Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Grafit
Grafit berasal dari kata Yunani graphein yang
berarti menulis. Dan memang pada dasarnya grafit digunakan
untuk menulis sejak pertama kali pensil mulai diproduksi yaitu
sekitar abad ke 15. Grafit merupakan salah satu bentuk
allotropi dari karbon dengan konfigurasi elektron sp2 dengan
struktur berupa jaringan planar heksagonal biasanya disebut
struktur HCP (Hexagonal Closed Pack). Grafit memiliki sifat
fisik diantarnya berwarna hitam, mempunyai masa jenis
sebesar 2,26 g/cm3 pada temperatur 300K tekanan 1 atm, dan
beberapa sifat fisik lain seperti yang ditunjukkan oleh tabel 2.1

Gambar 2.1 Struktur Kristal Grafit (Briand Rand, 2009 )


Dengan struktur kristal yang demikian seperti
diilustrasikan pada gambar 2.1,
grafit dapat dikatakan
berbentuk tiga dimensi dengan ikatan kimia berupa ikatan
kovalen. Grafit mempunyai ikatan yang lebih kuat pada daerah

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
planenya dibandingkan dengan ikatan antar plane yang
mempunyai ikatan lebih rendah daripada ikatan van der walls
(Brian Rand, 2009).
Tabel. 2.1 Sifat Fisik dari Grafit.
Sifat Fisik dari grafit
Bentuk kristal
Lattice Parameter
warna
densitas pada 300K, 1atm
volume atomik
Titih didih
Heat of Fusion
Pauling Electronegativity

Heksagonal
ao= 0,246 nm
co= 0,671 nm
Hitam
2,26 gr/cm3
5.315 g/cm3
4560 K
46,84 kJ/mol
2.4
Sumber: (Pierson, 1993)

2.1 Grafit Oksida


Apabila grafit dioksidasi menggunakan osidator yang
kuat semisal asam klorida atau asam sulfat, grafit akan
berubah menjadi grafit oksida. Grafit oksida terdiri dari
beberapa lapisan graphene oksida yang bersifat hidrofilik.
Sampai saat ini telah dilakukan berbagai macam riset untuk
menentukan bagaimana struktur kimia dari grafit oksida, akan
tetapi hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa
literatur. Meskipun demikian pada beberapa literatur, struktur
kimia dari grafit oksida dimodelkan dengan menggunakan
solid-state C NMR spektroskopi. Dari pengamatan tersebut
terlihat bahwa grafit oksida memiliki ikatan dengan hidroksil
atau berikatan dengan epoksi. Komponen lain yang terdapat
Bab II Tinjauan Pustaka

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
dalam grafit oksida ialah karbosiklik atau karbonil dengan
jumlah yang relatif sedikit (Sungjin Park, 2009).
Pada tahun 1859 Brodie pertamakali memaparkan cara
pembuatan grafit oksida (GO) dengan menambahkan potasium
klorit ke dalam grafit yang dicampurkan dengan larutan asam
nitrida. Pada tahun 1898, Staudenmaier mengimprovisasi
metode Brodie dengan menggunakan asam sulfida dan juga
menambahkan klorida. Dengan metode yang demikian
dihasilkan GO dengan oksidasi tingkat oksidasi tinggi.
Selanjutnya pada tahun 1958, Hummers melakukan penelitian
untuk mensintesis GO. Metode yang dilakukan oleh Hummers
adalah metode yang sekarang umumnya dilakukan untuk
mensintesis GO. Metode ini mengoksidasi grafit dengan cara
mereaksikannya dengan KMnO4 dan NaNO3 dalam larutan
asam sulfat. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat.
Dengan adanya asam sulfat, kalium permanganat akan
bereaksi dan membentuk bimetalilic heptoxide. Seperti yang
terdapat pada gambar 2.2, senyawa yang terbentuk akibat
reaksi tersebut memiliki sifat yang lebih reaktif dibandingkan
dengan monometallic tetraoxide. Selain lebih reaktif, apabila
senyawa tersebut dipanaskan dengan temperatur lebih dari 550
C senyawa tersebut dapat menimbulkan ledakan.

Gambar.2.2 Proses pembentukan dimanganeseheptoxide


(Dreyer Daniel R., 2010)
Proses oksidasi pada grafit dimulai ketika grafit
bereaksi dengan reaktan pada temperatur dibawah 50C. Grafit
akan berubah menjadi graphite intercalation compound (GIC)
yang membuat grafit lebih mudah untuk dioksidasi. Selama
proses oksidasi gugus fenol akan terbentuk pada daerah tepi
Bab II Tinjauan Pustaka

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
graphene oxide karena reaksi dengan KMnO4/H2SO4. Seperti
yang ditunjukan oleh gambar 2.3. Pada awal proses oksidasi
gugus yang terbentuk adalah gugus fenol. Karena adanya
proses oksidasi secara terus menerus, pada sisi lain gugus
fenol berubah menjadi gugus eter karena kondensasi (gambar
2.3 (c) oval). Pada sisi yang lain, gugus fenol pada tepi yang
lain teroksidasi dan berubah menjadi gugus keton (gambar 2.3
(c) kotak). Gugus keton yang terbentuk akan berubah menjadi
gugus COOH yang kemungkinan merupakan gugus karboksil
atau karbonil. Karena adanya efek elektropilik dan mekanisme
anionik, gugus COOH akan dengan mudah mengalami
dekarboksilasi dan ikatan C-C akan hilang. Jika tiga atom
karbon yang berikatan dengan atom hidrogen pada salah satu
tepi teroksidasi, maka CH2 akan terbentuk (gambar 2.3 d
oval).

Gambar 2.3 Mekanisme oksidasi pada grafit (Shao Gulin dkk,


2012)

Bab II Tinjauan Pustaka

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Daniela C. Marcano, dkk melakukan improvisasi pada
metode Hummers untuk menghasilkan GO. Pada penelitian
tersebut modifikasi dilakukan pada rasio penambahan KMnO4,
seperti yang terlihat pada gambar 2.4. Dari penelitian tersebut
dengan menggunakan improvisasi dari methode hummers
didapatkan GO dengan properties yang lebih baik.

Gambar 2.4 Proses Pembuatan GO (Daniela C. Marcano dkk,


2010)
2.3 Graphene Oksida
Graphene oksida (GO) diperoleh dengan proses
ultrasonikasi dari garfit oksida. Seperti yang telah dipaparkan
di atas, ketika grafit dioksidasi dengan oksidator yang kuat
maka akan terbentuk grafit oksida. Dengan adanya proses
ultarsonikasi pada grafit okisida akan menyebabkan lapisanlapisan pada grafit oksida terkelupas dan berubah menjadi
graphene oksida. Pada gambar 2.5, menunjukan struktur kimia
graphene oksida. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
graphene okisida merupakan graphene yang berikatan dengan
gugus karboksil, karbonil, dan ester. (Songfeng Pei, 2011)

Bab II Tinjauan Pustaka

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.5 Struktur kimia graphene oksida (Songfeng Pei,


2011)
2.4 Proses Reduksi Graphene Oksida
Proses reduksi graphene oksida dilakukan agar
diperoleh graphene. Untuk mendeterminasikan efek dari
proses tersebut dapat dilihat dari beberapa perubahan yang
terjadi pada graphen oksida. Seperti terjadinya perubahan
warna pada larutan seperti yang terjadi pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Perubahan yang terjadi pada graphene oksida


karena proses reduksi (Songfeng Pei, 2011)
Bab II Tinjauan Pustaka

10

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Efek lain yang menjadi indikator ialah rasio atomik
antara atom karbon dan atom oksigen. Hal yang
mengindikasikan terjadinya oksidasi apabila rasio antara atom
karbon dan atom oksigen meningkat. Semakin besar rasio
yang didapatkan hal tersebut mengindikasikan bahwa proses
reduksi berjalan dengan maksimal. Untuk menentukan rasio
tersebut, biasanya diukur dengan menggunakan X-ray photo
electron spectrometri (XPS).
Ada beberapa metode reduksi graphene diantaranya adalah :
1. Reduksi Thermal
Proses reduksi ini dilakukan dengan mereduksi
Graphene oksida melalui perlakuan panas. Salah
satunya dengan termal anealing. Mekanisme
pengelupasannya terjadi akibat dari ekspansi gas CO
atau CO2 yang terbentuk akibat dari proses
pemanasan. Dengan adanya proses pemanasan yang
cepat, oksigen yang berikatan dengan gugus
fungsional pada graphene oksida, akan berikatan
dengan atom C, dan terdekomposisi menjadi gas. Gas
yang terbentuk ini menimbulkan tekanan yang tinggi
pada graphene oksida, sehingga proses pengelupasan
dapat terjadi.
2. Reduksi Kimiawi
Proses reduksi ini menggunakan bahan kimia sebagai
reduktor dari graphene oksida. Metodenya dapat
dilakukan dengan menambahakan Chemical Reagent
seperti hidrazin pada graphene oksida. Metode lain
yang dapat digunakan ialah dengan reduksi
fotokatalis. Graphene oksida direduksi dengan
menggunakan reaksi photo-chimical menggunakan
photo-catalist seperti TiO2 yang kemudian dipaparkan
sinar ultarviolet untuk memulai reaksinya.

Bab II Tinjauan Pustaka

11

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.7 Reaksi photo-chemicals pada GO (Songfeng Pei,


2011)
2.5 Graphene
Graphene merupakan bentuk dua dimensi dari grafit,
struktur kristal berupa hexagonal yang berbentuk seperti
sarang lebah dan mempunyai konfigurasi elektron sp2. Satu
unit sel graphene terdiri dari dua atom karbon yang berikatan
dengan ikatan seperti terlihat pada gambar 2.8 (a). Setiap
atom karbon pada lattice memiliki orbital yang
menyebabkan dislokalisasi jaringan pada elektron. Pada
gambar 2.8 (b) menunjukkan bahwa dimensi lateral dari
graphene diperkirakan sebesar 8 -10 nm. Graphene merupakan
konduktor yang baik karena elektron dapat mengalir dengan
mudah pada graphene dibandingkan dengan tembaga.
Menurut Zhu dkk, graphene mempunyai theoritical
specific surface area yang besar (2630 m2g-1), mobiltas intrisik
sekitar 200 000 cm2v-1s-1, modulus young sekitar 1Tpa,
kondukstivitas thermal sampai 5000 Wm-1K-1, dan transmisi
optik sebesar 97,7%, selain itu graphene merupakan meterial
yang fleksibel sehingga dapat dibentuk sesuai dengan desain
yang dinginkan. Mobilitas intrisik yang besar tersebut terjadi
karena pada material graphene murni, band gap antara pita
konduksi dan pita valensi hampir tidak ada, sehingga akan
memudahkan elektron untuk mengalir dari atom karbon yang
Bab II Tinjauan Pustaka

12

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
satu ke atom karbon yang lain. Dengan properties yang
demikian, menjadikan graphene merupakan sebuah material
yang sangat menarik untuk diteliti dan dikembangkan.

Gambar 2.8 Struktur kristal graphene ( Zhu dkk, 2010 )

2.5.1 Sifat Elektrik Graphene


Seperti yang telah dipaparkan diatas, graphene
memiliki sifat elektrik yang baik. Observasi secara eksperimen
dari cyclotron mass dependence pada akar kuadrat dari
densitas eletronik dari graphene mengindikasikan bahwa
terdapat massless Dirac-quasii partikel pada graphene. Dengan
nilai bandgap yang nyaris tidak ada, graphene memperlihatkan
efek elektrik ambipolar dan proses pembawa muatan dapat
berjalan secara kontinyu antara elektron dan hole pada
konsentrasi sebesar 1013 cm-2, dengan mobilitas pada
temperatur ruangan mencapai 15.000 cm2V-1s-1. Dengan
meminimalisir impuritas yang terdapat pada graphene,
mobilitas elektrik dari graphene dapat mencapai 200.000
cm2V-1s-1. Graphene seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.9
Bab II Tinjauan Pustaka

13

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
yang memiliki luasan tidak terbatas. Pada pojok pojok
Brillouin pertama, energi elektron pada pita konduksi bertemu
dengan energi pada pita valensi sehingga membentuk kerucut.
Pada titik kerucut inilah yang dinamakan dinamakan titik
dirac, dimana nilai energi berbanding lurus dengan
momentum, sehingga masa efektif elektron adalah nol.

Gambar 2.9 Hubungan Dispersi pada Graphene


2.5.2 Sifat Mekanik Graphene
Untuk mengetahui modulus young dari graphene,
beberapa penilitian menggunakan metode pengukuran nano
indentasi yang proses identifikasinya dibantu dengan AFM.
Metode ini dilakukan dengan cara mengindentasi monolayer
dari graphene seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.10.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan nilai modulus Young
graphene adalah 1,0 Tpa dan fracture strength sebesar 130
GPa. (Zhu dkk, 2010)

Bab II Tinjauan Pustaka

14

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.10 Proses Nanoindentasi Pada Monolayer


Graphene ( Zhu dkk, 2010)
2.5.3 Sifat Optik Graphene
Sifat optik pada graphene merujuk pada transparansi
yang dimiliki oleh material tersebut. Menurut zhu dkk,
graphene memiliki nilai transparansi konstan sebesar 97,7 %.
Nilai transparansi konstan yang besar tersebut didapatkan
karena graphene memiliki high-frequency konduktivitas yang
tinggi pada Dirac Fermionsnya. Seperti yang terlihat pada
gambar 2.11, gambar (a) menunjukkan bahwa graphene
memiliki transparansi yang tinggi. Transaparansi konstan
diperoleh dengan menggunakan metode perbandingan
transparansi dengan udara. Pada gambar tersebut terlihat
bahwa cahaya yang tertransparansikan pada graphene mimiliki
intensitas yang tidak jauh berbeda dengan cahaya yang
tertransparansikan pada udara. Sedangkan pada gambar (b)
menjelaskan bahwa beberapa lapis graphene masih dapat
terlihat pada pengamatan secara optik.

Bab II Tinjauan Pustaka

15

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.11 (a) foto dari 50 m apartur yang dibuat dari


monolayer graphene dan bilayer graphene, (b) graphene
dengan beberapa layer
2.5.4 Metode Sintesis Graphene
Graphene dapat disintesis dengan beberapa metode.
Yaitu yang paling sederhana menggunakan metode
mechanical exfolation yang merujuk pada metode scocth tape.
Melalui metode ini, graphene disintesis dari kristal grafit.
Graphene diperoleh dengan cara pengelupasan secara bertahap
menggunakan tape. Graphene yang dihasilkan dari metode ini
merupakan graphene dengan struktur yang mendekati
sempurna akan tetapi kekurangan dari metode ini ialah metode
ini belum bisa diterapkan untuk produksi masal graphene.
Metode selanjutnya adalah CVD (Chemical Vapor
Deposition). Pada metode ini graphene ditumbuhkan melalui
media substrat seperti Ni dan Cu seperti yang terlihat pada
gambar 2.12. Logam-logam ini dipilih karena dapat dikikis
dengan proses etsa sehingga graphen yang dihasilkan tidak
terikat pada substrat logam. Gas yang digunakan untuk proses
sintesis ini ialah metana dan hidrogen. Proses pertumbuhan
graphene terjadi akibat adanya perbedaan kelarutan atom
karbon yang ditimbulkan dari perbedaan temperatur. Pada
Bab II Tinjauan Pustaka

16

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
awalnya temperatur dinaikkan kelarutan karbon dalam substrat
naik sehingga atom karbon yang berasal dari gas terlarut akan
larut dalam substrat. Pada saat temperatur diturunkan maka
kelarutan atom karbon dalam substrat akan menurun, dengan
keadaan yang demikian maka atom karbon akan terinisiasi
untuk keluar dari substrat dan membentuk graphene pada
permukaan. Metode ini dapat digunakan untuk produksi
graphene secara massal, akan metode ini memakan biaya yang
tinggi pada prosesnya.

Gambar 2.12 Graphene hasil dari proses CVD (Avouris,


2012)
Metode lain yang dapat digunakan ialah melalui
proses eksfoliasi atau pengelupasan secara kimiawi. Proses ini
diawali dengan pembentukan graphene oksida dengan cara
mengoksidasi grafit . metode oksidasi ini disebut metode
hummers. Setelah proses oksidasi dilakukan, lembaran
graphene dapat dihasilkan dari proses reduksi graphene
oksida. Proses reduksi dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, salah satunya melarutkannya dengan air dengan
disertai proses ultrasonikasi. Proses reduksi lain yang dapat
digunakan ialah dengan menggunakan proses solvothermal.
Proses ini menggunakan media thermal dan juga larutan kimia
untuk menginisiasi proses reduksi graphene oksida. Metode ini
yang sekerang sedang banyak dikembangkan, karena untuk
produksi graphen secara masal dengan menggunakan metode
ini hal tersebut dapat dicapai dengan biaya yang relatif rendah.
Bab II Tinjauan Pustaka

17

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Berdasarkan sifat sifat yang dimiliki graphene dapat
diaplikasikan dalam berbagai hal. Contohnya transistor seperti
pada gambar 2.13, transistor yang terkait dengan konduktivitas
elektron yang dimiliki oleh graphene. Dengan sifat kimia yang
mampu mengadsorbsi maupun mendesorbsi beberapa molekul,
graphene juga dapat diaplikasikan sebagai sensor kimia.

Gambar 2.13 a). Transitor yang terbuat dari graphene,


b)Cross section hasil penganatan dengan TEM. (Avouris,
2012)
2.6 Metode Hydrothermal
Hydrothermal merupakan sebuah proses reaksi kimia
yang melibatkan zat pelarut pada suatu sistem tertutup dengan
melibatkan temperatur yang lebih tinggi dari titik didih zat
pelarut yang digunakan dalam reaksi. Dengan melibatkan
temperatur yang tinggi pada prosesnya, maka pada metode
Bab II Tinjauan Pustaka

18

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
hydrothermal akan melibatkan tekanan yang tinggi pada
prosesnya. Seberapa besar temperatur yang digunakan dalam
proses akan bergantung pada termodinamika dari reaksi untuk
memperoleh produk akhir yang diinginkan.
Reaksi pembentukan dilakukan dengan menggunakan
media tertutup yang disebut dengan autoclave. Autoclave
merupakan sebuah peralatan yang terbuat dari stainless steel,
dengan wadah yang terbuat dai teflon di dalamnya.

Gambar 2.14 Teflon dan penutupnya, bejana (container),


sekrup, piringan penekan bagian atas, pringan penekan
bagian bawah,, cakram, spring.[dari kiri ke kanan]

Seperti yang terlihat pada gambar 2.14, sebuah


autoclave terdiri dari beberpa bagian. Diantaranya adalah,
tabung stainless steel, teflon liner, dan pegas. Elemen-elemen
tersebut merupakan elemen dasar penyusun autoclave untuk
memenuhi standar keamanan proses. Karakteristik dari proses
Bab II Tinjauan Pustaka

19

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
hydrothermal/solvothermal ialah sistem yang digunakan selalu
pada keadaan kondisi yang tidak ideal dan non equilibrium.
Disamping hal tersebut, pelarut yang digunakan selama reaksi
akan mengalami keadaan dimana fasenya berada pada daerah
dekat critical, critical, atau supercritical. Dengan kondisi
tersebut, maka keamanan pada prosesnya harus diperhatikan
dengan maksimal.
2.7 Kajian Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2 Perbandingan Beberapa Metode Reduksi Graphene
Referensi
Stankovich
S dkk, 2007
Li D dkk,
2008
Becerril
HA dkk,
2008
Wang X
dkk, 2008

Shin H-J
dkk, 2009

Metode
Sintesa
Hydrazine
Hydrate
Reduksi
dengan
menggunkan
hidrazine pada
media koloid
thermal
anealling pada
1100 C, UHV
thermal
anealling pada
1100 C pada
atmosfer
Ar/H2
150 mM
larutan
NaBH4,
reduksi selama

Bab II Tinjauan Pustaka

Bentuk
akhir

C/O
rasio

(S/m)

powder

10,3

film

NA

72

TCF

NA

1000

TCF

NA

727

TCF

8,6

0,045

20

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2 jam

uap hydrazine
Yang D
dkk, 2009

thermal
anealling pada
temperatur 900
C, UHV

film

8,8

NG

14,1

NG

4,78

0,823

8,57

16,6

>246

202

12,5

77

12,5

99,6

NA
NA

4,8
1,910-3

Multi Step
treatmen:

Gao W dkk,
2009

Fernandes Merino MJ
dkk, 2010

(I) Larutan
NaBH4
(II) H2SO4
pekat pada
temperatur 180
C selama 12
jam
(III) Thermal
Anealing
dengan
temperatur
1100C pada
atmosfer
Ar/H2
Vitamin C
Hydrazine
Monohidrate
Pyrogallol
KOH

Bab II Tinjauan Pustaka

powder

film

21

Laporan Tugas akhir


Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Pei S dkk,
2010
Zhing Gang
Geng dkk,
2012

Liu Panbo,
Huang
Ying,
Wang Lei,
2013

55% HI
reductions
Serbuk Zn
dengan variasi
waktu reduksi
5 menit, 15
menit, 30
menit
serbuk Zn
dengan
suasana asam
dengan waktu
reduksi 30
menit

Bab II Tinjauan Pustaka

film

> 14,9

298

film

13.7

Resistan
ce = 2
k/m2

8.2

650

22

Anda mungkin juga menyukai