Am
on
Ra
Am
on
Ra
Am
on
Ra
Am
on
Ra
Komite Inovasi Nasional
Diproduksi
Tim Pengarah
Tim Penulis
: Tim Ahli Komite Inovasi Nasional (Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita,
Editor
Desain Kreatif
: AmonRa
PhD, Ahmad Husein Lubis, PhD, Ary Syahriar, PhD, DIC, Arief Iswariyadi, PhD)
Am
on
Ra
Am
on
Ra
6
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
K ATA PENGANTAR
Am
on
Ra
Indonesia harus berinovasi, jika ingin mencapai cita-cita luhur kemerdekaannya, menjadi negara
berdaulat, makmur dan sejahtera. Di masa datang, upaya mencapai cita-cita ini akan dihalangi oleh berbagai
persoalan serius, yang hanya dapat dipecahkan melalui inovasi: 1) Masalah jumlah penduduk yang terus
meningkat, yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan energi, pangan, papan, obat-obatan dan air
bersih; 2) Masalah krisis lingkungan yang sudah secara langsung mempengaruhi laju pembangunan (banjir,
kekeringan, wabah penyakit dan hama); 3) Masalah sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin
menipis; 4) Masalah globalisasi dan akan direalisasikannya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic
Community) pada 2015, berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan konsumen raksasa, jika tidak
segera memperbaiki daya saing kita. Kesemua tantangan ini adalah ril dan memiliki dampak yang besar bagi
masa depan Indonesia. Hal menarik yang perlu dicatat adalah: banyak badan-badan dunia terpercaya justru
memprediksi masa depan Indonesia akan cemerlang, bahkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia, juga Goldman Sach, keduanya meramalkan Indonesia akan menjadi
salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad ke-21. Dimasukkannya Indonesia, satu-satunya negara Asean, ke
dalam kelompok negara-negara G-20, adalah salah satu peneguhan prediksi tersebut.
Lalu, apakah ada yang salah pada kekuatiran tentang ancaman terhadap laju pembangunan
sebagaimana disebutkan di atas? Atau, apakah kesalahan justru pada prediksi lembaga dunia tersebut
tentang Indonesia? Jawabannya: Keduanya benar, tidak ada yang salah! Karena solusi terhadap faktor
penghambat pembangunan ekonomi Indonesia, ternyata merupakan peluang dahsyat yang dapat membawa
Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia; karena Indonesia memiliki apa yang disebut potensi
keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dapat dikonversi menjadi solusi atas tantangan dan
hambatan tersebut. Solusi terhadap masalah energi, misalnya, Indonesia memiliki potensi keunggulan
komparatif berbagai sumber energi terbarukan, seperti: angin, arus laut, panas bumi, tenaga surya, biomas,
dan lain-lain. Untuk solusi atas masalah pangan, papan dan obat-obatan, Indonesia memiliki keragaman
hayati dan hewani yang luar biasa, di mana dengan pemanfaatan bioteknologi dan bioengineering
persoalan-persoalan di atas dapat ditanggulangi. Indonesia juga mempunyai pasar dalam negeri yang besar,
yang mampu mendukung pembangunan industri dalam negeri. Namun, semua keunggulan komparatif
ini akan hanya dan tetap menjadi potensi, jika Indonesia tidak mampu mengonversi melalui keunggulan
kompetitif, untuk menjadi sumbangan nyata terhadap pembangunan. Untuk itu kita harus bekerja ekstra
keras, ekstra giat dan ekstra cepat, karena perjalanan kita masih panjang. Tetapi, mari kita garis bawahi
bersama, sekali kita menguasai sains, teknologi dan inovasi untuk pemberdayaan keunggulan komparatif
kita, maka kita akan menjadi salah satu dari hanya sedikit negara di dunia yang memiliki keduanya,
keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Inilah dasar utama Indonesia diprediksi akan
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad 21.
Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, melihat dan memahami secara jelas,
kedua hal di atas: tantangan sekaligus Peluang Masa Depan Indonesia. Sebagai respon, salah satu langkah
yang diambil Presiden adalah membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. Komite
Inovasi Nasional sebuah badan independen yang terdiri dari 30 orang intelektual yang dipilih secara
langsung oleh Presiden - diharapkan dapat memacu inovasi dengan: 1) memberikan rekomendasi tentang
Am
on
Ra
kebijakan inovasi dengan prinsip think out of the box, but within the system; 2) memperkuat kerja sama
intersektoral antara aktor-aktor inovasi; dan 3) memonitor implementasi kebijakan pemerintah tentang
inovasi.
Banyak yang telah dicapai Pemerintah sejak 2010. Berbagai kebijakan nasional untuk mendorong
inovasi, termasuk yang diberikan oleh Komite ini, telah dilahirkan Pemerintah. Kondisi ekosistem
inovasi Indonesia sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan, telah semakin membaik, walaupun masih
membutuhkan perbaikan. Pencapaian yang membanggakan adalah meningkatnya peringkat Indonesia
dalam Global Competitive Index dari posisi ke-50 di tahun 2012, menjadi ke 38 pada tahun 2013 menurut
World Economic Forum (2014). Buku ini berisi rangkuman lengkap rekomendasi kebijakan sebagai buah
pikiran dan gagasan para anggota KIN yang dihimpun dari tahun 2010 2014, dan sekaligus merupakan
laporan kami kepada Presiden dan juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Pesan utama buku ini adalah:
strategi peningkatan daya saing bangsa melalui inovasi, dengan mengubah paradigma masyarakat Indonesia
dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources-based economy) menjadi ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge-based economy).
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Bapak Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono, yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk memimpin lembaga
yang sangat terhormat ini. Kami juga berterima kasih dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya,
kepada semua anggota KIN, atas kerja sama dan sumbangan pemikiran, gagasan dan juga tenaga, yang
sangat bermanfaat, tidak saja bagi Pemerintah, tetapi lebih dari itu, bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perjalanan pembangunan Inovasi Indonesia melalui perubahan paradigma menuju masyarakat berbasis
pengetahuan masih sangat panjang, dan membutuhkan kerjasama antar semua aktor inovasi, lintas
kementerian, bahkan lintas kabinet. Wakil Presiden RI, Prof. Budiono, dalam pidatonya pada Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014 mengingatkan:
Upaya mentransformasi masyarakat dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi
berbasis pengetahuan adalah suatu perjalanan panjang. This is a long haul, yang tidak cukup untuk
dilaksanakan oleh satu-dua kabinet. Oleh sebab itu visinya harus visi jangka panjang. Koordinasi bukan
hanya antar kementerian dalam satu kabinet, tetapi koordinasi antara satu kabinet dengan kabinet yang
lain. Inilah yang menyebabkan tidak mudah bagi kita untuk benar-benar melakukan transformasi dari
ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis pengetahuan. Jalannya masih panjang, masih
banyak yang perlu kita kerjakan, kerja keras dan kerja cerdas. Hard work, Smart work.
Ini juga yang menjadi harapan kami, bahwa buah pemikiran yang terhimpun di dalam buku ini dapat
dimanfaatkan lintas kabinet. Hampir di setiap negara yang berhasil dalam bidang Iptek dan inovasi, seperti:
Jepang, Korea Selatan, Denmark, Finlandia, bahkan Brazil, memiliki kesamaan yang fundamental, yakni:
keteguhan tekad, komitmen dan dedikasi pemerintah dalam perjuangan membangun sektor sains, teknologi
dan inovasi, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan siapa yang menjadi pemimpin negaranya.
Semoga buku ini dapat menjadi landasan fundamental bersama tempat para pemimpin negeri
berpijak dalam menetapkan kebijakan inovasi untuk memajukan daya saing Indonesia. Akhirnya, dengan
semangat Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 mari kita wujudkan cita-cita mencapai
Indonesia makmur, berdaulat dan sejahtera melalui Inovasi.
INOVASI 1-747
Am
on
Ra
10
Am
on
Ra
RINGK ASAN
EKSEKUTIF
INOVASI 1-747
11
Am
on
Ra
Buku Inovasi 1-747 : Program Strategis Inovasi Indonesia terdiri atas tiga bagian.
Bagian Satu menyajikan informasi tentang visi, misi dan struktur organisasi Komite
Inovasi Nasional (KIN), yang dibentuk Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
pada tahun 2010.
PERBAIKAN EKOSISTEM INOVASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN DAYA
SAING BANGSA DAN MENCAPAI VISI INDONESIA 2025
Bab Satu membahas tentang Inovasi, Daya Saing dan Visi Indonesia. Bab
ini merupakan peninjauan kembali secara singkat, konsep inovasi dan ekonomi
berbasis inovasi, dan kenapa inovasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Upaya
perbaikan ekosistem inovasi harus dilakukan untuk meningkatkan inovasi di
Indonesia. Pentingnya eksistensi aktor-aktor pendukung ekosistem inovasi,
perlunya membangun sinergi antar para aktor melalui triple helix dan quadruple
helix model dalam ekosistem inovasi; dan pembangunan budaya inovasi yang
berdampak signifikan terhadap inovasi juga dibahas, menuju pada mekanisme
bekerjanya sebuah Sistem Inovasi Nasional (Sinas), untuk mencapai Visi Indonesia
2025 sebagai platform nasional.
INOVASI 1-747: STRATEGI KIN UNTUK PEMBANGUNAN INOVASI NASIONAL
Bab Dua mengulas Strategi Pembangunan Inovasi Indonesia, dengan inti
bahasan rekomendasi KIN yang disebut inisiatif Inovasi 1-747. Satu: Satu persen
dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015; Tujuh: Tujuh langkah perbaikan
ekosistem; Empat: Empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi (Industri
Kebutuhan Dasar, Industri Kreatif, Industri Berbasis Daya Dukung Daerah, dan
Industri Strategis); dan Tujuh yang kedua: Tujuh sasaran visi Indonesia 2025,
menuju pengembangan Indonesia berkelanjutan.
Bab ini juga membahas pentingnya inovasi masuk dan menjiwai programprogram dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
dipandu Inovasi, mengikuti Road map KIN dan strategi pentahapan terintegrasi
kebijakan tersebut untuk pembangunan bangsa. Bahasan mengenai Arah Utama
Lima Area Inovasi, yang perlu mendapat fokus dan perhatian pemerintah, menjadi
topik penutup Bab ini.
12
Am
on
Ra
Bab Empat membahas tentang pengembangan program inovasi yang
produknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni: keamanan
pangan, energi dan air ( Food, Energy and Water Security, FEWS). Inovasi untuk
sektor ini, perlu mendapat perhatian khusus, tidak saja karena menyangkut
kebutuhan dasar rakyat Indonesia, tetapi juga karena membutuhkan biaya
tinggi, dengan pengembalian keuntungan yang kecil untuk jangka pendek. Hal
ini menyebabkan tidak tertariknya pihak swasta untuk mengembangkannya.
Pendekatan kebijakan yang lebih bersifat top-down, dengan sebagian besar riset
didanai oleh Pemerintah, perlu diterapkan.
QUICK WINS: PROGRAM INOVASI NASIONAL JANGKA PENDEK
Dalam Bab Lima, KIN mengajukan beberapa program Quick Wins yang
dipilih berdasarkan prioritas persoalan dalam masyarakat, dan juga dengan masa
waktu tunggu antara riset, aplikasi dan hasil inovasi yang tidak terlalu lama,
sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Quick Wins juga
didesain dalam bentuk model-model, yang apabila telah berhasil, model ini dapat
diikuti ataupun dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh daerah-daerah lainnya. Quick
wins yang direkomendasikan adalah: Pembentukan Bandung Raya Innovation
Valley, Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Konsorsium Nanoteknologi
Nasional, Produksi Biofertilizer, Vaksin dan Obat Kuratif Penyakit Tropis, dan
beberapa rekomendasi bidang Regulasi dan Insentif.
TEKNOLOGI HIJAU ADALAH TEKNOLOGI MASA DEPAN INDONESIA
Bab Enam adalah tentang ke mana pembangunan inovasi Indonesia
hendaknya diarahkan di masa depan. Peluang-peluang besar yang dimiliki
Indonesia harus didukung oleh Pemerintah: Mendorong inovasi yang difokuskan
pada sektor teknologi hijau sebagai teknologi masa depan Indonesia.
Pengembangan sektor ini bagi Indonesia adalah sangat menguntungkan, karena
kita lebih kurang akan berdiri pada garis start yang sama dengan negara-negara
maju, setidaknya dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi, elektronik atau
automotif, misalnya.
INOVASI 1-747
13
Epilog tentang Gelombang transformasi Kedua, merangkum tantangan,
peluang, kekurangan, keunggulan dan kesiapan Indonesia menghadapi masa
depan. Epilog ini sekali lagi menggaris bawahi perlunya upaya mengubah
paradigma bangsa Indonesia, menuju ekonomi berbasis pengetahuan, yang
pada titik ini sudah sangat mendesak, sehingga harus segera dilaksanakan, untuk
mencapai ambisi pembangunan Indonesia the need, the speed and the greed
menutup Bagian Kedua buku ini.
REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL, termasuk:
GAGASAN AWAL PEMBENTUKAN DEWAN INOVASI NASIONAL
Am
on
Ra
Bagian Tiga, bagian terakhir buku ini, berisi Rekomendasi Kebijakan dan
Program Inovasi Nasional, hasil pemikiran KIN. Rekomendasi-rekomendasi dalam
Bagian Tiga merupakan rangkuman rekomendasi kebijakan sebagai intisari buku
ini, disajikan dalam tampilan yang berbeda, untuk lebih memperjelas maksud dan
tujuan rekomendasi tersebut. Format rekomendasi pada bagian ini menampilkan
tidak saja pernyataan rekomendasi yang diusulkan, tetapi juga: 1. MENGAPA
kebijakan ini penting (WHY); 2. SIAPA yang hendaknya bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan kebijakan ini (WHO); dan 3. BAGAIMANA kebijakan ini
dilakukan (HOW).
14
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
15
Am
on
Ra
16
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
17
INOVASI 1-747
Am
on
Ra
BAGIAN SATU.....................................................................................................................................23
KOMITE INOVASI NASIONAL....................................................................................................................24
VISI, MISI, DAN FUNGSI.......................................................................................................................24
BAGIAN DUA......................................................................................................................................27
Bab I
Bab II
Am
on
Ra
Bab III
19
Bab IV
Am
on
Ra
Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih
yang Berkesinambungan.............................................................................127
4. KESEHATAN......................................................................................................................129
A. Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat.........................................................................129
Kedokteran Usia Panjang.............................................................................129
B. Sel Punca...................................................................................................................130
C. Membuka Peluang lewat hEPO & Anti Flu Burung....................................................132
D. Inovasi Vaksin Rotavirus............................................................................................133
B.
Bab V
i.
Sektor Pangan..................................................................................................136
ii.
Sektor Energi....................................................................................................138
iii.
Sektor Kesehatan.............................................................................................139
Program Quick-Win...............................................................................................143
1. Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)................................144
2. Pembentukan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara..............148
Bab VI
Am
on
Ra
EPILOG:
BAGIAN TIGA...................................................................................................................................183
Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional...........................................184
LAMPIRAN..........................................................................................................................................203
Anggota KIN.....................................................................................................................................204
BAHAN BACAAN...........................................................................................................................................209
INDEKS.........................................................................................................................................................212
INOVASI 1-747
21
Am
on
Ra
22
Am
on
Ra
BAGIAN SATU:
KOMITE INOVASI
NASIONAL
INOVASI 1-747
23
Am
on
Ra
VISI
1. Meningkatkan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari penelitian dan industri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang berkesinambungan.
24
B. Memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan rencana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem
inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif.
C. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan
program penguatan sistem inovasi nasional.
ORGANISASI
Para anggota KIN dibagi dalam 5 kelompok yaitu:
Kelompok I - Program Inovasi Pemerintah
Kelompok 2 - Inovasi Bisnis dan Industri
Kelompok 3 - Klaster Inovasi
Kelompok 4 - Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi
Am
on
Ra
Kelompok I
Kelompok 5
Program
Inovasi
Pemerintah
Inovasi Ekonomi,
Sosial,
dan Budaya
Ketua
Wakil Ketua
Kelompok 2
Inovasi
Bisnis
dan Industri
Sekretaris
Kelompok 4
Kebijakan
Insentif
dan Regulasi
bagi Inovasi
Kelompok 3
Klaster
Inovasi
INOVASI 1-747
25
Am
on
Ra
26
Am
on
Ra
BAGIAN DUA:
INOVASI 1-747
27
Am
on
Ra
28
Am
on
Ra
BAB I.
INOVASI, DAYA
SAING, DAN VISI
INDONESIA
INOVASI 1-747
29
Am
on
Ra
Globalisasi telah mengubah konstalasi geopolitik dan ekonomi
dunia, mendorong munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru, memimpin
pertumbuhan ekonomi global. Semakin bertambah jumlah negara-negara Asia,
selain Jepang, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan bahkan
India, yang muncul sebagai kekuatan baru di pentas ekonomi dunia menggeser
Amerika Serikat dan Eropa. Negara-negara ini telah memasuki tahapan
innovation-driven economy melalui berbagai produk dan jasa mereka yang
menembus pasar internasional. Pergeseran epicentrum ekonomi ini semakin
jelas terlihat dengan terjadinya krisis finansial global 2008, yang sangat kuat
menghantam negara-negara barat, dengan dampak yang hingga saat masih
dirasakan, dan bahkan beberapa negara Eropa masih terlilit dalam krisis ini.
Indonesia satu-satunya negara Asean yang terpilih sebagai anggota G-20,
serta anggota MIST (Mexico, Indonesia, South Korea, and Turky) poros ekonomi
dunia baru berpotensi besar menjadi salah satu raksasa ekonomi, apabila,
Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, untuk meningkatkan
daya saingnya melalui inovasi. Ini adalah tantangan, sekaligus peluang emas
bagi Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada
pemanfaatan sumber daya alam dan bukan sumber daya manusia. Hal ini
berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia, bahkan dibanding negaranegara tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura.
Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
merespons tantangan dan peluang emas ini, salah satunya, dengan membentuk
Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. KIN yang merupakan
sebuah badan independen, terdiri atas 30 tokoh masyarakat yang secara langsung
ditunjuk oleh Presiden diberi tugas utama untuk mendorong aktivitas inovasi di
Indonesia, antara lain dengan: 1) Memberikan rekomendasi yang bersifat out of
the box but within the system tentang kebijakan inovasi; 2) Mengembangkan dan
mendorong kolaborasi antara para aktor inovasi lintas sektoral; dan 3) Memonitor
pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang inovasi.
Buku ini membahas pandangan optimisme rasional KIN, akan potensi
dan kemampuan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, melalui
perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pola pikir ekonomi berbasis
eksploitasi sumber daya alam (SDA), menjadi pola pikir ekonomi berbasis inovasi:
yaitu dengan mengintegrasikan faktor sains, teknologi dan inovasi (STI) ke
dalam perencanaan pembangunan nasional. Optimisme rasional ini dibarengi
dengan pelbagai persyaratan mengenai hal-hal yang harus dibenahi, untuk
bisa memanfaatkan seluruh potensi bangsa ini agar tujuan peningkatan daya
inovasi dapat dicapai. Buku ini ditutup dengan ulasan tentang masa depan
inovasi Indonesia, dan beberapa pemikiran KIN yang ditampilkan dalam bentuk
rekomendasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi.
30
Am
on
Ra
Berpopulasi 237 juta jiwa, atau keempat terbesar di dunia, Indonesia
adalah pangsa pasar yang terbuka luas bagi produk-produk teknologi negara
lain. Indonesia bahkan diberi julukan BlackBerry Nation oleh sejumlah media
asing, merujuk pada larisnya produk Kanada ini di Indonesia (US$ 3464 perkapita,
atau rangking 109 dunia). Demikian pula halnya dengan produk-produk otomotif,
pasar Indonesia termasuk yang menjadi target utama para importir. Melihat
potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang begitu kaya, sudah
selayaknya bangsa ini mengubah posisi dari negara pengguna menjadi negara
penghasil. Untuk itu perlu disiapkan suatu strategi untuk pembangunan inovasi
nasional, agar Indonesia dapat menjadi sumber produk inovasi baru yang mampu
menyaingi Korea Selatan, Singapura, atau Taiwan.
Tentu ada faktor-faktor penyebab, kenapa Indonesia saat ini bukan sebuah
negara produsen teknologi. Salah satu faktor tersebut adalah rendahnya minat
kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa cabang ilmu wajib untuk
berinovasi. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5
persen dan sarjana sains 3,6 persen, menunjukkan karakteristik generasi muda
konsumtif yang kurang bergairah untuk berproduksi (Gambar 2). Ungkapan:
Kalau bisa beli kenapa harus bikin sendiri menunjukkan bagaimana bangsa
Indonesia lebih suka menjadi konsumen daripada produsen.
Namun demikian, hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada peluang
bagi Indonesia untuk bangkit. Bung Karno pernah mengatakan: Beri aku sepuluh
pemuda, maka aku akan guncang dunia. Kita, setidaknya, bisa melihat peluang
itu ada di pundak kaum muda. Berbagai prestasi kelas dunia yang pernah diraih
para pelajar Indonesia, menjadi indikasi kuat bahwa negeri ini memiliki sumber
daya manusia yang cerdas. Pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia menjadi juara
umum Olimpiade Fisika Internasional. Pada kompetisi Information Technology (IT)
Image Cup 2010 di Polandia, yang diikuti 124 negara, Indonesia memenangkan
dua predikat: juara kedua kategori Windows Phone 7 Rockstar Award, dan juara
ketiga kategori Interoperability Award (Kompas 11 Juli 2011). Indonesia juga patut
bangga dengan kemunculan Bimasakti, mobil Formula Satu karya mahasiswa
Universitas Gajah Mada.
Keseluruhan prestasi dan predikat ini sedikit banyak menyumbang pada
indikator inovasi Indonesia, yang berada pada tingkat ke-36 dari 139 negara
menurut World Economic Forum (WEF). Terkait peringkat daya saing, pada tahun
2010 posisi Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 44, meningkat
cukup signifikan dari peringkat ke-54 pada 2009.
Respon positif juga dideteksi oleh kalangan internasional, dimana banyak
pihak yang yakin akan cerahnya masa depan ekonomi Indonesia. Goldman Sach
(2005), salah satunya, menyebut Indonesia sebagai calon The Next Eleven (N-11),
kelompok emerging economies yang pada abad 21 akan menjadi penyeimbang
peran negara-negara Group of Eight (G-8). Dalam laporan tahun 2011, Bank Dunia
bahkan secara spesifik menyebut enam negaraTiongkok, Brazil, India, Korea
Selatan, Rusia dan Indonesiasebagai kandidat kekuatan ekonomi terbesar tahun
2025.
Di tahun 2013, pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan, ada hal yang menggembirakan bagi kita: Global Competitiveness
Indexs Indonesia menurut kriteria WEF justru meningkat dari peringkat 50 (2012)
ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Peningkatan ini disertai dengan peningkatan
6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar Capacity for
Innovation, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara (Gambar 4).
INOVASI 1-747
31
Sarjana
dan
Daya Saing
Am
on
Ra
Amerika Serikat
Jepang
Taiwan
Korea Selatan
Malaysia
China
Indonesia
Lulusan Peringkat
Jumlah
Sarjana Sarjana Daya Saing
Sarjana
Teknik
Teknik (2012-2013)
12.530.000 595.000
5%
7
5.423.000 1.045.000 19%
10
1.174.000 266.000
23%
13
2.097.000 565.000
27%
19
20%
25
5.679.000 2.196.000 39%
29
1.250.000 137.500
11%
50
32
Gambar 3. Perbaikan
Peringkat Global
Competitive Index
Indonesia.
Perbaik an Peringk at
Global Competitive
Indexs Indonesia
No
Am
on
Ra
1
2
3
4
20122013
Global Competitiveness Index
50
Basic Requirements
58
Eciency Enhancers
58
Innovation and Sophistication Factors 40
Gambar 4. Perbaikan
Peringkat Pilar inovasi.
20132014
38
45
52
33
Perbaikan Peringkat
Pilar Inovasi
No
1 Capacity for Innovation
2 Quality of Scientic
Research Institutions
3 Company spending on R&D
4 University-industry
collaboration in R&D
5 Government procurement of
advanced tech products
6 Availability of scientist
and engineers
7 PCT patents, applications/
million pop
20122013
30
56
20132014
24
46
25
40
23
30
29
25
51
40
101
101
INOVASI 1-747
33
A. Ekonomi Inovasi
Am
on
Ra
Dalam model Ekonomi Neoklasik, distribusi pendapatan (income)
dilakukan melalui interaksi dinamis antara supply dan demand, yang difasilitasi
lewat maksimalisasi kepuasan (maximization of utility). Konsumsisebuah
cara mencapai kepuasan maksimum individu karenanya dianggap sebagai
engine penggerak pertumbuhan dalam model ini. Sedikit berbeda dengan
paham ini, model Ekonomi Inovasi (Gambar 5) berargumen bahwa bukan hanya
konsumsi, tetapi investasi inovasi yang akan lebih menjamin pertumbuhan
berkesinambungan. Selanjutnya, karena akumulasi ini mesti terus tumbuh, stok
kapital harus dijaga agar tidak menurun, sehingga diperlukan knowledge atau
temuan-temuan baru yang dilakukan lewat investasi pada kegiatan penelitian dan
pengembangan (Litbang).
Negara-negara maju menyadari ketidakandalan konsumsi sebagai basis
pertumbuhan. Merespon krisis finansial yang dialami AS, Presiden Barrack Obama
di hadapan National Academy of Sciences pada April 2009, mengharapkan adanya
gerakan nasional yang dapat menginspirasi generasi muda to be makers, not just
consumers of things. Ketika AS semakin menekankan pentingnya inovasi, dan
banyak negara Asia juga semakin bergiat mempersiapkan sektor sains, teknologi
dan infrastruktur untuk menyongsong era Ekonomi inovasi, Indonesia sepertinya
tidak bergeming, dan tetap memfokuskan pada pembangunan mall-mall megah
yang konsumtif.
Penelaahan lebih mendalam alasan pengadopsian ekonomi inovasi oleh
semua negara maju, dan banyak negara-negara Asia, ternyata tidak semata-mata
demi untuk mempertahankan keunggulan ekonomi suatu negara, tapi jauh lebih
fundamental dari hal ini, terciptanya pembangunan yang berkesinambungan
melalui inovasi, bukan saja bagi negara tertentu tetapi bagi planet bumi.
34
Gambar 5. Proses
Pertumbuhan Melalui
Inovasi. Model ekonomi
Proses Pertumbuhan
Melalui Inovasi
Pertumbuhan
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Konsumsi
Am
on
Ra
Pertumbuhan
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Konsumsi
Inovasi
Pertumbuhan
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Konsumsi
Inovasi
Produksi!
INOVASI 1-747
35
Am
on
Ra
Di awal tahun 2011, Senior Vice President Bank Dunia, Mr Justine Yifu Lin,
yang berkewarganegaraan Tiongkok, berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan
diri bertemu dengan ketua KIN dan timnya. Diskusi membahas topik Indonesia
dua dekade silam, saat mana Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai salah
satu Macan Asia: kelompok negara-negara dengan pertumbuhan industri yang
sangat tinggi, the miracle. Ketika pada 1990-an saya berkunjung ke Indonesia
sebagai akademisi dari Universitas Beijing, ingin sekali saya melihat perekonomian
Tiongkok berkembang dengan dukungan Iptek seperti Indonesia pada waktu itu,
ujarnya.
Namun Mr Yifu Lin, juga kita, menyaksikan bagaimana krisis moneter 1997
menghancurkan pembangunan ekonomi Indonesia sampai pada titik terendah.
Perekonomian berbasis industri Indonesia yang siap take-off, hancur dan kembali
ke titik awal dimana pembangunan perekonomian Indonesia kembali berbasis
sumberdaya alam. Sebagian besar ekspor Indonesia kembali pada komoditas
bahan mentah pertanian, mineral atau energi.
Saat ini hampir semua negara Asia telah keluar dari krisis yang terjadi,
namun Indonesia masih bergelut dengan industri primitif yang mengeksploitasi
sumber daya alam dan merusak lingkungan. Indonesia belum mengembangkan
industri dengan nilai tambah yang tinggi seperti pada dua atau tiga dasawarsa
lalu, melalui keunggulan industri-industri strategisnya, suatu masa yang pernah
mengundang kekaguman Mr Yifu Lin.
Pertumbuhan tanpa henti (relentless growth) atas nama angka Produk
Domestik Bruto (PDB) dan perilaku konsumtif yang berlebihan telah menjadi
bumerang bagi penduduk planet bumi. Ketidakseimbangan ekologi secara
global terjadi sebagai dampak eksploitasi alam yang terlalu agresif oleh mesin
industrialisasi, dan menjadi ancaman bagi masa depan peradaban baru yang
sedang dibangun manusia kini. Data menunjukkan, secara global SDA dieksploitasi
1,6 kali lipat melebihi kemampuan alam untuk melakukan pembaharuan secara
alami. Pertanyaannya adalah, haruskah laju pertumbuhan global diperlambat
secara drastis ketika, misalnya, negara-negara berkembang tetap harus
meningkatkan PDB-nya guna memenuhi kebutuhan dasar, sementara negaranegara maju mesti mempertahankan tingkat kesejahteraannya? Pada titik inilah
ekonomi hijau (green economy) menjadi pilihan, jika bukan satu-satunya cara, agar
pertumbuhan global bisa tetap berlangsung secara berkelanjutan (suistainable
growth). Inovasi dalam hal ini adalah elemen kunci bagi green economy.
Konsep green economy, secara sederhana, bertumpu pada tiga poin
aksi, yakni: menghemat SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan SDA. Inovasi bisa mengisi kebutuhan dengan menyediakan SDA
yang ramah lingkungan. Dalam pertumbuhan-berbasis-inovasi, produktivitas
akan didorong melalui penciptaan pengetahuan (knowledge), disusul oleh
aplikasi dan difusi knowledge tersebut, melalui eksploitasi tunggal SDA. Sehingga,
pemanfaatan knowledge, baik dalam menyediakan bahan baku komplementer
maupun bahan baku utama dari pertumbuhan, akan secara otomatis mengurangi
permintaan akan SDA konvensional. Dengan demikian, inovasi dalam kadar
36
C. Ekosistem Inovasi
Am
on
Ra
Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, India dan sejumlah negara Asia lainnya,
mulai mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi
Inovasi mengikuti langkah negara-negara Dunia Pertama. Ini adalah hasil dari
keputusan tepatdan keputusan yang beranidalam menyikapi krisis ekonomi
global dan ancaman latennya. Banyak negara Asia memanfaatkan situasi ini
sebagai momentum untuk menata diri secara radikal melalui perbaikan ekosistem
inovasi (Gambar 6), misalnya: meningkatkan dana Litbang secara signifikan,
medidik SDM di pusat-pusat keunggulan inovasi, pembangunan klaster-klaster
Litbang, sistem pendidikan yang mengarah pada penumbuhan budaya inovasi,
dan sebagainya.
Faktor ini dianggap merupakan salah satu penyebab bergesernya
pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi ke Asia dalam dua dekade terakhir ini.
Zhongguancun di Tiongkok, Bangalore di India, Daedeok Innapolis di Korea
Selatan, Hsinchu Science Park di Taiwan, Biopolis di Singapura, adalah pusat-pusat
keunggulan sains dan teknologi yang tersebar di Timur yang layak disejajarkan
dengan hub-hub serupa di AS dan Eropa. Mudah ditebak bahwa klaster-klaster
teknologi tinggi ini akan menjadi pabrik utama bagi produk-produk high-tech IT,
bioteknologi, kedokteran, yang aktif berpartisipasi dalam pasar dunia melalui
produk-produk inovasinya.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki banyak institusi pendukung
inovasi, namun belum tertata secara optimal dalam sebuah ekosistem inovasi.
Sebagaimana pada ekosistem alam yang berjalan dengan harmonis dan produktif,
diperlukan adanya elemen-elemen pendukung secara berimbang, dan adanya
interaksi antar elemen-elemen tersebut. Ketidakhadiran salah satu elemen akan
mengganggu keseimbangan ekosistem dan menghilangkan harmonisasi yang
ada. Dalam sebuah ekosistem inovasi, unsur-unsur yang diperlukan dan harus
ada, antara lain: Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem
Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang kesemuanya mendukung
pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan ekonomi yang berwawasan
inovasi (innovation-driven economy) hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi
yang menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis
dan produktif. Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang
disebut Triple Helix.
INOVASI 1-747
37
Gambar 6. Ekosistem
inovasi dan Dana R&D
Indonesia. Untuk mengalami
Ekosistem Inovasi
dan Dana R&D Indonesia
Pendanaan
(Kecil Sekali)
Kepemimpinan
(Lemah)
si
CUKUP
BAIK
lika
Pengemb
Ap
an
ng
perkembangan ekonomi
yang cepat melalui konsep
Ekonomi Inovasi, Indonesia
perlu menata diri melalui
perbaikan ekosistem inovasi.
Unsur-unsur ekosistem inovasi
seperti Kepemimpinan,
Pendidikan, Sistem etika
dan etos kerja, Sistem Sosial
budaya, Kebijakan Inovasi,
dan Pendanaan perlu
mendukung pengembangan
riset dan inovasi. Pada saat ini
pendanaan R&D di Indonesia
adalah 0.2% dari PDB, salah
satu yang terendah di antara
negara-negara tetangga di Asia
Sumber: 2014 Global R&D
Funding Forecast
Kebijakan
(Tidak Sinergis)
Budaya
(Lemah)
Am
on
Ra
R is et
Pendidikan
(Belum Kondusif)
Pendanaan R&D
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
38
G7
Asia
Latin America
China
India
Malaysia
Thailand
Vietnam
Philippines
Indonesia
0.0
A. Triple Helix
Am
on
Ra
Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari
interaksi aliran knowledge. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan
yang ada, model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih
memudahkan analisa hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses
inovasi.
Dalam model ini, inovasi dilihat sebagai hasil dari sebuah jaringan
kerjasamahubungan segitigaantara dunia akademik (Academic institution),
dunia bisnis dan industri (Business) dan Pemerintah (Government), yang lazim
disingkat ABG (Gambar 7). Inilah aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional
(Sinas). Interaksi antara ABG dikenal sebagai jalinan triple helix, di mana dunia
akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang) berperan sebagai penyedia
dan pemakai knowledge; dunia bisnis dan industri selaku pemanfaat knowledge;
dan Pemerintah sebagai regulator sekaligus stimulator untuk mendorong sinergi
dalam sistem inovasi. Henry Etzkowitz menegaskan hal di atas dalam bukunya
The Triple Helix bahwa interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah
merupakan kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan
yang semakin berkembang.
Jalinan triple helix terbukti menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan berbasis inovasi di negara-negara advanced economy. Jika
diibaratkan roda gigi, perputaran harmonis trio roda ini akan menghasikan
energi untuk menyalakan mesin pertumbuhan ekonomi: knowledge dari tangan
akademisi bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh
industri, distimulasi oleh kebijakan pemerintah yang suportif dan fasilitas insentif,
dan kesemuanya pada gilirannya akan mendongkrak produktivitas negara
meningkatkan angka PDBmelalui penciptaan produk-produk bernilai tambah
tinggi (Gambar 8). Interaksi antara ABG dalam model triple helix memiliki banyak
manfaat antara lain:
1. Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara
sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah.
2. Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti
secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar.
3. Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya
perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor
inovasi.
4. Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi
kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset
harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain
strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan
masyarakat.
5. Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi
dan program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong
program STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi (bagian
dari quadruple helix, akan dijelaskan pada bagian berikut).
6. Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helix sehingga
memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan
partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif.
7. Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan
perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
INOVASI 1-747
39
Biz
Ac
Gambar 7. Model
Inovasi Triple Helix.
Gov
Am
on
Ra
KERJASAMA: Mewujudk an
Sinergi TRIPLE HELIX
Fakta :
TIDAK TERHUBUNG SEBAGAI
PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN
Usaha :
MENUJU SATU PERSEPSI,
PARADIGMA DAN VISI
Rencana Aksi :
SINERGI ANTARA
AKADEMIA, BISNIS,
DAN PEMERINTAH
INNOVATOR
BISNIS
PEMERINTAH
AKADEMIA
40
Tantangan :
1. Pengembangan HaKI
dan Penegakan Hukumnya
2. Sistem Manajemen Riset
3. Sistem Insentif dan Regulasi
4. Pembangunan Budaya Inovasi
Gambar 8. Kerjasama:
Mewujudkan Sinergi
Triple Helix.
Am
on
Ra
Gambar 9 di bawah ini mendeskripsikan model sistem inovasi industri, di
dalamnya terjadi contoh hubungan triple-helixdimana pemerintah berperan
sebagai jangkarnya.
Dalam contoh ini Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi,
salah satunya melalui penyediaan insentif pajak bagi industri dan Badan Usaha
Milik Negara. Insentif juga diberikan kepada perusahaan asing yang berminat
melakukan foreign direct investment (FDI), yakni mereka yang akan mentransfer
teknologi dari luar negeri ke Indonesia, atau menggunakan teknologi dalam
negeri. Di samping pajak, Pemerintah juga dapat menyediakan insentif berupa
pemberian dana riset kepada para pelaku invensi atau kalangan akademis
(lembaga Iptek dan perguruan tinggi) dengan sejumlah syarat pokok, yaitu:
pihak industri telah mengutarakan minat untuk menggunakan teknologi yang
dikembangkan pada institusi riset tersebut, peluang menghasilkan produk
invensi bernilai pasar tinggi, memiliki feasibility studies dan return of investment
yang jelas. Selanjutnya lembaga-lembaga Iptek dan perguruan tinggi adalah
mitra strategis dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu (upstream
industries) sampai ke industri hilir (downstream industries). Sementara, pihak
industri berpartisipasi dengan menyediakan fasilitas riset dengan teknologi state
of the art, kepada para periset terkait kebutuhan invensi teknologi yang bernilai
pasar baik. Walau nampak sederhana, interaksi dan sinergi antar aktor-aktor
inovasi ternyata tidak mudah, bahkan hal ini banyak menjadi hambatan di negaranegara non industri Asia. Banyak studi menunjukan bahwa budaya suatu bangsa
memegang peranan penting pada keberhasilan inovasi.
INOVASI 1-747
41
MODEL OPERASIONAL
SISTEM INOVASI INDUSTRI
Pemerintah
Insentif
Insentif
Teknologi &
Manajemen
MATERIAL
dan
BAHAN BAKU
Investasi
Gambar 9. Model
Operasional Sistem
Inovasi Industri
Teknologi &
Rp
Am
on
Ra
Manajemen
Lembaga
IPTEK
& PT
PROSES
PRODUKSI
Investasi
BUMN,
Swasta,
FDI
Rp
PERAKITAN,
PENGEMASAN
Teknologi &
Manajemen
Rp
Pasar
DN/LN
42
Investasi
ko-evolusi antara produk inovasi dan selera masyarakat yang berujung pada
lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini antara pengetahuan dan teknologi dengan
selera dan kebutuhan masyarakat secara alamiah telah mentransformasi model
inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut quadruple helix, dimana
masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda inovasi.
Am
on
Ra
Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu pilar paling
fundamental budaya AS, sebagaimana tampak keampuhannya pada kasus
klaster biotek San Diego. Elemen yang tak kalah penting adalah can-do spirit
atau sikap positif tentang kemampuan diri, yang bukan saja terbukti dapat
menyulap San Diego, bahkan mampu menerbangkan manusia ke Bulan, serta
membukukan sederet pencapaian spektakuler lainnya di bidang humaniora.
Baik entrepreneurship maupun can-do-spirit merupakan buah dari frontier
culture, yakni aspek unik masyarakat AS yang merefleksikan sebuah obsesi
untuk mencapai batas-batas terjauh dari kemampuan manusia. Frontier culture,
yang berakar dari nilai-nilai individualisme ini, secara karakteristik berasosiasi
kuat dengan dorongan untuk terus menerus melakukan perbaikan diri (selfimprovement). Secara tak sadar masyarakat AS bergerakmelalui improvisasi
dirimenuju figur ideal manusia-ciptaan-manusia (self-made man), sosok
imajiner dalam budaya AS, yang merepresentasikan, atau sebagai bentuk
perayaan atas, kebebasan dan kekuasaan manusia dalam menentukan nasib serta
melawan determinasi (destiny). Nilai-nilai ini menjadi pondasi, bahkan prasyarat,
bagi tumbuh kembangnya inovasi dan innovation culture di AS. Semangat selfimprovement dan self-made man secara esensial mendorong masyarakat AS terus
memberontakmenciptauntuk mencapai titik terjauh (frontier).
