Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT
PADA KLIEN HIV DENGAN
TUBERCULOSIS PARU (TBC)

OLEH :
IDA AYU EKA JAYANTHI
0802105048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA
2012
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT
TUBERCULOSIS PARU (TBC)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Mycobacterium tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru.
Presentasi klinis penyakit ini bervariasi berkisar asimtomatik dengan
hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan
laboratorium atau diagnostik.
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001: 584).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Price, 2005 : 852).

Gbr. 1. Paru-paru pada klien TB


2. Epidemiologi / Insiden Kasus
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi Tb ketiga tertinggi di dunia
setelah cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India dan
Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah

266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking no.3 sebagai
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB
paru diperkirakan 0,24 % (Amin, 2007: 988)
Negara

Per 100.000

Semua kasus

populasi

India

1.983.000

168

Cina

1.301.000

97

Indonesia

430.000

189

Nigeria

458.000

303

Afrika Selatan

477.000

960

Tabel 1. TB statistik untuk "beban tinggi" negara, 2008


3. Penyebab / Faktor Predisposisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang
membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. M. tuberculosis hominis merupakan
penyebab sebagian besar kasus tuberculosis. Mikobakterium ini tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paruparu lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian

c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi (Amin, 2007:988)
4. Patofisiologi Penyakit
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb).
Tempat masuk kuman M. Tuberkulosis adalah saluran pernapasan, saluran
perncernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi doplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Infeksi dimulai
dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat
ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli.
Di dalam alveoli kuman ditangkap makrofag alveoli, kuman akan
bermultiplikasi hingga mencapai jumlah tertentu yang akan mengaktivasi sel
limfosit T. Antigen kuman dipresentasikan oleh Major histocompatibility
complex class I (MHC I) ke sel CD8 dan oleh MHC II ke sel CD4. Sel CD4
terdiri atas Th1 dan Th2 yang masing-masing menghasilkan sitokin yang
berperan dalam sistem imunitas. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi
cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua
respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisir infeksi dan membunuh M.
Tb.

Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia


akut. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getang
bening regional. Makrofag

yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid


yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10-20 hari.
Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host
dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas
terhadap M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel
CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai
risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko
terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga
terjadi gangguan respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M.
Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun
kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran
radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata
atau TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan
kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko
berkembangnya TB 5-10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko
berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV,
individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk
berkembangnya TB.
Dalam perjalanannya penyakit TB dapat menimbulkan nekrosis pada bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran relative padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks
Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang yang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan
menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan kapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
lomfo hematogen yang biasanya sem buh sendiri.(Price, 2005:852-853)

5. Klasifikasi

Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes,


2003)
a) Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru
ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah
menular.
b) Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain
paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya
penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini
menyerang semua organ tubuh.

Klasifikasi II ( Menurut American Thoracic Society, 2000)


Class 0

Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar,

Class 1

reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna.


Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak

Class 2

bermakna
Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan

Class 3

bakteri (-), tidak ada bukti.


Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna,
Rontgent Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru,
Pleura, Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum,

Class 4

dsb.
Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan,

Class 5

Rontgent Thorax (+), test mantoux bermakna.


dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan

Klasifikasi III
a) Tuberculosis Primer

Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada


orang yang belum pernah terpajan (orang yang belum pernah
mengalami TB) atau peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.

Dampak utama dari tuberculosis primer adalah


1. penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan
resistensi.
2. fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup
selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup
3. penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis
primer progresif. Hal ini terjadi ada orang yang mengalami
gangguan akibat suatu penyakit (terutama penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan
biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami malnutrisi
atau usia lanjut).

b) Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)

Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah


terpajan penyakit tuberculosis atau peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang di mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium
tersebut.

Penyakit

ini

mungkin

terjadi

segera

setelah

tuberculosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi


lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi awal,
terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang
pernah terkena TB sebelumnya) melemah.

Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik

2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif


1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong
radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB
Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan
paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

Klasifikasi V
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
a) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari
satu bulan.
b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

6. Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain
yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan
bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
1. Gejala Respiratorik
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
c) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala Sistemik

a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah berkeringat pada malam hari, sakit
kepala, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan, dan
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan.
7. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya
dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest.

Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.

Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.

Palpasi
badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit),
turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007 : 990-991)

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB)
yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan
petunjuk awal untuk menekankan diagnosa, tetapi suatu sediaan
yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan
kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh

media biakan ini (Price,2005:857).


Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan

cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.


Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD)
sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara
intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan
bawah

setelah

kulit

dibesihkan

dengan

lalkohol.

Untuk

memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara


48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca
dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya
beberapa tipe reaksi :

Indurasi 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok


berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang
sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan
15 mg/hari prednisone selama 1 bulan).
Indurasi 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Baru tiba ( 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi
tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan
yang berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan,
panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan
AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma
d) Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
e) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang
berisioko tinggi.
f) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja
yang terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
Indurasi 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya
dilakukan di anatara kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)

Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU


PPD-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm.
Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False

negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada


pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan
peningkatan imunosupresi.

Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine


dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan
menahun
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.

Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue): Positif

untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.


Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi

air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.


Tes antibody serum: Skrining Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa. Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus

(HIV),

maka

system

imun

akan

bereaksi

dengan

memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk


dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya
tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif,

kemampuan

mendeteksi

antibody

Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan

skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.


limfosit CD4
Jumlah CD4 : Mencerminkan status imunitas pasien. Penderita
HIV/AIDS perlu diperiksa jumlah CD4 karena infeksi HIV
menyerang sistem ini. Hasil pemeriksaan jumlah CD4 berguna
untuk menentukan pengobatan TB-HIV/AIDS selanjutnya.

Tes

Immunodeficiency Virus (HIV)


Sel T4 helper: Indikator system imun (jumlah <200)
T 8 ( sel supresor sitopatik ): Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar

blot

western:

Mengkonfirmasi

diagnosa

Human

dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan

supresi imun.
P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV):
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi

infeksi
Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau

mendekati normal
Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam jumlah

sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.


Pasien TB yang perlu dilakukan pemeriksaan HIV adalah pasien
yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV, hasil pengobatan
OAT yang tidak memuaskan (contoh: TB kronik), multi drug
resistance (MDR) TB. Demikian juga bila di fasilitas kesehatan
menemukan pasien terinfeksi HIV/AIDS perlu dibuktikan ada
tidaknya TB paru. Dengan adanya kerjasama yang baik antara
program TB dan program HIV/AIDS dapat menurunkan beban
pasien TB-HIV/AIDS. Setiap pemeriksaan HIV harus disertai
konseling sebelum dan sesudah pemeriksaan, oleh karena itu
diperlukan VCT (Voluntary Counselling Test) dan PITC (Provider

Initiated Testing and Counselling) di setiap pelayanan kesehatan.


b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh simpanan
kalsium lesi yang sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang

sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.


Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat

kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.


Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

c. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan
paru dan penyakit pleural.

9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b) Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat,
limfositosis)
c) Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang
menunjang diagnosis TB, yaitu :
o Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen
apical lobus bawah
o Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
o Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
o Adanya kalsifikasi
o Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian
o Bayangan milier
d) Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB
yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e) Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
f) Tes Mantoux/Tuberkulin

g) Tehnik Polymerase Chain Reaction


h) Bection Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis
i) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam
waktu lama sehingga menimbulkan masalah.

j) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian
dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik
dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
(Mansjoer, 1999 : 472-473)
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil
rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain,
misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2
minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan
TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada,
untuk mendukung diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB
BTA negatif rontgen positif.
Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

10. Therapy / Tindakan Penanganan


Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan
infeksi tanpa HIV saat pemberian obat pada ko-infeksi TBC-HIV harus
memperhatikan jumlah CD4 yang sesuai
Jumlah CD4

Regimen yang dianjurkan

Keterangan

(per mm3)
< 200

Mulai terapi TBC, Mulai

Dianjurkan ARV : EFV

ARV segera setelah tetapi

adalah kontraindikasi

TBC dapat ditoleransi

untuk ibu hamil atau

( antara 2 minggu- 2

perempuan usia subur

bulan) Paduan yang

tanpa kontrasepsi,

mengandung EFV.

sehingga EFV dapat


diganti.

