DRAFT
2011
RINGKASAN
Pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Jawa Timur harus dipandang sebagai bagian
tidak terlepaskan dari wawasan nasional. Jawa Timur sebagai provinsi dengan penduduk besar dan
wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam
pembangunan ekonomi. Keberhasilan Ketahanan Pangan dan gizi di Jawa Timur sebagai wilayah
yang surplus pangan telah menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan pangan dan gizi nasional.
Oleh karena itu pemerintah Jawa Timur harus terus berupaya memacu pembangunan ketahanan
pangan dan gizi melalui programprogram yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan
pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015 ini diharapkan dapat
memantapkan ketahanan pangan dan Gizi, melalui: (1) meningkatkan stus gizi masyarakat
dengan memprioritaskan pada penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang anak balita menjadi 10
persen pada tahun 2015, (2) mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis
kemandirian untuk menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan
penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari, (3) meningkatkan keragaman konsumsi
pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari
dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman
konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) mendekati 100 pada tahun 2015. (4)
meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan
dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan
Dalam rencana aksi ini disusun melalui pendekatan lima pilar pembangunan pangan dan
gizi yang meliputi : (1) perbaikan gizi masyarakat, terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil, dan anak
melalui peningkatkan ketersediaan dan jangkauan pelayanan kesehatan berkelanjutan difokuskan
pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak baduta; (2) peningkatan
aksebilitas pangan yang beragam melalui peningkatan ketersediaan dan aksesibiltas pangan yang
difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin; (3) peningkatan pengawasan mutu dan
keamanan pangan melalui peningkatan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada
makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi; (4)
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat
dan peran pimpinan formal serta non formal, terutama dalam peribahan perilaku atau budaya
konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya
lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu; dan (5) penguatan kelembagaan
pangan dan gizi melalui penguatan kelembagaan pangan dan gizi di tingkat, provinsi, dan kabupaten
dan kota, serta sampai tingkat desa.
DAFTAR ISI
Table of Contents
RINGKASAN ........................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. 3
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................. 5
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................................... 6
I. PENDAHULIUAN ................................................................................................................................ 7
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................... 7
1.2. Tujuan Penyusunan ......................................................................................................................... 8
II. PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INVESTASI PEMBANGUNAN..................................................... 9
2.1. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan .................................................................... 9
2.2. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan dan Produktivitas .................................................................... 10
2.3. Pangan dan Gizi sebagai Penentu Daya Saing Bangsa. ................................................................. 11
2.4. Perbaikan Gizi adalah Intervensi Sangat Menguntungkan dalam Pembangunan ...................... 12
III. KERANGKA KONSEP IMPLEMENTASI RENCANA AKSI DAERAHPANGAN DAN GIZI
2011-2015 PROVINSI JAWA TIMUR............................................................................................ 15
3.1. Kerangka Penyebab Masalah Pangan dan Gizi ............................................................................. 15
3.2. Konsep Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015 ..................................... 17
IV. KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI JAWA TIMUR .......... 20
4.1. Gizi masyarakat ............................................................................................................................ 20
4.2. Aksesibilitas pangan ..................................................................................................................... 25
4.3. Mutu dan Keamanan Pangan ........................................................................................................ 35
4.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat .................................................................................................. 36
4.5. Kelembagaan Pangan dan Gizi .................................................................................................... 37
V. RENCANA AKSI PERCEPATAN TARGET PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI ................ 39
5.1. Tujuan ........................................................................................................................................... 39
5.2. Strategi .......................................................................................................................................... 39
5.3. Kebijakan ...................................................................................................................................... 39
5.4. Target sasaran ............................................................................................................................... 40
5.5. Prioritas Lokasi Sasaran ............................................................................................................... 43
5.6. Rencana Aksi ............................................................................................................................... 49
VI.PENUTUP .......................................................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 59
LAMPIRAN ............................................................................................................................................ 60
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
14
35
40
41
42
43
45
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
16
19
20
21
22
23
24
24
25
25
26
26
27
28
28
29
30
31
31
32
33
33
34
37
44
46
46
47
47
48
48
DAFTAR SINGKATAN
AGB
BBLR
BLT
CPMB
CDPB
FDA
GAKY
GAP
GDP
GHP
GKP
GMP
HDPP
HDR
HIV/AIDS
HPP
IMT
IPM
ISPA
KEK
KLB
KMS
KVA
LILA
LUEP
MDGs
MP-ASI
PAUD
PDB
PPH
RANPG
RPJMN
SDM
SDKI
SUVITAL
SKPG
SUSENAS
TBC
TGR
UPGK
WUS
WKNPG
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
I. PENDAHULIUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia
(SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat,
kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan
oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang
dikonsumsi. Oleh karena itu pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan warga negara
merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sementara itu, pengaturan
tentang pangan tertuang dalam Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang
menyatakan juga bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat. Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi ketahanan pangan
yaitu : kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Kecukupan pangan
yang baik mendukung tercapainya status gizi yang baik sehingga akan menghasilkan generasi
muda yang berkualitas.
Beberapa dampak buruk kurang gizi adalah: (1) rendahnya produktivitas kerja; (2)
kehilangan kesempatan sekolah; dan (3) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang
tinggi. Agar individu tidak kekurangan gizi maka akses setiap individu terhadap pangan harus
dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan
kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh
daya beli, yang berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang. Upaya-upaya
untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan pendidikan tersebut akan
mendukung komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), terutama pada sasaransasaran: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk
semua; (3) menurunkan angka kematian anak; dan (4) meningkatkan kesehatan ibu pada tahun
2015.
Pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Jawa Timur harus dipandang sebagai bagian
tidak terlepaskan dari wawasan nasional. Jawa Timur sebagai provinsi dengan penduduk besar dan
wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam
pembangunan ekonomi. Keberhasilan Ketahanan Pangan dan gizi di Jawa Timur sebagai wilayah
yang surplus pangan telah menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan pangan dan gizi nasional.
Oleh karena itu pemerintah Jawa Timur harus terus berupaya memacu pembangunan ketahanan
pangan dan gizi melalui programprogram yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan
pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kejadian rawan pangan menjadi
masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik. Menjadi sangat penting
bagi Jawa Timur untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi wilayah, rumahtangga dan
individu yang berbasiskan kemandirian pangan. Pembangunan ketahanan pangan dan gizi Jawa
Timur secara menyeluruh di setiap sektornya akan dapat terlaksana dengan efektif manakala
memiliki arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Program-program dalam rangka pembangunan
ketahanan pangan dan gizi harus terpadu (integrated), terukur keberhasilannya (measureable) dan
berkesinambungan (sustainability). Pemerintah Pusat telah menetapkan rencana aksi Nasional
Pangan dan Gizi 2011-2015, yang perlu ditindak lanjuti oleh daerah. Oleh karena itu untuk
menjabarkan kebijakan dan langkah terpadu di bidang pangan dan gizi dalam rangka mendukung
pembangunan SDM berkualitas, perlu disusun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur
2011-2015(RAD-PG2011-2015)
10
sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau
intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.
Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi karena mengandung zatzat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang. Pentingnya memberikan ASI
secara eksklusif pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan dan terus memberikan ASI sampai anak
berusia 24 bulan telah memiliki bukti yang kuat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
bayi yang diberi ASI eksklusif menunjukkan perkembangan sosial dan kognitif yang lebih baik dari
bayi yang diberi susu formula (Michael S. dan Kramer, et al, 2003). Efek jangka panjang dari
pemberian ASI pada anak dan kesehatan mental remaja telah diteliti secara cohort pada 2900 ibu
hamil yang diteliti selama 14 tahun di Australia. Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2009 ini
menyimpulkan bahwa pemberian ASI yang singkat (kurang dari 6 bulan) menjadi prediktor dari
berbagai masalah kesehatan mental yang akan muncul pada masa anak dan remaja, seperti autis,
kenakalan remaja, agitasi, dan lain sebagainya (Wendy H. Oddy, et al, 2009). Bahkan IQ anak yang
diberi ASI ditemukan 13 poin lebih baik daripada bayi yang tidak diberikan ASI.
Kekurangan yodium pada saat janin yang berlanjut dengan gagal dalam pertumbuhan anak sampai
usia dua tahun dapat berdampak buruk pada kecerdasan secara permanen. Anemia kurang zat besi
pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan menderita kurang zat besi, dan
berdampak buruk pada pertumbuhan sel-sel otak anak, sehingga secara konsisten dapat mengurangi
kecerdasan anak. Di Indonesia, telah lama di bukti kan bahwa kejadian anemia pada anak
berhubungan dengan berkurangnya prestasi kognitif sehingga berakibat rendahnya pencapaian
tingkat pendidikan pada anak sekolah (Soemantri, AG et al. 1989). Bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) disertai dengan anemia, selain dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik
dan mental anak, juga dapat mengakibatkan penurunan kecerdasan sampai 12 poin. Selain itu
BBLR meningkatkan resiko pada usia dewasa menderita diabetes mellitus, penyakit jantung dan
pembuluh darah, kegemukan (obesity), kanker, dan stroke (James et al, 2000).
Keadaan gizi yang buruk sewaktu janin di dalam kandungan dan setelah dilahirkan,
mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan otaknya. Pada saat janin dalam
kandungan sampai bayi dilahirkan, 66 persen dari jumlah sel otak dan 25 persen dari berat otak
dewasa telah tercapai. Sisanya akan ditentukan oleh keadaan gizi setelah lahir. Pertumbuhan otak
yang sangat cepat terjadi pada minggu ke 15-20 dan minggu ke 30 masa kehami lan, serta bulan ke
18 setelah kelahiran. Penelitian pada BBLR menunjukkan penurunan berat otak besar 12 persen dan
otak kecil 30 persen, juga mengalami penurunan jumlah sel otak besar 5 persen dan otak kecil 31
persen. Pengukuran tingkat kecerdasan pada anak umur tujuh tahun yang sebelumnya pernah
menderita kurang energi protein (KEP) berat memiliki rata-rata IQ sebesar 102, KEP ringan adalah
106 dan anak yang bergizi baik adalah 112. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan gizi pada masa
lalu dapat mempengaruhi kecerdasan di masa yang akan datang.
2.2. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan dan Produktivitas
Faktor makanan dan penyakit infeksi, sebagai penyebab langsung masalah gizi, keduanya
saling berkaitan. Anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya
tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi
seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat
diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya
infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. BBLR akibat kurang energi
kronik (KEK) pada ibu hamil, dapat meningkatkan angka kematian bayi dan anak balita. Anemia
kurang zat besi pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko kematian waktu melahirkan dan
11
melahirkan bayi yang juga menderita anemia. Kurang vitamin A (KVA) pada bayi dan anak balita
dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan resiko kebutaan, dan meningkatkan resiko
kesakitan dan kematian akibat infeksi (Tarwotjo, et al 1989).
