Anda di halaman 1dari 7

Geokimia Gunung Lawu, Jawa Tengah

Abstrak

Umumnya gunung api di Indonesia dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan sejarahnya.
Pembagian ini didasarkan atas pertimbangan kemungkinan gunung api tersebut meletus kembali.
Gunung api tipe A mendapat perhatian serius karena dimungkinkan meletus, karena sebelumnya
sudah pernah meletus. Gunung api meskipun memiliki manifestasi vulkanik yang sangat besar dan
banyak akan tetap dimasukkan ke dalam tipe B jika setelah tahun 1600 M tidak tercatat pernah terjadi
erupsi. Menjadikan gunung api tipe B ini diacuhkan.
Gunung Lawu merupakan gunung api tipe B yang ada di Jawa Tengah. Gunung api ini memiliki
kawah di lereng gunung yang sangat intensif mengeluarkan gas vulkanik dalam volume yang besar.
Solfatara di Kawah Candradimuka, Gunung Lawu dicirikan dengan komposisi gas yang terdiri dari H 2,
CO2, SO2, H2S, HCl, NH3, dan uap air. Air panas di sekitar kawah ini bersifat asam dengan pH di
bawah 2,5, merupakan air tipe sulfat yang mendapat pengaruh besar dari air permukaan. Sedangkan
batuan beku Gunung Lawu umumnya batuan basaltic hingga basaltik-andesit dengan kadar SiO 2
antara 50-56%.

Pendahuluan
Indonesia terletak pada pertemuan tiga
lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia,
Eurasia, dan lempeng Pasifik. Kondisi ini
menjadikan Indonesia kaya akan gunung api
aktif. Gunung api di Indonesia dibedakan
menjadi 3 tipe terdasarkan sejarah letusannya.
Pengelompokan gunung api menjadi tiga tipe ini
didasarkan pada kemungkinan terjadinya letusan
kembali, berdasar anggapan gunung api yang
pernah meletus pasti akan meletus lagi.
Pembagian gunung api tersebut yaitu:
1. Gunung api tipe A : tercatat pernah
mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
2. Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600
belum tercatat lagi mengadakan erupsi
magmatik namun masih memperlihatkan
gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan
solfatara.
3. Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak
diketahui dalam catatan manusia, namun
masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa
lampau berupa lapangan solfatara/fumarola
pada tingkah lemah.
Hingga saat ini Indonesia memiliki 127
gunung aktif, yang terdiri dari tipe A sebanyak 77
gunung api, tipe B sebanyak 29 gunung api, dan
tipe C sebanyak 21 gunung api.1 Berdasarkan
pada penggolongan tersebut, maka Gunung
Lawu yang ada di Jawa Tengah masuk ke dalam
1

Badan Geologi, Data Dasar Gunung Api


Indonesia, 2011

gunung api tipe B. Meskipun masuk dalam tipe


B, Gunung Lawu Ini memiliki kawah
Candradimuka dengan aktivitas solfataranya
yang besar.
Berkaca pada kasus Gunung Api
Sinabung, yang tiba-tiba saja naik kelas dari
gunung api tipe B menjadi tipe A, pada letusan
tahun tahun 2010 yang lalu, menjadi hal yang
tidak mustahil suatu ketika nanti Gunung Lawu
juga mengalami hal yang serupa, mengingat
Gunung Ini memiliki kawah yang sangat aktif.
Oleh karena itulah perlu dilakukan penyelidikan
terhadap gunung api ini. Geokimia sebagai salah
satu komponen dalam vulkanologi memiliki peran
yang besar dalam mempelajari suatu gunung
api.
Geokimia Gas Kawah Candradimuka Gunung
Lawu
Pengkajian mengenai geokimia gas ini
sangat besar manfaatnya dalam mempelajari
gejala-gejala alam yang terjadi sebagai suatu
proses geologi. Banyak sekali wujud manifestasi
gas di alam ini, dari yang memiliki aspek
ekonomi seperti gas geothermal hingga
kebencanaan, yang kesemuanya tersebut
merupakan perwujudan dari proses geologi yang
telah dan sedang berlangsung.

Komponen gas utama yang terukur pada


solfatara di Kawah Candradimuka Gunung Lawu
dapat terlihat pada tabel 1.

Gambar 1. Kepulan gas solfatara Kawah


Candradimuka, Gunung Lawu
Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan oleh para pendahulu, geokimia gas
vulkanik dapat digunakan untuk pemantauan
aktivitas vulkanik suatu gunung api. Sesuai
dengan wujudnya, gas ini memiliki viskositas
yang sangat rendah dan daya ekspansi yang
besar. Sehingga ketika terjadi aktivitas di
kantong magma gunung api dan menghasilkan
gas vulkanik, gas ini dapat bergerak lebih cepat
dari fase lainnya menuju ke permukaan bumi
yang memiliki tekanan lebih rendah. Oleh karena
itu perubahan komposisi gas vulkanik dapat
mengindikasikan reaksi maupun pergerakan
magma yang ada di dalam kantong. Gas
vulkanik yang keluar ke permukaan bumi
merupakan manifestasi dari reaksi yang terjadi di
dalam magma suatu gunung api. Sehingga
kondisi yang terjadi di dapur magma akan
berpengaruh terhadap komposisi dari gas
vulkanik yang dikeluarkan tersebut. Temperatur
dan tekanan di dalam bumi merupakan dua
parameter yang mengendalikan reaksi di dapur
magma. Dua parameter ini juga berpengaruh
terhadap komposisi kimia gas vulkanik yang
dihempaskan ke permukaan.
Dalam penyelidikan geokimia gas gunung
api, umumnya ada 11 komposisi gas terbesar
yang diukur, yaitu H2, O2+Ar, N2, CH4, CO2, SO2,
H2S, HCl, NH3, dan H2O. Gas H2, CO2, SO2, H2S,
HCl merupakan gas-gas utama yang terlibat
dalam reaksi di dapur magma. Gas H2O
umumnya berasal dari air tanah atau aquifer
yang ikut terpanaskan oleh magma. Oksigen dan
nitrogen umumnya merupakan gas atmosfer.
Umumnya selain sebelas gas tersebut, masih
ada gas-gas lain yang berada dalam jumlah yang
sangat kecil yang membutuhkan pengkajian
yang lebih mendalam, Sehingga jarang diukur.

Metode yang digunakan dalam sampling


gas mengacu pada metode yang dikembangkan
oleh Giggenbach. Karena dengan metode ini,
satu kali sampling dapat digunakan untuk
menganalisis berbagai macam gas seperti di
atas. Dalam sampling gas harus dilakukan pada
solfatara yang memiliki suhu tertinggi di area
tersebut. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan
terjadinya kondensasi dari gas yang memiliki titik
didih tinggi, seperti uap air (H2O). Di samping itu
umumnya di solfatara yang memiliki suhu tinggi,
tekanan gasnya juga tinggi. Hal ini sesuai
dengan persamaan gas ideal p.V = n.R.T.
Dengan tekanan yang tinggi tersebut akan lebih
banyak gas yang terhisap ke dalam tabung
vakum Giggenbach sekaligus meminimalkan
adanya gas pengotor (gas atmosfer) yang ikut
terhisap ke dalam tabung vakum. Tabel 1
memperlihatkan pengukuran temperatur di lokasi
pengambilan sampel gas.
Dari data pada tabel 1, walaupun secara
umum komponen gas yang terdeteksi adalah
sama, namun ternyata dari ketiga lokasi
sampling memiliki kadar masing-masing gas
yang berlainan. Ada beberapa hipotesis yang
dapat menjelaskan adanya perbedaan yang
besar dalam komposisi gas dari ketiga lokasi
sampling tersebut. Pertama, mungkin masingmasing gas keluar ke permukaan melewai celahcelah
batuan
yang
berbeda.
Sehingga
dimungkinkan adanya pengaruh dari dinding
celah yang dilalui gas tersebut sehingga
menghasilkan nilai yang berbeda. Kemungkinan
kedua, terjadinya kondensasi pada beberapa gas
yang memiliki titik didih yang rendah, sehingga
perubahan jumlah satu gas akan berpengaruh
terhadap fraksi dari masing-masing gas dalam
campuran.
Hasil analisis gas di solfatara Kawah
Candradimuka, Gunung Lawu pada penyelidikan
ini, karakteristik gas vulkanik Gunung Lawu ini
dicirikan dengan komposisi gas yang terdiri dari
H2, CO2, SO2, H2S, HCl, NH3, dan uap air.
Karakter lain adalah kadar gas H2S yang lebih
besar dari pada gas SO2. Di kedalaman SO2 dan
H2S berada dalam kesetimbangan reaksi
sebagai berikut:
SO2 + 3H2 H2S + 2H2O

