjanjian kesepahaman dengan TNI AD, pembuatan
kebun bibit, dan penyusunan aturan lokal. Adapun penyusunan aturan lokal
berbasis kesepakatan warga menetapkan aturan, yaitu penetapan wilayah
rehabilitasi, aturan pengelolaan vegetasi pantai, aturan pemanfaatan lahan,
dan kelembagaan pengelola.
Kata kunci: vegetasi pantai, kelembagaan lokal, berbasis masyarakat

117

3-O-26
PENINGKATAN AKTIFITAS FAGOSITIK PERITONEAL EXUDATE
CELLS DARI KERAPU CHROMILEPTES ALTIVELIS SETELAH
OPSONISASI DENGAN ANTIBODI IKAN DAN KOMPLEMEN
Maria Agustini1, Sri Oetami Madyowati1, Sumaryam1, dan Hari Suprapto2
1

Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Universitas Dr.Soetomo, Surabaya


2
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Airlangga Surabaya

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan respon imun
setelah oponisasi dengan peningkatan proses fagositik oleh PEC. Mortalitas
yang sangat tinggi pada budidaya kerapu diakibatkan oleh Vibrio
alginolyticus terutama pada stadium larva, karena ikan yang terinfeksi
dengan V.alginolyticus hanya bertahan 12 jam. Peritoneal Exudate Cells
(PEC) diisolasi dari ikan kerapu dengan stimulasi paraffin, kemudian PEC
tersebut dikultur in vitro untuk proses fagositik dan penelitian lain. Aktifitas
fagositik kerapu dapat ditingkatkan dengan opsonisasi normal serum,
sedangkan tanpa opsonisasi aktifitas tersebut rendah. Vaksinasi dapat
memperkuat sistem pertahanan diri secara humoral dan cellular dari ikan
kerapu. Dari beberapa hasil penelitian bahwa immunisasi dengan sel bakteri
yang dimatikan dapat meningkatkan respon imun pada ikan (Salati et al,
1989). Penambahan normal serum sebagai komplemen akan meningkatkan
secara drastic aktifitas fagositik dari PEC. Pada ikan yang divaksin dengan
FKC terjadi peningkatan PI sebesar 8,3 dan kontrol hanya 1,7. Sedangkan
titer antibody naik drastic dari 256 menjadi 1.024 sesudah 14 hari vaksinasi.
Konsentrasi protein pada vaksin adalah FKC 3.5 mg/ml. Titer antibodi
tersebut mencapai 1024 pada minggu kedua sesudah peemberiaan boostter.
Kata kunci : Vibrio alginolyticus, Chromileptes altivelis, peritoneal exudate
cell, vaksin, serum

118

3-O-27
EVOLUSI KAWASAN KONSERVASI LAUT KABUPATEN BERAU
Y. Zuliarsih dan A. Budiayu
Abstrak
Kabupaten Berau merupakan pionir dalam inisiasi Kawasan Konservasi Laut
skala besar dengan konsep pengelolaan kawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah untuk kemajuan daerah dan masyarakatnya. Semangat
ini tertuang melalui penetapan Peraturan Bupati Kabupaten Berau No. 31
tahun 2005 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten
Berau, yang mencakup 1,2 juta hektare.
Dalam waktu relatif yang bersamaan, Pemerintah Pusat melakukan
pengaturan pengelolaan wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil di
seluruh Indonesia dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Konsekuensi
dari penentapan UU ini berdampak pada konsep KKLD yang telah terbentuk
di Kabupaten Berau. Untuk menyesuaikan dengan konsep penata kelolaan
wilayah pesisir dan laut yang diatur pada UU No. 27 tahun 2007,
Pemerintah Daerah bersama mitra terkait, menyusun rencana tata ruang
wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Berau.
Sementara itu, pengelolaan yang bersifat teknis dan operasional, sangat
diperlukan untuk mencegah penurunan kondisi sumberdaya alam yang
semakin menurun. Oleh karena itu, Dinas Kelautan dan Perikanan
menginisiasi pembentukan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (KKP3K) yang sesuai dengan UU No. 27 tahun 2007, sebagai Taman
Pesisir Kepulauan Derawan (TPKD) untuk menjawab kebutuhan
pengelolaan. Pembelajaran yang didapatkan dalam proses evolusi kawasan
konservasi Kebupaten Berau adalah suatu proses yang mengupayakan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang efektif dan berkelanjutan.

119

TOPIK 4. MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN LAUT


DAN PESISIR
BALI AB
Kamis, 20 November 2014
Jam
Judul
Sessi 1
Moderator : Ir. Didik Trisbiantoro, M.P.

11.00
11.10
11.10
11.20
11.20
11.30
11.30
11.40

11.40
11.50

11.50
12.00
12.0013.00
Sessi 2

PENGARUH LUMPUR LIMBAH BAUKSIT


TERHADAP PERTUMBUHAN LAMUN
Pratomo, A *., Jaya, YV., dan Susanto, F.

Kode

4-O-1

A.B. Rondonuwu

4-O-2

Kerentanan pelabuhan perikanan dan kapal penangkap


ikan terhadap tsunami dan upaya serta kebijakan
mitigasinya
Abdul Muhari
Analysis of Shoreline changes in the District of Sampang
Aries Dwi Siswanto

4-O-3

Indikator Sosial Untuk Memahami Kerentanan


Masyarakat Pesisir Akibat Perubahan Iklim : Kasus
Nelayan Perikanan Tangkap
Ary Wahyono

4-O-5

Identifikasi Jenis, Status Konservasi dan Sex Ratio Hiu


yang Didaratkan di PPI Tanjung Luar Nusa Tenggara
Barat pada Bulan Juni-September 2014
Ayu Adhita Damayanti, Nurliah Buhari , Sadikin Amir , M.
Najamuddin Sayuti

4-O-6

4-O-4

Istirahat

Moderator 2: Ir. Khusaeri, M.P.

13.00 13.10
13.10 13.20
13.20 -

Blackband Diseases pada Karang Montipora di Daerah


Transplantasi Karang Hias di Pulau Serangan Bali
Beginer Subhan, Ofri Johan, Muhammad Abrar, Dondy
Arafat, Hawis Madduppa
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Lamun
Thalassia hemprichii Di Perairan Pulau Ambon
Charlotha I Tupan
Analisis Kondisi Mangrove Dusun Baros Kabupaten
120

4-O-7

4-O-8

4-O-9

13.30
13.30 14.40
13.40 13.50

Bantul
Djoko Rahardjo
Analisis Spasial Kualitas Perairan Untuk Lokasi
Pengembangan Budidaya Ikan Dengan Keramba Jaring
Apung Di Teluk Ambon Dalam, Provinsi Maluku
Erlania*) dan I Nyoman Radiarta
The Influence Of Current Parameters
The Abundance Of Bacteria In Madura Straits
Eva Ari Wahyuni

4-O-10

4-O-11

13.50 14.00

Kajian Kesuburan Perairan Estuari Sungai Porong


Berdasarkan Sebaran Spasial Klorofil-A Dan
Kondisi Oseanografi
FaridzRizalFachri,et.al

4-O-12

14.00 14.10

Evaluasi Sistem Informasi Mitigasi Bencana, Adaptasi


Iklim Dan Lingkungan (Simail)
Fegi Nurhabni, Hendra Yusran Siry
Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Kota
Surabaya Sebagai Landasan Bagi Upaya
Pengelolaannya
Hari Subagio dan Supriyatno Widagdo

4-O-13

Analisis Hasil Ketangguhan Program Pengembangan Desa


Pesisir Tangguh (PDPT) Di Kabupaten Pesisir Selatan

4-O-15

14.10 14.20
14.20 14.30

4-O-14

Indah Setya M, Hendra Yusran Siry, dan Fegi Nurhabni

14.30 14.40
14.40 15.00

Prospek Tuna Acap Cair Alternative Income Generating 4-O-16


:Implementasi proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir
(CCDP-IFAD) di Kota Ambon
Irene Sahertian dan Ahadar Tuhuteru
Istirahat

Moderator 3 : Ir. Khusaeri, M.P.

15.00 15.10

Pengembangan Potensi Ikan Gabus Rawa (Channa


striata)Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat
Pesisir Kabupaten Merauke

4-O-17

Izaac Tahya, Burhanuddin Arifin, dan Fasco Matemco

15.10 15.20
15.20 15.30

Rekonstruksi Pohon Filogenetik


Fragmen Gend-Loop Pada Lumba-Lumba Hidung Botol
(Tursiops aduncus dan Tursiops truncatus)
Juraij, Hawis M. Madduppa, Muhammad R. Faisal
Monitoring Bahan Pencemar Logam Di Area Budidaya
Rumput Laut Kabupaten Bantaeng
Khusnul Yaqin, Liestiaty Fachruddin, Suwarni, Muh. Tauhid
Umar, Sri Wahyuni Rahim
121

4-O-18

4-O-19

15.30 15.40

15.40 15.50
15.50 16.00
16.00 16.10
16.10 16.20
16.20 16.30

16.30 16.40

Implementasi Program ICM Berbasis Mitigasi Dan


Adaptasi Bencana Di Wilayah Pesisir (Riset Aksi Di
Kab. Aceh Jaya, Cilacap dan Lombok Barat)
M. Arsyad Al Amin*, Andy Afandy, Ruddy Suwandi,
Akhmad Solihin dan Isdahartati
Penyakit Karang Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Q. M. Royhan, B. Subhan*, F. I. Naufal*, M. K. Prasetyo*,
S. K. Nurjanah*, M. Y. Satria*
Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Ukuran serta Perilaku Kemunculannya di Kawasan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Mahardika Rizqi Himawan, H Madduppa, B Subhan
Pemantauan Pantai Untuk Mendukung Kegiatan
Konservasi Penyu di Desa Perancak Bali
Mutiara Rachmat Putri
Pengamatan Paus Dan Lumba-Lumba Di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Misool Dan Kofiau, Raja
Ampat
Purwanto
Evaluasi Program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh (PDPT) Terhadap Potensi Bencana Pesisir
Di Kabupaten Lebak
Semeidi Husrin, Aprizon Putra, Rizki Anggoro Adi, Suryo
Prasojo
Asesmen Penerapan Prinsip-Prinsip Blue Economy
Dalam Pengembangan Industri Kelautan Dan
Perikanan Di Lombok Timur

4-O-20

4-O-21

4-O-22

4-O-23

4-O-24

4-O-25

4-O-26

Suryawati,SitiHajardanRiestyTriyanti
16.40 16.50

16.50 17.00

17.00 17.10
17.10 17.20

PerubahanStrukturKomunitasIkanKarangSebelum
DanSedudahPemutihanKarangDiKepulauanWeh,
Aceh

Aulia,Sukmaraharja,dkk
Pembelajaran Sistem Informasi Mitigasi, Adaptasi
Iklim Dan Lingkungan (Simail) Bagi Nelayan Dan
Masyarakat Pesisir Jawa Tengah Dan Jawa Barat
Suryo Prasojo, Hendra Yusran Siry, Fegi Nurhabni,
Enggar Sadtopo
Monitoring Ekosistem Pesisir Kawasan Teluk Bungus Padang, Sumatera Barat
Try Al Tanto, Aprizon Putra dan Ilham
Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya (Rum) Untuk
Pengelolaan Efektif Kkp-Twp Nusa Penida, Kab.
Klungkung, Bali
122

4-O-27

4-O-28

4-O-29

4-O-30

Wira Sanjaya
4-O-1

PENGARUH LUMPUR LIMBAH BAUKSIT TERHADAP


PERTUMBUHAN LAMUN
Pratomo, A *., Jaya, YV., dan Susanto, F.
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penimbunan
lumpur limbah bauksit terhadap pertambahan panjang daun dan kerapatan
rumpun lamun jenis Cymodecea rotundata, C. serrulata, dan Thalassia
Hemprichii. Metode yang digunakan Rancangan Percobaan Acak Kelompok
dengan 2 Faktor. Unit contoh lamun percobaan di lapangan diberi perlakuan
tingkat berat timbunan lumpur bauksit pada 0, 100, 250, 500, dan 750 gr
pada pipa paralon diameter 4 sebanyak 5 kali ulangan selama 3 bulan. Hasil
menunjukkan indikasi pengaruh limbah bauksit terhadap terhadap perubahan
fisik, panjang daun, dan kematian rumpun lamun. Cymodecea rotundata
terlihat lebih rentan sedangkan Thalassia hemprichii terlihat relatif lebih
tahan terhadap pengaruh timbunan lumpur bauksit. Pengaruh lebih kuat
ditunjukkan pada tingkat berat lumpur 500 gram dan 750 gram. Sedimentasi
lumpur bauksit pada tingkat sama dengan atau lebih dari 6.17 gr/cm2 atau
pada tingkat ketebalan sama dengan atau lebih dari 7.24 cm berpotensi
merubah struktur komunitas lamun terutama terhadap jenis yang rentan yaitu
C. serrulata dan C. rotundata.
Kata Kunci: Ekosistem Lamun, Sedimentasi, Lumpur Bauksit, Pertumbuhan
lamun

123

4-O-3

Kerentanan pelabuhan perikanan dan kapal penangkap ikan terhadap


tsunami dan upaya serta kebijakan mitigasinya
Abdul Muhari
Staf Direktorat Pesisir dan Lautan
Abstrak
Pelabuhan perikanan dan kapal penangkap ikan merupakan salah satu sarana
dan prasarana di kawasan pantai yang rawan terhadap tsunami. Pengalaman
dari kejadian tsunami di Banda Aceh tahun 2004, tercatat 50 pelabuhan
perikanan dan 12,300 kapal penangkap ikan hancur akibat tsunami. Hal
yang sama terlihat pada kejadian tsunami Jepang 2011, 319 pelabuhan
perikanan dan total 28,612 kapal penangkap ikan hancur akibat tsunami
dengan total kerugian mencapai seratus dua puluh triliun rupiah. Untuk
mengurangi potensi kerugian serupa di masa depan, dalam makalah ini
disajikan metoda untuk mengkuantifikasi potensi risiko akibat tsunami di
pelabuhan perikanan dan dampaknya terhadap kapal penangkap ikan.
Analisa dalam makalah ini menggunakan data dari 21,000 kapal penangkap
ikan yang hancur akibat tsunami di kawasan pantai Tohoku, Jepang. Hasil
analisa risiko dikuantifikasi dalam bentuk kurva fragility tiga dimensi yang
dapat dijadikan dasar untuk penyusunan upaya serta kebijakan mitigasi tidak
hanya di kawasan pelabuhan perikanan tetapi juga untuk pelabuhan umum
serta perencanaan evakuasi untuk kapal-kapal penangkap ikan.

Kata kunci: tsunami, model tsunami, kurva fragility, mitigasi

124

4-O-4

Analysis of Shoreline changes in the District of Sampang


Aries Dwi Siswanto
Marine Science Department, Trunojoyo University
PO BOX 2, Jl Raya Telang, Kamal, Bangkalan, Jawa Timur
Telp +62-31-3013234, 3011146, fax +62-31-3011506
Email:ariesdwisiswanto@yahoo.co.id
Abstrak
Utilization of the coastal area in the District of Sampang experience
increased overthe construction of the Suramadu bridge. An increase in the
utilization of this willaffect the spatial area of the coast, with one of the
consequences is
the
existence
of land
conversion,
thereby potentially interfere with the balance of the ecosystem and the
waterfront. This research aims to know the changes that occur in
theshoreline waters district of Sampang, with energy flux is based on
the waves. WaveData retrieved
from data
conversion a
breeze. Furthermore, the computed energy flux of the wave. Based on
the analysis
of the
wave energy flux, known to some
areas in the
research undergone abrasion, and most other experienced accretion.
Keywords: energy wave flux, Shoreline changes

4-O-5
125

Indikator Sosial Untuk Memahami Kerentanan Masyarakat Pesisir


Akibat Perubahan Iklim : Kasus Nelayan Perikanan Tangkap
Ary Wahyono
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI
ary_wahyono@yahoo.com
Abstrak
Penyusunan indikator sosial membutuhkan suatu kemampuan yang baik dengan
melakukan identifikasi maupun pemahaman yang benar tentang berbagai bentuk
kerentanan (vulnerability) sebagai dampak
perubahan iklim. Permasalahan
kerentanan masyarakat pesisir memerlukan definisi konsep yang jelas sehingga
penyusunan indikator dapat dirumuskan secara tepat. Definsi indikator kerentanan
akibat perubahan iklim tidak bisa dipisahkan dari alasan mengapa tujuan
perumusan indikator itu disusun. Ada tiga konsep pokok yang perlu diperhatikan
dalam menyusun indikator sosial kerentanan masyarakat pesisir. Pertama, exposure
to climate change, yang menunjuk pada derajad dan durasi suatu komunitas sosial
itu mengalami keterpaparan akibat adanya bencana perubahan iklim itu. Exposure
to climate change juga menggambarkan sejauh mana komunitas sosial mengalami
kontak langsung atau terpengaruh oleh
kehadiran bencana perubahan iklim.
Kedua, sensitivity, yakni parameter kerentanan yang berkaitan dengan exposure
atau kondisi keterpaparan, yaitu menunjuk pada derajad individu atau kelompok
masyarakat mengalami kerugian pada saat dilanda suatu bencana, yang dipengaruhi
oleh: (1) pengalaman terpapar dari bahaya/ancaman yang terjadi, (2) frekuensi
menerima exposure (keterpaparan bencana), dan (3) persepsi terhadap kehadiran
bencana/bahaya. Ketiga, adalah kapasitas merespon (capacity of respons), yang
pengertiannya menunjuk pada kemampuan komunitas sosial melakukan coping
untuk mengatasi bencana perubahan iklim (Turner at al. 2003), atau kapasitas
merespon (capacity of response) terhadap bencana perubahan iklim. Kemampuan
coping yang dilakukan komunitas sosial lebih bersifat jangka pendek, sekedar bisa
survival, hal ini yang membedakan dengan pengertian adaptive capacity yang
bersifat jangka panjang, yaitu langkah-langkah penyesuaian untuk keberlanjutan
jangka panjang. Uraian di atas merupakan perspekstif atau pendekatan yang
dipergunakan dalam penyusunan indiktor sosial kerentanan masyarakat nelayan.
Indikator sosial kerentanan
masyarakat nelayan perikanan tangkap adalah
variabel-variabel sosial yang merupakan representasi dari karaktersitik tipologi
nelayan perikanan tangkap yang diharapkan mampu memberikan memberikan
informasi kerentanan akibat pengaruh bencana perubahan iklim. Lokasi yang
menjadi sasaran kegiatan penelitian adalah nelayan di desa pesisir Grajagan,
Banyuwangi, Jawa Tengah.