Kekurangan gizi pada anak balita dan ibu hamil akan meningkatkan pengeluaran rumah
tangga dan pemerintah untuk biaya kesehatan karena banyak warga yang mudah jatuh sakit akibat
kurang gizi. Penelitian dampak anemia pada kelompok penduduk dewasa ternyata juga mengurangi
produktivitas kerjanya (Husaini et al, 1984). Hal ini akan berakibat serius mengingat pada saat yang
sama,penderita anemia pada usia produktif yang berj umlah hampi r 52 juta jiwa akan menurunkan
produktivitas kerja 20-30 persen. Pada kondisi gizi buruk, penurunan produktivitas perorangan
diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi pendapatan seumur hidup. Dengan diperbaiknya
konsumsi pangan dan statusi gizi, produktivitas masyarakat miskin dapat ditingkatkan sebagai
modal untuk memperbaiki ekonominya dan mengentaskan diri dari lingkaran kemiskinankekurangan gizi-kemiskinan. Semakin banyak rakyat miskin yang diperbaiki konsumsi pangan dan
status gizinya, akan semakin berkurang jumlah rakyat miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan
yang dapat meningkatkan akses rumah tangga terhadap pangan akan mempunyai daya ungkit yang
besar dalam meningkatkan kesehatan dan produktivitas (Bank Dunia, 2006).
2.3. Pangan dan Gizi sebagai Penentu Daya Saing Bangsa.
The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang di kel uarkan World Economic Forum
pada September 2010 menyebutkan, peringkat daya saing Indonesia meningkat dengan sangat
bermakna.Sementara pada 2009 daya saing Indonesia menduduki peringkat ke-54 dari 144 negara
dan tahun 2010 peringkat Indonesia naik 10 tingkat di posisi ke-44 dengan nilai 4,43. Posisi ini
lebih baik dibanding India, meski masih berada di bawah Cina. Daya saing global India menduduki
peringkat ke-51 dan Cina di peringkat ke-27. Peringkat Indonesia tidak buruk, bahkan Indonesia
dinilai sebagai salah satu negara dengan prestasi terbaik. Tentu saja prestasi ini harus di pertahankan
bahkan terus diti ngkatkan, diantaranya dengan melakukan upaya perbaikan kualitas pangan dan gizi
masyarakat. Jika tingkat konsumsi makanan seimbang dan bergizi baik maka akanmeni ngkatkan
status kesehatan yang merupakan salah satu i ndi katorpenti ng bersama pendidi kan dalam
menentukan daya sai ng bangsa.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga terutama pada ibu hamil
dan anak balita akan berakibat pada kekurangan gizi yang berdampak pada lahirnya generasi muda
yang tidak berkualitas. Apabila masalah ini tidak diatasi maka dalam jangka menengah dan panjang
akan terjadi kehilangan generasi (generation lost) yang dapat mengganggu kelangsungan berbagai
kepenti ngan bangsa dan negara. Keberhasi lan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tangkas dan cerdas. Bukti empiris
menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik
ditentukan oleh jumlah dan kualitas asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan
buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak
langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan beragam, faktor sosialekonomi, budaya dan politik. Gizi kurang dan gizi buruk yang terus terjadi dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan nasional.
Investasi gizi berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang
gizi sebagai upaya peningkatan kualitas SDM. Beberapa dampak buruk kurang gizi adalah:
rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan sekolah, dan kehilangan sumberdaya karena
biaya kesehatan yang tinggi.Upaya peningkatan kualitas SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28
12
H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan
kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian pemenuhan pangan dan gizi
untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas SDM. Upayaupaya untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi akan mendukung komitmen pencapaian
Millennium Development Goals (MDGs), terutama pada sasaran-sasaran tahun 2015, yaitu:
MDG1: menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; MDG4: menurunkan kematian anak;
MDG5: meningkatkan kesehatan ibu; dan MDG6: memberantas HIV/AIDS, malaria dan
penyakit lainnya.
2.4. Perbaikan Gizi adalah Intervensi Sangat Menguntungkan dalam Pembangunan
Bank Dunia (2006) menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan suatu investasi yang
sangat menguntungkan. Setidaknya ada tiga alasan suatu negara perlu melakukan intervensi di
bidang gizi. Pertama, perbaikan gizi memiliki economic returns yang tinggi; kedua, intervensi
gizi terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi; dan ketiga, perbaikan gizi membantu menurunkan
tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja, pengurangan hari sakit, dan pengurangan
biaya pengobatan. Pada kondisi gizi buruk, penurunan produktivitas perorangan diperkirakan lebih
dari 10 persen dari potensi pendapatan seumur hidup; dan secara agregat menyebabkan kehilangan
PDB antara 2-3 persen. Konferensi para ekonom di Copenhagen tahun 2005 (Konsensus
Kopenhagen) menyatakan bahwa intervensi gizi menghasilkan keuntungan ekonomi (economic
returns) tinggi dan merupakan salah satu yang terbaik dari 17 alternatif investasi pembangunan
lainnya. Konsensus ini menilai bahwa perbaikan gizi, khususnya intervensi melalui program
suplementasi dan fortifikasi zat gizi mikro (memperbaiki kekurangan zat besi, vitamin A, yodium,
dan seng) memiliki keuntungan ekonomi yang sama tingginya dengan investasi di bidang
liberalisasi perdagangan, penanggulangan malaria dan HIV, serta air bersih dan sanitasi. Behman,
Alderman dan Hoddinot (2004) dalam Bank Dunia (2006) mengungkapkan bahwa Rasio ManfaatBiaya (benefit-cost ratio) berbagai program gizi, khususnya program suplementasi dan fortifikasi
adalah sangat tinggi, berkisar antara 4 hingga 520 (Tabel 1).
13
BC-Ratio
5-67
9-16
15-520
4-43
24.7
176-200
6-14
Sumber: Behrman, Alderman, and Hoddinott (2004) dalam Bank Dunia (2006)
Selama ini para ahli ekonomiberpendapatbahwa investasi ekonomi merupakan pra syarat
utama untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Dari analisis hubungan timbal balik antara
kurang gizi dan kemiskinan, serta analisis ekonomi terhadap keuntungan investasi gizi, diketahui
bahwa perbaikan gizi dapat dilakukan tanpa harus menunggu tercapainya tingkat perbaikan
ekonomi tertentu. Perkembangan iptek pada dasawarsa terakhir memungkinkan perbaikan gizi
dengan lebih cepat tanpa harus menunggu perbaikan ekonomi.
Beberapa negara dengan PDB yang sama ternyata mempunyai angka prevalensi gizi-kurang
pada anak balita yang berbeda-beda. Zimbabwe yang memiliki PDB lebih rendah dari Namibia
tetapi ternyata memiliki status gizi anak balita yang lebih baik. Demikian halnya dengan Cina,
PDB per kapita negara ini relatif lebih rendah dibanding negara-negara Asia lainnya namun
memiliki prevalensi balita gizi kurang paling rendah.
Sampai 1970-an banyak ahli ekonomi dan ahli perencanaan pembangunan, termasuk Bank
Dunia, mengartikan investasi dalam arti sempit. Investasi pembangunan ekonomi lebih diartikan
sebagai penanaman modal untuk membangun industri barang dan jasa dalam rangka menciptakan
lapangan kerja. Titik berat investasi adalah untuk membangun prasarana ekonomi seperti jalan,
jembatan dan transportasi. Pada waktu itu jarang sekali para perencana pembangunan memasukkan
perbaikan gizi, kesehatan dan pendidikan sebagai bagian suatu investasi ekonomi.
Memasuki periode 1990-an keadaan ini mulai berubah. Pada 1992 Bank Dunia menyatakan
bahwa perbaikan gizi merupakan suatu investasi pembangunan. Investasi di bidang ini menjadi
salah satu prioritas Bank Dunia dalam pemberian pinjaman kepada negara berkembang.
Keterkaitan upaya perbaikan gizi dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Sekretaris
Jenderal PBB, Kofi Annan, yang menyatakan bahwa gizi yang baik dapat merubah kehidupan
anak, meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatannya, dan
meletakkan fondasi untuk masa depan produktivitas anak.
Perubahan kebijakan pinjaman Bank Dunia dan perhatian PBB terhadap pembangunan
perbaikan gizi dibuktikan dengan meningkatnya alokasi pinjaman Bank Dunia untuk proyekproyek perbaikan gizi di negara berkembang yang meningkat 18 kali lipat dari hanya US$ 50 juta
pada 1980-an menjadi US$ 900 juta pada 1990-an. Sejalan dengan itu, alokasi anggaran
pembangunan untuk perbaikan gizi di Indonesia juga meningkat secara signifikan dari Rp 61
Milyar pada tahun 2000 menjadi Rp 179 Milyar pada tahun 2005, atau meningkat hampir tiga kali
lipat dalam jangka waktu lima tahun. Meskipun peningkatan anggaran cukup tinggi namun jumlah
tersebut dinilai masih belum memadai, sehingga perlu dipilih intervensi pemerintah yang benar-
14
benar cost-effective. Bank Dunia (1996) merekomendasikan bentuk intervensi yang dianggap
cost-effective untuk berbagai situasi. Sementara Soekirman dkk (2003), berdasarkan data dari
berbagai sumber juga menyajikan informasi tentang unit cost dan cost-effectiveness berbagai
program gizi hasil studi di berbagai negara (Tabel 2).
Tabel 2. Biaya per Unit dan Manfaat Ekonomi berbagai Program Pangan dan Gizi
Biaya Per Unit Dan Lokasi
Jenis Intervensi
4. Iodinasi Air
5. Iodisasi Garam
6. Suplementasi Vitamin A
7. Fortifikasi Vitamin A Pada Gula
8. Suplementasi Besi Pada Ibu Hamil
9. Fortifikasi Besi Pada Garam
10.Fortifikasi Besi Pada Gula
Manfaat
Ekonomi Per
1 US$
Investasi
Indonesia, 2004
0,9
8.01
Indonesia, 2004
2.6
0.37
Indonesia, 2004
32.3
0.49
0.14
0.21
0.04
0.04
0.46-0.68
0.14
2.65-4.44
0.10
0.10
0.80
Peru, 1978
Zaire, 1977
Indonesia, 1986
Italia, 1986
India, 1987
Haiti, 1978
Guatemala, 1976
Tidak Disebut, 1980
India, 1980
Guatemala, 1980
Tidak Disebut, 1980
Biaya per
Unit
(US$/target)
28.0
50.0
16.0
24.7
-
15
16
Konsumsi Makanan
Status Infeksi
Penyebab
Langsung
Pola Asuh
Ketersediaan
& Pola
Konsumsi
Rumah tangga
Pemberian ASI/MPASI,
pola asuh psikososial,
penyediaan MP-ASI,
kebersihan dan sanitasi
lingkungan
Playanan
Kesehatan dan
Kesehatan
Lingkungan
Penyebab
Tidak
Langsung
Daya Beli, Akses Pangan, Askes Informasi, Akses Pelayanan Kesehatan, Akses
Pendidikan, Akses LSM dan Sumberdaya Perempuan, Keluarga
Akar
Masalah
17
di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada pembangunan ekonomi, politik dan
sosial yang harus dapat menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk dapat
mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
3.2.Konsep Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015
Seperti banyak diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang
melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas
dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan dan gizi yang luas bertolak pada tujuan
akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama
Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan,
tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs
menggunakan pendekatan dampak bukan masukan. United Nation Development Programme
(UNDP) sebagai lembaga PBB yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan
dua ukuran kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi (kalori) rata-rata anggota rumah tangga di
bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi kurang. Ukuran tersebut
menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak daripada masukan. Oleh karena itu, analisis
situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat
konsumsi, persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang baik
ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang.
Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata
dan cukup baik.
Berdasarkan konsep tersebut , maka dalam penyusunan RAD-PG Jawa Timur 2011-2015
harus mengacu pada pada keluaran Akses Universal Pangan dan Gizi pada tahun 2015, yakni :
Penurunan prevalensi gizi kurang anak balita dan Penurunan Prevalensi pendek anak balita, dan
pencapaian konsumsi pangan dengan asupan kalori 2000 Kkal/kapita/hari. Pencapaian harus
dilakukan secara bertahap dan indikator keluaran yang terukur, yakni:
1. Meningkatnya cakupan ASI ekslusif, D/S (jumlah anak yang ditimbang terhadap jumlah
seluruh anak di wilayah penimbangan tersebut), KN (kunjungan neonatal), dan K4
Kunjungan ke-4
2. Meningkatnya tingkat keragaman konsumsi dan skor Pola Pangan Harapan (PPH)
3. Meningkatnya cakupan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat dan Pangan industri
rumah tangga (PIRT) tersertifikasi
4. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang melakukan perilaku hidup sehat dan bersih
(PHBS)
5. Meningkatnya jumlah kab/kota yang mempunyai SKPD bidang pangan dan gizi
6. Meningkatnya peraturan perundangan pangan dan gizi
7. Meningkatnya tenaga D3 gizi puskesmas dan PPL kecamatan
Pencapaian keluaran ini harus dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang dimulai
dengan identifikasi tantangan yang dihadapi. Tantangan yang perlu diidentifikasi menyangkut :
1. Sosial dan Budaya : disparitas kemiskinan, disparitas pendidikan, persepsi hak asasi
manusia, pemberdayaan keluarga dan kesetaraaan gender, persepsi kesehatan reproduksi,
tabu makanan, kepercayaan dan perilaku yang bertentangan dengan kesehatan
2. Sistem pangan dan gizi : sumberdaya manusia, infrastruktur, pembiayaan, implementasi
standar pelayanan minimal, ketahanan pangan terkait dengan climate cange, kewaspadaan
18
pangan dan gizi terkait dengan kemiskinan, pengawasan mutu dan keamanan pangan,
koordinasi dan kemitraan, pennelitian pangan dan gizi termasuk kurang zat gizi mikro
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015(RAD-PG 2011-2015) perlu
diimplementasikan dengan sistematis sesuai dengan tantangan yang dihadapi dan kegiatan yangb
terstuktur secara integratif dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas :
1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam
3. Peningkatan pengawasan Mutu dan keamanan pangan
4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)
5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.
19
KELUARAN
TANTANGAN
1. Sosial dan Budaya :
disparitas kemiskinan
disparitas pendidikan
persepsi hak asasi
manusia
pemberdayaan
keluarga dan
kesetaraaan gender
persepsi kesehatan
reproduksi
tabu makanan,
kepercayaan dan
perilaku yang
bertentangan dengan
kesehatan
2. Sisitem Pangan dan
gizi
sumberdaya manusia
infrastruktur,
pembiayaan
implementasi standar
pelayanan minimal
ketahanan pangan
terkait dengan climate
cange
kewaspadaan pangan
dan gizi terkait dengan
kemiskinan
pengawasan mutu dan
keamanan pangan,
koordinasi dan
kemitraan
pennelitian pangan dan
gizi termasuk kurang
zat gizi mikro
5 PILAR RENCANA
AKSI
1. Perbaikan gizi masyarakat
terutama pada ibu pra
hamil, ibu hamil dan anak
2. Peningkatan aksesibilitas
pangan yang beragam
3. Peninghkatan pengawasan
Mutu dan keamanan
pangan
4. Peningkatan perilaku
hidup sehat dan bersih
(PHBS)
5. Penguatan kelembagaan
pangan dan Gizi.
1. Meningkatnya cakupan
ASI ekslusif, D/S, KN,
dan K4
2. Meningkatnya tingkat
keragaman konsumsi dan
skor PPH
3. Meningkatnya cakupan
jajanan anak sekolah yang
memenuhi syarat dan
PIRT tersertifikasi
4. Meningkatnya jumlah
rumah tangga yang
melakukan PHBS
5. Meningkatnya jumlah
kab/kota yang mempunyai
SKPD bidang pangan dan
gizi
6. Meningkatnya peraturan
perundangan pangan dan
gizi
7. Meningkatnya tenaga D3
gizi puskesmas dan PPL
kecamatan
20
4.1.Gizi masyarakat
Tolok ukur yang dapat mencerminkan status gizi masyarakat adalah status gizi pada anak
balita yang diukur dengan berat badan dan tinggi badan menurut umur dan dibandingkan dengan
standar baku rujukan WHO (2005). Posisi Jawa Timur dalam status gizi berdasarkan berat badan
cukup baik dibandingkan dengan Propinsi lain yang ada di Indonesia (Gambar 3)
5
0
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi lebih
21
2.5
9.3
2.8
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi lebih
Gizi Baik
85.4
Target MDGs Gizi Buruk + kurang 2015 sebesar 15.5 %
Sumber : Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011
Gambar 4. Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Jawa Timur, 2010
Gizi buruk yang terjadi di jawa Timur sebesar 2.5 % dan gizi kurang sebesar 9.3 %.
Namun penurunan gizi buruk dan kurang masih terus harus diturunkan mengingat Jawa Timur
populasi penduduknya sangat besar.
Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan dan BB/TU disajikan dalam Gambar 5.
Status. Di samping Target MDGs menekankan pada stus Gizi balita berdasarkan berat badan,
juga berdasarkan tinggi badan. Target MDGs pada tahun 2015 diharapkan balita dengan staus
sangat pendek dan pendek maksimal 32 %.
22
sangat pendek
pendek
Sangat kurus
kurus
23
21%
Sangat pendek
Pendek
15%
normal
64%
0
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Jawa Timur
30.0
0.0
Kab. Pacitan
Kab. Ponorogo
Kab. Trenggalek
Kab. Tulungagung
Kab. Blitar
Kab. Kediri
Kab. Malang
Kab. Lumajang
Kab. Jember
Kab. Banyuwangi
Kab. Bondowoso
Kab. Situbondo
Kab. Probolinggo
Kab. Pasuruan
Kab. Sidoarjo
Kab. Mojokerto
Kab. Jombang
Kab. Nganjuk
Kab. Madiun
Kab. Magetan
Kab. Ngawi
Kab. Bojonegoro
Kab. Tuban
Kab. Lamongan
Kab. Gresik
Kab. Bangkalan
Kab. Sampang
Kab. Pamekasan
Kab. Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Jawa Timur
24
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
Gizi buruk
Gizi kurang
sangat pendek
Gizi lebih
Gambar 7. Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Jawa Timur, 2010
60
50
40
30
20
10
pendek
Gambar 8. Status Gizi Balita Berdasarkan Tinmggi Badan Jawa Timur, 2010
25
Sangat kurus
Kurus
Gemuk
26
Ton
Jagug
Kedela Kc.Tan
i
ah
Kc.
Hijau
Ubi
Kayu
Ubi
Jalar
Gula
2007
2008
Ton
Pangan Hewani
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
-
Daging
Telur
Susu
Ikan
2007
332,263
376,607
298,855
567,299
2008
305,130
345,413
359,023
615,399
2009
316,818
251,413
461,880
914,088
2010*)
339,055
259,162
531,797
809,928
27
Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat dipenuhi semua dari potensi
domestik, kecuali untuk komoditas kedelai yang masih mengalami defisit. Sedangkan untuk beras,
jagung, kacang maupun ubi mengalami surplus. Surplus pangan di jawa Timur selain didukung
sumberdaya alam yang sesuai, juga potensi sumberdaya manusia dan adanya dukungan
infrastruktur ekonomi yang lebih baik. .
Selain mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi komoditi pangan utama yaitu beras,
jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian, Jawa Timur juga merupakan sumber bahan
pangan lainnya yang bersumber dari ternak dan ikan yaitu beberapa jenis bahan makanan lainnya
seperti daging, telur, susu dan ikan
8000000
7000000
6000000
Ton
5000000
4000000
Ketersediaan
3000000
Konsumsi
2000000
Surplus
1000000
0
-1000000
28
Ketersediaan Energi
7,000
6,000
5,706
5,812
2008
2009
kkal/kap/hr
5,000
4,000
3,829
3,000
2,000
1,000
2007
Ketersediaan Protein
119.10
120
115
112.93
gr/kap/hr
110
105
100
99.96
95
90
2007
2008
2009
29
K ksl/kapita/hari
Pedesaan
Perkotaan
Jawa Timur
2002
1893
1889
1889
2005
1874
1880
1876
2007
1988
1912
1950
2009
1962.3
2010
1966.8
standar
2000
2000
2000
30
Sayur Dan
Buah, 3.9
Lain-Lain, 2.1
Gula, 0
KacangKacangan, 9.8
Padi-Padian, 26.8
Buah/Biji
Berminyak, 0.7
Minyak &
Lemak, 0.1
Pangan Hewani,
12
0
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Jawa Timur
0
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Jawa Timur
31
3,000
2,500
Standar
2,000
1,500
1,000
500
80
70
60
50
40
30
20
10
Tingkat dan kualitas konsumsi pangan tercermin dari skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Skor PPH terus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh
keragaman konsumsi pangan penduduk dengan skor PPH 86.4. Meskipun kesadaran dan
kepedulian masyarakat terhadap kualitas konsumsi pangan semakin meningkat, namun masih
32
terdapat asupan gizi dari beberapa kelompok bahan makanan berada dibawah rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
80
60
40
20
0
Pedesaan
Perkotaan
2002
Jawa Timur
71
2005
73.3
82.9
78.1
2007
78.9
84.9
81.9
2010
86.4
standar
100
100
100
target 2015
95
95
95
33
109.3
100.3
Kg/Kapita/th
100
85.984
80
60
51.4
32.9
22.9
40
32.5
20
7.59.1
3.33.7
12.8
11.7
10.311
2009
2010
Ideal
23.96
p 20
e
n
15
d
u
10
d
u
k 5
14.39
13.9
13.41
15.33
14.11
12.07
y = -1.0829x + 19.641
R = 0.3523
0
1999
2002
2005
2006
2007
2008
2009
34
40
35
30
1999
25
2002
2005
20
2007
15
2008
10
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Malut
Papua Barat
Papua
35
Gol Pengeluaran
Jml Kalori
% AKE
% Jml
Penduduk
Jml
Penduduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
< 100.000
100.000 - 149.999
150.000 - 199.999
200.000 - 299.999
300.000 - 499.999
500.000 - 749.999
750.000 - 999.999
> 1.000.000
668.74
887.94
1171.62
1621.96
2236.40
2913.86
3584.95
4004.65
33.44
44.40
58.58
81.10
111.82
145.69
179.25
200.23
0.21
3.69
12.95
28.18
31.23
14.51
5.14
4.09
78,700
1,382,865
4,853,143
10,560,740
11,703,758
5,437,769
1,926,267
1,532,769
36
terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi batas yang ditetapkan khususnya
pengawet dan cemaran mikroba. Kegiatan pengawasan keamanan pangan dilakukan secara periodik
setiap tahun
Hasil pengawasan menunjukkan adanya penurunan produk TMS dari tahun 2006 ke tahun
2009, meskipun tidak terlalu nyata. Secara nasional produk pangan yang mengandung bahan
berbahaya masih berfluktuasi di antara 10 persen sampai 13 persen, sedangkan produk yang
mengandung bahan tambahan pangan berlebih juga berfluktuasi di sekitar 15 persen dan 30 persen.
Masalah utama dari produk pangan jajanan anak sekolah nampaknya adalah cemaran mikroba.
Intervensi untuk meningkatkan higienis dan sanitasi para penjaja pangan jajanan anak sekolah ini
perlu di lakukan.
Kasus kejadian luar biasa (KLB) karena pangan beberapa kali terjadi dan dilaporkan di
media masa. Hasil monitoring KLB khusus di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi
menunjukkan bahwa KLB paling sering terjadi di sekolah dasar. Sebagian besar KLB ini tidak
diketahui dengan pasti apa penyebabnya, apakah disebabkan karena mikroba atau bahan
kimia.Pemantauan garam konsumsi beryodium yang beredar di kabupaten dan kota dilakukan
secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan penegakan
hukum agar garam yang beredar memenuhi syarat sebagai garam konsumsi beryodium.
4.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Program PHBS adalah upaya untuk memberi pengalaman belajar atau menciptakan kondisi
bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan
masyarakat.
Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan
perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya
di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki
bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang. Riskesdas 2007 mengumpulkan 10 indikator
tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam indikator individu dan
empat indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, bayi 0-6 bulan
mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan
penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga
memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah
penghuni (8 m2/ orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah. Dalam penilaian
PHBS ada dua macam rumah tangga, yaitu rumah tangga dengan balita dan rumah tangga tanpa
balita. Untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah
10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi
delapan (8). PHBS diklasifikasikan kurang apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6)
untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa
balita.
Secara umum, di provinsi Jawa Timur proporsi penduduk yang buang air besar di jamban
adalah 67,8%, sedangkan angka tertinggi di Kota Surabaya (97,6%) disusul Kota Madiun dan
Mojokerto. Penduduk yang mencuci tangan dengan sabun di provinsi Jawa Timur sebesar 26,3%
dengan angka tertinggi di Kota Batu (50,2%) disusul kabupaten Bondowoso dan Lamongan. Dari
37
tabel 5.71 dapat dilihat bahwa penduduk perempuan memiliki tingkat kebiasaan BAB (67,9%) dan
mencuci tangan dengan sabun (32,1%) sedikit lebih baik dibanding laki-laki. Penduduk di daerah
Perkotaan memiliki tingkat kebiasaan BAB (83,8%) dan mencuci tangan dengan sabun (27,3%)
lebih baik dibanding penduduk di daerah Perdesaan. Kebiasaan perilaku hidup sehat semakin
meningkat seiring meningkatnya tingkat pendidikan dan status ekonomi.
Proporsi rumah tangga yang berperilaku bersih dan sehat (PHBS) dengan baik hanya 33,5%
jauh lebih kecil dari angka nasional (38,7%), sedangkan angka tertinggi di Kota Batu (66.5%)
disusul Kota Mojokerto dan Madiun.
Persentase Rumah Tangga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Jawa
Timur, 2007
80
70
60
50
40
30
20
0
Kab. Pacitan
Kab.Ponorogo
Kab.Trenggalek
Kab.Tulungagung
Kab.Blitar
Kab.Kediri
Kab.Malang
Kab.Lumajang
Kab.Jember
Kab.Banyuwangi
Kab.Bondowoso
Kab.Situbondo
Kab.Probolinggo
Kab.Pasuruan
Kab.Sidoarjo
Kab.Mojokerto
Kab.Jombang
Kab.Nganjuk
Kab.Madiun
Kab.Magetan
Kab.Ngawi
Kab.Bojonegoro
Kab.Tuban
Kab.Lamongan
Kab.Gresik
Kab.Bangkalan
Kab.Sampang
Kab.Pamekasan
Kab.Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu
Jawa Timur
10
38
berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan Daerah yang dipimpin gubernur. Standar
industri makanan dan penegakan hukum dilaksanakan oleh sektor Industri, sementara mutu dan
keamanan pangan yang layak di konsumsi masyarakat di pantau oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Pelayanan gizi dan promosi gizi dilaksanakan oleh sektor kesehatan.
Para pemangku kepentingan(stakeholders)di bidang pangan dan gizi termasuk sektor
swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri terlibat dalam
perbaikan gizi, termasuk saat krisis gizi buruk di tahun 1998 dan saat terjadinya bencana alam
nasional. Badan PBB dan mitra pembangunan berkontribusi memberikan hibah dan bantuan
teknis untuk perbaikan pangan, kesehatan, dan gizi. Walaupun demikian,koordinasi lintas
program dan lintas sektor/bidang di pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra
pembangunan masih harus terus ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordi
nasi kan secara efektif kebijakan antar sektor/bi dang,memfasilitasi kolaborasi di tingkat
operasional dan mengintegrasikan kegiatan program terkait dengan penurunan prevalensi
kekurangan gizi dan peningkatan asupan kalori pada semua anggota keluarga yang mengalami
rawan pangan (Landscape Analysis on Nutrition, Kemenkes, 2010).
Saat ini tidak cukup tersedia data SDM gizi dan terkait gizi yang dapat diandalkan,
maupun proyeksi kebutuhan SDM gizi yang realistis terkait dengan berbagai tantangan gizi yang
dihadapi, begitupun halnya dengan SDM di bidang pangan. Beberapa pokok persoalan yang
terkait dengan pengelolaan SDM terkait pangan dan gizi adalah: (1) Terbatasnya perencanaan
SDM berdasar kebutuhan program; (2) Kurangnya analisis deskripsi pekerjaan agar SDM efektif
dan efisien melaksanakan pelayanan di bidang pangan dan gizi; (3) Sistem pengadaan dan
rekrutmen SDM dengan kompetensi yang memenuhi standar sangat tergantung pada alokasi
anggaran pemeri ntah yang tersedia di daerah; serta(4) Sulitnya mempertahankan SDM terkait
pangan dan gizi di daerah perdesaan karena tidak adanya insentif karir (diadaptasi dari Laporan
Bank Dunia, 2010).
Permasalahan kelembagaan yang memerlukan perhatian di Jawa Timur adalah masalah
koordinasi antar insitutusi di tingka provinsi, koordinasi antar insitusi tingkat provinsi dengan
tingkat kabupaten, serta perlunya tenaga professional di tingkat pemerintahan bawah yakni tingkat
kecamatan dan desa.
39
5.1. Tujuan
Mengacu pada kesepakatan internasional (MDGs), dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi
Nasional (RANPG), serta memperhatikan situasi pangan dan gizi, maka provinsi Jawa Timur
terus bertekad untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi. Adapun tujuan pembangunan
pangan dan gizi pada tahun 2011-2015 adalah sebegai berikut :
1. Meningkatkan stus gizi masyarakat dengan memprioritaskan pada penurunan prevalensi
gizi buruk dan kurang anak balita menjadi 10 persen pada tahun 2015
2. Mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis kemandirian untuk
menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan penyediaan
protein perkapita minimal 57 gram/hari.
3. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang
dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan
cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola
Pangan Harapan (PPH) mendekati 100 pada tahun 2015.
4. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan
menekan dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan.
5.2. Strategi
1. Perbaikan gizi masyarakat. Peningkatkan ketersediaan dan jangkauan pelayanan kesehatan
berkelanjutan yang difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil,
bayi, dan anak baduta.
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam.Peningkatkan ketersediaan dan
aksesibilitas pangan yang difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin.
3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan.Peningkatkan pengawasan
keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk
industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi.
4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Peningkatkan pemberdayaan
masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal terutama dalam perubahan perilaku
atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi pangan
berbasis sumber daya lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu.
5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi di
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten dan kota yang mempunyai kewenangan
merumuskan kebijakan dan program bidang pangan dan gizi, termasuk sumber daya serta
penelitian dan pengembangan.
5.3.Kebijakan
1. Perbaikan gizi masyarakat. Arah kebijakan adalah : (a) peningkatan pembinaan Gizi
masyarakat dan (b) peningkatan layanan kesehatan bagi pada ibu pra-hamil, ibu hamil,
bayi, dan anak baduta.
40
9.0
8.8
8.6
8.4
8.2
35.5
35.0
34.0
33.0
32
Target
2011 Produksi
Konsumsi
surplus
2012 Produksi
Konsumsi
surplus
2013 Produksi
Konsumsi
surplus
2014 Produksi
Konsumsi
surplus
2015 Produksi
Konsumsi
surplus
beras
jagung
kedelai
7574130
3395284
4178846
7725612
3504978
4220634
7880125
3567989
4312136
8037727
3553518
4484209
8190725
3639871
4550854
5671372
223315
433928
43392
5448057
5784800
199907
5584893
5900496
176110
5724386
6018506
151919
5866587
6133068
223315
390536
441530
441530
5909753
0
449225
449225
0
457016
457016
0
464807
464807
Kacang
tanah
293934
52448
241486
323328
52868
270460
355660
53291
302369
391226
53717
337509
422089
54139
367951
Kacang
hijau
123405
16390
107015
135745
16728
119017
149320
17070
132250
164252
17416
146836
177210
17756
159454
Ubi
Kayu
5137899
803115
4334784
5651589
874592
4776997
6216858
947162
5269696
6838543
1020836
5817707
7378023
1092860
6285163
Ubi
Jalar
231502
92604
138898
254652
100366
154286
280117
108247
171870
308129
116247
191882
332437
124069
208368
Daging
Telur
Susu
Ikan
329364
210613
118751
336924
232950
103974
344670
255629
89041
352609
278658
73951
360262
301166
59096
337145
306495
30650
374144
340131
34013
411714
374285
37429
449860
408964
40896
487145
442859
44286
545714
100799
444915
559982
112344
447638
574639
124068
450571
589687
135972
453715
604150
147607
456543
888159
807417
80742
989085
899168
89917
1091567
992334
99233
1195627
1086934
108693
1297331
1179393
117939
2012
2013
2014
Skor PPH
89,8
91,6
93,3
(Satuan : gram/kapita/hari)
289.7
284.8 279.90
247.79 244.86 241.93
13.83
12.09
10.43
28.14
27.93
27.71
73.63
79.09
84.54
60.5
65.00
69.50
6.94
7.43
7.91
5.4
5.8
6.20
0.84
0.93
1.01
109.44 119.63 129.81
6.23
6.69
7.14
9.89
10.86
11.83
23.53
25.69
27.84
7.77
8.51
9.26
62.2
68.10
74.00
19.66
19.17
18.69
2.83
2.89
2.94
20.36
20.77
21.19
0.36
0.37
0.39
9.44
9.63
9.81
7.81
7.94
8.07
1.46
1.47
1.49
(Satuan : gram/kapita/hari)
31.23
30.89
30.54
30.54
30.83
31.11
3.66
3.66
3.66
1.16
1.17
1.19
0.30
0.30
0.30
28.89
29.26
29.63
27.79
28.06
28.33
0.70
0.70
0.70
233.26 232.17 231.09
160.01 159.94 159.87
73.24
72.23
71.21
34.63
28.09
21.54
27.44
22.13
16.81
5.47
3.81
2.16
2015
95,0
275.0
239.00
8.60
27.50
90.00
74.00
8.40
6.60
1.10
140.0
7.60
12.80
30.00
10.00
79.90
25.00
3.00
21.60
0.40
10.00
8.2
1.5
35.00
31.40
2.00
1.20
0.30
30.00
28.60
0.70
230.0
159.80
70.20
15.00
11.50
0.50
43
Penganeragaman konsumsi
pangan
Penanganan Kekurangan
Energi Kronis (KEK)
wanita usia subur
Kemanan pangan
Prioritas penanganan
I.
>7.6
II.
5.1-7.5
III.
2.6-5
IV.
1-2.5
I.
>17.6
II.
12.6-17.5
III.
7.6-12.5
IV.
<7. 5
I.
AKE < 2000 / atau
AKP < 52
II.
AKE > 2000 / dan
AKP > 52
I.
<30
II.
31-35
III.
36-40
IV.
>41
I.
1-30
II.
31-60
III.
61-100
IV.
101-181
V. 82-262
VI.
>263
I.
>17.6
II.
12.6-17.5
III.
7.6-12.5
IV.
<7. 5
Dianggap sama antar daerah
I.
II.
Kabupaten
Kota
Berdasarka indikator tersebut, maka lokasi sasaran rencana aksi pangan dan Gizi di Jawa Timur
ditentukan yang disajikan Gambar 25, dan prioritas setiap indikator dalam Tabel 7.
44
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
45
Kabupaten/
Kota
Gizi
buruk
Gizi
kurang
Pengane
ragaman
konsumsi
PHBS
Daerah
rawan
pangan
KEK
wanita
usia
subur
Kemanan
pangan
produksi
pangan
Kab. Pacitan
Kab. Ponorogo
Kab. Trenggalek
Kab. Tulungagung
Kab. Blitar
Kab. Kediri
Kab. Malang
Kab. Lumajang
Kab. Jember
10
Kab. Banyuwangi
11
Kab. Bondowoso
12
Kab. Situbondo
13
Kab. Probolinggo
14
Kab. Pasuruan
15
Kab. Sidoarjo
16
Kab. Mojokerto
17
Kab. Jombang
18
Kab. Nganjuk
19
Kab. Madiun
20
Kab. Magetan
21
Kab. Ngawi
22
Kab. Bojonegoro
23
Kab. Tuban
24
Kab. Lamongan
25
Kab. Gresik
26
Kab. Bangkalan
27
Kab. Sampang
28
Kab. Pamekasan
29
Kab. Sumenep
30
Kota Kediri
na
31
Kota Blitar
na
32
Kota Malang
na
33
Kota Probolinggo
na
34
Kota Pasuruan
na
35
Kota Mojokerto
na
36
Kota Madiun
na
37
Kota Surabaya
na
38
Kota Batu
na
46
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA PASURUAN
KODYA MADIUN
KEDIRI
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
KODYA BATU
PONOROGO
PACITAN
PAMEKASAN
KODYA SURABAYA
TRENGGALEK
BLITAR
MALANG
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
KABUPATEN_JATIM by GIZI_BURUK
4 to 5 (9)
3 to 4 (17)
2 to 3 (6)
1 to 2 (6)
Gambar 26. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Gizi Buruk Jawa Timur 2011-2015
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA SURABAYA
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA MADIUN
KODYA PASURUAN
KEDIRI
PONOROGO
PACITAN
TRENGGALEK
SUMENEP
PAMEKASAN
KODYA BATU
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
BLITAR
MALANG
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
KABUPATEN_JATIM by GIZI_KURANG
4 to 5 (4)
3 to 4 (19)
2 to 3 (10)
1 to 2 (5)
Gambar 27. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Gizi Kurang Jawa Timur 2011-2015
47
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA SURABAYA
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA MADIUN
KODYA PASURUAN
KEDIRI
PONOROGO
PACITAN
SUMENEP
PAMEKASAN
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
KODYA BATU
TRENGGALEK
MALANG
BLITAR
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
KABUPATEN_JATIM by PHBS
4 to 5 (5)
3 to 4 (11)
2 to 3 (11)
1 to 2 (11)
Gambar 28. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan PHBS Jawa Timur 2011-2015
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA SURABAYA
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA MADIUN
KODYA PASURUAN
KEDIRI
PONOROGO
PACITAN
TRENGGALEK
SUMENEP
PAMEKASAN
KODYA BATU
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
BLITAR
MALANG
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
KABUPATEN_JATIM by KEK_WANITA_USIA_SUBUR
3 to 4 (12)
2 to 3 (14)
1 to 2 (12)
Gambar 29. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan KEK Wanita Usia Subur Jawa Timur 2011-2015
48
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA SURABAYA
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA MADIUN
KODYA PASURUAN
KEDIRI
PONOROGO
PACITAN
SUMENEP
PAMEKASAN
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
KODYA BATU
TRENGGALEK
MALANG
BLITAR
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
KABUPATEN_JATIM by DAERAH_RAWAN_PANGAN
JEMBER
BANYUWANGI
6 to 7
(15)
5 to 6
(6)
4 to 5
(3)
3 to 4
(3)
2 to 3
(1)
1 to 2
(1)
all others (9)
Gambar 30. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Daerah Rawan Pangan Jawa Timur 2011-2015
TUBAN
BANGKALAN
LAMONGAN
BOJONEGORO
NGAWI
KODYA SURABAYA
KODYA MOJOKERTO
JOMBANG
KODYA MADIUN
KODYA PASURUAN
KEDIRI
PONOROGO
PACITAN
TRENGGALEK
SUMENEP
PAMEKASAN
KODYA BATU
KODYA PROBOLINGGO
PROBOLINGO
BLITAR
MALANG
SITUBONDO
BONDOWOSO
KODYA MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
KABUPATEN_JATIM by KOMPOSIT
22 to 26 (11)
20 to 22 (11)
18 to 20 (9)
1 to 18 (7)
Gambar 31. Prioritas Lokasi Sasaran RADPG (Komposit) Jawa Timur 2011-2015
49
5.6.Rencana Aksi
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015diJawa Timur (RAD-PG 2011-2015)
berdasarkan kegiatan dan institusi pelaksana kegiatan yang terstuktur secara integratif diwujudkan
dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas :
1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam
3. Peningkatan pengawasan Mutu dan keamanan pangan
4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)
5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.
Secara rinci rencana aksi disajikan dalam Lampiran
50
dilaksanakan agar secepatnya dapat diketahui kelemahana agar segera diantisipadi. Sedangkan
evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau standar yang telah
ditentukan.
Tujuan Monitoring dan Evaluasi Internal adalah :
1. Memberikan masukan terhadap pelaksana untuk mengatasi hambatan yang dihadapi oleh
pelaksana kegiatan;
2. Menyediakan sumber informasi tentang pelaksanaan pencapaian target pembangunan pangan
dan gizi
3. Sebagai salah satu dasar dalam perumusan kebijakan di bidang pangan dan gisi di Jawa Timur;
Kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh dari pemantauan dan evaluasi;
51
2.
Dilakukan oleh petugas yang memahami konsep, teori dan proses serta berpengalaman dalam
melaksanakan pemantauan dan evaluasi agar hasilnya optimal;
3.
Melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan secara proaktif;
4.
5.
Mencakup seluruh objek agar dapat menggambarkan secara utuh kondisi dan situasi sasaran
pemantauan dan evaluasi;
6.
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan pada saat yang tepat
agar tidak kehilangan momentum yang sedang terjadi;
Tim Pengarah :
Penanggunga Jawab
Sekretaris
Anggota
: Gubernur
: Kepala Bappeda
: Kepala Dinas Teknis Terkait
Kelompok Kerja
Pokja I : Gizi masyarakat
Pokja II
: Aksesibilitas pangan
52
6.5 Metode
Pemantauan dan evaluasi merupakan kegiatan rutin, dapat dilakukan secara berjenjang,
terstruktur dan terjadwal yang dilakukan oleh Tim khusus. Pemantauan dan evaluasi internal
dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif berbasis program dan kegiatan untuk menilai prestasi
dan perkembangan pelaksanaan kegiatan. Indikator utama yang diukur disini adalah indikator dari
kepentingan stakeholders yang dituju.
Agar pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, maka
setiap SKPD hendaknya menyiapkan beberapa kelengkapan yaitu Evaluasi SKPD, Rencana
Strategis (Renstra), Rencana program, kegiatan dan anggaran penyelengaraan, serta melaporkan
hasil kegiatan selama periode tertentu. Setiap unit diwajibkan melaporkan kegiatannya setiap tri
wulan. Untuk kegiatan fisik dapat mengacu kepada Pedoman Pengukuran Realisasi Fisik Kegiatan
untuk Penyusunan Laporan Perkembangan pelaksanaan Program/Kegiatan di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Data dan informasi tersebut di atas akan dijadikan pedoman
oleh SKPD terkait dalam menjalankan tugasnya.
53
54
(2)
(3)
(4)
(5)
mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan oleh SKPD tersebut guna perbaikan dalam
pelaksanaannya.
(6)
menilai dan melihat secara langsung dampak dari pelaksanaan kegiatan di SKPD tersebut.
(7)
(8)
Melihat usaha-usaha yang telah dan akan dilaksanakan dalam rangka menjaga
keberlangsungan hasil kegiatan tersebut.
55
(9)
menilai
capaian,
kendala
dan
masalah
yang
dihadapi
serta
solusinya.
56
Indikator
Kerawanan pangan (%)
Balita Gizi Buruk
Balita Gizi Kurang
Penurunan Balita sangat
pendek dan pendek
2011
14.19
2.4
2012
13.06
2.3
2013
11.92
2.2
2014
10.78
2.1
2015
9.64
2.0
9.0
8.8
8.6
8.4
8.2
35.5
35.0
34.0
33.0
32
57
58
VI.PENUTUP
Dokumen ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan, setidaknya hingga tahun 2015
untuk mewujudkan tujuan memperkuat ketahanan pangan dan gizi provinsi Jawa Timur dengan
berbasiskan pada kemandirian. RAD-PG Jawa Timur 2011-2015 ini digunakan untuk
meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi dan perencanaan program dan
kegiatan pangan dan gizi di Jawa Timur agar: (i) mampu menetapkan prioritas penanganan
masalah pangan dan gizi; (ii) mampu memilih intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal; dan
(iii) mampu membangun dan memfungsikan lembaga pangan dan gizi; dan (iv) mampu memantau
dan mengevaluasi pembangunan pangan dan gizi.
Mengingat masalah pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan pangan dan gizi bersifat
lintas sektor, maka dalam menyusun rencana aksi maupun rencana implementasinya, semangat
koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar
pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan
ketahanan pangan di daerah.
59
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium di Indonesia.
Kementeri an Kesehatan R.I. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007.
Kementeri an Kesehatan R.I. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010.
Kementerian Kesehatan R.I. 2010. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2015.
Monteiro et al, Bulletin WHO, 2010; 88: 305-311. Narrowing Socioeconomic Inequality in Child
Stunting: The Brazilian Experience, 1974-2007.
Oddy, WH et al. 2009. The Long-term Efects of Breastfeeding on Child and Adolescent Mental
Health: A Pregnancy Cohort Study Followed for 14 Years. The Journal of Paediatrics.
Soemantri , AG. American Journal of Clinical Nutrition, 1989; 50:698-702.
Tarwotjo, et al. Determinants of Community-based Coverage: Periodic Vitamin A
Supplementation. Aceh Study Group. American Journal of Public Health. 1989 July;
79(7): 847-849.
Thaha, AR et al. 2010. A Study of the Quality Assurance System for Nutritionist Education in
Indonesia.
The Lancet. 2008. Maternal and Child Undernutrition: Global and Regional Exposures and
Health Consequences.
The Lancet, 37: 340-357. Maternal and Child Undernutrition: Concequences for adult health and
human capital.
Titaley CR et al, 2009. Iron and Folic Acid Supplements and Reduced Early Neonatal Deaths in
Indonesia. Bulletin WHO. 2010: 88 (7): 500-8
United Nations System Standing Committe on Nutrition. SCN News no 36, 2008. Accelerating the
Reduction of Maternal and Child Undernutrition.
World Bank. 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development: A Strategy for LargeScale Action.
World Economic Forum. September 2010. The Global Competitiveness Report 2010-2011.
World Health Organization. 2005. WHO Child Growth Standard.
World Health Organization. 2008. The Global Nutrition Challenge: Getting a Healthy Start. The
Pacific Health Summit.
60
LAMPIRAN
MATRIK RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROVINSI JAWA TIMUR
Indikator
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ukuran
Target
2013 2014
100
100
Persen
2011
100
2012
100
Persen
67
70
75
Persen
77
80
Persen
78
Persen
Persen
Sumberda
dana
APBN,APBD
Pelaksana
2015
100
2011
2,426
80
80
300
300
300
300
300
APBN,APBD
Dinkes
85
90
90
500
500
600
600
600
APBN,APBD
Dinkes
80
83
85
90
400
400
400
400
400
APBN,APBD
Dinkes
100
100
100
100
100
850
850
850
850
850
APBN,APBD
Dinkes
20
20
20
20
20
300
300
300
300
300
APBN,APBD
Dinkes
Dinkes
62
Kegiatan
Indikator
Peningkatanan 1.
layanan
kelembagaan
penanganan
Gizi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Peningkatan
gizi dan
pangan untuk
anak usia dini
1.
2.
Persentase
puskesmas dengan
tenaga terlatih
tatalaksana anak gizi
Buruk
Jumlah (%) RSUD
dengan tenaga
terlatih tatalaksana
anak gizi buruk
Persentase balita
ditimbang di
Posyandu ( D/S)
Persentase
Puskesmas memiliki
tenaga pemantauan
pertumbuhan
Persentase
pembinaan kader di
posyandu
Persentase
Puskesmas memiliki
konselor menyusui
Persentase
puskesmas membina
kelompok pendukung
ASI
Persen peserta didik
PAUD yang mendapat
pemberian makanan
tambahan
Persen Tenaga
Pendidik PAUD
yang dilatih tentang
pangan dan gizi
Ukuran
Target
2013 2014
80
90
Persen
2011
20
2012
50
Persen
20
40
60
Persen
72
74
Persen
10
Persen
Sumberda
dana
APBN,APBD
Pelaksana
2015
100
2011
3,292
70
80
400
400
400
400
APBN,APBD
Dinkes
76
78
80
8,020
8,020
8,020
8,020
8,020
APBN,APBD
Dinkes
40
60
100
100
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
APBN,APBD
Dinkes
20
30
35
40
50
500
500
500
500
500
APBN,APBD
Dinkes
Persen
20
30
35
40
50
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
APBN,APBD
Dinkes
Persen
20
30
35
40
50
500
500
500
500
500
APBN,APBD
Dinkes
Persen
10
20
30
30
1000
2000
3000
4000
5000
APBD
Dinas
Pendidikan
Persen
10
20
30
50
7000
9000
APBN
Dinas
Pendidikan
Dinkes
63
Kegiatan
Indikator
Peningkatan
1. Sosialisasi manfaat
konsumsi Ikan
ikan bagi usia balita di
Kab/Kota
2. Lomba masakan serba
ikan
3. Kampanye Gemarikan
Ukuran
Target
2013 2014
-
Kab
2011
12
2012
-
Kab
10
Kab
10
10
2015
-
2011
370.00
289.65
10
10
164.85
1,474
1,474
1,474
1,474
Sumberda
dana
APBD
APBD/
APBN
APBN
Pelaksana
Diskanla
Diskanla
Diskanla
64
Matrik Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Timur
Pilar II. : Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam
Kegiatan
Pengembangan
Ketersediaan
pangan
Indikator
Ukuran
Target
2013 2014
34
34
2015
34
Sumberd
a dana
APBD &
APBN
2011
34
2012
34
60
80
100
120
140
3000
5000
5000
6000
7000
100
9
150
10
175
10
200
10
200
10
5000
385
7500
400
8750
400
10000
400
10000
400
APBN
APBD &
APBN
Desa
Juml
lumbung
Desa
(jumlah
kabupate
n /kota)
Kabupate
n /kota
30
30
30
30
38
230
230
230
230
400
APBD &
APBN
38
38
38
38
38
100
150
200
200
200
APBD &
APBN
Kabupate
n/Kota
10
15
20
25
30
150
225
300
375
450
APBD
Kabupate
n/Kota
10
10
12
12
12
600
600
750
750
750
APBD
5. Terlaksananya system
Kewaspadaan pangan dan
Gizi (SKPG)
6. Cadangan Pangan di
Pekarangan
7. Safari Mapan Bener
APBD
Pelaksana
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
65
Kegiatan
Indikator
Pengembangan
system distribusi
dan stabilitas
harga pangan
Pengembangan
penganekarama
n Konsumsi
pangan dan
peningkatan
keamanan
pangan segar
Ukuran
Target
2013 2014
112
112
Sumberd
a dana
APBN
2012
112
Jumlah
kab/kota
38
38
38
38
38
300
300
350
400
450
APBD
Jumlah
kab/kota
38
38
38
38
38
750
900
1100
1300
1500
APBD
220
420
620
820
1020
1120
2100
3100
4100
5100
APBN
21
25
29
33
38
5068
6250
7250
8250
9500
APBN
220
420
620
820
1020
22
30
35
38
38
Jumlah
LDPM
Desa
Kab/kota
Desa
Kab/kota
2015
112
2011
112
850
1000
1250
1350
1350
APBN &
APBD
Pelaksana
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
66
Kegiatan
Pengelolaan
Produksi
Tanaman padi
dan palawija
Target
2013 2014
33,9 35,7
54
73
Sumberd
a dana
APBD
Indikator
Ukuran
KK
2012
32,1
25
Paket
61
65
70
75
APBD
Diperta
Paket
60
63
66
69
APBD
Diperta
Keg.
230
242
254
266
APBD
Diperta
Kg
400,
000
420,
000
441,
000
463,
000
2,800
2,940
3,087
3,241
APBD
Diperta
Hektar
29
43.5
58
72.5
188.5
203
217.5
232
APBD
Diperta
Keg.
230
242
254
266
APBD
Diperta
Keg.
121.3
127.3
133.7
140.4
APBD
Diperta
hektar
40
40
40
40
62.00
65.10
68.36
71.77
APBD
Diperta
Keg.
242
255
270
280
APBD
Diperta
Hektar
150
180
210
240
307.5
332.1
358.7
387.4
APBD
Diperta
2011
2015
37,5
61
2011
Pelaksana
Diperta
67
Kegiatan
Pengelolaan
Produksi
Tanaman padi
dan palawija
Target
2013 2014
420
450
Sumberd
a dana
APBD
Indikator
Ukuran
Kw
2012
400
Keg.
147
154
160
170
APBD
Diperta
Keg.
397
428
463
500
APBD
Diperta
Paket
71.5
75
79
83
APBD
Diperta
Keg.
175
185
193
203
APBD
Diperta
Hektar
40
80
120
160
200
440
720
1,040
APBD
Diperta
Hektar
40
80
120
160
200
440
720
1,040
APBD
Diperta
Keg.
225
237
247
261
APBD
Diperta
Keg.
165
173
180
187
APBD
Diperta
Keg
65
68
71
75
APBD
Diperta
unit
247
259
271
283
1,605.
5
1,813
2,032.
5
2,264
APBD
Diperta
Keg
223
234
245
256
APBD
Diperta
2011
2015
500
2011
Pelaksana
Diperta
68
Kegiatan
Pengelolaan
Produksi
Tanaman padi
dan palawija
Target
2013 2014
170
180
Sumberd
a dana
APBD
Indikator
Ukuran
24. Terlaksananya
pemberdayaan penangkar
benih kedelai
25. Identifikasi, koordinasi dan
monev pemberdayaan
penangkar kedelai
26. Pengemb. Agensia hayati
untuk OPT kedelai
27. Identifikasi, pelatihan dan
monev Pengemb. Agensia
hayati untuk OPT kedelai
28. SLPTT Kacang Tanah
29. SLPTT Kacang Hijau
30. Identifikasi, koordinasi,
pendampingan dan
pengawalan SLPTT kac.
Tanah/ kac. Hijau
31. SLPTT Jagung
32. Koordinasi, pengawalan dan
pendampingan SLPTT
jagung
33. Pengemb. Agensia hayati
untuk OPT jagung
34. Identifikasi, pelatihan dan
monev Pengemb. Agensia
hayati untuk OPT Jagung
35. Tersedianya bantuan
stimulan dalam rangka
pengembangan agribisnis
melalui CF
36. Identifikasi, koordinasi dan
pengawalan pengemb.
Agribinis melalui CF
Hektar
2012
160
Keg
145
152.2
5
159.5
166.7
5
APBD
Diperta
Unit
76
80
84
88
456
520
588
660
APBD
Diperta
Keg
223
234
245
256
APBD
Diperta
Hektar
Hektar
Keg
110
40
1
120
50
1
130
60
1
140
70
1
55
20
223
66
27.5
234
78
36
245
91
45.5
256
APBD
APBD
APBD
Diperta
Diperta
Diperta
Hektar
Keg.
825
1
900
1
975
1
1050
1
275
175
330
184
390
200
455
225
APBD
APBD
Diperta
Diperta
Unit
91
95
99
103
546
618
693
773
APBD
Diperta
Keg
223
234
245
256
APBD
Diperta
Kelp
44
46
48
50
5,645.
2
5,901.
8
6,158.
4
6,415.
0
APBD
Diperta
Keg
748.3
785.7
2
825
866.2
5
APBD
Diperta
2011
2015
190
2011
Pelaksana
Diperta
69
Kegiatan
Peningkatan
produksi
tanaman buah
Peningkatan
produksi
tanaman sayur
Indikator
1. Pengembangan Kawasan
Tanaman Buah
2. Pengembangan Registrasi
Kebun Tanaman Buah
3. Perbaikan Mutu
Pengelolaan Pasca Panen
Tanaman BUAH
- Sarana
- Packing House
4. Pengembangan Registrasi
Packing House
5. Peningkatan Jumlah
Kelembagaan Usaha Tan
buah
6. SL GAP
Ukuran
2011
Ha
2012
19
Kebun
Target
2013 2014
23
23
6
2015
23
6
2011
94,50
0
94,50
0
94,50
0
Paket
Buah
Buah
6
1
1
8
1
1
8
1
1
8
1
1
330
500
100
440
500
100
440
500
100
440
500
100
Lembaga
10
230
345
460
520
Lokasi/Pa
ket
11
12
12
12
123,1
62
346,7
85
210,2
50
800
600
150
147,7
94
374,2
02
210,2
50
800
600
150
147,7
94
374,2
02
210,2
50
800
600
150
147,7
94
374,2
02
210,2
50
800
600
150
1. Bantuan Stimulan
Paket
- Cabe
- Bawang Merah
2. Pengembangan Registrasi
Lahan Usaha Tan.Sayuran
3. Perbaikan Mutu
Pengelolaan Pasca Panen
Tanaman Sayuran
- Alat Pasca Panen
- Packing House
4. Pengembangan Registrasi
Packing House
Ha
Ha
Lahan
Usaha
20
15
100
20
15
100
20
15
100
20
15
100
Paket
Buah
Buah
16
2
-
16
2
2
16
2
2
16
2
2
480
300
-
500
300
50
520
300
50
540
300
50
Sumberd
a dana
APBNDek
on
APBNDekon
APBNDekon
APBNDekon
APBNDekon
Pelaksana
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
APBNDekon
APBD
Diperta
APBD
Diperta
APBN-
Diperta
Diperta
Diperta
APBN-
Diperta
APBN-
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
70
Kegiatan
Peningkatan
produksi
tanaman sayur
Peningkatan
produksi
tanaman obat
Indikator
5. Peningkatan Jumlah
Kelembagaan Usaha tan
sayuran
6. SL GAP
Bawang Merah
Cabe Rawit
Kubis
Kentang
Paprika
Jagung Manis
Wortel
7. Bantuan Stimulan
Bawang Merah
Cabe Rawit
Kubis
Kentang
Paprika
Jagung Manis
Wortel
1. Pengembangan Kawasan
Tanaman Hias dan Obat
2. Pengembangan Kawasan
Tanaman Hias dan Obat
3. Pengembangan registrasi
4. Lahan Usaha Tan.Obat
5. Lahan Usaha Tan.Hias
6. Pengembangan Registrasi
Packing House
7. Peningkatan Jumlah
Kelembagaan Usaha
Tanaman Hias dan Obat
Ukuran
2011
Target
2013 2014
4
4
2015
4
2011
Lembaga
2012
4
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
1
1
1
1
-
4
-
3
1
-
1
3
25
25
25
25
-
100
-
75
25
-
25
75
Paket
Paket
Paket
Paket
Paket
Paket
Paket
Ha
1
1
1
1
-
4
4
3
1
4
1
3
4
50
50
50
50
-
200
-
150
50
-
50
150
Ha
400
Sumberd
a dana
APBN-
APBD
APBN500
500
500
Lahan
Usaha
Pelaksana
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
APBN-
Diperta
2
5
-
2
5
1
2
5
1
50
125
-
50
125
-
50
125
20
50
125
20
Dekon
Buah
2
5
-
APBN-
Diperta
Diperta
Diperta
Lembaga
10
20
20
20
APBN-
Diperta
71
Kegiatan
Peningkatan
produksi
tanaman obat
Peningkatan
Produksi
peternakan
Indikator
8. SL GAP (Tanaman obat)
Jahe
Temulawak
Kunyit
Kencur
9. Bantuan Stimulan (Obat)
Jahe
Temulawak
Kunyit
Kencur
10. SL GAP (Tanaman Hias)
Krisan
Mawar
Melati
Sedap Malam
11. Bantuan Stimulan(Hias)
Krisan
Mawar
Melati
Sedap Malm
1. Optimalisasi IB dan INKA
2. Pengembangan agribisnis
peternakanmelalui LM3
3. Pengembangan budidaya
ternak Perah
4. Pengembangan budidaya
kambing/domba
5. Pengembangan budidaya
perunggasan
6. Pengembangan budidaya
ternak non unggas
7. Pengembangan budidaya
ternak sapi potong
8. Gerakan makan telur ayam
Ukuran
2011
2012
Target
2013 2014
2015
2011
Sumberd
a dana
APBD
Pelaksana
Unit
Unit
Unit
Unit
1
1
1
-
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
Paket
Paket
Paket
Paket
2
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
120
50
50
50
120
50
50
50
120
50
50
50
120
50
50
50
APBD
Unit
Unit
Unit
Unit
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
APBD
Unit
Unit
Unit
Unit
Paket
1
1
1
1
100
50
1
1
1
1
100
50
1
1
1
1
100
50
40
60
60
40
6000
7500
40
60
60
40
6000
7500
40
60
60
40
6000
7500
APBD
4200
7500
40
60
60
40
6000
7500
APBN
APBN
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Diperta
Disnak
Disnak
kelompok
70
50
1
1
1
1
100
50
kelompok
10
15
20
25
30
3000
4500
6000
7500
9000
APBN
Disnak
kelompok
10
20
30
40
40
1500
3000
4500
6000
6000
APBN
Disnak
kelompok
25
30
35
40
50
3750
4500
5250
6000
7500
APBN
Disnak
Kelompok
10
20
30
30
30
1000
2000
3000
3000
3000
APBN
Disnak
Kelompok
24
30
35
40
45
6000
7500
8750
10000
11250
APBN
Disnak
Paket
15
15
16
16
16
228
228
243.2
243.2
243.2
APBD
Disnak
72
73
Kegiatan
Peningkatan
Produksi
perkebunan
Pembinaan dan
Pengembangan
Jaringan Usaha
dan Pemasaran
Hasil Perikanan
Indikator
Ukuran
1. Rehabilitasi dan
pengembangan tanaman
kelapa
2. Peningkatan produksi gula
melalui penyediaan bibit
tebu unggul dan
penanganan pasca panen
3. Pengembangan Desa
Mandiri Energi dan Pangan
4. Pemberdayaan pekebun
tanaman semusim
5. Pembangunan dan
pemeliharaan kebun
sumber bahan tanaman
semusim perkebunan
6. Peremajaan tanaman kelapa
Hektar
(Ha)
Target
2013 2014
800
800
2011
270
2012
600
Hektar
(Ha)
33
33
33
Desa
10
10
Kelp
39
Hektar
(Ha)
Sumberd
a dana
APBD
Provinsi
Pelaksana
2015
800
2011
350
33
33
1200
1200
1600
1800
2400
APBD
Provinsi
Disbun
10
10
10
400
400
400
400
400
Disbun
39
39
39
39
1060
1060
1060
1060
1060
APBD
Provinsi
APBN
40
40
40
40
40
810
810
810
810
810
APBN
Disbun
Hektar
(Ha)
Unit
1.44
1.5
2.5
2.5
1270
1270
1690
2100
2100
APBN
Disbun
2000
2000
2000
3000
3000
APBN
Disbun
Kab/
Kota
kab
13
13
15
15
15
19790
19790
22500
22500
22500
APBN
Disbun
231
APBD
Diskanla
paket
491
491
491
491
491
APBD
Diskanla
Disbun
Disbun
74
Matrik Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Timur
Pilar III. : Peningkatan pengawasan Mutu dan keamanan pangan
Kegiatan
Inspeksi dan
sertifikasi
makanan
Peningkatan
jumlah dan
kompetensi
tenaga
penyuluh
keamanan
pangan (PKP)
dan penagwas
pangan
kab/kota
Indikator
Ukuran
1. Persentase
sarana produksi
makanan MD
yang memenuhi
standar GMP
yang terkini
2. Persentase
sarana produksi
makanan bayi
dan anak yang
memenuhi
standar GMP
yang terkini
1. Jumlah tenaga
penyukuh
keamanan
pangan (PKP) dan
pengawas pangan
kabupaten/kota
Target
2013 2014
100
100
Persen
2011
50
2012
100
Persen
50
100
100
152
152
2015
100
2011
100
100
100
10
25
25
152
152
150
175
175
2015
400
Sumberda
dana
DIPA
30
35
DIPA
BPOM
175
175
DIPA
BKP
Pelaksana
BPOM
75
Kegiatan
Bimbingan
teknis pada
industri rumah
tangga pangan
(IRTP)
Bimbingan
Teknis dan
monitoring pada
kantin sekolah
Indikator
Ukuran
IRTP
Sekolah
dasar
2011
-
Sekolah
dasar
2012
5
Target
2013 2014
10
15
2015
20
2011
-
2015
20
Sumberda
dana
Pelaksana
DIPA
BPOM
10
15
20
25
10
15
20
30
DIPA
BPOM
10
15
20
25
10
15
20
30
DIPA
BPOM
Kab/kota
38
38
38
38
38
280.
300
330
360
390
DIPA
BPOM
Sarana
Distribusi
2200
2400
2600
2800
3000
220
250
300
350
400
DIPA
BPOM
76
Kegiatan
Indikator
Ukuran
Penerapan GAP,
GHP dan Sistem
Jaminan Mutu
Perikanan
Budidaya
Monitoring dan
pengendalian
hama penyakit
ikan
Tersertifikasinya
usaha pembudidaya
ikan
paket
Menurunnya hama
penyakit ikan dan
meningkatkan mutu
hasil budidaya serta
menunjang
peningkatan
produksi perikanan
budidaya Jatim
(2571%)
1. Pemahaman
penerapan CCS
untuk menjamin
mutu dan
kamanan hasil
perikanan
2. Kemampuan
menerapkan
sistem
manajeman mutu
sesuai tuntutan
pasar
3. Kemampuan
menerapkan
pengemasan yang
baik untuk
meningkatkan
daya awet
Peningkatan
mutu dan
pengembangan
pengolahan
hasil perikanan
Target
2013 2014
70
80
2015
90
2011
275.00
10
10
959.00
959.00
959.00
100
100
100
190.00
190.00
50
50
50
50
121.00
30
30
30
30
52.00
2011
50
2012
60
Prevalensi
(%)
10
10
10
Orang
100
100
Orang
50
Orang
30
2015
403
Sumberda
dana
APBD
959.00
959.00
APBD
Diskanla
190.00
190.00
190.00
APBD
Diskanla
121.00
121.00
121.00
121.00
APBD
Diskanla
52.00
52.00
52.00
52.00
APBD
Diskanla
Pelaksana
Diskanla
77
Kegiatan
Indikator
Ukuran
Fasilitasi
Pengembangan
Industri
Pengolahan
Hasil Perikanan
1. Bantuan
peralatan untuk
meningkatkan
konsumsi/gizi dan
usaha
pengolahan
2. Meningkatkan
keterampilan
pengolah skala
kecil untuk
menganekaragam
kan produk
olehan hasil
perikanan
3. Pendampingan
untuk pembuatan
manual HACCP
dan
penerapannya
4. Terciptanya
standard produk
yang dapat
menjamin mutu
dan kamanan
hasil olahan
Target
2013 2014
63
65
Kelompok
2011
60
2012
60
Kab/kota
Orang
12
600
7
350
7
350
Orang
20
20
Orang
30
30
2015
1732.10
Sumberda
dana
APBD
APBN
Diskanla
35.00
35.00
35.00
APBN
Diskanla
41.00
41.00
41.00
APBN
Diskanla
2015
67
2011
1425.00
60.93
30
30
20
20
20
35.00
35.00
30
30
30
41.00
41.00
Pelaksana
Diskanla
78
Matrik Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Timur
Pilar IV. : Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)
Kegiatan
Pembinaan PHBS
pangan dan Gizi
Pengembangan
kebijakan sehat
bidang pangan
dan gizi
Sosialisasi dan
promosi PHBS
Indikator
1. Persentase sekolah
dasar yang
mendapat sosialisasi
PHBS
2. Jumlah PKK tingkat
Kab/kota yang telah
dilatih sebagai
Kelompok Pembina
PHBS
3. Jumlah tenaga
penyuluh PHBS pada
tingkat kecamatan
1. Jumlah kabupaten
dan kota yang
diadvokasi untuk
menetapkan
kebijakan yang
berwawasan
kesehatan
2. Monitoring dan
evaluasi PHBS level
Kabupaten/kota
1. Jumlah kab/kota
yang memasang
reklame PHBS
2. Lomba PHBS desa
tingkat Provinsi
3. Frekuensi promosi
PHBS di media
televise
Ukuran
Target
2013 2014
10
10
Sumberda
dana
APBD
Pelaksana
2012
5
Kab/kota
10
10
18
38
38
850
1000
1250
1350
1350
APBN &
APBD
Bappeda/
Bapemas
Persen
10
10
20
25
30
200
200
400
500
600
APBN &
APBD
Dinas
Kesehatan
Kab/kota
22
30
35
38
38
880
1200
1400
1660
16600
APBN &
APBD
Dinas
Kesehatan
Dan
Bappeda/
Bapemas
Kab/kota
38
38
38
38
38
760
760
760
760
760
APBN &
APBD
Bappeda/
Bapemas
Kab/kota
22
30
35
38
38
220
300
350
380
380
APBN &
APBD
Bappeda/
Bapemas
Kab/kota
38
38
38
38
38
200
200
200
200
200
APBD
Kali/tahun
150
150
300
300
300
APBD
Bappeda/
Bapemas
Bappeda/
Bapemas
Persen
2015
10
2011
5
Dinas
Kesehatan
79
Matrik Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Timur
Pilar V. : Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi
Kegiatan
Peningkatan
kelembagaan
pangan dan gizi
di pedesaan
Indikator
Ukuran
1. Prosentase pembinaan
kelompok masyarakat
(Pokmas) di lokasi
sasaran
2. Pembinaan kelompok
pada desa mandiri
pangan yang
dikembangkan
3. Pembinaan kelompok
pada daerah rawan
pangan
4. Pembinaan kelompok
pada desa lokasi
Percepatan
Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP)
5. Pembinaann kelompok
pendamping P2KP
6. Jumlah Kelompok
Masyarakat yang disuluh
7. Pembinaan kelompok
pada dalam
Terlaksananya
pemantuan dan
pemantapan
penganekaragaman
pangan dan keamanan
pangan
Target
2013 2014
45
50
2015
65
Sumberda
dana
APBD
Pelaksana
Pokmas
2011
-
2012
39
Desa
29
45
60
75
150
175
200
225
APBD
Bapemas
Desa
33
36
39
41
100
125
150
175
APBD
Bapemas
Desa
20
35
50
55
100
125
150
175
APBD
Bapemas
Desa
29
38
48
55
125
160
180
200
APBD
Bapemas
Pokmas
200
350
500
550
150
200
250
275
APBD
Bapemas
Desa
29
38
38
38
100
140
140
140
APBD
Bapemas
Bapemas
80
Kegiatan
Peningkatan
kelembagaan
pangan dan gizi
di pedesaan
Revitalisasi
Intitusi
Ketahanan
Pangan dan Gizi
Peningkatan
Sistem Informasi
pangan dan Gizi
Koordinasi dan
kerjasama lintas
SKPD
Indikator
Ukuran
Target
2013 2014
76
114
2015
152
Sumberda
dana
APBD
Pelaksana
Klp
2011
-
2012
38
Kab
15
20
25
30
100
120
140
160
APBD
Bapemas
8. Pembinaan kelompok
tani pangan
9. Pembinaan kelompok
pada dalam perbaikan
mutu pengelolaan
proses produksi dan
pasca panen
10. Peningkatan jumlah
kelembagaan usaha di
bidang pangan dan gizi
11. Penguatan Tim Pangan
dan Gizi Kecamatan
pada setiap Kabupaten
1. Pemberdayaan Dewan
Ketahanan Pangan
daerah
2. Penguatan Sistem
Kewaspadaan Pangan
dan Gizi Daerah
3. Penguatan kapasitas
tenaga Pembina
Bapemas
Lembaga
15
30
45
60
100
150
200
250
APBD
Bapemas
Kab/kota
38
38
38
38
38
760
760
760
760
760
APBN &
APBD
Kab/kota
38
38
38
38
38
380
380
380
380
380
APBN &
APBD
Kab/kota
38
38
38
38
38
1900
1900
1900
1900
1900
APBN &
APBD
Kab/kota
38
38
38
38
38
1900
1900
1900
1900
1900
APBN &
APBD
Kab/kota
38
38
38
38
38
760
760
760
760
760
2. Pendataan Kerawanan
Pangan masyarakat
Kab/kota
38
38
38
38
38
760
760
760
760
760
APBN &
APBD
APBN &
APBD
Kab/kota
38
38
38
38
38
760
760
760
760
760
APBN &
APBD
Kab/Kota
38
38
38
38
38
380
380
380
380
380
APBD
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Dinas
Kesehatan
Badan
Ketahanan
Pangan
Badan
Ketahanan
Pangan
Bappeda
Prov