Tabel 1. Komposisi Kimia Gas Kompleks Kawah Candradimuka (dalam % mol)


Unsur
01.L.08
02.L.10
03.L.09
H2
0,019
0,014
0,012
O2 + Ar
0,476
0,004
0,033
N2
2,699
0,052
0,368
CH4
0,000
0,000
0,000
CO
0,000
0,000
0,000
CO2
11,004
27,457
6,764
SO2
0,341
0,545
0,166
H2S
1,001
1,686
0,266
HCl
0,506
0,513
0,070
NH3
0,080
0,149
0,019
H2O
83,874
69,579
92,302
Koordinat
S7o3819.8
S7 o3816.8
S7 o3817.8
o
o
E111 1121.9
E111 1122.7
E111o1123.2
Ts
96
130
80
Tu
26
27
28
Keterangan
Ts : Temperatur solfatara
Tu : Temperatur udara saat pengukuran
Model termodinamika mengindikasikan
bahwa reaksi akan bergeser ke sebelah kanan
pada tekanan yang tinggi (seperti degassing
magma pada kedalaman), sehingga komposisi
H2S akan lebih dominan dari pada SO 2.
Sebaliknya, gas panas dari magma yang keluar
dari tempat yang lebih dangkal akan cenderung
didominasi oleh SO2. Kandungan gas SO2 yang
dominan pada magma yang dangkal ini tentu
saja karena semakin mendekati atmosfer,
semakin meningkatnya komposisi H2O dan O2
yang menyebabkan reaksi bergeser ke arah kiri
(Delmelle, P. & Stix, John., 2000).
Pada gas di Kawah Candradimuka,
Gunung Lawu ini, gas H 2S lebih besar dari pada
gas SO2. Hal ini mungkin disebabkan kantong
magma di Gunung Lawu ini berada pada lokasi
yang sangat dalam, yang memiliki tekanan yang
tinggi, sehingga kesetimbangan akan bergerak
ke sisi sebelah kanan dalam reaksi di atas.
Melihat komposisi kimia gas dan
temperatur di permukaan, maka solfatara
Gunung Lawu dapat dikelompokkan ke dalam
gas bertemperatur rendah. Kontribusi gas-gas
magmatik seperti gas-gas SO2, HCl, dan HF
hadir walaupun dalam jumlah yang kecil.
Sementara itu gas CO2 terdapat dalam jumlah
yang cukup besar dibandingkan dengan gas-gas
lainnya. Hal ini sangat umum terjadi dalam gas
bertemperatur rendah. Hal ini terlihat pula dari
proporsi relatif gas H2-CH4-H2S, yang sangat
dominan
pada
daerah
H2S,
yang
mengindikasikan bahwa keberadaan gas-gas
tersebut sebagai akibat dari proses degassing
pada temperatur rendah. Hadirnya NH 3

merupakan akibat dari adanya interaksi antara


fluida dengan batuan di sekitarnya pada kondisi
temperatur rendah (Syegi, dkk, 2007).
Setiap gunung api memiliki karakteristik
yang berlainan. Begitu juga dengan geokimia
gasnya, ada yang menghasilkan semburan gas
vulkanik yang besar walaupun pada kondisi
normal. Namun ada pula yang cuma
menghasilkan komposisi gas vulkanik yang kecil
pada saat kondisi normal. Untuk itu dalam
pemantauan geokimia gas vulkanik terkait
dengan perubahan aktivitas vulkaniknya, maka
dapat dilakukan dengan membandingkan
komposisi gas tersebut dengan komposisi gas
pada periode-periode sebelumnya di tempat
yang sama. Mengingat penyelidikan ini
merupakan penyelidikan pendahuluan terhadap
Gunung Lawu, sehingga kita tidak dapat
membandingkannya
dengan
data-data
sebelumnya. Oleh karena itu dalam penyelidikan
geokimia gas ini hanya didapatkan data
komponen-komponen gas yang diemisikan di
solfatara Kawah Candradimuka Gunung Lawu
saja. Sedangkan untuk aktivitasnya masih
diperlukan data-data pembandingnya dari waktu
ke waktu.
Geokimia Air Panas Gunung Lawu
Kajian mengenai geokimia air ini memiliki
banyak
sekali
manfaat
dalam
bidang
kegeologian. Dari aspek genesis, hasil analisis
air ini dapat digunakan untuk memprediksi asal
dari air yang ada di daerah penyelidikan,
misalnya sumber mata air panas tersebut

apakah berasal dari air magmatik atau hanya air


permukaan. Bahkan dari aspek-aspek geokimia
suatu sumber semburan uap air panas misalnya,
kita dapat memprediksi karakter dari suatu
reservoir air yang ada di dalamnya. Dipandang
dari aspek lingkungan, telaah mengenai
komposisi kimia dalam suatu perairan sangat
berguna
untuk
mengetahui
pengaruhnya
terhadap lingkungan di sekitar sumber air
tersebut, khususnya bagi manusia, mengingat
manusia sangat bergantung pada air untuk dapat
menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Gunung Lawu ini memiliki Kawah yang
terletak di salah satu lereng Gunung, yang
dinamakan Kawah Candradimuka. Kawah ini
terletak di sebuah jalur rekahan (di bagian hulu)
dimana di rekahan itu mengalir sungai yang
airnya kemungkinan berasal dari mata air yang
terdapat di lereng atas dari kawah ini.
Sebenarnya selain kawah ini juga terdapat satu
kawah lagi yang dinamakan Kawah Cilik dengan
manifestasi gas yang sangat kecil. Namun
lokasinya yang sangat sulit untuk dijangkau
sehingga tidak masuk dalam penyelidikan ini.
Kawah Cilik tersebut berada di lerang yang lebih
rendah dan masih berada pada daerah aliran
sungai
yang
sama
dengan
Kawah
Candradimuka.
Pengambilan sampel air dilakukan di
sungai yang berada di dekat mulut Kawah
Candradimuka dan air panas yang ada di dekat
semburan gas solfatara yang ada di dalam
Kawah Candradimuka. Dalam penyelidikan tidak
dilakukan pengambilan sampel air di hulu sungai
sebelum melalui Kawah Candradimuka karena
memang posisinya yang sangat sulit dilewati.
Dari analisis air ini dapat dilihat besarnya
pengaruh gas vulkanik pada air sungai sekaligus
dari air panas dapat dilihat tipe dan genesisnya.
Mata air panas terbentuk dari hasil
pemanasan air tanah maupun reservoir yang ada
di dalam bumi. Pemanasan ini dapat terjadi oleh
magma yang sudah mendingin maupun yang
masih aktif yang kebetulan lokasinya dekat
dengan sumber air tersebut. Pemanasan ini
dapat terjadi semata-mata kerena proses
konduksi batuan yang menutup magma tersebut,
namun juga bisa selain terjadi aliran konduksi
juga terdapat penerobosan megma maupun gas
magmatik ke sumber air tanah maupun reservoir
tersebut, sehingga gas dan cairan magma
tersebut bercampur pada air tanah dan keluar
sebagai mata air panas.
Sumber mata air panas juga dapat terjadi
karena pengaruh gas magmatik yang menerobos
celah-celah batuan dan ketika sampai ke

permukaan bercampur dengan air permukaan.


