Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan transmisi pada umumnya adalah suatu mekanisme yang
dipergunakan untuk memindahkan gerakan (putaran) elemen mesin yaitu poros satu ke
poros yang lain.Banyak jenis mekanisme penggerak/penerus daya yang sering ditemui pada
instalasi permesinan.Beberapa diantaranya adalah:
1. Roda gesek (friction wheel),
2. Kopling (coupling and clutch),
3. Rantai (chain),
4. Sabuk (belt),
5. Roda gigi (gear).
Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi daya yang sangat penting,dapat ditemui
pada berbagai alat dengan daya kecil sampai pada alat produksi turbin uap dengan daya
sampai puluhan atau bahkan ratusan megawatt. Hal ini dimungkinkan karena,bilamana
dibandingkan dengan system transmisi daya yang menggunakan rantai atau sabuk,transmisi
daya dengan menggunakan roda gigi jauh lebih ringkas, simple dan kompak serta mampu
meneruskan putaran yang jauh lebih tinggi (efisiensi lebih tinggi).
Keunggulan transmisi yang menggunakan roda gigi dibandingkan dengan
mekanisme transmisi lain :
a. Efisiensi pemindahan daya yang tinggi,
b. Sistem yang kompak dan bebas slip,
c. Kemampuan menerima beban yang tinggi,
d. Ruangan yang ditempatinya relative kecil,
Sebaliknya transmisi roda gigi juga mempunyai kekurangan, antralain yaitu :
a. Tingkat kebisingan yang tinggi,
b. Memerlukan media pelumas yang cukup dan sesuai,
c. Sistem transmisi daya relative kaku,
d. Perlu dilengkapi dengan kopling yang berfungsi untuk mereda beban kejut, sehingga
harganya cukup mahal (dari tinjauan ekonomi).
Akan tetapi, walaupun memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan, roda gigi
tetap lebih disukai sebagai alat transmisi

daya atau putaran pada mesin-mesin,

khususnya di bidang otomotif.


1

1. 1.Pembatasan Masalah
Pada perhitungan ulang (recalculation) atau redisain system transmisi roda gigi
Suzuki APV Arena, masalah yang dibahas hanya terbatas pada segi :
1. Rumus-rumus untuk perhitungan kopling plat,
2. Mekanisme kerja roda gigi,

4. Kekuatan roda gigi,

3. Umur dan faktor keamanan,

5. Gambar teknik.

1. 2.Sumber Data-data
Data yang dipergunakan untuk menghitung ulang system transmisi Suzuki APV
Arena ini diperoleh dengan :
1. Melakukan pengukuran langsung,
2. Studi lapangan ke work shop di kantor tempat saya bekerja,
3. Memanfaatkan fasilitas internet
1. 3.Sistematika Pembahasan
Sistematika analisa dan penulisan konsep redisan ini adalah sebagai berikut :
a. Bab I

: Pendahuluan,

b. Bab II

: Kopling, Roda Gigi dan Sistem Transmisi,

c. Bab III

: Perhitungan Roda Gigi,

d. Bab IV

: Penutup.

Metoda perhitungan pokok yang diterapkan dalam tugas redisain ini mengacu pada
metoda yang diperoleh dari buku Elemen Mesin karya Sularso dan dari literature
Machine Element, jilid II karya Gustav Niemann serta literature Machine Element karya
Herman Roloff.

BAB II
KOPLING, RODA GIGI DAN SISTEM TRANSMISI
2.1.

Kopling Plat
Kopling plat adalah suatu kopling yang menggunakan satu plat atau lebih yang

dipasang di antara kedua poros serta membuat kontak dengan poros tersebut sehingga
terjadi penerusan daya melalui gesekan antara sesamanya. Konstruksi kopling ini cukup
sederhana dan dapat dihubungkan dan dilepaskan dalam keadaan berputar. Karena itu
kopling ini sangat banyak dipakai.
Kopling plat dapat dibagi atas kopling plat tunggal dan kopling plat banyak, yaitu
berdasarkan atas banyaknya plat gesek yang dipakai. Juga dapat dibagi atas kopling basah
dan kering, serta atas dasar cara pelayanannya (manual, hidrolik, numatik, dan
elektromagnitis). Macam mana yang akan dipilih tergantung pada tujuan, kondisi kerja,
lingkungan, dan sebagainya.

