0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
30 tayangan11 halaman
Paramecium aurelia memiliki dua inti, makronukleus dan mikronukleus. Paramecium melakukan pembuahan sendiri (autogami) yang menghasilkan keturunan homozigot. Pada strain tertentu ditemukan fenomena 'pembunuh' yang disebabkan oleh bakteri simbion Caedobacter taeniospiralis. Keberadaan bakteri ini menentukan sifat 'pembunuh' atau tidaknya sel meski tergantung pada gen di nukleus.
Paramecium aurelia memiliki dua inti, makronukleus dan mikronukleus. Paramecium melakukan pembuahan sendiri (autogami) yang menghasilkan keturunan homozigot. Pada strain tertentu ditemukan fenomena 'pembunuh' yang disebabkan oleh bakteri simbion Caedobacter taeniospiralis. Keberadaan bakteri ini menentukan sifat 'pembunuh' atau tidaknya sel meski tergantung pada gen di nukleus.
Paramecium aurelia memiliki dua inti, makronukleus dan mikronukleus. Paramecium melakukan pembuahan sendiri (autogami) yang menghasilkan keturunan homozigot. Pada strain tertentu ditemukan fenomena 'pembunuh' yang disebabkan oleh bakteri simbion Caedobacter taeniospiralis. Keberadaan bakteri ini menentukan sifat 'pembunuh' atau tidaknya sel meski tergantung pada gen di nukleus.
termasuk protozoa uniseluler yang mampu berkembangbiak secara seksual dan aseksual memiliki dua jenis inti vegetative yaitu makronukleus dan mikronukleus Proses pembuahan diri, disebut autogamy, yang mengakibatkan keturunan yang dihasilkan bersifat homozigot
Autogami
Pada strain tertentu
Paramecium aurelia ditemukan adanya fenomena 'pembunuh' (killer)
T.M. Sonneborn, mengamati
bahwa sel P. aurelia yang mengandung partikelpartikel kappa akan
Senyawa beracun ini
selanjutnya disebut sebagai paramesin, sedangkan partikel-partikel kappa ternyata merupakan bakteri simbion yang kemudian dikenal dengan nama Caedobacter taeniospiralis
Pertama, kedua sel
tidak bertukar materi sitoplasmik tetapi hanya bertukar mikronuklei sehingga diperoleh dua kelompok sel, yakni sel pembunuh dan sel bukan pembunuh yang kedua-duanya bergenotipe Kk.
K+ x kk KK (sel pembunuh) kk (sel bukan pembunuh) Yang berasal dari sel pembunuh dan bukan sel pembunuh.
Dengan demikian, dari hasil tersebut
tampak jelas bahwa sifat pembunuh atau bukan pembunuh ditentukan oleh ada tidaknya partikel kappa di dalam sitoplasma walaupun partikel itu sendiri keberadaannya bergantung kepada gen K di dalam nukleus.
Kemungkinan ke dua terjadi
pertukaran materi sitoplasmik di antara kedua sel sehingga hanya diperoleh satu kelompok sel, yakni sel pembunuh yang bergenotipe Kk. Jika sel-sel ini melakukan autogami, maka akan diperoleh sel pembunuh (KK) dan sel bukan pembunuh (kk) dengan nisbah 1 : 1.