Sehingga air permukaan tersebut memiliki
kandungan ion maupun gas yang berasal dari
gas magmatik.
Dengan pengkajian aspek geokimia air
kita dapat memprediksi tipe mata air panas
tersebut dan asal-usulnya. Komposisi kimia
dalam mata air panas tersebut merupakan suatu
sidik jari asal-usul air dan kaitannya dengan
aktivitas vulkanik yang ada dalam magma.
Tabel 2. Komposisi kimia sampel air Kawah
Candradimuka
Condrodimuko Condrodimuko
Unsur
L.07- 28/42,1
L.09- 28/80
SiO2
Al
Fe
Ca
Mg
Na
K
Mn
Li
NH3
Cl
SO4
CO2
H2S
B
PH lab.
DHL,
umhos/cm
Koordinat

140,70
85,90
39,47
93,40
12,84
16,56
6,74
1,05
0,02
12,75
48,20
1.866,01
907,77
0,00
12,04
2,27

413,45
770,30
267,60
376,00
305,50
222,75
67,96
24,43
0,19
763,16
3.897,64
11.735,61
9.611,65
4,68
248,84
1,26

11300
0

S7 3820.5
E11101121.6
42.1
28

31200
0

S7 3817.8
E111o1123.2
80
28

Ta
Tu
Keterangan:
Ta : Temperatur air
Tu : Temperatur udara saat pengukuran

Hasil analisis kimia air yang ada pada


Kawah Candradimuka Gunung Lawu tampak pada
tabel 2 di atas. Dari data tersebut, keduanya
memiliki kadar anion SO42- yang tinggi. Hal ini
wajar karena lokasi air tersebut di ambil di
kawah. Untuk mempelajari tipe air dan genesis
dari air dari berbagai lokasi pengambilan sampel
tersebut, maka kita dapat membuat diagram
segitiga trilinier SO4-Cl-HCO3 dari data yang
disajikan pada tabel 2 di atas.

Sebelum dilakukan pengeplotan kadar


anion dan kation tersebut pada diagram trilinier,
kadar masing-masing ion harus dikonversikan ke
dalam bentuk satuan equivalen/L atau meq/L.
Hal ini karena tiap-tiap ion di dalam air akan
bereaksi satu sama lain berdasar valensi yang
dimilikinya.
Mol = massa/Mr sedangkan mol eq = massa/BE
Sehingga
Ppm = mg/L, menjadi mol meq/L = ppm/BE
Dari hasil ploting pada diagram trilinier tampak
pada gambar 2.

tersebut, yakni di bawah 2,5, merupakan faktor


tidak ditemukannya ion bikarbonat dalam sampel
air tersebut, karena ion bikarbonat tersebut di
bawah pH 3,8 akan berubah menjadi CO2.

Gambar 4. Distribusi Fraksi Ion H2CO3, HCO3-,


dan CO32- Sebagai Fungsi pH

Gambar 2. Diagram trilinier SO4-Cl-HCO3 air


panas Gunung Lawu

Dari data tersebut terlihat pula bahwa


pada mulut Kawah Candradimuka, di dalam air
sungai terkandung ion-ion dalam jumlah yang
sangat tinggi, termasuk kation-kation logam
seperti Fe, Al, dan Mn yang berbahaya dalam
jumlah yang tinggi, tak heran jika di sepanjang
aliran sungai yang dilalui untuk menuju kawah ini
banyak terlihat batuan yang berwarna kuning
kemerahan yang merupakan warna khas dari
oksida besi.
Geokimia Batuan Gunung Lawu

Gambar 3. Diagram segitiga Na-K-Mg


Dari diagram tersebut terlihat bahwa
sampel air Kawah Candradimuka termasuk
dalam tipe sulfat. Hal ini terlihat dari tingginya
kandungan ion sulfat dari kedua air tersebut. Ion
sulfat yang tinggi tersebut tentu saja berasal dari
gas belerang yang berasal dari dalam magma.
Dilihat dari diagram segitiga Na-K-Mg, kedua air
panas tersebut termasuk kedalam immature
water, yang berarti pengaruh masuknya air tanah
dangkal sangat dominan. Kandungan SO 42- dan
Cl- yang sangat tinggi tersebut mengakibatkan
air ini sangat asam. Sangat rendahnya pH air

Pengambilan sampel batuan dilakukan


untuk mendapatkan gambaran secara prediktif
mengenai sejarah dan tipe letusan Gunung Api
Slamet berdasarkan komposisi geokimia batuan
tersebut. Tipe batuan yang diambil adalah
batuan beku yang merupakan manifestasi
aktivitas magmatik yang terbawa dan membeku
ke permukaan. Oleh karenanya pemilahan
sampling batuan ini menjadi sangat penting
dalam interpretasi tipe letusan yang pernah
terjadi. Analisis batuan dilakukan dengan
menggunakan AAS yang sebelumnya batuan
didestruksi dengan larutan asam.
Batuan yang ada di sekitar Kawah
Candradimuka, Gunung Slamet umumnya telah
mengalami proses alterasi oleh gas-gas vulkanik
maupun air asam yang melewatinya, sehingga
batuan ini tidak bisa dijadikan referensi menguak
tabir sejarah letusan gunung api yang telah
lampau. Komposisi kimia dari beberapa batuan
beku yang ada di sekitar Gunung Lawu
berdasarkan penyelidikan terdahulu tampak
pada tabel 3. Batuan beku ini jauh dari kawah
sehingga tidak mengalami alterasi.

Tabel 3. Hasil analisis batuan beku Gunung Lawu (dalam satuan % berat)
LW-6
LW-2
LW-8
LW-10
LW-1
LW-4
Unsur
Cemoro
LW-5 Singola LW-7 Kr.Gupito LW-9 Kawah
Air Terjun
Air Terjun
nggu
Sewu
1

4
53,23

5
6
54,35 55,28

7
50,77

8
55,17

9
53,79

SiO2

55,68

52,44

50,97

Al2O3

15,93

16,26

16,35

16,32

16,98 16,72

17,84

16,28

16,92

Fe2O3

9,05

10,28

11,27

7,87

8,75

8,50

9,33

8,27

8,83

CaO

9,39

10,29

11,23

10,74

9,84

10,06

11,69

10,47

10,37

MgO

2,75

5,95

4,08

3,56

2,74

2,86

2,99

2,94

2,99

Na2O

3,12

2,82

3,31

3,28

3,16

3,48

3,60

3,69

3,38

K2O

1,72

1,37

1,49

1,61

1,52

1,57

1,70

1,83

1,86

MnO

0,18

0,20

0,19

0,18

0,17

0,19

0,21

0,18

0,20

TiO2

0,88

0,70

0,77

0,73

0,95

0,70

0,83

0,91

0,81

P2O5

0,31

0,28

0,37

0,29

0,33

0,45

0,46

0,30

0,34

H2O

0,88

0,10

0,08

0,19

0,21

0,08

0,04

0,04

0,15

HD

0,87

0,30

0,16

1,08

1,07

0,58

0,64

0,54

1,31

Sumber : BPPTK, database geokimia gunung api Indonesia


Dalam penelitian ini digunakan diagram
TAS (Total Alkali Silika) untuk batuan beku
berukuran kristal halus menurut Le Bas (1986).
Sebelum melakukan penempatan hasil analisis
kimia pada diagram TAS, hasil analisis harus
dihitung dulu menjadi 100% tanpa H 2O dan CO2.
Berdasarkan kandungan silikanya, batuan beku
berukuran kristal halus dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu batuan ultrabasa, basa,
menengah, dan asam. Batuan ultrabasa
umumnya memiliki kandungan silika di bawah
45%, batuan basa memiliki kandungan silika
antara 45% - 52%. Batuan menengah atau
intermediate memiliki kandungan silika antara
52% - 63%. Sedangkan batuan kelompok asam
memiliki kandungan silika lebih dari 63%.
Diagram TAS dari batuan Gunung Lawu dapat
dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Tipe batuan sampel Gunung Lawu,


klasifikasi berdasar total alkali-silika menurut Le
Bas (1986).
Pengelompokan berdasarkan total silika,
batuan Gunung Lawu umumnya merupakan
kelompok batuan basa dan intermediate. Hal ini
dapat dilihat dari kadar silika batuan tersebut
berkisar antara 50% - 63%.
Berdasarkan diagram TAS, klasifikasi
batuan beku dibedakan berdasarkan komposisi
total SiO2 dan total oksida alkali (Na 2O dan K2O)
dalam batuan tersebut. Klasifikasi berdasarkan
total alkali-silika batuan Gunung Lawu dari
basaltik (kadar silika 45% - 52%) hingga basaltikandesit (kadar silica 53%-60%).

Komposisi dan jenis suatu batuan beku


terkait dengan proses pembentukan dan
pendinginan dari batuan tersebut. SiO2
merupakan suatu polimer anorganik yang
bersifat asam. Sedangkan CaO, MgO, Na2O dan
K2O merupakan oksida yang bersifat basa. Dari
komposisi batuan beku ini kita dapat
menganalogikannya
dengan
komposisinya
sewaktu dalam bentuk magma, dengan
meniadakan variabel-variabel yang menjadi
pengotor saat proses pembekuan/kristalisasi.
Semakin tinggi kadar SiO2 dalam suatu
magma/lava, semakin tinggi pula karakter asam
dalam magma tersebut dan semakin tinggi pula
derajad polimerisasi SiO2 nya. Derajad
polimerisasi yang semakin tinggi tersebut
membawa konsekuensi berupa samakin tinggi
viskositas dan semakin rendah densitasnya.
Tingginya viskositas dan rendahnya densitas ini
mengakibatkan semakin banyaknya gas yang
terperangkap dalam rongga-rongga magma.
Semakin tinggi kadar gas dalam magma akan
semakin besar pula tekanan dan entropi
(ketidakteraturan)
dalam
sistem
tersebut.
Sehingga peluangnya untuk meletus eksplosive
akan semakin besar.

Kesimpulan
Meskipun termasuk dalam kategori B, di
Gunung Lawu ini ditemukan manifestasi
vulkanisme berupa solfatara yang ada di Kawah
Candradimuka. Kawah ini masih mengemisikan
gas-gas vulkanik secara intensif dalam vulume
yang cukup besar. Oleh karena itu gunung ini
perlu untuk tetap waspadai. Selain itu
diperlukannya data pembanding untuk geokimia
gas Gunung Lawu dari waktu ke waktu untuk
dapat mengetahui kenaikan atau penurunan
aktivitasnya.
Daftar Pustaka
BPPTK. Database Geokimia Gunung Api
Indonesia
Data-data Lapangan
Data-data Dasar Gunung Indonesia, Badan
Geologi. Bandung. 1979
Delmelle, P. & Stix, John., 2000, Encyclopedia of
Volcanoes: Volcanic Gases, Academic
Press, p.805
Le Bas,M.J., Le Maitre,R.W.,Streckeisen, A. &
Zanettin,B., 1986. A Chemical Classification
of Volcanic Rocks Based on The Total AlkaliSilica Diagram. Journal of Petrology.Oxford.
Vol. 27, p.745-750.
Syegi, L.K., dkk. 2007. Penyelidikan Geokimia
Gunung Api Gunung Ambang, Sulawesi
Utara. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai