Disusun Oleh:
Meviana Ratnaning Pertiwi
NIM- 0802513027
KM13A
Identitas Buku
Penulis
: Mizan, Bandung
Cetakan
Tentang Pengarang
Dr. Mehdi Golshani adalah pengarang buku ini. Ia lahir di Isfahan, Iran, pada tahun
1939. Ia menyelesaikan S1 nya di bidang Fisika di Universitas Teheran. Seletah lulus, ia
melanjutkan pendidikannya di Universitas California, Berkeley dan mendapatkan gelar
doktornya pada tahun 1969 dengan spesialis bidang fisika partikel.
Pada tahun 1970, Golshani mulai mengajar fisika di Universitas Teknologi Syarif,
Teheran dan diangkat menjadi direktur pada Institut Kajian Humaniora dan Budaya Iran di
Universitas tersebut. Sejak diangkatnya menjadi Direktur Institut, ia mendirikan jurusan
Filsafat- Sains dimana ia sendiri yang menjadi ketua jurusan hingga saat ini.
Sejak saat itu, Golshani menjadi terkenal sebagai ilmuwan muslim yang berpotensi
sehingga ia pun mendapatkan tawaran untuk menghadiri konferensi Science and Spiritual
Quest di Berkeley. Sejak saat itu juga Golshani seringkali berbicara di berbagai forum
international mengenai islam dan sains.
Tentang Buku
Buku yang bejudul Filsafat Sains Menurut Al-Quran ini merupakan buku edisi kedua.
Dimana buku yang pertama merupakan terbitan tahun 1986 dan diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia pada tahun 1988. Hingga saat ini, buku tersebut tercatat telah dicetak ulang
sebanyak kurang lebih 25.000 eksemplar.
Secara menyeluruh buku ini memang terlihat sederhana karena hanya terdiri dari 4
bab. Namun, buku ini sangat bermanfaat karena berisikan mengenai ilmu secara sistematis
dalam konteks islam yang didukung oleh ayat-ayat Al-Quran beserta Hadist yang dikutip
oleh Golshani.
Isi Buku
1. SAINS DAN UMAT ISLAM
Konsespsi Islam Tentang Ilmu
Dalam bab pertama, buku ini menjelaskan bagaimana ulama besar Islam
memperkenalkan cabang-cabang ilmu yang secara langsung berkaitan dengan agama.
Sedangkan tipe-tipe ilmu lainnya diserahkan kepada masyarakat untuk menentukan
mana yang paling esensial untuk memelihara dan menyejahterakan diri mereka.
Namun, Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulum A-Din (Kebangkitan
Ilmu-Ilmu Agama) menemukan jawaban yang berbeda. Dalam bukunya ia
menjelaskan bahwa ilmu dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu ilmu agama
dan ilmu non agama. Klasifikasi ilmu agama, adalah ilmu yang diajarkan lewat
ajaran Nabi dan Wahyu sedangkan selain dari itu masuk ke dalam kelompok ilmu
non agama.
Tidak hanya Al-Ghazali, tetapi Mulla Muhasin Faydh Al-Kasyani juga
mengatakan dalam bukunya yang berjudul Mahajjat Al-Baydha: mempelajari hukum
islam sesuai dengan kebutuhannya sendiri merupakan kewajiban bagi setiap orang
islam. Tetapi, pendapat tersebut dibantah oleh Shadr Al-Din Syirazi yang
mengatakan bahwa ilmu yang wajib bagi seorang muslim tidak hanya ilmu agama,
melainkan ilmu kemanusiaan juga wajib untuk dipelajari.
Kriteria Ilmu yang Berguna
Dalam buku ini tertulis bahwa ilmu yang berguna adalah ilmu yang dijadikan
sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, Keridhaan dan kedekatan
kepadanya-Nya.
Kemunduran Sains di Dunia Islam
George Sarton mengakui bahwa selama periode antara 750M dan 1100M, orangorang islam adalah pemimpin dunia intelektual yang tak dapat disanggah, pusat-pusat
belajar di dunia islam sangat penting dan mampu menarik banyak orang dari berbagai
penjuru dunia. Setelah 1350M orang-orang Eropa mulai masuk kedalam dunia sains
sementara kaum muslim gagal dalam menyerap peradaban yang dibuat oleh orangorang Eropa. Kemunduran sains dalam islam ditandai oleh beberapa hal seperti:
1. Orang-orang Eropa berjuan untuk menyingkap hukum-hukum alam serta cara
untuk mengeksploitasi kekayaan, sedangkan orang islam menghentikan kegiatankegiatannya dan menyerahkan kepada orang lain.
2. Orang islam yang menuntut ilmu empiris menjadi terasingkan dari ilmu agama.
Hal tersebut mengakibatkan mereka tidak lagi memahami pandangan dunia islam
karena telah terganti oleh visi ateistik ilmu barat yang mendominasi.
3. Penghapusan ilmu-ilmu kealaman dari kurikulim madrasah-madrasah dan
berkurangnya sumber ilmu modern yang mengakibatkan penyimpangan pada
dunia kaum muslim.
Dalam buku ini terdapat pandangan dari seorang tokoh yang bernaa Abu Ishak
Al-Syatibu yang mengatakan bahwa orang-orang saleh pendahulu kita lebih
memahami Al-Quran dan mereka tidak berbicara tentang bentuk ilmu. Hal tersebut
menandakan bahwa mereka tidak memandang Al-Quran sebagai hal penting. Namun,
pandangan ini dikritik oleh ulama terkenal dengan argumen bahwa Al-Quran tidak
diwahyukan untuk mengajarkan kita sains melainkan sebuah kitab petunjuk bagi umat
islam dan sains juga belum mencapai tingkat kemajuan yang sempurna pada saar itu
sehingga tidaklah benar bila menafsirkan Al-Quran dengan teori-teori yang masih
dapat berubah.
Pesan Al-Quran Bagi Para Ilmuan Muslim
Setelah di tafsirkannya ayat-ayat dalam Al-Quran, ternyata ditemukan berbagai
pesan yang ditujukkan bagi para ilmuan muslim. Pesannya antaralain adalah:
(1) Dianjurkannya untuk mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misterimisteri penciptaannya dengan menggunakan indra dan intelektualnya.
(2) Segala sesuatu di dunia itu teratur dan memiliki tujuan.
(3) Al-Quran memerintahkan kita untuk mengenali hukum-hukum alam dan
mengeksploitasinya untuk kesejahteraan menusia tetapi tidak melampaui
batas-batas syariah.
(4) Sains adalah perwujudan berbeda dari satu dunia yang diciptakan dan yang
dikelola oleh satu Tuhan.
(5) Al-Quran dengan sains memiliki hubungan yang unik dari pandangan dunia
dan epistimologinya.
4. FILSAFAT SAINS: SEBUAH PENDEKATAN QURANI
Lebih dari 750 ayat dalam Al-Quran yang merujuk pada fenomena alam, sebenarnya
memerintahkan para manusia untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
penciptaannya serta merenungkan isinya. Al-Quran bukanlah buku tentang alam
melainkan sebuah kitab petunjuk dan pencerah umatnya. Walaupun dalam kacamata
Al-Quran tujuan utama dalam memahami alam adalah untuk mengetahui dan
mendekati tuhan, terdapat beberapa tujuan tambahan seperti untuk memahami :
Asal Usul dan Evoludi Makhluk dan Fenomena
dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara
keduanya. Dan air kami jadikan segala yang hidup. (QS. 21:30)
tidak kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat dan menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan
menjadikan matahari sebagai pelita. (QS. 71:15-16)
kedua ayat tesebut menunjukkan bahwa kita harus berusaha membuka asalausul dan evolusi makhluk hidup karena hal ini dapat membantu meningkatkan
keimanan manusia dan mendekatkan manusia kepada Allah SWT.