Anda di halaman 1dari 6

A.

MANIFESTASI PANAS BUMI


Indonesia memiliki banyak sekali area yang berpotensi geothermal disebabkan oleh
tektonik settingnya. Sekitar 70 sampai lebih dari 200 prospek geothermal di Indonesia
telah teridentifikasi sebagai sistem temperature tinggi oleh Sudarman dkk (2000).
Tektonik setting di Jawa dikontrol oleh subduksi antara kerak samudera (Indo-Australia)
dan kerak benua (Eurasia). Area penelitian berlokasi di Gunung Parakasak, provinsi
banten, jawa barat, Indonesia (Figure 1). Gunung api di daerah Jawa secara dominan
dicirikan sebagai tipe andesitic dan berhubungan dengan sistem geothermal stratovulkano
high terrain (Utama,dkk,2012). Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sistem
geothermal di lapangan geothermal Cidanau berdasarkan pada hidrokimia dan data-data
isotope dari hot spring dan well bore. Oleh sebab itu pula, pemahaman dari hidrokimia
dan isotope stabil untuk mengidentifikasi manifestasi geothermal sangat dibutuhkan
dalam hal ini.
Hot springs di daerah ini pada umumnya mengalami discharge pada kaki dan
kemiringan utara (northern foot dan pada northern slope) di gunung Parakasak. Pada
analisis dasar, air hot spring telah terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe HCO3,Cl-HCO3,
dan S04 di mana terplot sebagai garis air meteoric yang mengindikasikan asal atau
sumber air meteoriknya berasal. Geotermometer-K-Mg menunjukkan bahwa temperature
reservoir di area penelitian ini bervariasi mulai dari 220o-240oC.

1. Karakteristik kimia

Berdasarkan analisis kimia dari sampel air yang didapat dari hot spring dan well bore,
kemudian dapat ditarik beberapa kesimpulan. Nilai pH dari sampel air hot spring dan
well bore pada umumnya netral atau sedikit asam dengan pH yang berada di rentang 4.3
hingga 7.4. sedangkan temperature air berada di rentang 32.2 hingga 610C di mana
untuk temperature terendah ini kemungkinan disebabkan oleh water mixing dan akufer
dangkal. Nilai konduktivitas elektriknya bervariasi di rentang antara 60 sampai 241 mS/m
dengan rata-rata sekitar 170 mS/m. Konsentrasi kimia air panas dan sampel air sumur bor
memiliki nilai berkisar antara 25 sampai 302 mg / l untuk Na +, dari 7 sampai 51mg / l
untuk K +, dari 22 sampai 112mg / l untuk Mg2 +, dari 55 sampai 250mg / l untuk Ca2 +,
dari 9 sampai 419mg / l untuk Cl-, dari 1 sampai 535mg / l untuk SO42- dan dari 0
sampai 631mg / l untuk HCO3- . Gambar 4 menunjukkan diagram terner untuk SO4 -
HCO3 - Cl. Angka ini menunjukkan bahwa sampel air dibagi menjadi tiga kelompok: Cl-
HCO3, SO4 dan HCO3. Jenis air Cl-HCO3 dominan (KR-6, 7, 8, 9, 10 dan 45) dan
diparkir di kaki utara Mt. Parakasak, yang ketinggiannya sekitar 100 m a.s.l. Air yang
kaya di antara tipe Cl-HCO3 (KR-6, 7 dan 8) diparkir di bagian tengah, dan kurang
banyak Cl (KR-9, 10, dan 45) berasal dari margin area sumber air panas. Kandungan Cl
yang lebih tinggi dari air ini menunjukkan bahwa air berasal dari reservoir dalam pada
suhu tinggi dengan pencampuran air tanah minimal. Semua sampel air menunjukkan
konsentrasi SO4 rendah, 0,93-25,4 mg / l, kecuali KR-43, 535mg / l. Air panas bumi di
waduk dalam umumnya memiliki konsentrasi sulfida rendah karena kondisi reduksi
(Nicholson, 1993). Konsentrasi SO4 meningkat sebagai hasil oksidasi hidrogen sulfida
bila cairan bantalan sulfida berinteraksi dengan air tanah dengan kandungan oksigen di
kedalaman yang relatif dangkal. Rasio Cl / SO4 umumnya lebih tinggi di perairan panas
bumi dalam dibandingkan dengan perairan permukaan (Ellis dan Mahon, 1977). Di
daerah penelitian, beberapa sampel air panas menunjukkan nilai Cl / SO4 yang tinggi
karena terjadinya konsentrasi Cl tinggi seperti 210-419 mg / l. KR-43 tipe SO4 terjadi di
lereng utara Gunung. Parakasak di 253 m a.s.l. Sampel memiliki konsentrasi Cl yang
relatif rendah, 34mg / l, dan SO4 tinggi, 535mg / l, dengan pH4.3, kemudian dapat
dikelompokkan menjadi air dengan uap. KR-5 dan KR-37 tipe HCO3. KR-5 dilepaskan
pada margin dan KR-37 di pusat area sumber air panas. Air ini bisa terbentuk di dekat
permukaan karena kondensasi uap air dan dicampur dengan air tanah atau permukaan.
Alasan ini juga refleksi dari KR-37 yang memiliki suhu lebih rendah. Air tipe SO4 dan
HCO3, yang bereaksi dengan gas H2S dan CO2 di dekat permukaan melalui oksidasi,
akibatnya membentuk H2SO4 dan H2CO3 dalam larutan (Herdianita dan Julinawati,
2007).
Gambar 5 menunjukkan plot terner untuk konsentrasi relatif Cl, Li dan B. Hasilnya menunjukkan
bahwa Cl menyajikan konsentrasi yang relatif tinggi dibandingkan Li dan B. KR-10 diplot dekat
dengan sudut Cl, menyiratkan efek pencampuran yang kuat dengan air laut. Rendah Rasio B / Cl
(Giggenbach, 1991). Sampel mata air panas KR-43 yang diplot dekat dengan sudut B mewakili
penyerapan uap B / Cl tinggi. Kandungan Cl dan B mencerminkan kelimpahannya di batuan
yang dengannya air bereaksi daripada kematangan sistem. Hal ini mengindikasikan bahwa air
panas bumi dapat dianggap sebagai sistem panas bumi yang relatif muda (Gemici dan Tarcan,
2002). Sampel air panas lainnya (KR-5, 6, 7, 8, 9, 37 dan 45) diplotkan ditutup ke batuan kerak
bumi, menunjukkan bahwa komposisinya mungkin disebabkan oleh pelindian batu yang
sederhana.
2. Isotop Stabil dari D dan 18O
Studi isotop air tanah dan air permukaan di bagian utara Mt. Karang telah dilakukan
oleh Syah Alam et al., (2013). Hasilnya disimpulkan semua sampel air diplot erat dengan
garis air meteorik global, menyiratkan bahwa mereka berasal dari air meteor seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6. Pada gambar ini juga diperlihatkan contoh mata air panas yang
diplot di antara sampel air tanah, menyiratkan sumber air yang serupa. Nilai 18O di mata air
panas dan sumur memiliki rentang dari -7.10 / 00 sampai -6.70 / 00 dan D dari -430/00
sampai -410/00. Kenaikan 18O terkait dengan pertukaran 18O antara perairan meteorik
yang sangat beredar dan batuan reservoir dalam sistem panas bumi.
3. Geothermometer Kimia
Geothermometer kimia digunakan untuk menghitung suhu reservoir untuk sampel air
panas di daerah penelitian. Suhu yang dihitung dengan silika dan Na / K
geothermometer dirangkum dalam Tabel3. The geothermometers silika menyediakan
suhu 147-1720C oleh kuarsa (adiabatik), 154-1840C oleh kuarsa (konduktif) dan 129-
1640C oleh calcedony.

Gambar 7 menunjukkan plot Na-K-Mg pada diagram terner yang dikembangkan oleh
Giggenbach (1988). Hasilnya menunjukkan bahwa semua data diplot di wilayah perairan belum
menghasilkan dan sudut Mg. Hal ini menunjukkan bahwa tidak satu pun dari sampel air panas
dan sumur bor ini telah mencapai kondisi keseimbangan dengan batuan reservoir. Namun, semua
sampel air diplot di wilayah perairan belum menghasilkan. Dengan menggunakan ekstrapolasi,
suhu reservoir diperkirakan 2200C-2400C. Ini menunjukkan campuran air dalam dan air tanah
dangkal. Mengacu pada data-data yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hot spring
yang mengalir di sepanjang lereng Gunung Parakasak adalah tipe asam dan SO4, namun pada
elevasi rendah yang memiliki tipe HCO3 dan Cl-HCO3 dengan pH netral. Semua sampel air
yang diplot disimpang ke garis air meteorik global, menyiratkan bahwa mereka adalah asal
meteorik air. Geothermometer Na-K-Mg menunjukkan suhu reservoir di daerah studi bervariasi
dari 220-2400C.

Referensi :

Yoseph, Boy,dkk.2014.Hydrogeochemical characterization and the origin of hot


springs in the Cidanau Geothermal field, West Java, Indonesia.Kyushu
University:Japan.

Anda mungkin juga menyukai