4-O-6

126

Identifikasi Jenis, Status Konservasi dan Sex Ratio Hiu yang


Didaratkan di PPI Tanjung Luar Nusa Tenggara Barat pada Bulan
Juni-September 2014
Ayu Adhita Damayanti*), Nurliah Buhari *), Sadikin Amir *), M.
Najamuddin Sayuti*)
adhita_82@yahoo.com
*)Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram
Abstrak
Kurangnya data mengenai hiu di Indonesia dapat mengakibatkan tidak
tepatnya keputusan yang diambil terkait dengan pengelolaannya. PPI Tanjung Luar
sebagai tempat lokasi pendaratan hiu terbesar di dunia diambil sebagai lokasi
penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jenis, status konservasi dan sex
ratio hiu dominan yang didaratkan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan JuniSeptember 2014 dengan pengambilan data jenis,ukuran, jumlah dan jenis kelamin
hiu secara langsung terhadap seluruh jenis hiu yang didaratkan. Jenis dan ukuran
hiu siap kawin berpedoman pada White, et al. (2006) adapun status konservasi
berpedoman pada IUCN (2014). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 14 famili
dan 33 jenis hiu. Dari 10 jenis dominan terdapat terdapat 3 jenis dengan status
konservasi Vulnerable yaitu Isurus oxyrinchus, Carcharhinus obscurus, dan Alopias
pelagicus dan satu jenis berstatus Endangered yaitu Sphyrna lewini. Sphyrna lewini
dan Alopias pelagicus sebagai hiu paling terkenal karena status konservasinya yang
Endangered ternyata memiliki resilience yang cukup baik. Hal ini terlihat dari
perbandingan jumlah jantan dan betina siap kawin masing-masing 1:2.05 dan
1:1.14. Terdapat perbedaan perbandingan jumlah hiu siap kawin yang cukup
signifikan antara hiu jantan dan hiu betina pada pada dua spesies hiu jenis Isurus
oxyrincus dan Carcharhinus obscurus. Pada Isurus oxyrinchus perbandingan jumlah
hiu siap kawin jantan dan betina 17.67:1. Hal ini dapat menggambarkan persaingan
yang ketat dalam memperebutkan betina sehingga potensi kematian jantan akan
tinggi (resilience rendah). Hiu Carcharhinus obscurus, perbandingan jumlah jantan
siap kawin dan betina siap kawin 1:14.06. Jumlah jantan yang lebih sedikit
daripada betina biasanya lebih baik dalam kompetisi mendapatkan pasangan,
namun apabila jumlah jantan terlalu sedikit atau betina mencapai 14 kali lebih
tinggi dikhawatirkan hiu jantan tidak mampu untuk membuahi seluruh betina dalam
satu periode musim kawin.
Kata kunci: identifikasi hiu, status konservasi, sex ratio, , PPI Tanjung Luar, Juni,
September, resilience, 2014

4-O-7

127

Blackband Diseases pada Karang Montipora di Daerah Transplantasi


Karang Hias di Pulau Serangan Bali
Beginer Subhan, Ofri Johan, Muhammad Abrar, Dondy Arafat, Hawis
Madduppa
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit karang
Blackband Diseases pada lokasi transplantasi karang hias di Pulau Serangan
Bali. Metode yang digunakan adalah dengan mensensus setisp koloni
karang Montipora yang ditransplantasikan di Pulau Serangan. Blackband
Diseases ditemukan pada karang indukan yang pada umumnya sudah cukup
lama dibudidayakan di Perairan Pulau Serangan.. Selain terjadinya
Blackband Diseases juga ditemukan agresi oleh spons pada koloni karang
Montipora. Penyakit karang menyerang karang montipora diduga karena
kualitas perairan menurun akibat sering terjadinya hujan di lokasi penelitian.
Selain itu, Blackband Diseases merupakan penyakit karang yang sering
ditemukan di daerah dangkal. Karang hias di Pulau Serangan pada umumnya
ditransplantasikan di daerah dangkal dengan kedalaman kurang dari 3 meter.
Kata Kunci: Blackband Diseases, Karang Hias, Bali, Transplantasi Karang

4-O-8

128

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Lamun Thalassia


hemprichii Di Perairan Pulau Ambon
Charlotha I Tupan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon,
Maluku
Correspondings Email: lotjetupan@yahoo.com
Abstrak
Perbedaan akumulasi logam berat timbal (Pb) di antara organ tanaman (akar,
rhizpma dan daun) diuji pada lamun T. hemprichii. Sampel diambil dari 2
lokasi yaitu daerah Teluk Ambon Dalam dan daerah bagian Selatan Pulau
Ambon, dengan total 9 stasiun pengambilan sampel yang didasarkan pada
distribusi lamun dan tata guna lahan. Logam Pb dianalisis menggunakan
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Kandungan logam Pb pada
lamun T. hemprichii memperlihatkan pola akumulasi yang konsisten pada
semua stasiun, dimana kandungan Pb pada akar lebih tinggi dari pada daun
dan daun lebih tinggi dari pada rhizoma (akar > daun > rhizoma). Dengan
demikian organ akar lamun Thalassia hemprichii dapat digunakan sebagai
bioindikator dan sekaligus sebagai biomonitoring pencemaran logam berat
timbal di suatu perairan laut.
Kata kunci: Akumulasi, Timbal, Bioindikator, Thalassia hemprichii

4-O-9

129

Analisis Kondisi Mangrove Dusun Baros Kabupaten Bantul


Djoko Rahardjo
Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana
djoko@ukdw.ac.id
Abstrak
Kawasan mangrove dusun Baros tumbuh pada bantaran muara sungai
opak seluas kurang lebih 25 ha dan merupakan ekosistem buatan yang pertama kali
diintroduksi pada tahun 2003 dengan beberapa jenis mangrove seperti Avicennia sp
(api-api), Rhizopora sp, Bruguiera sp dan Soneratia caseolaris. Meski relatif baru
namun kawasan mangrove di dusun Baros saat ini telah menjadi salah satu ikon desa
Tirtohargo yang
keberadaanya telah mengantarkan kelompok pengelola
mendapatkan beberapa penghargaan lingkungan di tingkat daerah. Untuk itu sebagai
langkah awal dalam upaya menyusun rencana pengelolaan perlu dilakukan kajian
tentang kondisi mangrove dengan tujuan untuk mengetahui keragaman jenis
mangrove, karakteristik lingkungan perairan, luasan penutupan mangrove,
dominansi jenis, perkembangan dan pertumbuhan mangrove.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga bulan Pebruari
2013 di kawasan mangrove dusun Baros, kabupaten Bantul. Observasi vegetasi
mangrove dilakukan pada 3 stasiun pengamatan yaitu Stasiun I, dengan jarak 0-10
meter, stasiun II yaitu pada jarak 30 40 meter, dan selanjutnya Stasiun III adalah
pada 50-60 meter dari zone belakang mangrove ke arah garis muara suangai Opak.
Pada setiap zona kawasan mangrove yang berada disepanjang garis transek dibuat
plot berbentuk bujur sangkar dengan usuran 10 x 10 meter sebanyak tiga plot
dengan jarak antar plot 10 meter. Selanjutnya pada setiap plot, dilakukan
determinasi jenis mangrove yang ada. Analisis kondisi mangrove dilakukan secara
diskriptif dan kualitatif berdasarkan data keragaman jenis, karakteristik lingkungan
perairan mangrove, dominansi serta luasan penutupan. Sementara itu untuk
mengetahui perkembangan tanaman mangrove, dilakukan wawancara kepada
kelompok pemuda pengelola mangrove dusun Baros.
Dari hasil observasi dan identifikasi yang dilakukan ditemukan 3 jenis
tanaman mangrove yang masuk dalam mangrove sejati yaitu famili Avicenniaceae
(Avicennia lanata ), famili Rhizophoraceae (Rhizophora apiculata) dan Famili
Malvaceae (Thespesia polpunea) dan 16 tanaman asosiasi yang umumnya tumbuh
mendekati kawasan intertidal seperti jenis Calotropis gigantea, Cerbera manghas,
Cynodon dactylon, Cyperus sp. Derris trifoliat, Hibiscus tiliaceus, Pandanus
tectorius, Scirpus sp dll. Luasan penutupan mangrove dusun Baros mencapai 60 %
dari luas lahan sebesar 25 ha dan didominasi oleh genus Avecinnia. Kawasan
mangrove dusun Baros dikelola dengan baik oleh KP2B dengan adanya program
rutin penanaman, pembibitan serta pemeliharaan dan pengamanan.
Kata Kunci : mangrove, keragaman jenis, ekosistem buatan
4-O-10

130

Analisis Spasial Kualitas Perairan Untuk Lokasi Pengembangan


Budidaya Ikan Dengan Keramba Jaring Apung Di Teluk Ambon
Dalam, Provinsi Maluku
Erlania*) dan I Nyoman Radiarta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: erlania_elleen@yahoo.com
Provinsi Maluku telah ditetapkan sebagai salah satu lokasi program
Lumbung Ikan Nasioanal (LIN) yang tidak hanya dituntut untuk mampu
memenuhi kebutuhan ikan dalam provinsi, tetapi kedepannya juga harus
mampu memberikan kontribusi produk perikanan terhadap kebutuhan
konsumsi ikan nasional. Penelitian telah dilakukan untuk menganalisis
kondisi perairan Teluk Ambon Dalam, Provinsi Maluku untuk
pengembangan aktivitas budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA).
Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan menggumpulkan data
parameter fisik dan kimia perairan pada bulan Oktober 2013. Data dianalisis
secara spasial dengan sistem informasi geografis (SIG) untuk mengetahui
karakteristik perairan secara spasial-horizontal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kondisi perairan mendapatkan banyak masukan limbah
organik dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar teluk yang ditunjukkan
oleh tingginya parameter TSS, TOM, amonia dan nitrat. Distribusi
horizontal parameter TSS, TOM, NH 3 dan NO3 cenderung tinggi di bagian
tengah hingga ke arah bagian terdalam dari teluk. Hal ini dipengaruhi oleh
kondisi geomorfologi perairan yang relatif hampir tertutup dengan arus yang
lemah sehingga bahan organik lebih banyak terakumulasi pada bagian dalam
karena lambatnya sirkulasi air dari luar teluk. Untuk jangka panjang kondisi
ini akan berdampak negatif terhadap aktivitas budidaya ikan. Untuk
implementasi kedepannya diperlukan upaya dari berbagai pihak terkait
pengendalian perkembangan aktivitas di sepanjang pesisir teluk untuk
keberlanjutan usaha budidaya dalam mendukung program LIN di provinsi
Maluku.
Kata Kunci: kualitas perairan, spasial, budidaya ikan laut, Teluk Ambon
Dalam, Maluku

4-O-11
131

The Influence Of Current Parameters


The Abundance Of Bacteria In Madura Straits
Eva Ari Wahyuni
Faculty Of Education Science, Trunojoyo University
Jl. Raya Telang Po Box 2 Kamal-Bangkalan 69162
E-Mail: Evaariw@Yahoo.Com
Some research in the Madura Strait indicates there is a species of gramnegative bacteria with particular abundance. These are the types of coliform
bacteria. The
oceanographycs
parameters
is
thought
to affect
the distribution and abundance of bacteria was found. This research aims to
know the influence of ceanographycs parameters, in particular, against
the current abundance and distribution of bacteria in the Madura Strait. The
main ingredients in this research are examples of sea water to be
tested on agar.Then
proceed
with the culture on selective
medium. Data processed incurrent descriptive to show the pattern. Later, its
effects
on
the distribution
of
aerobic bacteria at several
stations. Current parameters affect the distribution of coliform bacteria on
site research.
Keywords: sea water, coliform bacteria, curren

4-O-12
132

Kajian Kesuburan Perairan Estuari Sungai Porong Berdasarkan


Sebaran Spasial Klorofil-A Dan Kondisi Oseanografi
FaridzRizalFachri,et.al
aridz_ub@yahoo.com
Abstrak

Keberedaan klorofil-a merupakan representasi dari kelimpahan


fitoplankton sehingga dapat digunakan sebagai penentuan tingkat
kesuburan perairan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat
kesuburuan perairan estuari Sungai Porong berdasarkan sebaran
spasial klorofil-a dan kondisi oseanografi.Penelitian telah dilakukan
pada 15 Oktober 21 November 2013.Parameter yang dianalisis
meliputi parameter fisika-kimia oseanografi, nutrien dan konsentrasi
klorofil-a. Metode yang digunakan untuk analisis sebaran spatial
klorofil-a adalah melalui teknologi penginderaan jauh hasil
interpretasi citra satelit LANDSAT 8 dari USGS band 4, 5, 6 dengan
resolusi 30 meter, hasil ini akan dibandingkan dengan pengukuran
parameter fisika-kimia oseanografi dan konsentrasi nutrien secara
insitu di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
konsentrasi lorofil-a secara keseluruhan berkisar antara 1,5 4,3
mg/m3. Terdapat dua kategori kesuburan perairan di estuari Sungai
Porong yaitu oligotropik (berada dekat dengat wilayah laut) dan
mesotropik (disekitar muara). Sesuai hasil analisis Principal
Component Analysis (PCA) bahwa nilai pH, salinitas, alkalinitas,
silikat dan nitrat merupakan faktor penting yang mempengaruhi
variasi nilai klorofil-a di estuari Sungai Porong.
Kata kunci:Kesuburan Perairan, Klorofil-a, Kondisi Oseanografi,
Estuari Sungai Porong

4-O-13

133

Evaluasi
Sistem Informasi Mitigasi Bencana, Adaptasi Iklim Dan Lingkungan
(Simail)
Oleh:
Fegi Nurhabni, Hendra Yusran Siry
Abstrak
Sistem Informasi Mitigasi bencana, Adaptasi Iklim dan Lingkungan
atau yang biasa disebut dengan SIMAIL merupakan suatu sistem informasi
terkait bencana, perubahan iklim dan lingkungan di sektor kelautan dan
perikanan yang disebarluaskan dengan media pesan singkat (short message
service/sms) dan teks berjalan (running text). Kegiatan ini telah
dilaksanakan sejak tahun 2012 dan telah dilaksanakan di 23 provinsi seluruh
Indonesia.
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan hasil dari evaluasi yang
dilakukan terhadap pelaksanaan SIMAIL tiga tahun belakangan ini. Evaluasi
dilakukan dengan metode kombinasi antara wawancara dan kuisioner terkait
pengetahuan umum tentang perubahan iklim serta pengetahuan dan persepsi
tentang SIMAIL. Responden terdiri dari pengelola SIMAIL (Dinas Kelautan
dan Perikanan, termasuk operator SIMAIL) serta masyarakat sebagai target
penerima informasi SIMAIL. Evaluasi dilakukan pada dua lokasi sampling,
yaitu Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah.
Dari evaluasi diperoleh beberapa hasil yang dapat digunakan
sebagai dasar penyempurnaan pelaksanaan SIMAIL di masa yang akan
datang, yaitu yang terkait dengan konten SIMAIL itu sendiri, kompetensi
operator SIMAIL, dan penyelenggaraan SIMAIL. Dari hasil tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa ketiga hal tersebut perlu untuk lebih
ditingkatkan, baik melalui pengkayaan informasi SIMAIL, penyiapan
kompetensi bagi operator SIMAIL serta perbaikan pada struktur kerja
SIMAIL itu sendiri.
Kata kunci: SIMAIL, mitigasi bencana, adaptasi perubahan iklim

4-O-14
134

TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN KOTA


SURABAYA SEBAGAI LANDASAN BAGI UPAYA
PENGELOLAANNYA
Hari Subagio
Program Studi Perikanan, FTIK Universitas Hang Tuah Surabaya harbgo@yahoo.com
Supriyatno Widagdo
Program Studi Oseanografi, FTIK Universitas Hang Tuah Surabaya priwidagdo@yahoo.com
Abstrak
Perkembangan perikanan tangkap kota Surabaya ditunjukkan dengan
semakin berkembangnya jumlah kapal dan unit alat tangkap yang
dioperasikan oleh nelayan. Akan tetapi kenaikan jumlah alat tangkap ini
kontradiksi dengan jumlah ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil maksimum lestari (maximum
sustainable yield, MSY) sumberdaya perikanan, tingkat eksploitasi serta
kondisi sumberdaya perikanan yang ada pada kegiatan penangkapan ikan di
Kota Surabaya. Manfaat dari penelitian adalah dapat memberikan informasi
sebagai landasan bagi rencana pengelolaannya di masa mendatang.
Penelitian ini menggunakan metode survey. Survei dilakukan untuk
mengumpulkan data primer dan sekunder yang meliputi jenis dan jumlah
kapal, jenis dan jumlah alat tangkap, serta jumlah hasil tangkapan. Garcia, et
al (1989) menyatakan bahwa untuk menduga potensi menghasilkan pada
stok sumberdaya yang sudah dieksploitasi dapat menggunakan model Fox.
Selanjutnya data diolah dengan menggunakan metode produksi surplus
dengan model Fox (Sparre dan Venema, 1999), yang diperuntukkan
mengetahui hasil maksimum lestari, besarnya upaya optimum (fopt), dan
tingkat pemanfaatan sumberdaya pada perairan Kota Surabaya. Hasil
penelitian, upaya tangkapan optimum (fmsy) adalah sebanyak 2.000 unit alat
tangkap standar. Estimasi potensi sumberdaya perikanan lestari atau hasil
maksimum lestari adalah sebesar 11.032,026 ton/tahun. Aktivitas
penangkapan ikan yang dilakukan nelayan, pada enam tahun terakhir
menggunakan sejumlah alat tangkap yang ada adalah sebanyak 123,2
159,95%, serta pada kurun waktu yang sama hasil tangkapannya telah
melampaui hasil maksimum lestari yang ditunjukkan dengan tren hasil
tangkapan kumulatif yang semakin menurun.
Kata kunci: pengkajian stok, model produksi surplus, Model Fox, Surabaya.
4-O-15

135

ANALISIS HASIL KETANGGUHAN


PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH (PDPT)
DI KABUPATEN PESISIR SELATAN
Indah Setya M, Hendra Yusran Siry, dan Fegi Nurhabni
Seksi Adaptasi Perubahan Iklim, subdit Mitigasi Bencana Lingkungan
Gedung Mina Bahari 2 Lt 7
Abstrak
Kabupaten Pesisir Selatan yang terletak di Pesisir Barat Provinsi Sumatera
Barat, memiliki tingkat kerawanan terhadap abrasi, gelombang pasang dan tsunami yang
tinggi. Berdasarkan data Informasi Bencana Indonesia ( DIBI), Kabupaten tersebut
menempati urutan ke 75 dengan skor 82 daerah rawan bencana, dan untuk tahun 2013 jumlah
kejadian sebanyak 84 kali, dengan total kerugian sebanyak Rp. 16.618.150.037 (sumber:
Berita Pemda Kab. Pesisir Selatan). Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kesiapsiagaan
dan ketangguhan desa ataupun masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut salah satunya
melalui program PDPT.
PDPT adalah program yang mengedepankan prinsip-prinsip proses pemberdayaan
masyarakat guna meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi ancaman
bencana serta perubahan iklim. Dalam menata desa dan meningkatkan kesejahteraan serta
pembelajaran untuk menemukan cara pemecahan masalah secara mandiri yang dilatar
belakangi adanya empat persoalan pokok berupa: a. Tingginya tingkat kemiskinan
masyarakat pesisir, b. Tingginya kerusakan sumberdaya pesisir, c. Rendahnya kemandirian
organisasi sosial desa dan lunturnya nilai budaya lokal, serta d. Minim dan rendahnya kualitas
infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan. Di Kabupaten Pesisir Selatan PDPT
dilaksanakan di 3 nagari yaitu Kenagarian Pasir Pelangai, Kenagarian Nyiur Melambai
Pelangai dan Kenagarian Sungai Tunu Barat. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah
tercapainya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan hidup,
peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
terfasilitasinya kegiatan pembangunan dan atau pengembangan sarana prasarana social
ekonomi.
Fokus kegiatan tahun 2013 telah dilaksanakan pada 2(dua) bina: yakni bina
perubahan iklim dan siaga bencana sebesar 80% dan Bina Usaha 20%, dengan tahap
pelaksanaan; Review RPDP, Evaluasi dan penetapan KMP, Pengembangan kapasitas,
Penyusunan RKK, Penyusunan Rencana Detail Kegiatan, Penyaluran BLM dan Lokakarya.
Makalah ini menganalisa penilaian ketangguhan di tiga kenagarian berdasarkan
evaluasi terhadap lima aspek; aspek manusia, sumberdaya pesisir, usaha,
lingkungan/infrastruktur dan aspek kesiapsiagaan terhadap bencana/perubahan iklim,
berdasarkan hasil analisa terlihat nilai ketangguhan lebih besar dari 35%, yang berarti
keberadaan infrastruktur ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan manusia pada
masing masing kenagarian memiliki andil yang sangat besar dalam meminimalisasi dampak
negatif sebagai akibat terjadinya bencana dan perubahan iklim di wilayah tersebut
Kata Kunci: Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT), Ketangguhan

4-O-16

136

Prospek Tuna Acap Cair Alternative Income Generating :Implementasi


proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir (CCDP-IFAD) di Kota Ambon
Irene Sahertian dan Ahadar Tuhuteru
(Konsultan PIU Kota Ambon)
Penulisan makalah ini untuk menggambarkan prospek pengembangan tuna asap cair
sebagai alternative income generating dalam Proyek Pengembangan Masyarakat
Pesisir (CCDP-IFAD) di Kota Ambon. Secara umum, ikan olahan seperti tuna dan
cakalang asap merupakan komoditi ikan olahan yang terlaris dibandingkan dengan
jenis olahan lainnya, walaupun umumnya masyarakat di kota ini lebih memilih ikan
segar. Produk ikan asap (lokal: ikan asar) ini sudah menjadi pilihan alternatif
pengganti ikan segar untuk sumber protein keluarga. Dengan pola konsumsi
masyarakat lokal (tiada hari tanpa ikan) merupakan peluang bisnis untuk ikan
asap adalah tinggi, akan tetapi hasil study menunjukan bahwa kualitas produk masih
rendah. Kelemahan dari ikan asap yang dilakukan secara traditional adalah seperti
daya tahan produk relatif rendah (maksimum 1 malam di suhu ruangan), dan
permukaan produk mengandung tar sebagai akibat ikan diasapkan secara langsung,
dan skala higienitas dari produk relatif masih rendah.
Memperhatikan berbagai kosekuensi kesehatan dan dalam upaya meningkatkan
kualitas produk ikan asap, inovasi teknologi pangan diintroduksi dengan
menggunakan asap cair. Dimana asap cair adalah hasil kondensasi dari pembakaran
kayu/tempurung kelapa/pelepah sagu. Hasil olahan dengan menggunakan asap cair
menghasilkan produk ikan asap yang lebih berkualitas. Produk ini memiliki
beberapa keunggulan seperti tidak lagi mengandung tar yang berbahaya untuk
kesehatan dengan cita rasa yang lebih gurih, dan kualitas mutu dan penampilan
produk lebih baik dari ikan asap yang dilakukan secara tradisional oleh pengolah
ikan asar umumnya, dan juga memiliki keuntungan dari hasil penjualan yang lebih
tinggi, dan efisien tenaga dan waktu bagi pengolah. Modifikasi produk olahan ikan
asap ini telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat dalam CCDP-IFAD.
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menggambarkan sejauh mana prospek
ekonomi pengembangan asap cair untuk alternatif pendapatan masyarakat pelaku
usaha perikanan olahan ikan di Kota Ambon. Lingkup paparan ini dibatasi pada
aspek ekonomi pengembangan tuna asap cair. Di harapkan penulisan ini dapat
memberikan rekomendasi pengembangan olahan hasil perikanan bagi masyarakat
pesisir, khususnya bagi masyarakat Kota Ambon. Hasil kajian paparan ini
menggunakan metoda PRA, semi structure interview (interview terstruktur),
observasi, dan literature study untuk menganalisa prospek pengolahan ikan
menggunakan asap cair dalam proyek pemberdayaan masyarakat pesisir di Kota
Ambon. Hasil study menggambarkan kelayakan finansial dan prospek pemasaran
tuna asap cair. Rekomendasi dari study ini adalah pengembangan tuna asap cair
sebagai alternative income generating dan best practice yang dapat berkembang
baik dalam project CCD-IFAD.
Key words: Ikan asp, Ikan asar, Asap cair, Pemberdayaan, CCDP IFAD, Masyarakat
Pesisir
4-O-17

137

PENGEMBANGAN POTENSI IKAN GABUS RAWA (Channa striata)


DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT
PESISIR
KABUPATEN MERAUKE1
Oleh : Izaac Tahya, S.Pi, M.H,2 Burhanuddin Arifin, S.Kel 3 dan Fasco Matemco4
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang berada pada wilayah provinsi Papua dimana
secara geografis terletak antara 137 0-1410 Bujur Timur dan 50-90 Lintang Selatan, dengan luas
mencapai hingga 46.791,63 km. Kabupaten Merauke memiliki 20 distrik yang terdiri dari 10
distrik pesisir dan 10 distrik pegunungan, dengan tinggi wilayah diatas permukaan laut (DPL)
berkisar 3-60 meter, menjadikan daratan Merauke sebagai daerah rawa dengan potensi lahan
seluas 1.940.541 ha, saat ini yang dikembangkan baru seluas 38.860 ha sebagai lahan pertanian
atau 1,64 % dari potensi lahan rawa yang ada di Kabupaten Merauke.
Jumlah penduduk kabupaten Merauke pada tahun 2013 berjumlah 209.980 jiwa dengan tingkat
kemiskinan berkisar 13 % dan terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Kemiskinan lebih
disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan sumberdaya alam
yang begitu melimpah.
Pada tahun 2013-2017 kabupaten Merauke menjadi salah satu dari dua belas daerah dampingan
Pembangunan Masyarakat Pesisir (CCDP-IFAD) yang memiliki tujuan mengurangi tingkat
kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dengan indikator
meningkatnya hasil pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir.
Mayoritas penduduk pesisir memiliki profesi sebagai nelayan kecil dengan musim penangkapan
ikan yang bervariasi tergantung pada kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi secara tepat. Musim
melaut yang begitu singkat menjadikan waktu luang didarat menjadi alternative pendapatan
keluarga dengan memanfaatkan potensi rawa yang terletak di wilayah pesisir kabupaten Merauke.
Salah satu potensi perairan rawa yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah ikan gabus
dengan nama latin Channa striata, diolah secara tradisional menjadi ikan asin. Bila dikonsumsi
secara langsung ikan gabus tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi bila dibandingkan dengan
ikan air tawar lainnya seperti Mujair, Nilai, dan Kakap. Tetapi memiliki nilai gizi yang cukup
tinggi untuk kehidupan manusia.
Dengan pendampingan CCDP-IFAD sejak tahun 2013, telah dilakukan pemberdayaan masyarakat ,
pengembangan jaringan pemasaran dan penguatan kelembagaan. Masyarakat pesisir telah
melakukan rangkaian pelatihan bersama seperti diversifikasi produk, standarisasi mutu, perbaikan
system kemasan, pembuatan legalitas produk hingga membangun jaringan pasar baik local maupun
diluar papua. Hingga kini, ikan asin gabus, abon, nughet dan pentolan bakso telah diproduksi
dengan nilai jual 25.000-40.000/kg. Dengan pendampingan CCDP-IFAD masyarakat pesisir
memiliki posisi tawar terhadap pasar, sehingga mereka dapat menentukan harga jual yang
menguntungkan.
Pemasaran produk telah dilakukan ditingkat lokal dengan melibatkan pengusaha yang dapat
dijadikan mitra untuk membangun komitmen dengan kelompok masyarakat pesisir dalam
mendukung peningkatan kesejahteraan bersama dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan
pesisir.
Salah satu kendala sampai saat ini belum terdapat penilitian nilai daya dukung rawa terhadap
komoditas perikanan khususnya ikan gabus dalam rangka pengembangan potensi rawa pesisir yang
lestari dan berkelanjutan. Namun dengan keberadaan local wisdom warga setempat seperti sasi
adat pada lokasi rawa dapat mengurangi tingkat ekploitasi yang berlebihan.

4-O-18

Rekonstruksi Pohon Filogenetik


138

Fragmen Gend-Loop Pada Lumba-Lumba Hidung Botol


(Tursiops aduncus dan Tursiops truncatus)
Juraij1, Hawis M. Madduppa1, Muhammad R. Faisal1
Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
juraijbwz@gmail.com

Abstrak
Lumba-lumba hidung botol termasuk dalam genus Tursiops, dalam
ordo cetacean. Lumba-lumba ini merupakan hewan kosmopolit yang
memiliki mobilitas yang tinggi, terdapat dua jenis lumba-lumba hidung
botol yaitu T. truncatus dan T. aduncus. Tursiops aduncus biasa ditemukan
di daerah pantai dan T.truncatus didaerah laut dalam (Hale et al.
2000).Penelitian berbasis genetik pada genus Tursiops pertama kali
dilakukan oleh Hoelzel et al. (1998) untuk membedakan antara dua populasi
lumba-lumba hidung botol (T. truncatus) yang hidup di pesisir pantai dan
yang berada di tengah laut pada perairan Amerika Utara, dengan
membandingkan DNA inti (lokus mikrosatelit) serta DNA mitokondria (DLoop).Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui peran gen D-loop dalam
merekonstruksi pohon filogenetik pada lumba-lumba hidung botol. Metode
yang dipergunakan yaitu dengan mengambil data gen yang terdapat pada
bank data (NCBI) dan analisis data dengan menggunaka software MEGA
6.Dari hasil yang di dapatkan secara morfologi antara T. aduncus dan
T.truncatus merupakan spesies yang berbeda, tetapi perbedaan yang
dimilikinya tidak terlalu signifikan, oleh karena itu banyak yang
mengelompokan kedua spesies tersebut masih dalam satu spesies. Tetapi
dengan adanya uji genetika pada DNA danrekonstruksi pohon filogenetik
dengan menggunakan beberapa metode yaitu Maximum Likelihood,
Neighbor-Joining, Minimum-Evolution, UPGMA dan Maximum Parsimony,
memperlihatkan bahwa T. aduncus dan T. truncatus merupakan spesies yang
berbeda. Hasil ini menunjukan bahwa tidak adanya pertukaran genetik
antara kedua spesies ini. Artinya, meskipun dua spesies ini sympatrik,
mereka bereproduksi secara terisolasi satu sama lain. dan rekonstruksi
pohon filogenetik lumba-lumba hidung botol tersebut, lebih meyakinkan
para peneliti bahwa kedua spesies tersebut berbeda.
Kata Kunci : Tursiops truncatus, Tursiops aduncus, D-loop dan
Rekonstruksi pohon filogenetik.
4-O-19

139

Monitoring Bahan Pencemar Logam Di Area Budidaya Rumput Laut


Kabupaten Bantaeng
Khusnul Yaqin*1, Liestiaty Fachruddin1, Suwarni1, Muh. Tauhid Umar1 Sri
Wahyuni Rahim1
1

Program Manajemen Sumber daya Perairan, Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
*Corresponding Author: khusnul@gmail.com

Abstrak
Rumput laut sekarang ini menjadi komoditas yang banyak dibudidayakan di beberapa
wilayah perairan di Indoensia. Salah satu wilayah yang sedang mengembangkan budidaya
rumput laut adalah Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. Budidaya itu dilakukan di
wilayah pesisir yang rentan terhadap kontaminasi bahan pencenmar logam atau trace metal
yang berasal dari darat maupun laut yang merupakan limbah dari aktivtas antropogenik.
Monitoring bahan pencemar logam telah dilakukan di area budidaya rumput laut di
Kabupaten Bantaeng. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda yaitu di
Dusun Borongloe, Papanloe (wilayah yang akan dijadikan kawasan industri) dan di depan
Rumah Sakit Umum Kabupaten Bantaeng. Di masing-masing stasiun ini dibagi menjadi
empat sub stasiun sebagai pengulangan. Sampel air dan sedimen yang telah dicuplik dikirim
ke Instalasi Laboratorium Tanah, BPTP (Balai Pengakajian Teknologi Pertanian) Maros untuk
dianalis kandungan logamnya. Dari sepuluh logam yang dimonitoring di perairan, terdapat
empat jenis logam yang terpantau yaitu Cuprum (Cu), Plumbum (Pb), Air Raksa (Hg) dan
Arsen (As). Rata-rata konsentrasi Cu, Pb, Hg dan Arsen masing-masing adalah 0,012; 0,053;
0,021 dan 0.394 mg/L. Logam yang terdeteksi di sedimen adalah Besi (Fe), Cobalt (Co),
Arsen (As), Cuprum (Cu), Crom (Cr), Seng (Zn), Nikel (Ni), Plumbum (Pb), dan Air Raksa
(Hg) 12189.25, 8.731667, 0.63, 43.08, 32.24, 43.07, 42.03 dan 0.15 mg/kg. Berdasarkan baku
mutu air untuk biota laut yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup nomor 51 tahun 2004, konsentrasi empat logam di kolom air telah melebihi standard
yang diperbolehkan untuk kehidupan biota laut sedangkan konsnetrasi logam di sedimen
tidak melebihi baku mutu. Implikasi dari keberadaan trace metal atau logam pencemar yang
ada di area budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng terhadap rumput laut didiskusikan
di makalah ini.

Kata Kunci: Bahan Pencemar, Logam, Cuprum, Plumbum, Air Raksa, Arsen, Biota Laut,
Kabupaten Bantaeng

140

4-O-20

Implementasi Program ICM


Berbasis Mitigasi Dan Adaptasi Bencana Di Wilayah Pesisir
(Riset Aksi Di Kab. Aceh Jaya, Cilacap dan Lombok Barat)
M. Arsyad Al Amin*, Andy Afandy, Ruddy Suwandi, Akhmad Solihin dan
Isdahartati
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Email :
arsyadalamin@pksplipb.or.id
Abstrak
Sebagai negara kepulauan yang juga berada di jalur cincin api, Indonesia
memiliki wilayah dengan risiko bencana sangat besar. Kesiap-siagaan terhadap
risiko bencana mutlak harus menjadi prioritas utama, khususnya di wilayah pesisir
mengingat bencana pesisir memiliki tingkat risiko dan potensi kerugian yang sangat
besar. Selama ini penanganan bencana di wilayah pesisir masih menghadapi
beberapa permasalahan, antara lain: minimnya pemahaman terhadap karakteristik
alamiah pesisir dan laut serta karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir;
dijalankan secara belum sepenuhnya terpadu dan hanya mengandalkan kelompok
tugas kebencanaan seperti Palang Merah Indonesia, SAR dan BPBD. Selain itu,
upaya riil mitigasi bencana belum menyentuh basis persoalan yaitu desa-desa
pesisir. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan aksi
di wilayah pesisir agar masyarakat memiliki daya lenting (resilience) dan kesiapsiagaan bencana yang kuat dan tangguh. Paper ini menyajikan hasil-hasil Riset Aksi
yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten
Lombok Barat bersama Palang Merah Indonesia dan Palang Merah Amerika.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kebutuhan aksi dengan analisis DPSIR dan
LFA, di wilayah kajian diperlukan pendekatan pengelolaan pesisir terpadu
(integrated coastal management) yang berbasis mitigasi bencana. Dalam
mendorong upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir yang rawan bencana perlu
dilakukan: (1) mengidentifikasi potensi dan menyusun peta risiko bencana di desadesa pesisir; (2) memfasilitasi penyusunan rencana pengelolaan pesisir berbasis
mitigasi bencana (coastal disaster risk based management plan) dan coastal
ecosystem rehabilitation plan; (3) mengadvokasi adopsi integrated coastal
management plan ke dalam rencana pembangunan daerah; dan (4) mendorong
penguatan regulasi (setingkat peraturan desa) di tingkat desa pesisir. Selain itu juga
perlu dilakukan aksi nyata, yaitu mitigasi non struktural (soft mitigation) seperti
penyadaran dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir dalam hal kesiap-siagaan
menghadapi bencana (yang dimulai dari relawan, siswa sekolah, tokoh masyarakat
dan anggota masyarakat); pengembangan greenbelt sebagai perlindungan alamiah
melalui rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem pesisir; dan penguatan adaptasi
sosial ekonomi (seperti penataan ruang dan mata pencahariannya). Strategi tersebut
memerlukan koordinasi terpadu yang didukung oleh keterlibatan semua pihak, dan
141

untuk itu memerlukan sebuah kepemimpinan (leadership) dari kepala daerah di


wilayah pesisir tersebut.
Kata kunci : bencana pesisir, ICM, mitigasi

4-O-21

142

PENYAKIT KARANG DI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU


Q. M. Royhan, B. Subhan*, F. I. Naufal*, M. K. Prasetyo*, S. K. Nurjanah*,
M. Y. Satria*
Abstrak
Kerusakan terumbu karang sangat tinggi hingga saat ini. Penyakit
karang merupakan salah satu penyebab utama dalam penurunan ekosistem
terumbu karang di dunia dan pariwisata dapat menyebabkan terjadinya
penyakit karang. Tingkat pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu sangat
tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengukur kesehatan karang berdasarkan
pengamatan prevalensi penyakit karang serta melihat pengaruh aktivitas
pariwisata terhadap kesehatan terumbu karang. Penelitian dilaksanakan pada
tanggal 24 hingga 25 November 2013 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Pengamatan dilakukan pada 4 titik penyelaman. Metode yang digunakan
dalam pengambilan data adalah metode Belt Transect dan Line Intercept
Transect (LIT) atau transek garis. Ditemukan infeksi penyakit karang
mencapai 8 jenis, pemutihan karang dengan berbagai pola, dan gangguan
kesehatan mencapai 5 jenis. Penyakit yang ditemukan diantara lain
Atramentous Necrosis, Black Band Disease, Brown Band Disease, Skeletal
Eroding Band, Trematodiasis, Ulcerative White Spots, White Syndrome, dan
Yellow Band Disease. Gangguan kesehatan karang yang ditemukan
diantaranya Competition, Predation, Pigmentation Response, Sedimentation
Damage, dan Invertebrate Galls. Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa
terdapat perbedaan antara stasiun pariwisata dan non-pariwisata dimana
jumlah penyakit dan gangguan kesehatan karang lebih banyak ditemukan
pada stasiun pariwisata dibandingkan dengan stasiun non-pariwisata.
Kata kunci: penyakit karang, pariwisata, Pulau Pari, terumbu karang

4-O-22

143

Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran serta Perilaku
Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Mahardika Rizqi Himawan, H Madduppa, B Subhan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Abstrak
Ekologi dan perilaku hiu paus masih sangat jarang diketahui. Keberadaan
hiu paus di suatu wilayah perairan banyak dijadikan sebagai ekoturisme
yang dapat memberi resiko terhadap tingkah laku dan ekologi dari hiu paus,
termasuk Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Mahardika Rizqi
Himawan, H Madduppa, B Subhan Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan
Institut Pertanian Bogor Penelitian dilakukan dengan pengamatan harian
pada bagan nelayan yang berada pada wilayah penelitian. Kondisi
lingkungan perairan dengan iklim tropis yang hangat membuat hiu paus
nyaman tinggal Teluk Cenderawasih. Didapatkan bahwa aktifitas hiu paus
tertinggi pada perairan Sowa yang mencapai 76 kemunculan, diikuti Perairan
Kwatisore dengan 51 Kemunculan dan Perairan Yaur dengan 7 kemunculan.
Hiu Paus teridentifikasi sebanyak 36 jantan dan 1 betina dengan ukuran
antara 3-6 meter dimana merupakan hiu paus usia belum dewasa. Sebesar
54.05 % hiu paus yang teramati tidak memiliki luka karena ukuran dan usia
yang masih tergolong kecil. Hiu paus di Teluk Cenderawasih berada di
permukaan sebagai tingkah laku makan. Hal ini ditunjukkan dengan
kemunculan hiu paus yang didukung oleh hasil tangkapan nelayan. Ikan
hasil tangkapan yang berada di jaring mendorong hiu paus untuk naik ke
permukaan sebagai tingkah laku makan. Oleh karena itu Hiu Paus di
Perairan Teluk Cenderawasih tidak akan jauh dari bagan nelayan ketika
berada di permukaan.

4-O-23
144

Pemantauan Pantai Untuk Mendukung Kegiatan Konservasi Penyu di


Desa Perancak Bali
Mutiara Rachmat Putri
Kelompok Keahlian Oseanografi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
Email : mutiara.putri@fitb.itb.ac.id
Abstrak
Keberlanjutan daerah konservasi penyu berbasis masyarakat di Perancak Bali sangat perlu didukung dengan melakukan pemantauan kondisi fisis dan
kimia air laut, serta dinamika pantai sekitarnya. Perubahan kondisi fisis
pantai dan kualitas air laut diprediksi mengurangi jumlah penyu yang
mendarat di pantai Perancak, Bali. Survei era 70-an menunjukkan adanya
jenis penyu sisik, penyu hijau, penyu belimbing, dan penyu lekang. Namun
belakangan ini tinggal penyu lekang yang masih ada dengan jumlah yang
juga relatif berkurang setiap tahunnya.
Dari kondisi pantai terpantau adanya abrasi pantai yang cukup besar setiap
tahunnya. Hal ini dipicu semakin berkembangnya desa Perancak sebagai
daerah wisata dengan adanya pembangunan vila-vila di pinggir pantai.
Bangunan pagar antara 20-30 meter ini membuat bagian lain, sisi sebelah
kanannya, dari pantai tersebut mengalami abrasi yang hebat dan semakin
lama semakin besar ke arah barat. Sebaliknya di muara Sungai Perancak
terjadi penimbunan pasir hingga hampir menutup muara sungai pada musim
kemarau. Masyarakat pesisir di sekitar daerah aliran Sungai Perancak perlu
mewaspadai banjir pada awal terjadinya musim hujan, karena muara sungai
yang belum terbuka. Pemantauan kualitas air di perairan Pantai Perancak
tetap harus dilakukan mengingat makin berkembangnya area pelabuhan
perikanan di Pengambengan yang berada di bagian barat laut desa Perancak.

Kata Kunci : Konservasi Penyu, Abrasi Pantai, Kualitas Air, Perancak, Bali

4-O-24
145

PENGAMATAN PAUS DAN LUMBA-LUMBA DI KAWASAN


KONSERVASI PERAIRAN DAERAH MISOOL DAN KOFIAU, RAJA
AMPAT
Purwanto
Abstrak:
Paus dan lumba-lumba merupakan mamalia laut yang memiliki fungsi ekologi penting, menjadi indikator
kesehatan perairan dan daya-tarik pariwisata. Memahami hal ini, pengamatan terhadap paus dan lumbalumba telah dilakukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Misool dan Kofiau, Raja Ampat
untuk mengumpulkan data garis-dasar (baseline) dan mengetahui keragaman, kelimpahan, distribusi
spasial dan temporal mereka. Pengamatan dilakukan secara intensif pada periode tahun 2006 sampai
2011 sebagai bagian dari kegiatan monitoring dan pengamanan sumberdaya laut. Pencatatan berdasarkan
pengamatan visual dilakukan setiap kali paus atau lumba-lumba dijumpai dengan mencatat spesies,
jumlah individu, perilaku kelompok dan lokasi dimana mereka diamati.
Hasil menunjukkan bahwa selama periode 2006-2011 dijumpai 7 spesies paus (Paus Bryde Balaenoptera brydei; Paus Bryde Kerdil - Balaenoptera edeni; Paus Pemandu Sirip Pendek Globicephala macrorhynchus; Paus Pembunuh - Orcinus orca; Paus Pembunuh Kerdil - Feresa
attenuate; Paus Pembunuh Semu - Pseudorca crassidens; Paus Sperma - Physeter macrocephalus), dan 7
spesies lumba-lumba (Lumba-lumba Bungkuk Indo-Pasifik - Sousa chinensis; Lumba-lumba Fraser Lagenodelphis hosei; Lumba-lumba Hidung Botol - Tursiops truncatus; Lumba-lumba Hidung Botol
Indo-Pasifik - Tursiop aduncus; Lumba-lumba Paruh Panjang - Stenella longirostris; Lumba-lumba
Risso - Grampus griseus; Lumba-lumba Totol - Stenella attenuatea).
Analisis menunjukkan bahwa perairan KKPD Misool dan Kofiau (dan wilayah Raja Ampat umumnya)
merupakan wilayah penting bagi paus dan lumba-lumba. Dari tujuh spesies paus yang teramati, enam
diantaranya konsisten dijumpai di Kofiau dan tiga Misool. Sementara dari tujuh spesies lumba-lumba
yang teramati, enam spesies selalu dijumpai di Kofiau, dan tiga di Misool. Berdasarkan keragaman
spesies dan sebarannya, analisis menunjukkan bahwa Kofiau merupakan habitat penting bagi paus dan
lumba-lumba, dan Misool merupakan habitat penting bagi lumba-lumba. Selat antara Kofiau dan
Kepulauan Boo di dalam kawasan KKPD Kofiau diperkirakan merupakan jalur migrasi paus dan lumbalumba. Selain itu, Kofiau yang terletak di kawasan perairan laut dalam diperkirakan menyumbang kepada
lebih beranekaragamnya spesies paus dan lumba-lumba yang teramati dibandingkan dengan Misool yang
terletak pada kawasan perairan yang relatif lebih dangkal.
Sebaran temporal menunjukkan bahwa ukuran populasi paus dan lumba-lumba yang teramati di perairan
Kofiau dan Misool cenderung menurun dari tahun ke tahun. Terdamparnya sejumlah paus di kawasan ini,
yang kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan aktifitas survei seismik yang terjadi pada periode
waktu kemunculan paus, diduga memberikan dampak buruk terhadap paus dan lumba-lumba yang pada
gilirannya menurunkan jumlah paus dan lumba-lumba yang bermigrasi. Meskipun demikian, cara
pengamatan secara acak menyulitkan pengambilan kesimpulan apakah kecenderungan tersebut
mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau tidak.
Dari kajian ini direkomendasikan: (i) agar penentuan zonasi KKPD mempertimbangkan lokasi dan
sebaran paus dan lumba-lumba; dan (ii) perlu ada aturan khusus untuk melindungi paus dan lumba-lumba
di Raja Ampat dari ancaman yang dihadapi, antara lain gangguan suara akibat survei seismik.

Kata kunci: paus, lumba-lumba, Kofiau, Misool, Raja Ampat

4-O-25
146

Evaluasi Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (Pdpt)


Terhadap Potensi Bencana Pesisir Di Kabupaten Lebak
Semeidi Husrin1, Aprizon Putra1, Rizki Anggoro Adi1, Suryo Prasojo2
1
Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan
2
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kontak: Jl. Raya Padang Painan Km. 16, Bungus, Padang, Sumatra
Barat, 25245
Tel/Fax. +62-751751458 , E-mail: s.husrin@kkp.go.id
Abstrak
Menanggapi kompleksnya permasalahan di kawasan pesisir, program
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) diluncurkan Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) untuk membantu meningkatkan kesadaran dan kemampuan
masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana yang kerap melanda. Sejak tahun
2013, Program PDPT telah mencakup 22 kabupaten/kota pesisir di Seluruh
Indonesia dengan jumlah total 66 desa pesisir. Kabupaten Lebak di Provinsi Banten,
sebagai salah satu peserta dari program PDPT memililki keunikan dibanding
dengan daerah pesisir lainnya. Lokasinya yang menghadap Samudera Hindia,
karakteristik hidrologi, oseanogradi and bentukan lahannya menjadikan wilayah ini
tidak hanya rawan terhadap bencana dari laut (tsunami dan badai laut) tetapi juga
rawan terhadap bencana dari darat (banjir dan longsor). Paper ini bertujuan untuk
memaparkan program PDPT yang sedang berjalan di Kabupaten Lebak dan
menganalisis ketangguhan dari desa pesisir di Kabupaten Lebak terhadap jenis-jenis
bencana yang dihadapi. Pertama, analysis GIS dilakukan untuk melihat tataguna
lahan serta mengidentifikasi potensi dan kerentanan desa pesisir secara umum yang
dilanjutkan dengan analisis hidrologi untuk melihat potensi bencana banjir dan
longsor di daerah pesisir. Untuk estimasi rendaman tsunami, pemodelan numerik
dengan Shallow Water Equation Model dilakukan dengan mempertimbangkan
skenario terburuk yang mungkin terjadi. Berdasarkan analisis kerentanan pesisir di
atas, penilaian ketanguhan desa pesisir dilakukan dengan metoda pembobotan dan
ditampilkan dalam bentuk indeks ketangguhan. Dari hasil analisis, didapat bahwa
desa pesisir tangguh di Kabupaten Lebak masih belum tangguh terhadap bencana
ekstrim yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, beberapa
rekomendasi teknis diajukan untuk memperbaiki ketangguhan desa pesisir dalam
menghadapi kemungkinan bencana pesisir di masa yang akan datang
Kata Kunci: Desa pesisir tangguh, Lebak, tsunami, banjir, longsor, indeks
ketangguhan
4-O-26

147

AsesmenPenerapanPrinsipPrinsipBlueEconomyDalam
PengembanganIndustriKelautanDanPerikananDiLombok
Timur
Suryawati,SitiHajardanRiestyTriyanti
Abstrak
Penelitian ini merupakan bagian dariupaya untukmengoptimalkan
keberadaanunsurunsurlokaldalampengembanganBlueEconomydi
Kabupaten Lombok Timur. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan metode survey di lokasi sampel, yaitu Kecamatan
JerowarupadabulanOktober2003.Datadaninformasiutamayang
dikumpulkanmencakupnilaidanpraktekprakteklokalyangrelevan
denganprisipprinsip blueeconomy,baikyangmendukungmaupun
yangmenghambat.Datadaninformasitersebutdipergunakanuntuk
merumuskanstrategiaksipengelolaanunsurunsurtersebutsehingga
dapatberkontribusimaksimaldalampengembanganindustriberbasis
blue economy di Lombok Timur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sejumlah nilai dan praktek lokal, di antaranya optimalisasi
sumberdayalokal,kemudahanakses,dukunganteknologiyangmudah
diaplikasikan, dan kreativitas dalam mengelola sumberdaya
merupakanunsurunsurpendukung;sementaraitusejumlahnilaidan
praktek lokal lainnya seperti ketidakseimbangan pemanfaatan
sumberdayadengandukungannekologis,belumadanyapemanfaatan
limbah dan keterbatasan inovasi merupakan unsurunsur yang
menghambat. Berdasarkan pertimbangan aspekaspek lingkungan
yang ada, direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
pengembangan inovasi yang tidak hanya mampu memanfaatkan
sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, tetapi
memanfaatkan limbah sebuahproses produksi menjadi barang atau
jasa. Langkah yang dapat dilakukan adalah melalui penguasaan
IPTEK danpasarolehSDM merupakan halyangsangatmendasar
dalampembangunandibidangkelautan.

148

4-O-27

PerubahanStrukturKomunitasIkanKarangSebelumDanSedudah
PemutihanKarangDiKepulauanWeh,Aceh

Aulia,Sukmaraharja,dkk
Abstrak
PadabulanMeitahun2010surveiyangdilakukan WildlifeConservation
Society(WCS)mengungkapkantelahterjadikenaikansuhupermukaanlaut
diPerairanLautAndamanyangmenyebabkanterjadinyapemutihanmasaldi
KepulauanWehNangroe AcehDarussalam denganpersentase pemutihan
karanghingga88%(Ardiwijaya etal,.2010). Ikanherbivoramerupakan
salah satu indikator penting dalam penilaian resiliensi terumbu karang,
khususnya pada saat terjadinya pemutihan karang (McClanahan, 2008).
Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengkaji pengaruhpemutihankarang
terhadap kelimpahan dan biomassa ikan herbivore berdasarkan tipe
pengelolaanyangadadiKepulauanWeh.Teknik VisualSensus bawahair
digunakan untuk menggumpulkan data kelimpahan dan biomassa ikan
karangherbivore.Stasiunpenelitianterbagimenjadi13lokasiyangterbagi
menjadiwilayahtourismzone(3stasiun),OpenAcess(3stasiun),panglima
laot (5 stasiun). Data diambil pada kedalaman dangkal dan dikumpulkan
terbagi menjadi tiga periode, yaitu sebelum terjadinya pemutihan karang
(2009),padasaatterjadinyapemutihankarang(2010)danpascaterjadinya
pemutihankarang(2011dan2013).Datadianalisismenggunakanujianova
duaarahberdasarkanwaktudantipepengelolaanuntukmelihatapakahada
perbedaanyangsignifikanantarasebelumdansesudahpemutihankarang.
Hasilpenelitianmenunjukkanterdapatperbedaanyangsignifikannilairata
ratakelimpahanikanherbivoreterhadapwaktu(pvalue<0,05),sedangkan
tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tipe pengelolaan (p
value>0,05).Hasilperhitunganuntuknilairataratabiomassaikanherbivore
tidakadaperbedaanyangsignifikan antarasebelumpemutihan,padasaat
terjadipemutihankarang danpascapemutihankarangterhadapwaktu(p
value>0,05)dantipepengelolaan(pvalue>0,05).Pemutihankarangyang
terjadipadatahun2010tidakberdampaksignifikanterhadapkelimpahandan
biomassaikanherbivorediKepulauanWeh.

149

4-O-28

Pembelajaran Sistem Informasi Mitigasi, Adaptasi Iklim Dan


Lingkungan (Simail) Bagi Nelayan Dan Masyarakat Pesisir Jawa
Tengah Dan Jawa Barat
Suryo Prasojo, Hendra Yusran Siry, Fegi Nurhabni, Enggar Sadtopo
Abstrak
Perubahan iklim berlangsung secara perlahan (gradual), namun potensi
dampak perubahannya merupakan sesuatu yang pasti dan akan berdampak luas
terhadap masyarakat dan lingkungan di wilayah pesisir. Perubahan cuaca secara
ekstrim disertai hujan badai dan rob siap menerjang infrastruktur di wilayah pesisir.
Di lain pihak masyarakat nelayan dan petambak di wilayah pesisir mulai kehilangan
siklus produksi mereka akibat perubahan siklus musim yang tidak menentu, bahkan
para nelayan semakin terpuruk akibat ketidak pastian waktu bagi mereka untuk
melaut akibat kondisi cuaca tidak menentu.
Ketersediaan informasi terkait perubahan iklim dan dampaknya bagi
kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir merupakan kunci utama untuk
meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Informasi kondisi iklim dan cuaca terkini
sangat diperlukan untuk mengurangi jatuhnya korban sekaligus memberikan rasa
aman dan kepastian dalam melaut. Sistim Informasi Mitigasi bencana, Adaptasi
Iklim dan Lingkungan (SIMAIL) yang disampaikan melalui pesan singkat (SMS)
dan papan display (running text) kepada nelayan dan masyarakat pesisir yang telah
diinisiasi sejak tahun 2012 dan diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan
pada 17 Desember 2013 di 15 Provinsi menjawab permasalahan terhadap akses
informasi kebencanaan, perubahan iklim, cuaca dan lokasi potensi tangkapan ikan.
Informasi SIMAIL memberikan pembelajaran yang cukup efektif bagi
nelayan dan masyarakat pesisir didalam mempertahankan keberlangsungan
kehidupan dan mata pencaharian mereka. Salah satu contoh pembelajaran penting
bagi nelayan dan masyarakat pesisir Jawa Tengah dan Jawa Barat adalah bahwa
informasi SIMAIL menjadi tuntutan kebutuhan yang tidak bisa ditawar sebelum
memulai aktifitas melaut.
Makalah ini menjelaskan tentang dinamika nelayan dan masyarakat di
pesisir Jawa Tengah dan Jawa Barat yang saat ini perlahan namun pasti mulai
memahami akan kebutuhan informasi SIMAIL. Pengetahuan lokal yang mereka
gunakan secara turun temurun, mulai tidak sesuai lagi dengan perubahan kondisi
lingkungan yang tidak menentu. Umumnya mereka memperhatikan bentuk
gumpalan awan dan angin di malam atau pagi harinya untuk menentukan apakah
mereka akan melaut atau tidak, namun pada kenyataannya terjadi perubahan yang
sangat tidak terduga, yang menyebabkan mereka mengurungkan niat untuk melaut
(gagal melaut). Selain itu pula informasi SIMAIL telah mempengaruhi pola melaut
nelayan tradisional yang semula hanya dengan melaut dengan menggunakan perahu
kecil di sekitar perairan pinggir pantai, kini dengan memanfaatkan informasi
SIMAIL mereka mulai melaut secara berkelompok dengan memperluas jelajah
wilayah tangkapannya jauh ke perairan terbuka.

150

Keyword: SIMAIL, informasi simail, nelayan

4-O-29

Monitoring Ekosistem Pesisir Kawasan Teluk Bungus Padang, Sumatera Barat


Try Al Tanto1, Aprizon Putra1 dan Ilham1
1
Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP-KKP
Jl. Raya Padang-Painan Km.16, Padang
email: try.altanto@gmail.com
Abstrak
Kawasan Bungus termasuk wilayah administrasi Kota Padang-Sumatera
Barat. Pada kawasan ini, ekosistem terumbu karang menjadi perhatian cukup
besar, karena kondisinya semakin rusak. Ekosistem mangrove juga menjadi
perhatian dengan banyaknya penebangan liar untuk pembukaan lahan.
Sedangkan vegetasi lamun tidak banyak ditemukan, namun perlu dilakukan
pemantauan untuk mempertahankan keberadaannya. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui kondisi terkini ekosistem pesisir di kawasan Teluk
Bungus. Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT (Line Intersept
Transect), merupakan metode yang umum dilakukan. Pengamatan lamun
dengan menggunakan transek kuadrat berukuran 1 m x 1 m dan metode
random sampling. Untuk pengamatan mangrove menggunakan transek
kuadrat berukuran 10 m x 10 m dan metode random sampling. Analisis pada
ekosistem mangrove juga menggunakan SIG untuk mengetahui luasan
ekosistem dari beberapa tahun. Umumnya kondisi terumbu karang pada
kawasan Teluk Bungus cukup mengkhawatirkan. Hasil pengamatan
ekosistem terumbu karang pada perairan Teluk Buo - Bungus hanya dengan
tutupan 19-45 %. Bahkan lebih rendah kondisi pada Pulau Kasiak, dengan
tutupan karang sebesar 7-9 %. Untuk kondisi ekosistem lamun, baru
ditemukan pada satu lokasi yaitu perairan Cindakir. Jenis lamun yang ada
hanya Thalassia dengan tutupan rata-rata sebesar 20-30 %. Sedangkan
vegetasi mangrove cukup banyak tersebar pada kawasan Teluk Bungus.
Secara keseluruhan sejak tahun 2003 hingga 2008, mangrove mengalami
pertambahan cukup besar yaitu seluas 11.87 Ha. Namun kembali berkurang
pada tahun 2013, dengan penurunan luas mencapai 1.81 Ha.
Kata kunci : Ekosistem Pesisir, Terumbu Karang, Lamun, Mangrove, Teluk
Bungus

151

4-O-30

Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya (Rum) Untuk Pengelolaan


Efektif Kkp-Twp Nusa Penida, Kab. Klungkung, Bali
Wira Sanjaya
wsanjaya@coraltrianglecenter.org
Abstrak
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Nusa Penida (KKPD Nusa Penida)
merupakan pulau yang terletak 12 mil laut di sebelah tenggara Pulau Bali
dan termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Klungkung dan
terdiri dari 3 pulau yaitu; Pulau Penida, Pulau Lembongan dan Pulau
Ceningan. KKPD-TWP Nusa Penida, saat ini merupakan satu-satunya
kawasan konservasi perairan di Provinsi Bali yang sudah ditetapkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Keputusan Nomor 24/KEPMENKP/2014 dengan status Taman Wisata Perairan (TWP) dengan sistem zonasi
dengan tujuan untuk mengatur pola pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
laut di Nusa Penida.
Metode ini dikembangkan dari metode pemantauan pemanfaatan
sumberdaya yang dikembangkan The Nature Conservancy yang dikompilasi
oleh Dewa Gede Raka Wiadnya et al tahun 2005 dan dijadikan panduan
pemantauan di KKP Nusa Penida melalui kegiatan pelatihan dan
kesepakatan panduan pemantauan pemanfaatan sumberdaya pada April
2012.
Pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida, lebih dari 60% untuk
kegiatan pariwisata sesuai dengan tujuan pengelolaan KKP Nusa Penida
sebagai Taman Wisata Perairan. Pemanfaatan secara ekstratif di KKP Nusa
Penida masih banyak dilakukan oleh nelayan dari luar Nusa Penida dengan
menggunakan alat yang tidak ramah. Pelaksanaan monitoring pemanfaatan
sumberdaya laut harus dilakukan berkala sebagai bagian dari pengelolaan
yang adaptif dan alat untuk mengukur pengelolaan yang efektif.

152

TOPIK 2 : PEMANFAATAN LAUT DAN PESISIR


DAN
TOPIK 5. PENEGAKAN HUKUM
BALI C
Kamis, 20 November 2014
Jam
Judul
Sessi 1 Topik 5 Penegakan Hukum
Moderator :
11.00 11.10
Fakta Peran Vital Kima (Tridacna.sp) Sebagai Solusi Alami
Penyelamatan Terumbu Karang Dan Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Pulau-Pulau
Habib Nadjar Buduha
Penguatan Kelembagaan Lokal Dalam Rehabilitasi Ekosistem
Mangrove Berbasis Masyarakat
11.10 11.20
Akhmad Solihin
Tinjauan Materi Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
11.20 11.30
Bayu Vita Indah Yanti dan Rani Hafsaridewi
Urgensi Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
11.30 11.40
Subandono Diposaptono, Dan Rifka Nur Anisah

Kode

5-O-1

5-O-2
5-O-3
5-O-4

11.40 11.50
11.50 12.00
12.00-13.00
Istirahat
Sessi 2 Topik 2 Pemanfaatan Laut Dan Pesisir
Moderator Zainul Hidayah, S.Pi., M.App.Sc.
13.00 - 13.10
Pengelolaan Pulau - Pulau Kecil Perbatasan Republik
Indonesia di Provinsi Sulawesi Utara
Moh. Ikhsan Z Runtukahu
13.10 - 13.20
Studi Evolusi Dan Filogenetik Kuda Laut (Hippocampus sp.)
Muhammad R. Faisal, Hawis M. Madduppa, Juraij
13.20 - 13.30
Efektifitas Bentuk Atraktor Cumi-CuminSebagai Media
Penempelan Telur Cumi-Cumi
Mulyono S. Baskoro dan Indra Ambalika Syari
13.30 - 14.40
Pengelolaan Rumput Laut Sargassum sp. Dengan Perlakuan
Metode Budidaya Berbeda
Muslimin, dan Petrus Rani PM
13.40 - 13.50
Total Produksi Dan Musim Tanam Eucheuma Cottonii di
Perairan Sathean Dan Letvuan Kabupaten Maluku Tenggara
Nally Yans. Grispinomia. Fraly. Erbabley Dominggas. Mintje.
Kelabora
13.50 - 14.00
Unsur Adat dan Pengelolaan Tradisional Dalam Konsep KKP
Untuk Perikanan Berkelanjutan di Maluku
Nara Wisesa, Mentjee Simatauw, Estradivari
153

2-O-29
2-O-30
2-O-31
2-O-32
2-O-33

2-O-34

14.00 - 14.10

14.10 - 14.20

14.20 - 14.30
14.30 - 14.40

Potensi Wisata Selam Situs Kapal Tenggelam Japanese


Cargo Wreck di Pantai Leato, Gorontalo
Nia Naelul Hasanah Ridwan, Gunardi Kusumah, Semeidi
Husrin, Try Altanto
Kajian Bioekonomi Perikanan Rawai Tuna di PPN
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat
Dr. Nimmi Zulbainarni, Dr. Am Azbas Taurusman dan Ade
Imam Purnama
Prevalensi Penyakit Karang Pada Beberapa Jenis Karang
Hias Hasil Budidaya di Kendari, Sulawesi Tenggara
Ofri Johan, et.al
Menilai Dampak Perikanan Tangkap Tradisional di Dalam
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten
Alor
Tutus Wijanarko dan Fonny J.L Risamasu

2-O-35

2-O-36

2-O-37
2-O-38

14.40-15.00
Coffee Break
Sessi 3 Topik 2 Pemanfaatan Laut Dan Pesisir
Moderator : Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P.
Analisa Kesesuaian Pulau Gili Lawak Bagi Peruntukan
Kawasan Konservasi
15.00 - 15.10
Romadhon. A
15.10 - 15.20
Pengkajian Terhadap Rumpon Portable Untuk Pengelolaan
Ikan Tuna Dan Cakalang Secara Berkelanjutan
Roza Yusfiandayani, Indra Jaya, Mulyono S. Baskoro
15.20 - 15.30
Pembangunan Kota Pesisir
Versus
Keberlanjutan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Selvi Tebaiy
Analisis Daya Saing Komoditas Produk Perikanan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Wilayah Pesisir
15.30 - 15.40
Siti Hajar Suryawati, Henny Warsilah, dan Ary Wahyono
Kebutuhan data dan informasi spasial untuk penyusunan
rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
15.40 - 15.50
Subandono Diposaptono
15.50 - 16.00
Integrasi Teknologi Inderaja Geospasial Dalam Kajian
Konektivitas Habitat Ontogeni di Perairan Kepulauan Seribu
Syamsul B. Agus, Adriani S
Kajian Potensi Sumberdaya Karang Hias di Kabupaten
Belitung Timur (Study Of Ornamental Coral Resources
Potential In Eastern Belitung District)
16.00 - 16.10
Ofri Johan, et.al
16.10 - 16.20
Model Pertumbuhan Cumi-cumi di Perairan Kabupaten
Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Wawan Oktariza, Budy Wiryawan, Mulyono S Baskoro, Rahmat
Kurniadan Sugeng H Suseno
16.20 - 16.30
Kondisi Dan Pengelolaan Ekosistem Pesisir Dan Laut
Kawasan Pulau Enggano, Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu
Zamdial Taalidin*
154

2-O-39
2-O-40
2-O-41
2-O-42
2-O-43
2-O-44
2-O-45

2-O-46

2-O-47

16.30 - 16.40

16.40 - 16.50

Strategi Pengelolaan Lahan Timbul Hasil Sedimentasi Hybrid


Engineering Berbasis Masyarakat di Desa Timbulsloko,
Kabupaten Demak, Propinsi Jawa Tengah
Prita Dwi Wahyuni
Pengelolaan Mangrove Secara Berkelanjutan Melalui
Pendekatan Dpsir Dan Ahp Di Kawasan Pesisir Utara
Bangkalan
Romadhon. A