Nilai-nilai ini juga sekaligus menjadi dasar bagi semangat kewirausahaan
(entrepreneurship). Frontier culture mengapresiasi, sekaligus memberi masyarakat
AS, kepercayaan atas kemampuan diri sendiri; yang pada tingkatan lebih tinggi,
berasosiasi dengan kecenderungan politik (political tendency) masyarakat AS
untuk percaya pada keperkasaan pasar. Kasus klaster biotek San Diego, dimana
masyarakat secara swadaya mentransformasi kotanya, menunjukkan bahwa
mereka lebih suka inovasi yang didorong oleh kekuatan diri sendiri (bottom-up)
oleh para technopreneurketimbang inovasi yang dikawal oleh Pemerintah (topdown). Ada kepercayaan bahwa frontier atau titik terjauh itu harus diciptakan
oleh aksi individu ketimbang oleh aksi kolektif, oleh ideal self-made man
ketimbang oleh nasionalisme industrial. Inilah mengapa entrepreneurs tumbuh
mekar di AS, tanpa satu negara tunggal mampu menyaingi, baik dari sisi jumlah
maupun pengaruhnya. Bill Gates dan Steve Jobs, misalnya, adalah segelintir ikon
wirausahawan individual AS bertaraf global. Kita juga menyaksikan masyarakat
AS sebagai penghasil paten paling produktif di dunia. Kunci dari akumulasi
kesuksesan AS di atas adalah resultante sinergis dari para aktor inovasi yang
meliputi universitas, industri, Pemerintah dan komunitas profesional.
INOVASI 1-747
43
D. Quadruple Helix
Am
on
Ra
Pada era kontemporer saat ini budaya inovasi belum terbangun di
Indonesia, walaupun banyak peninggalan sejarah yang menunjukkan kemampuan
inovasi yang tinggi dari bangsa ini. Sekali lagi, pola pikir kalau bisa membeli,
kenapa harus membuat masih mendominasi sebagian besar masyarakat.
Contoh, AC Nielsen Global Consumer Report menempatkan Indonesia sebagai
negara paling konsumtif terbesar ke-2 di dunia setelah Singapura. Salah satu
indikator adalah, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia yang mencapai Rp 250
triliun pertahun, atau seperlima APBN. Selanjutnya, World Intellectual Property
Organization (WIPO) memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara paling
malas mencipta (inventing), tercermin dari kecilnya angka registrasi paten. Pada
2009 temuan made in Indonesia yang dipatenkan hanya berjumlah enam buah,
atau tertinggal beribu-ribu kali lipat dibanding Jepang (224.795 paten) dan
Amerika Serikat (135.193 paten), menempatkan ranking paten Indonesia yang
terendah di antara negara-negara G-20.
44
Model
Quadruple Helix
Am
on
Ra
Pemerintah
Bisnis
Akademisi
Masyarakat
INOVASI 1-747
45
Am
on
Ra
Ketersediaan SDA yang melimpah, pada kadar tertentu, merupakan
salah satu faktor yang membuat manusia Indonesia lebih suka menjual apa yang
dimiliki, dari pada mencipta apa yang tidak dimiliki (menjadi inventor). Keunggulan
komparatif SDA yang tidak ditangani secara visioner ini, telah menumbuhkan
mentalitas pencari rente (rent-seeking), sebagai cara mudah mengantungi
keuntungan, dan diperburuk oleh sikap nrimokebalikan dari semangat selfimprovement-nya bangsa Amerikayang benihnya telah ada di masyarakat.
Kondisi-kondisi ini kemudian beresonansi dengan rezim otoritarian-paternalistik
yang berkuasa selama tiga dekade, dimana kreatifitas dipasung, yang pada
gilirannya berkontribusi terhadap lemahnya inisiatif untuk berimprovisasi dan
berinovasi. Jika pun ada, inovasi di Indonesia, berseberangan dengan kasus
klaster biotek San Diego, lebih berorientasi pada inovasi yang dikawal Pemerintah
(government-led innovation), bukan tumbuh dari bawah (bottom-up).
Sikap anti-perubahan, tertutup, dan kecenderungan untuk bermain
aman yang telah terlembagakan berpuluh-puluh tahun ini, berkontribusi
terhadap turunnya semangat berwirausaha (entrepreneurship), sebuah pilihan
yang menuntut kreatifitas dan keberanian mengambil risiko. Pada tahun 2012,
jumlah penduduk Indonesia yang terjun menjadi pengusaha hanya sekitar 2,7 juta
jiwa atau 1 persen total populasi; jauh lebih sedikit dibanding Amerika Serikat
yang memiliki 37,7 juta entrepreneurs atau 12 persen jumlah penduduk negeri
itu, angka terbesar di dunia. Sekali lagi, nilai-nilai budaya (worldview) menjadi
determinan: masyarakat Amerika dikenal memiliki sikap yang sangat toleran
terhadap kesalahan berbisnis (business failure). Di klaster IT Silicon Valley ada
guyonan: kekeliruan dalam menerapkan resep bisnis (teknik pemasaran, misalnya)
sangat diharapkan, bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya! Penerimaan yang
luas terhadap business failure ini turut mendorong budaya risk-taking di negara
ini. Sementara di Indonesia, atmosfer yang dikembangkan selama beberapa
decade, terutama di sektor pendidikan dan parenting justru kurang mendorong
semangat bereksperimen dan sikap tidak takut salah. Tidak heran, misalnya,
pengusaha Indonesia cenderung untuk membeli teknologi lisensi asing dalam
proses produksi, dari pada berinvestasi dan mengambil risiko di Litbang teknologi
untuk menciptakan terobosan.
Pendekatan Triple Helix bila diterapkan di negara yang belum
mengandalkan inovasi, seperti Indonesia, akan susah berjalan. Setidaknya,
akan lebih banyak bergantung kepada Pemerintah sebagai regulator dan
fasilitator. Oleh karena itu, upaya pembangunan inovasi nasional tidak bisa hanya
mengandalkan pembangunan infrastruktur teknologi, tetapi secara simultan,
diperlukan upaya keras membangun dan menciptakan budaya inovasi dalam
masyarakat.
Kesadaran mengenai peran penting inovasi dan sistem inovasi yang
produktif untuk percepatan pertumbuhan ekonomi semakin disadari, setidaknya
di tingkat pemerintah pusat. Didirikannya Komite Inovasi Nasional (KIN) pada
tahun 2010 oleh Presiden RI merupakan sinyal positif munculnya mindset inovasi
di tingkat elite. Namun menjadi pertanyaan: apakah mindset ini merupakan
sebuah konsensus nasional yang akan terus diperjuangkan, dan menjadi visi
pembangunan jangka panjang Indonesia, atau sekadar gagasan periodikal yang
akan berganti dengan bergantinya pemerintahan? Katakanlah bahwa inovasi
telah menjadi mindset di tingkat elite, tetapi menjadi pertanyaan pula: Apakah
masyarakat memiliki mindset yang sama? Sehingga ketika inisiatif top-down
46
Am
on
Ra
47
Masyarakat
Berbasis
Inovasi
Am
on
Ra
Pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan yang
berbasis inovasi
Lahirnya inovasi
(Innovated in Indonesia)
IKM
Pengembangan
Sumber
Daya Manusia
DUKUNGAN PEMERINTAH
(Peraturan perundang-undangan
yang mendukung aktitas R&D inovasi,
insentif, inisiatif, kebijakan, dll.)
48
Am
on
Ra
pengembangan suatu produk dalam bentuk barang, jasa dan metode pemasaran
dan pengorganisaasi yang baru dan mengalami perbaikan yang sangat siginifikan
yang diterapkan dalam praktek bisnis. Konsep inovasi berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman dan perkembangan tentang proses inovasi itu sendiri. Proses
inovasi melibatkan hubungan interaktif antara berbagai aktor inovasi yang
mengikuti jalur non linear yang dikarakterisasi dengan mekanisme umpan balik
yang sangat kompleks.
Proses inovasi pada dasarnya merupakan interaksi berbagai aktor inovasi
dari kalangan triple helix yaitu akademisi, pebisnis dan pemerintahan. Dengan
tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menghasilkan karya-karya inovatif, unsur
komunitas mau tidak mau menjadi bagian dari aktor inovasi. Hal inilah yang
mendorong terjadinya modifikasi model triple helix menjadi quadruple helix.
Proses inovasi baik dalam model triple helix maupun quadruple helix, terjadi
secara sistemik bukan di dalam fase-fase yang terisolasi. Interaksi terjadi antar
seluruh aktor inovasi dalam ekosistem inovasi sebagai sebuah sistem yang saling
terkait satu sama lain, dengan sistem umpan balik yang berfungsi. Inilah yang
menjadi konsep dasar terbentuknya sebuah Sinas. Pendekatan Sinas menjadi salah
satu fondasi untuk mendesain hubungan yang kompleks antara beberapa institusi
inovasi yang terikat di dalam proses inovasi.
Sistem Inovasi Nasional dapat digambarkan sebagai sekumpulan institusi
yang saling bersinergi, membangun dan mendifusikan teknologi di dalam satu
kerangka acuan, yang merupakan kebijakan pembangunan inovasi nasional.
Terlihat jelas bahwa performansi kinerja inovasi dalam sebuah sistem ekonomi
tidak saja bergantung kepada masing-masing institusi yang bekerja secara sendirisendiri, tetapi kepada bagaimana masing-masing institusi ini saling bersinergi
di dalam sebuah sistem. Dalam Sinas ini, Pemerintah memegang peranan
penting untuk memicu terjadinya proses inovasi. Dengan Sinas, Pemerintah
Indonesia akan memiliki konsep, kebijakan dan rencana aksi yang terukur dan
implementabel untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya mulai
dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional.
Pengalaman pada Korea Selatan dan negara-negara advanced economy
lainnya menunjukkan bahwa, produktivitas negara hanya dapat meningkat melalui
kontribusi inovasi (teknologi) yang signifikan. Richard R. Nelson menegaskan
bahwa perkembangan yang cepat di berbagai negara tersebut adalah akibat
adanya kesepahaman dan keselarasan langkah para aktor inovasi yang diatur
dalam Sinas. Komponen-komponen Sinas terdiri atas akademisi (pendidikan dan
penelitian), pelaku industri, Pemerintah dan komunitas, yang secara bersamasama mendorong terjadinya aktifitas STI, menunjang pertumbuhan ekonomi
melalui penguatan infrastruktur dan industri inovasi. Singkatnya, inovasidalam
skala massif dan kontinyuhanya dapat terwujud dengan adanya Sinas yang
mapan di suatu negara. Apa yang menyebabkan Sinas sedemikian krusial sehingga
dijadikan jembatan transformatif menuju negara maju?
Ide tentang Sinas, dan inisiatif penguatan Sinas, berawal dari
keingintahuan mendasar: bagaimana inovasi muncul, dan seperti apa
prosesnya? Kemudian, diikuti pertanyaan selanjutnya: bagaimana agar inovasi
dapat muncul secara berkesinambungan dan, pada gilirannya, memiliki dampak
ekonomi yang signifikan?
Inovasi tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir sebagai hasil dari sinergi
yang kompleks antara para aktor di dalam sistem inovasi. Melalui sinergi ini
knowledge disebar, diperbarui, dan dimanfaatkan oleh para pelaku inovasi
guna menghasilkan teknik dan/atau produk baru (inovasi). Dengan kata lain,
keberadaan aliran knowledge merupakan komponen penting dalam proses
INOVASI 1-747
49
Am
on
Ra
terjadinya inovasi, dan salah satu cara untuk meningkatkan aliran knowledge,
sekaligus meningkatkan penggunaan knowledge dalam sektor ekonomi dan sosial
masyarakat, melalui Sinas.
Bahkan, lebih dari sekedar wahana interaksi, Sinas adalah sebuah
entitas organisasi dan jaringan yang kompleks. Sinas melibatkan setidaknya empat
pilar, yang kesemuanya harus berkoordinasitidak sekadar berinteraksi, tapi
berkolaborasi secara harmonisuntuk menjamin keberlangsungan inovasi dan
dampak ekonominya, yakni:
1. Institusi penghasil teknologi. Pada pilar ini, terdapat sejumlah isu spesifik yang
berkaitan dengan inovasi, seperti: penjaminan mutu dan sertifikasi produk
teknologi; standar, ukuran dan pengujian produk teknologi; perlindungan Hak
atas Kekayaan Intelektual (HKI); pendanaan Litbang; konsultasi teknologi dan
manajemen;
2. Institusi pendidikan (isu-isu spesifik terkait, misalnya: pendidikan dasar yang
komprehensif; pendidikan menengah terkait aplikasi teknologi; pelatihan
vocational; pendidikan tinggi bidang perekayasaan dan manajemen);
3. Perusahaan/korporasi (isu-isu spesifik terkait, antara lain: pembelajaran
teknologi; pengembangan skilled human capital dan aliansi teknologi/
pengetahuan; Litbang dan kemitraan Litbang);
4. Institusi penghasil regulasi dan insentif (isu-isu spesifik terkait, misalnya:
regulasi ekonomi makro, insentif promosi industri dan ekspor, regulasi
pengelolaan SDA, fiskal, pajak dan perdagangan, HKI, infrastruktur ekonomi,
alih teknologi, standar internasional, persaingan sehat, nilai dan sikap mental,
serta keterbukaan).
Tampak bahwa implementasi inovasi merupakan proses kompleks
yang membutuhkan harmonisasi pelbagai kebijakan dan strategi dari banyak
sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan
akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Singkatnya, titik berat fungsi Sinas adalah: melakukan harmonisasi, sekaligus
memfokuskan arah inovasi ke arah yang lebih konvergen melalui konsolidasi
seluruh elemen ekosistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas bangsa.
Mengacu pengalaman negara-negara maju, terdapat tiga faktor produksi
yang telah menggantikan peran kuno land, labour dan capital dan menjadi
penentu pertumbuhan dalam era Ekonomi Inovasi saat ini, yakni: modal finansial
(capital), sains dan teknologi (S&T), dan modal manusia (human capital) (Gambar
12). Ketiadaan faktor konvensional land dalam Ekonomi Inovasi menunjukkan
bahwa bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam (natural
resources), tetapi knowledgeSTIyang dikombinasikan dengan suntikan
kapital. Singapura dan Jepang, dua negara yang miskin sumber daya alam, telah
membuktikan hal ini.
Jelas bahwa faktor-faktor produksi baru tersebut (capital, S&T, dan
human-capital) merupakan komponen kunci peningkatan produktivitas negara
untuk percepatan dan transformasi ekonomi target yang ingin diwujudkan
Indonesia. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif dicapai
dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan
ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu
ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian
menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang
50
Proses
Peningkatan
Kesejahteraan
Melalui Inovasi
Am
on
Ra
Peningkatan
Kesejahteraan
Bangsa
Peningkatan
Pertumbuhan
Ekonomi
Land
Labor
Capital
Faktor-faktor
Produksi
Produk
(Barang
& Jasa)
Produktivitas
dan
Daya Saing
Pengetahuan
INOVASI 1-747
51
Visi Pemerintah Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Visi
Indonesia 2025 adalah menjadi negara maju pada tahun 2025 (Gambar 14).
Untuk mempercepat pencapaian visi ini, Pemerintah telah meluncurkan program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
sebagai pelengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
(Gambar 15). MP3EI terdiri atas 8 program dan 22 kegiatan ekonomi. Delapan
program tersebut adalah: 1. Industri Manufaktur, 2. Pertambangan, 3. Pertanian,
4. Kelautan dan Perikanan, 5. Pariwisata, 6. Telekomunikasi, 7. Energi, dan 8.
Strategi Pembangunan Regional. Semua program ini membutuhkan investasi yang
besar baik dari dalam maupun luar negeri.
Simulasi Visi Indonesia-2025
Am
on
Ra
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hanya dapat dicapai bila didukung
oleh tingkat inovasi yang berkesinambungan. Tingkat inovasi yang mencapai 18%
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2025 diprediksi akan
mencapai sekitar 16.000 dolar AS (Gambar 16). Dalam simulasi ini, beberapa
asumsi dibuat dengan menggunakan tren pertumbuhan ekonomi Korea dengan
faktor inovasi yang embedded di dalam pertumbuhan ekonominya pada rentang
tahun 1970-1990. Korea pada tahun 1970 memiliki PDB sebesar 254 dolar AS
dengan dukungan faktor teknologi sebesar 12.8%. Pada tahun 1990 PDB Korea
meningkat menjadi 6147 dolar AS, dengan dukungan teknologi sebesar 55.4%.
Di tahun 1970-an Korea membangun kekuatan ekonominya dengan bergantung
kepada produk-produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi rendah,
seperti tekstil, industri kecil dan produk-produk pertanian. Kemudian pada awal
tahun 1990-an Korea merubah strategi pembangunan ekonominya dari teknologi
rendah ke teknologi tinggi dan perusahaan besar.
Berdasarkan data PDB per kapita yang ada, dapat dilakukan pemetaan
untuk memprediksi kondisi Indonesia mulai tahun 2010 sampai 2025. Jika
pertumbuhan ekonomi dicanangkan sebesar 6.35% rerata pertahun tanpa
memasukkan faktor inovasi, maka pada tahun 2025 PDB Indonesia akan
mencapai 6070 dolar AS (kurva merah pada Gambar 16). Namun jika faktor
inovasi dimasukkan ke dalam asumsi pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat dipacu hingga 9%-10%, dan pada tahun 2025 PDB
Indonesia akan mencapai 17003 dolar AS.
Komite Inovasi Nasional melihat bahwa target visi 2025, dengan PDB di
atas 16,000 dolar AS bukanlah hal mustahil untuk dicapai bangsa ini. Indonesia
memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. International Monetary Fund (IMF), yang pernah meremehkan kebijakan
pembangunan Indonesia, justru sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia
akan tumbuh menjadi 1.5 triliun dolar AS pada akhir 2015. Lebih lanjut Mc
Kinsey Global Institute pada tahun 2012 menerbitkan laporan yang memprediksi
potensi peningkatan peluang pasar (dalam sektor pelayanan konsumer, pertanian,
52
Peningkatan produktivitas
negara untuk menuju
keunggulan kompetitif
dicapai dengan memperkuat
kemampuan sumber daya
manusia berbasis inovasi.
Warisan ekonomi berbasis
sumber daya alam yang
bertumpu pada labor
intensive, perlu ditingkatkan
secara bertahap menuju skilled
labor intensive dan kemudian
menjadi human capital
intensive. (Sumber: modifikasi
dari BKPM)
Ciptaan
Kompetitif
Keunggulan
Negara
n
gkata
Penin ktivitas
Produ
Kekayaan Negara
Komparatif
Innovation
Human Capital intensive
Factor Driven
Investment Driven
Innovation Driven
Am
on
Ra
VISI 2025
2025*
2014
2010
INOVASI 1-747
53
Pentahapan Pembangungan
RPJPN 2005-2025
RPJM 1
2005-2009
RPJM 3
2015-2019
RPJM 2
2010-2014
Mewujudkan
masyarakat
Indonesia yang
mandiri, maju, adil
dan makmur melalui
percepatan
pembangunan di
segala bidang
dengan struktur
perekonomian yang
kokoh berlandaskan
keunggulan
kompetitif
Am
on
Ra
Memantapkan
pembangunan secara
Memantapkan
menyeluruh dengan
penataan kembali
Menata kembali
menekankan
NKRI, meningkatkan
NKRI, membangun
pembangunan
kualitas SDM,
Indonesia yang
keunggulan
membangun
aman dan damai,
kompetitif
kemampuan Iptek,
yang adil dan
perekonomian yang
memperkuat daya
demokratis,
berbasis SDA yang
saing perekonomian
dengan tingkat
tersedia, SDM yang
kesejahteraan
berkualitas, serta
yang lebih baik
kemampuan iptek
RPJM 5
2020-2024
54
Am
on
Ra
perikanan, sumber daya, pendidikan, dan sebagainya) dari 0.5 triliun dolar AS
menjadi 1.8 triliun dolar AS pada tahun 2030.
Untuk dapat meningkatkan PDB 4 hingga 5 kali lipat dalam tempo
kurang dari 15 tahun, sebagaimana ditargetkan dalam Visi Indonesia 2025, maka
produktivitas menjadi faktor penentu utama. Sayangnya saat ini produktivitas
Indonesia di pelbagai sektor utama tidaklah tinggi, salah satunya, disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan
(growth) masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja, dan modal
yang berkontribusi 94,7 persen dalam keseluruhan proses produksi nasional
(tahun 2010). Kontribusi inovasi (teknologi) yang rendah, hanya 5,3 persen, telah
terbukti berdampak terhadap kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, sektor pertanian yang sebagian besar masih menerapkan teknik
tradisional, hanya mampu menyumbang 15 persen PDB meski menyerap 38
persen tenaga kerja. Bandingkan dengan sektor industri yang relatif teknologiintensif dan bernilai tambah tinggi, walaupun hanya menyerap 13 persen pangsa
buruh, namun berkontribusi 27 persen terhadap PDB. Demikian pula pada sektor
jasa yang seringkali mengandalkan inovasi agar bertahan hidup, menyerap 2
persen tenaga kerja tetapi mampu menyumbang 7 persen PDB (Gambar 17).
Pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Tiongkok, India,
Korea dan Malaysia menunjukkan adanya peran aktif lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencari kesepakatan dan komitmen
bersama untuk melaksanakan visi negara. Visi ini tentunya didesain secara
sistematik dan terencana dengan konsep kerangka kerja yang baik, strategis
dan sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia, dan dengan selalu
mempertimbangkan pendekatan-pendekatan sosio dan tekno-ekonomi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Visi negara ini juga harus disosialisasikan kepada
kalangan akademisi/peneliti, pengusaha, komunitas profesi dan masyarakat
luas. Dengan demikian seluruh komponen bangsa dalam model quadruple
helix dapat memahami kemana arah pembangunan bangsa ini. Bagi Indonesia,
tekad mencapai kemandirian teknologi inovasi dapat menjadi common goal dan
sekaligus platform nasional yang akan dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah berkewajiban secara proaktif memasyarakatkan visi ini ke berbagai
jajaran mulai dari tingkat kementerian, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai
tingkat pemerintahan yang paling bawah.
Pengemasan PPJPN, MP3EI dan Inisiatif Inovasi 1-747 sangat diperlukan
untuk mengembangkan institusi yang mampu mengelola dan sekaligus
memperkuat para aktor STI, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan di Indonesia. Demikian pula upaya sinergi antar berbagai
komponen perlu digalakkan, dan untuk itu diperlukan adanya kepemimpinan
yang kuat dan berwawasan sosio dan tekno-ekonomi yang komprehensif. Dalam
pidatonya pada perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11
Agustus 2014, Wakil Presiden Budiono mengungkapkan: keberhasilan inovasi
Indonesia sangat bergantung pada pemecahan kendala utama penghambat
kemajuan inovasi di Indonesia, yakni kurangnya sinergitas dan tingginya egosektoral diantara para aktor inovasi. Penciptaan sinergi dan penghancuran egosektoral tidak akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus diupayakan, ditata dan
direncanakan melalui sebuah strategi pembangunan inovasi Indonesia.
INOVASI 1-747
55
Tr ansformasi Ekonomi
Berbasis Inovasi
Am
on
Ra
Pertanian
Industri
Berbasis
Pengetahuan
Berbasis
Inovasi
Kondisi Indonesia
saat ini
56
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
57
Am
on
Ra
58
Am
on
Ra
BAB II
STR ATEGI
PEMBANGUNAN
INOVASI
INDONESIA
INOVASI 1-747
59
Am
on
Ra
Upaya-upaya mencapai visi Indonesia 2025 telah dilakukan Pemerintah
secara bertahap melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 1
(20052009), RPJM 2 (2010-2014), dan dilanjutkan dengan RPJM 3 hingga RPJM 5
(2020-2024). Pada RPJM 1 Pemerintah fokus pada upaya-upaya penataan kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), membangun Indonesia yang aman
dan damai, yang adil dan demokratis dengan tingkat kesejahteraan yang lebih
baik. Sedangkan dalam RPJM 2 Pemerintah mengarahkan perhatiannya secara
sungguh-sungguh pada target memantapkan upaya penataan kembali NKRI,
meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, dan memperkuat
daya saing perekonomian bangsa; seirama dengan usaha peningkatan
produktivitas nasional melalui perbaikan kemampuan Iptek dan kualitas SDM
untuk meningkatkan daya inovasi.
Tekad Pemerintah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
melalui peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi tercermin secara jelas,
diantaranya melalui arahan Presiden Republik Indonesia pada pertemuan Tapak
Siring, 21 April 2010, yang antara lain dikemukakan: a) Perlunya peningkatan
infrastruktur ekonomi termasuk infrastruktur Iptek di seluruh wilayah tanah
air; b) pembangunan connectivity baik fisik maupun TIK; c) perlunya upaya
inovasi teknologi secara besar-besaran dan terencana yang dihasilkan oleh
seluruh komponen aktor inovasi: Pemerintah, peneliti/akademisi, pengusaha dan
masyarakat; d) pentingnya upaya perbaikan secara sungguh-sungguh terhadap
iklim investasi; dan e) peningkatan produktivitas nasional. Selain hal di atas,
diperlukan usaha untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk
meningkatkan ruang gerak investasi sektor riil terutama manufaktur dalam
rangka mendorong tumbuhnya investasi produktif. Telah diuraikan sebelumnya,
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, faktor inovasi dan ekologi
memegang peranan penting dan harus menjiwai sistem ekonomi nasional.
Untuk itu Indonesia harus melakukan upaya transformasi menuju ke Low
Carbon Society yang berbasis Green Industry and Green Growth, seperti yang
dicanangkan Presiden RI dalam Konferensi Climate Change di Bali tahun 2007 dan
di Kopenhagen tahun 2009.
Sejauh ini, Indonesia masih belum optimal mengelola STI berdasarkan
paradigma technoeconomic untuk pengembangan ekonomi. Sebagai contoh,
masih rendahnya elemen Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan
komponen intangible dari sebuah total output sistem dan faktor produksi
suatu negara. Dua komponen lainnya bersifat tangible, yaitu labor dan kapital.
60
Am
on
Ra
Dalam hal jumlah pendanaan R&D dan infrastruktur Iptek, Indonesia relatif
masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin
dalam angka indikator competitiveness yang diterbitkan oleh WEF (Gambar 19).
Upaya peningkatan anggaran R&D merupakan faktor kritis, sekaligus tantangan
tersendiri dan menjadi isu yang sangat penting untuk direkomendasikan, karena
Indonesia, dari banyak negara di dunia, termasuk yang masih memiliki proporsi
dana R&D yang sangat rendah dalam beberapa dekade belakangan ini (Gambar
20). Perlu dicatat bahwa kegagalan dalam berinvestasi pada R&D sekarang, akan
menyebabkan hilangnya pertumbuhan di masa depan; yang merupakan suatu
kemunduran yang tidak dapat dibalik dengan cepat, dan akan sangat merugikan.
Hal inilah yang mendorong KIN menempatkan faktor peningkatan dana R&D
sebagai butir pertama dalam rekomendasi Inisiatif Inovasi 1-747.
INOVASI 1-747
61
Malaysia
Philippines
Thailand
Viet Nam
1980-1984
1985-1989
1990-1994
1995-1999
1980-2000
-0.32
-0.47
0.82
3.67
-0.80
-0.03
0.20
3.36
0.32
1.16
-2.34
0.49
-1.58
1.03
-0.37
0.37
3.66
2.14
-2.16
1.00
2.09
4.31
3.36
3.41
Am
on
Ra
Period
GDP
16.0
12.0
8.0
4.0
0.0
-4.0
-8.0
-12.0
-16.0
1980
62
1985
1990
1995
2000
2005
Peringkat
2010-2011
Singapura
Malaysia
Brunei
Thailand
Indonesia
Filipina
Vietnam
Peringkat
2011-2012
3
26
28
38
44
85
59
Peringkat
2012-2013
2
21
28
39
46
75
65
Peringkat
2013-20143
2
25
28
38
50
65
75
2
24
26
37
38
59
70
Rank change
since 2006
Singapore +6
21
Malaysia
-4
Thailand
Indonesia
-5
+19
Philippines
+19
Am
on
Ra
41
61
Vietnam
Cambodia
81
-1
+23
101
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
2010-2011
2011-2012
2012-2013
2013-2014
Stage of development
Transition
1-2
Factor
driven
Innovation
Business
sophistication
Market size
Eciency
driven
Institutions
7
6
5
4
3
2
1
Indonesia
Innovation
driven
Infrastructure
Macroeconomic
environment
Health and
primary
education
Higher education
and training
Technological
readiness
Financial market
development
Transition
2-3
Goods market
eciency
Eciency-driven economies
INDONESIA
INOVASI 1-747
63
Am
on
Ra
Sumber:
Batelle,
R&D Magazine,
International Monetary Fund,
World Bank,
CIA World Factbook,
OECD
64
Sebuah kebijakan dalam bidang Sains dan Teknologi hanya akan bermakna
jika faktor-faktor kritikal pendukung kelancaran implementasi kebijakan
tersebut juga dipertimbangkan dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
ketersediaan dana R&D, tingkat pendidikan yang memadai, adanya koordinasi
dan dukungan/apresiasi bagi para peneliti di kalangan Pemerintah, serta
tersedianya insentif dan regulasi yang mempromosikan permintaan terhadap
produk sains dan teknologi lokal. Rendahnya apresiasi terhadap upaya inovasi
dapat menyebabkan rendahnya motivasi dan partisipasi dari para pemangku
kepentingan (stake holders).
Strategi yang diterapkan adalah mendorong R&D agar dapat memainkan
peranan yang lebih signifikan dalam mengimplementasikan S&T, melalui dua
mekanisme utama:
Am
on
Ra
1. Mekanisme Input, yakni penyediaan dan alokasi dana riset yang mencukupi
untuk mengembangkan aktivitas R&D di negeri ini. Perlu diperhatikan
keseimbangan antara pengeluaran negara untuk kebutuhan R&D dan
pengembangan ekonomi nasional, karena keduanya sangat penting bagi
kemajuan inovasi. Untuk mendorong inovasi, KIN telah mengusulkan
kepada Pemerintah untuk meningkatkan dana R&D hingga 1% dari PDB
secara bertahap, dimulai pada tahun 2014. Presiden RI telah memberikan
dukungannya secara penuh atas rekomendasi KIN tentang peningkatan dana
R&D, sebagaimana tertuang dalam arahan Presiden pada Sidang Kabinet
tanggal 12 April 2011, Coba hitung semua berapa banyak dana yang
dibutuhkan untuk budget R&D kita, baik yang dari APBN, BUMN, dan Swasta.
Satu persen PDB (kurang lebih 70 triliun rupiah), kalau masih kurang ya harus
kita tambah. Libatkan KIN, Bappenas, Menristek, Mendiknas, Menkeu, dan
Swasta.
2. Mekanisme Proses, di mana revitalisasi terhadap ekosistem inovasi, termasuk
di dalamnya penguatan kerangka regulasi, mobilitas sumber daya manusia
terampil, pembangunan pusat-pusat inovasi untuk mendukung perusahaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pembentukan klaster-klaster
sesuai keunggulan daerah, penyediaan renumerasi yang menarik bagi para
peneliti, meningkatkan fasilitas-fasilitas riset dengan teknologi yang memadai
untuk inovasi, penciptaan lingkungan yang mendukung dan menggairahkan
yang dapat memotivasi para ilmuwan dan teknolog agar memberikan yang
terbaik bagi pembangunan bangsa dan negara.
INOVASI 1-747
65
PROCESS
7 Langkah Perbaikan Ekosistem Inovasi
1. Sistem Insentif dan Regulasi yang Mendukung Inovasi
dan Budaya Penggunaan Produk Dalam Negeri
2. Peningkatan Kualitas dan Fleksibilitas
Perpindahan Sumber Daya Manusia
3. Pembangunan Pusat-pusat Inovasi untuk Mendukung IKM
4. Pembangunan Klaster Inovasi Daerah
Am
on
Ra
INPUT
66
PROCESS
4 Wahana Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi
1. Industri Kebutuhan Dasar
(pangan, energi, air bersih, dan kesehatan)
2. Industri Kreatif
(berbasis budaya dan digital content)
3. Industri Berbasis Daya Dukung Daerah
(S&T Park & Industrial Park)
Am
on
Ra
4. Industri Strategis
(pertahanan, transportasi, dan ICT)
OUTPUT
INOVASI 1-747
67
Dasar pemikiran:
Kebijakan yang bersifat insentif terbukti dapat lebih merangsang
munculnya semangat berkarya di kalangan penemu dan inovator. Karena itulah
arah kebijakan dan regulasi yang dibuat Pemerintah haruslah terfokus pada:
bagaimana mendorong keberanian untuk memanfaatkan HKI dan hasil inovasi
dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip usaha. Isu terkait contohnya adalah
soal pembagian pendapatan (fee) antara lembaga yang secara hukum merupakan
pemegang lisensi dengan penemu atau inovator. Sasaran kebijakan ini lebih
jauh adalah untuk mewujudkan kegiatan ekonomi baru dan yang lebih memacu
pertumbuhan serta tumbuhnya iklim berwirausaha dan berinovasi yang lebih
baik.
Am
on
Ra
Dasar pemikiran:
Fleksibilitas aliran pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan sebuah sistem inovasi yang dimungkinkan melalui mekanisme
perpindahan SDM dari satu sektor ke sektor lainnya dalam sistem inovasi. Dalam
hal ini, universitas dapat menjadi wahana pertukaran SDM yang strategis, guna
mendorong pertukaran para pakar (expert) dari universitas ke ranah bisnis
(terutama Usaha Kecil dan Menengah, UKM) dan sebaliknya. Salah satu kegiatan
yang dapat diusulkan adalah: program riset bersama dengan menggandeng
dunia bisnis. Knowledge Transfer Partnership adalah contoh sukses pelaksanaan
program semacam ini di Inggris. Kerjasama antara universitas dan dunia industri
ini sangat penting karena memungkinkan kerjasama yang menjangkau bukan saja
peneliti profesional, tapi juga kelompok profesional lain yang memegang peranan
kunci dalam inovasi, termasuk di dalamnya partisipasi Pemerintah sebagai
fasilitator.
Upaya perbaikan antara lain:
Pembentukan klaster inovasi nasional, yakni antara lain dengan
mengembangkan pusat-pusat keunggulan (center of excellence) di setiap
Koridor Ekonomi Indonesia.
Meningkatkan jumlah HKI melalui penguatan kapasitas aktor inovasi
universitas, institusi riset, UKM dan inkubator bisnis.
Meningkatkan interaksi antara perguruan tinggi dan industri yang dapat
dilakukan dengan inisiatif penciptaan Taman Iptek (Science and Technology
Park).
68
Am
on
Ra
Dasar pemikiran:
Istilah klaster inovasi daerah diperkenalkan agar para akademisi,
peneliti, pelaku usaha, Pemerintah, dan masyarakat memasukkan inovasi sebagai
engine pertumbuhan ekonomi di pelbagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan
Kawasan Industri yang sudah ada. Ini juga untuk mendorong agar seluruh KEK
dan kawasan industri yang akan dikembangkan di enam koridor ekonomi nasional
agar memiliki ekosistem inovasi yang baik. Kelak klaster inovasi daerah akan
menjadi wahana strategis untuk menghasilkan SDM Indonesia yang bermutu
dan kompetitif secara bertahap, terencana, dan terukur agar mampu membawa
Indonesia dari kondisi factor-driven economy menuju innovation-driven economy;
termasuk membawa STI ke dalam proses pengembangan ekonomi daerah dan
nasional secara berkelanjutan.
Upaya perbaikan antara lain:
Mengidentifikasi, memetakan, dan membangun database potensi-potensi
daerah termasuk potensi industri kreatif dan industri strategis yang dapat
dikembangkan menjadi keunggulan komparatif daerah.
Mengidentifikasi dan merevitalisasi sumber daya Iptek meliputi SDM, lembaga
INOVASI 1-747
69
pendidikan tinggi atau lembaga riset, fasilitas riset, infrastruktur, dan sumber
daya terkait lainnya yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi daerah
secara optimal.
Mendorong setiap Pemerintah daerah melakukan penataaan ekosistem
inovasi untuk menciptakan suasana kondusif bagi para investor mulai dari
sistem insentif, regulasi, kemudahan izin, sistem pelayanan, dan faktor terkait
lainnya untuk membawa investasi dan FDI ke daerah-daerah.
Langkah 5: Sistem Remunerasi Peneliti
Am
on
Ra
Dasar pemikiran:
Salah satu isu utama bagi peneliti Indonesia adalah kecilnya dana
penelitian dan tidak mapannya sistem remunerasi. Ironis bahwa seorang peneliti
yang berkemampuan tinggi tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari
lantaran penghasilan yang minim. Akibatnya banyak peneliti sibuk mencari
pekerjaan sampingan menyebabkan mereka tidak fokus dalam melakukan
penelitian. Produktivitas mereka pun akhirnya menurun, dan seiring dengan hal
tersebut, ilmu yang mereka miliki kian tertinggal dibanding sejawat mereka di
negara-negara maju. Maka, adalah sangat perlu untuk memperhatikan sistem
penggajian peneliti. Penataan sistem remunerasi ini juga diperlukan guna
menghindarkan brain drain atau hijrahnya manusia-manusia bertalenta tinggi itu
ke negara lain. Brain drain jika terjadi dalam jumlah besar akan berdampak
terhadap menurunnya kemampuan Indonesia menghasilkan inovasi-inovasi
sebagai dasar pembangunan ekonominya.
Upaya perbaikan antara lain:
Memperbaiki sistem moratorium, atau penghentian sementara, perekrutan
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang diikuti dengan pemberlakuan sistem
remunerasi yang suportif bagi para PNSdalam hal ini peneliti di lingkungan
lembaga pemerintahguna mendongkrak produktivitas.
Langkah 6: Revitalisasi infrastruktur R&D
Dasar pemikiran:
Kegiatan Litbang merupakan urat nadi inovasi. Kelengkapan infrastruktur
litbang adalah salah satu penentu keberhasilan suatu kegiatan Litbang untuk
melahirkan inovasi. Sayangnya, saat ini kondisi infrastruktur Litbang di Indonesia
yakni ruang untuk riset dan perangkatnyasangat memprihatinkan: usang dan
tertinggal dibanding negara-negara lain. Wajar jika para peneliti kesulitan untuk
menghasilkan produk riset yang mutakhir. Tak mengherankan pula jika produk
inovasi Indonesia belum mampu bersaing secara global dan memberi dampak
bagi pertumbuhan ekonomi.
Inovasi adalah kunci dari ekonomi yang kompetitif. Output yang sukses
dari suatu kegiatan Litbang akan menelurkan industri baru dan, pada akhirnya,
meningkatkan posisi suatu negara dalam persaingan ekonomi global. Agar dapat
berkompetisi dalam ranah global, pusat-pusat Litbang harus mengembangkan
Iptek termutakhir. Karena itulah pusat-pusat Litbang memerlukan peralatan yang
modern.
Upaya perbaikan antara lain:
Melakukan peremajaan infrastruktur Iptek yang dapat dilakukan secara
kolaboratif dengan menyisihkan sebagian dana pendidikan dari institusi
70
Am
on
Ra
71
Am
on
Ra
Adalah tanggungjawab Pemerintah untuk menyediakan pelayanan
kebutuhan dasar: pangan, energi, air bersih, dan kesehatan. Namun seiring
perjalanan waktu, misi itu kian penuh tantangan. Pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan kesejahteraan masyarakat, perubahan gaya hidup, dan industrialisasi
di Indonesia telah melejitkan pemintaan pangan, energi, dan air; bahkan demandnya diprediksi bakal melonjak 30 hingga 50 persen pada 2030 sebagaimana
prediksi Bank Dunia.
Perihal ketersediaan pangan, persoalan yang muncul antara lain berpusar
pada kombinasi tiga hal: kian minimnya luas lahan pertanian intensif yang diiringi
kian besarnya permintaan pangan akibat pertambahan penduduk, masih besarnya
penggunaan pupuk sintetis, serta kian tak menentunya cuaca lantaran perubahan
iklim (climate change). Khusus untuk climate change, negeri ini perlu menggiatkan
Litbang yang mampu mengadaptasi hal tersebut, seperti penciptaan benih
yang tahan kekeringan, tahan hama, tahan banjir (rendaman) serta teknologi
pascapanen yang lebih dapat diandalkan. Rekayasa benih tadi harus dilakukan
lewat pendekatan bioteknologi, mengingat teknologi berbasis biologi molekuler
merupakan jenis teknologi hijau yang tidak memberikan dampak cemaran pada
lingkungan. Melalui bioteknologi dan kombinasi teknologi pertanian lainnya,
diharapkan produksi padi, jagung, kedelai, dan sagu dapat meningkat guna
memenuhi kebutuhan nasional (swasembada pangan) bahkan menjadi sumber
pendapatan negara melalui ekspor.
Persoalan lain adalah tingginya penggunaan pupuk sintetis di Indonesia
yang menambah intensitas kerusakan lahan pertanian dan pencemaran
lingkungan. Fakta bahwa sebagian besar pupuk ini diimpor juga berpotensi
melemahkan ketahanan pangan negeri ini. Sementara, di lain pihak, Pemerintah
belum mempunyai kapasitas memadai dalam penyediaan pupuk organik yang
praktis bagi para petani. Padahal Indonesia bisa memanfaatkan keanekaragaman
hayatinya untuk memproduksi pupuk organik inovatif dalam skala besar.
Seperti halnya permintaan pangan, kebutuhan air bersih juga terus
meningkat. Faktor pemicunya antara lain pertumbuhan populasi yang tinggi serta
pemakaian air dalam jumlah besar untuk memasok kebutuhan industri pertanian
(termasuk biofuel), proses-proses industri, termasuk produksi pupuk kimia.
Sayangnya kebutuhan air yang terus meningkat ini tidak seiring sejalan dengan
kondisi di lapangan: ancaman perubahan iklim telah memicu banyak kegagalan
panen dan bencana alam.
Ketersediaan energi juga terus tergerus manakala kebutuhan energi
kian meningkat. Guna merespons hal tersebut, kebijakan energi harus
mempertimbangkan sejumlah hal, antara lain: faktor pemanasan global dan
kelestarian lingkungan; koordinasi dengan negara-negara lain untuk menghindari
perang terbuka memperebutkan sumber-sumber energi; penerapan budaya
masyarakat dan bangsa yang efisien; serta intervensi teknologi.
Di bidang kesehatan, penyakit infeksi masih menjadi problem utama di
Indonesia. Penyakit yang lazim menjadi beban bagi di negara-negara berkembang
72
ini dapat dicegah menggunakan vaksin. Kabar baiknya adalah teknologi vaksin
kini telah berkembang pesat, ditunjukkan dengan kian banyaknya jenis-jenis
vaksin baru yang tersedia. Namun, sangat disayangkan, bahwa sebagian besar
vaksin yang digunakan di Indonesia masih harus didatangkan dari mancanegara.
Indonesia memang memiliki PT Biofarma, sebuah perusahaan kelas dunia yang
mampu mengekspor produk vaksinnya ke benua Afrika, Asia, Amerika Latin, dan
Eropa. Namun perusahaan yang berbasis di Bandung, Jawa Barat ini menyatakan
produk vaksinnya belum menggunakan teknologi vaksin terkini dan seed vaksin
yang berasal dari Indonesiadengan kata lain, kita masih harus tergantung pada
negara lain.
Upaya perbaikan antara lain:
Am
on
Ra
Bidang Pangan:
Segera dikembangkan teknologi food estate.
Segera diarahkan penelitian bidang pangan mesti mampu mengatasi
tantangan perubahan iklim melalui pendekatan adaptasi dan mitigasi.
Penelitian bidang pangan difokuskan pada pemanfaatan teknologi biologi
molekuler (utama rekayasa genetika) untuk dapat mencapai low external
input, high productivity, dan sustainable agriculture.
Segera dikembangkan teknologi penghematan dan penangkapan air untuk
irigasi pertanian.
Segera dibuat database mikroba-mikroba lokal (indigenous microbes) serta
flora dan fauna pada tingkat molekuler yang bermanfaat untuk pertanian
(biofertilizer, benih, dan lain-lain). Untuk itu disarankan segera dilakukan
identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh sumberdaya genetika di
seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk ketahanan pangan serta
kesinambungan pembangunan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang
ada.
Bidang Obat-obatan:
Penelitian bidang kesehatan difokuskan pada penggunaan teknologi biologi
molekuler (berbasis genomik dan proteomik) berbasiskan biodiversitas dan
culture diversity yang ada di Indonesia.
Penelitian dan pengembangan vaksin sebagai agen preventif terhadap
penyakit infeksi tropis yang umum terjadi di masyarakat (diare, disentri dan
lain-lain) perlu diprioritaskan.
Penelitian bidang kesehatan difokuskan untuk mengatasi penyakit infeksi
tropis, degeneratif (diabetes, jantung, hipertensi), dan kanker
Penelitian (farmakokinetika, farmakodinamika, dan toksikologi) terhadap obat
tradisional terus dilakukan dan dikembangkan.
Penelitian sel punca (stem cell) perlu digalakkan dan dikembangkan
aplikasinya dengan mempertimbangkan etika-etika kemanusiaan.
Dilaksanakannya identifikasi, inventarisasi, dan penyimpanan contoh
sumberdaya genetika di seluruh wilayah NKRI, khususnya yang penting untuk
ketahanan obat serta kesimbangunan pembangunan, dengan bekerjasama
dengan perguruan tinggi yang ada.
Pemberian insentif pajak untuk lebih mendorong kegiatan dan pemanfaatan
hasil inovasi di bidang obat-obatan. Disamping itu juga direkomendasikan
pembentukan perusahaan modal ventura di sektor Negara, melalui perubahan
fungsi dan misi beberapa BUMN dalam rangka program restrukturisasi dan
rasionalisasi BUMN.
Pengembangan industri alat dan fasilitas kesehatan segera dilakukan.
INOVASI 1-747
73
Bidang Energi:
Diperlukan adanya upaya penataan ulang program untuk pemenuhan
kebutuhan energi jangka pendek, seperti aplikasi teknologi tepat guna untuk
inovasi hilir sumber energi seperti teknologi pengefisienan energi, dan
percepatan penguasaan teknologi converter gas dan produksinya.
Untuk jangka menengah dan panjang, perlu didukung inovasi energy
terbarukan, dan perlu segera dilakukan hal sebagai berikut:
Pembangunan Industri Sel Surya, untuk mendukung pengembangan alternatifenergi: Tenaga Surya.
Aktor Utama: Kementerian ESDM, BPPT, LIPI, PLN, Balitbang ESDM,
Kementerian PU, UI, ITB, dan BATAN.
Pembangunan Industri Baterei, untuk menunjang aplikasi/ pemanfaatan
Tenaga Surya.
Am
on
Ra
Industri kreatif merupakan salah satu komponen penting dalam
pembangunan ekonomi setelah era ekonomi berbasis pengetahuan. Pertumbuhan
ekonomi yang didukung oleh industri kreatif memiliki pertumbuhan yang lebih
besar dibandingkan dengan industri lainnya, selain itu industri ini merupakan
salah satu wahana dalam memperkuat identitas budaya dan membantu dalam
memajukan diversitas kebudayaan sebuah bangsa. Banyak negara menyadari
pentingnya industri kreatif ini dan mencoba menciptakan kebijakan yang kondusif
dalam mendorong terbentuknya industri kreatif yang maju. Sektor industri ini
dulunya dianggap tidak terlalu penting dalam memajukan industri di sebuah
negara, namun sekarang merupakan industri yang meningkat sangat tajam,
sehingga para pengambil keputusan mulai mengumpulkan data industri kreatif
untuk dicarikan kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan sektor industri
ini yang dapat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
74
Keunggulan industri kreatif memiliki dua sisi, pertama industri ini biasanya
terdiri dari bisnis yang berbasis inovasi untuk menghasilkan produk, dan jasa yang
sangat luas. Kedua, industri kreatif juga merupakan penyedia ide-ide baru dan
produk-produk baru bagi perusahaan lainnya. Penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi yang memegang peranan sangat penting di dalam industri kreatif
sehingga daya saing industri ini sangat berkaitan dengan dinamika inovasi dan
sektor teknologi.
Upaya perbaikan antara lain:
Membangun pusat-pusat inovasi industri kreatif dan pusat-pusat
perdagangan. Termasuk juga membangun Indonesia Innovation Center sebagai
pusat inkubasi bagi para pengusaha kreatif pemula.
Menyediakan dukungan modal ventura.
Menciptakan sistem pendidikan berbasis kreativitas melalui perubahan
paradigma kurikulum.
Wahana 3: Industri Berbasis Daya Dukung Daerah (S&T Park dan Industrial Park)
Dasar pemikiran:
Am
on
Ra
Dibutuhkan pelbagai bentuk wahana untuk membangun Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri berbasis inovasi dan daya dukung
daerah. Salah satu format yang diusulkan adalah Science and Technology Park
(STP), Industrial Park (IP), atau kombinasi keduanya. Dari wahana-wahana
inilah SDM-SDM unggulan negeri ini dapat diberdayakan dan difasilitasi untuk
berinovasi.
Dari karya-karya intelektual mereka, diharapkan terjadi peningkatan
daya saing produk komoditas unggulan pertanian, perkebunan, perikanan,
pertambangan, pariwisata, dan komoditas lainnya serta potensi usaha
manufaktur dan jasa sesuai dengan potensi daerah setempat.
Science and Technology Park merupakan suatu wadah di mana para
aktor inovasiakademisi, pelaku usaha dan Pemerintahbersinergi untuk
mengembangkan STI untuk pengembangan ekonomi. Selain memfasilitasi
hubungan dunia riset dengan komunitas industri, misi utama STP adalah:
merangsang tumbuhnya perusahaan-perusahaan start up berbasis teknologi
baru. Karena itulah STP kerap didesain sebagai wahana inkubasi perusahaan
swasta baru, tempat training bagi pengusaha yang memiliki kemampuan inovatif,
serta tempat bereksperimen bagi teknologi yang baru ditemukan.
Industrial Park adalah sebuah zona khusus yang didesain untuk tujuan
pengembangan industri. Keberadaan IPsebagai zona khususdiperlukan untuk
mengembangkan inovasi dengan pertimbangan bahwa: sains dan teknologi
berkembang secara sistematik, terencana, dan dikawal dengan berbagai kebijakan
untuk memperkuat sistem insentif dan regulasi yang kondusif. Kondisi serba
terintegrasi dan terkoordinasi ini bisa didorong melalui kehadiran IP. Karena
itulah, IP harus dilengkapi sarana dan prasarana terintegrasi yang mencakup
fungsi-fungsi konektivitas fisik, konektivitas elektronik, konektivitas pengetahuan,
dan konektivitas ekonomi.
Upaya perbaikan antara lain:
Merujuk pada rekomendasi mengenai pembangunan klaster daerah, perlu
kiranya didorong upaya untuk mengembangkan KEK dan kawasan industri
berbasis inovasi.
INOVASI 1-747
75
Am
on
Ra
Dasar pemikiran:
Diperlukan revitalisasi industri-industri strategis guna membangun pondasi
dan tulang punggung sistem keamanan dan pertahanan Indonesia. Namun,
perlu digarisbawahi, revitalisasi ini dianjurkan untuk menggunakan doktrin
tertentu sebagai guideline bagi penciptaan peta jalan (roadmap) dan cetak biru
(blueprint) industri strategis tadi. Doktrin ini diperlukan dengan alasan bahwa:
Kelangsungan hidup (sustainability) industri strategis pendukung sistem
pertahanan negara memerlukan kerangka arah (platform) dan tujuan.
Pengalaman di masa lalu menunjukkan pengembangan industri strategis
belum memiliki landasan yang kokoh lantaran tidak terkait dengan doktrin
tertentu.
Doktrin yang dimaksud memiliki prinsip-prinsip utama, antara lain:
1. Penciptaaan lingkungan strategis guna mencapai sasaran zero enemy
thousand friends in Asia Pacific. Prinsip ini akan menjadi landasan
bagi kawasan damai di Asia Pasifik untuk percepatan pertumbuhan
ekonomi kawasan.
2. Penciptaan industri strategis yang dapat menjadi wahana bagi
tumbuhnya teknologi canggih bertujuan ganda (dual mission
technology). Tujuan ini meliputi, yakni: pertama, teknologi sebagai
penciptaan wahana untuk tujuan kemakmuran (prosperity); kedua,
teknologi untuk tujuan keamanan (security) yaitu sebagai kekuatan
penangkal dalam keadaan darurat.
3. Melengkapi kebijakan ini adalah kebutuhan untuk mendorong
pembangunan Pilot Plant dan pembentukan perusahaan Modal
Ventura di sektor Negara, atau mengubah dan menugasi satu atau dua
BUMN yang telah ada untuk difungsikan dalam usaha Modal Ventura.
4. Walau terbatas dalam bentuk Insentif Fiskal, kebijakan tersebut juga
diberlakukan terhadap Usaha Modal Pembentukan usaha Modal
76
Am
on
Ra
025
INOVASI 1-747
77
Pada tataran praktis, guna mendukung Indonesia menuju advanced
economy tahun 2025, Inisiatif Inovasi 1-747 teraktualisasikan melalui sebuah
indikator penting, yakni diterapkannya inovasi secara terencana dan sistematik
dengan dukungan modal manusia (human capital) berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologipada semua bidang yang dibutuhkan dalam tiga strategi utama
pembangunan ekonomi MP3EI (meliputi 8 program dan 22 aktivitas ekonomi).
Transformasi inovasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut akan
memacu pertumbuhan lebih cepat guna mendongkrak angka PDB, sekaligus
meningkatkan indikator-indikator lain seperti TFP, HDI, dan Knowledge-Based
Economy secara berkesinambungan. Sebagai upaya pengejewantahan dari Inisiatif
Inovasi 1-747, KIN memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait konten inovasi
dalam tiga strategi utama MP3EI, yakni:
Strategi 1: Penguatan Koridor Ekonomi Indonesia
Am
on
Ra
Sasaran Visi
Indonesia 2025
Dana
R&D
tem Inovas
s
i
s
o
i
Ek
Wa
h
i
om
on
Am
on
Ra
atan Pertumbu
p
e
c
ha
er
nE
P
Wahana
1:
a
n
a Industri kebutuhan dasar k
(pangan, obat-obatan,
energi dan air bersih).
Wahana 2:
Industri kreatif
(berbasis budaya dan digital content)
Wahana 3:
Industri berbasis daya dukung daerah
(S&T Park & Industrial Park)
Wahana 4:
Industri strategis
(pertahanan, transportasi
dan ICT)
79
Am
on
Ra
80
Am
on
Ra
Sejak beberapa dekade terakhir para ekonom menyadari bahwa
pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan berkesinambungan tidak dapat dicapai
hanya dengan meningkatkan kapital fisik, eksplorasi sumber daya alam ataupun
jumlah populasi yang besar. Pembangunan kapital fisik seperti pengadaan
peralatan, bangunan, jalan, dan sebagainya, memang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun tidak menjamin
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hal yang sama juga berlaku pada kegiatan
eksplorasi sumber daya alam dan pertumbuhan populasi. Pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan sangat bergantung kepada akumulasi pengetahuan
yang diejawantahkan kepada penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien
dan meningkatnya sumber daya manusia yang terampil/terdidik. Terjadinya
akumulasi pengetahuan dalam sebuah negara sangat ditentukan oleh besarnya
investasi yang dialokasikan di bidang pendidikan, pengembangan teknologi dan
institusi, serta pengembangan sosial budaya masyarakat. Akumulasi pengetahuan
ini tercermin antara lain dalam jumlah paten dan hak cipta yang dimiliki suatu
negara, yang pada gilirannya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonominya
melalui produk yang dihasilkan dan dipasarkan (inovasi). Secara umum konsensus
para ekonom menyimpulkan bahwa pendorong utama pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan adalah STI dalam bentuk yang beragam.
Kata inovasi sering diartikan semata-mata sebagai upaya penciptaan
teknologi baru dan aplikasinya. Hal ini memang ada benarnya, namun bila
dilihat lebih dekat, inovasi ternyata tidak semata hanya penciptaan teknologi
baru, tetapi lebih banyak merupakan eksploitasi sukses dari ide-ide baru atas
sesuatu yang telah ada sebelumnya. Oleh karenanya inovasi dapat diartikan
sebagai upaya perbaikan atau penyempurnaan suatu produk dan servis melalui
perbaikan-perbaikan pada proses produksi sehingga menjadi lebih efisien dan
efektif, yang pada akhirnya dapat mendatangkan keuntungan. Secara simultan
ketiadaan inovasi dapat menimbulkan stagnasi bisnis dan hilangnya pekerjaan dan
kesempatan usaha. Bagi pebisnis, inovasi merupakan cara untuk meningkatkan,
sekaligus mempertahankan pertumbuhan sebuah perusahaan melalui produkproduk dan/atau layanan yang lebih berkualitas dan mengisi niche (ceruk)
yang kosong. Oleh karenanya perusahaan atau organisasi yang inovatif dapat
meningkatkan laba bagi pemilik dan pemegang saham. Bagi para pegawai,
inovasi berarti pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih menarik, peningkatan
ketrampilan, dan yang terpenting, peningkatan kesejahteraan. Dan akhirnya, bagi
para konsumen, inovasi berarti memperoleh produk dan/atau servis yang lebih
baik dan berkualitas dengan harga yang terjangkau. Dalam membangun ekonomi
bangsa di era modern ini, inovasi adalah kunci penting untuk meningkatkan
produktivitas dan daya saing nasional. Inovasi bahkan merupakan satu-satunya
cara untuk dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang
sama menjawab tantangan perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan.
Sebagai contoh, aplikasi inovatif engineering dalam menurunkan tingkat
polusi udara, dan pemanfaatan bioteknologi untuk mengatasi masalah limbah.
Selanjutnya, teknologi semikonduktor, internet dan teknologi mobile telah
merevolusi perkembangan dan potensi ekonomi sebuah bangsa. Intinya, melalui
inovasi kita dapat memutuskan keterikatan antara pertumbuhan ekonomi dan
eksploitasi dangkal terhadap sumber daya, yakni pengerukan sumber daya alam
secara terus-menerus tanpa memikirkan azas kelestariannya. Hal ini berlaku baik
pada sektor manufacturing maupun sektor servis dengan menerapkan green
principle dalam seluruh proses pelaksanaannya.
INOVASI 1-747
81
Am
on
Ra
Ada tiga alasan utama mengapa inovasi menjadi penting bagi Indonesia,
dan dalam skala kecil bagi sebuah perusahaan:
1. Liberalisasi perdagangan dan turunnya biaya komunikasi dan transportasi
menyebabkan Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara dengan
upah pekerja yang lebih rendah, serta negara-negara dengan tenaga terampil/
terdidik. Contohnya, gaji buruh di Tiongkok 50% lebih rendah dari gaji buruh di
negara-negara Eropa, dan gaji pekerja di Korea setengah dari harga pekerja di
Inggris, sementara perbandingan umur sarjana di kedua negara tersebut pada
dasarnya hampir sama.
2. Penerapan sains dan teknologi di segala bidang menimbulkan dampak
perubahan yang jauh lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya. Sebagai
contoh, perkembangan dalam bidang TIK, bioteknologi, energi terbarukan dan
nanoteknologi telah memicu gelombang baru inovasi dan membuka banyak
kesempatan bagi para pebisnis untuk mencapai keuntungan kompetitif bila
menguasai teknologi ini.
3. Komunikasi global dengan sistem komunikasi yang bekerja 24 jam, tujuh hari
seminggu, dapat mengubah selera pasar dengan sangat cepat. Produk baru
dari sebuah inovasi dengan hitungan menit sudah dapat dilihat di seluruh
penjuru dunia.
Ketiga hal di atas sebenarnya bukan merupakan tantangan, tetapi
justru menjadi faktor-faktor pendukung Indonesia menjadi negara maju di
tahun 2025 dan kekuatan ekonomi 12 besar dunia, karena Indonesia telah
memiliki atau berpotensi menguasai ketiga hal di atas. Untuk itu Indonesia perlu
terus meningkatkan kontribusi inovasi teknologi sebagai mesin pertumbuhan
ekonomi baru dalam faktor produksi (Y=f(L.C.T)), dimana: L= Land, C= Capital, T=
Technology.
Masuknya Technology dan Innovation (T&I) ke dalam faktor produksi
ditargetkan akan semakin meningkat secara berangsur dari sekitar 5,3% pada
tahun 2010, menjadi kurang lebih 17% pada tahun 2015 (didukung pendanaan
R&D 1.0% PDB), dan berlanjut menjadi 25% pada tahun 2020 (didukung
pendanaan R&D 1,5% PDB), dan akhirnya menjadi sekitar 31% pada tahun 2025
(didukung pendanaan R&D 2.0% PDB) (Gambar 23).
Meningkatnya peranan teknologi dan inovasi seiring dengan membesarnya
kontribusi TFP terhadap PDB menunjukkan bergesernya perekonomian kita dari
konsumtif (berbasis eksploitasi sumber daya alam) menuju produktif (berbasis
eksploitasi knowledge). Untuk dapat mencapai sasaran sebagaimana tertuang
dalam road map KIN (Gambar 23), diperlukan program lima tahunan dengan fokus
yang berbeda-beda namun terpusat pada mengembangkan pembangunan STI
(Gambar 24).
Lima Tahun I (2010-2014) fokus pada penguatan Kapasitas Aktor Inovasi;
Lima Tahun II (2015-2019) fokus pada peningkatan efisiensi potensi nasional
untuk pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan;
Lima Tahun III (2020-2024) fokus pada pembangunan inovasi teknologi dan
efisiensi bisnis menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Perencanaan ini harus merupakan bagian dari perencanaan nasional yang
dikeluarkan oleh Bappenas. Pada tahapan lima tahun ke II, Indonesia sudah harus
berpindah dari SDM yang padat karya menjadi SDM terampil dan sudah beralih
dari ekonomi berbasis SDA menjadi ekonomi berbasis pengetahuan. Pada lima
tahun III, Indonesia sudah harus mencapai tahap pengembangan inovasi berbasis
82
Inovasi Teknologi:
5.8% PDB
Y = f ( C,L,T )
Kondisi 2025
dengan sistem
inovasi nasional
ROAD MAP
Am
on
Ra
Inovasi
Teknologi
2010
Kebutuhan
saat ini
Factor
Driven
2010
L&C
94,7 %
T&I
5.3%
R&D 1% PDB
R&D 2% PDB
2015
2020
2025
Eciency
Driven
Transition
State
2015
L&C
83 %
T&I
17%
Innovation
Driven
Kebutuhan
Masa Depan
2020
L&C
68 %
T&I
25%
2025
L&C
56 %
T&I
31%
Factor Driven
Eciency Driven
Innovation Driven
Sustainable
Development
($ 3.000/kapita)
($ 5.200/kapita)
($ 10.000/kapita)
($ 16.000/kapita)
INOVASI 1-747
83
Strategi
Pentahapan
Terintegrasi
Am
on
Ra
my)
Econo
Based
e
g
d
le
(Know
IM=.....& PDB
Indeks TFP .......
HaKi .....
84
IM=.....& PDB
Indeks TFP .......
HaKi .....
IM=.....& PDB
Indeks TFP .......
HaKi .....
teknologi tinggi, yakni dengan SDM terampil dan berpengetahuan tinggi, dengan
ekonomi Indonesia yang sudah berbasis inovasi. Agar peta rencana pertumbuhan
inovasi terintegrasi sepenuhnya ke dalam pembangunan ekonomi, maka sangat
dibutuhkan adanya perencanaan yang detail atas target peningkatan faktorfaktor: indeks TFP terhadap PDB; jumlah HKI; jumlah SDM terlatih dan terdidik;
dan angka HDI.
Am
on
Ra
Berdasarkan pada berbagai studi yang dilakukan oleh KIN, Indonesia
perlu menguatkan landasan makroekonominya melalui pengembangan programprogram STI yang berkualitas, dan membangun kapasitas sumber daya manusia.
Tugas yang paling berat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah upaya
mentransformasikan consumptive mind-set menjadi entrepreneurial mind-set, baik
di kalangan pegawai pemerintah, bisnis, akademisi/peneliti maupun masyarakat.
Proses transformasi ini sangat penting dalam menggiring semua aktor inovasi
menciptakan masyarakat yang lebih berpengetahuan, lebih kreatif dan inovatif.
Pendekatan bottom-up juga telah menunjukkan tren ke arah inovasi terbuka dan
frugal inovasi. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, Indonesia perlu fokus
pada lima area utama inovasi, sebagai berikut (Gambar 25):
1. Inovasi aktor, yaitu penguatan kemampuan inovasi para aktor inovasi di sektor
industri, universitas dan institusi riset;
2. Inovasi kinerja dan difusi, yaitu memproduksi dan mengkomersialisasikan
produk-produk hasil kreatifitas dan hasil penelitian;
3. Inovasi sistem dan kelembagaan, yaitu menggalang kerjasama dengan
berbagai pusat penelitian unggulan, berbagai perusahaan, serta
mensinkronkan kebijakan pendanaan dan program inovasi untuk mencapai
tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi;
4. Inovasi faktor input, yaitu mengamankan dan mengawal alokasi dana R&D
yang diperoleh melalui investasi agar benar-benar diperuntukkan bagi
pengembangan STI;
5. Inovasi infrastruktur, yaitu menyiapkan/mengembangkan sumber daya
manusia berkualitas tinggi dalam bidang Iptek; dan menciptakan ekosistem
dan budaya STI.
Butir pertama dan kedua diarahkan untuk menciptakan sistem nilai
tambah melalui berbagai model seperti penambahan jumlah para aktor inovasi,
perbaikan performa inovasi dan perluasan difusi hasil inovasi. Diharapkan bahwa
Indonesia, dengan sumber daya yang ada, secara bertahap bertransformasi
melalui tahapan kegiatan-kegiatan yang berlandaskan pada proses imitasi dan
modifikasi menuju sistem produksi bernilai tambah. Area yang ketiga, didesain
untuk menciptakan sistem inovasi yang terkoordinasi dengan baik dan lebih
terbuka dalam menghadapi tantangan, dan untuk lebih memberikan peluang bagi
berkembangnya kreatifitas dan inovasi sebagai penggerak pertumbuhan. Tujuan
butir 4-5 adalah untuk meningkatkan faktor-faktor input R&D dan menyediakan
infrastruktur dan lingkungan inovasi yang kondusif, guna mendukung kegiatan
inovasi. Secara menyeluruh, implementasi usaha-usaha ini akan memperkuat
basis makroekonomi Indonesia yang berdasarkan pada pengembangan kualitatif
mikroekonomi melalui sains, teknologi dan sumber daya manusia terampil/
terdidik.
INOVASI 1-747
85
Arah Utama
Lima Area Inovasi
Indonesia
Memperkuat kerjasama dengan lembaga riset terdepan
dan perusahaan Mengoordinasikan kebijakan, keuangan,
& program secara efektif & esien
Mengamankan investasi
R&D yang esien
dan penyediaan tenaga
kerja berbasis S&T
yang berkualitas tinggi
Memproduksi dan
mengomersialisasikan
hasil kreativitas
dari kegiatan R&D
i
as
ov r
In Akto
Memperkuat
kemampuan
inovasi industri,
universitas dan
institusi penelitian
Si s
Kin tem
erj Ber
a d ori
an ent
In In
Keb asi
fra ov
utu kan
st as
han
ru i
kt
ur
Kesempatan
Kerja
dan
Kesejahteraan
n
aa
ipt )
nc ya
Pe uda
tem i (B
Sis Nila
KinerjInovasi
a dan
Difusi
Sistem Jejaring
dan Terbuka
asi
Inov Input
or
Fakt
Am
on
Ra
Inovasi Sistem
dan Kelembagaan
Menciptakan ekosistem
dan budaya S&T
yang berbasis inovasi
86
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
87
Am
on
Ra
88
Am
on
Ra
BAB III
WAHANA
PERCEPATAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI
INOVASI 1-747
89
Am
on
Ra
Posisi Indonesia yang strategis secara geografis, dengan jumlah populasi
yang sangat besar, adalah modal dasar yang luar biasa yang perlu ditopang
dengan sebuah Sinas yang benar-benar membumi dan dapat memfasilitasi
potensi geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia dan kekuatan
pasar domestik. Untuk itu nilai-nilai kearifan lokal dan keunggulan daerah perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam membangun sistem inovasi yang sesuai
dengan kebutuhan Indonesia. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut
serta konsep pembangunan MP3EI, KIN mencanangkan perlunya membangun
sebuah Sinas berbasis keunggulan nasional dan daerah. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, tujuan utama Sinas adalah mencari konvergensi kekuatan utama
Indonesia yang bisa dijadikan ciri khas bangsa untuk meningkatkan daya saing
Indonesia di tingkat global, dan pada saat yang bersamaan memeratakan
pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia secara berkesinambungan.
Untuk mendukung MP3EI, Pemerintah Indonesia telah menentukan enam
koridor ekonomi dengan berbagai klaster inovasi regional (Gambar 26) sebagai
pusat pembangunan: Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku-Papua. KIN mengharapkan agar aspek inovasi dapat tertanam
pada semua program MP3EI untuk menjamin keberlanjutan pembangunan
ekonomi dan sosial untuk komunitas lokal. Pembentukan klaster inovasi ini baik
pada tingkat nasional maupun regional adalah sangat penting untuk mencapai
Indonesia berbasis inovasi.
Klaster Inovasi yang dibangun di daerah-daerah, yakni di dalam 6 koridor
pertumbuhan ekonomi merupakan turunan dari Sinas Indonesia. Tujuan pendirian
klaster inovasi di ke-enam koridor adalah menciptakan ekosistem penunjang
inovasi agar pembangunan ekonomi berbasis inovasi dapat terakselerasi pada
pusat-pusat pertumbuhan ekonomis tersebut, sekaligus merupakan sebuah
sistem yang berbasis kepada pemerataan pembangunan di daerah. Ke depan,
diharapkan masing-masing daerah akan memiliki pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi berbasis inovasi yang berlandaskan kepada pemanfaatan keunggulan
dan kearifan lokal. Tujuan jangka panjang dari pemikiran ini adalah terbentuknya
rantai klaster inovasi yang saling terkait dan berhubungan antara pusat
pertumbuhan klaster inovasi di satu daerah dengan daerah lainnya. Inilah konsep
90
Am
on
Ra
baru Indonesia modern di mana kesatuan dan persatuan bangsa akan diikat tidak
saja oleh ideologi yang kuat tetapi juga oleh kebutuhan untuk maju bersama
dalam sebuah ikatan kokoh Sinas.
Strategi utama pembangunan klaster inovasi daerah adalah membangun
daerah-daerah yang memiliki kekhususan sumberdaya alam, budaya dan/atau
tawaran kemudahan regulasi dan insentif pajak, yang dapat menarik investor
baik DDI maupun FDI untuk berinvestasi di daerah tersebut. Diharapkan dan
diupayakan agar para pelaku inovasi akan merasa nyaman dan aman dalam
bekerja dan berdomisili di daerah pembangunan baru tersebut. Pemerintah
dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan
lokasi pertumbuhan baru di daerah dengan menyediakan peraturan-peraturan
serta infrastruktur yang kondusif untuk menarik para investor. Perlu diingat
bahwa Multinasional Corporations (MNC) melalui FDI tidak akan mentransfer
teknologinya secara cuma-cuma ke negara di mana FDI tersebut masuk. Namun
FDI tetap dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja dan juga meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Untuk jangka panjang klaster daerah ini dapat
meningkatkan peranan Local Indigenious Innovation untuk mengembangkan STInya sendiri.
Setiap klaster daerah diharapkan memiliki kekhasan produk lokal yang
dibutuhkan oleh klaster daerah lainnya, sehingga terbentuk suatu ketergantungan
produk inovasi di berbagai daerah. Sekali lagi melalui inovasi kita perkuat
kesatuan dan persatuan NKRI Indonesia berbasis inovasi.
Dalam pengembangan Klaster inovasi dibutuhkan sinergi para aktor
terkait dengan para aktor inovasi lainnya antara lain: pemerintah pusat/daerah,
pendidikan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, industri dan lembaga
keuangan (Gambar 27). Di sini analogi keseimbangan ekosistem alam yang
harmonis dan produktif kembali berlaku. Inovasi hanya dapat terjadi jika di dalam
ekosistemnya dalam hal ini klaster-klaster inovasi terdapat aktor-aktor yang
mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Untuk itu peningkatan kapasitas para
aktor inovasi Indonesia harus dilakukan.
Salah satu faktor penting yang dapat mempercepat proses transformasi
Indonesia menuju negara berbasis inovasi adalah upaya penguatan kapasitas
aktor inovasi di seluruh sistem. Penguatan aktor inovasi ini harus dirancang
sedemikian rupa hingga selaras dengan upaya penguatan Sinas dan Inisiatif
Inovasi 1-747. Di sini, peranan aktif pemerintah sangat diperlukan dalam upaya
menguatkan kapasitas inovasi ini. Komite Inovasi Nasional mengusulkan strategi
penguatan aktor inovasi sebagaimana tertera pada Gambar 28.
Pertama, pemerintah harus mengambil inisiatif untuk melakukan tinjauan
ulang terhadap semua peraturan perundangan yang berlaku, termasuk kebijakan
insentifnya, dan berani mengambil tindakan untuk menciptakan/menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi para aktor inovasi untuk beraktifitas. Pemerintah
harus mengatur secara serius masalah regulasi penataan makroekonomi,
fiskal, pajak, perdagangan, persaingan sehat, promosi industri, infrastruktur
ekonomi, standarisasi, manajemen sumber daya, nilai-nilai budaya dan lainnya
yang mendukung semangat inovasi. Penguatan sektor swasta dan BUMN dapat
dilakukan melalui kerjasama bisnis diantara keduanya, dimana pemerintah
menyediakan peraturan dan sistem insentif yang mendorong pertumbuhan
industri. Upaya-upaya ini vital sebagai salah satu strategi penguatan perusahan
nasional Indonesia dalam menghadapi kompetisi global.
INOVASI 1-747
91
Klaster Inovasi
Regional pada Enam
Pusat Pertumbuhan
Sentra Produksi dan
Pengolahan Hasil Bumi
dan Lumbung Energi Nasional
Sumber: MP3EI
Koridor Kalimantan
Koridor Sulawesi
Koridor
Sumatera
Koridor Jawa
Pusat Pengembangan
Pangan, Perikanan, Energi,
dan Pertambangan
Nasional"
Am
on
Ra
Klaster Inovasi:
Kapasitas Inovasi
Sistem Inovasi
Kemakmuran
Daya Saing/
Produktivitas
92
PERUSAHAAN SWASTA
(NASIONAL dan DAERAH)
BUMN STRATEGIS
Diperhitungkan
Dalam Tingkat
Persaingan Dunia
Melonggarkan regulasi yang
mereeksikan kebutuhan industri
UKM dan
INKUBATOR BISNIS
UKM Inovatif
dan
Start Up Companies
Am
on
Ra
UNIVERSITAS
Mengembangkan
Teknologi
Inti
Menumbuhkembangkan
riset di Universitas
INSTITUSI RISET:
LPNK, LPK, SWASTA
MASYARAKAT MADANI
Memenuhi Kebutuhan
Sains, Teknologi, dan
Inovasi Nasional
INOVASI 1-747
93
Am
on
Ra
Para pelaku UMKM harus didukung dengan meningkatkan kemampuan
mereka dalam melahirkan produk-produk baru yang inovatif melalui penyediaan
teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Demikian juga
penguatan terhadap perguruan tinggi sebagai salah satu penghasil inovasi dapat
dicapai melalui pengembangan klaster Litbang, untuk mendorong aktivitas
penelitian guna menghasilkan teknologi utama yang tepat, sehingga dapat
meningkatkan daya komparatif dan kompetitif Indonesia.
Dalam dua tahun terakhir, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah
untuk memperkuat lembaga penelitian baik pemerintah maupun swasta melalui
pembangunan laboratorium untuk kajian spesifik, perluasan kesempatan bagi
peneliti untuk mendapat pelatihan sesuai dengan bidang keahliannya, dan
peningkatan sistem insentif bagi peneliti. Mengingat potensi sumber daya alam
dan manusia yang begitu besar, sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem
manajemen riset yang otonom dan beorientasi outcome. Usaha ini mengarah
pada upaya menjawab tantangan ke depan tentang kebutuhan sumber daya
manusia yang mumpuni dalam bidang STI.
Yang terakhir, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah, upaya
membentuk masyarakat madani yang berdasar pada pengetahuan (knowledgebased society), disiapkan melalui sistem pendidikan yang berkualitas tinggi di
semua jenjang pendidikan. Upaya ini akan menghasilkan generasi Indonesia yang
kreatif dan inovatif dengan pola pikir kewirausahaan (entrepreneurial mindset)
yang lebih baik.
Seperti juga negara-negara new emerging economies di Asia, Indonesia
akan mengadopsi jalan Silicon Valley-nya Amerika Serikat dengan mendirikan
innovation park pertama, Bandung Raya Innovation Valley (BRIV). Inilah konsep
percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi melalui intensifikasi programprogram inkubasi bisnis dalam taman-taman Iptek (science and technology park,
S&T park). Di wahana taman Iptek inilah talenta-talenta baru diciptakan. Lebih
dari itu, konsep inkubasi bisnis dalam taman Iptek bukan ditujukan sekadar
untuk memproduksi karya ilmiah sebanyak banyaknya, tetapi didorong untuk
melakukan riset-riset yang berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand)
untuk kemudian dihubungkan dengan pihak industri yang dikawal oleh regulasi
pemerintah yang mendukung.
Sinergi antara pelaku utama inovasi, investor dan pemerintah ini
diharapkan dapat menstimulasi munculnya start-up bisnis berbasis inovasi
teknologi yang pada gilirannya akan mendorong tumbuhnya sebuah koridor
industri berbasis teknologi tinggi pertama di Indonesia (Gambar 29 dan 30). Pada
tahap awal, kegiatan BRIV akan difokuskan pada bidang TIK, transportasi, energi
dan biologi.
Jika Malaysia terkenal dengan Multimedia Superhighway Corridor (MSC),
BRIV telah memiliki koridor industri sesungguhnya, yang berkembang secara
alami. Koridor industri ini meliputi area Jakarta-Cikampek-Cilegon-Bandung,
yang jika dioptimalkan akan lebih besar dari MSC. Jakarta dalam koridor ini
berperan sebagai pusat bisnis; sementara koridor Jakarta-Cilegon dan JakartaCikampek adalah lokasi industri manufaktur yang telah established dan strategis,
karena lokasinya yang dekat dengan pelabuhan internasional (untuk keperluan
pengiriman komponen dan produk jadi). Di Cilegon terdapat Krakatau Steel, di
Cikampek terdapat Sony, Epson, Pirelli dan lain-lain.