Gbr. 3.4 Lambang-lambang untuk kopling plat (satu bidang gesek).

Bentuk kopling plat yang paling sederhana diperlihatkan dalam Gambar 3.4. Badan
A dipasang tetap pada poros sebelah kiri, dan badan B dipasang pada poros di sebelah kanan
serta dapat bergeser secara aksial pada poros tersebut sepanjang pasak luncur. Bidang gesek
C pada bidang B didorong ke badan A hingga terjadi penerusan putaran dari poros

penggerak di sebelah kiri ke poros yang digerakkan di sebelah kanan. Pemutusan hubungan
dapat dilakukan dengan meniadakan gaya dorong hingga gesekan akan hilang.
D 1 adalah

diameter dalam, dan D2 adalah diameter luar bidang gesek. Karena

bagian bidang gesek yang terlalu dekat pada sumbu poros hanya mempunyai pengaruh yang
kecil saja pada pemindahan momen, maka besarnya perbandingan D1 / D2 jarang lebih
rendah dari 0,5.
Besarnya tekanan pada permukaan bidang gesek adalah tidak terbagi rata pada
seluruh permukaan tersebut; makin jauh dari sumbu poros, tekanannya semakin kecil. Jika
dalam Gambar 3.4 besarnya tekanan rata-rata pada bidang gesek adalah p (kg/mm), maka
besarnya gaya yang menimbulkan tekanan ini adalah
F=

( D22 D12 ) p
4

(2.1)

Jika koefisien gesek adalah , dan seluruh gaya gesekan dianggap bekerja pada keliling
rata-rata bidang gesek, maka momen gesekan adalah
T F

D1 D2
4

(2.2)

Harga dan harga tekanan yang diijinkan p a (kg/mm) diberikan dalam Tabel 3.1.
Harga-harga koefisien gesek dalam tabel tersebut ditentukan dengan memperhitungkan
keadaan bidang gesek yang sudah agak menurun gesekannya karena telah terpakai beberapa
waktu, serta didasarkan atas harga tekanan yang diijinkan yang dianggap baik.
Selanjutnya harus diperhatikan pula GD 2 dari poros yang digerakkan yang harus
dipercepat pada waktu kopling dihubungkan. Faktor keamanan kopling harus dihitung
dengan memperhatikan macam penggerak mula yang dipakai, variasi beban, besarnya
GD 2 , dan ada tidaknya tumbukan.
Tabel 3.1 Harga dan p a .

Bahan permukaan kontak


Besi cor dan besi cor
Besi cor dan perunggu
Besi cor dan asbes (ditenun)
Besi cor dan serat
Besi cor dan kayu

Kering
0,10 - 0,20
0,10 - 0,20
0,35 0,65
0,05 0,10
-

Dilumasi
0,08 0,12
0,10 - 0,20
0,05 0,10
0,10 0,35

p a (kg/mm)

0,09 0,17
0,05 0,08
0,007 0,07
0,005 0,03
0,02 0,03

Kerja penghubungan yang diijinkan dibatasi menurut banyaknya penghubungan


dalam suatu jangka waktu tertentu. Kenaikan temperatur juga dibatasi. Umur plat gesek juga
harus dihitung.
Sekalipun untuk kopling plat yang sederhana, sebanyak mungkin segi yang penting
harus diperhatikan, agar kopling dapat bekerja dengan halus dan aman, karena kopling
adalah suatu bagian yang penting.

Gbr. 3.5 Penggolongan kopling menurut cara kerjanya.