200-350

Mulai terapi TBC

Pertimbangan ARV : Mulai


salah satu paduan di bawah
ini setelah fase intensif:
-

Paduan yang

mengandung EFV
Paduan yang
mengandung NVP
jika paduan TBC
fase lanjutan tidak

menggunakan
fifampisin.
Tunda ARV
>350

Mulai terapi TBC

CD4 tidak

Mulai terapi TBC

Pertimbangan ARV

memungkinkan
untuk diperiksa
Tabel 2. Pengobatan TBC pada HIV berdasarkan CD4
Pencegahan
Ada vaksin terhadap TB. Namanya BCG, diberikan dengan suntikan di
bawah kulit. Namun vaksin ini tampaknya hanya efektif pada anak yang
baru lahir, untuk mencegah penyakit TB yang berat, termasuk meningitis
TB, pada usia kanak-kanak. BCG tidak mempunyai dampak dalam
mengurangi jumlah kasus TB pada orang dewasa. Saat ini belum ada
vaksin terhadap TB yang efektif untuk orang dewasa.
Belum jelas apakah BCG tetap efektif pada anak dengan HIV. Di negara
dengan prevalensi TB yang tinggi (termasuk Indonesia), WHO
mengusulkan BCG diberikan pada semua anak kecuali yang mempunyai
gejala penyakit HIV/AIDS.
BCG juga dapat menyebabkan pembacaan palsu-positif pada tes tuberkulin
kulit. Jika diberikan kepada orang dewasa yang HIV positif atau anak-anak
dengan sistem kekebalan sangat lemah, BCG kadang-kadang dapat
menyebabkan penyakit BCG diseminata, yang sering fatal.
11. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
menimbulkan komplikasi
1.

Komplikasi dini

lanjut.

: Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.

2.

Komplikasi lanjut

: Kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,


sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjad pada TB milier dan kavitas TB. (Amin,
2000:993)

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada


penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan

kematian

karena

syok

hipovolemik

atau

karena

tersumbatnya jalan napas.


Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
12. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia,
dan adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat
disembuhkan dan dicegah.
Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri
TB mengatasi pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang
biak. Pada TB primer 1-5% dari kasus-penyakit ini terjadi segera setelah
infeksi. Namun, dalam sebagian besar kasus, infeksi laten terjadi yang tidak
memiliki gejala yang jelas. Ini basil TBC yang tidak aktif dapat menghasilkan
dalam 2-23% dari kasus-kasus laten, sering bertahun-tahun setelah infeksi.
Risiko meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang disebabkan
oleh infeksi HIV. Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko reaktivasi
meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan
memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika
diobati, tingkat kematian berkurang hingga hampir 10%.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian

AIRWAY

Identitas

Tgl/ Jam
Triage
Transportasi

: Oktober 2012
No. RM
: P1/ P2/ P3
Diagnosis Medis
: Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain

:14045
: Tuberkulosis Paru

Nama

: Tn. A

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 27 Tahun

Alamat

: Jalan P.B Sudirman


Denpasar

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: Belum menikah

Pendidikan

: Tamat SMA

Sumber Informasi

: klien dan keluarga

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Hubungan

: Orang tua

Suku/ Bangsa

: Bali

Keluhan Utama

: Sesak nafas & lemas

Jalan Nafas

: Paten

Tidak Paten

Obstruksi

: Lidah

Cairan

Benda Asing

Darah

Oedema

Gurgling

Stridor

Muntahan
Suara Nafas : Snoring

Tidak Ada

Tidak ada

Keluhan Lain: ... ...

BREATHING

Masalah Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Nafas

: Spontan

Tidak Spontan

Gerakan dinding dada: Simetris

Asimetris

Irama Nafas

: Cepat

Dangkal

Pola Nafas

: Teratur

Tidak Teratur

Jenis

: Dispnoe Kusmaul

Cyene Stoke

Lain

Suara Nafas

: Vesikuler Stidor

Wheezing

Ronchi

Sesak Nafas

: Ada

Tidak Ada

Normal

Tidak Ada

Cuping hidung Ada

Retraksi otot bantu nafas : Ada

Tidak Ada

Pernafasan : Pernafasan Dada

Pernafasan Perut

RR : 30 x/mnt
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Pola Nafas

Nadi

: Teraba

Tidak teraba

N: 130x/mnt

CIRCULATION

Tekanan Darah : 90/50mmHg


Pucat

: Ya

Tidak

Sianosis

: Ya

Tidak

CRT

: < 2 detik

> 2 detik

Akral

: Hangat

Dingin

Pendarahan

: Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc

Turgor

: Elastis

Diaphoresis: Ya

S:35C
Tidak ada

Lambat
Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar


Keluhan Lain: Kunjungtiva pucat, wajah pucat, nadi teraba lemah
Masalah Keperawatan:
DISABILITY

1.

