Anda di halaman 1dari 16

UJI REDUKSI BIJI PELLET YANG DICAMPUR

DENGAN BATUBARA DALAM PROSES


DAUR ULANG PADA INDUSTRI BAJA

Dari penelitian : Dr. Fatah Sulaiman, S.T., M.T.

Sumber penelitian yang dikaitkan :

Pengaruh Temperatur dan Jenis Reduktor


pada Pembuatan Sponge Iron Menggunakan
Teknologi Direct Reduced Iron dalam Rotary
Kiln.

Dari penelitian : Suharto, Supriyatna, dkk


Proses pembuatan baja di PT. Krakatau
Steel Cilegon – Bandten Indonesia didominasi
oleh bahan baku besi spons (reduksi
langsung). Proses tersebut diperoleh dengan
reduksi langsung pellet bijih besi (Fe2O3) di
dalam reaktor HYL III PLTN DR (Direct
Reduction) dengan menggunakan H2 dan CO
sebagai gas pereduksi.
Bijih besi adalah batuan yang mengandung
mineral besi seperti silika, alumina, magnesia dan
nikel. Umumnya bijih besi lebih mudah berikatan
dengan unsur oksigen sehingga di alam besi lebih
banyak berbentuk oksida seperti hematite (Fe2O­3),
magnetite (Fe3O4), geothite (Fe2O3.H2O) atau
limonite (2Fe2O3.nH2O). Sebelum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan besi baja, bijih
besi yang masih dalam bentuk oksida harus melalui
suatu tahapan proses tertentu. Tahapan proses
tersebut dibutuhkan untuk melepaskan sejumlah
oksigen yang terikat pada bijih besi sehingga pada
akhirnya yang tersisa pada bijih besi tersebut
hanya Fe dalam bentuk logamnya, tahapan proses
ini disebut reduksi bijih besi. Proses reduksi ini ada
2 macam yaitu proses reduksi langsung dan proses
reduksi tidak langsung
Your Picture Here and Send to Back

KINETIKA LAJU REAKSI

faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut adalah :


1. Konsentrasi reaktan
2. Temperatur operasi
3. Pengadukan atau kecepatan aliran gas (peningkatan efektifitas kontak dan reaktan)
4. Pengaruh ukuran dan bentuk partikel (khusus untuk padatan)
Ditinjau dari jumlah fasa yang terlihat dalam suatu reaksi, maka jenis reaksi dapat
digolongkan dalam 2 kategori, yaitu : reaksi homoge dan reaksi heterogen.
Reaksi reduksi yang terjadi dalam beberapa faktor yang mempengaruhi
kinetika laju reaksi adalah sebagai berikut :
CaCO3 → CaO + CO2 ΔG = -80.3 kJ/mol (1)
CaO + C + S → CaS + CO ΔG = -33.9 kJ/mol (2)
2P + 5(FeO) + 3(CaO) → (3CaO.P2O5) + 5Fe ΔG = -267.3 kJ/mol (3)

laju reaksi dapat dinyatakan dengan rumus :


Laju reaksi = -(dt/dc) = k . A. C
Keterangan :
C = konsentrasi reaktan
t = waktu
k = tetapan laju reaksi
A = luas permukaan kontak
(-) = penurunan konsentrasi reaktan
MEKANISME REAKSI

Reduciability dari besi oksida sangat dipengaruhi oleh porositas


yang dimiliki oleh besi oksida tersebut. Semakin tinggi porositas
maka akan mempermudah difusi gas pereduktor CO pada besi
oksida sehingga akan meningkatkan laju reduksi. Pellet hasil
aglomerisasi memiliki prositas yang jauh lebih tinggi daripada
pellet yang disinter, sehingga reduciability pellet hasil aglomerisasi
jauh lebih tinggi daripada pellet hasil sinter
MEKANISME
REAKSI
PEMBENTUKAN ADSORPSI GAS PADA
GAS REDUKTOR BESI OKSIDA
Pada temperatur tinggi, rekasi antara karbon dengan oksigen
akan membentuk gas CO menurut reaksi :
C + O2 → CO2
C + CO2 → 2CO
Karbondioksida yang dibentuk dapat bereaksi kembali
dengan karbon sehingga terbentuk karbonmonoksida sesuai
dengan reaksi boudouard. Karbon tersebut berasal dari
karbon dan gas CO yang merupakan gas reduktor yang akan
mereduksi besi oksida. Pada proses pembakaran karbon
terjadi pembentukan lapisan film. Gas CO yang terbentuk
konsentrasinya lebih rendah bila dibandingkan dengan
konsentrasi gas CO pada fraksi padat.
Selain gas CO sebagai reduktor yang terbentuk dari
pembakaran tadi, dihasilkan juga abu yang mempengaruhi
jumlah molekul gas reduktor tiap satuan volume. Gas-gas
yang terjadi dipengaruhi oleh kecepatan molar transformasi
karbon padat tiap satuan waktu dan satuan volume. Proses
pembentukan gas CO berjalan seiring waktu, semakin lama
waktu reaksi maka semakin banyak karbon yang bereaksi
dengan karbondioksida membentuk karbonmonoksida yang
digunakan sebagai pereduktor
ADSORPSI GAS PADA BESI OKSIDA
Pada permukaan besi oksida akan terjadi bentuk ikatan baru, dari wustit berupa ikatan
kovalen menjadi besi metalik. Sedangkan disisi lain, terjadi desorpsi dimana ion oksigen dari
kisi oksida dakan keluar dalam bentuk gas CO 2. Pengurangan oksigen dalam besi oksida
dapat ditunjukkan dengan adanya beda konsentrasi gas CO 2 antara fasa gas dengan fasa
kesetimbangan pada permukaan besi oksida. Dengan demikian, oksigen yang dihilangkan tiap
satuan waktu dan satuan volume secara empiris dapat ditulis sebagai berikut :
V0 = KFe (n”CO2 – noCO2)
Sedangkan :
KFe = HFe (1 – R) (T/1173)2 . 1/n”CO2
Dimana :
V0 = jumlah oksigen yang dihilangkan (mol O/cm3.det)
VC = kecepatan molar transformasi karbon (mol C/cm3.det)
kFe = konstanta kecepatan reduksi (det-1)
n”CO2 = konsentrasi gas CO2 pada permukaan reaksi besi oksida (mol/cm 3)
n’CO2 = konsentrasi gas CO2 pada kesetimbangan reaksi permukaan karbon padat
(mol/cm3)

D
noCO2 = konsentrasi gas CO2 pada fase gas (mol/cm3)

D D
HFe = karakterisktik besi oksida
R = derajat reduksi = jumlah oksigen hilang/jumlah oksigen mula-mula

D
T = temperatur pengukuran proses (K)

D
Sebagai contoh, tumbukan secara langsung antara bijih besi dengan batubara akan membuat permukaan besi
telah tereduksi sempurna menjadi besi. Kemudian terjadi difusi atom C melalui lapisan logam besi menuju
permukaan besi oksida dengan reaksi :
FeO + C → Fe + CO ΔG = -8,41 Kkal
Karbondioksida yang dibentuk dapat bereaksi kembali dengan karbon sehingga terbentuk
3Fe2O3 + CO → 2Fe3O4 + CO2 ΔG = -211,29 kJ/mol
Fe3O4 + CO → 3Fe + CO2 ΔG = -35,564 kJ/mol

FeO + CO → Fe + CO2 ΔG = -344,91 kJ/mol


Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO
Fe3O4 + 4C → 3Fe + 4CO
FeO + C → Fe + CO
Hasil dari reaksi antara besi oksida dengan gas CO akan menghasilkan gas CO 2, kemudian akan bereaksi dengan
karbon yang masih tersisa sehingga menghasilkan gas CO kembali :
CO2 + C → 2CO ΔG = -12,41 Kkal
Jadi pada dasarnya proses reduksi adalah proses difusi atom C dan gas CO menuju permukaan besi oksida yang
kemudian mengikat atom O dan membawanya keuar sebagai produk berupa gas CO ataupun CO 2.
THERMODINAMIKA REDUKSI BIJI BESI

untuk mengetahui total suatu reaksi dapat dilihat dari nilai


perubahan energi bebasnya (ΔG), jika ΔG bernilai negatif maka
reaksi cenderung akan berubah secara spontan, sedangkan jika
bernilai positif maka reaksi cenderung akan berubah secara spontan
pada arah yang sebaliknya, dan ketika ΔG=0, menunjukkan bahwa
reaksi berada pada kondisi kesetimbangan. ΔG memiliki hubungan
dengan konstanta kesetimbangan (K), seperti dalam persamaan :
ΔG – ΔG0 = RT ln K
Hasil Uji Reduksi 30% batubara temperatur 950oC
dalam fungsi waktu

Dalam bentuk besi spons ditemukan bahwa pada


temperatur 950oC untuk kandungan batubara campuran
30 % menghasilkan metalisasi tertinggi yaitu 98% dan
kadar karbon tereduksi terkecil sebesar 1.5%.
Sumber penelitian yang dikaitkan :

Pengaruh Temperatur dan Jenis


Reduktor pada Pembuatan Sponge Iron Pengaruh Temperatur Terhadap Metalisasi
Menggunakan Teknologi Direct
Reduced Iron dalam Rotary Kiln. semakin tinggi temperatur reduksi yang
digunakan maka persen metalisasi semakin
Dari penelitian : tinggi. Persen metalisasi tertinggi dicapai pada
Suharto, Supriyatna, dkk temperatur 1200oC sebesar 96.7%. persen
metalisasi ini lebih rendah dibanding dengan
sponge iron hasil reduksi pelet komposit
magnetit-batubara. Sponge iron hasil reduksi
START pada temperatur 950oC menghasilkan metalisasi
98%, hal ini dikarenakan adanya meningkatan
logam Fe yang mengindikasikan terjadi reaksi
reduksi pelet komposit batubara tersebut
Grafik pengaruh temperatur terhadap %metalisasi sponge
iron dengan reduktor batubara dan arang kayu

Proses reduksi pelet komposit dilakukan pada temperatur


reduksi 1200oC selama 2 jam. Tampak kurva merah
mewakili pelet komposit dengan reduktor arang kayu
menghasilkan spongeiron dengan metalisasi yang lebih
tinggi sebesar 97.4% dibanding dengan reduktor batubara
subbituminus Lampung yang hanya menghasilkan
spongeiron dengan metalisasi 96.7% dengan
kecenderungan terus naik seiring dengan peningkatan
temperatur reduksi
KESIMPULAN
Proses reduksi dilakukan untuk memperbanyak dan menubah bahan halus
menjadi pellet baru, mengalirkan gas inert pada beberapa temperatur yang
digunakan. Pemanasan batubara pada proses pirolisis campuran sehingga
menghasilkan agen pereduksi gas CO dan mereduksi senyawa oksida
besi di dalam pelet.
Uji reduksi terbaik ditunjukkan dengan persentase metalisasi 98% pada
temperatur 950oC dan kandungan batubara pada campuran 30%. Oleh
karena itu, campuran batubara terbaik untuk kilang pellet-fines adalah
kadar batubara 30% selama temperatur reduksi antara 850oC hingga
950oC. persentase batubara ini memicu reduksi dari pembentukan gas CO
dari pemanasan batubara dan oksida besi dalam campuran pelet tanpa
gas.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai