A. Latar Belakang
Fungsi utama kelenjar tiroid adalah untuk mensintesis tiroksin dan triidotironin. Tiroid
diatur oleh hormon perangsang tiroid yaitu TSH (Tiroid Stimulating Hormon, suatu
glikoprotein yang diproduksi dan disekresi oleh kelenjar pituitari anterior. Hormon ini
mengaktifkan adenilat siklase pada kelenjar tiroid untuk mempengaruhi pelepasan
hormon tiroid. Sintesis dan pelepasan TSH distimulasi oleh hormon pelepas TSH yaitu
TRH (Tiroid Releasing Hormon) yang disintesis hipotalamus dan disekresi ke dalam
kelenjar pituitari. Pada keadaan produksi hormon tiroid menurun, TSH dan TRH
meningkat. Kelebihan TRH dan TSH mengakibatkan hipertrofi dan hiperplasia sel-sel
tiroid. Bila terjadi penurunan kadar hiromon tiroid yang bersirkulasi menyebabkan
penyakit yang dinamakan Hipotiroid. Pada makalah ini akan dibahas Hipotiroidisme
Kongenital pada bayi. Hipotiroidisme Kongenital pada bayi dapat terjadi karena bayi
lahir tanpa kelenjar tiroid atau dengan defek sintesis TH. Berikut akan dibahas lebih
menyeluruh mengenai Hipotiroidisme Kongenital.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hipotiroidisme Kongenital
2. Untuk
mengetahui
penyebab,
manifestasi
klinis,
patofisiologi,
komplikasi,
Pembahasan
Anamnesis6
o
Perkembangan anak.
Pemeriksaan Fisik1
Tanda fisik yang ditemukan di antaranya tampilan wajah yang khas dengan bengkak di periorbita
dan pucat, kulit kasar dan dingin, gerak lambat, suara serak, nadi lambat, dan lambatnya fase
pemulihan refleks pergelangan kaki.1
1. Ubun-ubun.1
Ubun-ubun sering sulit diraba pada bayi baru lahir, karena molding tulang-tulang
kepala. Setelah beberapa hari, ubun-ubun besar mudah diraba, dengan diameter
transversal rata-rata 2.5 cm, kadang-kadang sampai 4 atau 5 cm. ubun-ubun kecil reraba
sampai 4-8 minggu. Ukuran ubun-ubun besar sangat bervariasi, demikian pula saat
penutupannya. Seringkali ubun-ubun tampak membesar dalam beberapa bulan pertama.
Pada umur 6 bulan sebagian kecil (3%) bayi normal tertutup ubun-ubunnya; pada umur 9
bulan lebih kurang 15% dan umur 1 tahun 40%. Pada umur 19 bulan 90% bayi normal
sudah tertutup ubun-ubunnya. Ubun-ubun terlambat menutup pada rakitis, hidrosefalus,
sifilis, hipotiroidisme,osteogenesis imperfekta, rubela kongenital, malnutrisi, sindrom
down dan gangguan perkembangan lain. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubunubun menutup lebih dini.1
Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit cekung. Ubun-ubun
besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial meninggi, misalnya perdarahan
Pemeriksaan Penunjang
a. Data Laboratorium2,3
Kebanyakan program skrining bayi lahir di Amerika Utara mengukur kadar T4,
ditambah pengukuran TSH bila T4 rendah. Pendekatan ini mengenali bayi dengan
hipotiroidisme primer, penderita dengan globulin pengikat tiroksin yaitu TBG (Thyroxin
Binding Globulin) yang rendah dan beberapa dengan hipotiroidisme hipotalamus atau
pituitaria, dan bayi dengan hipertiroksimenia. Program skrining neonataus di Jepang dan
Eropa didasarkan pada pengukuran TSH primer; pendekatan ini gagal mengenali bayi
dengan hipertiroksinemia, TBG rendah, dan hiportiroidisme hipotalamus atau pituitaria
tetapi dapat mendeteksi bayi-bayi dengan hipotiroidisme terkompensasi (T4 normal, TSH
meningkat). Dengan salah satu dari pemeriksaan ini, perawakan khusus perlu diberikan
untuk kisaran nilai normal menurut usia penderita, terutama pada umur minggu-minggu
pertama.2 Tanpa melihat pendekatan yang digunakan pada skrining, beberapa bayi lolos
dari deteksi karena kesalahan manusia atau kesalahan teknis; klinisi harus tetap waspada
pada manifestasi klinis hipotiroidisme. Kadar T4 serum rendah; kadar T3 serum dapat
normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar
TSH meningkat, sering diatas 100 U/ml. Kadar prolaktin serum meningkat, berkorelasi
dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis
tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya
menunjukan aplasia tiroid. Perhatian khusus harus diberikan pada kembar monoamnion,
karena setidaknya pada empat kasus skrining neonatus gagal mendeteksi kembar yang
tidak serasi dengan hipotiroidisme, dan diagnosisnya tidak dilakukan sampai bayi berusia
4-5 bulan. Nampaknya, transfusi darah eutiroid dari bayi kembar yang tidak terkena,
kadar T4 dan TSH serum bayi kembar yang terkena dinormalisasi pada skrining awal.2
Peningkatan titer antibodi tiroid. Periksa penggunaan obat antitiroid, misalnya
litium, amiodaron. Amiodaron kaya akan iodium dan juga menghambat konversi T4
menjadi T3 perifer, sehingga pemeriksaan tiroid sulit diinterpretasikan. Sebelum memulai
terapi dengan amiodaron, kadar T3,T4, dan TSH basal harus diperiksa untuk
mengidentifikasi gangguan tiroid yang mendasari.2,3
b. Radiologi2,3
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan rontgenografi pada saat
lahir pada sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital dan menunjukan beberapa kehilangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterin. Misalnya, epifisis femoris distal, yang
normalnya ada pada saat lahir, seringkali tidak ada. Pada penderita yang tidak diobati,
ketidaksesuaian antara usia kronologis dan perkembangan tulang bertambah. Epifisis
125
99m
TC-Natrium pertekhnetat
untuk tujuan ini. Pemeriksaan ultrasuara tiroid atau kadar Tg serum bukan alternatif yang
dapat dipercaya untuk skrining radionuklida. Peragaan jaringan tiroid ektopik diagnostik
disgenesis tiroid dan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4. Kegagalan
memperagakan suatu jaringan tiroid menunjukan adanya aplasia tiroid tetapi juga terjadi
pada neonatus dengan TRBAb dan pada bayi dengan defek penangkapan-yodium.
Kelenjar tiroid yang terletak normal dengan ambilan radionuklid kuat atau normal
menunjukan defek pada biosintesis hormon tiroid. Penderita hipotiroidisme gondok
mungkin memerlukan evaluasi yang luas, termasuk pemeriksaan radioyodium, uji cairan
perkhlorat, penelitian kinetik, khomatografi dan pemeriksaan jaringan tiroid, bila harus
ditentukan sifat biokimia defek.2
Elektrokardigram dapat menunjukan gelombang P dan T voltase rendah dengan
amplitudo kompleks QRS yang menurun dan menunjukan fungsi ventrikel kiri jelek dan
adanya efusi pericardium. Elekroensefalogram sering menunjukan voltase yang rendah.
Pada anak diatas umur 2 tahun, kadar kolesterol serum biasanya meningkat.3
Diagnosis
a. Working Diagnosis2,3,7
Dari kasus yang didapat dan sesuai dengan gejala dan pemeriksaan fisik yang didapat,
dapat didiagnosis pasien tersebut menderita Hipotiroidisme Kongenital.
Kretinisme adalah suatu istilah kuno yang telah lama digunakan di Eropa untuk
melukiskan suatu bentuk keterbelakangan dan kekerdilan yang lazim terjadi di daerah
gondok endemis. Arti istilah ini tidak jelas. Istilah kretinisme tetap digunakan untuk
mencirikan gondok kongenital endemis, tetapi istilah hipotiroidisme kongenital sekarang
ini lebih digunakan di daerah nonendemis. Hipotiroidisme kongenital nonendemis dapat
disebabkan oleh gangguan embriogenesis tiroid, cacat hipotalamus-hipofisis, cacat
bawaan pada sintesis atau kerja hormon tiroid atau pemajanan intra uterin terhadap zat
goitrogenik.2,3
Biasanya disebabkan oleh tidak adanya kelenjar tiroid. Kadang tiroid berukuran kecil
atau ektopik, atau terdapat masalah metabolik pada kelenjar yang menghambat produksi
hormon tiroid. Skrining neonatus pada akhir minggu pertama dapat mendeteksi
peningkatan TSH. Sangat jarang hipotiroidisme dengan kadar TSH yang normal.
Program skrining yang sukses memungkinkan dimulainya pemberian dini terapi
penggantian hormon seumur hidup dengan tiroksin oral. Tanpa terapi, hipotiroidisme
kongenital menyebabkan kretinisme. Gambaran klinisnya berupa anak yang cebol dengan
tampilan kasar, rambut jarang, hernia umbilikalis, dan masalah belajar berat.2,3
Klasifikasi Hipotiroidisme Kongenital Berdasarkan Etiologi7
1. Kesalahan embrionik dalam perkembangan (disgenesis Tiroid)
Displasia tiroid
Kretinisme endemis
b. Different Diagnosis3,4,5
1. Sindrom Down4
Individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan
bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari
kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu
perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan
fisik dan susunan saraf pusat. Penyebab Sindrom Down bermacam-macam
diantaranya:
Genetik,
radiasi,
infeksi,
autoimun,
umur
ibu,
umur
ayah.
Nondisjunction kromosom 21 saat meiosis adalah penybab SD pada 95% kasus. Dari
kasus-kasus ini, 95% dari kromosom 21 tambahan berasal dari ibu. Usia ibu adalah
suatu faktor resiko 1 dalam 1000 mengandung janin dengan trisomi 21 dibandingkan
dengan perempuan berusia 40 tahun, yang resiko adalah 1 dalam 100. Salah satu
hipotesis untuk menjelaskan fenomena ini adalah kenyataan bahwa semua oosit
perempuan terbentuk saat lahir. Sel-sel ini terhenti dalam meiosis sampai saat ovulasi,
saat mana sel-sel tersebut menyelesaikan pembelahan meiotiknya. Meningkatnya usia
oosit mungkin berperan menimbulkan nondisjunction.4
Pengidap SD memperlihatkan gambaran wajah yang khas, berupa mata menyipit ke
atas, wajah rata, lipatan epikantus, dan membesarnya lidah. Populasi pasien ini
memperlihatkan retardasi pertumbuhan dan mental dengan derajat bervariasi. Pasien
SD juga beresiko mengidap penyakit lain, seperti cacat jantung bawaan, gangguan
pendengaran, stenosis duodenum dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
2. Fenilketonuria (PKU)4
Kelainan ini mengenai 1:10000-20000 anak yang dilahirkan dengan defisiensi enzim
yang mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Kadar fenilalanin yang tinggi dalam
darah menyebabkan keterlambatan perkembangan, pertumbuhan yang jelek, dan
kejang. Anak yang menderita PKU dideteksi dalam program skrining neonatal.
Pemberian diet rendah fenilalanin sejak dini memberikan hasil yang baik. Diet ketat
ini diberlakukan seumur hidup. Pada perempuan dengan PKU, kadar fenilalanin yang
tinggi menyebabkan asam amino melintasi plasenta yang dapat menyebabkan
kerusakan otak janin. Pada kehamilan, kontrol diet ketat adalah suatu keharusan.
3. Hiperplasia Adrenal Kongenital3,5
Penyakit ini disebabkan oleh hambatan metabolik dalam sintesis hidrokortison. Pada
anak homozigot dengan mutasi gen resesif autosomal, tidak ditemukan enzim
hidroksilase 21. Keadaan ini mengakibatkan dua hal:
Kortikosteroid dan mineralokortikoid yang beredar dalam tubuh tidak cukup
Produksi hormon korteks adrenal berlebih karena peningktan produksi ACTH
oleh hipofisis
Gejala klinis tergantung pada jenis kelamin anak. Anak perempuan mengalami
virilasasi dengan alat kelamin abnormal, klitoris membesar dan terjadi fusi labia yang
dapat menyulitkan penentuan jenis kelamin saat lahir. Anak laki-laki memiliki alat
kelamin
normal.
Sebagian
besar
anak
dengan
keadaan
ini
kekurangan
meningkat. Terapi yang diberikan adalah pengganti hormon seumur hidup. Dosis
harus ditingkatkan saat anak sakit dan mengalami stres. Anak perempuan mungkin
memerlukan bedah plastik pada alat kelamin.3
Manifestasi Klinis2,6
Klinis semakin menjadi tergantung pada uji skrining neonatus untuk diagnosis
hiptiroidisme kongenital. Namun, kesalahan laboratorium terjadi, dan menyadari tanda-tanda dan
gejala-gejala awal harus dipertahankan. Hipotiroidisme kongenital dua kali lebih banyak pada
anak perempuan daripada pada anak laki-laki. Sebelum program skrining neonatus,
hipotiroidisme kongential jarang dikenali pada bayi baru lahir karena tanda-tanda dan gejalagejalanya biasanya tidak cukup berkembang. Hipotiroidisme ini dapat dicurigai dan diagnosis
ditegakkan selama umur minggu-minggu awal jika terdapat manifestasi awal tetapi kurang khas
dikenali. Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat sedikit
meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang berkepanjangan, yang disebabkan
oleh maturasi konyugasi glukuronid yang terlambat, mungkin merupakan tanda paling awal.
Kesulitan pernapasanm sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapan
berisik, dan hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan khas juga dapat terjadi. 2 Bayi yang
terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya lamban. Mungkin ada
kostipasi yang biasanya tidak berespons terhadap pengobatan. Perut besar, dan hernia umbilikalis
biasanya ada. Suhu badan subnormal, sering di bawah 350C, dan kulit, terutama tungkai mungkin
dingin dan burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat; bising
jantung, kardiomegali dan efusi perikardium tidak bergejala adalah biasa. Anemia sering ada dan
refrater terhadap pengobatan dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara bertahap
diagnosis seringkali terlambat.2
Manifestasi ini berkembang; retardasi perkembangan fisik dan mental menjadi lebih
besar selama bulan-bulan berikutnya dan pada usia 3-6 bulan, gambaran klinis berkembang
sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan,
sindromnya tidak penuh, dan mulainya terlambat. Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah
hormon tiroid, terutama T3, hormon ini tidak cukup melindungi bayi yang menyusu dengan
hipotiroidisme kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skring tiroid neonatus.2
Perubahan anak tersendat, tungkai pendek, dan ukuran kepala normal atau bahkan
meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar; pengamatan tanda ini pada saat lahir
dapat berperan sebagai pedoman awal untuk mengenali awal hipotiroidisme kongenital. Hanya
3% bayi baru lahir normal memiliki fontalla posterior yang lebih besar dari 0,5 cm. matanya
nampak terpisah lebar dan jembatan hidung yang lebar adalah cekung. Fissura palpebral sempit
dan kelopak mata membengkak. Mulut terbuka dan lidah yang tebal serta lebar terjulur keluar.
Tumbuh gigi terlambat. Leher pendek dan tebal dan dapat ada endapan lemak di atas klavikula
dan di antara leher serta bahu. Tangan lebar dan jari pendek. Kulit kering dan bersisik dan sedikit
keringat. Miksedema nampak, terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia
eksterna. Karotenemia dapat menyebabkan perubahan warna kulit kuning, tetapi skleranya tetap
putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan sedikit. Garis rambut menurun jauh
ke bagian bawah dahi yang biasanya tampak mengerut, terutama ketika bayi menangis.2
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hiptiroid tampak lesu dan lamban dalam belajar
duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi ini tidak belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan
mental meningkat sejalan dengan usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi
sama sekali.
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi hipertrofi otot
menyeluruh. Anak yang terkena dapat memiliki penampakan athletis karena pseudohipertrofi,
terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui, perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik nampak pada biopsi otot yang kembali normal dengan
pengobatan. Pada anak laki-laki lebih cenderung berkembang sindrom, yang telah diamati pada
saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita yang terkena menderita
hiptiroidisme yang lebih lama dan lebih berat.2
Skore
Hernia umbilicalis
Makroglosi
Hipotoni
Konstipasi
Total
14
Etiologi6,7
Penyebab Hipotiroidisme pada Anak:
Pemajanan pada zat goitrogenik
Hipotiroidisme awitan lambat dengan disgenesis tiroid, antara lain: Kriptotiroidisme dan
Kista duktus tiroglosus yang terdiagnosis salah
Tiroiditis Hashimoto
Hipotiroidisme hipotalamus-hipofisis
Gondok endemis dan hipotiroidisme
Penyebab lain, antara lain: gangguan kromoson
Epidemiologi7
Disgenesis tiroid lebih sering terjadi pada bayi perempuan daripada laki-laki; rasio perempuan
terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1. Meskipun gangguan ini biasanya bersifat sporadis, tetapi
contoh familial telah ditemukan. Prevalensi gangguan ini lebih rendah pada bayi kulit hitam (1
dalam 11000 kelahiran); mungkin relatif lebih tinggi pada bayi Hispanik daripada bayi berkulit
putih; juga meningkat pada bayi sindrom down. Suatu insidensi musiman (yang memuncak
selama bulan-bulan musim panas) telah dilaporkan dari Jepang dan Australia.
Patofisiologi2,7,8
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme ditandai dengan miksedema, edema nonpitting dan boggy yang terjadi di sekitar
mata, kaki, dan tangan, dan juga menginfiltrasi jaringan lain. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat
malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau hipotalamus. Apabila hipotiroidisme disebabkan oleh
malfungsi kelenjar tiroid, kadar TH yang rendah disertai oleh kadar TSH yang rendah. TRH dari
hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif pada pelepasannya oleh TSH atau
TH. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus menyebabkan kadar TH, TSH
dan TRH yang rendah. Hipotiroidisme akibat pengobatan dapat terjadi setelah terapi atau
pembedahan tiroid sebelumnya, terapi radioiodin, atau obat-obatan seperti sitokin, amiodaron,
dan litium.
Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat diproduksi hormon
tireotropik. Hormon ini mempengaruhi produksi hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Kedua hormon tersebut dibentuk dari monoiodotirosin dan diiodotirosin.
Untuk itu, diperlukan jodium. T3 dan T4 diperlukan dalam proses metabolik di dalam badan,
lebih-lebih pada pemakaian oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, lemak, dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah
karoten menjadi vitamin A. untuk pertumbuhan badan, hormon ini sangat dibutuhkan, tetapi
harus bekerja sama dengan growth hormon.
Pertimbangan Pediatrik8
Bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau dengan defek sintesis TH akan mengalami
hipotiroidisme kongenital, suatu penyakit yang kadang-kadang disebut sebagai kretinisme.
Hipotiroidisme kongenital ditandai dengan kadar TH yang rendah, dengan TSH dan TRF yang
tinggi. Th bersifat permisif (penting) untuk menjalankan fungsi semua sel tubuh, termasuk sel
sistem saraf pusat (SSP). Perkembangan SSP terjadi in utero, ia akan lahir tanpa kelainan
neurologis. Apabila kondisi terse
but tidak diidentifikasi setelah lahir dan TH tidak diganti dan terjadi retardasi mental
berat. Pertumbuhan akan terhambat dan terjadi deformitas skelet. Banyak negara bagian
mengharuskan pengukuran kadar TH pada saat bayi lahir. Dengan penggantian tiroksin,
kerusakan SSP dapat dihindari.
Hipotiroidisme pada saat lahir juga dapat terjadi jika antibodi antitiroid maternal
menyerang tiroid janin selama kehamilan. Demikian pula, jika ibu hamil sangat kekurangan
iodida, bayinya juga dapat mengalami hipotiroidisme setelah lahir. Prognosis neurologis jangka
panjang untuk salah satu kondisi tersebut bergantung pada luas defisit tiroid.8
1. Gangguan Embriogenesis tiroid (Disgenesis Tiroid)2,7
Disgenesis tiroid menyebabkan menurunnya fungsi tiroid pada sebagian besar bayi
dengan hipotiroidisme kongenital menetap yang terdeteksi pada program uji tapis.
Prevalensi kelainan ini adalah sekitar 1 dari 4000 bayi baru lahir. Istilah disgenesis tiroid
menggambarkan bayi dengan kelenjar tiroid ektopik atau hipoplastik (atau keduaduanya), termasuk bayi dengan agenesis tiroid total. Mungkin terdapat sebagian jaringan
tiroid pada 40-60% bayi-bayi ini; oleh karena itu, mereka mewakili spektrum keparahan
defisiensi tiroid. Pemindaian tiroid dan uji ambilan tiroid mungkin tidak cukup peka
untuk mendeteksi sejumlah kecil sisa jaringan tiroid fungsional. Pada bayi seperti ini,
kadar T3 dalam sirkulasi yang normal atau mendekati normal pada kasus dengan nilai T4
yang rendah mengesankan adanya jaringan tiroid sisa, sebagaimana kadar tiroglobulin
serum yang dapat diukur.
Patogenesis pada sebagian besar pasien masih tidak jelas. Disgenesis tiroid lebih sering
terjadi pada bayi perempuan daripada laki-laki; rasio perempuan terhadap laki-laki adalah
sekitar 2:1. Meskipun gangguan ini biasanya bersifat sporadis, tetapi contoh familial telah
ditemukan. Prevalensi gangguan ini lebih rendah pada bayi kulit hitam (1 dalam 11000
kelahiran); mungkin relatif lebih tinggi pada bayi Hispanik daripada bayi berkulit putih;
juga meningkat pada bayi sindrom down. Suatu insidensi musiman (yang memuncak
selama bulan-bulan musim panas) telah dilaporkan dari Jepang dan Australia. Timbulnya
disgenesis titoid kadang menyertai tiroiditis autoimun maternal dan gangguan ini telah
dihubungkan dengan faktor antitiroid yang didapat secara transplasental. Meskipun
demikian, biasanya tidak ada hubungan antara disgenesis tiroid dalam sirkulasi. Barubaru ini, imunoglobulin yang menghambat pertumbuhan sel tiroid yang distimulasi TSH
dalam biakan jaringan telah ditemukan pada neonatus dengan hipotiroidisme kongenital
sementara. Antibodi ini bekerja terhadap reseptor TSH dan menghambat TSH. Antibodi
penyekat pertumbuhan tiroid telah dilaporkan terdapat pada bayi dengan hipotiroidisme
kongenital sporadis, tetapi peran pada patogenesis belum diketahui.2,7
Sebagian besar bayi dengan disgenesis tiroid tidak menunjukan gejala, dan hanya sedikit
yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme pada usia minggu-minggu pertama.
Konsekuensinya, jumlah bayi hipotiroid yang terdeteksi berdasarkan kriteria konis
sebelum diagnosis ditegakkan dari uji tapis komiawi kurang dari 5%. Sebagian besar bayi
yang terkena gangguan ini memiliki konsentrasi T4 serum rendah dan konsentrasi TSH
tinggi yang terdapat dalam darah tali pusat, atau dalam bercak darah pada kertas saring
yang dikumpulkan pada usia 1-5 hari. Suatu kelompok bayi lain memuluku kadar T4
dalam rentang rendah normal atau normalserta nilai TSH yang meningkat. Bayi-bayi ini
biasanya memiliki jaringan tiroid ektopik pada pemindaian, dan merupakan 10-15% bayi
dengan disgenesis tiroid kongenital. Sekitar 5% bayi dengan hipotiroidisme kongenital
memiliki kadar TSH serum yang rendah pada saat lahir dan kadar hipotiroid primer yang
meningkat pada 2-3 bulan pertama kehidupan. Bayi-bayi ini mungkin tidak terdeteksi
saat uji tapis bayi baru lahir.
2. Gangguan Hipofisis Hipotalamik2,7
Komplikasi8
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran yang menyebabkan
koma.
Kematian dapat terjadi tanpa penggantian Th dan stabilisasi gejala.
Ada juga resiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko ini mencakup
penggantian hormon yang berlebihan, ansietas, atrofi otot, osteoporosis dan fibrilasi
atrium.
Penatalaksanaan2,6,7
a. Medika Mentosa2
Natrium L-Tiroksin yang diberikan secara oral merupakan pengobatan pilihan. Karena
80% T3 yang bersirkulasi dibentuk oleh monodeiodinasi T4, kadar T4 dan T3 serum pada
bayi bayi yang diobati kembali normal. Demikian halnya pada otak, dimana 80% T3
dibutuhkan dihasilkan dari T4 secara lokal. Pada neonatus, dosisnya adalah 10-15 g/kg.
Kadar T4 dan TSH harus di monitor dan dipertahankan tetap normal. Anak dengan
hipotiroidisme memerlukan 4 g/kg/24 jam, dan dewasa memerlukan 2 g/kg/24 jam.
Kemudian, konfirmasi diagnosis mungkin diperlukan untuk beberapa bayi untuk
mengesampingkan kemungkinan hipotiroidisme sementara. Ini tidak diperlukan pada
bayi dengan ektopia tiroid yang terbukti atau pada mereka yang menampakkan
peningkatan kadar TSH setelah 6-12 bulan terapi karena buruknya ketaatan atau dosis T4
yang tidak cukup. Penghentian terapi pada usia sekitar 3 tahun selama 3-4 minggu
menyebabkan kenaikan tajam kadar TSH pada anak dengan hipotiroidisme permanen.
Satu-satunya pengaruh natrium L-tiroksin yang berbahaya adalah terkait dengan
dosisnya. Kadang-kadang anak yang lebih tua (8-13 tahun) dengan hipotiroidisme
didapat dapat menjadi pseudotumor otak dalam 4 bulan pertama pengobatan. Pada anak
yang lebih tua, setelah kejar pertumbuhan berakhir, angka pertumbuhan menunjukan
indeks kecukupan terapi yang sangat baik. Orang tua harus diingatkan lebih dahulu
mengenai perubahan pada perulaku dan aktivitas yang diharapkan selama terapi, dan
perhatian khusus harus diberkan pada setiap defisit perkembangan atau neurologis.2
g/kg/hari
1-12 bulan
7-15
25-50
1-5 tahun
5-7
50-100
5-10 tahun
3-5
100-150
10-20 tahun
2-4
100-200
takikardia,
kecemasan
berlebihan,
Preventif9
Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatan antitiroid secara berlebihan,
yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik, diagnosis dini melalui pemeriksaan
penyaringan pada neonatus. Sedangkan pada hipotiroidisme dewasa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ulang tahunan.9
Prognosis2
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroidisme kongenital,
prognosis untuk bayi yang terkena telah baik secara dramatis. Diagnosis awal dan pengobatan
yang cukup sejak umur minggu-minggu pertama memungkinkan pertumbuhan linier yang
normal dan inteligensianya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Beberapa
program skrining melaporkan bahwa kebanyakan bayi yang terkena berat, seperti terlihat pada
kadar T4 terendah dan maturasi skeleton yang retardasi, mengalami sedikit pengurangan IQ dan
sekuele neuropsikologis lain.2 Tanpa pengobatan, bayi yang terkena menjadi cebol dengan
defisiensi mental. Hormon tiroid penting untuk perkembangan otak normal pada bulan-bulan
awal pascalahir; diagnosis biokimia harus dibuat segera setelah lahir, dan pengobatan efektif
harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan otak ireversibel. Penangguhan diagnosis,
pengobatan yang tidak cukup dan ketaatan yang jelek mengakibatkan berbagai tingkat kerusakan
otak. Bila mulainya hipotiroidisme terjadi setelah umur 2 tahun, ramalan untuk perkembangan
normal jauh lebih baik walaupun diagnosis dan pengobatannya terlambat, menunjukan betapa
pentingnya hormon tiroid untuk kecepatan perkembangan otak bayi.2
Penutup
Kesimpulan
Bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau dengan defek sintesis TH akan mengalami
hipotiroidisme kongenital, suatu penyakit yang kadang-kadang disebut sebagai kretinisme.
Hipotiroidisme kongenital ditandai dengan kadar TH yang rendah, dengan TSH dan TRF yang
tinggi. Dapat disebabkan karena kelainan metabolisme, genetik dan kelainan pada tiroid sendiri.
Pengobatan pada hipotiroidisme kongenital dapat diberikan Natrium L-Tiroksin secara oral.
Prognosis pada pasien hipotiroidisme kongenital adalah baik, jika terapi pada kelainan ini
berhasil.
Daftar Pustaka
1. Matondang Corry S., Wahidiyat Iskandar., Sastroasmoro Sudigdo. Diagnosis Fisik pada
Anak. Edisi kedua. CV Sagung Seto. Jakarta.2003.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Alvin AM. Nelson textbook of pediatrics. 15th ed. Volume
3. Jakarta: EGC. 2000.
3. Meadow Sir R., Newell Simon J.. Lecture Notes on Pediatrica 7th Edition. Erlangga.
Jakarta.2005.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 2005.
5. Welsby P.D. Clinical History Taking and Examination. EGC. Jakarta 2009. h.107-13.
6. Anamnesis, manifestasi klinis. Diunduh dari http://www.pediatrik.com/. 25 November
2010.
7. Rudolph AM. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC,2006.
8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2009.
9. Preventif hipotiroidisme kongenital. Diunduh dari http://www.nuclearhealthcenter.com.
25 November 2010.