155

2-O-48

2-O-49

5-O-1
FAKTA PERAN VITAL KIMA (TRIDACNA.SP)
SEBAGAI SOLUSI ALAMI PENYELAMATAN TERUMBU KARANG
DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN
PULAU-PULAU
HABIB NADJAR BUDUHA
Ketua Tim Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli-Labengki, Sultra
Email: indra.andari@gmail.com. Mobile: 081341614440.
Abstract
Terumbu karang adalah pusat pabrikan ikan, khususnya ikan karang. Dari berbagai data hasil
penelitian ditemukan bahwa setiap 1 km terumbu karang yang sehat dapat memproduksi
sekitar 25 ton ikan/tahun. Potensi ini akan mampu menghidupi ratusan orang masyarakat
pesisir dan pulau-pulau. Masalahnya kemudian adalah kawasan terumbu karang Indonesia
sudah sangat memprihatinkan. Dari sekitar 60.000 km2 luasan terumbu karang Indonesia,
yang sehat tinggal 5% (Data LIPI tahun 1996) dan setelah dilakukan berbagai rehabilitasi
terumbu karang, termasuk Coremap, hingga tahun 2013 (setelah 18 tahun), luasan terumbu
karang yang dapat disehatkan hanya meningkat 2%, menjadi 7% (data Kementerian
Kehutanan tahun 2013). Dengan data tersebut maka sudah dapat dibayangkan betapa
mirisnya kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Indonesia. Fakta ini sekaligus
memberi arti bahwa program pemerintah dapat dikategorikan gagal. Terlebih, pada masa yang
akan datang, permasalahan perkembangan terumbu karang akan semakin mengkhawatirkan
karena berbagai hal, termasuk dampak pembangunan dan perilaku masyarakat. Kima
(Tridacna.sp) sebagai kerang terbesar dari seluruh jenis kerang yang ada di dunia, muncul
sebagai solusi. Berdasarkan fakta yang terjadi pada Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli di
Desa Tolitoli, Kec. Lalonggasumeeto, Kab. Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, sebuah
konservasi alami yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat sejak tahun 2009,
di temukan minimal 3 (tiga) fakta Fungsi Vital Kima pada kehidupan ekosistim terumbu
karang. Pertama; Kima, juga jenis kerang lainnya, adalah filter feeding. Dengan sistim filter
yang dimilikinya, maka setiap ekor Kima mampu membersihkan berton-ton air laut setiap
hari (Prechuap Khiri Khan Coastal Fisheries Research and Development Center, Thailand).
Hasil pembersihannya tersebut menjadi pendukung utama untuk pertumbuhan dan menjaga
warna karang serta aneka biota laut lainnya. Kedua: Kima adalah rehabilator alami untuk
terumbu karang di dasar laut, karena pada cangkang kima hidup menjadi sarana pertumbuhan
aneka jenis karang, baik karang yang keras maupun karang yang lembut. Sehingga apabila
Kima ditempatkan pada kawasan terumbu karang yang telah rusak, maka kawasan tersebut
akan terehabilitasi secara alami oleh Kima dengan tumbuhnya berbagai jenis karang pada
cangkang kima dan kemudian akan menyebar ke kawasan di sekitarnya. Ketiga; Kima adalah
pabrik makanan gratis di lautan. Di setiap pemijahan (waktu bertelur) setiap ekor Kima
(berdasarkan speciesnya) mampu menghasilkan puluhan hingga ratusan juta sel telur yang
menjadi makanan untuk ikan. Sehingga apabila dikawasan tersebut terdapat banyak Kima,
maka kawasan tersebut akan dihuni oleh banyak ikan, karena ikan-ikan tersebut datang untuk
memburu telur-telur kima. Dan pada saat yang bersamaan, karena kawasan tersebut juga telah
dan akan memiliki terumbu karang yang sehat, maka ikan-ikan tersebut akan tinggal

156

dikawasan tersebut untuk berkembangbiak. Tiga fakta utama fungsi vital Kima ini belum
banyak diketahui oleh Pemerintah dan Para Ilmua kelautan di Indonesia karena belum ada
penelitian secara komprehensif tentang hal ini. Namun fakta yang ada di kawasan Konservasi
Taman Laut Kima Tolitoli ini adalah sebuah temuan yang luar biasa. Hal serupa juga telah
diungkapkan oleh Konservasi Kima di Kepulauan Koh Tao dan Puket di Thailand, juga
berbagai konservasi Kima di Asia, seperti di Pusat Konservasi Kima dan Terumbu karang
Malaysia di Sabah, maupun di Filipina dan negara lainnya di Lautan Pacific, termasuk
Australia. Masalahnya kemudian adalah kehidupan Kima telah diambang kepunahan. Karena
exploitasi tanpa batas terhadap kima untuk konsumsi dan perdagangan yang masih
berlangsung hingga saat ini, tingkat pertumbuhan kima yang hanya berkisar 2 12 cm/tahun
(berdasarkan speciesnya) serta adanya predator alammi, termasuk ikan, menjadikan
kehidupan Kima semakin memprihatinkan. Terlebih, pelarangan terhadap expliotasi biota laut
Kima yang dilindungi undang-undang tidak berjalan. Undang-undang hanya sekadar sebuah
catatat tanpa pelaksanaan yang benar di lapangan. Dengan permasalahan ini, maka sudah
seharusnya Pemerintah Indonesia, khususnya Kemeterian Kelautan dan Perikanan c/q Dirjen
Pesisir dan Pulau-Pulau, bersama para ahli ilmu kelautan, termasuk LIPI, melakukan tindakan
nyata. Tindakan itu adalah dengan melakukan Re-Stocking Program terhadap Kima
dengan sistim hatchery. Dengan sistim ini, Kima-kima yang telah langka di alam bebas,
dikumpulkan/di relokasi pada sebuah kawasan tertentu (kawasan konservasi) yang kemudian
Kima-kima tersebut di budidayakan dengan sistim hatchery. Sistim ini adalah dengan
melakukan budidaya Kima di bak-bak khusus di darat agar telur-telur kima dapat terhindar
dari predator alami. Dan setelah Kima-kima tersebut telah mencapai usia dan ukuran yang
layak, maka Kima-kima tersebut kembali di tebar di kawasan terumbu karang serta padang
lamun untuk kemudian Kima-kima tersebut melaksanakan fungsi ekosistimnya. Dengan
semakin banyaknya Kima yang ditebar di kawasan dasar laut, baik dengan cara alami maupun
dengan menggandeng program rehabilitasi terumbu karang, maka pada masa yang akan
datang, kawasan terumbu karang yang dapat sehat akan lebih pasti. Dengan demikian, maka
produksi ikan Indonesia pada masa mendatang akan semakin terjamin dan kehidupan
ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau akan semakin terjamin. Terlebih lagi, kawasan
tebaran budidaya Kima tersebut akan menjadi pusat penelitian ilmu kelautan dan pariwisata.
Maka dengan melakukan Re-Stocking Program untuk Kima, maka multi efec ekonomi
yang akan ditimbulkan akan semakin mensejahterakan banyak pihak. Bukan hanya untuk
masyarakat pesisir dan pulau-pulau, tetapi juga untuk ilmu pengetahuan kelautan dan
kepariwisataan Indonesia****

157

5-O-2

158

5-O-3
TINJAUAN MATERI PERAN MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bayu Vita Indah Yanti dan Rani Hafsaridewi
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jl. KS Tubun Petamburan VI Jakarta 10260
bviy1979@gmail.com
ABSTRAK
Peran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
merupakan hal yang penting. Aturan hukum formal yang telah di revisi
terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diundangkan
pada awal tahun 2014. Terkait hal tersebut, penelitian ini akan membahas
bagaimana aturan formal ini mengatur peran masyarakat dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Metode pendekatan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu
penelitian yang secara deduktif dimulai analisis terhadap pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan
diatas. Penelitian hukum ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan
peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
Kata kunci: peran masyarakat, pengelolaan wilayah

159

5-O-4
URGENSI PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
Subandono Diposaptono, dan Rifka Nur Anisah
Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun, membutuhkan lahan
bagi kebutuhan pangan yang tidak sedikit, wilayah pesisir, laut, bahkan
pulau-pulau kecil menjadi peluang pemenuhan kebutuhan lahan. Besarnya
potensi sumber daya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, memicu
tingginya pembukaan lahan baru untuk berbagai kegiatan, antara lain wisata
bahari, permukiman di atas air, infrastruktur, perdagangan dan jasa,
pertambangan, dan alur laut (ALKI, alur pelayaran, alur pipa kabel bawah
laut). Pembukaan lahan baru juga berdampak pada terjadinya reklamasi.
Tumpang tindih pemanfaatan ruang apabila tidak diatur/ditata akan dapat
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya laut, misalnya
perikanan budidaya dengan alur laut dan pertambangan dengan konservasi.
Dalam upaya melakukan perencanaan yang komprehensif dan terintegrasi,
pemerintah mengeluarkan kebijakan spasial melalui UU No.27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, yaitu rencana tata ruang
pesisir dan laut atau rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
(RZWP-3-K).
RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi
ruang ke dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Penyusunan RZWP-3K sangat diperlukan untuk mengatur pemanfaatan ruang dalam rangka
mewujudkan produktifitas berkelanjutan, menghindari konflik pemanfaatan,
dan sebagai instrument sinergitas spasial. Begitu pentingnya penyusunan
RZWP-3-K sehingga diperlukan akselerasi melalui dukungan dan kerja
sama semua pihak.

160

2-O-29
PENGELOLAAN PULAU - PULAU KECIL PERBATASAN
REPUBLIK INDONESIA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Moh. Ikhsan Z Runtukahu
nagagenih.212@gmail.com
Abstrak
Indonesia sebagai negara maritim yang terdiri dari 18.110 pulau yang
membentang dari Sabang sampai Merauke dan memiliki potensi sumber
daya kelautan yang luar biasa. Untuk menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), perlu didukung oleh adanya kejelasan
fisik dari wilayah NKRI dan adanya kejelasan ruang lingkup pengelolaan
perbatasan negara agar nantinya dapat meminimalkan terjadinya konflik
perbatasan dengan negara tetangga.
Pulau-pulau kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil
atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
ekosistemnya (Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2007). Konvensi PBB
tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 1982) pasal 121
mendefinisikan pulau sebagai daratan yang terbentuk secara alami dan
dikelilingi oleh dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan air
pasang tertinggi.
Ada 92 pulau kecil terluar Indonesia yang berbatasan dengan sembilan
negara tetangga yaitu (Australia, Malaysia, Singapura, India, Palau,
Vietnam, Filipina, Papua New Guinea, dan Timor Leste). Dan ada sebelas
pulau perbatasan yang ada di provinsi Sulawesi Utara yaitu: Pulau
Kakorotan, P. Kawaluso, P. Kawio, P. Makalehi, P. Mantehage, P. Marampit,
P. Marore, P. Miangas, Pulau Batubawaekang, P. Bongkil/ Bangkit, dan P.
Intata.
Dalam proses pengelolaan pulau-pulau kecil perbatasan ini menjadi
tanggung jawab dari tiga instansi pemerintah yaitu: (1) Badan Nasional
Pengelolaan Perbatasan, (2) Kementrian Kelautan Perikanan dalam hal ini,
Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, spesifiknya Direktorat Pemberdayaan
Pulau-Pulau Kecil dan (3) Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Sulawesi
Utara. Ada tiga hal yang menjadi perhatian khusus dalam pengelolaan
pulau-pulau perbatasan, yaitu: masalah keamanan dan pertahanan, masalah
prosperiti atau kesejahteraan masyarakat, dan lingkungan ekosistemnya.

161

2-O-30
STUDI EVOLUSI DAN FILOGENETIK
KUDA LAUT (Hippocampus sp.)
Muhammad R. Faisal1, Hawis M. Madduppa1, Juraij1
Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
mrezafaisal@gmail.com
Abstrak
Kuda laut (Hippocampus spp.) merupakan salah satu jenis ikan bertulakang
belakang unik yang satu-satunya ikan berenang dengan posisi tegak.
Morfologi kuda laut seperti hewan purba yang sudah dilakukan penelitian
bahwa hewan ini diperkirakan hidup berjuta tahun yang lalu. Diawali
dengan pemahaman evolusi secara makro atau makro-evolusi bahwa kuda
pendahulu merupakan hewan yang telah mengalami evolusi secara
morfologi berawal dari ikan pipa (pipe fish) dalam Famili Syngnathidae
dimana adanya kesamaan posisi tengkorak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengurutkan tingkat kekerabatan organisme Famili Syngnathidae
berdasarkan informasi genetik yang terkumpul dalam bank genetik. Metode
penelitian ini meliputi pengkoleksian data yang terkumpul dalam Bank Gen
NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) yang tersandi dengan menggunakan
gen 16S rRNA. Pembentukkan struktur filogenetik dilakukan dengan
menggunakan program Mega 6 dan disejajarkan terlebih dahulu dengan tipe
berat matriks DNA Clustal W (1.6). Konstruksi genetik digunakan dengan
metode jarak neighbour joining dan metode minimum evolusi parsimony.
Hasil konstruksi filogenetik menunjukkan metode NJ memiliki perbedaan
dibandingkan maksimum parsimony dimana terbentuknya 3 clade utama
dimana clade A terbentuk oleh Vanacampus margaritifer dan Idiotropiscis
lumnitzeri. Sedangkan clade B dan C masih memiliki hubungan nenek
moyang dimana clade B dibentuk oleh I.lumnitzeri saja berbeda dengan
clade C yang memiliki beberapa cabang yang dibentuk oleh V.
Poecilolaemus, V. Philipi, H. kuda, H. fisheri, H. zosterae, Syngnathus acus,
S. Temminichi, S.tenuirostris. Dengan demikian telah diketahui bahwa
terdapat perbedaan genetik antara wilayah Pasifik dan Atlantik.
Kata Kunci : Kuda Laut (Hippocampus spp.), Filogenetik, Nighbour Joining,
Maximum Parsimony

162

2-O-31
EFEKTIFITAS BENTUK ATRAKTOR CUMI-CUMI
SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI-CUMI
Mulyono S. Baskoro1 dan Indra Ambalika Syari2
Abstrak
Selain ikan, cumi-cumi juga merupakan komoditi perikanan yang
mempunyai nilai ekonomis penting. Cumi-cumi umumnya dipasarkan
dalam bentuk segar dan beku, meskipun ada juga yang dipasarkan dalam
bentuk olahan, misalnya seperti cumi kering, cumi asin, kerupuk cumi dan
makanan olahan lainnya. Produksi cumi-cumi masih sangat tergantung dari
hasil tangkapan, sehingga jumlahnya sangat bergantung dengan kondisi
alam. Jumlah hasil tangkapan cumi-cumi yang terus ditingkatkan namun
tidak diiringi dengan kegiatan pengayaan stoknya, maka untuk
mempertahankan populasi cumi-cumi diperlukan teknologi terapan yang
dapat membantu cumi-cumi mudah berkembang biak. Atraktor cumi-cumi
merupakan salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan untuk membantu
pengayaan stok cumi-cumi di alam. Atraktor ini dapat dibuat dari berbagai
jenis bahan dan berbagai bentuk, tergantung dari mudah didapatnya bahan
untuk pembuatan atraktor.
Penelitian atraktor cumi-cumi yang berbeda bentuk dan bahan dilakukan di
Perairan Tuing, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Juni 2013. Enam buah atraktor
berbentuk kotak dari bahan kayu dan enam buah atraktor berbentuk silinder
dari drum bekas diteliti untuk mengetahui keefektifan dari dua bentuk
atraktor. Atraktor dipasang pada kedalaman 3-5m dengan cara berselingan
antara bentuk kotak dan silinder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penempelan telur cumi-cumi lebih banyak pada atraktor bentuk silinder
yang mencapai 95% dibandingkan dengan bentuk kotak yang hanya 5%.
Atraktor cumi-cumi bentuk silinder dari drum bekas lebih efektif karena
bentuknya yang seperti gowa yang dapat menarik atau merangsang cumicumi untuk menempelkan telurnya.
Kata kunci : cumi-cumi, atraktor, bentuk atraktor

163

2-O-32
PENGELOLAAN RUMPUT LAUT SARGASSUM SP DENGAN
PERLAKUAN METODE BUDIDAYA BERBEDA
Muslimin,danPetrusRaniPM
Abstrak
Sargassum merupakan salah satu jenis rumput laut yang mempunyai prospek
pengembangan yang cukup cerah di masa yang akan datang. Jenis rumput
laut ini banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang metode budidaya
yang sesuai berdasarkan karkteristik lingkungan untuk melakukan budidaya
rumput laut Sargassum. Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Dusun Kupa
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini didesain dengan
rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan, di mana masing-masing
perlakuan diulang 10 kali. Metode budidaya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah A. Metode longline; B. Metode lepas dasar dan C.
Metode kantong; Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan metode
budidaya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan rumput laut
Sargassum sp. Perlakuan budidaya Sargassum dengan metode lepas dasar
berbeda nyata (P<0,05) terhadap metode budidaya lainnya.

164

2-O-33
TOTAL PRODUKSI DAN MUSIM TANAM Eucheuma cottonii
DI PERAIRAN SATHEAN DAN LETVUAN KABUPATEN MALUKU
TENGGARA
Nally Yans.Grispinomia.Fraly. Erbabley*, Dominggas.Mintje. Kelabora**
email : nally_alfa@yahoo.com, ithakelabora@yahoo.co.id
* Dosen Program Studi Teknologi Budidaya Perikanan
Politeknik Perikanan Negeri Tual
Jl. Raya Langgur Sathean, Km 6. Kabupaten Maluku Tenggara
Abstrak
Penetapan rumput laut sebagai komoditas andalan menjadikan usaha budidaya semakin
potensial dan produksi memiliki peluang pasar yang tinggi. Tingginya peluang pasar tersebut,
sekaligus menjadi tantangan untuk memacu pengembangan budidaya rumput laut secara
cepat dan tepat dalam memenuhi permintaan produksi secara kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas. Pendekatan budidaya berdasarkan perubahan musim dan kualitas perairan yang
optimal bagi pertumbuhan rumput laut, diharapkan menjadi acuan pengelolaan dan
pemanfaatan lahan budidaya laut bagi peningkatan produksi rumput laut secara optimal dan
produktif. Penelitian ini bertujuan untuk (1). Mengetahui total produksi rumput laut
(2).Menentukan peta musim tanam rumput laut di perairan Sathean dan Letvuan Kabupaten
Maluku Tenggara. Pengamatan pertumbuhan rumput laut dan kualitas perairan dilakukan
setiap interval waktu 14 hari secara berulangan (Repeated measurement).dalam waktu 42
hari. Data produksi diukur dengan menimbang bobot basah rumput laut pada setiap tali
bentangan 42 hari setelah pemeliharaan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dan
dibahas secara deskriptif untuk menentukan musim tanam rumput laut pada perairan Sathean
dan Letvuan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah produksi rataan rumput laut per periode
pemeliharaan selama penelitian pada lokasi Sathean yaitu varietas coklat mengalami produksi
tertinggi dibandingkan dengan varietas hijau. Pada waktu dilakukan panen siklus I - V,
varietas coklat lebih baik dibandingkan dengan varietas warna hijau, sedangkan pada panen
siklus VI VIII kedua varietas baik hijau maupun coklat sama-sama mengalami penurunan.
Sebaliknya produksi rataan rumput laut per periode pemeliharaan selama penelitian pada
lokasi Letvuan, diperlihatkan pada Gambar 2, dimana varietas coklat dan hijau sama-sama
mengalami peningkatan produksi pada siklus panen I-V. Pada lokasi Sathean musim tanam
produktif rumput laut ditemukan pada bulan Februari-April dan bulan Jul. Sedangkan untuk
perairan letvuan musim tanam produktif ditemukan pada bulan Februari- Juli serta bulan
Oktober-November. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
Produksi rataan rumput laut per periode pemeliharaan pada lokasi Sathean, memperlihatkan
varietas coklat mengalami produksi tertinggi dibandingkan dengan varietas hijau panen
siklus I - V sebaliknya pada lokasi Letvuan, varietas coklat dan hijau sama-sama mengalami
peningkatan produksi pada siklus panen I-V danMusim tanam E. Cottonii yang produktif
untuk periran Sathean, berlangsung selama 4 bulan atau 3 siklus per tahun sedangkan untuk
perairan Letvuan selama 8 bulan atau 5-6 siklus per tahun.
Kata Kunci : Total produksi, musim tanam, Eucheuma cottonnii

165

2-O-34
UNSUR ADAT DAN PENGELOLAAN TRADISIONAL DALAM
KONSEP KKP UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN
DI MALUKU
Nara Wisesa1, Mentjee Simatauw2, Estradivari3
Abstrak
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) merupakan suatu perangkat
modern untuk mengelola suatu kawasan perairan dengan tujuan
mengkonservasi keanekaragaman hayati laut dan mengelola perikanan
berkelanjutan. Masyarakat pesisir Maluku telah memiliki bentuk
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut menggunakan seperangkat
adat dan tradisi yang telah diwariskan turun-menurun. Pengelolaan sumber
daya laut berbasis tradisi ini telah dianggap menjadi bagian penting dari
kegiatan konservasi di kawasan perairan laut. Kajian ini bertujuan untuk
membahas bagaimana tradisi pengelolaan secara adat yang telah dimiliki
dan dilakukan oleh masyarakat pesisir Indonesia dapat berkontribusi kepada
aspekpengelolaan sumber daya laut modern untuk mendukung perikanan
berkelanjutan di Maluku. Informasi dikumpulkan berdasarkan studi literatur
dan hasil studi kegiatan monitoring sosio-ekologis yang dilakukan di enam
desa di pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada akhir
tahun 2013 menggunakan metode wawancara informan kunci (KII) dan
diskusi kelompok fokus (FGD). Dari hasil kajian, konsep KKP untuk
mendukung perikanan berkelanjutan sebenarnya telah mengandung banyak
unsur adat dan tradisi pengelolaan sumber daya laut. Misalnya sistem bukatutup kegiatan pemanfaatan untuk spesies sedenter, hak milik & hak guna
terhadap suatu sumber daya, pembagian kawasan penggunaan antara
masyarakat lokal dan luar, dan juga pelibatan seluruh unsur masyarakat
dalam menjaga dan mengelola sumber daya yang ada. Tantangan bagi KKP
untuk mendukung perikanan berkelanjutan adalah konsep tersebut harus
bersifat universal agar dapat diterapkan tidak hanya di satu lokasi tertentu,
tetapi juga harus bersifat fleksibel dan adaptif, sehingga penerapannya dapat
disesuaikan dengan adat dan tradisi pengelolaan yang telah ada di suatu
lokasi. Bila ini dapat diterapkan, maka membuka kemungkinan
timbulnya dampak positif terkait penerimaan dan rasa kepemilikan
masyarakat adat terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan di daerah
tempat mereka tinggal.
Kata Kunci: adat pengelolaan, pengelolaan tradisional, sumber daya laut,
kawasan konservasi perairan, perikanan berkelanjutan

166

2-O-35
POTENSI WISATA SELAM SITUS KAPAL TENGGELAM Japanese
Cargo Wreck Di PANTAI LEATO, GORONTALO
Nia Naelul Hasanah Ridwan1, Gunardi Kusumah1, Semeidi Husrin1, Try Altanto1
1

Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir


Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Raya Padang Painan Km. 16, Bungus, Padang, Sumatra Barat, 25245
Tel/Fax. +62-751751458
E-mail: niahasanah79@gmail.com
Abstrak
Japanese Cargo Wreck yang merupakan kapal Jepang yang tenggelam pada masa perang
Dunia II adalah salah satu sumberdaya pesisir yang terdapat di Pantai Leato, Desa Leato,
Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Situs kapal tenggelam dengan
kedalaman 25 - 50 m ini merupakan lokasi penyelaman kapal karam yang potensial
dikembangkan karena selain terdapat bangkai kapal Jepang, terdapat juga keanekaragaman
terumbu karang dan biota laut lainnya. Pada saat ini, Japanese Cargo Wreck tersebut mulai
dikenal dan telah menarik sejumlah orang untuk menyelam di lokasi tersebut, akan tetapi,
perlindungannya sebagai benda cagar budaya bawah air dan pengelolaannya saat ini belum
terperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah dan hanya operator-operator wisata
selam saja yang telah memanfaatkan keberadaan situs kapal tenggelam tersebut. Potensi yang
cukup besar untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi maritim dan sebagai destinasi wisata
selam kapal karam unggulan di Gorontalo ini mendasari Loka Penelitian Sumberdaya dan
Kerentanan Pesisir untuk melakukan kegiatan penelitian arkeologi maritim pada tahun 2014
di lokasi tersebut. Potensi Japanese Cargo Wreck ini ke depan diharapkan dapat
dikembangkan seperti situs kapal tenggelam USAT Liberty Wreck di Tulamben, Bali, yang
saat ini merupakan situs kapal tenggelam paling populer di Indonesia.
Pemanfaatan situs kapal tenggelam Japanese Cargo Wreck di Pantai Leato ini termasuk ke
dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan dikarenakan
upaya-upaya pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan situs arkeologi laut kapal
tenggelam ini ke depan diharapkan akan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir setempat dan juga memberikan sumbangsih terhadap peningkatan
pendapatan daerah dan peningkatan perolehan devisa negara yang didapatkan dari kedatangan
turis asing maupun domestik. Upaya penelitian untuk optimasi pemanfaatan sumberdaya
arkeologi laut kapal karam ini diharapkan juga dapat mendukung program pengembangan
potensi kawasan wisata bahari ditjen teknis dan pemerintah daerah, serta dapat mendukung
program prioritas bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemda Gorontalo
mengenai Pengelolaan Bersama Sumberdaya Pesisir Teluk Tomini yang dicanangkan pada
bulan Mei 2009.
Kata Kunci: Situs Kapal Tenggelam, Wisata Selam, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat,
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Gorontalo

167

2-O-36
KAJIAN BIOEKONOMI PERIKANAN RAWAI TUNA DI PPN
PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Dr. Nimmi Zulbainarni*, Dr. Am Azbas Taurusman* dan Ade Imam Purnama**.
nimmiz_reims@yahoo.com; nim@psp-ipb.org
*Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB)
**Alumni Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Abstrak
Tingginya produksi ikan tuna di PPN Palabuhanratu dengan tingkat pertumbuhan mencapai
6,03% menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya tuna semakin tinggi. Eksploitasi yang
tinggi terhadap ikan tuna akan mempengaruhi kondisi stok dan biologi ikan tuna yang juga
akan mempengaruhi usaha penangkapan. Penelitian ini bertujuan mengestimasi potensi
lestari, tingkat pengelolaan optimum dan biologi ikan tuna. Penelitian ini menggunakan
metode survei dengan pengambilan responden secara purposive sampling. Parameter yang
digunakan adalah model bioekonomi, hubungan panjang-bobot, Lenght of Maturity (LM),
dan indeks keragaman hasil tangkapan. Kisaran indeks keragaman hasil tangkapan rawai tuna
adalah 1,60-2,42, Kisaran panjang ikan tuna mata besar adalah 82-171 cm dengan 41,02%
dan 3,84 % FL< LM. Kisaran panjang ikan tuna sirip kuning adalah 93-172 cm dengan 0,72
FL< LM. Pola pertumbuhan ikan tuna mata besar dan sirip kuning adalah alometrik negatif
sedangkan ikan pedang-pedang bentuk pertumbuhan-nya alometrik positif. Potensi produksi
lestari hasil tangkapan rawai tuna 3.041,52 ton dengan upaya penangkapan lestari 1.045,79
trip. Optimalisasi bioekonomi di capai pada tingkat upaya penangkapan 633,95 trip dengan
hasil tangkapan 2.569,82 ton dan rente ekonomi Rp.83.8224.000.000,. Biological overfishing
dan economic overfishing tidak terjadi pada pengusahaan rawai tuna di Palabuhanratu karena
aktual rata-rata pengusahaan perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu masih berada
dibawah produksi lestari, Maximum Sustainable Yield dan Maximum Economic Yield.
Kata kunci: Bioekonomi, Ikan Tuna, Rawai Tuna, PPN Palabuhanratu

168

2-O-37
PREVALENSI PENYAKIT KARANG PADA BEBERAPA JENIS KARANG
HIAS HASIL BUDIDAYA DI KENDARI, SULAWESI TENGGARA

OfriJohan,et.al
ofrijohan@kkp.go.id
Abstrak
Kegiatan budidaya karang hias sudah dilakukan oleh eksportir di beberapa
lokasi di Indonesia. Penelitian tentang tingkat kesehatan karang hias disaat
pemiliharaan setelah dipropagasi, masih jarang dilakukan. Penelitian ini
telah dilakukan pada bulan 17-20 Pebruari 2014 pada PT. Lestari Aquatika
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit karang pada
karang hias disaat pemiliharaan setelah dipropagasi. Pengamatan pada 132
rak induk dan 19 rak anakan karang hias yang dibudidayakan, diperoleh
hasil ditemukan 2 jenis penyakit karang yaitu Black Band Disease pada
karang Pachyseris sp dengan prevalensi 0.05% dan Bleaching pada karang
Physogyra sp dengan prevalensi 0.07%. Sementara kelompok pengganggu
kesehatan yang ditemukan adalah ditemukannya cacing flat worm yang
menempel pada karang Caulastrea sp dengan prevalensi 0.17% dan
kompetisi dengan alga. Keberadaan penyakit dan faktor pengganggu ini
belum termasuk membahayakan dalam kegiatan budidaya karang hias di
lokasi ini.
Kata Kunci: Penyakit karang, Black Band Disease, Bleaching, flat worm

169

2-O-38
MENILAI DAMPAK PERIKANAN TANGKAP TRADISIONAL DI
DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD)
KABUPATEN ALOR
Tutus Wijanarko dan Fonny J.L Risamasu
Abstrak
Saat ini, Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor
seluas 400.083 Ha, telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Alor No. 6
Tahun 2009 dan telah memasuki proses penetapan di Kementrian Kelautan.
Kemudian disusun rencana pengelolaan dan zonasi untuk tahun 2013-2033
melalui Peraturan Bupati Alor No. 4 Tahun 2013. Meskipun zona inti sudah
ditetapkan, tetapi aktivitas penangkapan masih dilakukan oleh nelayan lokal
di lokasi tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan
tujuan untuk melihat keterkaitan kegiatan perikanan tangkap tradisional
terhadap habitat dan stok sumberdaya ikan , perekonomian masyarakat
pesisir serta kepatuhan praktek pemanfaatan sesuai sistem zonasi yang ada
di perairan KKPD Kabupaten Alor. Metode wawancara, kuesioner dan
observasi digunakan untuk pengumpulan data aktivitas perikanan tangkap
tradisional. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1.737 buah alat tangkap
pada 20 desa/kelurahan di KKPD Kabupaten Alor. Alat tangkap tradisional
ini terdiri dari bubu 1.168 buah (67%), pancing 541 buah (31%), dan panah
28 buah (2%). Alat tangkap bubu dan panah berdampak buruk terhadap
sumberdaya dan habitat di KKPD karena menyebabkan kerusakan pada
terumbu karang dan tertangkapnya ikan-ikan muda (juvenil). Sedangkan
pancing tidak berdampak terhadap sumberdaya dan habitat. Penanganan
pasca penangkapan dan mekanisme pemasaran menjadi hal yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan kualitas hasil tangkapan yang didapat
dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Tingkat
kepatuhan nelayan terhadap sistem zonasi cukup baik pada 7
desa/kelurahan. Sedangkan nelayan pada 4 desa/kelurahan masih melakukan
penangkapan di zona inti dan zona perlindungan. Hasil kajian ini menjadi
informasi penting dalam pengelolaan KKPD Alor dalam rangka mendukung
perikanan berkelanjutan untuk menjamin mata pencaharian nelayan.
Kata Kunci: Penangkapan,Ikan,konservasi,nelayan,KKPD,Alor.

170

2-O-39
ANALISA KESESUAIAN PULAU GILI LAWAK BAGI
PERUNTUKAN KAWASAN KONSERVASI
Romadhon. A
Abstrak
Pulau kecil memiliki keanekaragaman yang tinggi, terbatas pemanfaatan
sekaligus rentan terhadap gangguan baik berupa pemanfaatan yang bersifat
destruktif. dan perubahan iklim. Berangkat dari hal tersebut, konservasi
merupakan upaya dalam melestarikan keanekaragaman di pulau kecil.
Berlokasi di Pulau Gili Lawak, Kabupaten Sumenep, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan : 1) Menentukan kategori kawasan konservasi di
Pulau Gili Lawak; dan 2) Menentukan obyek pengelolaan bagi kategori
kawasan konservasi yang sesuai di Pulau Gili Lawak. Analisa yang
digunakan adalah penentuan kriteria kawasan konservasi laut dari IUCN
yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan : 1) Pulau Gili Lawak
memiliki kesesuaian untuk dikembangkan kawasan konservasi berbasis
bentang alam dan rekreasi; dan 2) Obyek pengelolaan untuk kawasan
konservasi bentang alam dan rekreasi, berdasarkan kriteria yang ada Pulau
Gili Lawak, meliputi penelitian, perlindungan alam, perlindungan jenis dan
keragaman, wisata dan rekreasi serta pendidikan sebagai obyek primer.
Keyword : Pulau Gili Lawak, kategori kawasan konservasi, analisa
kesesuaian, konservasi berbasis bentang alam, obyek pengelolaan

171

2-O-40
PENGKAJIAN TERHADAP RUMPON PORTABLE UNTUK
PENGELOLAAN IKAN TUNA DAN CAKALANG SECARA
BERKELANJUTAN
1)

Roza Yusfiandayani, 2)Indra Jaya, 1)Mulyono S. Baskoro

1)

Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
2)
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB
Abstrak
Rumpon yang biasa digunakan oleh nelayan dan pengusaha di seluruh Indonesia
adalah rumpon yang dipasang menetap di suatu perairan, sehingga tidak dapat
dipindah-pindah ke perairan lain. Sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan
penelitian tentang efektivitas dan efisiensi rumpon yang dapat dibawa kemana-mana
dan mudah dipindahkan (portable) untuk menangkap ikan tuna dan cakalang.
Penelitian ini dibagi dalam 2 tahap : (1) pembuatan desain instrumen rumpon
portable, (2) ujicoba rumpon portable dan Electric Fish Attractor (EFA) di perairan
Palabuhanratu dengan menggunakan pancing gajrut dan tonda. Tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) merancang dan membuat prototipe desain dan konstruksi
rumpon portable yang dapat mengumpulkan ikan, (2) uji coba electric fish attractor
dengan frekuensi suara yang berbeda, serta (3) Membandingkan efektivitas hasil
tangkapan dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda dan pancing gajrut.
Hasil penelitian ini adalah (1) prototipe rumpon portable memiliki ukuran panjang
dan lebar sebesar 1 meter, bahan yang digunakan kayu manglid, atraktor yang
digunakan tali rafia, tali atraktor dan tali pemberat adalah tali PE berdiameter 4 mm
serta pemberat timah, (2) EFA dengan frekuensi 10 1000 Hz mendapatkan ikan
kuwe (Caranx fasciatus) dan ikan layur hitam (Trichiurus sp.), sedangkan EFA
dengan frekuensi 1000 20.000 Hz mendapatkan ikan tuna sirip kuning, yellowfin
tuna (Thunnus Albacares) sebanyak 2 ekor dengan ukuran panjang 30 cm dengan
berat 40 kg, (3) Hasil tangkapan dengan pancing gajrut memiliki komposisi hasil
tangkapan ikan layur hitam sebesar 63 %, kurisi 10 %, ekor kuning 7 %, tongkol
kue dan semar 4 %, jambangan terong-terong, kerapu dan tuna 2 % sedangkan
dengan pancing tonda komposisinya ikan kembung, ekor kuning, selar kuning dan
selar hijau masing-masing 1%.
Kata kunci : rumpon portable, electric fish attractor, tuna

172

2-O-41
Pembangunan Kota Pesisir Versus Keberlanjutan
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan
(Studi Kasus Pengembangan Kota Jayapura Papua)
Selvi Tebaiy
Jurusan Perikanan Universitas Negeri Papua, Manokwari
Email: selvitebay@ymail.com
Abstrak
Kawasan pesisir mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagaii prioritas
pembangunan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
pembangunan dan pengembangan di kawasan ini akan mempengaruhi
ekosistem dan sumberdaya alamnya. Di Indonesia pada saat ini terdapat
319 kabupaten/kota yang berada di wilayah pesisir, kabupaten/kota tersebut
mempunyai peranan yang strategis selain menjadi pusat konsentrasi
penduduk, juga menjadi pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kota
Jayapura merupakan kota pesisir yang terletak di pesisir Teluk Yosudarso
dan Teluk Youtefa, memiliki sumberdaya pesisir seperti mangrove, lamun,
terumbu karang, sumberdaya ikan, kerang-kerangan dan biota lain yang
berasosiasi didalamnya. Tekanan terhadap sumberdaya terus terjadi yang
disebabkan oleh perubahan peruntukan lahan daratan yang digunakan untuk
pengembangan Kota Jayapura. Pembangunan terpadu (integrated coastal
management) dengan mengintegrasikan hukum adat dalam konsep
pengelolaan kawasan pesisir Kota Jayapua, menjadi solusi terbaik dalam
mengurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan laut .

173

2-O-42
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS PRODUK PERIKANAN
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT
WILAYAH PESISIR
Siti Hajar Suryawati, Henny Warsilah, dan Ary Wahyono
Abstrak
Sektor perikanan merupakan sektor yang penting bagi masyarakat
Indonesia dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover)
perekonomian nasional. Selain itu sektor perikanan berperan dan berpotensi
untuk meningkatkan ketahanan pangan. Namun, peran dan potensi tersebut
masih belum teroptimalkan dengan baik. Diduga keunggulan komparatif
sektor perikanan belum sepenuhnya mampu ditransformasikan menjadi
keunggulan kompetitif sehingga mengakibatkan masih rendahnya kinerja
ekonomi berbasis sektor perikanan. Penelitian ini merupakan bagian dari
upaya untuk memetakan keanekaragaman pangan untuk membangun
ketahanan pangan masyarakat perdesaan pesisir melalui peningkatan
kapasitas masyarakatnya. Tujuan penulisan makalah penelitian ini adalah
memberikan gambaran mengenai identifikasi komoditas-komoditas
perikanan dan analisis kondisi dayasaing komoditas produk perikanannya.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat dan
Kabupaten Badung, Bali. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei dan
Agustus 2014. Data yang digunakat terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan
responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan
ketahanan pangan di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sejumlah produk perikanan olahan sudah dikembangkan melalui
optimalisasi sumberdaya lokal, kemudahan akses, dukungan teknologi yang
mudah diaplikasikan, dan kreativitas dalam mengelola sumberdaya yang
ada. Oleh karena itu rekomendasi yang dapat diusulkan dari penelitian ini
adalah pengembangan inovasi yang mampu memanfaatkan sumber daya
secara berkelanjutan, termasuk memanfaatkan limbah ke dalam sistem
produksi menjadi barang atau jasa melalui penguasaan IPTEK dan pasar
oleh sumber daya manusianya.
Kata kunci: Daya Saing, Ketahanan Pangan, Produk Perikanan

174

2-O-43
KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL UNTUK
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL
Subandono Diposaptono dan Abdi Tunggal
abdidkp@gmail.com
Abstrak
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP-3-K)
merupakan salah satu dokumen perencanaan WP3K yang bersifat spasial,
dimana dalam penyusunannya membutuhkan data dan informasi spasial
yang akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
tingkatan perencanaan. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kualitas hasil
perencanaan zonasi WP3K masih kurang baik karena hanya menggunakan
data yang tersedia dan tidak menggunakan data sesuai dengan kebutuhan.
Data dan informasi spasial yang dibutuhkan dalam penyusunan RZWP-3-K
memiliki skala, tingkat kedalaman dan kerincian yang berbeda-beda sesuai
dengan tingkatan perencanaan. Secara garis besar, data dan informasi spasial
yang dibutuhkan meliputi 12 dataset yang terdiri dari 2 dataset dasar
(baseline dataset) dan 10 dataset tematik (thematic dataset), dimana masingmasing dataset terdiri dari berbagai macam tema. Data dan informasi spasial
tersebut harus memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang dipersyaratkan
dan memenuhi kaidah one map policy, yaitu satu standar untuk format,
referensi, database dan dapat diintegrasikan dalam satu geoportal nasional.
Data atau peta tematik dapat diperoleh melalui pengumpulan data sekunder
dari instansi terkait, tetapi apabila tidak tersedia, maka harus dilakukan
pengumpulan data spasial secara langsung dengan metode sebagai berikut:
1). Analisis citra penginderaan jauh dilengkapi dengan ground cek lapangan,
2). Pengukuran langsung atau survey lapangan, 3). Pemodelan matematik,
dan 4). Kombinasi analisis citra penginderaan jauh dan pemodelan
matematik. Selain itu, untuk data yang berformat tabular/numerik, dilakukan
analisis spasial menggunakan GIS.
Kata kunci: Data dan Informasi Spasial, Rencana Zonasi WP-3-K, Dataset
Dasar, Dataset Tematik, analisis citra, pemodelan matematik

175

2-O-44
INTEGRASI TEKNOLOGI INDERAJA GEOSPASIAL DALAM KAJIAN
KONEKTIVITAS HABITAT ONTOGENI DI PERAIRAN KEPULAUAN
SERIBU

Syamsul B. Agus, Adriani S


Dept Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB
Email; mycacul@gmail.com

Abstrak
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut melalui pembentukan daerah perlindungan
memerlukan integrasi aspek spasial, selain informasi dasar terkait biota langka,
spesies penting yang perlu dilindungi, dan aspek ekologis penting lainnya. Aspek
konektivitas menjadi salah satu kesenjangan informasi yang utama dalam
pengelolaan pesisir terumbu di Indonesia, sedangkan mayoritas spesies ikan
terumbu yang bernilai ekonomis penting memiliki fase hidup yang berbeda yang
dilangsungkan di tipe habitat yang berbeda pula (ontogeni). Informasi geospasial
yang berasal dari data satelit inderaja berperan strategis dalam mengidentifikasi
tipologi habitat perairan laut dangkal yang majemuk dan batas antar habitat yang
kompleks.Untuk mengatasi masalah akurasi dalam pemetaan menggunakan data
satelit inderaja, dari penelitian terdahulu telah dilakukan pengukuran karakteristik
spektral dan survei transek terpadu untuk masing-masing kelompok bentik habitat
dan bentang geomorfik tertentu. Pengukuran ground truth dalam lingkup penelitian
ini meliputi survei transek secara acak yang mewakili seluruh tipe habitat dan
bentang geomorfik, pemantauan tanda pemijahan, serta pengukuran oseanografi
arus dan suhu-salinitas.Integrasi peta habitat perairan dangkal yang terperinci dan
memiliki akurasi tinggi dengan model hidrodinamika yang menghubungkan aliran
larva atau pergerakan juwana dari habitat pemijahan dan menuju habitat pembesaran
akan menjadi aspek kebaruan dan keutamaan penelitian ini. Implikasi lanjutan yang
dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian ini adalah pengaturan zona larang tangkap
atau zona perlindungan yang dapat meningkatkan efektivitas program konservasi
kelautan di wilayah Kepulauan Seribu, baik di kawasan Taman Nasional, Daerah
Perlindungan Laut berbasis masyarakat, atau bahkan pencadangan kawasan yang
sebelumnya tidak termasuk wilayah yang dikonservasi.

Kata kunci: informasi geospasial, habitat ontogeni, teknologi inderaja, model arus,
Kepulauan Seribu

176

2-O-45
KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN
BELITUNG TIMUR
Ofri Johan, et.al
Abstrak
Penelitian potensi karang hias telah dilaksanakan pada 25 Maret 2014 dan
pada 26-27 April 2014 di sembilan lokasi yaitu pulau Memperak, Bakau dan Buku
Limau, Muranai, Sembilan, Berlian, Tempuling dan Gresik. Penelitian bertujuan
untuk mendapatkan data potensi dan mengidentifikasi sumberdaya karang hias
terkait dengan pemanfaatan karang tersebut sebagai target ekspor. Penelitian
menggunakan metode transek sabuk dengan ukuran 1 m ke kiri dan kanan rol
meteran sepanjang 20 m dengan 3 kali ulangan pada kedalam 5-10 m. Transek garis
(Line Intercept Transect) digunakan untuk mendapatkan kondisi tutupan karang di
lokasi yang sama. Hasil penelitian berhasil menemukan 40 marga karang yang
diantaranya merupakan karang hias dengan jumlah koloni terbanyak ditemukan
pada jenis Montipora sp (558 kol), Merulina sp (458 kol), Echinophora sp (336 kol)
dan Oxypora sp (256 kol). Sementara jenis karang hias lain seperti Physogyra sp,
Euphyllia sp, Achantastrea sp, Echinophyllia sp ditemukan antara 20-48 koloni atau
dibawah 50 koloni. Sebagian besar jenis karang hias yang diperdagangkan
ditemukan di Belitung Timur. Jenis karang yang tidak ditemukan seperti Cynarina
sp, Trachyphyllia sp dan Catalaphyllia sp, sementara jenis tersebut diberikan kuota
pengambilan tahun ini. Kondisi karang di lokasi penelitian berada pada kondisi baik
hingga sangat baik. Kondisi karang terbaik berada di pulau Buku Limau dengan
tutupan 78.18%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
menyusun kuota ekspor dan mendukung penuh pemanfaatan karang hasil budidaya
(propagasi) dalam perdagangan karang hias.
Kata kunci: karang hias, kondisi karang, target perdagangan

177

2-O-46
MODEL PERTUMBUHAN CUMI-CUMI DI PERAIRAN KABUPATEN
BANGKA, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Oleh
Wawan Oktariza1, Budy Wiryawan2, Mulyono S Baskoro2, Rahmat Kurnia2 dan
Sugeng H Suseno2
Abstrak
Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, merupakan salah satu
perairan yang menjadi daerah penangkapan cumi-cumi. Daerah penangkapan cumicumi di perairan daerah ini terdapat di Perairan Rebo, Perairan Bedukang, Perairan
Tuing dan Perairan Pesaren. Cumi-cumi yang dominan ditangkap di perairan ini
yaitu Loligo Chinensis. Gray, 1849. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aspek pertumbuhan cumi-cumi yang tertangkap di perairan Kabupaten Bangka.
Selama penelitian dilakukan pengukuran terhadap 165 ekor cumi-cumi yang terdiri
dari 83 ekor betina dan 82 ekor jantan. Cumi-cumi betina memiliki kisaran panjang
mantel 84 - 239 mm dan berat 14 230 gr. Cumi-cumi jantan memiliki kisaran
panjang mantel 84 - 359 mm dan berat 13 342 gr. Hubungan panjang mantel dan
bobot tubuh yang diperoleh untuk cumi betina yaitu W = 0,00054 L 2,387 dan untuk
cumi jantan yaitu W = 0,0058 L1,863. Nilai koefesien regresi (b) yang diperoleh baik
untuk betina maupun jantan berbeda dengan tiga (tipe pertumbuhan alometrik
negatif) yang berarti bahwa pertambahan bobot tubuh tidak secepat pertambahan
panjang mantelnya.
Kata kunci: pertumbuhan, cumi-cumi, perairan Kabupaten Bangka.

178

2-O-47
KONDISI DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT
KAWASAN PULAU ENGGANO, BENGKULU UTARA, PROVINSI
BENGKULU
Oleh : Zamdial Taalidin*
Abstrak
Kawasan Pulau Enggano adalah salah satu pulau kecil terdepan di Indonesia, yang berada di
Samudera Hindia, dan bagian dari wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu,
di bagian Barat Pulau Sumatera. Dengan luas 400,60 km 2, Kawasan Pulau Enggano
merupakan pulau kecil terdepan terbesar ke-empat dari seluruh pulau-pulau kecil terdepan di
Indonesia.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi dan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir
dan laut di Kawasan Pulau Enggano berdasarkan data biofisik, potensi sumbedaya hayati,
dan aktivitas pemanfaatan sumberdaya hayati ekosistem wilayah pesisir dan laut di Kawasan
Pulau Enggano.
Penelitian dilakukan dengan Metode Survai. Pengumpulan data kualitas perairan dilakukan
dengan pengukuran secara in situ. Pengumpulan data karakterisitik biofisik ekosistem
mangrove menggunakan Metode Belt Transect, sedangkan pengumpulan data ekosistem
terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dan Metode Belt
Transect, dan data komunitas padang lamun dikumpulkan dengan menggunakan metode
transek kuadrat 1 m x 1m. Data tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati
pesisir dan laut dikumpulkan dengan metode wawancara terhadap responden yang dipilih
secara purposive sampling. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan
metode statistik deskripitif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di Kawasan Pulau Enggano masih
sangat baik, sehingga dapat mendukung keberadaan dan pertumbuhan ekosistem-ekosistem
wilayah pesisir dan laut dan biota perairan lainnya.
Kondisi ekosistem mangrove dan komunitas padang lamun di Kawasan Pulau Enggano
masih baik dan belum mengalami degradasi. Luas tutupan karang hidup ekosistem terumbu
karang di Kawasan Pulau Enggano rata-rata lebih kecil dari 30 %, yang menunjukkan adanya
kerusakan dan degradasi yang berat. Kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan oleh
bencana alam dan kegiatan illegal fishing (bom dan sianida), kegiatan penangkapan ikan
tradisional yang tidak memperhatikan kelestarian terumbu karang.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati pesisir dan laut di Kawasan Pulau Enggano
meliputi kegiatan-kegiatan pemanfaatan potensi perikanan di ekosistem mangrove,
penangkapan ikan, teripang dan biota laut lainnya di terumbu karang dan padang lamun, serta
kegiatan penangkapan ikan di perairan pantai Kawasan Pulau Enggano.
Kata kunci : Status, Pengelolaan, Sumberdaya Hayati, Pesisir, Enggano

179

2-O-48
PENGELOLAAN MANGROVE SECARA BERKELANJUTAN MELALUI
PENDEKATAN DPSIR DAN AHP DI KAWASAN PESISIR UTARA
BANGKALAN
Romadhon. A
Abstrak
Ekosistem mangrove memiliki berkontribusi terhadap kondisi ekologi sekaligus
berperan bagi perekonomian lokal di kawasan pesisir. Ancaman terhadap
keberadaan mangrove berpotensi mengurangi kontribusi mangrove secara ekologi
dan perekonomian lokal. Berangkat dari hal tersebut, berlokasi di ekosistem
kawasan pesisir utara Kabupaten Bangkalan, penelitian ini dilakukan dengan
tujuan : 1) mengetahui struktur permasalahan pengelolaan mangrove; 2)
merumuskan arahan kebijakan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Analisa
yang digunakan meliputi : 1) DPSIR (DriversPressuresState ChangeImpact
Response) framework; dan 2) AHP (Analitycal Hierarchy Process). Hasil penelitian
menunjukkan : 1) keberadaan tambak, pemukiman baru, perluasan pertanian dan
rendahnya pengetahuan akan mangrove sebagai Drivers (D); konversi, pembukaan,
penebangan mangrove, reklamasi pantai dan under value mangrove sebagai
Pressures (P); penurunan luasan, kerusakan mangrove, over exploitation, kualitas
perairan dan perubahan pola arus sebagai State Change (S); sedimentasi, sampah
domestik, abrasi pantai serta pencemaran air dan tanah sebagai Impact (I);
rehabilitasi, ekowisata mangrove, silvofishery dan pembentukan kelompok
masyarakat sebagai Response (R); 2) Pengelolaan mangrove secara berkelanjutan
dilakukan melalui pembentukan kelompok masyarakat, rehabilitasi, silvofishery dan
ekowisata.
Keyword : mangrove, pesisir utara Bangkalan, DPSIR, AHP, pengelolaan mangrove
berkelanjutan

180

Anda mungkin juga menyukai