94
Bisnis
Institusi Iptek
Pendukung
Akademisi
Pendidikan
Tinggi
Am
on
Ra
Litbang
Swasta
/Industri
Klaster Industri
Litbang
Akademik
Litbang
Pemerintah
Jakarta
Cikampek
Klaster Industri
Klaster Industri
Bandung
Pendidikan
Tinggi
Institusi Iptek
Industri Strategis
INOVASI 1-747
95
Am
on
Ra
Dalam perencanaan ini, Bandung didesain untuk menjadi jangkar kegiatan
Litbang karena telah ada lusinan institusi akademik papan atas dan SDM level
internasional di kota ini. Sebagai contoh, ITB, akan berperan sebagai institusi
penyumbang SDM utama dan aktor utama dalam BRIV di samping yang berasal
dari STT Telkom, Unpad, Unpar, Politeknik ITB, dan sebagainya. Terdapat juga
sejumlah BUMN strategis di bidang TIK dan transportasi, seperti PT Inti, PT LEN,
PT Pindad dan PT DI. Di tingkat akar rumput, Bandung memiliki 120-an UKM
berbasis high-tech yang akan menjadi penopang klaster industri ini sekaligus
menunjukkan kesiapan BRIV berkembang menjadi industri global seperti
Bangalore di India. Keberadaan berbagai UKM ini penting untuk menghindarkan
foot-loose industry. BRIV tidak ditujukan untuk menciptakan koridor industri
eksportir seperti sudah dilakukan di Cikampek-Cilegon dan Batam yang tidak
berorientasi innovation enhancement. Komite Inovasi Nasional berharap agar BRIV
dapat menjadi tempat terjadinya aliran knowledge dan SDM dari perguruan tinggi
ke industri, seperti dari Stanford University ke Silicon Valley, AS.
Lebih luas, BRIV merupakan realisasi dari strategi percepatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia berbasis penciptaan klaster inovasi,
sebagaimana tertuang dalam MP3EI dengan enam koridor klaster inovasi,
dengan kekhasan dan kekhususan peran masing-masing, yang terkonsentrasi di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku.
BRIV berada di koridor Jawa sebagai bagian dari koridor pendorong industri dan
jasa nasional. Kawasan industri BRIV telah dideklarasikan oleh Presiden Republik
Indonesia pada 30 Agustus 2012 (Lihat juga Bagian Tiga buku ini.)
Ide pembentukan klaster inovasi seperti BRIV sebenarnya sudah ada
sejak tiga dekade lalu, dicetuskan oleh sejumlah dosen ITB. Ide ini kemudian
ditindak lanjuti oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tahun
1996, dengan mengembangkan konsep Bandung High Tech Valley (BHTV).
Sayangnya rencana ini terbengkalai sebagai dampak dari krisis moneter 1997.
Gagasan tentang science and technology park ini dihidupkan kembali oleh KIN
dengan mengusulkan pembentukan BRIV. Langkah-langkah yang telah dilakukan
berkenaan pembentukan BRIV antara lain: koordinasi dengan stakeholders
terkait, penggodokan konsep pengembangan BRIV, identifikasi persoalan dan
merekomendasikan solusi, monitoring dan evaluasi program.
Proses kegiatan di dalam BRIV akan dilakukan secara bottom up.
Serangkaian pembicaraan informal tentang innovation park ini telah dilakukan
dengan pihak Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Perindustrian, ITB, dan WorldBank. Secara umum institusi-institusi ini mendukung
ide pembentukan BRIV. Diusulkan pula agar kawasan BRIV dimasukkan ke dalam
kategori Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan status ini BRIV mempunyai lebih
banyak kesempatan untuk mendapatkan skema pembiayaan alternatif serta lebih
mudah menarik keterlibatan perusahaan swasta nasional/multinasional.
Secara umum, upaya pengembangan temuan-temuan menjadi suatu
produk inovasi akan melibatkan empat pilar utama penyokong Sinas, yaitu:
Pemerintah sebagai regulator, Lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi
sebagai penghasil invensi; Pelaku usaha/industri sebagai pengubah dan produser
massal hasil invensi menjadi produk inovasi. Contoh, untuk memicu inovasi,
pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada pihak industri termasuk
BUMN, swasta nasional maupun swasta asing (melalui FDI, dengan catatan akan
menggunakan teknologi dalam negeri dan/atau mentransfer teknologi dari
96
Am
on
Ra
97
Am
on
Ra
daya alam, dan rendahnya nilai tambah (shallow investment) tetapi juga
sudah memasuki siklus berikutnya di mana FDI sudah mulai mengekploitasi
pengetahuan, maksimum transfer teknologi dan menggunakan pekerja lokal yang
ahli dan berpendidikan yang tinggi (Gambar 31). Konsep ini dapat dikembangkan
dengan membuka beberapa pusat klaster inovasi di masing-masing koridor
ekonomi yang saling terkait satu dengan lainnya dengan sangat erat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam upaya mengembangkan secara
maksimal pembangunan ekonomi suatu negara, diperlukan investasi asing.
Sebagai contoh, negara semaju Amerika Serikat dan Tiongkok terus saling
mengejar untuk mencapai posisi teratas dalam peringkat jumlah FDI-nya.
Tiongkok merupakan penerima FDI tertinggi di dunia pada tahun 2013, setelah
bertahun-tahun selalu dipegang oleh Amerika Serikat. Indonesia sangat
membutuhkan investasi asing untuk mengembangkan sumberdaya secara
optimal. Di sini pentingnya tekad merubah paradigma investasi dari sekedar
eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah, menjadi investasi berbasis
inovasi yang mengeksploitasi sumber daya pengetahuan dan ketrampilan tenaga
kerja Indonesia. Indonesia harus beranjak dari investasi yang sifatnya dangkal dan
jangka pendek, yang hanya mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam semata
dengan nilai tambah yang rendah, dan tenaga kerja yang murah, menjadi bentuk
investasi berdasarkan pada eksploitasi pengetahuan dengan memaksimalkan
transfer teknologi dan tenaga kerja terampil dan terdidik (Gambar 32).
Berbicara tentang transfer teknologi dan penyediaan tenaga terampil, hal
ini tentunya tidak akan terjadi begitu saja secara otomatis dengan adanya FDI.
Upaya-upaya perlu dilakukan antara lain melalui mekanisme rantai nilai global
(global value chain). Strategi ini memanfaatkan kekuatan pasar Indonesia yang
besar untuk menarik FDI masuk dengan membawa produk-produk Hi-Tech yang
telah berada dalam rantai nilai global. Proses alih teknologi dapat mengikuti
kemudian (strategi ini yang oleh Dr. B.J. Habibie, yang dikenal dengan sebutan:
Berawal dari Akhir, Berakhir di Awal). Indonesia sebenarnya telah menerapkan
strategi ini yakni melalui pembangunan secara serius industri-industri strategis
seperti industri kereta api, industri perkapalan, dan industri kedirgantaraan
dimana salah satu produknya adalah N250.
Pelbagai studi menunjukkan bahwa globalisasi terhadap rantai
nilai mendukung argumentasi keikutsertaan UKM dalam rantai nilai global
memberi dampak positif bagi UKM. Contoh, penataan ulang organisasi untuk
meningkatkan produktivitas di tingkat internasional melalui outsourcing dan
pengembangan rantai nilai global, ternyata berdampak positif terhadap UKM,
khususnya para suplier. Niche baru untuk mensuplai berbagai produk dan
layanan (servis) terus bermunculan sebagai akibat dari fragmentasi produk. Bagi
UKM, karena ukurannya yang relatif kecil, dapat dengan mudah beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan dengan memanfaatkan fleksibilitas mereka dan
kemampuannya untuk bergerak cepat. Faktor-faktor lain yang menguntungkan
bagi UKM adalah:
1. Partisipasi dalam rantai nilai global dapat mendorong pertumbuhan UKM
dan meng-internasionalisasikan produk-produk mereka. Hal ini memberikan
peluang akses kepada UKM ke dalam pasar global dengan biaya yang
lebih murah dibandingkan yang harus dikeluarkan oleh individu produsen
UKM, karena adanya fungsi intermediasi yang dimainkan oleh kontraktor.
Perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengintegrasikan satu atau
lebih nilai rantai global terbukti memiliki stabilitas yang lebih tinggi dalam
pengembangan bisnis mereka.
98
Increase
ity
Productiv
2nd Cycle
Deep Investment
with:
Exploitation of Knowledge
Maximum Tech. Transfer
Skillful & Educated Work Forces
1st Cycle
Shallow Investment
with:
Exploitation of Natural Resources
Minimum Value Added
Cheap Labour
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Permintaan
Demand
Permintaan
Demand
Konsumsi
Inovasi
Produksi!
Konsumsi
Am
on
Ra
Production Factors
( L ) Land
( L ) Labour
( C ) Capital
Penawaran
Supply
Penawaran
Supply
Alih Teknologi
Pengembangan Teknologi
INOVASI 1-747
99
Am
on
Ra
Hampir semua negara-negara non-industri di Asia, termasuk Indonesia,
mencanangkan peningkatan inovasi teknologi sebagai salah satu kebijakan
nasionalnya untuk mengejar ketertinggalan dan memecahkan berbagai masalah
sosial yang dihadapi. Namun demikian KIN menyadari bahwa Indonesia pada
saat ini belum bisa mengandalkan inovasi yang dipacu oleh sains dan teknologi
untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan, penyediaan pangan,
layanan kesehatan dan perlindungan lingkungan, yang kesemuanya perlu segera
mendapatkan perhatian serius. Memang telah terjadi peningkatan terhadap
jumlah paten sejak pemerintah mencetuskan tekad untuk menggalakkan inovasi,
antara lain melalui pembentukan KIN dan menerima masukan rekomendasi
dari Komite ini. Namun perkembangan inovasi di bidang sains dan teknologi
di Indonesia belum mencapai skala besar, atau bahkan belum mencapai
critical mass untuk komersialisasi hasil-hasil inovasi yang dapat mendatangkan
100
Am
on
Ra
Sesuai dengan namanya, open innovation bertolak belakang dengan model
closed innovation, pola yang banyak digunakan sebelumnya. Dalam sistem closed
innovation, perusahaan harus menginvestasikan dana dalam jumlah besar untuk
mendanai kegiatan R&D di laboratorium perusahaan untuk mengembangkan
teknologinya sendiri. Sebaliknya konsep open innovation justru memperluas
peluang datangnya ide-ide inovasi dengan membuka hubungan dengan pihak
di luar korporat, baik sebagai pembeli, penjual maupun sebagai mitra untuk
bersama-sama mengembangkan suatu produk (Gambar 33).
Open innovation dipelopori oleh perusahaan terkenal Procter and
Gamble (P&G) di tahun 1999, yang menggeser kebijakan korporasinya dari R&D
menjadi C&D: Research and Development menjadi Connect and Develop. Salah
satu contoh terkenal yang sering dikutip dalam literatur inovasi adalah apa
yang disebut the cave, sarana marketing yang revolusioner yang dipelopori
oleh perusahaan ini. Dengan sarana ini P&G, dapat menghemat biaya riset
dan mempersingkat waktu penelitian secara dramatis. The cave adalah ruang
virtual 3D yang disediakan bagi konsumen dan dimanfaatkan oleh para peneliti
P&G untuk mengamati secara langsung: perilaku dan reaksi para pelanggan
yang mengunjungi toko-toko terkenal di AS seperti Tesco, Asda dan Boots,
yang adalah klien P&G. The Cave dibuat secara detail mengikuti interior toko,
di mana konsumen dapat masuk dan mengeksplorasi rak-rak yang menjajakan
berbagai produk. Dalam the cave ini dilakukan pengamatan cara dan bagaimana
para pembeli menentukan pilihan mereka atas produk yang terpajang di rak,
termasuk bentuk dan warna produk yang menarik perhatian konsumen, perilaku
konsumen seperti bagaimana mereka membolak-balik sebuah produk untuk
membaca label atau melihat tanggal kadaluarsa, sebelum menuju kasir untuk
pembayaran. Menggunakan data yang diamati secara langsung, peneliti P&G
kemudian merancang ulang tatanan toko, cara pemajangan, desain produk dan
kemasan produk-produk tersebut. Dengan metode ini dan dengan mewawancarai
INOVASI 1-747
101
Am
on
Ra
Terjadinya krisis finansial global pada tahun 2007 2008 menyadarkan
banyak pihak, khususnya kalangan industri dan bisnis, bahwa apa yang disebut
kestabilan hanyalah sebuah ilusi. Krisis ini menyadarkan para pimpinan korporat
bahwa untuk dapat bertahan hidup, korporasi harus mampu beradaptasi
terhadap faktor ketidakstabilan. Perubahan-perubahan terjadi dengan
begitu cepat, dan korporasi yang mampu beradaptasi akan terus tumbuh dan
berkembang, dan sebaliknya, yang tidak akan bangkrut dan lenyap. Sebagai
contoh, Apple yang saat ini begitu kuat, bahkan dapat dikatakan tidak
tertandingi, sulit untuk mempercayai bahwa 15 tahun lalu, perusahaan ini sudah
diambang kebangkrutan dan bahkan sempat membutuhkan bail-out dari pesaing
utamanya Microsoft. Dan yang lebih menarik lagi adalah, Apple memulai
kejayaannya kembali bukan dengan menyajikan hasil inovasi teknologi terbaru,
tetapi dengan memanfaatkan MP3 melalui produk yang disebut Apple Ipod.
Bila dikaji lebih dalam, kesuksesan Ipod jauh dari sekadar teknologi MP3.
Teknologi MP3 hanya merupakan landasan di mana jenis-jenis inovasi lainnya
bertumpu, termasuk di dalamnya inovasi kemasan, inovasi di sektor pelayanan
dan pemasaran, serta pengalaman Apple sendiri yang membantu perusahaan ini
masuk kembali untuk mendominasi pasar, bergerak melampaui MP3 player, dan
masuk ke dalam industri musik on line. Ini adalah kunci sukses Apple saat itu,
dan ini adalah sebuah inovasi. Dengan demikian, inovasi produk dan teknologi
memang merupakan unsur penting dalam menjawab ketidakstabilan ekonomi
dunia, namun itu saja tidak cukup dan harus didukung oleh jenis-jenis inovasi
102
Model Bisnis:
Inovasi Terbuka
Basis Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi internal
Basis Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi external
Am
on
Ra
Lisensi
Teknologi
Investasi
CVC
Akuisisi
Produk/
Layanan
Pasar
Lama
Pelepasan
Teknologi
Pasar
Baru
Lisensi
Pasar
Perusahaan
Lain
INOVASI 1-747
103
lainnya termasuk inovasi dalam proses bisnis hingga cara mentransformasi model
bisnis tersebut melalui apa yang disebut Model Bisnis Inovasi. Perlu digaris
bawahi bahwa banyak pengalaman menunjukkan fokus yang berlebihan pada
teknologi, dalam bisnis, justru menghambat terulangnya cerita sukses seperti
yang terjadi pada Apple.
Am
on
Ra
Ironis memang, tapi adalah fakta bahwa dengan adanya kemudahan dan
akses terhadap inovasi (termasuk open innovation) hal ini justru menghambat
kemajuan perusahaan start-up. Begitu perusahaan start-up berhasil menemukan
sebuah produk inovasi teknologi baru, para pengintai teknologi akan segera
bekerja keras membuat tiruannya, dan dalam waktu yang relatif singkat produksi
tiruan akan menjamur memasuki pasar. Dari sekian banyak petarung pembuat
imitasi, pada akhirnya, akan muncul beberapa pemenang, namun sayangnya,
pemenang ini belum tentu perusahaan start-up yang merupakan perintis
teknologi tersebut. Sebagai contoh, persaingan antara Myspace dan Facebook,
yang tadinya dirintis oleh Myspace, tetapi akhirnya dimenangkan oleh Facebook.
Sejarah mencatat bagaimana Eastman Kodak Co. salah satu perusahaan terbaik
Amerika Serikat yang begitu berjaya dengan berbagai invensi yang mengguncang
dunia, termasuk menemukan kamera genggam dan mengantongi 1100 digital
paten, akhirnya mengalami kebangkrutan, salah satunya sebagai akibat
ketidakmampuannya bersaing dengan para imitator, pelbagai pembuat kamera
digital, yang ironisnya, adalah hasil invensi Eastman Kodak sendiri.
Ketiga hal di atas sedikit banyak menggambarkan bahwa pemerintah
perlu secara cermat melihat dan mendukung peluang-peluang yang ada di dalam
masyarakat, dan mendukungnya dengan menyediakan fasilitas seluas-luasnya.
Karena konsep inovasi saat ini telah bergeser dari yang mulanya berupa era
penemu tunggal seperti Isaac Newton atau Albert Eintsein, kemudian menjadi
laboratorium korporat dengan sejumlah staf penelitinya, dan bergeser lagi ke
era start-up yang didukung venture capital, dan saat ini telah bergeser lagi ke era
baru yang disebut inovasi holistik, yaitu tidak saja menghasilkan fungsi dan fiturfitur baru, tetapi juga menyajikan model bisnis inovasi.
Model bisnis inovasi (Gambar 34) dapat dilakukan melalui beberapa cara:
1. Dengan menambahkan aktifitas baru; 2. Dengan menggabungkan aktifitasaktifitas yang sudah ada dengan cara/metode baru, atau 3. Dengan merubah
satu atau lebih aktor/pelaku sebagai pelaksana aktifitas di atas. Contoh,
apa yang disebut program Medtronik yang melakukan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat miskin di India. Sebuah program yang patut ditelaah
untuk mengajak dunia industri membantu meningkatkan pelayanan kesehatan
masyarakat di pedalaman dan daerah-daerah terpencil di Indonesia. Medtronik
adalah perusahaan terkemuka dunia yang memimpin dalam pembuatan
peralatan kesehatan. Medtronik membuat model bisnis inovasi ini setelah
timnya mengamati tiga masalah utama yang menghambat para pasien di India
untuk mendapatkan perawatan jantung saat ini India tercatat sebagai negara
dengan 60% kasus jantung dunia yaitu: Kurangnya kesadaran pasien terhadap
kesehatan dan perawatan medis, kurangnya sarana untuk melakukan diagnosa
yang akurat, dan rendahnya daya beli pasien. Berdasarkan ketiga faktor ini,
Medtronik kemudian mendesain model bisnis inovasi, sekali lagi tanpa harus
menunggu dihasilkannya produk inovasi teknologi khusus untuk membantu kaum
miskin. Apa yang dilakukan adalah: 1. Menerapkan pola marketing langsung
kepada konsumen, dalam hal ini para pasien jantung di India; 2. Mengembangkan
104
Ekosistem
Inovasi
Ide
aa
an
Pe
nd
si
SDM
BISNIS
INOVASI
n
te
pe
m
Ko
Am
on
Ra
Kreativitas
Uang
Budaya
Entrepreneur
INOVASI 1-747
105
Am
on
Ra
106
Berbagai Bentuk
Model Inovasi
The product
as an
experience
Trust
premium
Free
(or nearly free)
Apple
Whole Foods
Google
Vlib
JC Decaux
Deconstruction Integration/
acceleration
of the
supply chain
Low cost
Direct
distribution
Am
on
Ra
Value
proposition
The product
as service
and
outcome
General
Electric
Operating
model
Business
system
architecture
Li & Fung
Limited
Zara
Tata Motors
Nestl
Nespresso
Open
Person
to person
Adjency
Serial
Paypal
Ikeas mega
mall division
Virgin
INOVASI 1-747
107
Am
on
Ra
Di samping pola triple helix yang bersifat top-down untuk program
inovasi dengan resiko tinggi yang membutuhkan campur tangan pemerintah,
KIN merekomendasikan agar pemerintah juga mengadopsi pola quadruple helix
dengan sinergi bottom-up yakni dari masyarakat dan didukung oleh pemerintah
(Gambar Quadruple helix, lihat Bab I, Gambar 10). Ciri-ciri bottom-up proses
adalah adanya budaya inovasi yang kuat baik yang bersifat lokal / tradisional
maupun moderen. Pola ini sangat sesuai untuk diterapkan di Indonesia yang
memiliki potensi industri kreatif yang besar.
Untuk model bisnis inovasi Industri kreatif, KIN merekomendasikan tiga
hal, yakni:
1. Penguatan Sentra Industri Kreatif. Diharapkan perusahaan Ritel besar seperti
Sarinah, Carrefour, Metro dan LotteMart, menjadi fasilitator bagi perusahaan
IKM dan diwajibkan menyediakan ruang pajang bagi produk-produk kreatif
Indonesia dengan harga sewa lebih rendah dari harga komersial. Dianjurkan
juga kepada stasiun televisi nasional dan swasta untuk menayangkan filem
animasi lokal karya anak bangsa minimal dengan jumlah jam tayang yang
sama dengan animasi asing. Sekolah-sekolah diwajibkan untuk menggunakan
produk e-learning lokal bila produk lokalnya tersedia.
2. Percepatan pembangunan Backbone Serat Optik di wilayah Timur Indonesia
untuk akselerasi ketersediaan infrastruktur TIK. Hal ini dilakukan dengan
mempercepat pembentukan dana TIK yang berasal dari dana Universal Service
Obligation (USO) untuk pembangunan serat optik yang menghubungkan 33
propinsi dan 440 kota di seluruh Indonesia (Palapa Ring).
3. Membangun Pusat inkubasi para pengusaha kreatif pemula yang memfasilitasi
pembiayaan, teknologi, kemudahan perizinan dan pendampingan.
Untuk pembangunan daerah dan ketahanan pangan, KIN mengusulkan
model bisnis inovasi yang disebut Klaster Inovasi berbasis daya dukung daerah
(Gambar 36). Pendekatan model ini adalah pendekatan holistik yang melibatkan
semua elemen dalam quadruple helix, dan dilakukan pada semua lini mulai dari
pembibitan, benih, budidaya hingga pemasaran baik di dalam maupun luar
negeri. Demikian pula pelaku inovasi mencakup seluruh elemen mulai dari petani
hingga pebisnis, mulai dari perguruan tinggi dan lembaga riset hingga korporasi
BUMN dan Swasta serta Pemerintah. Pemerintah berperan sangat penting dalam
mendorong partisipasi semua pihak, salah satunya dengan memberi kepastian
baik hukum dan keamanan bagi para investor, baik dalam maupun luar negeri.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, KIN juga mengusulkan model bisnis
inovasi Klaster Taman Iptek dan Taman Industri (Gambar 37), antara lain: 1.
Puspiptek yang adalah sebuah R&D-driven S&T; 2. Kawasan industri BRIV, yang
merupakan sebuah university driven S&T Taman Industri; 3. Kawasan industri
berbasis inovasi Gresik Utara, Jawa Timur dan Bandung Technopolis, melibatkan
tiga aktor: Technopreneur, Pemerintah Daerah dan Pusat, dan Akademisi (berbagai
perguruan tinggi yang terdapat di Bandung).
Dalam pengembangan model bisnis inovasi pemerintah menjadi subjek
sentral yang harus melakukan sinkronisasi kebijakan guna menciptakan iklim
inovasi bisnis (Gambar 38). Terdapat setidaknya empat aspek kebijakan yang
harus diselaraskan: 1. Kebijakan menciptakan iklim yang mendukung aktifitas
108
Model Bisnis:
Klaster Inovasi Berbasis
Daya Dukung Daerah
(Komoditas Kelapa Sawit)
BUMN,
Swasta, FDI,
Koperasi (Inti)
Investasi
Pekebun
(Plasma)
Pembibitan
Insentif Riset
Rp.
Budidaya
Teknologi &
Manajemen
Lembaga IPTEK
& PT
(Swasta, BUMN)
Rp.
Pasar
DN/LN
Teknologi &
Manajemen
Rp.
Teknologi &
Manajemen
Pemerintah
Am
on
Ra
Investasi
Tax Insentif
Investasi
INOVASI 1-747
109
Klaster
Taman
Industri
Investasi
Pengembalian
Modal
Bridge
Capital
Venture Capital &
Lembaga Keuangan
IPO
Am
on
Ra
Klaster
Taman
Iptek
Paska-Inkubasi
5 Tahun
Perluasan Usaha
Persiapan Initial Public Oering
Seed
Capital
Inkubasi
3 Tahun
Pra-Inkubasi
2 Tahun
Teknologi
yang Memiliki
Potensi
Pasar
110
Pengembangan Usaha
Litbang Teknologi
Pengembangan Jaringan Usaha
Penambahan Perusahaan
Start-up Perusahaan
Riset Teknologi
Analisa Pasar
Pengembangan Produk
Pengembalian
Teknologi
Pengaruh Kebijakan
Pemerintah pada Inovasi
Enablers
-Sistem HKI yang
efektif
- Sistem penilaian
- Standardisasi
Kesempatan
- Pengadaan publik
- Peraturan
Am
on
Ra
Inovasi
Bisnis
INOVASI 1-747
111
Am
on
Ra
Pada tahun 2010, Perusahaan Green Otomotif Tiongkok Build Your
Dream (BYD), dan Haier Electronics terpilih ke dalam The 50 Most Innovative
Companies, menjadi wakil Tiongkok di daftar prestisius tersebut bersama
pendahulunya, Lenovo. Perusahaan lainnya yang juga mendapatkan penghargaan
ini adalah Tata Group dan Reliance Industries dari India, di samping perusahaan
besar seperti Sony (Jepang) dan LG (Korsel). Hal menarik yang perlu dicatat untuk
kali pertamanya, sejak peringkat versi majalah Business Week ini dipublikasikan
pada 2005, lebih dari separuh perusahan paling inovatif di dunia berasal dari luar
Amerika Serikat (AS).
Akhir-akhir ini, Tiongkok (dan India) memang menjadi objek penelitian
ilmuwan Barat terkait model-model bisnis inovatif. The Economist (April
2010) membahas munculnya model inovasi hemat (frugal innovation)
yang berkembang pesat, khususnya di Tiongkok dan India. Model inovasi ini
merupakan strategi yang berada di balik pesatnya pertumbuhan ekonomi
kedua negara tersebut saat ini, bahkan di masa depan, sekaligus ancaman laten
bagi model bisnis mapan negara-negara maju. Sebagai contoh model inovasi
hemat yang dipraktikkan di Chongqing, telah menyulap kota di barat daya
Tiongkok ini menjadi pabrik motor dunia: melalui proses inovasi yang tak
lazim tidak mengikuti prosedur baku produsen mapan seperti Honda dan
Suzukipabrik-pabrik di Chongqing mampu menghasilkan motor-motor efisien
yang murah. Karena biaya produksi yang ditekan secara signifikan, produk ini
mampu menembus pasar sekitar 80 negara. Pada tahun 2009 Tata Motor di India
meluncurkan Nano, mobil dalam kota (city car) termurah di dunia, seharga Rp
18 - Rp 20 juta, untuk konsumsi pasar domestiknya yang besar.
112
Am
on
Ra
Frugal innovation merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap
keterbatasan sumber daya (resource-constraint) di satu sisi, dan besarnya tingkat
kebutuhan (need) dan rendahnya daya beli masyarakat di sisi yang lain. Hal ini
memaksa produkbaik disain, proses, maupun rantai produksinyadibuat
seefisien mungkin ke level kebutuhan dasar (basic needs), yang pada gilirannya
menuntut perubahan kelembagaan inovasi ke arah yang lebih terfragmentasi
dan open-minded. Model inovasi hemat ini dapat berkembang karena adanya
teknologi internet dalam tiga dekade terakhir. World wide web tidak saja
memberikan para frugal innovator akses terhadap jejaring ide, knowledge dan
sumber daya sosial, tetapi juga konektivitas 24 jam langsung terhadap pasar
global.
Di dalam negeri, misalnya, internet memungkinkan para disainer kaus
distro (distribution outlet) di Kota Bandung mengikuti secara cepat disain-disain
kaus teraktual di Milan, London, atau New York, membuat kaus-kaus made in Kota
Kembang ini tetap kompetitif di pasar global. Demikian halnya, teknologi informasi
memungkinkan penciptaan karya inovatif batik fraktal, yang software-nya dapat
diunduh di dunia maya, memungkinkan para pembatik tradisional menciptakan
produk batik fraktal yang mampu menembus pasar Australia, Inggris, dan Swiss.
Pemanfaatan teknologi informasi ini juga dimanfaatkan oleh perusahaan raksasa
seperti IBM, P&G atau Nokia, menjaring ide-ide brilian guna menghasilkan produkproduk inovatif berbasis permintaan konsumen (user-driven) atau, berbasis ide
dari inovator freelance di luar perusahaan mereka.
Globalisasi (globalization) dan Googlisasi (Googlization) merupakan dua
penggerak utama peradaban dunia menuju ke era inovasi baru. Dalam era ini,
siapa saja dengan ide yang cemerlang dapat menjadi inovator. Seseorang tidak
harus bergelar akademik untuk dapat menghasilkan inovasi. Proses inovasi tidak
lagi menjadi domain para periset di laboratorium raksasa milik perusahaan
raksasa. Seorang pekerja lepas atau bahkan seorang ibu rumah tangga dengan
segudang ide di kepalanya adalah potensial menjadi inovator. Era ini juga disebut
era ekonomi paska-industri (post-industry economy) dimana model bisnis lama
dengan ciri top-down, terintegrasi, tertutup, dan berbiaya tinggi sekarang hanya
menjadi sebuah pilihan, bukan beban yang selalu harus ditanggung sebuah negara
atau perusahaan. Telah banyak dihasilkan inovasi kelas dunia melalui model bisnis
baru ini yang berciri bottom-up, terbuka, informal serta hemat.
Indonesia harus dapat memanfaatkan peluang yang tersedia dalam era
globalisasi dan Googlisasi ini. Seperti di Tiongkok dan India, model inovasi baru
ini mampu mendorong pertumbuhan sebuah negara berkembang, sehingga
model ini disebut jalan inovasi lompatan katak (leapfrog). Indonesia sudah
memiliki berbagai elemen pendukung untuk mengadopsi model inovasi baru
ini, seperti tersedianya orang-orang kreatif dan cerdas, sumber daya terbatas
terkait infrastruktur Iptek, dan yang terpenting memiliki pasar domestik yang
besar, khususnya pasar menengah ke bawah yang belum terakomodasi (unserved
market). Prediksi lembaga keuangan dunia, Indonesia adalah kandidat kekuatan
ekonomi terbesar pada tiga hingga empat dekade mendatang. Pertanyaannya
adalah bagaimana hal ini dapat dicapai? Model inovasi lompatan katak dapat
menjadi pilihan kebijakan guna mengakselerasi pertumbuhan. Tentunya ini
tidak berarti bahwa dengan mengadopsi kebijakan ini segala persoalan selesai.
Pertumbuhan berkesinambungan membutuhkan sebuah Sinas yang mapan.
Sementara Sinas dibenahi, sebagaimana dipaparkan Bab satu buku ini, Indonesia
tetap harus bergerak dengan sumber daya yang ada. Peluang dan kemungkinan
baru harus diciptakan. Untuk itu model-model alternatif pun diperlukan.
INOVASI 1-747
113
Am
on
Ra
Seiring dengan visi Indonesia menjadi negara maju di tahun 2025,
pembangunan teknologi harus dibarengi meningkatnya pendapatan, kualitas
kehidupan, dan tingkat harapan hidup. Faktanya, dalam banyak perkembangan
teknologi hanya difokuskan pada kebutuhan konsumen semata, sehingga lahirnya
teknologi baru seringkali justru memperlebar jurang antara yang kaya dan yang
miskin. Hanya sedikit pengembangan teknologi yang ditujukan pada pemenuhan
kebutuhan vital manusia, sehingga inovasi tidak jarang gagal diaplikasikan untuk
memecahkan kebutuhan nyata masyarakat miskin.
Setidaknya ada empat kriteria yang diperlukaan dalam memanfaatkan
teknologi/inovasi untuk memecahkan persoalan masyarakat miskin: 1. Teknologi
tersebut harus sudah matang dan teruji; 2. Biaya teknologi terjangkau; 3.
Tersedianya infrastruktur pendukung; dan 4. Aplikasi bisnis model pintar (smart
business model). Contoh inovasi teknologi yang dapat diadopsi oleh masyarakat
dapat dilihat pada Gambar 39, di antaranya adalah mobile phone, solar energy,
Global Positioning System (GPS) untuk menentukan lokasi pertanian dan
perikanan, dan E-education/E-Learning/E-health.
Teknologi informasi dan komunikasi diyakini sebagai teknologi yang
memenuhi keempat kriteria di atas, dan dapat dipakai dalam memecahkan
masalah kaum miskin. Sayangnya, selama ini penggunaan TIK berevolusi
secara tidak terstruktur mengikuti kombinasi permintaan pasar, masyarakat,
dan kerangka kerja pemerintah. Karenanya terdapat kekhawatiran bahwa
masyarakat miskin dan lemah tidak mendapatkan keuntungan secara merata
dari perkembangan teknologi ini, sebaliknya TIK justru memperdalam jurang
perbedaan antara si kaya dan si miskin, si kuat dan kaum yang tereksploitasi.
Penggunaan TIK untuk pembangunan dapat menjangkau lebih dari
sekedar penunjang aktivitas penghasil pendapatan. Pengembangan TIK untuk
pembangunan kaum miskin dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengurangi
kelemahan, mendukung persamaan sosial dan mobilisasi masyarakat untuk lebih
berpartisipasi membangun bangsa. Kemampuan menggunakan TIK (functional
literacy) pun diperlukan untuk banyak teknologi digital, yang nantinya akan dapat
menambah keahlian dan kapabilitas kaum miskin. Bersama-sama dengan media
komunikasi tradisional seperti pertemuan dan teater, radio komunitas, video/
televisi, telepon genggam, telecentres dan publikasi cetak, TIK dapat digunakan
untuk berbagi informasi dan ilmu pengetahuan, meningkatkan kesadaran dan
menstimulasi diskusi berbagai isu penting seperti gender, kesehatan, pendidikan,
pembangunan lokal setempat, dan diversifikasi usaha pendapatan. TIK (terutama
telepon genggam dan internet/ telecentres, Broadband Mobile Internet [BMI])
juga berperan penting menghubungkan para perantau dengan keluarga di
kampung halamannya.
Mengingat peringkat ICT Development Index (IDI) Indonesia yang masih
rendah (Gambar 40), Pemerintah perlu mengambil beberapa kebijakan strategis
untuk mendorong terbukanya akses dan pemanfaatan TIK untuk penuntasan
kemiskinan:
Menyelaraskan regulasi nasional dan internasional, dengan secara khusus
menganalisa efek yang ditimbulkan pada kerangka legal lokal dan regional,
untuk mendukung langkah-langkah berbasis TIK yang terintegrasi bagi
pengelolaan aktivitas penghasil pendapatan;
Mengembangkan mekanisme dengan sektor swasta untuk menjamin mobile
coverage serta akses internet yang terjangkau di semua daerah termasuk
114
Program Inovasi
untuk Kaum Miskin
Program:
1. Mobile Phone
2. Solar Energy
3. GPS untuk memandu lokasi sumber-sumber adro, perikanan, dan air
4. E-Education/E-Learning, E-Health
5. Mapping Pertanian dan Perikanan
Empat Syarat yang Harus Dipenuhi:
1. Mature and Proven Technology
2. Cost Declining
3. Established Infrastructure
4. Smart Business Model
Am
on
Ra
Rank 2011
Korea (Rep.)
8.56
8.45
United States
15
7.48
16
7.11
Bunei Darussalam
57
4.95
52
4.85
Malaysia
58
4.82
57
4.63
China
78
3.88
79
3.58
Viet Nam
81
3.68
86
3.41
Thailand
92
3.41
89
3.29
Philippines
94
3.19
94
3.04
Indonesia
95
3.19
97
3.01
Cambodia
121
1.96
119
1.88
Myanmar
131
1.67
129
1.65
INOVASI 1-747
115
Am
on
Ra
daerah terpencil;
Bekerja sama dengan sektor asuransi dan perbankan dalam membangun,
mengelola, dan memonitor pembiayaan telepon genggam dan sistem transfer
keuangan;
Memperkuat dan memperbaharui kerangka hukum dan perundang-undangan
untuk menjamin kebebasan memberikan pendapat dan berbagai informasi
secara cuma-cuma dengan menggunakan TIK; dan,
Menjamin transparansi dan akuntabilitas dengan mengunggah informasi
publik yang relevan pada domain publik.
116
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
117
Am
on
Ra
118
Am
on
Ra
Bab IV
Inovasi
Kebutuhan Dasar
INOVASI 1-747
119
Am
on
Ra
Ancaman terhadap ketahanan kebutuhan dasar di bidang pangan, energi,
air, dan kesehatan semakin nyata. Bank Dunia melalui Food Price Watch mencatat
kenaikan harga pangan global yang mencapai puncaknya pada Agustus 2012,
lalu penurunan harga, dan kembali kenaikan harga pangan di kuartal pertama
2014 (Food Price Watch, 2014). Tren kenaikan harga pangan ini diperkirakan akan
kembali terus melejit, mengancam ketahanan pangan dunia. Di bidang energi,
diperkirakan era minyak akan berakhir pada tahun 2050 (Energy Information
Administration, 2012). .
Berawal dari keresahan masa depan manusia, ilmuwan yang tergabung
dalam Kelompok Roma sempat menggegerkan dunia pada 1970-an. Mereka
mencoba menjelajahi masa depan lewat laporan The Limits to Growth, yang
diperbarui 30 tahun kemudian pada 2004. Report setebal 205 halaman ini
berupaya memprediksi apa yang terjadi dengan dunia ini seandainya populasi
manusia dan industri tumbuh dengan sangat cepat. Benarkah dunia akan aus
ketika sumber daya alam sudah tergerus dan munculnya fenomena perubahan
iklim sehingga pertumbuhan ekonomi mesti dibatasi?
Hitungan matematis ilmuwan Massachusetts Institute of Technology (MIT)
yang tergabung dalam Kelompok Roma itu bisa jadi pemantik ide menyelamatkan
masa depan dunia. Banyak pandangan optimistis, sekaligus kritikan terhadap The
Limits to Growth, bahwa intervensi inovasi teknologi bisa menjadi solusi di tengah
sumber daya yang kian tergerus. Teori Kelompok Roma juga dipercaya menjadi
inspirasi Eric Drexler, ilmuwan yang populer di bidang nanoteknologi molekular.
Nanoteknologi bisa menjadi solusi masa depan. Nano-pangan, nanofarmasi, nano-energi adalah solusi nanoteknologi terhadap krisis tiga kebutuhan
dasar manusia tersebut. Ilmu rekayasa mikroatom ini, berkombinasi dengan
teknologi lain, menginspirasi para ahli menciptakan pertanian dalam rumah
kaca (green houses) untuk memangkas kebutuhan berhektar-hektar lahan;
memungkinkan dokter di Jepang menciptakan robot supermini yang bisa
disuntikkan ke pembuluh darah guna menyedot gumpalan lemak pemicu
serangan jantung; atau menghasilkan energi termal dan mekanis dalam jumlah
luar biasa untuk diubah menjadi energi listrik. Pendek kata, teknologi mutakhir
adalah pembuka pintu masa depan.
120
Penguasaan dan pengembangan teknologi termutakhir bukannya tak
diupayakan di Indonesia. Peneliti LIPI, misalnya, secara teknis telah mampu
menciptakan padi tahan kekeringan untuk menghadapi perubahan iklim. Lusinan
riset strategis lainnya menumpuk di laboratorium pelbagai institusi riset atau
perguruan tinggi. Hanya saja hasil penelitian, yang di antaranya sudah bertaraf
world class ini, belum mampu menembus pasar sehingga belum menjadi solusi
kongkret bagi kebutuhan pangan, obat-obatan, dan energi yang meningkat tajam.
Pembenahan ekosistem inovasi merupakan prasyarat agar temuan (invention)
yang dihasilkan para intelektual ini mampu naik kelas menjadi produk inovasi.
Seperti apa masa depan pangan, energi, air, dan kesehatan dunia?
Bagaimana (inovasi) teknologi dapat menjadi solusi bagi ancaman kebutuhan
dasar ini? Langkah apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk menghasilkan
inovasi untuk kebutuhan dasar; seperti apa rintangan dan peluang yang ada?
1. PANGAN
Am
on
Ra
Pameo tikus mati di lumbung padi boleh jadi benar adanya setelah
ditemukannya kasus busung lapar di wilayah timur Indonesia beberapa tahun
silam, atau warga miskin yang harus menyantap nasi aking di Lampung. Kenyataan
yang menyesakkan mengingat negeri ini adalah surga keanekaragaman hayati
dunia.
Kian menyesakkan mengingat bahwa pada era 1980-an dunia pertanian
Indonesia sempat menorehkan prestasi gemilang mencapai swasembada beras.
Produksi beras masa itu mencapai 25,8 juta ton, meroket dua kali lipat dari 12,2
juta ton (1969), membuat Presiden Soeharto sempat didaulat berbicara di forum
FAO. Namun kejayaan negeri ini dalam swasembada beras hanya bertahan satu
dekade. Perlahan produksi beras tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan
nasional. Sejak 1993 negara agraris ini mulai menjadi importir beras.
