Anda di halaman 1dari 18

1.

Dongeng Anak Islami Kejujuran Dari Seorang Pedagang


Diposkan oleh Decoco Denata Friday, November 15, 2013
Dongeng Anak Islami Kejujuran Dari Seorang Pedagang. Pada zaman Tabiin ada seorang pedagang
perhiasan bernama Yunus bin Ubaid. Pada suatu hari, Yunus bin Ubaid, menyuruh saudaranya menjaga
kedainya karena ia akan mengerjakan sholat. Ketika itu datanglah seorang Baduy yang hendak membeli
perhiasan di toko itu. Maka terjadilah transaksi jual beli antara orang Baduy itu dengan penjaga toko,
saudara Yunus. Dongeng Anak Islam.
Satu perhiasan permata yang hendak dibeli harganya empat ratus dirham. Sebenarnya Yunus telah
memberitahu saudaranya bahwa perhiasan itu harganya dua ratus dirham. Perhiasan tersebut akhimya
dibeli oleh orang Baduy itu dengan harga empat ratus dirham.

Ditengah jalan, orang Baduy itu bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Yunus bin Ubaid mengenali perhiasan
yang dibawa oleh si Baduy itu, dan ia tahu barang itu dibeli dari tokonya.
"Berapakah harga perhiasan ini kamu beli?" tanya Yunus kepada orang Baduy.
"Empat ratus dirham." jawab orang Baduy.
"Tetapi harga sebenarnya cuma dua ratus dirham. Mari kembali ke toko saya. Agar dapat kukembalikan
uang kelebihannya kepada saudara." kata Yunus lagi.
"Biarlah, tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang empat ratus dirham
itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah lima ratus dirham." bilang si Baduy.
Tetapi Yunus itu tidak membiarkan orang Baduy itu pergi. Didesaknya lagi agar orang Baduy itu kembali
ke tokonya dan akan dikembalikan kelebihannya. Namun si Baduy itu tetap tak mau.
"Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan
harga dua kali lipat?" Yunus berkata dengan marah kepada saudaranya ketika orang Baduy itu telah
pergi.
"Tetapi dia sendiri yang mau membelinya dengan harga empat ratus dirham." saudaranya mencoba
menjelaskan bahwa dirinya dipihak yang benar.
"Ya, tetapi di atas pundak kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti
memperlakukan diri kita sendiri," kata Yunus lagi
Jika kisah ini dapat dijadikan tauladan bagi pedagang-pedagang kita yang beriman, amatlah tepat.
Karena ini menunjukkan pribadi seorang pedagang yang jujur dan sebuah amanah dijalan mencari rezeki
yang halal. Jika semuanya berjalan dengan aman dan tenteram karena tidak ada penipuan dalam
perdagangan. "Sesungguhnya Allah itu penetap harga, yang menahan, yang melepas serta memberi
rezeki. Dan sesungguhnya aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu
menuntut aku lantaran menzalimi di jiwa atau diharga." sabda Rasulullah.
Dongeng Anak Islami Kejujuran Dari Seorang Pedagang
Label: Dongeng Anak

2. Kejujuran Seorang Khalifah


Kota Andalusia, Spanyol, dikuasai oleh seorang khalifah yang jujur dan adil bernama Al-Manshur bin Abi
Amir Al-Hajib. Dia memiliki rencana besar untuk membangun sebuah jembatan sebagai penghubung dua
kota yang dipisahkan sebuah sungai.
Proyek itu dianggarkan empat puluh ribu dinar emas. Meskipun menelan biaya besar, khalifah melihat
sisi manfaatnya yang lebih besar bagi kelancaran transportasi dan kegiatan perekonomian
masyarakatnya.
Diharapkan proyek itu dapat terealisasi. Oleh karena itu, penguasa harus membeli sepetak tanah milik
orang tua yang miskin karena pada tanah itulah akan dibangun fondasi untuk jembatan tersebut.
Khalifah menyuruh petugas proyek untuk membeli tanah tersebut dengan harga 100 dinar.
Petugas proyek pun melaksanakan perintah tersebut. Ia menemui si pemilik tanah dan bertanya
kepadanya,
"Berapa akan kaujual tanahmu ini?"
Orang tua miskin itu menjawab, "Lima dinar!"
Melihat tawaran orang tua miskin yang sangat rendah tersebut, petugas proyek berpikir untuk membeli
tanah tersebut di bawah harga yang ditetapkan oleh sang khalifah. Artinya, ia telah menghemat
pengeluaran negara.
Akhirnya, petugas tersebut menawar tanah yang dimaksud dengan harga 10 dinar, yang berarti dua kali
lipat dari harga yang diminta pemilik tanah.
Tentu saja orang tua itu bahagia bukan kepalang. Baginya uang sepuluh dinar sangat besar. Ia bisa
membeli tanah baru dan menabung sisanya.
Sementara itu, petugas proyek merasa telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, bahkan menganggap
dirinya telah berjasa menghemat pengeluaran negara. Ia pun menceritakan tawar-menawar yang terjadi
dan berharap sang khalifah akan memuji idenya.
Mendengar hal tersebut raut wajah sang khalifah menunjukkan kekecewaan yang mendalam kepada
petugasnya. Ia pun memerintahkan untuk memanggil lelaki tua miskin itu ke hadapannya.
Perintah pun dilaksanakan. Tidak lama kemudian, lelaki tua itu datang menghadap dengan seribu tanda
tanya di kepalanya, "Apakah khalifah akan memarahiku karena telah menjual tanah dengan harga
mahal?" pikirnya.
Di luar dugaan, ternyata Khalifah Manshur menyambutnya dengan wajah ceria seraya berkata, "Wahai
Bapak Tua, benarkah engkau rela menjual tanahmu dengan harga sepuluh dinar?"
"Benar, Tuan. Aku telah ikhlas menjualnya," jawab lelaki tua itu.
Khalifah Manshur kembali berkata, "Bapak Tua, tanah itu akan digunakan untuk kepentingan dan
kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, aku sampaikan terima kasih kepadamu atas kesediaan menjual

tanah dengan harga murah. Namun, sebelumnya kami telah menetapkan untuk membeli tanahmu
seharga seratus dinar. Jadi, terimalah sisa pembayaran yang harus kauterima!"
Lelaki tua itu terperanjat atas keputusan sang khalifah. Sama sekali ia tidak menyangka hak-haknya akan
dihargai sedemikian rupa oleh penguasa. Ia pun berdoa semoga keberkahan senantiasa dicurahkan
kepada pemimpin yang adil dan mengutamakan hak-hak rakyatnya

3. Bebas dari Hukuman Berkat Orang Tua Jujur


Rib'i bin Hirasy adalah seorang tabiin yang dikenal tidak pernah berdusta. Suatu hari dua putranya tiba
dari Khurasan berkumpul dengannya. Mereka berdua adalah pemberontak pada masa pemerintahan
Gubernur Al-Hajjaj. Sedangkan, Al-Hajjaj adalah seorang pemimpin bertangan besi yang menghendaki
anak-anak Rib'i itu ditangkap.
Seorang mata-mata memberi kabar kepada Al-Hajjaj. Katanya, "Wahai pimpinanku, masyarakat
seluruhnya menganggap Rib'i bin Hirasy tidak pernah berdusta selamanya. Sementara itu, saat ini kedua
anaknya yang pemberontak dari Khurasan berkumpul dengannya."
"Baiklah," kata Al-Hajjaj, "bawalah ayah mereka ke sini!" perintahnya.
Rib'i mengetahui bahwa anaknya adalah buronan pemerintah karena pemberontakannya. Namun, ia
tidak tahu alasan sang gubernur memanggilnya.
Dalam benak Al-Hajjaj sendiri menyangsikan akan kejujuran Rib'i, "Akankah seorang ayah berkata jujur
saat mengetahui anaknya dalam bahaya? Seorang ayah tidak akan memberitahukan keberadaan
anaknya demi keselamatan mereka," pikir Al-Hajjaj.
Sang gubernur pun bertanya kepada Rib'i, "Wahai orang tua, beritahukanlah keberadaan anakmu saat
ini?"
Dengan santainya Rib'i menjawab, "Mereka berada di rumah!"
Mendengar penyataan jujur tersebut, Al-Hajjaj berkata, "Tidak ada pidana. Kami memaafkan keduanya
karena kejujuranmu. Demi Allah, sekarang aku yakin kau tidak akan menyembunyikan anakmu. Sekarang
kedua anakmu terserah kepadamu. Keduanya bebas dari tuduhan pidana."

4. Hadiah Kejujuran
Tersebutlah seorang saleh bernama Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baihaqi. Ia terkenal akan
kejujuran dan sifat amanahnya.
Saat itu ia merasa sangat lapar. Padahal, ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk membeli makanan. Ia
pun tidak menemukan sesuatu yang halal untuk dimakan.
Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang menarik pandangannya. Sebuah kantong yang terbuat dari sutra
tergeletak begitu saja di tengah jalan. Ia pun memungutnya dan membawanya pulang ke rumah.
Ketika kantong itu ia buka, isinya adalah kalung permata yang sangat indah. Melihat isi kantong itu ia
sangat terkejut karena baru pertama kali melihat perhiasan begitu indahnya. Namun, imannya
menyuruh untuk mencari pemiliknya agar bisa dikembalikan kalung tersebut kepadanya.
Al-Qadhi keluar dari rumahnya. Ia mendengar seseorang berteriak mencari kantongnya yang hilang.
Ternyata orang itu adalah lelaki tua yang menawarkan sejumlah uang bagi yang menemukan
kantongnya.
Ia berkata, "Barangsiapa menemukan kantong sutra berisi permata milikku dan mau mengembalikannya
kepadaku, aku akan menebusnya dengan lima ratus dinar!"
Betapa senangnya Al-Qadhi jika lelaki tua itu benar-benar pemilik kantong berisi permata yang ia
temukan. Segera ia panggil lelaki tua tersebut, "Hai Pak Tua, kemarilah, ceritakanlah kepadaku ciri-ciri
kantongmu!"
Lelaki tua itu menggambarkan dengan sedetail-detailnya bentuk kantong permata tersebut. Benarlah
bahwa kantong permata yang ia temukan adalah milik lelaki tua itu. Tanpa membuang waktu, ia pun
langsung memulangkan kantong itu pada si empunya.
Bahagia tak terkira terpancar dari wajah lelaki tua itu. Ia pun memberikan sekantong uang yang ia
janjikan kepada Al-Qadhi. Namun, Al-Qadhi menolak dengan berkata, "Barang itu memang milikmu dan
kau berhak memilikinya tanpa perlu memberiku sesuatu."
"Ambillah karena sudah janjiku untuk memberimu hadiah!" bujuk lelaki tua itu.
Sekali lagi Al-Qadhi menolak meskipun didesak berkali-kali oleh lelaki tua tersebut. Akhirnya, lelaki tua
itu mengucapkan terima kasih sambil berlalu meninggalkan Al-Qadhi.
Hari-hari berikutnya setelah kejadian itu, Al-Qadhi berlayar meninggalkan Mekah. Malang baginya
karena perahu yang ditumpanginya hancur dihantam ombak besar. Tidak ada penumpang yang selamat
kecuali dirinya. Ia berpegangan pada pecahan kayu perahu.
Ia terdampar di sebuah pulau berpenduduk. Ketika dilihatnya sebuah masjid, ia segera menuju ke sana
dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Beberapa orang dari penduduk setempat mendengarnya.
Mereka lalu memintanya untuk diajari membaca Al-Qur'an.

Ketika mengetahui bahwa Al-Qadhi bisa menulis, mereka pun minta untuk diajari cara menulis. Mulai
dari anak-anak, remaja, hingga dewasa, mereka berdatangan ke masjid untuk belajar. Ia pun mendapat
uang yang lumayan banyak dari mereka.
Melihat kesalehan Al-Qadhi, salah seorang dari mereka menawarinya untuk menikah dengan seorang
gadis yatim. Ia berkata kepada Al-Qadhi, "Kami memiliki seorang putri yatim. Ia memiliki harta yang
cukup. Maukah kau menikahinya?"
Awalnya Al-Qadhi menolak tawaran tersebut. Namun, setelah didesak terus-menerus ia pun menerima
tawaran tersebut.
Ketika gadis yatim yang dimaksud dibawa ke hadapannya, Al-Qadhi mengenali kalung permata yang
melingkar di leher gadis itu. Kalung itu adalah kalung permata yang pernah ditemukannya.
Salah seorang dari mereka yang mengetahui bahwa Al-Qadhi tertarik pada kalung tersebut bertanya,
"Kau hanya memerhatikan kalung itu. Mengapa kau tidak mau memerhatikan gadis yang memakainya?"
Al-Qadhi menceritakan pengalamannya yang lalu saat menemukan permata yang hilang kepada mereka.
Setelah mereka mendengarkan seluruh cerita darinya, mereka langsung meneriakkan tahlil dan takbir.
Al-Qadhi tidak mengerti mengapa mereka melakukan itu. Kemudian salah seorang dari mereka
menjelaskan, "Tahukah engkau bahwa orang tua yang pernah kau jumpai di Mekah dahulu adalah ayah
gadis ini. Dia pernah mengatakan bahwa tidak pernah ia menjumpai seorang muslim yang lebih baik dan
jujur daripada orang yang telah mengembalikan kalung tersebut. Kemudian dia berdoa agar dapat
dipertemukan kembali dengannya dan dapat menikahkan dengan putrinya. Sekarang doanya telah
terkabul!" ujar mereka.
Akhirnya, pernikahan antara keduanya pun berlangsung dengan khidmat. Mereka pun mengarungi
bahtera hidup dengan bahagia bersama anak-anak mereka.

5. Abdullah bin Mas'ud, Seorang Anak Gembala yang Jujur


Tersebutlah seorang anak berjiwa kuat dan jujur bernama Abdullah bin Mas'ud atau lebih terkenal
dengan nama Ibnu Mas'ud. la adalah seorang penggembala kambing yang cekatan. Ratusan kambing ia
tangani dan tidak satu pun luput dari pengawasannya. la pula yang mengatur makan dan minuman
gembalaannya tersebut.
Pada suatu ketika Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a. lewat di sebuah padang yang luas tempat Ibnu
Mas'ud menggembalakan kambingnya. Mereka melihat kambing-kambing gembalaan Ibnu Mas'ud yang
gemuk dan sehat. Merasa dahaga dan lelah, terbesitlah dalam pikiran mereka berdua untuk meminum
susu kambing gembalaan tersebut.
Mereka berdua menghampiri Ibnu Mas'ud yang terlihat sibuk mengatur kambing-kambingnya. Ketika
ditanya adakah kambing yang dapat diperah susunya, Ibnu Mas'ud mengiyakan.

Namun, sayangnya, Ibnu Mas'ud tidak bisa memberikan kepada mereka. Bocah itu berkata, "Susu itu
ada, tetapi sayang mereka bukan milikku. Kambing-kambing ini hanyalah amanah dari orang lain yang
dititipkan kepadaku."
Ibnu Mas'ud hanyalah seorang penggembala yang mengurus kambing-kambing milik Uqbah bin Abi
Mu'ith, seorang musyrik yang bertetangga dengan Rasulullah saw.
Rasulullah saw sangat bahagia dengan jawaban bocah penggembala tersebut. Padahal, saat itu Ibnu
Mas'ud belum memeluk Islam. Beliau salut bahwa keteguhan prinsip pada dirinya dapat mencegahnya
dari perbuatan khianat atas kepercayaan yang diamanahkan kepadanya.
Ini adalah bukti kebersihan hati yang akan memudahkannya menerima kebenaran Islam. Oleh karena
itu, Rasulullah saw berusaha menjaga prinsip mulia bocah tersebut dan menunjukkan kekuasaan Allah
SWT kepadanya agar tergerak untuk mengikuti Al-lslam.
Selanjutnya, Rasulullah saw. mengambil anak kambing betina yang belum dapat mengeluarkan susu.
Kemudian Rasulullah saw. mengucapkan basmalah sambil mengusap puting susu kambing tersebut.
Mukjizat pun terjadi, air susu memancar dari kambing kecil betina tersebut. Allahu Akbar!
Ibnu Mas'ud terperangah menyaksikan keajaiban luar biasa di depan matanya. Kemudian ia memohon
kepada Rasulullah saw agar mengajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur'an. Dengan senang hati,
Rasulullah saw mengajarkan beberapa ayat Al-Qur'an kepadanya.
Seperti yang diharapkan, Ibnu Mas'ud menjadi orang keenam yang masuk Islam di awal permulaan
syiarnya. Dia selalu belajar dan belajar kepada Rasulullah saw. di Darul Arqam tempat kaum muslimin
bertemu secara diam-diam agar aman dari kezaliman kaum musyrikin Quraisy.

6. PENJAGA KEBUN DELIMA YANG AMANAH


_________________________________________________________

Dikisahkan, ada seorang mantan budak dimerdekakan oleh tuannya. Namanya Mubarak. Setelah
merdeka, dia bekerja pada seorang pemiliki kebun sebagai buruh. Suatu hari, sang tuan mengunjungi
kebunnya bersama dengan beberapa sahabtnya. Dipanggillah Mubarak, petikkan kami beberapa buah
delima yang manis!, pintanya.
Bergegaslah Mubarak melaksanakan perintah sang tuan. Dia memetik beberapa buah delima dan
diserahkannya kepada sang majikan dan beberapa sahabatnya tadi.
Namun, ketika majikannya mencicipi delima yang dipetik Mubarak, tak satupun ada yang manis.
Semuanya masam. Sang majikan marah dan menanyai mubarak, apa kamu tak bisa membedakan
delima yang manis dan yang masam?

Maafkan saya tuan, selama ini tuan belum pernah mempersilahkan dan mengizinkan saya makan
sebuahpun, bagaimana saya bisa membedakan yang delima yang manis dan yang masam?, jawab
Mubarak.
Sang tuan merasa kaget dan tak percaya, bertahun-tahun bekerja di kebun itu, tapi Mubarak tak pernah
makan satu buahpun. Maka ia menanyakan hal itu kepada tetangga-tetangganya. Mereka semua
menjawab, Mubarak tak pernah makan delima barang sebuahpun.
Singkat cerita, selang beberapa hari, sang tuan datang menemui Mubarak untuk dimintai pendapatnya.
Aku hanya punya seorang anak perempuan, dengan siapa aku harus menikahkannya?
Mubarak menjawab dengan tenang, tuan, orang Yahudi menikahkan karena kekayaan, orang Nashrani
menikahkan karena ketampanan, orang Jahiliyah menikahkan karena nasab kebangsawanan, sedangkan
orang Islam menikahkan karena ketakwaan. Tuan termasuk golongan mana, dan silahkan tuan
menikahkan putri tuan dengan cara mereka!
Pemilik kebun itu berkata, demi Allah, aku hanya akan menikahkan putriku atas dasar ketakwaan. Dan
aku tidak mendapati laki-laki yang lebih bertakwa kepada Allah melebihi dirimu. Maka aku akan
menikahkan putriku denganmu.
Subahanallah, Mubarak menjaga dirinya dari makan buah delima di kebun yang dia bekerja di sana
karena belum pernah diizinkan oleh pemiliknya, padahal ia telah bekerja beberapa tahun lamanya,
namun akhirnya Allah anugerahkan kebun itu beserta pemiliknya kepadanya. Itulah hadiah yang pantas
untuk penjaga kebun tersebut.
Dikemudian hari dari pasangan tukang kebun yang bertaqwa dan puteri pemilik kebun itu
terlahir seorang tokoh sufi terkenal bernama Abdullah bin Mubarak ra.
__________________________________
Balasan memang sesuai dengan amal. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah
akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Dan orang-orang yang beriman itu memiliki logika dan cara pandang yang berbeda, yaitu bahwa dengan
meninggalkan cara yang haram, niscaya Allah akan memberikan kemudahan untuk mendapatkan rejeki
yang halal dan lebih bernilai.
Kita harus yakin akan janji Allah Subhanahu Wataala,
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq 2-3)
Kita juga harus yakin akan janji Rasul-Nya,
Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah
akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu. (HR Ahmad, al-Albani mengatakan,
sanadnya shahih sesuai syarat Muslim

7. Pentingnya Hormat dan Patuh kepada Orang Tua


Pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua, termasuk guru sangat ditekankan dalam Islam. Banyak
ayat di dalam al-Quran yang menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati
orang tua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun, al-Quran juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang
tuanya.
Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita baik
ibu maupun ayah. Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat
kepada ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia untuk
menghormati orang tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut antara lain pada Surah Al-Isra'
yang artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat
baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan
ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai
Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil. (Q.S.
al-Isra/17: 23-24)
Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan
kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua. Orang yang berbakti kepada orang tua
doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt.
Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan
pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. Dalam
sebuah hadis disebutkan: Artinya: Ridha Allah terletak pada ridha orang tua, dan murka Allah terletak
pada kemurkaan orang tua. (HR. Baihaqi)
Artinya: Aku bertanya kepada Nabi saw., Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Swt.? Beliau
menjawab, Shalat pada waktunya. Aku berkata, Kemudian apa? Beliau menjawab, Berbakti kepada
orang tua. Aku berkata, Kemudian apa? Beliau menjawab, Kemudian jihad di jalan Allah. (HR.
Bukhari)
Kaitannya dengan pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua, perlu ditegaskan kembali, bahwa
birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), tidak hanya sekadar berbuat ihsan (baik) saja. Akan
tetapi, birrul walidain memiliki bakti. Bakti itu pun bukanlah balasan yang setara jika dibandingkan
dengan kebaikan yang telah diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah dapat
menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur. Imam An-Nawaawi menjelaskan, Arti birrul
walidain, yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan
berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman
mereka.

Imam Adz-Dzahabi menjelaskan, bahwa birrul walidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat
direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban: Tentu saja, kewajiban kita untuk berbakti
kepada kedua orang tua dan guru bukan tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan alasan betapa
pentingnya kita berbakti kepada kedua orang tua dan guru.
Kita telah membahas Pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua, Adapun hikmah yang bisa diambil
dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara lain seperti berikut.
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama.
Apabila orang tua kita ridha atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun ridha.
Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara
bertawasul dengan amal saleh tersebut.
Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur.
Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.

8. Kisah Nabi Sulaiman Mengajarkan Menjaga Amanah


Added by kumara on January 28, 2013.
Saved under Artikel
Tags: motivasi islami
Dalam kisah ini adalah kisah yang belum pasti kebenarannya, yang terpenting ambil hikmahnya saja dari
kisah ini. Pada satu ketika, ada seorang rakyat Nabi sulaiman as begitu terpukau dengan kemegahan
kereta kencana kuda yang terbuat dari emas milik Nabi sulaiman as.
Pada saat itu, saking terpukaunya timbul rasa ingin mengendarainya, dari hari ke hari terus yang ada di
dalam benaknya hanya ingin mengendarai kereta kencana milik Nabi Sulaiman as. Ambisi tinggi juga kali
yahehe, ya engga apa-apalah namanya juga orang pengen.. lama kelamaan, berita ini sampai kepada
Nabi Sulaiman as.
Kemudian Nabi Sulaiman as memerintahkan salah seorang pengawal kerajaan untuk memanggil orang
tersebut. Setibanya di istana kerajaan, Nabi sulaiman as bertanya kepada orang tersebut wahai
saudaraku benarkah apa yang telah ku dengar bahwa engkau ingin sekali menaiki kereta kencana kuda
yang terbuat dari emas milikku..? Rakyat Nabi Sulaiman menjawab Benar baginda Sulaiman, aku
sangat menginginkan menaiki kereta kencana milikmu.
Dengan tersenyum, Nabi Sulaiman as langsung menyuruh pengawal mengambil kereta kencana
miliknya. Setelah kereta tersebut dihadapkan kepada rakyat Nabi sulaiman as. Nabi sulaiman as berkata
kepada orang tersebut Jika engkau menginginkan naik kereta milikku ada satu syarat, jika syarat ini kau
penuhi aku akan memberikan izin kepada engkau untuk mengendarai kemana saja kau suka kereta
milikku
Orang tersebut menjawab Syarat apapun yang Baginda berikan aku akan penuhi selama aku mampu
Karna aku sangat menginginkannya sambil mengharap.

Nabi sulaiman as Berkata kau bawa satu gelas air yang telah aku sediakan. Lalu kau bawa satu gelas
tersebut sambil menaiki kereta kencana ku kemanapun kau pergi. Eitbukan itu saja! Kau harus
menjaga air yang ada dalam gelas tersebut sampai selesai kau mengendarai kereta tersebut, bagaimana
kau siap? tanya Nabi sulaiman as. Hanya itu ? kata Rakyat Nabi sulaiman as tersebut? itu
MudahNaiklah orang tersebut dan mengelilingi istana kerajaan.
Setelah lama mengelilingi kerajaan, turunlah ia dan menghadap Nabi sulaiman as, Nabi sulaiman as
bertanya. apa yang anda rasakan setelah sekian lama menginginkan naik keretaku, kemuadian dengan
asyik anda mengelilingi istana kerajaan apakah anda menikmati perjalanan tadi ?
Orang tersebut menjawab, Demi Allah wahai baginda tak sedikitpun aku menikmati perjalanan tadi
Kenapa..? tanya Nabi sulaiman, saat aku berada di atas kereta aku tak sedikitpun menikmati
perjalananya karna aku sibuk dengan air yang kau titipkan agar tidak tumpah.
Berkatalah Nabi Sulaiman as Begitulah aku sibuk memikirkan kerajaan dan semua titipan Allah.
Sehingga, aku tidak menikmati segala yang Allah anugrahkan kepadaku Subhanallah.. Tak pernah Nabi
sulaiman as merasa memiliki kekayaan yang allah anugrahkan kepadanya, apalagi sampai terperdaya
dengan kekayaan, anakanak, istri, jabatan, kendaraan, rumah , dan lain-lain..

9. Kisah Tentang Kilab bin Umaiyah dan Baktinya Kepada Orang


Tua
BY ADMIN SEPTEMBER 12, 2013

2
Seorang laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar. Dia memiliki ayah dan ibu yang sudah tua. Dia
menyiapkan susu untuk keduanya tiap pagi dan petang hari. Kemudian datanglah dua orang menemui
Kilab, mereka membujuknya untuk pergi berperang. Ternyata Kilab tertarik dengan ajakan tersebut, lalu
dia membeli seorang hamba sahaya untuk menggantikannya mengasuh kedua orang tuanya. Setelah itu
Kilab pun pergi berjihad.
Suatu malam, hamba sahaya tersebut datang dan membawa gelas jatah susu petang hari kepada ibu
dan bapak Kilab, ketika keduanya sedang tidur. Dia menunggu sesaat dan tidak membangunkannya lalu
pergi. Di tengah malam keduanya terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab berkata,
Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu
meninggalkan bapakmu yang kedua tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat.
Jika merpati itu bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya mengingat Kilab. Dia didatangi
oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh keduanya telah durhaka dan
merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar.
Sesungguhnya ketika kamu mencari pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang

memburu fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi bapak
Kilab, perbuatannya tidak dibenarkan.
Jika ada orang luar Madinah yang datang ke kota Madinah, Umar bin Khatab radhiallahu anhu selalu
menanyakan tentang berita-berita dan keadaan mereka. Umar bertanya kepada salah seorang yang
datang, Dari mana? Orang itu menjawab, Dari Thaif. Umar bertanya, Ada berita apa? Orang itu
menjawab, Aku melihat seorang laki-laki berkata (laki-laki ini menyebut ucapan bapak Kilab di atas).
Umar menangis dan berkata, Sungguh Kilab mengambil langkah yang keliru.
Kemudian bapak Kilab, Umaiyah bin Askar dengan penuntunnya menemui Umar yang sedang di masjid.
Dia mengatakan, Aku dicela. Kamu telah mencelaku tiada batas, dan kamu tidak tahu penderitaan yang
kurasakan. Jika kamu mencelaku, maka kembalikanlah Kilab manakala dia berangkat ke Irak. Pemuda
mulia dalam kesulitan dan kemudahan, kokoh dan tangguh pada hari pertempuran. Tidak, demi
bapakmu, cintaku kepadamu tidaklah usang. Begitu pula harapanku dan kerinduanku kepadamu.
Seandainya kerinduan yang mendalam membelah hati, niscaya hatiku telah terbelah karena kerinduan
kepadanya. Aku akan mengadukan al-Faruq (maksudnya Umar bin Khattab) kepada Tuhannya yang telah
menggiring jamaah haji ke tanah berbatu hitam. Aku berdoa kepada Allah dengan berharap pahala dariNya di lembah Akhsyabain sampai air hujan mengalirinya. Sesungguhnya al-Faruq tidak memanggil Kilab
untuk pulang kepada dua orang tua yang sedang kebingungan.
Umar menangis, lalu beliau menulis surat kepada Abu Musa al-Asyari agar memulangkan Kilab ke
Madinah. Abu Musa berkata kepada Kilab, Temuilah Amirul Mukminin Umarbin Khattab. Kilab
menjawab, Aku tidak melakukan kesalahan, tidak pula melindungi orang yang bersalah. Abu Musa
berkata, Pergilah!
Kilab pulang ke Madinah. Ketika Umar bertemu dengannya, beliau mengatakan, Sejauh mana kamu
berbuat baik kepada orang tuamu? Kilab menjawab, Aku mementingkannya dengan mencukupi
kebutuhannya. Jika aku hendak memerah susu untuknya, maka aku memilih onta betina yang paling
gemuk, paling sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu onta itu, dan barulah aku
memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.
Umar mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab datang dengan tertatih-tatih dan
menunduk. Umar bertanya kepadanya, Apa kabarmu, wahai Abu Kilab? Dia menjawab, Seperti yang
Anda lihat wahai Amirul Mukminin. Umar bertanya, Apakah kamu ada kepeluan? Dia menjawab,
Aku ingin melihat Kilab. Aku ingin mencium dan memeluknya sebelum aku mati. Umar menangis dan
berkata, Keinginanmu akan tercapai insya Allah.
Kemudian Umar memerintahkan Kilab agar memerah susu onta untuk bapaknya seperti yang biasa dia
lakukan. Umar menyodorkan gelas susu itu kepada bapak Kilab sambil berkata, Minumlah ini, wahai
bapak Kilab. Ketika bapak Kilab mendekatkan gelas ke mulutnya, dia berkata, Demi Allah, aku
mencium bau kedua tangan Kilab. Umar mengatakan, Ini Kilab, dia ada di sini. Kami yang
menyuruhnya pulang. Bapak Kilab menangis dan Umar bersama orang-orang yang hadir juga menangis.
Mereka berkata, Wahai Kilab, temani kedua orang tuamu. Maka Kilab tidak pernah lagi meninggalkan
mereka sampai wafat.
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, S.S.,M.A.
Artikel KisahMuslim.com

10.

Teladan Islam | Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua


(12)

Bersikap Lemah Lembut (12)


Setiap anak hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang tuanya. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah SWT surat Al-Isra' : 23 dan 24, yang artinya :
"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih sayang."...
Pada suatu ketika Abdul Haddaj pernah bertanya kepada Sa'id bin Musayyab : "Wahai Sa'id, nsemua
yang tersebut dalam Al-Qur'an tentang "Birrul Walidaini" sudah aku fahami maksudnya, kecuali firman
Allah suratal Isra' : 23 yang berarti : "Dan ucapkanlah mereka berdua perkataan yang mulia." Sa'id bin
Musayyab menjawab : "Ia kira-kira seperti perkataan seorang budak yang melakukan kesalahan
dihadapan majikannya yang kejam." Artinya, tunduk dan patuh lagi hormat ketika mengucapkan kata
maaf.
Di dalam sebuah riwayat Imam ibnu Abi hatim yang bersumber dari Al-Hasan, disebutkan bahwa AlHasan berpendapat mengenai firman Allah surat Al-Isra' : 23. Bahwa kita jangan sekali-kali memanggil
kedua orang tua dengan nama aslinya saja. Tetapi hendaklah memakai panggilan : wahai ayah, wahai
ibu, wahai mam, wahai abah, wahai ummi. Yaitu suatu panggilan yang mengandung unsur
penghormatan.
Di dalam sebuah riwayatImam Thabrani yang bersumber dari aisyah. Disebutkan bahwa pada suatu
ketika ada seorang laki-laki bersama seorang yang telah lanjut usia datang menghadap Nabi Muhammad
SAW, kemudian beliau bertanya : "Siapa yang bersamamu ini?" Laki-laki itu menjawab : "Ini adalah
ayahku." Maka beliau bersabda : "Janganlah kamu berjalan didepannya, janganlah kamu duduk sebelum
dia duduk dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarangan, serta jangan kamu menjadi
penyebab dia mendapat cacian dari orang lain."
Di dalam sebuah riwayat Imam Bukhari yang bersumber dari Ibnu Jarus dan Ibnu Mundzir melalui
'Urwah. Ia berpendapat mengenai firman Allah surat Isra' : 24 yang berarti : "Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." 'Urwah mengatakan bahwa kita seharusnya
tunduk kepada kedua orang tua sebagaimana seorang hamba sahaya tunduk patuh di hadapan majikan
yang garang, bengis lagi kasar.
Sedangkan menurut pendapat Atha' bin Rabah, bahwa janganlah kamu mengangkat tanganmu jika
sedangberbicara di hadapan kedua orang tua.
Dengan demikian, maka sudah jelas sebagai seorang anak sudah seharusnya lemah lembut terhadap
kedua orang tua, kapanpun dan dimanapun berada.

11.

Kisah Nabi Sulaiman dan Anak Berbakti Kepada Orang


Tuanya

Frans Setiagung 1 comment


ANAK SHOLEH
Selain seorang nabi, Sulaiman a.s. juga seorang raja terkenal. Atas izin Allah ia berhasil menundukkan
Ratu Balqis dengan jin ifrit-Nya. Dia dikenal sebagai manusia boleh berdialog dengan segala binatang.
Dikisahkan, Nabi Sulaiman sedang berkelana antara langit dan bumi hingga tiba di satu samudera yang
bergelombang besar. Untuk mencegah gelombang, ia cukup memerintahkan angin agar tenang, dan
tenang pula samudera itu.
Kemudian Nabi Sulaiman memerintahkan jin Ifrit menyelam ke samudera itu sampai ke dasarnya. DI
sana jin Ifrit melihat sebuah kubah dari permata putih yang tanpa lubang, kubah itu diangkatnya ke atas
samudera dan ditunjukkannya kepada Nabi Sulaiman.
Melihat kubah tanpa lubang penuh permata dari dasar laut itu Nabi Sulaiman menjadi terlalu heran,
Kubah apakah gerangan ini? fikirnya. Dengan minta pertolongan Allah, Nabi Sulaiman membuka tutup
kubah. Betapa terkejutnya dia begitu melihat seorang pemuda tinggal di dalamnya.
Sipakah engkau ini? Kelompok jin atau manusia? tanya Nabi Sulaiman kehairanan.
Aku adalah manusia, jawab pemuda itu perlahan.Bagaimana engkau boleh memperolehi karomah
semacam ini? tanya Nabi Sulaiman lagi. Kemudian pemuda itu menceritakan riwayatnya sampai
kemudian memperolehi karomah dari Allah boleh tinggal di dalam kubah dan berada di dasar lautan.
Diceritakan, ibunya dulu sudah tua dan tidak berdaya sehingga dialah yang memapah dan
menggendongnya ke mana jua dia pergi. Si anak selalu berbakti kepada orang tuanya, dan ibunya selalu
mendoakan anaknya. Salah satu doanya itu, ibunya selalu mendoakan anaknya diberi rezeki dan
perasaan puas diri. Semoga anaknya ditempatkan di suatu tempat yang tidak di dunia dan tidak pula di
langit.
Setelah ibuku wafat aku berkeliling di atas pantai. Dalam perjalanan aku melihat sesuatu yang terbuat
dari permata. Aku mendekatinya dan terbukalah pintu kubah itu sehingga aku masuk ke dalamnya.
Tutur pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.
Nabi Sulaiman yang dikenali boleh berjalan di antara bumi dan langit itu menjadi kagum terhadap
pemuda itu.
Bagaimana engkau boleh hidup di dalam kubah di dasar lautan itu? tanya Nabi Sulaiman ingin
mengetahui lebih lanjut.
Di dalam kubah itu sendiri, aku tidak tahu di mana berada. Di langitkah atau di udara, tetapi Allah tetap
memberi rezeki kepadaku ketika aku tinggal di dalam kubah.
Bagaimana Allah memberi makan kepadamu?

Jika aku merasa lapar, Allah menciptakan pohon di dalam kubah, dan buahnya yang aku makan. Jika
aku merasa haus maka keluarlah air yang teramat bersih, lebih putih daripada susu dan lebih manis
daripada madu.
Bagaimana engkau mengetahui perbedaan siang dan malam? tanya Nabi Sulaiman a.s yang merasa
semakin hairan.
Bila telah terbit fajar, maka kubah itu menjadi putih, dari situ aku mengetahui kalau hari itu sudah
siang. Bila matahari terbenam kubah akan menjadi gelap dan aku mengetahui hari sudah malam.
Tuturnya. Selesai menceritakan kisahnya, pemuda itu lalu berdoa kepada Allah, maka pintu kubah itu
tertutup kembali, dan pemuda itu tetap tinggal di dalamnya. Itulah keromah bagi seorang pemuda yang
berbakti kepada kedua orang tuanya.
sumber :http://tausyah.wordpress.com

12.

Ridha Tuhan Ada Dalam Ridha Kedua Orang Tua

Posted on 20/08/2013 by Pengajian LDII | 1 Komentar


Salah satu syariat Islam terpenting adalah berbuat bagus terhadap kedua orang tua. Berbuat baik
kepada ayah dan ibu bersifat mutlak tanpa syarat, apakah orang tua kita itu orang beriman atau tidak,
apakah mereka itu orang kaya yang dapat memanjakan anaknya ataukah mereka orang biasa yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Hanya satu batas dalam birul walidaini yaitu apabila orang
tua mengajak kemaksiatan atau menghalangi kita untuk bertaqwa pada Allah maka kita tidak boleh
mentaatinya.
Saking wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua, Allah Azza wa Jalla menggandeng
perintah berbuat baik kepada orang tua dengan perintah beribadah kepadaNya. Bahkan Rasulullah
s.a.w. menjamin bahwa ridha Allah ada di dalam ridho kedua orang tua. Sebaliknya murka ayah dan ibu
berarti murka Allah pula.

Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah
kepada kedua orang tua dengan sungguh-sungguh.
[Surah An-Nisa (4) ayat 36]

(15)
Dan Aku (Allah) berwasiat (memerintahkan) kepada manusia terhadap kedua orang tuanya agar berbuat
baik, ibunya telah mengandungnya dengan berat dan melahirkannya dengan berat, dan ibunya
mengandung dan menypihnya hingga tiga puluh bulan. Sehingga ketika sampai dewasanya sampai usia
empat puluh tahun. Manusia itu (Abu Bakar) berdoa,Ya Tuhanku berilah saya ilham agar selalu
bersyukur terhadap nikmat-nikmatmu yang telah engkau berikan kepada saya dan kepada kedua orang

tuaku dan aga saya dapat mengamalkan kebaikan yang engkau ridloi dan bagusilah keturunanku.
Sesungguhnya saya bertaubat kepadamu dan sesungguhnya saya tergolong orang Islam.
[Surah Al-Ahqoof (46) ayat 15]

1899

:
:
[ :311]
:

__________
[
] :
dari Abdillah bin Amri, dari Rasulullah s.a.w. bersabda: Ridha Allah ada dalam ridho orang tua dan
murka Allah ada pada kemurkaan orang tua.
[Hadist Sunan Termizi No. 1899 Abwabu Birri wa Sholah]

13.

Hormat, patuh dan berbakti kepada kedua orang tua

Salah satu bentuk berbuat baik kepada orang tua (birul walidain) adalah bersikap hormat, taat / patuh
dan berbakti kepada ayah dan ibu. Adalah dosa besar bila seorang anak berkata kasar atau membentak
kedua orang tuanya, terutama terhadap orang tua yang sudah tua renta. Ini sesuai dengan firman Allah
dalam Surah Al-Isro ayat 23.
(23), .
Dan Tuhanmu telah mewajibkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia (allah) dan hendaknya
kalian berbuat baik pada kedua orang tua kalian dengan sungguh-sungguh, jika salah seorang diantara
keduannya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam peramutanmu, maka sekali-sekali janganlah
kamu mengatkan hus! dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
dengan perkataan yang mulia.
[Surah Surah Al-Isro (17) ayat 23]

Berbuat baik kepada kedua orang tua derajatnya melebihi Jihad fii Sabilillah. Dikisahkan dalam hadist
Sunan Abi Dawud No. 2530 Kitabul Jihad, seorang sahabat yang hijrah untuk jihad pada masa Rasulullah
namun Nabi memerintahkannya kembali pulang untuk merawat orang tuanya.
2530

:18]
:

:
:

__________
[
] :
dari Abi Said al-Hudriyi: Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari Yaman hijrah pada Nabi, maka Nabi
bertanya: Apakah engkau memiliki seseorang di Yaman?
Laki-laki itu menjawab, Keuda orang tuaku.

Lalu Nabi bertanya kembali, Apakah keduanya memberi izin engaku.


Laki-laki itu menjawab, Tidak.
Nabi bersabda: Kembalilah kamu pada keduanya, maka mintalah izin pada keduanya, jika mereka
memberi izin maka berjihadlah, namun bila tidak memberi izin maka berbuat baiklah kamu kepada
mereka.
[Hadist Sunan Abi Dawud No. 2530 Kitabul Jihad]

14.

Kisah Nabi Khidir AS Dengan Nabi Musa AS

Sajadah Muslim - Assalamu Alaikum wr wb. Nabi Khidir AS merupakan Hamba Allah SWT yang sangat
khusus, karena beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya dan masih diberi rezeki.
Selain itu beliau diutus untuk memberi pelajaran Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada
orang yang dengan tekun mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nabi Khidir AS mengajarkan ilmu
tentang Makrifat, ada yang menyebutkan Nabi Khidir AS juga mengajarkan ilmu Laduni. Banyak orang
yang ingin bertemu dengan Nabi Khidir AS, terutama para penganut Tarekat, ataupun mereka yang ingin
berguru kepada Nabi Khidir AS. Kesalahan terbesar mereka adalah karena mereka ingin bertemu,
seharusnya jangan punya keinginan untuk bertemu, ikhlaskanlah beliau yang menemui kita
Al-Khir (Khar, Khaer, al-Khair) keterangan mengenai beliau terdapat dalam Al-Quran Surah AlKahfi ayat 65-82. dan beberapa hadist. Mystical Dimensions of Islam, oleh penulis Annemarie
Schimmel, Khidir dianggap sebagai salah satu Nabi dari empat Nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai
Sosok yang masih Hidup atau Abadi. Tiga lainnya adalah Nabi Idris AS, Nabi Ilyas AS, dan Nabi Isa AS.
Nabi Khidir AS abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan. Khidir merupakan sosok yang
sangat misterius. Ia pun dikisahkan dalam sebuah perjalanan Musa yang penuh hal ajaib, luar biasa, dan
tentunya penuh misteri.
Suatu hari, seorang dari Bani Israil menemui Musa dan kemudian bertanya, Wahai Nabiyullah, adakah
di dunia ini orang yang lebih berilmu darimu ? ujarnya. Tersentak, Nabi Musa AS pun jelas menjawab,
Tidak. Tentu saja, siapa yang mampu menandingi ilmu Musa, utusan Allah kala itu. Sumber tuntunan
agama dan sumber pengetahuan wahyu Allah ada di genggaman Musa. Ia memiliki Taurat dan beragam
mukjizat dari-Nya. Namun, rupanya Allah memiliki hamba lain selain Musa yang lebih berilmu. Allah pun
menegur dengan mewahyukan pada Musa bahwa tak seorang pun di muka bumi yang mampu
menguasai semua ilmu. Tak hanya Musa, di belahan bumi lain pun terdapat seorang yang memiliki ilmu
luar biasa. Ilmu itu tak dimiliki Musa sekalipun. Orang itu juga seorang Nabi. Mengetahui hal tersebut,
sontak Musa pun ingin berguru pada orang tersebut. Ia bersemangat ingin menuntut ilmu dan
menambah pengetahuannya.
Sesungguhnya teguran Allah Swt itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa AS untuk
menemui hamba yang shaleh itu. Di samping itu, Nabi Musa AS juga ingin sekali mempelajari ilmu dari
Hamba Allah tersebut. Nabi Musa AS kemudian menunaikan perintah Allah SWT itu dengan membawa
ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan
pembantunya, Yusya bin Nun. Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk

beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam
wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran
air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah SWT
menghidupkan semula ikan yang telah mati itu. Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh
menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya
kepada Nabi Musa AS. Mereka kemudian meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada
keesokan paginya. Ibn Abbas berkata, Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda
melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu..
Pejalanan melelahkan keduanya hingga mereka merasa lapar. Ketika Musa menanyakan bekal untuk
makan, Yusya baru teringat pada si ikan. Saat kita istirahat di batu tadi, sungguh aku benar-benar lupa
mengabarkan tentang ikan itu. Tidaklah yang melupakanku untuk mengabarkannya padamu kecuali
setan. Ikan itu kembali ke laut dengan cara yang aneh sekali, ujar Yusya. Musa pun langsung
mengetahui itu adalah sebuah tanda, Itulah tempat yang kita cari, ujar Musa bersemangat. Lupa sudah
rasa lapar tadi, keduanya pun kembali ke arah semula tempat mereka beristirahat. Terdapat banyak
pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahwa tempat
tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan
Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan
antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan
tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk
Aqabah di Laut Merah.
Ketika mereka telah Sampai pada tempat yang mereka tuju dan bertemu dengan sosok pria yang
wajahnya tertutup sebagian oleh kudung. Sikapnya tegas menunjukkan kesalehannya. Pria itulah ialah
Nabi Khidir AS. Bolehkah aku mengikutimu agar kau bisa mengajarkanku sebagian ilmu di antara ilmuilmu yang kau miliki ? ujar Nabi Musa AS kepada Khidir AS. Nabi Khidir AS menjawab, Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku(Surah Al-Kahfi : 67). Wahai Musa,
sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebagian dari pada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan
kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan
kepadamu yang tidak kuketahuinya. Nabi Musa berkata, Insya Allah tuan akan mendapati diriku
sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun. (Surah AlKahfi : 69). Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Surah
Al-Kahfi : 70). Nabi Musa AS mengikuti Nabi Khidir AS dan terjadilah peristiwa yang menguji diri Musa
yang telah berjanji bahwa Nabi Musa AS tidak akan bertanya mengenai sesuatu tindakan Nabi Khidir AS.
Setiap tindakan Nabi Khidir AS itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa AS terperanjat.
Peristiwa ketika Nabi Khidir AS menghancurkan perahu yang mereka tumpangi. Nabi Musa AS bertanya
kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS mengingatkan akan janji Nabi Musa AS, dan Nabi Musa AS
meminta maaf karena lalai mengingkari janji untuk tidak bertanya mengenai tindakan Nabi Khidir AS.
Ketika mereka tiba di suatu daratan, Nabi Khidir AS membunuh bocah yang sedang bermain dengan
teman sebayanya. Dan lagi-lagi Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS kembali
mengingatkan janji Nabi Musa AS, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya
terhadap yang dilakukan oleh Nabi Khidir AS, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa AS harus rela
untuk tidak mengikuti perjalanan lagi bersama Nabi Khidir AS. Mereka melanjutkan perjalanan hingga
sampai disuatu Perkampungan. Sikap penduduk Kampung itu tidak bersahabat dan tidak mau menerima
kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa AS merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah
dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir AS malah menyuruh Nabi Musa AS untuk memperbaiki

tembok suatu rumah yang rusak . Nabi Musa AS tidak kuasa untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir
AS ini. Akhirnya Nabi Khidir AS menegaskan pada Nabi Musa AS bahwa beliau tidak dapat menerima
Nabi Musa AS untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa AS tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan
bersama dengan Nabi Khidir AS.
Nabi Khidir AS menguraikan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa AS bertanya.
Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan
merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap perahu.
Dan adapun bocah itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa
dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki,
supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak/bocah lain yang lebih baik kesuciannya dari
anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya. Adapun dinding rumah itu adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka
sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan
bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatanperbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Anda mungkin juga menyukai