Kekurangan Volume Cairan

Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen Apatis Koma


GCS

: Eye 2

Verbal 2

Motorik 3

Pupil

: Isokor

Unisokor

Pinpoint

Refleks Cahaya: Ada

Medriasis

Tidak Ada

Refleks fisiologis: Patela Lain-lain : Tidak dapat dikaji


Refleks patologis : Babinzky Kernig Lain-lain : Tidak dapat dikaji
Kekuatan Otot : tidak dapat dikaji
Keluhan Lain : klien dikeluhkan sesak nafas kemudian perlahan-lahan kesadaran mulai
menurun
Masalah Keperawatan:
1.

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

EXPOSURE

Deformitas

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Contusio

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Abrasi

: Ya

Tidak

Lokasi :

Penetrasi

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Laserasi

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Edema

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Luka Bakar

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Grade : .
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka

: .

Warna dasar luka: .


Kedalaman
Lain-lain

: .....
: ... ...

Masalah Keperawatan: (-)

Sinus Takikardi

GIVE COMFORT

FIVE INTERVENSI

Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi


Saturasi O2 : 85%
Kateter Urine : Ada

Tidak

Pemasangan NGT : Ada, Warna Cairan Lambung : ... ...

Tidak

Pemeriksaan Laboratorium : Hasil AGD menunjukkan Asidosis Respiratorik


Lain-lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan Pertukaran Gas
Nyeri : Ada
Tidak
Problem
: ... ...
Qualitas/ Quantitas
: ... ...
Regio
: ... ...
Skala
: ... ...
Timing
: ... ...
Lain-lain
: ... ...
Masalah Keperawatan: Keluhan Utama

: Sesak Nafas dan lemas

Riwayat Penyakit

: Keluarga mengatakan klien menderita Tuberkulosis


sejak setahun yang lalu. Klien dikatakan rutin control
ke puskesmas dan sudah mengkonsumsi OAT. Klien

(H 10 SAMPLE

dibawa ke rumah sakit karena sesak nafas yang


dikeluhkan

semakin

memberat

dan

penurunan

kesadaran
Sign/ Tanda Gejala

: klien tampak kesulitan bernafas serta tampak gelisah,


akral teraba dingin dan pucat.

Allergi

: tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat, dan

(H2) HEAD TO TOE

alergen lainnya
Medication/ Pengobatan

: Klien sedang mendapatkan terapi OAT

Past Medical History

: Tuberkulosis Paru

Last Oral Intake/Makan terakhir

: 6 jam sebelum MRS

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)


Kepala dan wajah

: Tidak ditemukan lesi dan deformitas, rambut tampak utuh,


tidak terdapat cephal hematoma

Leher

: Tidak tampak deviasi trakhea dan pembesaran kelenjar


tiroid

Dada

: Tampak retraksi otot-otot interkosta, pergerakan dada


simetris, RR 30x/menit, nafas tampak cepat dan dangkal

Abdomen dan Pinggang

: Tidak terdapat lesi dan ascites

Pelvis dan Perineum

: Tidak tampak deformitas, tidak teraba krepitasi

Ekstremitas

: Ekstremitas teraba dingin, tampak pucat, CRT >2dtk

INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE

Masalah Keperawatan: (-)


Jejas
:
Ada

Tidak

Deformitas

Ada

Tidak

Tenderness

Ada

Tidak

Crepitasi

Ada

Tidak

Laserasi

Ada

Tidak

Lain-lain
: ... ...
Masalah Keperawatan: -

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental atau sekresi yang berlebihan sekunder akibat TBC ditandai
dengan batuk tak efektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi
jalan napas, bunyi napas ronchi, RR> 20 x/menit, irama dan
kedalaman napas abnormal.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder akibat penumpukan cairan ditandai dengan dispnea,
RR>20 x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, irama
napas tidak teratur.
3) Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh sekunder akibat tuberkulosis ditandai dengan TD
90/50 mmHg, turgor kulit menurun.
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien mengeluh
pusing, tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien 124x/menit, nadi
teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien 35 C.
5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas
difusi paru ditandai dengan adanya dispneu saat melakukan aktivitas,
SaO2 <95%, pH asam (<7,35).
a) Perencanaan Perawatan
No.

DX Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Rasional

1.

Bersihan jalan nafas

Setelah diberikan

Mandiri :

tidak efektif

asuhan

- Lakukan suction

berhubungan dengan

keperawatan

membersihkan jalan

sekresi yang kental

selama ... x 24 jam

nafas dari cairan

atau sekresi yang

diharapkan

sehingga udara dapat

berlebihan sekunder

bersihan jalan

mengalir ke paru

akibat TBC ditandai

napas klien efektif

dengan baik

dengan batuk tak

dengan outcome

efektif,

- klien mampu

- kaji fungsi

Membantu

penurunan bunyi nafas

ketidakmampuan

mengeluarkan

pernafasan (bunyi

dapat menimbulkan

untuk mengeluarkan

sekret

nafas, kecepatan

atelektasis. Ronki,

nafas, dan

mengi menunjukkan

kedalaman)

akumulasi sekret /

sekresi jalan napas,


bunyi napas ronchi,
RR> 20 x/menit,

- klien dapat
batuk efektif
- bunyi nafas

ketidakmampuan

irama dan kedalaman

normal, tidak

membersihkan jalan

napas abnormal.

ada ronchi,

nafas yang dapat

mengi dan

menimbulkan

stridor

peningkatan kerja

- tidak ada

pernafasan.

dipsnea
- RR dalam batas

- catat kemampuan

Pengeluaran sulit bila

normal (12-20

untuk

sekret sangat tebal.

x/menit), irama

mengeluarkan

Sputum berdarah

dan kedalaman

mukosa / batuk

kental / darah cerah

napas normal.

efektif (catat

diakibatkan oleh

karakter, jumlah

kerusakan paru atau

sputum, adanya

luka bronkial.

hemoptisis)
- berikan pasien

Posisi membantu

posisi semi fowler

memaksimalkan

dan bantu pasien

ekspansi paru dan

untuk batuk dan

menurunkan upaya

latihan nafas

pernafasan. Latihan

dalam

nafas dalam membuka


area atelektasis dan
meningkatkan gerakan
sekret ke dalam jalan
nafas besar untuk
dikeluarkan.

- bersihkan sekret

Mencegah aspirasi /

dari mulut dan

obstruksi. Penghisapan

trakea

dilakukan jika pasien

(penghisapan

tidak mampu

sesuai keperluan)

mengeluarkan sekret

- lakukan fisioterapi
dada

Membantu
mengeluarkan dahak

Kolaborasi :
- lembabkan udara /
oksigen inspirasi

Mencegah
pengeringan mukosa
dan membantu
pengenceran sekret.

- beri obat-obatan
sesuai indikasi
-

Mukolitik menurunkan

mukolitik (contoh

kekentalan sekret /

asetilsistein)

sputum sehingga
mudah untuk
dikeluarkan.

Bronkodilator
-

meningkatkan ukuran

bronkodilator

lumen percabangan

(contoh

trakeobronkial

okstrifilin)

sehingga menurunkan
tahanan terhadap
aliran udara.
Berguna pada saat
respon inflamasi

mengancam hidup.

kortikosteroid
(prednison)

2.

Ketidakefektifan pola

Setelah diberikan

napas berhubungan

asuhan

frekuensi dan

mengkaji kualitas,

dengan penurunan

keperawatan

kedalaman

frekuensi dan

ekspansi paru

selama ...x24 jam

pernafasan,

kedalaman

sekunder akibat

diharapkan pola

laporkan setiap

pernafasan, kita

penumpukan cairan

napas efektif

perubahan yang

dapat mengetahui

ditandai dengan

dengan kriteria

terjadi.

sejauh mana

dispnea, RR>20

hasil :

x/menit, adanya

Kaji kualitas,

Dengan

perubahan kondisi
Irama,

pasien.

Baringkan pasien

penggunaan otot

frekuensi dan

dalam posisi

bantu pernapasan,

kedalaman

yang nyaman,

diafragma

irama napas tidak

pernafasan

dalam posisi

memperluas daerah

teratur.

dalam

duduk, dengan

dada sehingga

normal

kepala tempat

ekspansi paru bisa

(RR=12-20

tidur ditinggikan

maksimal.

x/menit).

60 90 derajat.

Pada

batas

Penurunan

pemeriksaan

Observasi tanda-

sinar X dada

tanda vital (suhu,

RR dan tachcardi

tidak

nadi, tekanan

merupakan

ditemukan

darah, RR dan

indikasi adanya

adanya

respon pasien).

penurunan fungsi

akumulasi
cairan.

Peningkatan

paru.

Bunyi

Kolaborasi

Pemberian

dengan tim

oksigen dapat

nafas

medis lain untuk

menurunkan beban

vesikuler

pemberian O2

pernafasan dan

dan obat-obatan

mencegah

serta foto thorax.

terjadinya sianosis

Tidak ada
penggunaan
otot bantu

akibat hiponia.

pernapasan

Dengan foto thorax


dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya
cairan dan
kembalinya daya
kembang paru.

3.

Kekurangan Volume
cairan berhubungan
dengan kehilangan
volume cairan aktif
ditandai dengan Klien
tampak lmah Klien
tampak pucat,TD :
90/50 mmHg,Nadi
130x/menit teraba
lemah,RR
20x/menit,Suhu 35 C

Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
selama...x24 jam
diharapkan status
neurologis klien
membaik dengan
kriteria hasil:
- Mukosa bibir
lembab
- Turgor kulit
normal

Pasang 2 line IV
dengan cairan IV
normal
Salin
atau RL secara
cepat

Lalukan
Pemasangan
Kateter
urine,
Pantau masukan

Resusitasi cairan
penting
untuk
mengembalikan
keadekuatan
volume

Perubahan tekanan
darah dan nadi dapat
digunakan untuk
perkiraan kasar
kehilangan darah.

4.

,CRT > 2 detik, Akral - CRT < 2 detik


dingin, Turgor lambat, - TTV dalam
keadaan normal
Diaphoresis, Wajah
TD
:
pucat
110-140/6090mmHg
Nadi :
60-100x/menit
RR
:
16-24x/menit
Suhu :
36,5-37,50C
- Output urine
dalam batas
normal : dewasa
= 0,5-1 cc / kg /
jam ; pediatrik
=1-2cc/kg/jam
- Tidak terjadi
oliguria maupun
anuria

dan
haluaran,
karakter,

perkiraan
kehilangan yang
tak terlihat, misal
berkeringat, ukur
berat jenis urine,
observasi
oliguria
Pantau tanda tanda vital.

Kerusakan pertukaran

Setelah diberikan

Mandiri

gas berhubungan

asuhan

- kaji dispnea,

dengan penurunan

keperawatan

takipnea, tak

efek luas pada paru

kapasitas difusi paru

selama .. x 24 jam

normal /

dari bagian kecil

ditandai dengan

diharapkan

menurunnya bunyi

bronkopneumonia

adanya dispneu saat

kerusakan

nafas, peningkatan

sampai inflamasi

melakukan aktivitas,

membran alveolar

upaya pernafasan,

difusi luas, nekrosis,

SaO2 <95%, pH asam

klien dapat teratasi

terbatasnya

effusi pleural, dan

(<7,35), Hasil AGD

dengan outcome :

ekspansi dinding

fibrosis luas. Efek

dalam batas normal

- klien tidak

dada, dan

pernafasan dapat dari

(PCO2 : 35-45

mengalami

kelelahan

ringan sampai dispnea

mmHg, PO2 : 95-100

dispnea saat

berat dan bisa juga

mmH

melakukan

sampai distres

aktivitas

pernafasan.

Memberikan
informasi tentang
keseimbangan
cairan
sebagai
pedoman
untuk
penggantian cairan.

Perubahan tekanan
darah dan nadi
dapat digunakan
untuk perkiraan
kasar kehilangan
darah

TB paru menyebabkan

- kilen tidak
mengalami
kelelahan
- SaO2 dalam

- evaluasi perubahan

Akumulasi sekret /

pada tingkat

pengaruh jalan nafas

kesadaran. Catat

dapat mengganggu

batas normal

sianosis dan atau

oksigenasi organ vital

(>95%), pH

perubahan pada

dan jaringan.

darah netral

warna kulit,

(7,35-7,5) PO2

termasuk membran

(80-100)

mukos dan kuku.


pasien
- tingkatkan tirah

Menurunkan konsumsi

baring / batasi

oksigen atau

aktivitas dan bantu

kebutuhan selama

aktivitas perawatan periode penurunan


diri sesuai

pernafasan dapat

keperluan.

menurunkan beratnya
gejala.

Kolaborasi
- Monitor GDA
-

Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya
penanganan yang
lebih. adekuat atau
perubahan terapi.

- berikan oksigen

Membantu mengoreksi

tambahan yang

hipoksemia yang

sesuai

terjadi sekunder
hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.

5.

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral berhubungan

Setelah diberikan
asuhan
keperawatan

Mandiri :

Pertahankan

mempertahankan
kepatenan

jalan

dengan penurunan
aliran darah ke
serebral ditandai
dengan klien
mengeluh pusing,
tekanan darah klien
90/60mmHg, nadi
klien 124x/menit,
nadi teraba lemah, RR
klien 20x/menit, suhu
tubuh klien 35

3.

selama...x24 jam
diharapkan status
neurologis klien
membaik dengan
kriteria hasil:
- Pusing, skala 5
(none)
- Status
kongnitif,

skala 5 (not
compromised)
- Tekanan darah
dalam batas
normal 120/80
mmHg, skala

5 (not
compromised)
- Nadi dalam
batas normal
(60100x/menit),
skala 5 (not

compromised)
- RR dalam
batas normal,
skala 5 (not
compromised)
- Suhu tubuh
dalam batas
normal (3637) 0,5 C,
skala 5 (not
compromised)

Evaluasi
Evaluasi dibuat berdasarkan kriteria hasil

kepatenan jalan
nafas.

nafas

bertujuan

untuk

mencegah

terputusnya aliran
oksigen

ke

otak

sehingga
mencegah
terjadinya hipoksia
Monitor

aliran

oksigen.

Monitor

jaringan otak.

untuk
mempertahankan
masukan oksigen
adekuat sesuai
dengan kebutuhan.

memonitor tandatanda vital penting


untuk mengetahui
keadaan umum dan
status keefektifan
perfusi jaringan.
Adanya bradikardi
dapat terjadi
sebagai akibat
adanya kerusakan
otak

tanda-

tanda vital

Monitor kualitas
dan
nadi

frekuensi

C. PENDIDIKAN KESEHATAN YANG DIBERIKAN KEPADA PASIEN


MAUPUN KELUARGA PASIEN
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya meliputi :
pengertian penyakit TB Paru, penyebab penyakit TB Paru, cara pencegahan
penyakit TB Paru, cara penularan penyakit TB Paru, dan cara pengobatan
penyakit TB Paru.
1. Pengertian Penyakit TB Paru

Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri

berbentuk

batang

(basil)

yang

bernama

Mycobacterium

tuberculosis.
2. Penyebab Penyakit TB Paru
Penyebab penyakit TB Paru adalah bakteri berbentuk batang (basil)
yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis memiliki beragam jenis dan jenis yang
paling sering dijumpai pada penyakit TB Paru adalah Mycobacterium
tuberculosis hominis.
3. Tanda dan Gejala Penyakit TB Paru
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena
penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih
dahulu yaitu,
demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang

timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa
lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti
menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium
dan foto rontgen.

4. Cara Pencegahan Penyakit TB Paru


Pencegahan

yang

dapat

dilakukan

untuk

menghindari

penyakit

tuberculosis paru cukup sederhana, yaitu pola hidup sehat adalah kuncinya
karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman penyebab
tuberculosis paru, yakni Mycobacterium tuberculosis. Dengan pola hidup
sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan

perlindungan sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman penyebab


tuberculosis paru, tidak akan timbul gejala.
Pola hidup sehat adalah dengan:
mengkonsumsi makanan yang bergizi,
selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita,
rumah harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak
lembab),
selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
5. Cara Penularan Penyakit TB Paru
Pada umumnya proses penulran penyakit TB Paru ini adalah melalui
percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa ahli
mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga
melalui debu, alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman
yang masuk dalam tubuh akan memperbanyak diri di paru-paru, lamanya
dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat
berbulan-bulan sampai tahunan.
6. Cara Pengobatan Penyakit TB Paru
Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita
mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan
rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, dan mengkonsumsi makanan
yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya, serta
menjaga kebersihan lingkungan di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000.
Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Green, Chris. 2006. TB & HIV. Spiritia : Jakarta

Irawan, Didik. 2010. TB Penyebab Kematian HIV. http://harianjoglosemar.com/.


(akses : 24 Juni 2010)
Mansur, Shahril. 2009. TB dan HIV. http://kawanilmu.blogspot.com/2009/08/tbdan-hiv.html. (akses : 24 Juni 2010)
Nanda. 2005 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Price S.A., Wilson L.M.. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 4, Buku. EGC : Jakarta
Tucker, Susan Martin ; dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai