Spondylosis Lumbalis
Spondylosis Lumbalis
SPONDYLOSIS LUMBALIS
oleh :
A. A. Ayu Konsita Wardani
(0102005018)
Pembimbing :
dr. Tjok Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS, M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjuan pustaka berjudul Spondylosis Lumbalis
ini tepat pada waktunya.
Tinjauan pustaka ini kami susun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Dalam penulisan tinjauan pustaka ini, penulis banyak memperoleh bimbingan
dan petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak guna
terselesainya penelitian ini. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak dr. A. A. Asmarajaya,Sp.BP selaku Kepala Bagian / S.M.F. Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Bapak dr. W. Steven Christian, Sp.B(K)Onk, selaku Koordinator Pendidikan di
Bagian / S.M.F. Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
3. Bapak dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS, M.Kes selaku dosen pembimbing.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas segala bantuan dan
dukungan yang diberikan, baik secara moral maupun material yang diberikan demi
terlaksananya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan pustaka ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi
kesempurnaan laporan penelitian ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Oktober 2007
penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
iii
ANATOMI
GAMBARAN KLINIS.......................................................................................
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
PEMERIKSAAN LABORATORIUM...............................................................
PEMERIKSAAN LAINNYA.............................................................................
PENGOBATAN.................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Columna Vertebralis
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Lumbar Spondylosis......................................................................
SPONDILOSIS LUMBALIS
PENDAHULUAN
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis
dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya
degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak,
atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak
di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior
vertebra centralis (corpus). 1,2
Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis.Di
Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami
spondilosis lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia,
spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan
mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74%
wanita mempunyai osteofit vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30%
pria dan 28% wanita berusia 55-64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20%
pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.2
Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara
bermakna. Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak
spesifik. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
spondilosis dengan gaya hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik,
merokok dan konsumsi alkohol, atau riwayat reproduksi.2
Spondilosis lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai dokter
sangat perlu untuk mengetahui patogenesis, gejala klinis yang sering tampak serta
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa
dan memberikan penanganan yang tepat.
ANATOMI
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk
bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12
columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4
columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrumcoccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran
untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting
karena menghubungkan otak dan sistem saraf perifer.3
Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau
corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang
terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.2
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir
processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet
joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung
secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih
lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari
recessus lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus
verterbralis di bagian inferior. 2
Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh
processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari
lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis,
dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan
degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada
stenosis spinalis lumbalis. 2
Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura
setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis
spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini
dapat terjadi penekanan. 2
semua perubahan degeneratif yang berkembang menjadi penekanan akar saraf baik
osseus maupun non-osseus. 2
Secara morfologis, bentuk-bentuk perlekatan struktur saraf berikut ini dapat muncul
secara tunggal atau kombinasi dapat digolongkan sebagai stenosis spinalis lumbalis : 2
-
GAMBARAN KLINIS
Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri
punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang
tidak ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya
suatu penyulit.1
Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat
berdiri atau berjalan. Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi
claudicatio neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah
pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang
muncul biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut.2
Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh
disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit
sensorik motorik, disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan. 2
Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri
pinggang bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini
berhubungan dengan penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh
karena itu, gejala-gejala akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk
oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau jalan
menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi. 2
Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu
yang lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan
keluhan spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan
akibat sensasi proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan,
termasuk juga nyeri alih (nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental
9
tulang belakang dan akan berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi
lordosis lumbalis : condong ke depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring.
Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke daerah dermatom yang sebelumnya tidak
terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri
tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan fenomena yang tidak dapat dibedakan.
Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa pasien dapat mengendarai sepeda
tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami gejala intermiten hanya setelah berjalan
dengan jarak pendek. 2
Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada
beratnya penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal
tersebut adalah defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang
terdapat inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang
terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan
claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik disebabkan oleh
insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf dari cauda equina yang terjadi
selama aktivitas motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan
hal tersebut. Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik
tempat terjadinya penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang
berkembang menjadi nyeri atau paresthesia Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam
jumlah besar akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari
penekanan mekanik adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan
menganggu sirkulasi CSF di sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya. 2
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
-
X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.1
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis
dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis,
10
dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.2
Mielografi (tidak dilakukan lagi) bermanfaat dalam menentukan derajat dan
kemiringan besarnya stenosis karena lebih dari sati titik penekanan tidak cukup. 2
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat
yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran
dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi
discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. 2
MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus
dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.
Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image,
biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis.
Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang
merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan
bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal
lumbalis akan sangat bermanfaat. 2
Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejalagejala, karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering
ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali
asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan.
11
12
untuk stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali berhasil
untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk herniasi diskus. 2
Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala nyeri
punggung dan nyeri skiatika.1
-
Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total
selama dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan
untuk bedah eksisi.
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejalagejala permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada
keadaan tanpa komplikasi.1
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan
nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.1
-
Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin
terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.
Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen
sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang
diinduksi osteofit.
Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah
komplikasi yang mungkin terjadi.
Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat
menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit
muncul kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofitosteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
13
Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena
pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur
operasi yang dapat dilakukan anatara lain:2
Operasi dekompresi
Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis
spinalis dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi
selektif dari akar saraf.
Dekompresi kanalis spinalis2
Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian
tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka
kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah pasien
setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut
epidural yang relatif rendah.
Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina
lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula.
Pada spina yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan
facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spodilolistesis post
operatif setelah laminektomi yang akan memberikan hasil yang buruk.
Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau
jika terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi
dari instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami
degenerasi, nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah
maka discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya
ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar
saraf bahkan setelah dekompresi recessus lateralis.
Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi
di segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat
nyata, hal ini disebut dengan membran post laminektomi. Autotransplantasi lemak
dilakukan pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun
14
stenosis post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami
fusi yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori
ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui.
Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi
adalah prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan
pengobatan yang paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan
dalam rangkaian operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun
demikian, setelah lebih dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi,
etiologinya masih belum dapat dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan klasifikasi
masih belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu berhubungan dengan gejalagejalanya.
Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain:
Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau
menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik dekompresi dan stabilisasi
Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten
yang jelas berhubungan dengan postur dilakukan prosedur stabilisasi, terutama
jika keluhan membaik dengan korset lumbal
Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan
otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik
konservatif maupun pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Bruce
M.
Lumbar
spondylosis.
2007
In
Medical
Illustration_files.
2004.
In
17