Anda di halaman 1dari 8

Penyelidikan Geokimia Gunung Slamet 2012

Harry Cahyono, Hanik Humaida, Sri Hartiyatun

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Badan Geologi
Jl. Cendana 15 Yogyakarta

Abstrak
Gunung Slamet (3432 m dpl) merupakan gunung api strato yang masuk dalam kategori gunung api tipe
A. Gunung api ini memiliki manifestasi vulkanik mulai dari kawah di puncak gunung hingga mata air panas
yang berada di sekitar Gunung Slamet.
Solfatara Kawah Gunung Slamet memiliki temperatur berkisar antara 86 oC hingga 230 oC. Komposisi
gas terbesar pada solfatara di Kawah Gunung Slamet adalah H 2O diikuti oleh CO2, H2S, SO2, dan NH3. Batuan
produk letusan Gunung Slamet merupakan batuan basaltik hingga andesit dengan komposisi SiO 2 antara 51,66%
hingga 58,67%. Mata air panas di sekitar Gunung Slamet merupakan mata air tanah dangkal maupun air
permukaan yang ditandai dengan tipe bikarbonat dan kadar magnesium yang relatif besar. Mata air panas ini
mendapat pengaruh yang kecil dari fluida maupun gas-gas magmatik.
Abstract
Mount Slamet (3432 m dpl) is stratovolcano which is classified into A type volcano. It has many
volcanism manifestations such as solfatara and fumarole in the crater and hot springs around of Mount Slamet.
The temperature of solfatara at the crater is 86oC until 230oC. Major gas composition on the solfatara is
H2O and followed by CO2, H2S, SO2, dan NH3. The rocks from erupsion product of Mount Slamet categorized
as basaltic to andesitic rock with concentration of SiO2 51.66% to 58.67% weight. Hot Springs around it is
immature & peripheral water which indicated as bicarbonate type and higher magnesium concentration. This hot
springs get small influence of magmatic gas.
Pendahuluan
Gunung Slamet terletak pada koordinat geografis 7o14,30 LS dan 109o12,30 BT. Secara administrasi
gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten
Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah serta kedua
tertinggi di Jawa.
Gunung api strato yang memiliki ketinggian sekitar 3432 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam
kategori gunung api tipe A, yaitu gunung api yang pernah beberapa kali meletus berdasarkan catatan sejarah
setelah tahun 1600-an. Gunung Slamet memiliki kawah pada puncaknya yang masih aktif.
Catatan sejarah letusan gunung ini dari tahun 1772 hingga saat ini, cirinya adalah letusan abu dengan
mengeluarkan lava pijar. Selang antar dua letusan juga relatif pendek, satu hingga hanya beberapa puluh tahun
(Direktorat Vulkanologi, 1979). Siklus letusan yang relatif pendek tersebut menjadikan kajian Geokimia
Gunung Slamet menjadi suatu hal yang penting untuk dilakukan. Kajian ini meliputi kajian geokimia gas
vulkanik, air panas, dan batuan beku.
Gas vulkanik adalah bagian yang fundamental dari aktivitas vulkanik. Mulai dari emisi dramatis uap
asam yang dikeluarkan oleh gunung api yang sangat aktif sampai gas tak tampak, carbon dioksida yang
melewati tanah. Gas vulkanik memberikan gambaran karakter dari suatu gunung api. Secara umun peningkatan
gas vulkanik seiring dengan peningkatan aktivitas gunung api (Delmelle, P. & Stix, John., 2000)
Mata air panas terbentuk dari aktivitas sumber panas dari magma yang ada di dalam bumi. Mata air
panas dapat berupa air tanah yang semata-mata hanya mendapat pemanasan secara konduksi, namun bisa juga
adanya gas dan fluida magma yang terlarut di dalamnya.
Batuan, sebagai produk letusan gunung api dapat memberikan gambaran mengenai sejarah dan tipe
letusan suatu gunung api berdasarkan komposisi geokimia batuan tersebut.
Metode Penelitian
Metodologi penyelidikan mencakup penyiapan peralatan dan bahan lapangan, penyiapan peralatan
(instrumen) dan bahan kimia laboratorium, metode sampling gas, air, dan batuan di lapangan, serta metode
analisis di laboratorium. Metoda sampling diawali dengan penentuan titik lokasi. Pengambilan sampel gas, air,

Halaman 1 dari 8

dan batuan dilakukan pada titik lokasi yang baik dan representatif. Kemudian dilakukan pengukuran parameter
fisik di lapangan yang meliputi pengukuran temperatur udara dan solfatara (sampling gas); pengukuran
temperatur udara, air, derajat keasaman (pH) air, pemeriksaan warna, bau, dan rasa (sampling air). Proses
pengambilan sampel gas dilakukan dengan metode Giggenbach. Proses pengambilan sampel air dilakukan
dengan metode konvensional melalui tahapan pengambilan, penyaringan, pengasaman, dan penyimpanan dalam
botol polietilen. Sedangkan pengambilan sampel batuan dilakukan terhadap batuan yang representatif.
Sampling dengan metode Giggenbach dilakukan dengan menggunakan tabung vakum yang telah diisi
dengan larutan NaOH 4N. Gas-gas yang masuk ke tabung ada yang bereaksi dan terlarut ke dalam larutan
NaOH namun ada juga gas innert yang tidak bereaksi dengan larutan NaOH. Gas-gas yang terlarut dalam NaOH
tersebut meliputi gas HCl, CO2, SO2, H2S, NH3, HF, dan H2O. Sedangkan gas yang bersifat innert terdiri dari
H 2,
He,
O2,
N2,
CH4,
dan
CO.

Gambar 1. Skema Sampling Gas Metode Giggenbach1

https://gbank.gsj.jp/volcano/AV/vr/sij/pic/077.html

Halaman 2 dari 8

Pemilihan metode Giggenbach didasarkan pada pertimbangan dimana dalam satu kali sampling dapat
digunakan untuk menganalisis berbagai macam gas tersebut di atas. Sampling gas harus dilakukan pada
solfatara yang memiliki suhu tertinggi di area tersebut. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan terjadinya
kondensasi dari gas yang memiliki titik didih tinggi, seperti uap air (H 2O). Pada sampling gas, pipa silika untuk
sampling tersebut dibungkus dengan pipa yang terbuat dari titanium untuk menjamin temperatur gas di dalam
pipa tetap panas, sehingga kondensasi dapat diminimalkan.
Analisis sampel gas di laboratorium dilakukan dengan kromatografi gas untuk gas-gas yang bersifat inert
(H2, He, O2, N2, CH4, dan CO). Sedangkan gas-gas yang terlarut dalam NaOH menggunakan spektrofotometri
(SO2 dan NH3) dan volumetri (CO2, H2S, dan HCl,). Analisis sampel air di laboratorium meliputi unsurunsur/senyawa mayor seperti Na, K, Li, Ca, Mg, Fe, NH3, HCO3-, Cl, SO42-, B, dan SiO2 dilakukan dengan
metode spektrofotometri, volumetrik, dan elektroanalisis (pHmetri dan konduktometri). Sedangkan analisis
sampel batuan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri (visibel dan AAS).
Kimia Gas di Kawah Gunung Slamet
Kawah Gunung Slamet merupakan area di puncak Gunung Slamet dengan luas sekitar 12 ha atau
120.000 m2. Di kawah ini terlihat manifestasi vulkanik berupa solfatara yang besar, seperti terlihat pada gambar
2. Dari pengukuran temperatur solfatara di sisi sebelah utara kawah terukur suhu yang bervariasi antara 862300C.

Gambar 2. Kondisi di Kawah Gunung Slamet


Sampling gas dilakukan pada beberapa titik solfatara yang memiliki temperatur yang tinggi. Tabel 1
memperlihatkan pengukuran temperatur dan hasil analisis kimia gas di Kawah Gunung Slamet.
Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa sampel 2 memiliki perbedaan yang sangat signifikan dari yang
lainnya. Pada sampel 2 ini kadar O2 dan N2 sangat besar sedangkan kadar H2O sangat kecil. Hal ini disebabkan
temperatur dan tekanan solfatara yang rendah sehingga gas-gas yang keluar dari solfatara tidak bisa masuk ke
dalam tabung secara optimal, misalkan terjadi kondensasi uap air sebelum masuk tabung Giggenbach.Tekanan
sumber yang rendah juga secara tidak langsung menyebabkan peluang kontaminasi udara atmosfer menjadi
semakin besar, yang tampak pada kadar O2 dan N2 yang sangat besar. Kontaminasi udara atmosfer juga
kemungkinan terjadi pula pada sampel Slamet 3. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kadar O 2 dan N2 yang masih
cukup besar dibandingkan dengan sampel Slamet 1, 4, dan 5. Sehingga dari kelima sampel gas tersebut, sampel
Slamet
1,
4,
dan
5
merupakan
sampel
yang
paling
representatif.
Tabel 1. Hasil analisis sampel gas solfatara Kawah Gunung Slamet (dalam % mol)
Unsur
Tu*
Tg**
He
H2
O2 + Ar
N2
CH4
CO
CO2
SO2
H2S
HCl
NH3
H2O

Sampel 1
19
130.10
ttd
0,05
ttd
0,08
ttd
ttd
6,23
0,82
0,35
ttd
0,34
92,13

Sampel 2
19
86,50
0,04
ttd
18,72
32,31
0,07
ttd
42,02
ttd
ttd
ttd
0,42
6,41

Sampel 3
19
206,60
0,09
ttd
1,53
4,20
ttd
ttd
2,30
ttd
0,70
ttd
0,03
91,15

Sampel 4
19
216,00
ttd
0,09
ttd
0,07
ttd
ttd
5,73
0,89
0,21
ttd
0,35
92,65

Sampel 5
19
230,00
0,03
ttd
0,00
0,08
ttd
ttd
5,36
0,80
0,29
ttd
0,54
92,89

Halaman 3 dari 8

S 7o1424.8
S 7 o1431.9
S 7o1425.2
o
o
E109 1252.8
E109 1246.2
E109o1252.7
)
o
)
o
* temperatur udara ( C), ** temperatur solfatara ( C)

S 7o1424.9
E109o252.7

Lokasi

S 7o1424.9
E109o1252.6

Hasil analisis gas di solfatara Kawah Gunung Slamet pada penyelidikan ini maupun penyelidikan
sebelumnya, karakteristik gas vulkanik Gunung Slamet ini dicirikan dengan komposisi gas yang terdiri dari
CO2, SO2, H2S, dan uap air. Gas HCl pernah teramati pada sampling bulan Mei 1996, namun pada sampling
setelahnya, yakni Januari 2009 dan Oktober 2012 sudah tidak terdeteksi. Karakter lain adalah kadar gas SO2
yang lebih besar dari pada H2S. Di kedalaman SO2 dan H2S berada dalam kesetimbangan reaksi sebagai berikut:
SO2 + 3H2 H2S + 2H2O
Model termodinamika mengindikasikan bahwa reaksi akan bergeser ke sebelah kanan pada tekanan yang
tinggi (seperti degassing magma pada kedalaman), sehingga komposisi H2S akan lebih dominan dari pada SO2.
Sebaliknya, gas panas dari magma yang keluar dari tempat yang lebih dangkal akan cenderung didominasi oleh
SO2. Kandungan gas SO2 yang dominan pada magma yang dangkal ini tentu saja karena semakin mendekati
atmosfer, semakin meningkatnya komposisi H2O dan O2 yang menyebabkan reaksi bergeser ke arah kiri
(Delmelle, P. & Stix, John., 2000).
Pada Januari 2009, ketika terjadi kenaikan aktivitas, sebelum Gunung Slamet meletus, terjadi suplai
magma dari kedalaman menuju kantong magma yang terletak dekat dengan permukaan.Temperatur solfatara
pada saat itu terukur 701oC. Kejadian tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan rasio SO2/H2S. Pada bulan
Oktober 2012, ketika aktivitas vulkanik Gunung Slamet normal, tidak ada suplai magma ke kantong magma
yang lebih dangkal, sehingga rasio SO2/H2S menurun.
Tabel 2. Perbandingan gas beberapa tahun terakhir
gas

09A

09B

12A

SO2/ H2S
CO2/
H2O

12B

12C

12D

16.29

53

2.34

~0

4.24

2.76

0.04

0.04

0.07

0.02

0.06

0.06

09A & 09B: tahun 2009, 12A-12D: tahun 2012

Gambar 3. Grafik komposisi gas beberapa tahun terakhir


Melihat komposisi kimia gas dan temperatur di permukaannya, maka solfatara Kawah Gunung Slamet ini
dikelompokkan ke dalam gas vulkanik temperatur rendah. Hal ini terlihat pada kontribusi gas-gas magmatik
seperti gas SO2, HCl, dan HF hadir dalam jumlah yang sangat kecil. Sementara itu gas CO 2 terdapat dalam
jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan gas-gas lainnya, hal ini sangat umum terjadi pada gas
bertemperatur rendah.
Geokimia Batuan Gunung Slamet
Batuan gunung api dapat memberikan gambaran mengenai sejarah dan tipe letusan Gunung Slamet
berdasarkan komposisi geokimia batuan tersebut. Tipe batuan yang diambil adalah batuan beku yang merupakan
manifestasi aktivitas magmatik yang terbawa dan membeku ke permukaan. Analisis batuan ini menjadi sangat
penting dalam interpretasi tipe letusan yang pernah terjadi. Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis kimia batuan
Gunung
Slamet.
Tabel 3. Hasil analisis batuan Gunung Slamet (dalam % w/w)

Halaman 4 dari 8

Senyawa
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
MnO
TiO2
P2O5
H2O
HD
Posisi

Sampel 1
54,73
17,21
8,86
6,31
2,67
3,07
1,33
0,11
1,11
0,35
0,33
3,72
S701425.2
E10901252.1

Sampel 2
51,66
17,04
10,26
6,10
4,21
3,04
1,23
0,16
1,20
0,34
0,34
4,42
S701430.8
E10901245.3

Sampel 3
56,12
17,14
9,66
6,35
4,22
3,39
1,34
0,16
1,13
0,34
0,15
0,00
S701431.9
E10901246.2

Sampel 4
58,57
15,72
9,08
6,00
3,58
2,76
1,43
0,15
1,16
0,34
0,28
0,97
S701432.0
E10901232.7

Klasifikasi Berdasarkan total alkali-silika, batuan yang di sampling bervariasi dari basaltik hingga
andesit. Sampel batu-2 merupakan batuan bertipe basaltik, sampel batu-1 dan 3 merupakan batuan basaltikandesit, sedangkan sampel batu-4 merupakan batuan andesit. Tipe batuan dari keempat sampel batu Gunung
Slamet dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Tipe batuan sampel Gunung Slamet,


klasifikasi berdasar total alkali-silika (Le Bass,
dkk, 1986)
Menurut Neuman van Padang (1951) dan Whitford (1975), kedalaman magma asal dapat diprediksi
berdasarkan komposisi SiO2 dan K2O dalam batuan. Persamaan dalam penentuan kedalaman magma asal ini
berlaku untuk batuan yang bersifat andesit basaltik dan andesit dimana kandungan silikanya sebesar 52 % - 63
%.
H (km) = 320 (3.65 x % SiO2) + (25.52 x % K2O)
Dari rumus tersebut, dapat dihitung secara rata-rata kedalaman magma asal Gunung Slamet sekitar 153
km di bawah permukaan bumi.
Geokimia Air Gunung Slamet
Mata air panas terbentuk dari hasil pemanasan air tanah yang ada di dalam bumi. Pemanasan ini dapat
terjadi oleh magma yang sudah mendingin maupun masih aktif yang lokasinya dekat dengan sumber air
tersebut. Pemanasan ini dapat terjadi semata-mata kerena proses konduksi batuan yang menutup magma
tersebut. Sumber mata air panas juga dapat terjadi karena pengaruh fluida (baik gas maupun cairan) magmatik
yang menerobos celah-celah batuan dan bercampur dengan air tanah maupun permukaan. Sehingga air tersebut
memiliki kandungan ion maupun gas yang berasal dari gas magmatik.
Dengan pengkajian aspek geokimia air kita dapat memprediksi tipe mata air panas tersebut dan asalusulnya. Komposisi kimia dalam mata air panas tersebut merupakan suatu sidik jari asal-usul air dan kaitannya
dengan aktivitas vulkanik.
Gunung Slamet merupakan gunung api aktif di Indonesia yang mempunyai banyak manifestasi
vulkanisme di Gunung Slamet maupun daerah di sekitarnya. Di sekitar Gunung Slamet ini banyak ditemukan
sumber mata air panas, yang oleh karenanya kawasan di sekitar Gunung Slamet ini banyak dijadikan sebagai
tempat wisata mata air panas. Mata air panas (MAP) yang terdapat di kawasan Gunung Slamet ini antara lain

Halaman 5 dari 8

terlihat pada tabel 4. Lokasi, hasil pengukuran lapangan dan analisis kimia mata air panas tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.
Untuk mempelajari tipe air dan genesis dari air dari berbagai lokasi pengambilan sampel tersebut, maka
kita dapat membuat diagram segitiga terner SO4-Cl-HCO3 dari data yang disajikan pada tabel 4. Sedangkan
diagram terner system Na-10K-1000Mg dapat digunakan untuk melengkapi data diagram SO4-Cl-HCO3.

Gambar 5. Diagram Terner Sintem Cl-SO4-HCO3 (kode


sampel pada tabel 4)

Halaman 6 dari 8

Tabel 4. Hasil analisis kimia mata air panas dan mata air dingin di Gunung Slamet
Senyawa
/ Unsur

MAP
Pengasihan

Kode:

MAP.
Kesepuhan

MAD
Guci
Air terjun

MAP Gua Guci

MAP Pancuran
13 Guci

MAP
Sendang sari
P5

MAP
Sikaya (dkt
air terjun)

MAP Pancuran
3 Baturaden

MAD
Pancuran 3
Batu raden

MAP Pancuran
7 Baturaden

SiO2

97,50

132,10

73,56

88,92

101,20

99,00

152,10

134,00

54,41

150,80

Al
Fe
Ca
Mg
Na
K
Mn

ttd
0,19
55,40
38,40
176,40
67,19
ttd

ttd
0,12
50,60
40,90
144,95
71,17
0,24

ttd
0,10
33,12
12,96
39,36
21,94
ttd

ttd
ttd
46,18
23,60
96,30
38,93
ttd

ttd
ttd
45,35
20,79
105,30
53,61
ttd

ttd
ttd
41,37
20,09
105,20
55,87
ttd

ttd
0,12
49,51
33,80
184,90
71,54
0,07

ttd
4,12
246,00
168,00
490,00
97,87
0,30

ttd
ttd
36,54
18,46
45,08
20,35
ttd

ttd
5,35
275,90
124,50
496,00
97,31
0,26

NH3

4,07

8,18

4,53

4,13

3,53

4,07

2,80

2,31

3,67

1,60

Cl

234,93

79,46

51,82

62,19

86,37

68,29

92,55

749,70

114,01

746,24

SO4

66,51

73,49

21,98

33,49

34,41

34,19

67,91

588,37

44,42

570,93

HCO3

541,37

593,70

192,13

341,45

396,67

384,39

526,58

718,28

110,52

758,90

H2S

ttd

ttd

ttd

2,74

1,36

2,74

ttd

ttd

4,78

2,05

B
Li
PH lab.
DHL,

5,83
ttd
7,26
400

4,24
0,06
7,07
400

6,89
ttd
7,43
2300

1,06
ttd
6,23
1400

2,65
ttd
6,34
1100

1,80
ttd
6,37
1100

1,64
0,59
6,27
1400

1,06
ttd
6,76
1400

5,30
0,67
7,01
1700

Posisi
GPS

S7o120.2
E109o0946

S7o1159.3
E109o0944.4

S0701158.6
E10900952.5

S0701158.6
E10900952.5

S0701156.8
E10900952.2

S0701331.0
E10900905.7

S7o1835.4
E109o1334.2

S7o1837.6
E109o1304.8

Tudara
Tair
Elevasi

22,5
43,8
-

27
56,7
-

20.1
17.9
1175

20.1
34.7-37.8
1175

22.1
40.5-40.9
1229

24.3
39.6
1222

3,29
0,16
6,87
400
S7o1133.3
E109o0939.
8
31,5
61,7
-

29,4
46,5
-

30,3
51,1
771

Halaman 7 dari 8

Berdasarkan diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 di atas, hampir semua Mata Air Panas di Gunung Slamet
merupakan tipe bikarbonat. Hal ini diperkuat dengan diagram segitiga Na-10K-1000Mg, dimana semua sampel
termasuk dalam kategori immature water dan berasal dari air tanah dangkal maupun air permukaan yang
terpanaskan secara konduksi oleh magma yang ada di dalam. Sedangkan untuk Mata Air Panas di Pancuran tiga
dan tujuh (H & J), didominasi oleh ion HCO3- dan Cl- dengan kandungan ion SO42- yang cukup banyak. Mata air
panas ini merupakan campuran air tanah dangkal maupun air permukaan dengan sedikit pengaruh dari gas
vulkanik (SO42-) yang berhasil menerobos melalui celah-celah batuan. Pengaruh gas vulkanik ini sangat kecil
sehingga terlihat pada diagram Cl-SO4-HCO3 sampel H maupun J tidak terletak pada daerah volcanic water.
Data mata air panas tersebut, mengindikasikan bahwa kemungkinan kantong magma di Gunung Slamet ini
masih berada di lokasi yang cukup dalam atau komposisi batuan penyusunnya cukup solid sehingga fluida
magmatik memiliki pengaruh yang kecil terhadap air tanah di sekitarnya.

Gambar 6. Diagram terner Na-10K-1000Mg


(Kode A-J, semua berada di sudut 1000Mg)
KESIMPULAN
Telah dilakukan penyelidikan geokimia terhadap Gunung Slamet, Jawa Tengah. Penyelidikan meliputi
pengamatan dan pengukuran di lapangan serta pengambilan sampel baik gas di solfatara Kawah Gunung Slamet,
batuan beku produk letusan, maupun sampel air panas yang diperkirakan merupakan manifestasi vulkanik
Gunung Slamet ini.
Dari hasil analisis kimia menunjukkan bahwa batuan produk letusan Gunung Slamet umumnya basaltikandesit. Air yang keluar sebagai mata air panas di sekitar Gunung Slamet umumnya air tanah dangkal atau air
permukaan yang ditandai dengan tingginya kadar HCO3-. Sedangkan dari analisis gas menunjukkan bahwa
karakteristik gas vulkanik Gunung Slamet ini dicirikan dengan komposisi gas yang terdiri dari CO2, SO2, H2S
dan uap air.
Geokimia merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam vulkanologi. Kajian geokimia tersebut
dapat digunakan sebagai parameter pemantauan aktivitas gunung api aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Data-data Lapangan
Data-data Dasar Gunung Indonesia, Direktorat Vulkanologi: Bandung 1979
Delmelle, P. & Stix, John., 2000, Encyclopedia of Volcanoes: Volcanic Gases, Academic Press, p.805
https://gbank.gsj.jp/volcano/AV/vr/sij/pic/077.html
http://nationalgeographic.co.id
Le Bas,M.J., Le Maitre,R.W.,Streckeisen, A. & Zanettin,B., 1986. A Chemical Classification of Volcanic Rocks
Based on The Total Alkali-Silica Diagram. Journal of Petrology.Oxford. Vol. 27, p.745-750.
Neumann van Padang, M., 1951, Catalogue of the active volcanoes of the world including solfatara fields, Part
1, Internat. Volc. Assoc., Napoli, 271 p.
Whitford, D.J., 1975, Geochemistry and Petrology of Volcanic Rocks From Sunda Arc, Indonesia. Ph.D Thesis
(unpubl). Australia National University.

Halaman 8 dari 8

Anda mungkin juga menyukai