Kasus busung lapar dan nasi aking, sebagaimana disinggung di atas, adalah
situasi ekstrem yang ditemui di Indonesia pasca era swasembada pangan, dan
sekaligus menjadi dering alarm bagi ketahanan pangan di masa depan. Seiring
meningkatnya populasi penduduk, kebutuhan pangan akan kian besar. Pada tahun
2000 negeri ini memerlukan 30,8 juta ton beras dan 4,62 juta protein hewani,
tetapi pada tahun 2020ketika populasi diprediksi mencapai 288 juta jiwa
kebutuhan akan melonjak nyaris separuhnya menjadi 42,3 juta ton beras dan
6,34 juta ton protein hewani. Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah guna
mengantisipasi lonjakan tersebut.
Namun ada persoalan besar yang dihadapi: lahan pertanian untuk
menopang ketersediaan pangan pokok (yakni beras) kian susut luasnya. Menurut
data BPS, lahan pertanian berkurang sekitar 80 ribu hektar per tahun, dan dengan
kecepatan ini diperkirakan tahun 2025 nanti luas lahan sawah di Indonesia hanya
akan tersisa dua juta hektare. Lemahnya perlindungan areal pertanian produktif
oleh pemerintah daerah membuat sawah penghasil padi berubah menjadi pabrik
dan kawasan industri.
Indonesia juga dihadapkan dengan kondisi tanah yang semakin berkurang
tingkat kesuburannya. Sejak 1969 para petani mulai dikenalkan dengan pupuk
anorganik (kimiawi) melalui program intensifikasi massal. Pada 1990-an kesuburan
tanah pertanian anjlok drastis sebagai dampak penggunaan pupuk sintetis yang
berlebihan untuk menggenjot produktivitas pertanian.
INOVASI 1-747
121
Selain menyempitnya luasan lahan dan tingkat kesuburan, perubahan
cuaca (climate change) juga berdampak besar bagi dunia pertanian Indonesia.
Ketika musim hujan tiba, lahan pertanian banyak yang terendam banjir. Begitu
musim kemarau datang, lahan pertanian mengalami kekeringan. Tanaman gagal
dipanen. Aneka jenis hama baru juga terus bermunculan.
Bioteknologi dalam sistem pendekatan pertanian berkelanjutan
dapat menjawab kendala-kendala tersebut. Pendekatan ini diharapkan bisa
memaksimalkan keunggulan atau memberi nilai tambah terhadap ketersediaan
megabiodiversitas Indonesia guna meningkatkan produktivitas pertanian. Ini
belum cukup memang, sebab harus pula diiringi penyediaan iklim usaha yang
kondusif melalui berbagai insentif di lini produksi (petani produsen) serta lini
perdagangan (agribisnis).
Am
on
Ra
Bioteknologi moderen telah menjelma menjadi teknologi yang akan
menentukan wajah peradaban umat manusia pada milenium ketiga. Di bidang
pangan, teknologi ini telah melahirkan produk-produk unggul yang sebelumnya
tidak mampu diciptakan teknologi konvensional, misalnya: tembakau yang tahan
cuaca dingin, tomat yang tidak cepat busuk, kedelai dengan asam lemak tak jenuh
yang tinggi, dan produk pangan unggulan lain dengan nilai ekonomi luar biasa.
Kemampuan melakukan rekayasa di tingkat DNA, yang dipadukan
dengan kemajuan di bidang biokimia, mikrobiologi dan teknologi informasi,
memungkinkan bioteknologi moderen menciptakan makhluk hidup baru sesuai
keinginanlazim disebut genetically modified organism (GMO). Lompatan di
bidang ini terjadi pada tahun 1977 menyusul temuan bahwa rekombinasi DNA
dapat dilakukan antarorganisme: dari hewan ke tanaman dan sebaliknya, atau
bahkan dari organisme lain. Inilah cikal bakal revolusi di bidang pertanian pangan.
Para ilmuwan pun mulai bereksperimen, misalnya: menyisipkan gen baru
dari bakteriofag T3 ke dalam buah melon, menghasilkan melon yang tidak cepat
busuk; menyisipkan gen tahan cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana ke
dalam tembakau, menghasilkan tembakau tahan cuaca dingin; memasukkan gen
toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam jagung, kapas dan kentang,
menghasilkan jagung, kapas dan kentang tahan hama; menyisipkan gen FatB dari
Umbellularia californica ke dalam kanola, menghasilkan minyak kanola berasam
laurat tinggi yang baik untuk kesehatan; bahkan menyisipkan gen kunangkunang pada tanaman tembakau yang diinfeksi Agrobacterium tumefaciens,
menghasilkan tembakau yang dapat bercahaya!
Inilah tanaman transgenik: jenis tanaman yang diperoleh melalui
rekombinasi DNAbaik DNA dari spesies tanaman yang berbeda atau organisme
lainnyasehingga memiliki keunggulan-keunggulan tertentu yang diinginkan.
Komersialisasi produk transgenik telah dimulai pada tahun 1992 ketika Tiongkok
melegalkan penjualan tanaman tembakau antivirus. Tanaman transgenik mulai
dibudidayakan secara luas sejak tahun 1996. Pada tahun 2011 tanaman ini telah
dikembangkan di 29 negara.
Berkat kelebihan-kelebihan yang dimiliki, tanaman transgenik disebut
sebagai masa depan krisis pangan dunia dan kekurangan gizi, bahkan kekuatan
ekonomi sebuah negara. Tentu ini tidak dimaksudkan untuk mengecilkan
kontribusi bioteknologi tradisional.
122
Am
on
Ra
Kelahiran bioteknologi moderen tak terlepas dari penemuan struktur helix
ganda DNA pada tahun 1953; tetapi perkembangan pesatnya diawali sejak dekade
1970 ketika para ilmuwan di Stanford University sukses mengujicobakan teknologi
rekombinasi DNA, yakni teknik penggabungan DNA dari organisme tertentu untuk
menghasilkan DNA barualias makhluk barudengan sifat-sifat yang diinginkan.
Inilah sains mutakhir yang menandai kemampuan manusia untuk melakukan
rekayasa organisme pada tataran molekuler.
Memanipulasi organisme hidup untuk kepentingan manusia bukanlah
hal baru. Bioteknologi tradisional telah melakukannya sejak lama, meski masih
dilakukan pada tataran organisme. Padi dengan kualitas unggul, misalnya,
merupakan hasil persilangan selama ratusan tahun: melalui trial and error,
pelbagai jenis padi dari galur yang berbeda diseleksi dan dikawinkan untuk
menghasilkan padi dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti memiliki
produktivitas tinggi, masa panen singkat, atau lebih tahan hama.
Transaksi gen ala bioteknologi tradisional inilantaran dilakukan pada
tataran organismemembutuhkan waktu lama dan hasil yang sulit diduga.
Bioteknologi modern menawarkan alternatif dalam transaksi gen: lebih singkat
prosesnya, lebih terprediksi hasilnya, dan lebih banyak variasinya lantaran
dilakukan pada tataran molekuler. Revolusi omic di bidang bioteknologi seperti
genomik dan proteomik serta teknologi biologi sintetis juga mempercepat proses
ini (Prather, 2013).
2. ENERGI
Pada dekade mendatang, sektor energi akan menghadapi kompleksitas
masalah yang saling terkait antara tantangan perekonomian, geopolitik, teknologi
dan lingkungan. Pertambahan penduduk yang terus meningkat di negara-negara
berkembang memerlukan pasokan energi yang cukup besar baik bagi kepentingan
masyarakat pedesaan maupun masyarakat urban. Konsumsi energi di negara
berkembang akan meningkat sebanyak empat kali lebih besar dari kebutuhan
energi negara-negara maju. Di negara-negara maju sendiri, dorongan untuk
pertambahan pemakaian energi terutama disebabkan oleh adanya perubahan
gaya hidup dan perubahan teknologi masa depan. Sementara itu, pasokan
sumber energi konvensional khususnya minyak dan gas bumi akan mulai menurun
magnitude-nya. Saat ini 85 persen produksi komersial energi masih berbasis
bahan bakar fosil. Meskipun peranan bahan bakar fosil masih akan sangat penting,
namun pengaruhnya secara berangsur-angsur akan diambil alih oleh sumbersumber energi baru dan terbarukan (new and renewable energy resources).
Isu ancaman anomali iklim akibat pemanasan global serta kian langkanya
suplai minyak dunia, mendorong terbukanya peluang kemunculan sumber-sumber
energi baru dan terbarukan, khususnya bagi sumber-sumber substitusi bahan
bakar cair minyak.Hal tersebut terutama disebabkan karena artifak atau peralatan
yang tersedia saat ini masih sangat tergantung pada teknologi minyak. Karenanya
bahan bakar cair substitusi minyak, sejauh mungkin harus compatible dengan
infrastruktur dan sistem peralatan teknologi minyak, seperti untuk keperluan
transportasi. Di antara substitusi bahan bakar cair minyak yang akan berperan di
masa datang adalah bio etanol, bio diesel, dan bio butanol.
INOVASI 1-747
123
Kompetisi global memperebutkan sumber-sumber energi sudah mulai
memanas. Di abad 21 ini ketergantungan dan keberlanjutan energi kian menjadi
kunci pertumbuhan ekonomi, kualitas hidup dan keamanan negara. Negaranegara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang, telah berinvestasi
demi masa depan yang berkemandirian energi lewat riset teknologi energi baru
seperti energi hidrogen, nano energi dan fusi energi, selain terus meningkatkan
utilisasi energi alternatif: angin, solar, dan nuklir.
Melihat kecenderungan-kecenderungan itu, menjadi penting untuk
memprediksi alternatif energi apa saja yang akan menjadi pilihan masa depan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi sumber-sumber energi masa
depan yang akan mengakhiri kebiasaan kita memakai minyak bumi antara lain:
Terbarukan
Berlimpah dan bersih
Andal dan aman
Terjangkau harganya
Am
on
Ra
Indonesia yang menargetkan menjadi 12 besar kekuatan ekonomi dunia
pada tahun 2025 akan menghadapi dilema. Guna mencapai PDB 3,76 triliun dolar
AS, sebagaimana termaktub dalam Visi Indonesia 2025, pertumbuhan ekonomi
harus ditingkatkan 5-6 kali lipat dalam 15 tahunberarti: konsumsi energi
sangat tinggi. Padahal, minyak bumi, sebagai sumber energi primer penopang
pertumbuhan, kian surut jumlahnya. Juga, kian tinggi harganya.
Kondisi ini dapat dilihat sebagai kendala sekaligus berkah: harga minyak
yang tinggi akan mendorong kita untuk melakukan efisiensi penggunaan energi,
sekaligus memacu pengembangan teknologi energi baru yang lebih ramah
lingkungan. Terdapat empat hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil
kebijakan:
1. Pengalaman menunjukkan kenaikan harga akan mengurangi percepatan
pertumbuhan konsumsi energi, meskipun tidak segera, karena dibutuhkan
waktu untuk menunggu perekonomian kita siap menerapkan teknologi baru
yang lebih efisien.
2. Subsidi BBM secara bertahap dapat dikurangi dan dialihkan untuk
mengembangkan dan menerapkan energi baru dan terbarukan seperti energi
surya dan energi bio, dua ragam energi di mana kita memiliki keunggulan
komparatif sebagai negara tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi.
3. Keekonomian energi baru menjadi viable tanpa hadirnya subsidi BBM. Ini
akan merangsang kian meluasnya keragaman penggunaan energi alternatif
sehingga pada gilirannya akan memperkuat suplai ketahanan energi kita.
4. Bila semua ini bisa dilakukan secara konsisten dan terukur, kita berpeluang
memasuki tahap negara maju berbasis inovasi (innovation driven economies)
di tahun 2025. Indonesia diharapkan dapat mencapai tingkat negara
sejahtera, dengan intensitas penggunaan energi yang rendah. Ini adalah
tahap tercapainya keseimbangan antara pertumbuhan berkelanjutan dengan
ketahanan energi yang kuat
124
Am
on
Ra
Sementara eksplorasi ladang-ladang minyak baru dilakukan, sumbersumber energi alternatif patut dilirik. Negeri ini mempunyai sumber
keanekaragaman energi yang cukup besar: angin, solar, biomassa, gelombang laut,
hidro dan geotermal adalah sederet energi alternatif di luar bahan bakar fosil yang
cadangannya melimpah. Sumber-sumber energi tersebut sudah dikenal lama dan
dapat dijadikan pilihan energi mix guna memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Hanya saja, pergeseran ke sumber-sumber energi baru tidaklah mudah.
Investasi awal yang dikucurkan untuk riset dan penciptaan infrastrukturnya
sangatlah besar. Akses terhadap sumber energi, penguasaan dan pemilihan
teknologi, dan tingkat keekonomisan, menjadi faktor penentu kesuksesan lainnya.
Di masa lalu, ketika industri bergeser ke arah penggunaan minyak, perubahan itu
dapat terjadi lebih cepat dan mudah lantaran sumber energi ini mudah diperoleh,
tingkat keekonomisannya tinggi, dan cadangannya besar.
Pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, selain energi nuklir,
umumnya terkait erat dengan lokasi di mana ia berada. Ini membuat tingkat
ketidakpastian menjadi tinggi. Aspek pilihan teknologi dan nilai keekonomisan
selalu menjadi pertimbangan krusialjika bukan penghambatpengembangan
energi alternatif tertentu di lokasi tertentu. Padahal keputusan berinvestasi
harus dilakukan pada timing yang tepat guna menyerap demand energi di sebuah
lokasi. Pada titik ini kita melihat bahwa solusi atas kebuntuan-kebuntuan ini
adalah political will pemerintah dan komitmen para investor untuk membawa
perubahan.
Hingga kini, penggunaan energi fosil masih mendominasi di Indonesia:
minyak bumi tercatat sebagai yang terbesar, disusul gas, dan batubara. Energi
terbarukan seperti hidro, geothermal, dan lain-lain baru mencapai 7 persen
(Gambar 41). Seiring kebijakan diversifikasi energi, pada 2025, penggunaan
energi fosil direncanakan dipangkas dari 93 persen menjadi 83 persen. Sementara
penggunaan energi baru dan terbarukan didongkrak menjadi 17 persen, dengan 5
persen di antaranya bahan bakar nabati (biofuel).
INOVASI 1-747
125
Komponen
Energi
15%
23%
55%
Am
on
Ra
7%
2005
33%
20%
17%
30%
Minyak
Terbarukan
Gas
Batubara
126
2025
3. AIR
Am
on
Ra
Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag
(Maret, 2000) disebutkan bahwaIndonesiatermasuk salah satu negara yang
akan mengalami krisis air pada 2025. Penyebabnya antara lain kelemahan dalam
pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien.Indonesia memiliki
6%potensi air dunia atau 2% potensi air di Asia Pasifik, tapi ironisnya, setiap
tahun Indonesia mengalami krisis air bersih secara kualitas maupun kuantitas.
Sumber air alam semakin menyusut dan air bersih olahan semakin mahal.
Sebanyak 13 sungai yang melewati ibukota Indonesia bahkan tercemar bakteri
Escherichia coli, termasuk 70 persen air tanahnya.
Di Indonesia, masalah air bersih merupakan masalah klasik yang tidak
kunjung usai diberantas. Pada tahun 2013 ini, jumlah penduduk Indonesia
mencapai sekitar 250 juta jiwa. Dari jumlah yang begitu banyak, hanya sekitar
20% saja yang memiliki akses terhadap air bersih, itu pun umumnya di daerah
perkotaan, yang menikmati air bersih. Sedangkan sisanya, sekitar 80% dari rakyat
Indonesia masih mengkomsumsi air yang bisa dikatakan hampir tidak layak dan
bahkan tidak layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan data desa kekeringan yang dikeluarkan BPS, selain terdapat
1.235 desa kering di kawasan rawan air, ada 15.775 desa rawan air yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. Total, terdapat 17.010 desa yang masuk dalam
prioritas penanganan pelayanan air minum yang aman dan terlindungi. Jakarta
bahkan sudah mengalami krisis air bersih sejak 18 tahun yang lalu. Jakarta
memerlukan sekitar 26.938 liter air per detik, namun yang tersedia hanya 17.700
liter air per detik. Diperkirakan pada tahun 2020, defisit air di Jakarta mencapai
19.000 liter per detik.
Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih
yang Berkesinambungan
Saat ini teknologi pengolahan limbah menjadi air bersih telah berhasil
dikembangkan oleh BPPT (dengan Metode Filtrasi dan Flokulasi), dan LIPI (Metode
Plasma). Oleh karenanya pemerintah perlu mendukung pemanfaatan teknologi
lokal untuk penyediaan air bersih melalui Gerakan Pengolahan Limbah menjadi Air
Bersih. Bahkan dalam jangka waktu menengah, Industri Filter untuk penanganan
limbah harus sudah dibangun di Indonesia serta didorong pengembangan
teknologi pengelolaan air gambut. Sedangkan untuk menangani masalah-masalah
yang terkait dengan water-shortages, maka gerakan sosial di masyarakat perlu
terus didukung dan diciptakan. Gerakan-gerakan ini di antaranya, seperti:
Gerakan Pemanenan Air Hujan dan pengembangan teknologi pengolahannya.
Gerakan konservasi air seiring dengan energi air (GNAPA), Restorasi (reorientasi)
dan rekondisi (pengerukan) sungai, Gerakan zero run off (biopori dan sumur
resapan), Gerakan Pengolahan Air Limbah menjadi Air Bersih, Revitalisasi program
Prokasih dan Langit Biru serta 15 Danau Prioritas, Pengembangan teknologi
pengambilan air dari daerah KARS/gamping, serta Program Pembuatan Sejuta
Embung khususnya di daerah-daerah terpencil untuk mengatasi kelangkaan air
bersih.
Ketahanan air tentunya memerlukan sinergi di antara lembagalembaga yang mengatur kebijakan terkait dengan urusan air-bersih. Lembagalembaga yang dimaksud antara lain: Dewan Sumber Daya Air, Kementerian
INOVASI 1-747
127
Pekerjaan Umum (dalam hal ini Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab
tentang kebijakan sumber daya air), Kementerian Kehutanan, Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pemerintah Daerah, Lembaga-lembaga
Riset, Perguruan Tinggi). Jika perlu bahkan dapat diusulkan agar keberhasilan
pengelolaan air bersih dijadikan salah satu parameter keberhasilan sebuah
Pemda, di mana setiap daerah memiliki peta cekungan air tanah yang efektif
untuk resapan air tanah dan menerapkan regulasi tentang pengolahan limbah
domestik sebelum dibuang ke sungai. Pemerintah juga dapat memaksimalkan
fungsi Asia-Pacific Centre for Ecohydrology (APCE) yang ditetapkan oleh UNESCO
untuk dibangun di Indonesia, dimana Pusat Penelitian Limnologi LIPI bertindak
sebagai host dalam lembaga internasional itu. APCE dapat berfungsi sebagai
koordinator bekerja secara profesional dalam penelitian mengenai eko-hidrologi,
termasuk air-bersih yang berkesinambungan.
Am
on
Ra
Air, energi, dan pangan telah menjadi sumber paling penting yang
mempengaruhi langsung perkembangan sosioekonomi dari sebuah bangsa.
Air dalam jumlah cukup berarti diperlukan untuk produksi dan proses pangan.
Mayoritas air antropogenik global, sekitar 60-80%, digunakan untuk irigasi. Selain
itu, produksi makanan dapat mempengaruhi kualitas air melalui limbah pertanian
yang terpolusi oleh pupuk, pestisida, dan kotoran. Agrikultur dan energi selalu
terkoneksi, tapi teknologi modern dan industrialisasi telah menaikkan kebutuhan
energi bagi agrikultur dan produksi pangan. Proses dan transportasi pangan di
negara industri menggunakan dua kali lipat energi di agrikultur. Di lain pihak,
beberapa jenis tanaman tertentu juga digunakan sebagai sumber energi.
Secara global, diperkirakan 783 juta orang tidak memiliki akses untuk
mendapatkan air minum, 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi
yang cukup, 1,3 milyar orang tidak memiliki akses terhadap listrik, 2,7 milyar orang
tidak memiliki akses fasilitas memasak yang modern dan sehat, dan sekitar 1
milyar orang kekurangan gizi. Figur ini menyadarkan kita untuk berpikir mengenai
pengelolaan air, energi, dan pangan secara terintegrasi untuk meningkatkan
ketahanan air-pangan-energi dan pembangunan yang berkelanjutan. Keterbatasan
sumber air, pangan, dan energi dan distribusi yang tidak merata harus menjadi
perhatian mengenai ketersediaan dan keberlanjutan di masa depan. Hal ini
menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi di bidang air, pangan, dan energi
dibandingkan mendiskusikannya secara terpisah. Beberapa faktor antropogenik
secara langsung atau tidak langsung seperti perubahan iklim, perubahan politik
dan ekonomi, pembangunan regional dan ekonomi, transisi demografi, urbanisasi,
perubahan penggunaan lahan dan pembangunan infrastruktur menyebabkan
tekanan pada sektor kebutuhan dasar ini.
Disadari atau tidak, Indonesia akan segera menghadapi krisis air, pangan,
dan energi. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dan pertumbuhan
populasi perkotaan yang cepat, tantangan utama mengenai persediaan perkotaan
semakin nyata, khususnya persediaan air dan sistem sanitasi, persediaan dan
efisiensi energi, penggunaan tanah dan ketahanan pangan. Hampir semua
perkotaan telah mencapai situasi kritis yang dapat mengancam pembangunan
berkelanjutan. Perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi menambah tekanan
pada sumber air, energi, dan pangan, menyebabkan potensi konflik di antara
sumber kebutuhan dasar ini. Karenanya nexus (keterkaitan) air-pangan-energi
adalah salah satu isu penting dan mendasar dalam menjaga ketahanan kebutuhan
dasar air, energi, dan pangan. Sayangnya, perencanaan dan pengelolaan saat
128
ini cenderung sektoral, tidak terintegrasi, dan tidak mampu untuk mendayakan
interaksi dan sinergi di antara 3 sektor nexus ini serta potensi yang berkaitan
selama proses implementasi.
Selama Konferensi Rio+20 pada tahun 2012, isu ketahanan air, energi
dan pangan serta keterkaitannya satu sama lain telah mendapat perhatian
internasional yang besar dan menjadi agenda utama terkini. Seyogyanya,
Indonesia mulai melakukan pendekatan nexus ini yang mengkaitkan air,
energi, dan pangan dalam inovasi pengelolaan, analisa, perencanaan, dan
implementasinya. Penggunaan dan pengelolaan satu dari ketiga sistem ini akan
mempengaruhi sektor lainnya, karenanya sangatlah penting untuk mengambil
pendekatan nexus untuk meningkatkan pemahaman mengenai bagaimana ketiga
sistem ini terkait satu sama lain sebelum mengambil langkah untuk menjaga
ketahanan air, pangan, dan energi serta keberlanjutannya di masa depan. Ketika
nexus ini tidak seimbang, akan terjadi konsekuensi yang nyata bagi kesehatan
masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Melangkah maju dengan inovasi
pengelolaan melalui pendekatan nexus tidaklah mudah bagi Indonesia, namun
semua bisa dicapai dengan usaha terpadu dari setiap individu, para pihak terkait,
dan pemerintah.
4. KESEHATAN
Am
on
Ra
Kemampuan membasmi penyakit infeksi yang menjadi dasar kedokteran
moderen sepanjang 150 tahun terbukti dapat memperpanjang usia manusia,
tetapi tak berdaya ketika menghadapi penyakit degeneratif. Penyakit-penyakit
yang tidak dipicu oleh bakteri atau virus (infectious agents) seperti kanker,
penyakit jantung, diabetes, atau Alzheimer memerlukan pendekatan berbeda.
Kedokteran Masa Depan tak lagi bergerak di level pengetahuan tentang agen
pembawa penyakit infeksi berskala mikro (bakteri atau virus), tetapi bertumpu
pada pengetahuan material organik pada tataran nano. Kedokteran Masa Depan
(The New Age of Medicine) ini tidak sekedar menyembuhkan penyakit, namun
lebih berorientasi preventif dan prediktif. Tidak menerapkan semua-obat-untuksemua (one size fits-all), kedokteran baru ini berorientasi pada pengobatan
personal.
Bermula dari penemuan deoxyribonucleic acid (DNA). Polimer berpilin
ganda berdiameter 2 nanometer itu telah menjadi alat diagnosis kedokteran baru,
yang memungkinkan para dokter melihat dengan tajam peta genomik seorang
pasien sebuah kemampuan yang sekaligus menandai lahirnya kedokteran atom.
Gejala yang muncul, seperti pening, demam, atau lemas adalah hasil
interaksi yang kompleks antara tubuh, pikiran dan lingkungan: tetapi kesemuanya
diawali dari DNA, pada atom. Kedokteran moderen belum mampu menghasilkan
alat-alat untuk melihat sekaligus memahami tubuh manusia pada tataran atomik
ini. Apa jadinya ketika kita mampu melihat atom-atom dan DNA manusia untuk
mengidentifikasi pemicu-pemicu potensial yang mengakibatkan penyakit? Apa
jadinya ketika kita melalui pengetahuan dari peta genomik bisa menghentikan
pemicu-pemicu penyebab penyakit tersebut? Inilah Kedokteran Masa Depan.
129
Am
on
Ra
B. Sel Punca
Inilah dua nama yang dinobatkan sebagai masa depan pengobatan
penyakit-penyakit berat dan kronis: sel punca (sel tunas, stem cell) dan kloning
terapeutik. Lazim dijuluki sel ajaib, sel punca adalah blue print segala organ
tubuh manusia. Karakter aktif di dalam sel muda ini memungkinkan sel punca
melalui kloning terapeutikdimanfaatkan untuk penciptaan jaringan-jaringan
baru organ tubuh yang rusak.
Terapi sel punca, misalnya, memberi harapan penyembuhan stroke seismik
akut tanpa melalui amputasi, atau kerusakan pembuluh darah tungkai menahun.
Tak kalah penting: sel punca dapat mengobati gagal jantung berat akibat rusak
otot jantung. Dua dekade ke belakang penderita gagal jantung hanya dapat
diselamatkan lewat transplantasi organ. Tapi belakangan jumlah donor jantung
kian sulit dicari. Lewat terapi sel punca, transplantasi bisa dilakukan secara selular:
menyuntikkan stem cell line pada otot jantung, membuatnya memperbaiki diri,
hingga jantung benar-benar pulih. Tak lagi perlu diganti.
Selaku sel multipotensi, stem cell memang berperan dalam pengobatan
penyakit yang memerlukan pertumbuhan sel-sel baru. Wajar jika terapi sel punca
kelak dapat mengobati Alzheimer atau Parkinson, memperbaharui tulang dan
gigi yang rusak, bahkan membuat kulit lebih muda lewat terapi peremajaan. Di
kemudian hari, sel punca juga akan berperan penting dalam penyembuhan jenisjenis kanker tertentu.
130
Obat &
Pengobatan
Masa Depan
Am
on
Ra
TI
Genom
Nanotek
Sains
Kognitif
INOVASI 1-747
131
Pada tubuh manusia, sel punca terdapat pada darah ari-ari bayi, embrio
muda (seperti sisa bayi tabung atau janin yang keguguran), serta jaringan dewasa
(adult stem cells). Masing-masing mempunyai keunggulan maupun kelemahan
yang memerlukan riset mendalam.
Meski dapat memperbanyak diri, kemampuan sel punca untuk
membentuk dan menghasilkan jenis-jenis sel tertentu masih belum optimal. Para
peneliti dan investor kini berupaya menggali lebih dalam ke bentuk awal dari
sel punca yang dikenal sebagai sel punca embrionik. Ini merupakan suatu bentuk
paling awal perkembangan manusia, yakni kondisi beberapa saat setelah proses
pembuahan. Sel punca embrionik ini mampu menghasilkan jenis-jenis sel spesifik,
yang diyakini amat berguna dalam pengobatan personal. Hanya saja, dalam
proses pembuatannya, embrio janin bayi harus dihancurkan terlebih dulu, yang
berarti menghilangkan peluang hidup janin sejak awal pembuahanmembuat
para pendukung pengobatan masa depan harus berhadapan dengan masalah
etika.
Am
on
Ra
Hasil riset kelas dunia dimiliki pula oleh negeri ini. Dr Adi Santoso, peneliti
LIPI, berhasil menciptakan human erythropoietin (hEPO) dalam ragi dan tanaman
barley (sejenis gandum). Sebelumnya produksi hEPO dilakukan dalam kultur sel
mamalia melalui media telur tupai Tiongkok dan ginjal bayi tupai. Bioteknolog
Inggris dan Korea Selatan telah berupaya lebih dari satu dekade memproduksi
hEPO tanpa sel mamalia, namun gagal. Temuan Adi Santoso adalah yang pertama
di dunia.
hEPO adalah katalisator pada sel darah merah yang berguna untuk
penyembuhan berbagai penyakit terkait dengan darah, seperti anemia. hEPO
memiliki nilai ekonomis tinggi. Penderita kelainan ginjal misalnya harus menjalani
suntik hEPO yang biayanya mencapai Rp 20 hingga Rp 30-an juta per bulan
jika disuntik tiga kali seminggu. Ini lantaran biaya memproduksi hEPO pada
sel mamalia amat mahal. Menggunakan media ragi (jenis Pichia pastoris) dan
tamanan barley, produksi hEPO dapat dibuat dalam skala lebih besar, lebih efisien
dan lebih ekonomis. Inilah yang kelak membuat biaya suntik hEPO jauh lebih
ramping. hEPO diyakini pula sebagai masa depan pengobatan HIV/AIDS.
Dalam perkembangan selanjutnya, Komite Inovasi Nasional (KIN), yang
dibantu oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT), telah berhasil
menjalinkan kerjasa sama antara Pusat Penelitian Bioteknologi (PP-Biotek) LIPI
dengan PT Indofarma dalam peningkatan riset hEPO. PP-Biotek LIPI dan PT
Biofarma sepakat mengadakan Program Kerja Sama (PKS) untuk Penelitian dan
Produksi hEPO. Dalam PKS disepakati bahwa produksi hEPO akan dilakukan
dengan menggunakan sel-sel CHODG44, dan PT Biofarma sepakat menyediakan
sel CHOD44 tersebut; serta memberikan fasilitas laboratoriumnya untuk
melakukan splitting/transforming. Test produksi hEPO dan karakterisasi akan
dilakukan baik di Biofarma maupun di Puslit Biotek LIPI. Peneliti dari Puslit Biotek
LIPI dengan Peneliti Biofarma akan bekerja sama. Tujuan akhir diproduksinya
Master-seed untuk hEPO, yang diharapkan selesai tahun 2014/15.
Dengan difasilitasi oleh KIN dan KNRT, Perjanjian Kerja Sama antara PPBiotek LIPI dengan PT Biofarma telah ditandatangai pada tanggal 02 Juli 2013 di
Jakarta. Kemajuan yang telah dicapai dalam Kerjasama PP-Biotek LIPI dengan PT
Biofarma adalah sebagai berikut: Konstruksi Gen penghasil hEPO dalam plasmid
telah berhasil dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI. Saat ini sedang dilakukan
penumbuhan sel CHO DG44, yang dilakukan di Laboratorium Biofarma. Apabila
132
Am
on
Ra
penumbuhan Sel CHO DG44 berhasil, maka akan segera dilakukan Transfeksi Gen
rh-EPO ke dalam Sel DGO DG44, dilakukan di Laboratorium Biofarma. Konfirmasi
Molekuler & Karakterisasi Sel CHO DG44 ter-transfeksi Gen Penhasil hEPO akan
dilakukan di Laboratorium Puslit Bioteknologi LIPI. Ini merupakan keberhasil KIN
dalam menggandengkan antara dunia penelitian dengan dunia industri.
LIPI juga melakukan riset kompetitif untuk mencari senyawa baru
penghambat (inhibitor) aktivitas virus avian influenza (AI) atau flu burung. Dimulai
sejak dua tahun lalu, riset ini berupaya mengisolasi molekul acuan baru anti AI
yang bersumber dari ekstrak bahan alami Indonesia melalui program skrining
yang komprehensif. Tak kurang dari empat ribu ekstrak mikroba telah disiapkan
untuk pengujian. Target utama riset adalah menemukan penghambat ion channel
protein M2 virus flu burung.
Menurut koordinator riset, Dr Inez Irene Atmosukarto, inhibitor protein
M2 terbukti dapat menghambat asidifikasi virus bagian dalam dan menghambat
fusi envelop virus. Pada virus influenza terdapat unsur H dan N, dan di antara
membran luar dan dalam kedua unsur tersebut terdapat protein penghubung
(M2) yang jika disumbat akan menghambat perkembangan virus. Penghambat
(inhibitor) inilah yang tengah dicari senyawanya.
Penelitian untuk mencari senyawa anti H5N1 ini dilanjutkan oleh Dr.
Bambang Sunarko, dan telah ditemukan beberapa ekstrak mikroba yang aktif
untuk melawan virus burung H5N1. Eksraks tersebut didapatkan dari mikroba yang
hidup di tanaman: Justicia gandarussa, Ervatamia macrocarpa, Nauclea orientalis,
Sandoricum emarginatum, Myristica fragrans. Penelitian masih terus dilanjutkan.
Keberadaan vaksin telah sedemikian vital, bahkan tak tergantikan hingga
kini, guna mencegah penyakit-penyakit infeksi khususnya di negara Dunia Ketiga
seperti Indonesia. Soal produksi vaksin, negeri ini layak berbangga karena memiliki
PT Biofarmakini berusia 121 tahunsebagai eksportir vaksin kelas dunia: produk
vaksin perusahaan ini telah dipasarkan ke ratusan negara di Afrika, Asia, Amerika
Latin, dan beberapa negara Eropa. Namun, menjadi ironis mengingat produk
vaksin PT Biofarma belum memanfaatkan seed vaksin yang berasal dari Indonesia
serta masih mengandalkan teknologi vaksin lisensi asing. Walhasil PT Biofarma
harus selalu membayar dengan harga sangat tinggi biaya royalty dari seed dan
teknologi vaksin impor ini.
Kian ironis mengingat negeri ini, sebagai megabiodiversitas terbesar kedua
di dunia, merupakan surga seed vaksin. Di sisi lain, tak sedikit universitas dan
lembaga Litbang yang melakukan riset dasar seed vaksin. Karena itulah diperlukan
sinergi antara universitas/badan Litbang dengan PT Biofarma agar kedua aktor
inovasi ini melengkapi satu sama lain. Karena itu pula belakangan dibentuk
Jaringan Keunggulan Inovasi Vaksin sebagai hub kegiatan inovasi produk vaksin
yang terdiri dari pakar dari perguruan tinggi dan lembaga seperti UGM, IPB, ITB,
UI, UNAIR, Lembaga Eijkman, Litbangkes, LIPI, BPPT, dan PT Biofarma.
Produk vaksin pertama yang diharapkan dihasilkan dari Jaringan
Keunggulan Inovasi Vaksin ini adalah vaksin rotavirus. Rotavirus adalah
virus penyebab utama penyakit infeksi gastrointestinal. Seed vaksin ini telah
dikembangkan bersama oleh FK-UGM, The University of Melbourne, dan PT
Biofarma berbasiskan pada galur rotavirus Indonesia. Hak Paten merupakan
milik bersama antara FK-UGM, The University of Melbourne dan PT Biofarma.
Sedangkan hak pemasarannya akan diberikan kepada pihak Indonesia. FK-UGM
akan terus mencari dan meneliti galur-galur Indonesia untuk pembuatan vaksin
rotavirus ini. Kontrol kualitas dari vaksin ini sedang dilakukan di PT Biofarma,
INOVASI 1-747
133
sementara target uji klinis I, II, dan III diharapkan selesai pada tahun 2013.
Ditargetkan pada tahun 2014 vaksin rotavirus mendapatkan izin pemasaran.
Seandainya vaksin-vaksin dengan seed Indonesia telah diproduksi, vaksinvaksin ini kemungkinan besar tidak dapat bersaing dengan vaksin-vaksin impor
yang relatif lebih murah. Karena itu diperlukan peraturan pemerintah untuk
mengawal agar vaksin produksi dalam negeri ini dapat bersaing secara sehat
dengan vaksin impor di Indonesia.
Am
on
Ra
Ditopang oleh kemajuan ilmu fisika modern dan berkembang pada abad
ke-20, teknologi informasi (information technology, IT) membawa kita memasuki
Gelombang Peradaban Ekonomi Informasi. Gelombang ini adalah sebuah era
baru yang sangat dipengaruhi oleh pengembangan informasi dan knowledge serta
penyebarannya sebagai faktor utama dalam mengukur produktivitas.
Revolusi IT telah mengubah secara mendasar bidang-bidang kehidupan.
Kita bukan saja memanfaatkan IT untuk berkomunikasi, tetapi nyaris untuk segala
hal: mendaratkan pesawat, membuat neraca bisnis, merancang bangun berbagai
artifak manufaktur. Berkat kemajuan fisika modern dan IT, ditemukan cara
memanipulasi radiasi, gelombang dan elektronpenemuan-penemuan yang telah
membuka jalan bagi terobosan-terobosan menakjubkan dalam bidang komunikasi,
energi dan teknologi persenjataan, mulai dari radio, televisi, X-Ray dan CAT Scan,
hingga tenaga nuklir.
Gelombang peradaban baru ini telah pula memicu kegiatan ilmiah untuk
menguak informasi di tataran sangat kecildunia kuantum berskala nano;
sekaligus menjelajah informasi di tataran skala sangat besardunia ruang
angkasa. Pada tahap ini tak terasa kita secara berangsur-angsur telah menuju
Gelombang Peradaban Ekonomi Inovasi (Gambar 43).
Berbeda dengan gelombang Ekonomi Informasi yang ditopang oleh ilmu
fisika, era Ekonomi Inovasi adalah abad bioteknologi. Dalam era Ekonomi Inovasi,
kita akan mampu merekayasa organisme secara genetik untuk menghasilkan
sifat-sifat yang kita kehendaki secara tepat. Berbagai proyek omic seperti
pemetaan genom manusia saat ini memungkinkan penyusunan database gen
manusia yang berguna untuk pengembangan ilmu farmasi dan pengobatan.
Segera akan ditemukan teknologi untuk menghilangkan atau memperbaiki cacat
jantung bawaan dan obat-obatan yang didasarkan pada susunan genetika individu
(personalised medicine).
Di bidang pertanian rekayasa genetika, kita mampu merancang tanaman
yang mampu memproduksi buah berukuran jauh lebih besar, tumbuh lebih baik
pada iklim kering serta tahan serangan hama. Melalui modifikasi genetika secara
tepat, pemanfaatan lahan pertanian pun dapat dibuat lebih efisien hingga dua kali
lipat. Kita juga akan segera melihat kehadiran tanaman yang dapat menghasilkan
plastik berkualitas, jagung yang tumbuh pada kondisi air berkadar garam tinggi
atau bahkan kita mampu merekayasa laba-laba yang susunya dapat menghasilkan
serat sutera.
134
GELOMBANG BARU:
EKONOMI-BIO
Am
on
Ra
TEKNOLOGI
DIGITAL
DUNIA BIOLOGI
2030
2000
135
Am
on
Ra
Teknologi Hijau (Green Technology) akan bermunculan sebagai ciri utama
gelombang ekonomi baru ini (Gambar 44). Di ranah pertanian, biofertilizer atau
obat-obatan baru berbasis gen dan genom akan mampu dibuat. Produk-produk
bio-energy akan tumbuh pesat. Sedangkan di sektor transportasi, bahan bakar
hidrogen (fuel cell) merupakan Teknologi Hijau yang akan mendominasi dunia.
Akan bermekaran pula eco-industrial park, klaster industri ramah
lingkungan yang menerapkan infrastruktur green design dan hemat energi, serta
memiliki klaster bisnis produk-produk bersih dan daur ulang (clean and recycling
business cluster). Ekonomi Hijau yang diterapkan dengan standar lingkungan
tinggi ini, menurut Porter (1991), akan mendorong munculnya inovasi-inovasi
baru yang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya, dan pada gilirannya
meningkatkan daya saing.
Yang juga bakal tumbuh adalah TIK Hijau (Green ICT), sebuah konsep
penggunaan Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) secara inovatif dan efisien.
TIK Hijau berperan ganda. Pertama, TIK Hijau dapat menghasilkan produk-produk
TIK yang ramah lingkungan, disebut TIK yang Hijau, seperti komputer net-top (~
10 watt) pengganti komputer boros energi desktop (100 watt). Kedua, TIK Hijau
akan membantu sektor-sektor lain menjadi lebih ramah lingkungan, proses yang
disebut Hijau dengan TIK (Green by ICT). Contoh, penggunaan media digital
secara luas di bidang pelayanan perdagangan, perbankan dan perkantoran telah
menekan penggunaan kertas (paperless) sekaligus mengurangi pencemaran
lingkungan.
Lima belas tahun mendatang (2025) kita akan melihat akselerasi inovasi;
suatu perubahan yang sangat cepat pada skala yang belum pernah dialami
peradaban sebelumnya. Lebih dari apa yang diramalkan hukum Moore, saranasarana pendorong tumbuh semakin cepat dan menghasilkan produk-produk
inovasi yang lebih murah dan lebih kuat, namun lebih ringan.
Industri bioteknologidi bidang kesehatan maupun panganyang
tengah dirintis negeri ini juga mengabaikan sumber daya paling gigantik: laut.
Riset hEPO, vaksin flu burung, atau padi tahan kekeringan adalah terobosanterobosan jempolan; tetapi penelitian-penelitian tersebut, bahkan mayoritas riset
bioteknologi di Indonesia, masih terfokus pada pemanfaatan sumber daya genetik
di daratan. Kita tahu, dua per tiga luas Indonesia adalah lautan: gudang genetik
yang lebih raksasa itu justru berada di dasar samudera dan di permukaan laut
biru. Inilah bahan baku yang luar biasa besarnya untuk memperkuat ketahanan
pangan, energi, air, dan kesehatan.
i. Sektor Pangan
Di bidang pangan, alga mikro Spirulina dapat menjadi suplemen pengganti
susu hewani lantaran memiliki kandungan kalsium tiga kali lebih tinggi. Alga
mikro ini juga mempunyai kandungan zat besi tiga kali lebih besar ketimbang
bayam, sehingga bisa menjadi salah satu sayuran penting. Biota-biota laut
lainnya sebetulnya bisa menjadi sumber pangan utama, menggantikan beras.
136
Innovation
Driven
Am
on
Ra
Pesawat Udara
Ekonomi
Industri
Telekomunikasi
Investment
Driven
Kapal Laut
Padat
Modal
Petrokimia / Permesinan
Mobil / Antibiotika
Tekstil / Pemrosesan
Ekonom
Pertanian
Pertambangan
Factor
Driven
Kebutuhan
Dasar
Peralatan
Agro
Pekerja
Padat
Karya
Dampak lingkungan
INOVASI 1-747
137
Am
on
Ra
Di sektor energi, kita juga mengabaikan fakta adanya 60 cekungan raksasa
di lepas pantai Nusantara. Cekungan ini sarat minyak dan gas bumi (migas),
berserakan di dasar laut, bagaikan peti-peti harta karun. Hingga kini baru 16
cekungandengan perkiraan cadangan minyak 1,93 miliar barelyang sudah
dieksploitasi, sementara empat lainnya baru pada tahap eksplorasi. Sisanya belum
diusik, bagaikan kotak-kotak emas dari sebuah kapal karam yang tak kunjung
diangkat ke darat.
Fakta lebih mengagetkan muncul dari survei geologi dan geofisika kelautan
kapal riset Jerman, Sonne, pascatsunami Aceh. Piranti seismik mengidentifikasi
kandungan hidrokarbon luar biasa besar di bawah dasar perairan Pulau Simeulue,
Nangroe Aceh Darussalam. Sekitar 320,79 miliar barrel minyak bumi diperkirakan
berada di lokasi tersebut.
Riset lain yang dilakukan gabungan peneliti Jerman, Jepang, Malaysia,
dan Indonesia, menemukan hidrat gas alam dalam jumlah gigantik di dasar
laut Nusantara. Survei dengan kapal selam canggih Shinkai 6500, yang mampu
138
Am
on
Ra
menyelam hingga kedalaman 6.500 meter, itu mendeteksi keberadaan 850 TCF
hidrat gas alam (natural gas hydrate, NGH) di perairan selatan Sumatera Selatan,
625,4 TCF di selatan Jawa Barat, dan 233,2 TCF di perairan Sulawesi. Hidrat gas
alam merupakan hidrokarbon berbentuk padat (freezed gas), disebut juga gas
alam padat.
Total cadangan 1.780,6 TCF hidrat gas alam ini akan menjadi sumur gas
raksasa untuk memenuhi kebutuhan energi negeri ini lebih dari 200 tahun.
Sebagai perbandingan potensi ladang gas Natuna adalah sebesar 222 TCF yang
diprediksi mampu menghasilkan hidrokarbon hingga 30 tahun. Cadangan minyak
bumi Indonesia memang kian surut di darat, tetapi emas-emas hitam dan putih ini
masih terhampar di laut dalam kita. Masa depan energi, oleh sebab itu, berada di
dasar laut.
Salah satu harta karun laut lainnya adalah alga mikro, yang lebih populer
disebut fitoplankton. Riset menunjukkan alga mikro dapat menghasilkan
hidrokarbonsenyawa dasar penyusun minyakdalam jumlah cukup besar
sebagai produk fotosintesisnya, sehingga berpotensi dijadikan sumber bahan
bakar nabati (biodiesel) yang prospektus. Luas wilayah laut sekitar 5,8 juta
kilometer persegi bukan saja menyediakan bahan baku air laut yang melimpah
sebagai media tumbuh alga mikro, tetapi juga keanekaragaman jenis alga
mikro. Kini baru ditemukan 100 jenis alga mikro di perairan Indonesia dengan
Nannochloropsis oculata sebagai alga mikro penghasil minyak terbesar
(kandungannya bahkan lebih besar ketimbang kelapa sawit dan jarak pagar
bahan baku primadona biodiesel saat ini). Selain Nannochloropsis, tidak tertutup
kemungkinan terdapat jenis alga mikro lain yang lebih produktif. Negeri ini
juga memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi (sekitar 12 jam sehari,
dua kali lipat negara-negara subtropis) bahkan dengan daya tembus surya
hingga kedalaman 2 meter dari permukaan laut. Kondisi-kondisi ini membuat
produktifitas alga mikro Indonesia untuk pembudidayaan jauh lebih tinggi. Yang
terpenting, kapasitas panen alga mikro akan luar biasa besar mengingat luasnya
laut negeri ini; bandingkan dengan produksi biodiesel dari kelapa sawit, jagung,
dan lain-lain yang harus bersitegang dengan terbatasnya lahan di darat serta
kebutuhan pemenuhan pangan penduduk.
Potensi energi lainnya yang dapat didulang dari laut, namun belum
termanfaatkan adalah energi pasang surut air laut (tidal power), energi gelombang
laut (wave energy), dan energi suhu laut (ocean thermal energy). Berdasarkan
perhitungan Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011, ketiga energi
laut ini memiliki potensi praktis sebesar 49 Giga Watt (GW). ASELI juga mencatat,
listrik berbasis energi laut lebih ekonomis ketimbang yang berbasis bahan bakar
minyak (BBM). Dibutuhkan 20 hingga 25 sen dolar AS guna membangkitkan 1 kWh
listrik dengan BBM; sementara hanya diperlukan 7-18 sen dolar AS dengan energy
laut.
Sama halnya, kekayaan hayati yang luar biasa besarnya juga mendekam di
laut, dan belum digarap serius. Padahal keanekaragaman hayati ini dapat diolah
menjadi produk bernilai tambah tinggi bernilai triliunan rupiah melalui sentuhan
bioteknologi kelautan. Di bidang kesehatan, misalnya, bioteknologi kelautan dapat
melakukan riset lanjutan terhadap pelbagai jenis senyawa bioaktif dalam bunga
karang (sponge) dan karang lunak (soft corals) yang diyakini bisa menjadi obat
anti kanker, anti bakteri, anti asma, dan anti fouling. Senyawa aktif pycocyanin
dalam alga mikro Spirulina juga merupakan ladang riset yang menunggu sentuhan
INOVASI 1-747
139
Am
on
Ra
ilmuwan negeri ini setelah diketahui memiliki tiga pigmen kaya protein, yakni:
phycocyanin (untuk menunjang kesehatan hati dan ginjal), klorofil (sebagai zat
antikanker dan antiracun), dan zeaxanthin (untuk kesehatan mata). Atau, jenis
invertebrata laut seperti tunicate (Tridemnum sp) yang diketahui mengandung
bahan aktif untuk penyembuhan penyakit leukimia, B-16 melanoma, dan M5076
sarcoma. Ekstrak tempurung penyu juga diketahui dapat menjadi obat luka dan
tetanus; sementara ekstrak kuda laut sebagai obat tidur, penenang, bahkan obat
kuat semacam viagra.
Timun laut atau teripang kini semakin dicari karena diketahui memiliki
kandungan asam amino esensial lengkap. Walhasil teripang dapat menjadi obat
khasiat untuk pelbagai penyakit, mulai dari diabetes melitus, jantung koroner,
hepatitis, hingga radang sendi. Indonesia adalah surga teripang yang memiliki
200 dari 1.200 spesies teripang dunia, namun ironisnya belum mengembangkan
riset lanjutan dan industri pengolahan teripang yang tangguh. Posisi itu justru
diambil Malaysia, negeri dengan potensi lahan budidaya teripang yang jauh lebih
kecil. Dirintis sejak tahun 1995, negeri jiran telah mempunyai industri bioteknologi
teripang dari hulu hingga hilir: mulai dari Litbang, budidaya, industrialisasi
produk akhir sampai pemasaran dan promosi. Indonesia sudah menjadi pasar
empuk bioteknologi teripang Malaysia, selain Singapura, Tiongkok, Eropa, dan
AS. Teripang olahan ini dijual dalam delapan jenis produk akhir, seperti ekstrak
teripang, jeli teripang, sabun, krim, bedak, atau kapsul.
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang luar biasa. Negeri ini
mendapat julukan sebagai negara zamrud katulistiwa, menjadi salah satu negara
dari sejumlah kecil negara di dunia yang mempunyai keberagaman budaya dan
lingkungan hayati yang tinggi. Negara kepulauan yang indah ini membentang
5.000 km, dari 95o sampai 141o Bujur Timur dan 2.000 km dari 6o Lintang Utara
sampai 11o Lintang Selatan. Sekitar 70% wilayah Indonesia berupa air dengan
luasan mencapai 3.2 juta km2. Hal yang sangat unik adalah bahwa, perairan
antar ke 13.000 pulau penyusun zamrud khatulistiwa tersebut merupakan
perairan laut dangkal, berbeda dengan laut dalam yang mengelilingi wilayah
Indonesia. Oleh karena itu negara Indonesia disebut sebagai negara Benua
Maritim.
Mengingat Indonesia adalah satu-satunya negara benua maritim di
dunia, KIN merekomendasikan Indonesia agar memprioritaskan Litbang pada 5+1
bidang berikut untuk mendorong inovasi, yaitu: 1. Ketahanan pangan (pengadaan
benih dan bibit yang baik, penciptaan pupuk hayati, Genetically Modified
Organism, dsb.), 2. Ketahanan energi (seperti penyediaan biofuel, energi baru
dan terbarukan), 3. Bioteknologi untuk Industri farmasi (vaksin tropis, kosmetik,
dan obat-obatan herbal), 4. Teknologi Transportasi (transportasi hijau: berbasis
listrik yang menhasilkan low costlow emission car, hybrid, dan fuel-cell car), 5.
Nanoteknologi (materi nano, konservasi energi, air, kesehatan, dan lingkungan,
serta nano coating dan nano battery). Kesemua bidang tersebut di atas tentunya
harus ditunjang oleh Teknologi Informasi (Gambar 45).
Dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta
keunggulan budaya yang dimilikinya, Indonesia dapat menggunakan Ekonomi
Berbasis Benua Maritim sebagai tagline dari Sistem Inovasi Nasional. Strategi
riset tersebut sekaligus merupakan dasar menuju keunggulan dan kekhasan kita
mewujudkan Ekonomi Hijau di Bumi Indonesia.
140
Gambar 45.
Rekomendasi 5+1 Bidang
Prioritas S&T untuk
Mendorong Inovasi.
Dengan mengingat Indonesia
adalah satu-satunya negara
benua maritim di dunia,
KIN merekomendasikan
Indonesia agar fokus pada
5+1 area prioritas S&T
untuk mendorong inovasi,
yaitu: 1. Ketahanan pangan,
2. Ketahanan energi, 3.
Bioteknologi untuk Industri, 4.
Teknologi Transportasi, 5.
Nanoteknologi, serta 1
teknologi penunjang yaitu
Teknologi Informasi.
Competitive
advantage
Cultural
advantage
Riset
KETAHANAN PANGAN
Riset
KETAHANAN ENERGI
-Farmasi
-Kosmetik
-Herbal
berbasis bioteknologi
Riset
TEKNOLOGI TRANSPORTASI
Transportasi ramah lingkungan:
-Listrik
-Hibrida
-Fuel-cell
Riset
NANOTEKNOLOGI
Konservasi energi, air, kesehatan,
dan lingkungan
INFORMASI
Riset
TEKNOLOGI
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
141
Am
on
Ra
142
Am
on
Ra
BAB V.
PROGR AM
QUICK-WIN
INOVASI 1-747
143
PROGR AM QUICK-WIN
Model Program Nasional yang Efektif dan Efisien
Am
on
Ra
Mengingat sifat inovasi itu sendiri, baik inovasi produk maupun proses,
keduanya membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan investasi jangka
panjang dengan resiko yang cukup tinggi maka KIN mengajukan beberapa
program Quick-Wins kepada pemerintah. Program Quick-Wins ini dimaksudkan
sebagai model dalam setiap koridor MP3EI yang dirancang berdasarkan
keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing koridor.
Salah satu cara untuk meningkatkan sistem inovasi adalah dengan
mendirikan innovation park, dimana semua elemen Triple Helix, seperti Inventor,
Pewirausaha, pemasok/supplier, dan sebagainya dapat memanfaatkan insentif
yang disediakan oleh pemerintah. Insentif ini antara lain mencakup perbaikan
birokrasi pemerintahan, pendanaan penelitian, tax holiday, dan lain-lain, yang
ditawarkan tidak saja kepada swasta nasional, tetapi juga kepada swasta asing
yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia melalui FDI, selama mereka
berkehendak untuk mengalihkan teknologinya atau menggunakan lokal teknologi.
Kerjasama antar elemen Triple Helix dengan insentif yang disediakan
oleh pemerintah sebaiknya terjadi pada lokasi yang sudah dirancang dari awal
dimana para aktor inovasi dapat memanfaatkan fasilitas bisnis, pajak (ringan
maupun bebas), dan riset (laboratorium), yang disediakan oleh pemerintah. Oleh
karena itu KIN merekomendasikan pendirian Bandung Raya Innovation Valley
(BRIV), suatu kawasan industri yang berbasis ilmu pengetahuan dan inovasi yang
berlokasi di Jawa Barat, dan telah dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia
pada 30 Agustus 2012.
Ekosistem inovasi di daerah Bandung dan sekitarnya sudah terbentuk
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya industri strategis dan Universitas
bertaraf dunia yang berada di daerah Bandung. Ekosistem inovasi yang sudah
terbentuk ini perlu diperkuat dengan kehadiran sebuah University-Driven Science
& Technology (S&T) Park yang dapat mendukung dan mempercepat jalur inovasi
produk yang dapat langsung diserap oleh kebutuhan industri yang berada di
sana. Berbeda dengan PUSPIPTEK yang merupakan R&D-Driven S&T Park yang
144
Am
on
Ra
dipicu oleh LPNK, maka S&T park yang berada di Bandung ini disponsori oleh ITB.
Beberapa industri dari luar dan dalam negeri sudah berminat untuk berpartisipasi
dalam mendirikan S&T Park di Bandung ini. Tujuan utamanya adalah mempercepat
inovasi dalam bidang TIK, Bioteknologi, Energi dan Transportasi yang diinkubasi
untuk menarik DDI (Domestic Direct Investment) dan FDI, dengan sasaran pasar
global yang sangat menggiurkan. Keberhasilan BRIV sangat terkait dengan rencana
pengembangan regional Jawa bagian barat sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Pemangku kepentingan pada BRIV adalah Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan Universitas Padjajaran (UNPAD) sebagai pelaku penelitian, Pemerintah Daerah
sebagai pelaku dari pemerintah, dan beberapa perusahaan seperti PT Indosat,
Telkom, Inti, Pindad, Kimia Farma, Biofarma, Dirgantara Indonesia, dan LEN yang
mewakili sektor industri (Gambar 46). BRIV akan didirikan dengan landasan yang
kokoh yang didukung dengan konvergen dan integrasi Litbang yang mendapat
pendanaan dari pemerintah, dan diharapkan mampu menghasilkan inovasi,
karena:
1. BRIV akan diisi oleh talenta-talenta yang mumpuni dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi dari berbagai perguruan tinggi terbaik di bidangnya di
Indonesia. Mereka akan disediakan fasilitas untuk bekerja dan tinggal di
kawasan tersebut.
2. Pertumbuhan perusahaan ventura yang berteknologi tinggi akan dicapai
dengan komersialisasi hasil-hasil Litbang, dengan bisnis model melalui tahaptahap Pra-inkubasi perusahaan (Start-up companies), Inkubasi (Perusahaan
ventura teknologi tinggi) dan Paska inkubasi (Venture park).
Wilayah Jawa bagian Barat dalam kenyataannya memiliki potensi yang
relatif besar untuk dikembangkan menjadi salah satu pusat pertumbuhan
ekonomi. Hal ini didukung oleh keberadaan beberapa klaster industri strategis
di daerah Bandung dan sekitarnya seperti PT Biofarma, Kimia Farma, DI, LEN,
INTI, Pindad, Telkom, dan lain-lain. Selain itu Jawa bagian Barat memiliki
berbagai klaster industri seperti Cikampek, Cilegon, Jababeka, dan sebagainya.
Jawa bagian Barat juga didukung oleh keberadaan berbagai lembaga penelitian
seperti Puspiptek, LIPI, BPPT, dan BATAN. Jawa bagian Barat juga memiliki LAPAN,
lembaga survey yang dulu dikenal sebagai Bakosurtanal, berbagai Pendidikan
Tinggi besar seperti ITB, IPB, UI, dan UNPAD, tempat mencetak modal manusia
Indonesia masa depan juga berada di Jawa bagian Barat.
Dalam perkembangannya BRIV dapat menjadi pendorong munculnya
Klaster Inovasi Industri, koridor Jawa bagian Barat (sebagai bagian dari Kawasan
Ekonomi Khusus), seperti halnya Malaysia Super Corridor (Gambar 47). Langkah
ini penting untuk menarik investor, baik DDI maupun FDI, dan berpartisipasi dalam
kegiatan R&D (dalam arti luas, tidak terbatas hanya dalam laboratorium) sebagai
dapur utama lahirnya inovasi secara berkesinambungan.
Untuk meningkatkan daya tarik Klaster Inovasi ini, perlu rumusan regulasi
dan sistem insentif baru yang lebih atraktif sehingga dapat menyaingi fasilitas
inovasi sejenis seperti yang terdapat di Zhongguancun Science Park (Tiongkok),
Daedeok Innopolis (Korea), Bangalore Silicon Valley (India), Hsinchu Science Park
(Taiwan), Biopolis (Singapura), Malaysia Supercorridor dan Iskandar Malaysia
Authority (Gambar 48).
Kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh fasilitas-fasilitas di atas
antara lain:
Zhongguancun S&P, memberikan fasilitas kepabeanan dalam bentuk
pembebasan bea dan pajak perdagangan. Pemerintah Tiongkok memberikan
fasilitas perpajakan PPh korporasi hanya sebesar 15%, dan menyediakan
subsidi untuk penelitian. Badan otoritas juga membantu mencarikan
INOVASI 1-747
145
INNOVATION
PARK
KIN merekomendasikan
pendirian Bandung Raya
Innovation Valley (BRIV)
sebagai suatu kawasan
industri yang berbasis ilmu
pengetahuan dan inovasi
yang berlokasi di Jawa Barat.
BRIV telah dideklarasikan oleh
Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 30 Agustus 2012.
Special
Economic
Zone
1.
Incubation
Post Incubation
Am
on
Ra
Pre Incubation
Pre-BI
Start Ups
TBI
Post-BI
Hi-tech
Venture rm
Venture Park
Cilegon
Klaster Industri
Jakarta
Cikampek
Klaster Industri
Bandung
Pendidikan Tinggi
Industri Strategis
146
Institusi Iptek
DAEDEOK INNOPOLIS,
Daejeon
Am
on
Ra
Biopolis - Singapore
INOVASI 1-747
147
Am
on
Ra
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, KIN merekomendasikan
pembentukan sistem inovasi yang melibatkan kerjasama semua pemangku
kepentingan dari triple helix. Sebagai contoh, sebuah bisnis model Klaster
Inovasi Regional untuk agro-industri akan ditampilkan disini. Dalam kerangka
kerjasama, pemerintah menyediakan insentif pajak bagi agro-industri dan
BUMN. Insentif ini (termasuk birokrasi yang semakin baik) juga ditawarkan
kepada perusahaan swasta asing yang berminat menanamkan modalnya melalui
FDI sebagaimana telah dikemukakan, selama mereka bersedia mengalihkan
teknologi bagi Indonesia atau menggunakan teknologi lokal. Peranan pemerintah
juga diperlukan dalam penyediaan dana untuk kegiatan penelitian bagi para
aktor inovasi di perguruan tinggi atau lembaga-lembaga penelitian. Salah satu
persyaratan yang sangat diinginkan adalah proposal penelitian yang mempunyai
nilai tinggi, kelayakan kajian dan imbalan investasi (return of investment) yang
nyata. Sebaliknya dunia industri harus berkontribusi pada teknologi yang
mutakhir bagi para peneliti agar dapat menghasilkan produk inovasi dengan nilai
jual pasar yang tinggi. Bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian, klaster
inovasi yang direkomendasikan oleh KIN telah diluncurkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada 30 Agustus 2012, dan disebut Kawasan Industri Berbasis Inovasi
Gresik Utara (Gambar 49 dan 50).
Bisnis model semacam ini dapat dikembangkan pada setiap koridor MP3EI
dengan menitikberatkan pada pengembangan dan pemanfaatan keunggulan
masing-masing koridor berdasarkan ketersediaan sumberdaya baik pertanian,
perikanan, energi, pertambangan dan mineral, dan lain-lain.
148
BUMN,
Swasta,
FDI
Insentif Riset
Produksi
Rp.
QC dan
Pemasaran
Rp.
Pasar
Teknologi
dan Manajemen
Rp.
Teknologi
dan
Manajemen
Industri
Komponen
Pendukung
Teknologi
dan
Manajemen
Pemerintah
Am
on
Ra
Investasi
Investasi
Insentif
Investasi
Bisnis Model:
Kawasan Industri
Institusi S&T
& Perguruan
Tinggi
INOVASI 1-747
149
Am
on
Ra
Pengembangan Model Kawasan Industri Gresik Utara, Jawa Timur, ini
diawali dengan adanya inisiatif yang bersifat bottom-up dari Pemprov Jatim,
Pemda Gresik dan Polowijo Gosari sebagai pemrakarsa untuk mengembangkan
sektor agroindustri bidang hortikultura, pertambangan dolomit dan
pengembangan Kawasan Industri Sedayu Gresik. Para pemangku kepentingan
dalam Bisnis model ini antara lain: Kementerian Perindustrian, Kementerian
Pertanian, Kementerian PU, Pemprov Jawa Timur, Pemda Gresik, Universitas,
Lembaga Penelitian dan pihak bisnis swasta/investor. Sedangkan rekomendasi
yang diajukan oleh KIN kepada Pemerintah adalah:
1. Melalui pendekatan wilayah, memberikan payung hukum dengan status
Kawasan Industri dan nama Kawasan Industri Berbasis Inovasi di Gresik
Utara.
2. Menyediakan Pusat Inovasi Hortikultura dan Pusat Inovasi Dolomit di lokasi/
wilayah yang diperuntukkan bagi Kawasan Industri Berbasis Inovasi di Gresik
Utara.
3. Menyediakan infrastruktur pendukung, khususnya saluran irigasi dari Sungai
Bengawan Solo.
Jawa Timur secara perlahan telah berkembang menjadi salah satu
pusat pertumbuhan ekonomi di bumi Nusantara (Gambar 51). Hal ini didukung
oleh keberadaan beberapa industri strategis seperti PT PAL untuk perkapalan,
Petrokimia Gresik, PT INKA Madiun untuk perkeretaapian, PT Dahana Malang
untuk keperluan militer, berbagai institusi pendidikan tinggi besar, lembaga
Litbang dan pusat-pusat inovasi. Dengan perkembangan ini dan terbentuknya
klaster inovasi baru berbasis unggulan lokal dengan dukungan infrastruktur dan
sistem insentif yang kondusif, Jawa Timur berpotensi besar untuk menarik DDI dan
FDI, dan untuk dikembangkan menjadi sebuah Kawasan Industri Inovasi: Koridor
Jawa bagian Timur, di mana wilayah ini akan diperlakukan sebagai KEK, dengan
memasukkan aspek Klaster Industri Inovasi.
Untuk maksud tersebut di atas, perlu dilakukan revitalisasi KEK yang
meliputi perbaikan-perbaikan fasilitas penunjang berdirinya sebuah kawasan
industri antara lain:
1. Sumber daya manusia terampil/terdidik:
2. Penyediaan infrastruktur yang memadai, bahkan yang excell seperti Biopolis:
3. Fasilitas jalan, lapangan terbang, pelabuhan, pusat hiburan keluarga, dll.
4. Sarana pendidikan anak dan lingkungan tempat tinggal yang berkualitas,
tenang, nyaman dan aman.
5. Regulasi dan sistem insentif yang menarik bagi investor
6. Fasilitas Perpajakan
7. Fasilitas Keimigrasian
8. Insentif Penggunaan Teknologi Domestik
Indonesia menghadapi ancaman ketahanan pangan yang cukup serius.
Bukan saja karena makin meluasnya lahan kritis (26 juta hektar pada tahun
2009 dan angkanya terus bertambah), tetapi juga adanya tren perubahan
cuaca (climate change) yang telah memicu cuaca ekstrim, baik kekeringan
maupun kebanjiran dan juga memunculkan hama-hama baru. KIN merespon
situasi ini dengan mendorong upaya inovasi pangan melalui penciptaan pupuk
hayati (biofertilizer) berbasis mikroba lokal untuk meningkatkan kualitas
benih, meningkatkan penyerapan dan penyediaan unsur hara tanaman dan
perbaikan lahan pertanian. Pada tahun 2011, KIN menjembatani pembentukan
150
Rencana
Jalan Tol
Gresik-Tuban
Hutan
Lindung
1000 Ha
Kawasan
Industri
Dolomit
500 Ha
Am
on
Ra
Kebun Inti
Hortikultura
300 Ha
Pusat
Inovasi
20 Ha
Kawasan Plasma
Hortikultura
2000 Ha
PT Polowijo
Gosari
Gresik
Surabaya
Institusi Iptek
Pendidikan Tinggi
Industri Strategis
Malang
INOVASI 1-747
151
Am
on
Ra
Kemampuan swasembada di bidang bahan baku obat (BBO) termasuk
kemampuan dalam produksi vaksin, merupakan tantangan yang sekarang ini
dihadapi secara nyata oleh bangsa Indonesia. Memacu dan mengembangkan
penelitian di bidang obat-obatan perlu dilakukan berbasiskan pada
keanekaragaman hayati (biodiversity) dan keanekaragaman budaya (cultural
diversity) yang ada di bumi Indonesia, dengan menggunakan pendekatan teknik
biologi molekuler.
152
IPB, UNPAD
Am
on
Ra
Jaringan gabungan
kelompok tani
Identikasi
molekuler
mikroba
Sosialisasi
&
difusi
SINERGI
Bioteknologi
mikroba
LIPI, BPPT
Pupuk,
benih
kedelai
Balitbangtan
INOVASI 1-747
153
Am
on
Ra
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Biofarma merupakan industri
yang berumur 100 tahun. Berpengalaman di bidang vaksin, dengan produk
yang sudah dikenal di dunia dan mendapatkan pengakuan WHO, namun masih
menggunakan bahan baku dari luar. Untuk itu, atas kesadaran dari pihak
Biofarma dan dorongan dari KIN, terbentuk jaringan pelaku utama di bidang
vaksin dengan tekat memproduksi vaksin sendiri secara terpadu mulai dari hulu
sampai hilir.
Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia,
Indonesia mempunyai potensi besar untuk menghasilkan berbagai macam
vaksin untuk menangkal penyakit-penyakit tropis. Biofarma, - yang merupakan
perusahaan BUMN yang bergerak di bidang vaksin dan obat -, menjadi pelopor
elemen triple helix, telah melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi
nasional maupun internasional, lembaga riset nasional maupun internasional,
serta pebisnis swasta. Kerja sama ini telah menghasilkan berbagai macam vaksin
untuk penyakit tropis, antara lain vaksin Pentavalent, vaksin sIPV. Kerjasama riset
antara Biofarma dengan Universitas Airlangga juga telah berhasil menghasilkan
prototipe vaksin untuk menangkal penyakit AI H5N1 pada manusia, dengan nama
Vaksin Pre-Pandemik H5N1. Kerjasama riset antara Biofarma dengan FK-UGM,
yang juga melibatkan Melbourne Institute for Child Research (MICR), berhasil
mengembangkan Vaksin Rotavirus RV3 untuk diare. Kerjasama dengan Pusat
Bioteknologi LIPI telah pula dilakukan oleh Biofarma, yang akan memproduksi
human Erythropoietin (hEPO, suatu protein-farmasetik) (Gambar 53).
KIN secara aktif juga ikut menjembatani terjadinya kerjasama dibidang
produksi obat, antara lembaga riset dan industri farmasi. Komite Inovasi
Nasioanal (KIN) merekomendasikan pembentukan pusat kajian vaksin dan
jaringan industri yang dipimpin oleh Biofarma. Tugas pokok dari jaringan ini
adalah:
1. Menghasilkan/memproduksi vaksin yang dikembangkan dengan
menggunakan galur patogen lokal/asli Indonesia, untuk menangkal penyakit
tropik.
2. Menguasai teknologi mutakhir untuk memproduksi vaksin, termasuk
pengembangan vaksin-sintetik.
3. Merencanakan pemasaran vaksin baik secara nasional maupun internasional.
KIN mendukung diadakannya Forum Riset Vaksin yang diadakan
secara konsisten sejak 2011 oleh Kemenristek, Kemenkes, dan PT Biofarma.
Pada 2012, Konsorsium Riset Vaksin dan Obat-Obatan telah dibentuk dengan
penandatanganan MoU Kemenkes, Kemenristek, LPNK, dan Perguruan Tinggi (16
lembaga) dan pada tahun 2013, delapan lembaga lainnya bergabung ke dalam
Konsorsium ini (total 24 lembaga). Pola pendanaan yang ditanggung bersama
oleh pemerintah, industri, dan akademia beserta kawalan dari industri terlihat
mempercepat capaian riset. Dalam dua tahun telah dihasilkan satu seed vaccine
(Hepatitis B) pada Pichia pastoris dan satu biosimilar (Erythropoietin) pada sel
CHO-DG44. Kedua success story pada tahapan lab (proof of concept) akan melalui
tahapan development/upscaling selama dua tahun untuk akhirnya bisa menjadi
kandidat vaksin di industri. Indonesia sudah memiliki industri vaksin PT Biofarma
yang produknya diakui badan kesehatan dunia sehingga hasil riset di perguruan
tinggi dan lembaga riset dapat berkelanjutan ke industri untuk menghasilkan
produk inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
154
Produksi Vaksin,
Protein-farmasetik (hEPO),
dan Obat Kuratif
Produk
Nama
Khasiat
Lembaga
Kerjasama
Luar
Negeri
Vaksin
Pentavalent
Anti-difteri
pertusis,
tetanus,
hepatitis-B,
H. Inuenza B
Biofarma
QW2013
(masuk
pasar)
Vaksin
sIPV
(Prototype)
Anti-polio
type 1,2,3
Biofarma
QW2014)
Vaksin
H5N1
Anti-Avian
Inuenza
prePandemik
(human)
UNAIRBiofarma
QW2014
Vaksin
RotaVaccine3(RV-3)
(prototype)
Anti-Diare
FK-UGM,
Biofarma
MCRI-UM,
Australia
QW2014
Vaksin
Anti-AI
H5N1
(unggas)
IPB,
PT-IPB
Sheigeta
Universitas
Kanazawa,
Jepang
QW2012
NAIST,
Jepang
QW2014
Am
on
Ra
No
Target
ProteinhEPO
Farmasetik (prototype)
Agen Terapi
Anemia dan
Syaraf
LIPIBiofarma
Farmasetik DehidroArtemisinin
(bahan Baku)
Anti Malaria
KemKes, LIPI
QW2015
Farmasetik Inulin/DFA-3
(bahan Baku)
AntiOsteoporosis
QW2013
Farmasetik Amoksisilin/
Sefalosporin
Antibiotika
LIPI-Dir.
Bahan Baku
Obat & Alkes
Indofarma/
Biofarma
KemKes:
LIPI, BPPT,
ITB, UGM
Indofarma
QW2020
INOVASI 1-747
155
Am
on
Ra
Pentingnya nanoteknologi sebagai teknologi masa depan sudah tidak
perlu diragukan lagi. Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis
dalam memperkuat sumberdaya manusia dalam bidang nanoteknologi. Investasi
secara besar-besaran harus berani dilakukan untuk mempersiapkan Indonesia
menyongsong era nanoteknologi 10-20 tahun ke depan, apabila Indonesia
tidak mau tertinggal dari negara-negara lain dan menjadi pasar produk-produk
nanoteknologi dari negara-negara tersebut. Sebagai contoh, Pemerintah Tiongkok
mendedikasikan dana riset dalam bidang nanoteknologi sebesar US$600 juta
per tahun; Brazil, India, Thailand dan Afrika Selatan mengalokasikan puluhan
juta dolar untuk nanoteknologi riset. Bandingkan dengan Indonesia yang
mengeluarkan dana hanya sebesar US$ 3 juta dari tahun 2008-2012. Sangat
minim!
Dalam dua dekade terakhir nanoteknologi berkembang dengan sangat
pesat di berbagai bidang a.l.: pangan, energi, kesehatan, lingkungan, tekstil,
dan sebagainya, baik dalam skala lab maupun industri (Gambar 54). Hal ini
mendorong dibentuknya Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) yang
merupakan inisiatif yang bersifat bottom up dari para ahli nanoteknologi
Indonesia yang menyadari pentingnya menyatukan energi membangun teknologi
nano di Indonesia, karena suka atau tidak suka, produk-produk berbasis
nanoteknologi sudah banyak beredar di pasaran Indonesia.
Pengembangan kegiatan pendidikan dan penelitian serta kelembagaan
untuk pengembangan nanoteknologi juga sudah berjalan dalam skala terbatas.
Agar upaya di atas memiliki arah yang jelas, berkelanjutan dan terukur, KIN
bersama MNI sepakat membentuk konsorsium dengan melibatkan berbagai
lembaga akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas untuk mengembangkan
produk-produk berbasis nanoteknologi.
Sasaran pembentukan konsorsium Nanoteknologi nasional adalah untuk
menyatukan kekuatan dan visi dari para peneliti nanoteknologi dan pewiraswasta
yang bergerak di bidang ini. Saat ini Indonesia sudah memiliki banyak ahli di
bidang nanoteknologi; demikian juga para pebisnis yang ingin memanfaatkan
teknologi ini. Namun demikian, belum terjadi interaksi yang kontinyu dan
mengarah pada produktivitas antara para pelaku inovasi ini. Untuk itu, KIN sangat
mendukung dan mengkatalisator terbentuknya Konsorsium Nanoteknologi
Nasional, dengan program pertama difokuskan pada R&D nano-fertilizer dan
nano-seed (pra-panen) dan nano-coating (pasca panen) yang kesemuanya
diperuntukkan bagi pengembangan tanaman mangga, dengan penggerak utama
PT Polowijo di Gresik Utara.
Selain program Quick-win, KIN juga telah mengusulkan Tiga Rekomendasi Bidang
Regulasi dan Insentif untuk mendukung Akselerasi Inovasi.
1. Modal Ventura
Prioritas: 1. Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya
penggunaan produk dalam negeri; 2. Sistem dan manajemen pendanaan riset
yang mendukung inovasi.
Target: Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri
daerah dan nasional.
156
Penggunaan
Nanoteknologi
di Berbagai Bidang
Personal Care
3%
ITC
8%
Textiles
3%
Aerospace
8%
Automotive and
Transportation
10%
Am
on
Ra
Household
7%
Healthcare and
Life Sciences
10%
Chemicals
15%
Food
1%
Environment
8%
Construction
8%
Energy
6%
Defense and
Security
3%
Consumer Goods
10%
INOVASI 1-747
157
Am
on
Ra
Rasional:
Pengalaman negara-negara yang sekarang menjadi kekuatan ekonomi di
dunia, berawal dari keberaniannya menempuh kebijakan untuk secara terukur,
memikul resiko pembiayaan bagi kegiatan usaha (industri) untuk memproduksi
hasil kegiatan inovasi /penemuan HKI yang bernilai strategis dan memiliki
pengaruh besar sebagai lokomotif penggerak ekonomi.
Kebijakan seperti itu diwujudkan melalui pembentukan badan usaha
Modal Ventura yang secara khusus ditugasi untuk ikut serta dalam pembiayaan
baik bagi pembangunan fasilitas, proses produksi, hingga ke pemasarannya.
Sekiranya hal itu dapat dipertimbangkan, direkomendasikan untuk
mengubah misi dan fungsi beberapa BUMN yang ada menjadi badan usaha Modal
Ventura tadi. Menteri BUMN dapat mengkajinya, sekaligus dalam rangka kegiatan
rasionalisasi dan revitalisasi BUMN yang ada sekarang ini.
Prioritas: Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya
penggunaan produk dalam negeri.
Target: Meningkatkan jumlah HKI dari penelitian dan industri yang langsung
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
Rekomendasi:
Meninjau dan menyempurnakan ketentuan Pasal 4 ayat 3 dan pasal 6 ayat 1,
dengan memasukkan unsur biaya untuk kegiatan inovasi dan pemanfaatan hasil
inovasi tertentu ke dalammya.
Rasional:
Gairah dan semangat inovasi dikalangan masyarakat usaha, penelitian dan
pengembangan, ataupun dunia pendidikan tinggi sangat besar. Keinginan untuk
maju dan bergerak lebih cepat juga sangat besar.Pernyataan dan kemauan politik
Presiden telah mereka tangkap dan itu memberikan motivasi untuk berinovasi
dan semangat mencipta atau menemukan sesuatu yang baru. Permasalahan yang
dirasakan dan dihadapi terutama dari peneliti/inventor adalah aspek insentif
fiskal.
158
Am
on
Ra
Dalam aspek insentif Fiskal ini, harapan semula digantungkan pada
efektifnya pelaksanaan PP no 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian
Pendapatan Badan Usaha Untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi,
dan Difusi Teknologi. Namun dalam perkembangannya, PP yang merupakan
peraturanpelaksanaan UU No 18 Tahun 2002 tentang sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan IPTEK tersebutternyata tidak berjalan
sebagaimana diharapkan. Dari data yang diperoleh, ternyata belum pernah ada
insentif yang diberikan bagi kegiatan-kegiatan R&D berdasar PP tadi.
Selain prosedurnya cukup panjang, yang dirasakan adalah belum adanya
ketegasan sesunggunya apa yang akan diberikan. Bilamana menyangkut PPh,
otoritas pajak akan kembali pada pertanyaan, apakah UU PPh dengan jelas-jelas
dan tegas memberi dasar hukum pemberian insentif seperti dijanjikan dalam PP
tersebut. Bilamana tidak, atau sekedar interpretasi saja, memang dapat dipahami
kekhawatiran aparat fiskal terhadap kemungkinan ancaman tuduhan korupsi dan
lain yang sejenis itu.
UU PPh yang sudah diubah empat kali, terakhir dengan UU no 36 Tahun
2008, mengatur kemungkinankeringanan melalui dua kanal: Pertama, melalui
rumusan tentang pengecualian dari obyek pajak (Pasal 4 ayat 3),dan Kedua,
perincian tentang biaya apa saja yang dapat dikurangkan bagi penghitungan
besarnya penghasilan kena pajak (Pasal 6 ayat 1). Dari kedua kanal tersebut,
memang tidak ada yang tegas menyebut pengeluaran bagi inovasi yang dapat
dikecualikan sebagai obyek pajak ataupun sebagai biaya yang dapat dibolehkan
untuk pengurangan dasar perhitungan penghasilankena pajak tadi.
Rekomendasi:
meninjau dan menyempurnakan ketentuan Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 6 ayat 1,
dengan memasukkan unsur biaya untuk kegiatan inovasi, dan pemanfaatan hasil
inovasi tertentu kedalamnya.
3. Perlindungan Sumber Daya Genetika, Traditional Knowledge dan
Folklore
Prioritas: Sistem Insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budaya
penggunaan produk dalam negeri.
Target: Memberikan landasan administratif bagi pengelolaannya sampai dengan
adanya instrumen hukum yang memadai bagi perlindungan dan pengelolaannya.
Program yang akan dilaksanakan:
Melakukan identifikasi, inventarisasi, pencatatan dan penyimpanan Sumber Daya
Genetika, traditional knowledge dan folklore yang merupakan kekayaan nasional,
di wilayah provinsi / kabupaten / Kota di seluruh Indonesia.
Pembentukan Data Bank Biodiversitas Nasional.
Rasional:
Konsep pembangunan berkelanjutan mengandung di dalamnya
kesanggupan untuk memberi jaminan bagi kelangsungan gerak untuk membangun
kehidupan masa depan yang jauh. Konsep pembangunan yang secara bersamaan
juga mengandung pengertian tentang kemampuan untuk mengatur dan menjaga
pemanfaatan kekayaan alam dan hayati secara lestari dan berkesinambungan.
Sebagai negara yang memperoleh karunia kekayaan hayati yang besar, yang
bahkan dikatakan memiliki kekayaan hayati kedua terbesar di dunia, adalah
INOVASI 1-747
159
Am
on
Ra
160
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
161
Am
on
Ra
162
Am
on
Ra
BAB. VI.
MASA DEPAN
INOVASI
INDONESIA
INOVASI 1-747
163
Am
on
Ra
Dari ketinggian angkasa, kita menyaksikan Borneo yang kian pudar
(Gambar 55). Rambut hijau nan tebal itu raib dipangkas bilah gergaji. Laju
pengawahutanan (deforestation) di negeri ini pantas membuat mata terbelalak
memang: sepanjang tahun 2000 hingga 2005 saja, menurut FAO, sebanyak 1.871
juta hektare hutan rusak dan lenyap saban tahunnyaangka yang setara dengan
364 lapangan bola musnah per jam! Guinness Book of Record seakan tak perlu
berpikir dua kali ketika mengganjar Indonesia predikat Negara dengan Laju
Deforestasi Tertinggi di Dunia (2008).
Potret Borneo adalah potret dominan strategi pembangunan nasional
Indonesia: sebuah strategi pertumbuhan berbasis industri ekstraktif yang
berporos terhadap pandangan semu atas PDB. Disebut semu karena PDB negeri
ini terus meningkat, dari 140 miliar dolar AS paskakrisis moneter (tahun 1999) ke
angka 852 miliar dolar AS pada tahun 2012, namun kemiskinan tetap dominan
dan kualitas manusia Indonesia tetap di papan bawah yang dicirikan terpuruknya
rangking Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sementara SDA negeri ini terus
terkuras.
Juga cukup mengherankan ketika negara-negara lain mengalami kontraksi
pascakrisis global 2008, perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Padahal negara
ini tak menghasilkan banyak produk bernilai tambah tinggi. Pada 2010 misalnya
produk manufaktur berteknologi tinggi hanya meliputi 10 persen dari total
ekspor manufaktur Indonesia, sisanya didominasi produk berteknologi rendah (65
persen), menengah-rendah dan menengah-tinggi (25 persen). Darimana sumber
angka PDB yang terus meningkat ini? Konsumsi kelas menengah dan ekspor
sumber daya alam mentah adalah jawabannya.
Terdapat hubungan resiprokal antara kondisi-kondisi tersebut dengan
minimnya inovasi di negeri ini. Keberlimpahan sumber daya alam membuat kita
merasa berada di comfort zone, dan ketiadaan visi jangka panjang mendorong
kita mengekspor bahan mentahguna memperoleh pemasukan cepattanpa
ada upaya inovatif. Joseph Schumpeter tak keliru ketika mengatakan bahwa
kondisi makro yang stabil akan membuat inovasi terkesampingkan. Inovasi
mengandung risiko memang. Dan, sebagian dari kita tak mau ambil pusing: jika
164
Laju Pengawahutanan
Hutan Borneo
1985
Am
on
Ra
1950
2000
2005
2010
2020
INOVASI 1-747
165
Am
on
Ra
barang-barang ini (batu bara, gas alam, kayu gelondongan, dan masih banyak
lagi) bisa langsung dijual, untuk apa repot-repot membuat inovasi? Dan saat ini
kita menanggung akibatnya: ketika jumlah consuming class kian besar, negeri ini
tidak dapat menghadirkan produk-produk unggul dan membuat kelompok yang
mampu lebih suka mengalirkan uangnya ke kantung-kantung asing alias membeli
produk-produk impor.
Padahal ekonomi konsumtif (berbasis spending kelas menengah) dan
ekonomi kotor (berbasis sumber daya alam) semakin kehilangan daya saingnya
dari waktu ke waktu. Akhir-akhir ini daya beli global terus melemah: angka
pengangguran terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa (sebagian negara
Eropa bahkan di ambang kebangkrutan seperti Yunani, Spanyol dan Siprus).
Jepang juga termasuk yang mengalami perlambatan ekonomi. Dampaknya, di
masa mendatang, komoditas alam Indonesia tak lagi terlalu dicari. Harganya pun
jatuh. Pemasukan negara via ekspor menurun. Kerugian yang ditanggung negeri
ini akan berlipat-lipat: bukan saja karena harga SDA Indonesia yang semakin kian
tidak kompetitif, cadangan SDA kita juga habis, dan kita mesti terus menanggung
subsidi bahan bakar minyakyang jumlahnya triliunan rupiah itulantaran gas
alam kita diekspor habis-habisan. Akibatnya, ekonomi Indonesia menjadi ekonomi
berbiaya tinggi (high-cost economy).
Maka, tak banyak pilihan, kita harus segera pindah ke perekonomian
yang lebih berkelanjutan, yakni ekonomi hijau (green economy) berbasis inovasi,
bukan ekonomi yang mengeruk sumber daya alam. Korea Selatan membuktikan,
kelangkaan sumber daya alam justru membuat sebuah negara menjadi gigih:
Negeri Gingseng yang sukses mentransformasi diri, kini telah berada di tahap
ekonomi inovasi. Singapura sudah tiba terlebih dahulu. Tiongkok sedang
mempersiapkan diri.
Bagaimana dengan Indonesia? Sebetulnya keunggulan komparatif benua
maritim membuat peluang Indonesia untuk membangun sustainable economy
sangatlah besar, bahkan melebihi negara manapun di dunia. Zamrud Khatulistiwa.
Pusat iklim dunia. Produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Gudang
Protein Dunia. Sumber panas bumi terbesar di dunia, adalah sederet predikat
yang melambangkan kekayaan hayati dan energi, serta kekhasan benua laut
negeri ini. Dengan segenap modal yang dimilikinya Indonesia bisa memilih area
ceruk (niche area) pengembangan teknologi bersih (clean technology) yang
tepat agar dapat bersaing di era ekonomi hijau. Fokus pada riset-riset clean-tech
berbasis bioteknologimengacu pada keunggulan biodiversity yang kita miliki
dan transformasi global menuju era bioekonomimerupakan sebuah opsi yang
menjanjikan.
Terlepas dari akan ketatnya persaingan di medan ekonomi hijau, transisi
menuju green economy sebetulnya merupakan imperatif global agar kita dapat
berkelanjutan dalam arti sesungguhnya: hidup lebih lama. Tidak hanya Indonesia,
tetapi juga dunia sedang menghadapi bom waktu itu: global warming.
Di Rio Janeiro, Brasil, pada pertengahan 2012, dunia kembali berkumpul
dalam sebuah konferensi akbar yang dihadiri 193 negara, dan memproduksi
sebuah dokumen penting: The Future We Want. Masa Depan yang Kita Inginkan
itu tertuang dalam sekitar 700 keputusan bersama, namun jika diringkas
dalam satu kalimat, masa depan itu tidak lain adalah: ekonomi hijau (green
economy). Ekonomi baru ini, secara sederhana, merupakan antitesis dari model
pembangunan konvensional berwatak kapitalistikyang telah berlangsung dua
166
Am
on
Ra
Global Warming adalah harga yang harus dibayar atas kesejahteraan
jika bukan kemewahanyang kita miliki. Ketika pertumbuhan ekonomi
membutuhkan pembakaran sumber energi fosil (minyak, batubara dan gas), dalam
kurun waktu lama atmosfer Bumi semakin sesak akibat emisi karbon yang masif.
Hasilnya adalah efek rumah kaca yang memerangkap panas matahari sulit
terusir dari langit. Terjadilah pemanasan global, terjadilah kenaikan suhu bumi.
Jika emisi karbon terus berlanjut seperti laju saat ini, menurut Turney dalam The
Future (2010), maka pada tahun 2070 suhu Bumi akan naik sebesar rata-rata 4
derajat Celcius. Kenaikan suhu diramalkan akan berbeda di setiap wilayah, dan di
area tertentu akan meroket fantastis: 15 derajat di wilayah Arktik dan 10 derajat
di barat dan selatan Afrika. Curah hujan di lokasi-lokasi tersebut akan menurun
20 persen. Sementara kekeringan akan semakin sering terjadi di Amerika Tengah,
Mediterania, dan sebagian wilayah pantai Australia. Pada gilirannya krisis air akan
mengancam 15 persen populasi global (sekitar 1 miliar orang) pada 2080. Secara
bersamaan 15 persen lahan gembur akan menjadi terlalu kering untuk ditanami:
sebuah ancaman terhadap ketahanan pangan dunia.
Green economy adalah respons atas global warming, atas masa depan
yang mengkhawatirkan ini. Berbeda dengan konsep economic development
konvensional, ekonomi hijau merupakan model pembangunan ekonomi yang
paralel, dan secara spesifik mengaitkan diri, dengan upaya untuk mengurangi
emisi karbon. Untuk itu, konsep ini memberi penekanan khusus terhadap
efisiensi penggunaan sumber daya, serta pola konsumsi dan produksi yang
berkesinambungan dalam proses economic development. Ekonomi hijau
pada dasarnya merupakan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), yang mensyaratkan harmonisasi antara kepentingan ekonomi,
biaya sosial dan lingkungandikenal sebagai triple bottom linedalam
setiap pengambilan keputusan terkait pembangunan. Green economy
secara konkret mewujud, misalnya, dalam pemanfaatan energi terbarukan,
penggunaan transportasi bersih, manajemen air dan ketahanan pangan yang
berkesinambungan.
Ketika efisiensi dan kehati-hatian (yakni, pertimbangan segitiga:
ekonomi-sosial-lingkungan) menjadi kata kunci dalam proses pembangunan,
maka pertanyaan substansial yang mengemuka adalah: dapatkah melalui green
economy kita tetap tumbuh secara ekonomis dan masih bertahan? (Dalam
konteks Indonesia yang dihuni puluhan juta penduduk miskin, ekonomi hijau
bisa jadi malah dianggap mengerem pertumbuhan dan menambah kemiskinan).
Namun jawaban atas pertanyaan itu adalah: bisa. Kita mampu meningkatkan
PDB sambil menjaga kesinambungan aspek sosial dan lingkungan melalui inovasi
(teknologi)karena itulah inovasi dan green economy bagaikan dua sisi mata
uang. Solusi yang ditawarkan inovasi, dalam hal ini, adalah terobosan teknologi
bersih (clean technology) untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Teknologi bersih adalah produk, servis atau proses yang menghasilkan nilai
tambah melalui pemanfaatan sumber-sumber tidak terbarukan (non-renewable
resources) secara terbatas, atau bahkan nol, dan/atau menciptakan lebih sedikit
sampah dibanding teknik-teknik konvensional (Pernick dan Wilder, 2007).
INOVASI 1-747
167
Am
on
Ra
168
Am
on
Ra
Penurunan harga adalah pintu bagi terbukanya adopsi besar-besaran
semua jenis teknologi bersih. Tren tersebut diramalkan akan terus berlangsung,
mengikuti formula yang terjadi pada industri teknologi sebelumnya, contohnya
teknologi microprocessor pada 1970-an: ketika kali pertama diluncurkan ke pasar,
harganya mahal karena teknologi dan skala ekonomi untuk produksi belum
mencapai tahap ideal. Tetapi kemudian pasar berkembang, para pesaing mulai
berdatangan, dan pada gilirannya harga menjadi terjangkau. Negara-negara
maju, dalam hal ini, dapat berperan dalam meningkatkan pangsa pasar dengan
menyerap teknologi bersih tersebut secara khusus dan besar-besaran hingga
tercapai harga produksi yang layak secara komersial.
Selain harga yang semakin murah, faktor penyebab global lain bagi
berkembangnya energi bersih adalah:
Aliran investasi yang besar di sektor ini. Ketika investasi clean-tech oleh
perusahaan melonjak drastis sepanjang satu dekade (2001-2011), investasi
oleh pemerintah justru menjadi jauh lebih besar. AS saja telah mengeluarkan
dana publik sebesar 90 miliar dolar AS untuk teknologi bersih sepanjang 20072011; Jerman 41,2 miliar dolar AS pada tahun 2010 saja.
Kompetisi yang kian ketat. Ketika semua negara berlomba untuk membuat
perekonomiannya kian kompetitif dan terbebas dari ketergantungan terhadap
sumber-sumber energi fosil, maka investasi di bidang clean-tech menjadi
pilihan strategis. Persaingan malah bukan saja terjadi antarnegara, tetapi juga
antarnegara bagian, provinsi dan kota.
Pertumbuhan kelas menengah baru. Seiring dengan melejitnya perekonomian
negara-negara berkembang, jumlah masyarakat berdaya beli tinggi kian besar
dan mereka menjadi pasar baru bagi produk-produk baru. Terdapat sebuah
konsensusguna memangkas emisi gas rumah kacaagar produk-produk
tersebut diciptakan melalui proses yang efisien, ramah lingkungan dan minim
emisi karbon. Ini pada gilirannya menuntut adopsi teknologi bersih.
Perubahan iklim. Ratifikasi Protokol Kyoto, sebagai aksi global memerangi
climate change, mendorong separuh negara di dunia mengarahkan wajahnya
ke investasi teknologi bersih. Perusahaan-perusahaan raksasa juga turut
berkomitmen dalam mengurangi emisi karbon, sebagaimana respons positif
409 dari 500 perusahaan yang tergabung dalam S&P Global 500.
Kian tinginya konektivitas. Kemampuan untuk melakukan kolaborasi instan
di semua titik di dunia, melalui internet, telah membantu teknologi bersih
untuk berkembang lebih cepat dan murah. Kolaborasi ini bukan saja terjadi
antarperusahaan, tetapi dari perusahaan ke pelanggan, kolega, bahkan para
pesaing, yang bisa berujung pada ide-ide bisnis terkait-teknologi bersih seperti
energy savingsdengan kata lain: efisiensi.
Dalam konteks Indonesia, wacana tentang teknologi bersih pada dasarnya
amat terkait dengan keterbatasan-keterbatasan dan tantangan serius yang kita
hadapi saat ini, dan di masa datang, yang membuat clean-tech sebuahjika bukan
satu-satunyapilihan. Keterbatasan itu antara lain: cadangan sumber daya alam
yang semakin menipis (ketersediaan minyak Indonesia diprediksi hanya berumur
dua dekade ke depan tanpa pembukaan sumur baru), kian tingginya harga energi
fosil dan besarnya beban anggaran negara akibat kebutuhan impor (harga minyak
dunia naik 1 dolar AS saja per barel, beban subsidi di APBN membengkak Rp 900
miliar), serta degradasi lingkungan akibat eksploitasi brutal yang membuat negeri
ini kian rawan bencana (bencana banjir kian intens dalam dua dekade terakhir
sebagai dampak akumulatif penggundulan hutan yang sistematis).
Hanya saja, untuk dapat ikut dalam gelombang teknologi bersih, kita
memerlukan kemampuan berinovasi. Sebagaimana dipaparkan bab-bab
INOVASI 1-747
169
sebelumnya, inovasi teknologi tak muncul dari langit biru (out of the blue): ia
merupakan outcomes dari sebuah (eko)Sinas yang mapan yang lahir dari penataan
sistemik dan berkelanjutan oleh pemerintah, termasuk di dalamnya upaya sinergi
dengan pihak akademisi dan bisnis, dalam keterkaitan mikro dan makro yang
kompleks.
Namun lanskap inovasi global belakangan mulai tampak semakin
multipolar. Kemunculan teknologi disruptive, seperti disinggung dalam Bab Dua,
menghadirkan jalan inovasi lompatan kataksebuah berkah bagi negaranegara berkembangyang menggeser peran (eko)Sinas sebagai model dominan
menuju ekonomi inovasi. Disruptive technology memungkinkan knowledge,
teknologi dan keterampilan know-how dapat dikuasai lebih cepat. Ini lantaran
pada era ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, desiminasi corpus of knowledge
atau akumulasi gugus Iptek yang sudah tersedia secara global itu, dapat mengalir
dan diserap lebih cepatmelalui kemajuan dan keterbukaan teknologi informasi
ke lokasi atau negara-negara yang siap menerimanya. Kondisi serba mengalir ini
berlaku pula untuk pengembangan teknologi bersih.
Am
on
Ra
Para arsitek yang tergabung dalam Open Architecture Network ini
menunjukkan pertalian erat antara internet dengan (perkembangan) teknologi
bersih. Organisasi dunia maya ini mendorong ke-30 ribu anggotanya, yang
tersebar di pelbagai negara dan hanya dipersatukan lewat persaudaraan di
internet, merancang sebuah desain rumah dan bangunan yang murah, awet dan
efisien untuk diterapkan di negara berkembang dan di wilayah pascabencana.
Hasilnya cukup fantastis. Melalui pertukaran ide di dunia maya, dalam rentang
empat tahun sejak 2007, organisasi ini telah mengantungi 6.500 proyek desain
rumah berteknologi bersih. Sebanyak 80 di antaranya telah diaplikasikan.
Internet telah menciptakan demokratisasi yang luar biasa di industri arsitektur,
tutur Cameron Sinclair, pimpinan organisasi cyber yang dibidani kelahirannya oleh
Architecture for Humanity, sebuah lembaga nirlaba di San Fransisco, AS, ini.
Adagium lama menyebutkan bersatu (baca: berkolaborasi) kita teguh,
dan tatkala internet memungkinkan kolaborasi yang lebih ekstensif dan intensif
yakni: tanpa sekat (antarwilayah, antarnegara, dan antarbenua) dan tanpa jeda
(24 jam sehari/7 hari seminggu)maka produktivitas ide-ide akan berlipat. Kian
mudah, berlimpah, dan murahnya ekspansi ide-ide teknologi bersih dari dunia
170
Am
on
Ra
maya, membawa kita pada sebuah prediksi yang kuat, bahwa: konektivitas yang
tinggi ini diyakini akan menyumbang saham besar untuk mempercepat transisi
global menuju era energi bersih. Melalui konektivitas tinggi, kurun waktu transisi
diprediksi jauh lebih cepat beberapa dekade dibanding era energi sebelumnya
(misalnya transisi ke era minyak bumi).
Indonesia (semestinya) berpeluang cukup besar untuk turut berselancar di
atas gelombang transisi global menuju era clean-tech mengingat cukup tingginya
akses sebagian penduduk negeri ini terhadap disruptive technologies (teknologi
komunikasi digital dan/atau internet). Terdapat 220 juta pelanggan telepon
genggam di Indonesia (2010). Sebagaimana dilansir McKinsey Global Institute
(2012), negeri ini juga dihuni sekitar 40 juta pengguna internet, dan merupakan
pasar Facebook ke-4 terbesar di dunia setelah AS, Brasil dan India, sebuah indikasi
antusiasme sekaligus kesiapan Indonesia terkait pemakaian sarana digital. Dengan
kecepatan pertumbuhan lebih dari 20 persen per tahun, pengguna internet
diperkirakan akan mencapai 100 juta orang pada pada 2016sebuah perbaikan
konektivitas yang luar biasa. Meningkat secara tajamnya angka internet users
merupakan peluang emas bagi perusahaan atau lembaga berbasis web yang
kini tumbuh pesat untuk membentuk perilaku dunia maya (online behaviour)
masyarakat.
Saat ini sebagian pemanfaatan pelbagai aplikasi dan platform internet
masih pada tingkatan yang dangkal, misalnya, sekadar mencari hiburan atau
aktualisasi diri. Tetapi, seiring dengan kian matangnya online behaviour,
pergeseran ke tahap pemakaian yang lebih bermakna bisa terjadi. Belajar melalui
internet (e-learning), misalnya, merupakan potensi yang masih bisa berkembang
pesat guna mengisi celah keterbatasan infrastruktur pendidikan fisik di Indonesia.
Atau crowdfunding, sebuah konsep penggalangan dana di dunia maya untuk
membiayai proyek-proyek (sosial) tertentu. Situs wujudkan.com merupakan kanal
crowdfunding pertama di Indonesia yang berdiri 2012 lalu, bergabung dengan
sekitar 460 situs serupa yang sebagian besar ada di negara-negara maju, dimana
salah satu proyeknya adalah membuat film Atambua 39 derajat Celcius.
Ketika penetrasi broadband kian meningkat di masa mendatang, dan
perilaku online masyarakat menjadi lebih matang, maka internet dapat menjadi
urat nadi yang vital bagi lalu lintas informasi dalam e-learning, e-health,
e-business, e-government, e-disaster atau e-monitoring-GPS, sebagai mekanisme
yang sangat efisien untuk menyiasati kondisi geografis Indonesia yang terceraiberai ribuan pulau. Seorang siswa di Papua, misalnya, tak perlu jauh-jauh
datang ke Jakarta untuk dapat mengakses materi kuliah berbobot di sebuah
universitas negeri ternama, namun bisa melalui universitas virtual. Sementara
e-health memungkinkan rekam jejak medis seseorang terintegrasi di dalam
e-KTP guna memudahkan akses jaringan rumah sakit; selain e-health juga
dapat menjembatani kesenjangan ketersediaan infrastruktur kesehatan melalui
telekonsultasi.
Dan, pada gilirannya, berkah internet ini juga akan memasuki sektor
teknologi bersih dan/atau gaya hidup hijau. Pengembangan aplikasi online terkait
hal tersebut mulai tumbuh di mancanegara, salah satunya yang dipelopori
gerakan akar rumput CleanWeb yang tersebar di 20 kota di AS dan Eropa.
Komunitas ini berkreasi menciptakan piranti lunak internet (internet software)
untuk meningkatkan efisiensi di bidang transportasi, energi, sampah, atau air
yang sebagian besar diperuntukkan guna keperluan domestik, khususnya untuk
wilayah urban. Sekitar 100 aplikasi cyber telah dirilis CleanWeb yang terintegrasi
dengan teknologi mobile, gaming, dan media sosial. Contoh aplikasi antara lain
kalkulator panel surya, yang memungkinkan pelanggan melakukan penawaran
INOVASI 1-747
171
(bidding) secara online untuk instalasi panel surya; game online kreatif yang
menawarkan kompetisi antarrumah secara real-time untuk konsumsi listrik
terendah; atau aplikasi sosial (social app) bernama ActiveGreenScore yang dapat
mengindentifikasi sejauh mana pengguna berjalan kaki dan bersepeda ke kampus,
kantor, atau pasar dibandingkan dengan menyetir mobil.
Di masa mendatang investasi teknologi bersih diprediksi akan bergeser
pada bisnis intelligence-based, software-based dan web-based, daripada
industri padat modal yang menuntut investasi besar tapi dengan jangka
waktu pengembalian investasi yang lama. Mengingat peran strategis internet
dalam pengembangan teknologi bersih di masa depan, dan menimbang status
sebagai negara dengan internet users yang tinggi, Indonesia seharusnya dapat
memanfaatkan peluang ini.
Am
on
Ra
Dunia menjuluki Brasil sebagai negara dengan ekonomi biofuel pertama
menyusul sukses negeri ini dalam pengembangan dan aplikasi bahan bakar etanol
untuk kendaraan. Para pengamat menyebut sukses Brasil dalam pengembangan
etanol, di samping karena keunggulan kompetitif telah mapannya teknologi agroindustri, tak terlepas dari keunggulan komparatif adanya dukungan kondisi alam
dan ketersediaan lahan subur yang luas untuk penanaman tebu sebagai bahan
baku etanol. Negara kota semacam Singapura tentu tidak bisa mengikuti apa yang
dilakukan Brasil.
Supaya dapat unggul ketika masuk ke dalam era ekonomi hijau, Indonesia
juga harus mengambil niche area yang tepat (dalam pengembangan clean-tech).
Area ceruk ini haruslah merupakan titik temu antara keunggulan-keunggulan yang
dimiliki dengan tantangan atau kebutuhan nasional yang dihadapi.
i. Keunggulan Komparatif Benua Maritim
Dengan 17.508 pulau dan diliputi 70 persen laut (sebagian besar
merupakan perairan dangkal), menjadikan Indonesia sebuah benua maritim
(maritime continent), satu-satunya di dunia. Apakah implikasi dari keberadaan
sebuah benua maritim yang berada tepat di bawah garis khatulistiwa? Secara
sederhana ini berarti: pancaran sinar matahari dan guyuran hujan yang
berlimpah, yang dikelilingi perairan sangat luas. Kombinasi tiga hal ini saja telah
menciptakan sebuah surga yang sulit tertandingi: suatu hamparan area hijau
yang kaya akan keanekaragaman hayati baik di darat dan, terutama, di laut,
disamping keberlimpahan sumber-sumber energi seperti angin dan surya (yang
terkait dengan iklim tropis negeri ini), anekaragam bioenergi, dan panas bumi
(yang terkait dengan posisi Indonesia sebagai bagian sabuk Ring of Fire). Tak satu
negara pun mampu menandingi Indonesia dalam hal biodiversity, energy-diversity
dan kekhasan benua lautnya. Tidak Brasil, tidak pula Amerika Serikat (sebagai
benua non-kepulauan), apalagi Singapura dan Jepang (yang miskin sumber daya
alam). Inilah keunggulan komparatif Indonesia yang sangat menonjol sebagai
modal besar untuk bersaing di era ekonomi hijau.
Namun, sebagian besar kekayaan mentah ini belum dieksplorasi,
dieksploitasi dan diberi suntikan inovasi supaya menjadi produk-produk bernilai
tambah tinggi. Andai dapat diolah secara cerdas, produk-produk tersebut
nantinya dapat langsung dilempar ke pasar domestik guna memenuhi kebutuhan
234 juta pendudukpasar yang sangat besar. McKinsey Global Institute (2012)
memprediksi akan meningkatnya jumlah masyarakat berdaya beli tinggi
(consuming class) di Indonesia pada tahun 2030, tiga kali lipat dari saat ini. Hal
172
ini mengindikasikan bahwa di masa mendatang pasar domestik negeri ini bukan
saja kian besar, tetapi juga semakin agresif, yang siap menyerap produk-produk
bernilai tambah tinggi hasil karya tangan anak-anak negeri: dari kita, untuk kita.
Besarnya pasar domestik juga merupakan keunggulan komparatif lain negeri ini;
satu hal yang tak dimiliki Singapura misalnya.
Am
on
Ra
ii. Keunggulan Kompetitif
Berkah kekayaan natural resources yang dimiliki negeri ini, jika diolah
dengan memanfaatkan teknologi, berpotensi membawa Indonesia sebagai
pemimpin global di sejumlah sektor ekonomi hijau. Negeri ini adalah produsen
crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, kondisi yang membuka peluang bagi
Litbang, produksi, dan pemanfaatan secara massal bahan bakar nabati berbasis
CPOseperti halnya Brasil dengan etanol. Area ceruk ini kian menjanjikan
mengingat harga biofuel yang terus turun di tengah trend kenaikan harga
bahan bakar fosil, yang memberikan peluang keunggulan kompetitif harga (cost
competitiveness). Ketika cost competitiveness ini berkombinasi dengan besarnya
pasokan bahan baku CPO, bukannya tidak mungkin Indonesia menjadi ekonomi
biofuel paling kompetitif dan berpengaruh di dunia, menyaingi Brasil.
Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif terkait kapasitas inovasi.
Indeks kapasitas inovasi Indonesia (3.8) yang berada di atas India mencerminkan
kualitas sumber daya manusia negeri ini terkait kemampuan untuk menciptakan
inovasi-inovasi (meski potensi ini belum teroptimalkan sepenuhnya menyusul
belum mapannya ekosistem inovasilihat Bab Satu).
iii. Keunggulan Lingkungan
Aksi global melawan climate change harus melibatkan Indonesia sebagai
pusat iklim dunia. Sebagai satu-satunya benua maritim di muka Bumi, dinamika
perubahan iklim di kawasan Indonesia akan berpengaruh terhadap dinamika
iklim kawasan Asia bahkan dunia. Serangkaian peristiwa banjir yang melanda Asia
Tenggara dan Selatan serta Australia pada 2007, misalnya, diyakini tak terlepas
dari kejadian banjir besar Jakarta pada tahun yang sama, sebagai dampak posisi
Indonesia sebagai pusat sirkulasi monsun Asia. Kondisi ini sekaligus menjadikan
Indonesia sebagai kawasan kunci untuk mengerti masalah iklim di tingkat global:
pengetahuan yang menyeluruh tentang kondisi iklim Indonesia dinilai akan sangat
membantu menekan dampak negatif global warming.
Sebagai pengendali iklim global, beban Indonesia untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca seharusnya lebih besar ketimbang negara lain. Karenanya,
bagi Indonesia, inovasi untuk menghasilkan produk-produk emisi rendah (lowemission) merupakan hal yang mendesak. Situasi ini sebetulnya juga merupakan
peluang bagi Indonesia untuk merintis kerjasama saling menguntungkan (win-win
cooperation) dengan komunitas internasional. Dalam kerjasama ini Indonesia
dapat berperan sebagai penyedia laboratorium alam bagi riset-riset iklim dan
teknologi bersih, sementara negara-negara maju selaku penyedia investasi
riset dan sumber daya saintis. Melalui kerjasama ini, diharapkan terjadi transfer
knowledge dan teknologi bersih.
iv. Keunggulan Budaya
Budaya hidup hijau (green life style), sebagai nilai fundamental ekonomi
hijau, telah memiliki akarnya dalam budaya tradisional Indonesia. Kita misalnya
tak sulit menemukan kearifan lokal (local wisdom) di banyak masyarakat rural
yang menjunjung tinggi keseimbangan ekologis atau harmonisasi alam dari pada
hasrat mengejar kemajuan yang berlebih-lebihan yang justru destruktif, dimana
hal ini amat berkorelasi dengan prinsip triple bottom line dalam ekonomi hijau.
INOVASI 1-747
173
Jauh sebelum inovasi pupuk hayati (biofertilizer) digalakkan sebagai
respons ambruknya kesuburan jutaan hektare tanah di Indonesia akibat
penggunaan pupuk kimia, warga Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor, telah
mengkritik panen tiga kalidari semula dua kali setahun yang dipaksakan
pemerintah Orde Baru melalui program Revolusi Hijau. Warga desa menilai hal
ini sebagai pemerkosaan terhadap tanah. Di Desa Maria, Kabupaten Bima,
Pulau Sumbawa, budaya hidup hemat, yang berkorelasi dengan prinsip efisiensi
dalam green economy, juga telah terlembagakan dalam praktik hidup masyarakat
komunal di sana melalui tradisi ampa fare. Ini merupakan ritual menyimpan
padi di lumbung warga yang terletak di atas bukit, yang selain ditujukan sebagai
persediaan dari musim kemarau, juga untuk mendidik penduduk agar makan
secukupnya, terhindar dari sikap konsumtif.
Hingga kini praktik hemat seperti menjemur pakaian (bukan memakai
mesin pengering yang boros listrik) atau mandi dengan gayung (bukan berendam
di bath-up yang menghabiskan air) masih merupakan kelaziman. Artinya,
penduduk Indonesia memiliki keunggulan budaya sebagai prekondisi untuk
bertransisi menuju era ekonomi hijau.
2. Fokus Teknologi Bersih: Konvergensi Bioteknologi dan Teknologi
Informasi
Am
on
Ra
Sebagai perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia (2012), Samsung
Electronic menjadi simbol kepemimpinan global Korea Selatan di sektor high-tech,
khususnya untuk produk-produk elektronik, smart-phone dan semikonduktor.
Kecuali Korsel, tak banyak yang mampu menjadi pemain baru di sektor kompetitif
ini: Jepang (melalui Sony, Panasonic atau Fujitsu, misalnya) dan terutama Amerika
Serikat (melalui Apple, HP, IBM, atau Intel, misalnya) telah menjadi penguasa
ladang high-tech ini sepanjang empat dekade terakhir. Sulit membayangkan dalam
dua atau tiga puluh tahun ke depan Indonesia mampu melahirkan produk televisi
sekelas Sony atau perusahaan global consumer electronics semacam Samsung.
Harus diakui memang, kita sudah terlalu terlambat untuk berkompetisi di sektor
ini. Namun, kita masih ada peluang lain.
Adagium daripada memperkuat kelemahan, lebih baik mempertajam
kekuatan, dapat diterapkan. Maka, tidak perlu mengejar untuk memproduksi
televisi atau komputer buatan Indonesia, sebab kita seharusnya lebih
memfokuskan diri untuk menjadi pionir biofuel berbasis tanaman Alga (mengingat
potensi budidaya Alga yang gigantik terkait ketersediaan garis pantai yang
panjang dan ketersediaan sinar matahari sepanjang tahun). Tidak perlu beranganangan menjadi produsen smartphone kelas dunia, karena kita bisa menjadi
pionir global di produk-produk kesehatan herbal (Indonesia adalah rumah bagi
80 persen spesies tanaman obat dunia). Tidak penting kalau kita tidak bisa
mendirikan pabrik semikonduktor sekelas Intel, karena Indonesia dapat menjadi
produsen vaksin dan antibiotik terdepan di dunia (memiliki jutaan jenis mikroba
sebagai bahan dasar obat-obatan tersebut, walaupun sebagian besar belum
teridentifikasi).
Keunggulan benua maritim Indonesia perlu benar-benar dipahami tidak
dimiliki negara lainuntuk menetapkan area ceruk pengembangan teknologi
bersih yang tepat, yang disesuaikan dengan: kapasitas sumber daya yang ada,
kepentingan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, keharusan untuk tumbuh
secara berkelanjutan, serta visi untuk kelak mampu bersaing secara global.
174
Berdasarkan kriteria tersebut, dengan mempertimbangkan analisa SWOT
(strength, weakness, opportunity, threat), maka pengembangan teknologi
bersih di Indonesia haruslah merupakan: konvergensi antara inovasi berbasis
bioteknologi dengan TIK. Dalam hal ini, bioteknologi menjadi payung besar dan
basis bagi fokus-fokus riset dan inovasi terkait teknologi bersih, sementara TIK
berperan sebagai pendukung utama dalam hal konektivitas elektronik di semua
lini terkait inovasi clean-tech.
Am
on
Ra
Pilihan untuk fokus pada bioteknologi terutama didasarkan atas
pertimbangan keunggulan komparatif Indonesia sebagai pusat keanekaragaman
hayati dunia dan bioenergi. Inilah kenapa Korea Selatan yang miskin sumber
daya alam tidak menargetkan penguasaan sektor bioteknologi, tetapi teknologi
informasi, pada awal perkembangan industri nasionalnya. Fakta bahwa dunia saat
ini tengah bergerak ke fase bioekonomi (bioeconomics) menyusul berakhirnya
era ekonomi berbasis teknologi informasi, adalah poin plus tersendiri. Ini
mengandung arti bahwa Indonesia tidak terlalu ketinggalan gerbong kereta pada
saat bertransisi ke era bioekonomi: berbeda halnya era teknologi informasi, kita
relatif memulai dari garis start yang sama dengan kebanyakan negara di dunia. Di
samping itu, tentu, keunggulan komparatif megabiodiversity Indonesia seharusnya
dapat menjadi modal besar untuk unggul di arena persaingan ini.
Pilihan untuk berkonsentrasi di sektor bioteknologi semakin relevan
karena secara prinsip clean-tech lebih mendekati atau beririsan dengan bio-tech
ketimbang high-tech dari aspek keragaman sektor yang diliputi. Jika high-tech
terfokus terutama pada komputer, piranti genggam dan perangkat jaringan
komunikasi, bio-tech meliputi area lebih luas seperti aplikasi-aplikasi teknologi di
sektor farmasi, pertanian, manufaktur, energi, atau lingkungandimana sektorsektor ini juga merupakan area fokus clean-tech.
Dapat diusulkan, area fokus riset dalam koridor konvergensi antara
inovasi berbasis bioteknologi dengan teknologi informasi dan komunikasi adalah:
1. Energi bersih. Ini ditujukan untuk menjamin ketahanan energi. Wilayah
pengembangan inovasi di area ini meliputi, antara lain, bahan bakar
terbarukan berbasis tanaman (biodiesel atau etanol), termasuk di dalamnya
teknologi pemanfaatan energi-energi terbarukan (angin, surya, biomassa, atau
panas bumi), teknologi untuk efisiensi energi (green building, lampu LED, dan
manajemen penghematan energi) serta teknologi penyimpanan energi (fuel
cell, baterai listrik, dan lain-lain).
2. Moda transportasi bersih. Ini ditujukan untuk memperkuat konektivitas fisik
melalui aplikasi teknologi bersih. Area inovasi antara lain meliputi mobil listrik,
mobil hibrida, mobil rendah emisi, penyediaan infrastruktur untuk mobil
listrik, dan lebih luas lagi penciptaan teknologi transportasi yang efisien bahan
bakar baik di darat, laut maupun udara.
3. Material-material baru berbasis teknologi nano. Ini merupakan upaya guna
mengembangkan dan melibatkan teknologi nano dalam penciptaan bio-based
material untuk inovasi di pelbagai sektor. Di sektor kesehatan, misalnya,
nanobiotek memungkinkan penciptaan protein artifisial tanpa bahan kimia
berbahaya dan peralatan mahal untuk pengobatan yang lebih efektif.
4. Biosains. Ini ditujukan terutama untuk menjamin keamanan pangan dan
kesehatan. Area pengembangan misalnya aplikasi biotek untuk penciptaan
pupuk hayati (biofertilizer), vaksin-vaksin tropis, terapi-terapi berbasis herbal,
atau makanan-makanan sehat (healthy food).
5. Teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan area ini lebih ditujukan
untuk mendukung penciptaan dan aplikasi inovasi pada sektor-sektor di atas,
INOVASI 1-747
175
Am
on
Ra
Ramalan itu bagaikan semilir angin surga. Dalam paparan hasil riset
mereka pada 2012 silam di Jakarta, lembaga konsultan McKinsey Global Institute
menyatakan bahwa Indonesia akan masuk ke jajaran tujuh besar ekonomi dunia
pada 2030melampaui Inggris dan Jerman. Jumlah kelas menengah negeri ini
diramalkan meningkat tajam 300 persen, dari 45 juta orang (2012) ke angka 135
juta orang saat itu. Hampir tigaperempat penduduk, 71 persen, akan menghuni
kota-kota dan menjadi penyumbang bagi 86 persen PDB.
Analisis McKinsey, meski patut disikapi secara kritis, sedikit banyak
memang menggambarkan paradigma pembangunan yang dianut dan
dijalankan Indonesia selama ini: pembangunan berorientasi urban (urbancentric). Pertumbuhan, dalam paradigma ini, diciptakan di dan dari kota-kota
besar, pusat-pusat keunggulan, dan sentra-sentra ekonomi urbanyang pada
gilirannya memicu dampak negatif urbanisasi sebagai respons ketidaktersediaan
sumber-sumber ekonomi produktif di wilayah rural. Dari kota-kota besar, kelas
menengah baru tercipta, dan masyarakat berdaya beli tinggi ini pun segera
terintegrasi dengan masyarakat consumer global. Dari kelas menengah baru inilah
pertumbuhan PDB dipacusebuah pertumbuhan berbasis konsumsi.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia,
yang kerap dipuji sebagai paling stabil di Asia, sebenarnya adalah sebuah menara
keropos. Pertumbuhan PDB terjadi cukup pesat, namun tidak berkorelasi terhadap
pengentasan kemiskinan. PDB semu ini terjadi akibat pertumbuhan konsumsi
domestik (para kelas menengah) yang meliputi lebih dari 70 persen indikator
pertumbuhan PDB. Indikator penyusun PDB lainnya, yaitu ekspor-impor, belanja
pemerintah, dan investasiyang justru lebih strategishanya berkontribusi
kurang dari 30 persen. Karena itulah, walau terlihat besar (852 miliar dolar
AS pada 2012), PDB semacam ini tidak merepresentasikan aspek distribusi
kesejahteraan: kita menyaksikan paradoks adanya jutaan warga desa menganggur
di satu sisi, dan segelintir masyarakat kota yang menikmati kemewahan
belanja di sisi lain, ditengah klaim PDB yang terus membaik. Pertumbuhan PDB
seharusnya berkualitas dan inklusif. Pertumbuhan semacam ini dicirikan dengan
meningkatnya produktivitas masyarakat luas menyusul makin terbukanya
lapangan pekerjaan, yang tidak hanya di kota-kota tetapi juga di desa-desa; bukan
saja di Pulau Jawa, tetapi juga di pulau-pulau terluar negeri ini. Pertumbuhan
semacam ini tentu tak bisa terwujud apabila strategi pembangunan masih
berorientasi penciptaan kelas menengah di kota-kota besar atau pertumbuhan
berbasis kapitalisasi pasar saham demi mengejar fatamorgana pertambahan
angka PDB. Pembangunan inklusif yang berkesinambungan sesungguhnya hanya
bisa terjadi bila hal ini merupakan aktivitas-aktivitas riil produktif yang berbasis
inovasi atau eksploitasi knowledge, yang selalu dapat diperbarui (renewable),
bukan bergantung pada sumber alam mentah.
Tantangan serius yang dihadapi Indonesia saat ini adalah distribusi
kesejahteraan yang tidak merata. Pedesaan masih merupakan rumah besar bagi
kaum miskin, meliputi 62 persen (18,1 juta orang) dari total penduduk di bawah
garis kemiskinan di tahun 2012. Persoalan menjadi tidak sederhana mengingat
profil geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau, menciptakan daerah-
176
Am
on
Ra
daerah yang terpencil dan sangat tertinggal, yang kerap kali memerlukan strategi
dan/atau perlakuan pembangunan yang berbeda.
Ketika tantangan pemerataan begitu mendesak, di sisi lain, kita
menghadapi tekanan untuk terus mendongkrak pertumbuhan dan berpartisipasi
dalam persaingan global. Hal ini mendorong kita tetap mengoptimalkan titik-titik
episentrum pertumbuhan di area urban, yang sebagian besar berlokasi di pulau
Jawa. Tampak bahwa ada tarik menarik antara kebutuhan distribusi kesejahteraan
dengan kepentingan pertumbuhan dan daya saing global.
Penting untuk memahami adanya dualisme ini dan menerimanya sebagai
unik Indonesia. Situasi ini pada gilirannya mengharuskan kita menerapkan dua
paradigma pembangunan ekonomi, atau dual economic scheme, yang menjadi
dasar dalam penetapan kebijakan pembangunan terkait inovasi.
1. Urban-global. Paradigma pembangunan ini lebih berorientasi pada
upaya untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi (angka PDB) serta
meningkatkan daya saing nasional, yang bukan saja dimaksudkan guna
memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi sekaligus untuk berkompetisi
secara global. Strategi pembangunan ekonomi ini bersifat urban sentris
dengan optimalisasi pusat-pusat keunggulan, yang lazimnya sudah terbangun
di kota-kota besar, sebagai landasan menuju berdirinya klaster unggulan
nasional. Sebagaimana dipaparkan pada Bab Tiga, strategi ini antara lain
mengejewantah dalam pendirian klaster inovasi taman Iptek, klaster industrial
park, atau klaster industri strategis, yang kental dengan sinergi triple helix
dan bersifat top-down. Output dari strategi pembangunan ini adalah produkproduk innovated in Indonesia yang dipasarkan di area urban dan/atau
pasar internasional, yang dengan demikian produk ini harus head-to-head
secara langsung dengan produk global lainnya.
2. Rural-lokal. Paradigma pembangunan ini, selain ditujukan pula untuk
menciptakan pertumbuhan, difokuskan guna mendorong pemerataan
ekonomi atau distribusi kesejahteraan yang dilakukan terutama melalui
peningkatan produktivitas pelaku industri dan usaha kecil dan menengah
(IUKM) sebagai aktor-aktor ekonomi tingkat akar rumput. Upaya ini dapat
diupayakan melalui sinergi antara kelompok berkepentingan (stakeholders)
untuk secara bersama-sama memberdayakan potensi unggulan di daerah
masing-masing dan lebih jauh mendorong terciptanya klaster inovasi
regional. Stakeholders antara lain meliputi investor, pemda setempat,
institusi akademik, rantai pemasok, kelompok IUKM utama (seperti koperasi
atau pesantren, yang dapat berperan sebagai focal point) disamping aktor
individual semisal petani atau nelayan sebagai pelaku ekonomi langsung dan/
atau beneficiaries. Berbeda dengan paradigma urban-global yang bernuansa
top-down, pembangunan rural-lokal dapat menjadi ruang bagi munculnya
inisiatif-inisiatif bottom-up serta medan bagi penerapan inovasi hemat (frugal
innovation) dan pemanfaatan teknologi disruptive, sebagaimana disinggung
dalam Bab Tiga.
Posisi investor lokal, nasional atau bahkan asing (melalui FDI) juga terbilang
strategis dalam model pembangunan rural-lokal: mereka dapat berperan sebagai
pengembang industri hulu hingga hiliryang bukan saja akan menciptakan
pertumbuhan di daerah, tetapi memungkinkan terjadinya transfer dan aplikasi
langsung teknologi bagi pelaku ekonomi grass-root untuk meningkatkan
pendapatan merekahingga pada gilirannya mendorong terciptanya klaster
inovasi industri berbasis unggulan daerah. Pengembangan kawasan inovasi
industri hortikultura PT Polowijo Gosari di Gresik, Jawa Timur, merupakan sebuah
contoh strategi rural-lokal berbasis inisiatif bottom-up yang berkombinasi dengan
INOVASI 1-747
177
sinergi triple helix. Demikian pula model-model bisnis inovasi banyak yang dapat
dikembangkan hingga daerah terpencil Indonesia.
Am
on
Ra
Akankah aksi global melawan perubahan iklim efektif? Saat ini sebagian
besar episentrum pengembangan clean-tech berada di belahan bumi Barat,
meliputi negara-negara Eropa (terutama Jerman, Italia, Inggris, Prancis) dan
Amerika Serikat. Mereka antara lain unggul dalam besaran investasi, produksi dan
aplikasi clean-tech, serta penciptaan paten. Namun, tanpa sebaran episentrum
clean-tech yang merata, misi global menekan emisi karbon sulit dioptimalkan.
Akhir-akhir ini, negara-negara dari belahan Timur, seperti Korea Selatan dan India,
mulai serius menggeluti clean-tech, dan Tiongkok tercatat sebagai yang paling
agresif hingga mampu merangsek ke urutan pertama dalam rangking 10 besar
clean-tech leader, menyalip Amerika Serikat pada tahun 2012.
Keseriusan untuk beralih ke sektor teknologi bersih tidak didorong
semata-mata oleh kesukarelaan untuk menyelamatkan Bumi dari global warming,
tetapi lebih didasari oleh semangat mendapatkan profit. Clean-tech adalah
sebuah megabisnis. Namun, meski persaingan clean-tech mulai ketat, diyakini
bahwa tak satu pun negara mampu memonopoli pasar clean-tech karena
luasnya cakupan dan varian clean-tech, serta perlunya konteks lokal dalam
pengembangan teknologi tersebut.
Situasi ini membuat kompetisi di sektor clean-tech tidak bersifat zerosum-game. Kerjasama saling menguntungkan justru sangat diperlukan dan
dimungkinkan, khususnya antara negara maju dan negara berkembang. Indonesia
misalnya yang memiliki keunggulan sumber daya alam dan keunikan sebagai
steam engine sirkulasi atmosfer global dapat menjadi laboratorium alam bagi
ilmuwan negara-negara maju untuk menemukan pelbagai terobosan teknologi
bersih.
Inilah mediacy diplomacy, atau titik temu antara negara maju dan
berkembang, yang bisa dimanfaatkan untuk mereduksi degradasi lingkungan
global. Konsep mediacy diplomacy terinspirasi dari kebutuhan mendasar akan
interaksi yang harmonis dan damai antara negara-negara untuk mengamankan
dunia. Ketimbang saling menunjuk tangan mengenai siapa yang bertanggung
jawab terhadap begitu banyak kerusakan lingkungan, negara maju dan
berkembang seharusnya bekerjasama menyediakan solusi atas isu mendesak
climate change. Daripada mengutuk Indonesia terkait program perluasan lahan
penanaman kelapa sawit untuk memberantas kemiskinan, negara maju lebih baik
menyediakan insentif dan teknisi-teknisi berpengalaman guna mengembangkan
proyek penanaman spesies tanaman indigenous, misalnya sagu (Metroxylon sago),
makanan pokok masyarakat Papua, yang dapat diolah untuk menghasilkan etanol
sebagai bahan dasar biofuel.
Namun sulit membayangkan, atas nama solidaritas mengatasi perubahan
iklim, bahwa negara maju bakal dengan ringan kaki masuk ke negara-negara
berkembang membawa dukungan teknis untuk transfer teknologi hijau.
Sebagaimana disinggung di muka, sisi lain dari pengembangan clean-tech, selain
merupakan imperatif global untuk melawan global warming, adalah bahwa
sektor ini merupakan megabisnis kompetitif yang menuntut investasi jutaan
dolar AS. Dalam urusan bisnis, tentu, tak ada makan siang yang gratis. Terlebih
ini mengingat bahwa, pada kenyataannya, paten-paten produk teknologi bersih
dipegang oleh segelintir individu atau perusahaan-perusahaan besar asing,
bukan milik pemerintah salah satu negara maju (yang memungkinkan kerjasama
government-to-government/G-to-G).
178
Am
on
Ra
Karena itulah istilah transfer teknologi lebih tepat jika diartikulasikan
ke dalam istilah kolaborasi teknologi. Paradigma ini menuntut kerjasama saling
menguntungkan (win-win) antara sektor publik suatu negara berkembang dengan
calon investor dari negara maju, bukan semata-mata bantuan hibah. Sektor
publikmelalui penciptaan regulasi tertentudapat merangsang permintaan
(demand) atau penciptaan pasar atas teknologi bersih, sementara calon investor
akan mengisi gap investasi, produksi dan distribusi teknologi-teknologi yang
dibutuhkan tersebut.
Melalui kerjasama win-win, untuk kasus Indonesia misalnya, investor dari
negara maju akan memboyong FDI untuk teknologi bersih beserta dukungan
teknis dan sumberdaya lainnya, sementara Indonesia menyediakan keunggulan
komparatif sumber daya alam (sebagai laboratorium alam bagi para saintis yang
terlibat), pasar yang besar (sebanyak 234 juta penduduk, di dalamnya terdapat
kelas menengah yang angkanya terus melejit), serta instrumen kebijakan investasi
(misalnya berupa insentif pajak dan dukungan regulasi lainnya).
Dukungan regulasi ini amat penting; tanpanya maka keunggulan sumber
daya alam dan ketersediaan pasar yang raksasa bisa menjadi nihil. Kasus gagalnya
produsen BlackBerry, Research in Motion (RIM), mendirikan pabrik di Indonesia
merupakan sebuah pelajaran berharga. Ketiadaan instrumen kebijakan yang
suportif membuat perusahaan Kanada itu memilih melabuhkan investasinya di
Malaysia, meski Indonesia merupakan pasar BlackBerry terbesar di dunia.
Padahal FDI, sebagaimana yang dilakukan RIM, memiliki peran strategis
sebagai wahana yang sangat efisien dalam transfer teknologi. Inilah mekanisme
paling realistis dan reliable untuk memperkenalkan, mengembangkan dan
menerapkan clean-tech. Hanya saja sejauh ini banyak didapati investasi-investasi
dangkal (shallow investment) di Indonesia, dimana industri-industri yang terlibat
di dalamnya lebih berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (hanya untuk
kepentingan ekspor) dari pada memberi nilai tambah pada natural resources
yang ada dan lebih mengandalkan tenaga kerja lokal murah. Agar terjadi transfer
teknologi (bersih), FDI haruslah berupa investasi mendalam (deep-investment).
Investasi jenis ini berbasis pada eksploitasi pengetahuan, berorientasi pada
maksimalisasi transfer teknologi, serta melibatkan dan mengandalkan tenagatenaga lokal berpendidikan. Mediacy diplomacy di sektor clean-tech dapat
menjadi kerjasama yang win-win dalam arti sesungguhnya jika ia berupa deep
investment.
Sebagai gangs of elite yang dapat menembus daftar G20, keanggotaan
Indonesia di kelompok ini tidak semata-mata mengandalkan status kemajuan
ekonomi, tetapi pengaruh suatu negara bagi pertumbuhan dan arah ekonomi
dunia ke depan. Indonesia dinilai memenuhi kriteria ini.
Sanjungan G20 ini adalah sebuah permulaan. Berbagai lembaga
internasional selanjutnya memasukkan nama Indonesia dalam daftar kelompok
elite mereka,antara lain Goldman Sach lewat N-11 dan MIKT, Economist
Intelligence Unit melalui CIVETS, Economic Research Institute of Japan dengan
VISTA, dan BBVA Research dengan EAGLEs, di mana akronim-akronim ini
menggambarkan para kandidat perekonomian terbesar abad 21, dan kesemuanya
mencantumkan nama Indonesia. Lembaga think tank terkemuka Amerika Serikat,
Foreign Policy, pada tahun 2012 merilis artikel: 5 Reasons to Believe in Indonesian
Miracle.
INOVASI 1-747
179
Am
on
Ra
Kabar-kabar ini terasa menyejukkan,dan kita seolah-olah merasa bahwa hal
itu telah terjadi atau pasti akan terjadi dengan sendirinya, sehingga kita menjadi
lupa bahwa itu hanya ramalan. Dari dalam negeri, kita sebenarnya memiliki
ramalan sendiri tentang masa depan Indonesia. Sebagaimana disinggung dimuka,
apabila pertumbuhan dilakukan dengan cara-cara biasa (business as usual),
berbasis pada eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi, maka PDB per kapita
negeri ini diperkirakan hanya akan menepis angka 8.000 dolar AS pada 2025.
Ini tentu bukan angka yang cukup untuk menaikkan status kita ke advanced
economies sebagaimana disampaikan Goldman Sach dan lembaga-lembaga
internasional lainnya (Portugal, misalnya, yang berada pada posisi terakhir dalam
daftar advanced economies 2011 versi IMF memiliki PDB per kapita 22.359
dolar AS). Prediksi pelbagai lembaga internasional tadi hanya akan menjadi
kenyataan jika strategi pembangunan Indonesia memasukkan elemen STI yang
diyakini mampu meningkatkan PDB per kapita mencapai titik potensi maksimum
16.000 dolar AS pada tahun 2025 dan memungkinkan pertumbuhan yang
berkesinambungan hingga akhirnya mencapai predikat negara maju.
Tentu menjadi pertanyaan: bagaimana agar elemen STI tersebut
bisa menjadi darah segar dalam denyut pertumbuhan ekonomi negeri ini?
Pembenahan sistematik adalah mutlak. Kita menyadari tentang adanya keping
yang hilang (missing puzzle) dalam mesin pembangunan negeri ini: Sinas.
Sistem Inovasi Nasional berperan sebagai peta rencana yang menuntun dan
mengawal program-program nasional menuju visi pembangunan nasional yang
berkesinambungan melalui inovasi, guna memastikan bahwa input inovasi dapat
terus tumbuh dan berpengaruh efektif terhadap growth. Jika diringkas dalam
satu kalimat, pembenahan sistematik ini dapat dilakukan melalui penguatan
ekosistem inovasi Indonesia yang terdiri atas perbaikan unsur-unsur: pendanaan
R&D, kepemimpinan, kebijakan, pendidikan dan budaya inovasi, di mana kesemua
butir-butir ini dirangkum dalam sebuah rekomendasi yang disebut Inisiatif
Inovasi 1-747. Deskripsi dari masing-masing angka pada 1-747 ini, sebagaimana
dipaparkan dimuka, sedikit banyak mendeklarasi Kesiapan Indonesia Berselancar
di Era Ekonomi Baru.
Tak diragukan lagi, pembenahan Sinas merupakan sebuah pekerjaan
berat yang menuntut investasi besar serta memerlukan waktu tak sebentar.
Namun, kabar baiknya adalah kenyataan bahwa globalisasi dan Googlisasi telah
memunculkan model inovasi lompatan katak dan model inovasi frugal sebagai
strategi alternatif bottom-up yang memungkinkan kita menempuh jalan pintas
menuju negara inovatif, sambil secara paralel memperbaiki Sinas. India dan
Tiongkok merupakan contoh negara yang telah berhasil memanfaatkan sistem ini.
Penting dipahami memang upaya menuju masyarakat dan perekonomian
berbasis inovasi secara substansial merupakan sebuah proses transformatif,
yang mengarah pada perubahan sosial (social change), di mana melalui proses
ini diharapkan terjadi perubahan pola tingkah laku, nilai atau cara pandang
masyarakat terhadap inovasi dalam jangka panjang (long-term). Upaya penciptaan
Sinas yang produktif karenanya bukan sekadar permainan angka-angka, dari
1 ke 7, ke 4 dan ke 7, namun suatu aksi yang tumbuh dari kesadaran semesta,
keyakinan kuat tentang masa depan inovasi, keberanian menanggung risiko, yang
berujung pada sebuah konsensus nasional. Korea Selatan, sekali lagi, merupakan
sebuah role model: baik sektor publik maupun swasta. Negeri Ginseng, misalnya,
secara konsisten mengalokasikan dana riset yang besar, baik di masa tenang
maupun di masa sulit. Korea Selatan juga menjadi satu dari sedikit negara
yang justru meningkatkan dana Litbangnya pada saat semua negara justru
memangkasnya. Ini adalah contoh komitmen luar biasa, yang dimotivasi oleh
180
Am
on
Ra
visi dan keyakinan yang kuat, seperti misalnya ketika Presiden Korea Selatan
melontarkan: go nano or die manakala menegaskan keharusan negeri ini
merangkul teknologi nano.
Proses transformasi menuju perekonomian inovasi pernah dilakukan
Indonesia secara sistematis sepanjang tiga dasawarsa (1967-1998), tetapi
sayangnya proses ini terhenti di tengah jalansetelah mencapai puncaknya lewat
peluncuran pesawat N250menyusul tsunami krisis moneter, yang sekaligus
mengubur mimpi negeri ini untuk tinggal landas (take-off) bersama sejumlah
negara yang kini telah menjadi Macan Asia.
Saat ini, melalui inisiatif 1-747, Indonesia berada pada fase kebangkitan
dari gelombang transfomasi yang sempat mati suri tadi. Transformasi kedua ini
didasarkan atas kesadaran baru tentang kebutuhan (need) untuk bertahan di abad
21 yang jauh lebih menekan, keharusan untuk bertindak cepat (speed) di area
ceruk yang menjadi keunggulan kita, sebelum dijamah negara lain; dan keinginan
atau ambisi (greed) untuk dapat segera berselancar di era ekonomi baru serta
tumbuh secara berkelanjutan. Ini juga sekaligus merupakan peluang emas bagi
kita untuk membuktikan prediksi banyak pengamat internasional tentang nasib
Indonesia di paruh pertama abad 21, setelah sebelumnya julukan The Asian Tiger,
yang sempat disematkan pada era 90-an, lepas dari tangan kita.
INOVASI 1-747
181
Am
on
Ra
182
Am
on
Ra
BAGIAN TIGA:
Rekomendasi
Kebijakan &
Program Inovasi
Nasional
INOVASI 1-747
183
Am
on
Ra
REKOMENDASI KEBIJAK AN DAN PROGR AM
INOVASI NASIONAL
Pengantar
Lebih dari tiga dasawarsa terakhir, strategi pembangunan ekonomi
Indonesia ditumpukan pada pemanfaatan sumber daya alam. Desentralisasi
politik dan konsolidasi demokrasi telah mendorong kebijakan yang lebih condong
pada pendekatan keunggulan komparatif dan bukan keunggulan kompetitif.
Mengedepankan pendekatan Comparative Advantage dan menomor duakan
Competitive Advantage.
Bersama Komite Ekonomi Nasional dan KIN yang dibentuk pada Mei
2010, Presiden juga mengubah paradigma pembangunan ekonomi Indonesia.
Melalui upaya sistimatis, konsisten dan berkelanjutan, Presiden meletakkan
strategi dengan memberikan prioritas pada pertumbuhan kemandirian industri
nasional berbasis teknologi pengolahan bahan baku dan pendekatan pusat-pusat
pertumbuhan wilayah di enam koridor ekonomi yang terbentang dari Sabang
hingga Merauke, sebagai arah kebijakan 25 tahun mendatang.
Melalui pendekatan koridor ekonomi, diharapkan Kawasan Ekonomi
Terpadu dapat digunakan sebagai prime mover pembangunan ekonomi daerah.
Hal ini dapat digunakan sebagai jalan bagi pengembangan kawasan unggulan bagi
pertumbuhan inovasi dan perbaikan ekosistem dan iklim investasi serta daya
saing produk lokal.
Pendekatan pembangunan ekonomi yang ditempuh Pemerintah yang
sering dianggap sebagai jalan tengah (middle way policy) tersebut pada dasarnya
selain selaras dengan UUD 45 juga sangat sesuai dengan paradigma the new
economics of knowledge yang akan membawa bangsa Indonesia menuju
Innovation Driven Economy pada masa mendatang.
184
Am
on
Ra
Merujuk kepada paradigma jalan tengah tadi dan sesuai tugas dan fungsi
KIN serta arahan Presiden di berbagai kesempatan ataupun berdasarkan kajian
dan pendalaman terhadap konsep dan penerapan inovasi di dalam negeri dan
luar negeri KIN menyampaikan lima aspek rekomendasi utama, antara lain:
Pengembangan Inovasi Kebutuhan Dasar Manusia (FEWS)
Pembangunan Kawasan Industri Inovasi berbasis Unggulan Nasional dan
Unggulan Daerah
Peningkatan Anggaran R&D Inovasi
Menumbuhkan Budaya Inovasi
Pembentukan Peta Jalan (road map) Menuju Sistem Inovasi Nasional (Sinas).
Disamping 5 rekomendasi utama di atas, KIN mengusulkan pula 3 rekomendasi
mengenai regulasi dan insentif inovasi. Untuk mendukung Rekomendasi
tersebut, terutama di bidang Kebutuhan Dasar dan pengembangan kemampuan
industri, KIN menyarankan untuk dipertimbangkan dua kebijakan strategis.
Pertama, pengamanan dan pelestarian melalui inventarisasi dan pengumpulan/
penyimpanan contoh genetik sumber daya hayati terutama yang penting bagi
kelangsungan sumberdaya pangan dan obat. Kedua, mengingat kegiatankegiatan di bidang industri tersebut memiliki resiko ekonomi yang tinggi, perlu
dipertimbangkan pemberian insentif fiskal secara lebih jelas dan pasti melalui
penyempurnaan UU PPH, dan pembentukan perusahaan Modal Ventura di sektor
negara melalui pengubahan misi dan fungsi beberapa BUMN yang telah ada.
Pelaksanaan lima rekomendasi utama didesain untuk memperkuat Inisiatif
Inovasi 1-747 yang pernah dilaporkan KIN dengan prinsip thinking out of the box,
but within the system serta memperkuat kerja sama lintas sektoral antar aktoraktor inovasi.
1. Satu persen (1%) dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015
INOVASI 1-747
185
Am
on
Ra
Rekomendasi Umum:
Membentuk Tim untuk menyusun Sinas lintas
Kementerian, dunia pendidikan, lembaga penelitian,
serta industri dan masyarakat.
Membangun konsensus antar para pemangku
kepentingan tentang arah dan tujuan Sinas dengan
mempertimbangkan comparative dan competitive
advantages dari Indonesia.
Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak kompeten di
dalam dan luar negeri untuk menghasilkan satu dokumen
Sinas yang komprehensif dan berkualitas.
186
Am
on
Ra
187
Am
on
Ra
Rekomendasi Umum:
Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan
budaya sustainability development menuju keadaban,
kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan serta
penghargaan terhadap riset dan inovasi.
Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum
pendidikan dasar, menengah/kejuruan dan pendidikan
tinggi yang bersifat discovery learning dengan
menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah
berasimilasi dengan nilai-nilai kearifan lokal dan yang
sudah memperhatikan kebutuhan industri.
Perlu sosialisasi Budaya Invensi dan Budaya Inovasi
melalui: (1) Pusat Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan
(2) Optimalisasi infrastruktur TIK jaringan pendidikan
nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh
secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik
dan masyarakat di wilayah Indonesia.
Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science &
Technology Readiness dan infrastruktur S&T berdaya
saing, berharkat dan bermartabat untuk kemakmuran
bangsa.
188
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
189
Am
on
Ra
190
Am
on
Ra
Catatan:
Penjelasan masing-masing rekomendasi Quick win dijabarkan dengan lebih rinci di
bawah ini.
INOVASI 1-747
191
Am
on
Ra
Rekomendasi:
Revitalisasi Puspiptek menjadi Science and Technology
Park (STP) dengan meningkatkan sumber daya Iptek
secara kualitatif dan kuantitatif dan mendirikan Puspiptek
Innovation Center serta melaksanakan Program Start-up
Company
Menjadikan Puspiptek sebagai badan usaha yang dikelola
secara profesional dan mandiri berbentuk Organisasi
Badan Layanan Umum (BLU).
192
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
193
Am
on
Ra
Rekomendasi:
Melalui pendekatan wilayah, memberikan payung hukum
dengan status Kawasan Industri dan nama Kawasan
Industri Inovasi Gresik.
Menyediakan lokasi/wilayah yang diperuntukan bagi
Kawasan Industri Inovasi Gresik.
Menyediakan infrastruktur pendukung, khususnya
saluran irigasi dari Sungai Bengawan Solo
194
Am
on
Ra
Rekomendasi:
Membangun jaringan kemitraan dan value chain produk
nanoteknologi di berbagai bidang seperti pangan, energi,
kesehatan, lingkungan dan manufaktur;
Memperkuat aktor-aktor inovasi baik secara kelembagaan
baik secara program, SDM dan infrastruktur riset di
bidang nanoteknologi;
Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengembangan
produk berbasis nanotekologi dalam berbagai bidang.
INOVASI 1-747
195
Am
on
Ra
196
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
197
Am
on
Ra
198
Am
on
Ra
Komite Inovasi Nasional sebagai sebuah badan think thank yang bersifat
adhoc telah menjalankan tugasnya dengan merumuskan rekomendasi road map
Pembangunan Ekonomi yang dipandu Inovasi, dengan platform Inisiatif Inovasi
1-747, dipresentasikan pada Sidang Kabinet 12 April 2011. Di atas platform
ini telah disiapkan juga konsep bagaimana mengimplementasikan programprogram yang dicanangkan, yang dijabarkan dalam Lima Arah Utama Program
dan Kebijakan Inovasi (Gambar 35, Bab 2). Dengan telah tersedianya konsep
infrastruktur sistem inovasi seperti tersebut di atas, dirasakan perlu membentuk
struktur organisasi inovasi baru yang lebih terstruktur guna menjalankan fungsi
sinkronisasi kerjasama antara para pelaku inovasi, bukan saja antara para menteri
terkait namun juga antara akademisi dan bisnis /industri serta masyarakat luas.
Sebagai gagasan awal, KIN mengusulkan pembentukan Dewan Inovasi Nasional
(DIN) (Gambar 56).
Dewan Inovasi Nasional yang diusulkan pada gagasan ini akan dipimpin
langsung oleh Presiden, dan memiliki keanggotaan yang terdiri dari beberapa
Menteri terkait yang dapat memberikan terobosan birokrasi dan peraturan
untuk memperlancar aliran inovasi. Di samping itu, keanggotaan juga berasal dari
perwakilan akademisi dan perwakilan bisnis /industri. Penjelasan lebih terinci
tentang gagasan ini dapat dilihat pada Booklet KIN tentang DIN yang menyertai
buku ini.
Beberapa keuntungan yang akan berdampak signifikan pada inovasi
Indonesia dari skenario ini antara lain:
1. Sistem Inovasi menjadi embedded di dalam sistem pemerintahan dan kabinet,
dan karena Presiden adalah pemimpin DIN, maka kebijakan-kebijakan inovasi
yang dihasilkan dapat langsung diimplementasikan;
2. Koordinasi lintas sektoral akan dapat berjalan lebih efektif dan efisien,
sehingga hambatan utama ego-sektoral dapat diminimalisir;
3. Program yang diolah di Badan Pekerja DIN dapat dengan cepat dijalankan, dan
sekaligus diawasi.
Tahapan pembentukan badan ini diusulkan dimulai pada tahun 2015
dengan membentuk DIN-Transisi melalui Surat Keputusan Presiden. DIN-Transisi
akan memiliki misi dan wewenang yang lebih luas dari KIN (Gambar 57), termasuk
di dalamnya misi menyiapkan pembentukan DIN yang ditetapkan melalui Undangundang. Tahap selanjutnya adalah Pembentukan DIN sesuai kesiapan Pemerintah
baru dalam menyiapkan konsep Undang-undang Sistem Inovasi Nasional ke DPR,
agar DIN menjadi sebuah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undangundang melalui persetujuan DPR.
INOVASI 1-747
199
Presiden
Tugas Pokok:
Am
on
Ra
Penyelarasan
Kebijakan IPTEK,
Finansial
Perindustrian
Perdagangan
Pendidikan
BAPPENAS untuk
Mendukung SINAS
Menteri Terkait
200
Supporting
Perwakilan
Akademisi dan
Peneliti
Perwakilan Bisnis,
Industri dan
Masyarakat
Pentahapan Pembentukan
Dewan Inovasi Nasional
Indonesia
Dewan
Inovasi
Nasional
(DIN
transisi)
Dewan
Inovasi
Nasional
(DIN)
Am
on
Ra
Komite
Inovasi
Nasional
(KIN)
KIN dibentuk
tahun 2010
berdasarkan
Keppres
NOMOR 32
TAHUN 2010
dengan misi
dan
wewenang
terbatas
DIN dibentuk
tahun 2015
sebagai transisi
menuju
kelembagaan
berdasarkan UU
DIN dibentuk
berdasarkan
Keppres baru
dengan misi
dan wewenang
yang lebih luas
DIN
merupakan
lembaga
negara yang
dibentuk UU
melalui
persetujuan
DPR.
DIN
dibentuk
sesuai
kesiapan
pemerintah
baru
menyiapkan
konsep UU
SINAS ke DPR
INOVASI 1-747
201
Am
on
Ra
202
Am
on
Ra
Lampir an
INOVASI 1-747
203
LAMPIRAN
KEANGGOTAAN KIN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010
adalah sebagai berikut:
Ketua
Wakil Ketua : Rektor Institut Pertanian Bogor (Prof. Dr. Hery Suhardiyanto)
Sekretaris
Prof. DR. Ir. Zuhal, M.Sc.E.E; Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada era Kabinet Reformasi Pembangunan
1998-1999. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional
(DRN), Direktur Jendral Listrik dan Pengembangan Energi, dan Direktur Utama
PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), dan mantan Rektor Universitas Al Azhar
Indonesia.
Am
on
Ra
Prof. Freddy P Zen, M.Sc, D.Sc.; Seorang Profesor bidang fisika teoritis dan Guru
Besar pada Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung. Saat ini Prof. Zen
menjabat sebagai Deputi Bidang Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Anggota:
Prof. Sangkot Marzuki AM, Ph.D, D.Sc.; seorang Profesor di bidang Kedokteran
pada Monash University (1995-Sekarang), Profesor di bidang Biokimia dan Biologi
Molekuler pada University of Queensland (1997-2002; 2011-2014), dan Profesor
pada University of Sydney (2011-2014). Beliau adalah Direktur Institut Biologi
Molekuler Eijkman 1992-2014 dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
untuk periode tahun 2008-2013 dan 2013-2018.
Prof. Ir. Mohamad Sahari Besari MSc, Ph.D; seorang Profesor Emiritus sejak
tahun 2008 pada Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 2002. Beliau
menjabat sebagai Kepala Senat Akademik, ITB (2000-2002) dan anggota Komite
Penasehat Bidang Sains dan Teknologi, Islamic Development Bank.
204
Dr. Ninok Leksono, MA; Rektor Universitas Multimedia Nusantara dan Editor
Senior Surat Kabar Harian Kompas dan Majalah Penerbangan Angkasa. Dr. Ninok
menyelesaikan Sarjana di Institut Teknologi Bandung (1981). Merintis karir
jurnalistik sambil melanjutkan studi bergelar Master of Arts dari University of
London Program Kajian Pertahanan (1989). Kemudian Dr Ninok mendapatkan
gelar Doktor dari Universitas Indonesia (1992).
Prof. DR. Umar Anggara Jenie, MSc, Apt.; seorang guru besar sejak tahun 1999
dan pengajar sejak tahun 1976 pada Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Beliau juga adalah anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
sejak tahun 2006 dan menjabat sebagai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia periode 2002-2010.
Am
on
Ra
DR. Ir. Marzan Azis Iskandar; Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) periode tahun 2009-2014. Beliau juga adalah Ketua Umum Badan
Kejuruan Elektroteknik Persatuan Insinyur Indonesia (BKE PII), 2011 2013 dan
Ketua Dewan Pengembangan Iptek, Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim SeIndonesia (ICMI). Sejak tahun 2011, Dr. Iskandar menjabat sebagai Komisaris pada
PT. DAHANA.
Ir. Idwan Suhardi, Ph.D; Staf ahli Menteri Negara Ristek Bidang Energi
dan Material Maju. Beliau menjabat sebagai Deputi Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kementerian Riset dan
Teknologi RI pada periode tahun 2005-2009 dan Deputi Pendayagunaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Kementrian Riset dan Teknologi RI 2009-2013.
Prof. Lukman Hakim, Ph.D; Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
sejak tahun 2010. Sebelumnya beliau adalah Wakil ketua LIPI, Deputi Ketua LIPI
bidang Jasa llmiah, dan Direktur Kebijakan Pengembangan dan Penguasaan
Teknologi BPPT. Sedangkan jabatan fungsionalnya adalah Profesor Riset bidang
Studi Kebijakan llmu Pengetahuan dan Teknologi yang diraihnya pada 2003. Gelar
Doktor bidang General Systems Studies diperolehnya dari University of Tokyo.
Prof. Bustanul Arifin, MSc., Ph.D; seorang Profesor bidang Ekonomi Pertanian
pada Universitas Lampung. Beliau memiliki pengalaman sebagai konsultan di
bidang ekonomi dan pertumbuhan bagi badan internasional seperti USAID dan
World Bank. Beliau juga pernah menjabat penasihat ekonomi bagi DPR-RI, komisi
pertanian, industri, dan perdagangan.
Ir. Amir Sambodo, MBA; Presiden Direktur PT. Tuban Petrokimia Industri. Saat ini
beliau adalah Penasihat khusus Menteri Koordinator Bidang Ekonomi RI.
DR. Rachmat Gobel; pelaku bisnis berpengalaman dan telah menjabat sebagai
Direktur Utama PT Gobel Internationals sejak tahun 1994. Beliau menjabat
sebagai Komisaris Utama atau Komisaris di berbagai perusahaan seperti PT
INOVASI 1-747
205
Am
on
Ra
DR. Bambang Kesowo, SH, LL.M; adalah seorang dosen pada Sekolah Pasca
Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2006 sekarang). Beliau menjabat
sebagai Kepala Staff pada Kantor Presiden Republik Indonesia/Menteri Sekretaris
Negara/Sekretaris Kabinet periode tahun 2001-2004.
Ir. Betti S. Alisjahbana; pendiri dan CEO PT Quantum Business International yang
bergerak di bidang kepemimpinan korporasi. Beliau adalah General Manager
perusahaan e-Business & Cross Industry Solutions IBM ASEAN & South Asia pada
tahun 1998, dan Direktur Utama PT IBM Indonesia periode 2000-2008. Saat ini,
beliau juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Riset Nasional (DRN).
Ir. Tri Mumpuni; Seorang ahli dalam penyediaan listrik di pedesaan dengan
menggunakan mikrohidro berbasis masyarakat. Ibu Mumpuni dalam
perkembangan karirnya pernah bertugas sebagai Direktur Eksekutif IBEKA,
206
Am
on
Ra
INOVASI 1-747
207
Am
on
Ra
208
Am
on
Ra
Bahan Bacaan
INOVASI 1-747
209
BAHAN BACA AN
Bruinsma, J. (Editor). 2003. World Agriculture: Towards 2015/2030. An FAO
perspective. FAO publication.
Cantner, U., Gaffard J. and Nesta L. 2009. Schumpeterian Perspectives on
Innovation, Competition and Growth. Berlin: Springer-Verlag.
Contessi, S. and Weinberger A. 2009. Foreign Direct Investment, Productivity, and
Country Growth: An Overview. Federal Reserve Bank of St. Louis Review, March/
April 2009. p61-78.
Dutta, S. (Editor). 2012. The Global Innovation Index 2012. Stronger Innovation
Linkages for Global Growth. Geneva: World Intelectual Property Organization.
Edquist, C and Hommen, L. (Editors). 2008. Small Country Innovation Systems:
Globalization, Change and Policy in Asia and Europe. Chelteham: Edward Elgar.
Etzkowitz, H. 2008. The Triple Helix: University-Industry-Government Innovation In
Action.London: Routledge.
Evans, GA. 2000. Designer science and the omic revolution. Nat Biotechnol.
18(2):127.
Am
on
Ra
Hill, H., Khan, M. E. and Zhuang, J. (Editors). 2012. Diagnosing the Indonesian
Economy: Toward Inclusive and Green Growth. Asian Development Bank and
Anthem Press.
Lindgardt, Z., Reeves, M., Stalk, G., and Daimler, M. Business Innovation. Boston
Consulting Group [on line], http://www.bcg.com/documents/file36456.pdf [16 Apr
2011]
Faber, M.M. 2006. Leisure Class. VC. Confidential (www. vcconfidential.com)
OECD. 2013. Nanotechnology for Green Innovation. OECD Science, Technology and
Industry Policy Papers, No. 5. OECD Publishing.
Pernick, R. and Wilder, C. 2007. The Clean Tech Revolution: The Next Big Growth
and Investment Opportunity. Colins Publisher.
Porter, M.E. 2011. Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction.
The Free Press, Simon & Schuster Inc, New York.
210
Am
on
Ra
World Bank and International Monetary Fund. 2012. Global Monitoring Report
2012: Food Prices, Nutrition, and the Millennium Development Goals. World Bank
Publication.
World Economic Forum. 2013. Global Competitiveness Report 2013-2014.
Zhao, H. (Editor). 2013. Synthetic Biology: Tools and Applications. Elsevier Inc.
Zuhal. 2013. Gelombang Ekonomi Inovasi. PT Gramedia Pustaka Utama.
INOVASI 1-747
211
Index:
kebutuhan dasar, pangan, energi, air, kesehatan, bioteknologi, ekonomi hijau,
benua maritim, Maritime Continent based-Economy