Selain perhitungan momen, kopling, dalam praktek juga ditentukan karena


percepatan dll. Di bawah ini akan diberikan cara yang lebih lengkap.
5

1) Mula-mula ditentukan cara pelayanan pada mesin yang akan dipakai, seperti manual
atau otomatik, langsung atau jarak jauh, serta macam pelayanan seperti: manual,
hidrolik, numatik, atau magnitik [Gambar 3.5(a), (b), (c)].
2) Tentukan macam kopling menurut besarnya momen yang akan diterukan, plat tunggal
atau plat banyak.
3) Perhitungkan macam dan karakteristik momen dari penggerak mula. Jika variasi
momennya besar, suatu kopling kering dapat dipakai dengan plat luar macam roda gigi,
atau kopling basah tanpa bentuk plat luaryang demikian. Jika kopling akan dikenai
beban tumbukan berat, ada baiknya dipakai kpling numatik.
4) Untuk jangka waktu penghubungan sebesar 0,2 sampai 1 detik (s), kopling macam apa
saja dapat dipakai. Namun untuk 0,2 (s) atau kurang. Kopling basah hanya dapat dipakai
untuk kapasitas kecil. Terutama kopling dengan pelayanan hidrolik harus dihindari
karena kerjanya lebih lambat dari pada yang lain.
5) Untuk jumlah penghubung kurang dari 20 kali/menit, semua macam dapat dipakai,
tetapi untuk lebih dari 20 kali/menit, kopling basah tidak cocok.
6) Jika lingkungan kerja tidak baik, pakailah kopling basah, dan jika pemakaian kopling
kering tak dapat dihindari, pasanglah kopling tersebut di dalam kotak yang tertutup rapat
dan kedap.
7) Untuk penempatan yang menyulitkan pemeriksaan dan pemeliharaan, lebih cocok jika
dipakai cara pelayanan hidrolik, numatik, dan elektromagnitik.
8) Jika diingini umur yang panjang, pemakaian kopling basah sangat sesuai.
Rumus-rumus perhitungan kopling plat dapat dikelompokkan menjadi lima: 1.
Momen puntir, 2. Kerja penghubungan, 3. Jangka waktu kerja, 4. Perhitungan panas, dan 5.
Umur plat gesek.
2.1.1. Momen Puntir
i) Momen yang dihitung dari daya penggerak mula. Jika daya penggerak mula
adalah P (kW), faktor koreksi f c , dan putaran poros kopling n 1 (rpm), maka momen puntir
T (kg.m) pada poros kopling adalah

fc P

T=974 n
1

(2.3)
6

Jika P adalah daya nominal motor, f c =1 dapat dipandang cukup karena sudah
mencakup beberapa tambahan.
ii) Momen yang dihitung dari beban. Jika gaya yang ditimbulkan oleh beban adalah
F (kg), kecepatan beban adalah V (m/min), putaran poros kopling adalah n 1 (rpm), dan
efisiensi mekanis adalah , maka momen beban T l (kg.m) dapat dinyatakan oleh:
FV
6120 n1

Tl 974

(2.4)

Momen ini mencakup dua macam beban: pertama, beban berat sejak dari permulaan
seperti pada konveyor; dan kedua, beban ringan pada permulaan seperti pada pemutaran
cekam mesin bubut bersama benda kerjanya dan kemudian beban penuh setelah
pemotongan oleh pahat bubut dimulai.
Jika beban berat sudah bekerja sejak permulaan dan harganya tidak diketahui, maka
momen T (kg.m) yang dihitung dari daya motor nominal dapat dipakai secara efektif. Jika
momen start adalah T l1 (kg.m), maka:
Tl1 T

(2.5)

Momen maksimum pada kecepatan penuh kemudian dapat dianggap T l 2 (kg.m).


Jika efek total roda gaya terhadap poros kopling adalah GD 2 (kg.m), kecepatan
relatif adalah n r n1 n2 (rpm), dimana beban berputar dengan n 2 (rpm), dan jangka
waktu penghubungan (dari saat kopling dihubungkan hingga kedua poros mencapai putaran
yang sama) adalah t a (s), maka persamaan gerak dari seluruh benda yang berputar adalah
GD 2
4g

T=J

f 0

ta

(2.6)

dimana T =momen dari luar (kg.m), J=momen inersia (kg.m.s), g=9,8 (m/s), 0
kecepatan sudut awal (rad/s), f kecepatan sudut akhir (rad/s).
Jika momen percepatan yang diperlukan untuk mencapai jangka waktu
penghubungan yang direncanakan t e (s) adalah Ta (kg.m), maka karena momen luar
T Ta Tl1 ,

GD 2 2n1 2n2 1 GD 2 (n1 n2 )


Ta Tl1 =

4 x9,8 60
60 t e
375t e

Ta

GD 2 nr
Tl1
375t e

(2.7)

(2.8)

Bila GD 2 dan momen beban adalah kecil pada penghubungan, dan momen beban
berat dikenakan setelah terjadi hubungan, serta jika momen beban maksimum adalah T l 2 ,
dimana
Ta

GD 2 n1
1
Tl1 Tl 2
375t e
2

(2.9)

Maka kopling tersebut dapat dianggap bekerja dengan momen gesekan statis. Dalam
keadaan demikian, pilihlah kopling dengan Ts 0 sebagai kapasitas momen gesekan statis
dalam daerah berikut:
Ts 0 Tl 2 f

(2.10)

Sebaliknya, meskipun beban berat dikenakan kemudian, jika:


Ta

GD 2 .n1
1
Tl1 Tl 2
375t e
2

(2.11)

dan, bila momen beban berat dikenakan dari permulaan, maka pilihlah kopling dengan Td 0
sebagai kapasitas momen gesekan dinamis dalam daerah berikut:
Td 0 Ta f

(2.12)

Untuk kopling elektromagnit plat tunggal kering (Gambar 3.6) momen gesekan statisnya
diberikan dalam Tabel 3.2, dan momen gesekan dinamisnya dalam Gambar 3.7. Faktor
keamanan f diberikan dalam Tabel 3.3.

2.1.2. Kerja Penghubungan


Setelah pemilihan kapasitas momen, perlu dibahas panas gesekan atau kerja
penghubungan oleh slip pada waktu berlangsung proses penghubungan. Untuk kopling
dengan kapasitas momen yang dipilih, kerja penghubungan yang diijinkan diberikan
8

menurut jumlah penghubungan dalam jangka waktu tertentu. Jika kerja untuk sekali
penghubungan lebih kecil dari pada kerja penghubungan yang diijinkan, maka dapat
diterima.

Gbr. 3.6 Kopling elektromagnit dengan plat tunggal kering.


Tabel 3.2 Contoh momen puntir gesek statis untuk kopling elektromagnit plat tunggal kering
(Gambar 3.6)
Nomor kopling
Momen gesek statis (kg.m)
GD 2 sisi rotor (kg.m)

1,2
1,2

2,5
2,5

5
5

10
10

20
20

40
40

70
70

100
100

0,0013
0,0022

0,0034
0,0052

0,0089
0,0150

0,0221
0,0322

0,0882
0,1004

0,2192
0,2315

0,4124
0,5036

1,1257
1,0852

15
5x2

20
5x2

25
7x3

30
7x3

40
10x3,5

50
15x5

60
15x5

70
18x6

90

110

140

175

220

260

315

380

144

150

180

205

25

35

42

50

70

85

100

120

60

75

90

115

132

157

168

192

50

60,3

69

85

95,3

109

123

138

0,3
1,5

0,3
2,4

0,3
4,5

0,4
9,0

0,5
16

0,7
25

0,7
38,5

0,8
56

GD sisi stator (kg.m)


Diameter lubang d H 7
0 ,1
Alur pasak bE 9 t 0

Berat (kg)

i) Pada waktu percepatan. Sekarang akan dicari kerja yang dilakukan bila beban
yang telah berputar dengan putaran n 2 (rpm) dipercepat menjadi n 1 (rpm) setelah
dihubungkan dengan poros penggerakyang mempunyai putaran n 1 (rpm) dalam arah yang
sama. Kerja untuk satu kali hubungan dapat dinyatakan dengan satuan (kg.m/hb).

Kerja yang dilakukan dalam jangka waktu penghubungan yang sesungguhnya t ae


(s) dari kecepatan sudut 2 (rad/s) menjadi 1 (rad/s) dengan kapasitas momen Tdo
(kg.m) adalah perkalian antara sudut yang ditempuh oleh putaran poros dalam jangka waktu
t ae sebesar ( 1 2 ) /2 kali t ae dengan Tdo . Jadi:

E= Td 0

1 2
2n1 2n 2 t ae Td 0 .n r
t ae Td 0

t ae

2
60 2
19,1
60

(2.13)

Karena Ta dalam persamaan (2.8) menjadi Td 0 , maka

t ae

GD 2 nr
GD 2

n1 n2

Td 0 Tl1 19,6 60
375 Td 0 Tl1

(2.14)

Dari kedua persamaan di atas,

Gbr.3.7 Karakteristik momen puntir gesek dinamis terhadap putaran relatif dari kopling
elektromagnit dengan plat tunggal kering

Tabel 3.3 Faktor keamanan untuk memilih kopling tak tetap


Watak pembebanan
(frekwensi penghubungan,
inersia, variasi beban,
tumbukan)
Frekwensi dan inersia ren-

Macam penggerak mula


Motor
Motor Diesel 4-6

Motor Listrik.
Turbin.
1,5

Bensin 4-6

silinder. Motor

silinder

Bensin 1-2 silinder

1,7

2,1

Macam mesin
Blower, kipas angin,

10

dah, bebas variasi beban.

mesin kantor.
Mesin perkakas kecil,

Frekwensi dan inersia


ren-

1,7

2,0

2,4

dah.

mesin pintal, pompa


kecil kecepatan tinggi,
mesin kayu kecil.
Mesin perkakas besar,

Frekwensi rendah.

2,0

2,3

2,8

pres kecil, derek, mesin


pintal, pompa kecil,
kompresor.
Pres sedang, kran,

Variasi beban besar,

2,4

inersia besar.

2,8

3,4

pengaduk, mesin tap,


penumbuk.
Rolling mill berat, pres

Beban tumbukan, beban

3,4

berat.

4,0

4,7

besar, mesin serut, mesin


tusuk gerigi.

Td 0 nr
GD 2 n r

19,1 375(Td 0 Tl1 )

Td 0
GD 2 n r

(kg.m/hb)
7160 Td 0 Tl1

(2.15)

Bila beban dalam keadaan diam, maka nr n1 .


ii) Jika sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak. Jika
jangka waktu yang diperlukan untuk perlambatan dari n 2 (rpm) menjadi nol adalah t1 (s),
Dan jangka waktu untuk percepatan dari nol menjadi n1 (rpm) adalah t 2 (s), maka
persamaan gerak dari benda yang berputar adalah
(Td 0 Tl1 )

(Td 0 Tl1 )

GD 2 (0 2 )

4g
t1

GD 2 (1 0)

4g
t2

(2.16)

(2.17)

maka,

11

GD 2 n2
GD 2 n1
t1
; t2
375(Td 0 Tl1
375(Td 0 Tl1 )

(2.18)
Besarnya sudut yang ditempuh adalah (( 2 / 2)t1 1t1 (1 / 2)t 2 ) , sehingga
Td 0 n12
T (2n1 n2 )n2
2
t1 1t1 1 t 2 = d 0

2
7160(Td 0 Tl1 ) 7160(Td 0 Tl1 )
2

E Td 0

Td 0 (2n1 n 2 )n2
n12
E

7160 Td 0 Tl1
Td 0 Tl1

(2.19)

Jika kerja penghubungan yang diijinkan adalah E a (kg.m/hb), maka haruslah


E Ea

(2.20)

Jumlah penghubungan terhadap kerja penghubungan yang diijinkan untuk kopling


elektromagnit plat tunggal kering diperlihatkan dalam Gambar 3.8.
2.1.3. Waktu Pelayanan Dan Penghubungan (Waktu Kerja)
Pada permulaan perhitungan, momen percepatan yang diperlukan untuk memenuhi
waktu penghubungan t e yang direncanakan dicari lebih dahulu, dan momen puntir serta
nomor kopling menentukan. Kemudian momen percepatan oleh kopling dan waktu
penghubungan yang sesungguhnya t ae dapat dihitung. Karena Td 0 menjadi lebih besar
maka t ae menjadi lebih kecil dari pada t e . Meskipun demikian perlu diperiksa untuk
meyakinkannya.
Rumus yang diperoleh dalam (2) dapat disusun sebagai berikut:
i) Pada percepatan

t ae

GD 2 n r

375(Td 0 Tl1 )

(2.21)

12

Gbr. 3.8

Kerja penghubungan yang diperbolehkan untuk kopling elektromagnit dengan


plat tunggal kering (Gbr, 3.6).

ii) Bila sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak.

t ae

GD 2
375

n2
n1

Td 0 Tl1 Td 0 Tl1

(2.22)

Waktu yang diambil sejak dari permulaan pelayanan hingga tercapai hubungan
adalah waktu penghubungan yang sesungguhnya t ae seperti tersebut di atas ditambah
waktu t 0 yang diambil sejak operator memulai pelayanan sampai saat gaya mulai bekerja
pada badan kopling. Waktu t 0 mencakup semua waktu di dalam pelayanan yang tergantung
pada macam kopling, dan perbedaan di antara operator dalam hal kopling manual. Besarnya
waktu tersebut adalah penting, meskipun harganya tidak tetap.

2.1.4. Perhitungan Panas

13

Kerja penghubungan pada kopling akan menimbulkan panas karena gesekan hingga
temperatur kopling akan naik. Temperatur permukaan plat gesek biasanya naik sampai 200
(C) dalam sesaat. Tetapi untuk seluruh kopling umumnya dijaga agar suhunya tidak lebih
tinggi dari pada 80 (C).
Jika kerja penghubungan untuk satu kali pelayanan direncanakan lebih kecil dari
pada kerja penghubungan yang diijinkan, pada dasarnya pemeriksaan temperatur tidak
diperlukan lagi.
2.1.5. Umur Plat Gesek
1
Umur plat gesek kopling kering adalah lebih rendah dari pada 10
umur kopling

basah. Karena laju keausan plat gesek sangat tergantung pada macam bahan geseknya,
tekanan kontak, kecepatan keliling, temperatur, dll., maka agak sukar untuk menentukan
umur secara teliti. Sekalipun demikian, taksiran kasar dapat diperoleh dari rumus berikut ini.
N mL

L3
Ew

(2.23)

dimana E = kerja penghubungan untuk satu kali hubungan (kg.m/hb), w = laju keausan
permukaan bidang gesek (cm/(kg.m)) (Tabel 3.4), dan L = volume keausan yang diijinkan
dari plat gesek (cm) (Tabel 3.5).
Tabel 3.4 Laju keausan pelat gesek.

Bahan permukaan
Paduan tembaga sinter

w [cm/(kg.m)]
(3-6) x 10 7

Paduan sinter besi

(4-8) x 10 7

Setengah logam

(5-10) x 10 7

Damar cetak

(6-12) x 10 7

Tabel 3.5 Batas keausan rem dan kopling elektromagnit plat tunggal kering.
Nomor kopling/rem
Batas keausan
permukaan (mm)

1,2

2,5

10

20

40

70

100

2,0

2,0

2,5

2,5

3,0

3,0

3,5

3,5

14

Volume total pada


batas keausan (cm)

2.2.

7,4

10,8

22,5

33,5

63,5

91,0

150

210

Roda Gigi Dan Sistem Transmisi


Pada kendaraan bermotor, alat transmisi adalah suatu mekanisme penyalur daya dan

atau putaran yang dihasilkan oleh mesin dari energi pembakaran bahan baker di dalam
ruang baker. Secara garis besar urutan penyaluran daya dan putaran adalah :
1. Energi eksplosi dari ruang bakar diubah menjadi gerak translasi dengan perantara
torak (piston),
2. Kemudian, gerak translasi diubah menjadi gerak rotasi dengan memakai poros
engkol (crank shaft),
3. Selanjutnya, gerak rotasi tersebut diteruskan ke sistem gerak translasi melalui
kopling,
4. Dan akhirnya, daya dan atau putaran disampaikan ke roda penggerak melalui poros.
Mesin yang handal harus mampu menghasilkan daya untuk menggerakkan body
kendaraan dan factor luar yang dibebankan padanya, sehingga kemampuan kendaraan
tercapai sesuai yang diinginkan. Resistansi terkecil terjadi karena adanya gaya adhesi antara
permukaan ban (roda) dan permukaan jalan, sedangkan resistansi terbesar adalah resistansi
udara (air resistance) dan resistansi gelinding (rolling resistance). Untuk mengantisipasi
resistansi tersebut dan agar mampu meneruskan daya optimal, diperlukan system transmisi
roda gigi dengan perbandingan transmisi tertentu.
2.2.1. Sistem Transmisi Roda Gigi
Sistem transmisi roda gigi yang digunakan pada kendaraan bermotor umumnya
terdiri dari 3 poros, yaitu :
1. Poros utama atau poros input (primary shaft).
Poros input yang selalu berputar sesuai dengan kapasitas daya yang bersumber dari
ruang bakar mesin (engine) terdapat roda gigi IV. Poros input tersebut berhubungan

dengan kopling gesek yang digunakan untuk mengatur system pelepasan dan
pemasukan daya yang kemudian diteruskan pada system transmisi roda gigi.
2. Poros Gigi Susun (lay shaft).

15

Pada poros gigi susun terdapat satuan roda gigi yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Satuan roda gigi susun selalu bersinggungan dengan pasangan
roda gigi pada poros input dan poros output.
3. Poros Output.
Pada poros output terdapat cincin pengunci, gigi penggerak, speedometer, dan pasak
datar (sunkey), unit selongsong (hub) kopling no 2, cincin sinkronisasi dan gigi
ketiga, bushing, bantalan, gigi no 1, dan cincin sinkronisasi, bola pengunci, satuan
hub koling no 1, gigi kedua dan cincin sinkronisasi.
4. Roda Gigi Pembalik Putaran (gear reversing).
Berfungsi untuk mengubah besar dan arah putaran dari poros input sehingga
menghasilkan arah putaran yang terbalik pada poros output. Roda gigi ini hanya
bekerja bila tongkat pemindah transmisi (versnelling) terletak pada posisi mundur.
Pada posisi R roda gigi pembalik putaran akan menghubungkan gigi R pada poros
output dengan gigi susun bagi posisi mundur (reverse position).
2.2.2. Perancangan Roda Gigi
Pada perancangan elemen mesin, termasuk roda gigi terlibat kuantitas-kuantitas
sebagai :
Beban yang harus didukung oleh elemen mesin, dapat berupa kuantitas-kuantitas
gaya, momen lentur, momen puntir, dll,
Tegangan yang terjadi dalam elemen mesin akibat beban yang diterima,
Geometri dan dimensi elemen mesin,
Kekuatan elemen mesin, yaitu tegangan yang diizinkan terjadi tanpa
menimbulkan kerusakan pada elemen,
Bahan elemen mesin.
Tahap awal proses perencanaan (merancang/designing) setiap elemen mesin
adalah menentukan material (dalam hal ini didasarkan atas pertimbangan kekuatan dan
nilai ekonomis material) serta dimensi elemen mesin yang sudah diketahui fungsinya
(kekuatan elemen mesin). Elemen mesin yang dirancang berdasarkan pertimbangan
kekuatan dan nilai ekonomis tersebut diharapkan tidak akan mengalami kegagalan
ketika dan atau selama beroperasi.
Elemen mesin itu juga harus memenuhi berbagai persyaratan desain, antara lain :
Elemen mesin itu tidak boleh mengalami deformasi permanen,
Elemen mesin tidak boleh mengalami deformasi eksesif, misalnya Buckling,
16

Elemen tidak boleh mengalami getaran yang eksesif sehingga mengganggu


fungsi elemen lainnya,
Tingkat kebisingan elemen mesin sedapat mungkin berada pada batas ambang
yang diperbolehkan.
Dalam praktek desain actual, ternyata jumlah rumus (hubungan antar persamaanpersamaan secara teoritis dari beberapa kuantitas) yang tersedia lebih sedikit daripada
kuantitas yang harus ditentukan, sehingga untuk mengatasi kekurangan ini diperlukanlah
hubungan empiris (angka praktek yang diperoleh berdasarkan eksperimen dan tidak
perlu dibuktikan secara teoritis) untuk menentukan kuantitas-kuantitas itu.
Selain kesulitan yang terdapat pada perancangan roda gigi di atas, masih ada
kesulitan

lain yang

mendominasi permasalahan, yaitu beban pada gigi hanya

bisa diperkirakan jika semua ukuran roda gigi dan jumlah gigi telah diketahui, yakni
kuantitas-kuantitas yang justru hendak ditentukan.
Untuk mengatasi berbagai kesulitan tersebut, harus ada suatu metode sederhana
namun taktis dalam upaya memperoleh kuantitas-kuantitas yang diisyaratkan.
Berdasarkan perkiraan kuantitas-kuantitas tersebut kemudian dilakukan proses
perhitungan berbagai dimensi roda gigi yang melibatkan nilai ekonomi dan kekuatan
bahan dengan menggunakan suatu metoda yang dinamakan proses iterasi (iteration
processes).
Kuantitas-kuantitas yang harus dihasilkan dalam proses perancangan roda gigi
pada konsep redesain ini adalah sebagai berikut :
1. Macam profil, involut, sikloidal, atau wildhaber-novikov,
2. Modul : m,
3. Sudut tekan :

4. Jumlah gigi : Z1 dan Z 2 ,


5. Tinggi gigi : standar, pendek, atau tinggi ,
6. Korigasi gigi : X,
7. Jenis roda gigi : lurus, miring, kerucut,
8. Rasio kontak: ,
9. Bahan dan pelumas yang diperlukan.
Kuantitas-kuantitas di atas ada dalam asumsi perancang. Artinya perancang
dapat mengasumsikan kuantitas awal terlebih dahulu, kemudian menghitung kuantitaskuantitas lainnya, dan selanjutnya melakukan rechecking terhadap kuantitas-kuantitas
awal yang diasumsikan tersebut.
17

2.2.2.1. Perhitungan Dimensi Utama


Kuantitas yang diperlukan untuk menentukan kapasitas beban dalam
perancangan sistem roda gigi, meliputi :
a. Kuantitas-kuantitas pada lingkaran singgung (pitch) dan lingkaran dasar,
b. Kuantitas-kuantitas yang menentukan perubahan bentuk roda gigi yang terdiri
dari factor korigasi, diameter lingkaran kepala dan tinggi kepala gigi.
A. Perhitungan Jumlah Gigi
Jumlah gigi Z g ditentukan dari rumus :
Zg

2
sin 2

(2.24)[Lit. 3 ; hal.437]

Sudut tekan ditentukan, 20 (nilai ini umum dipakai).


Nilai Z1 diperoleh dari pendekatan nilai Z g dan ditentukan nilai Z 2 .
Z1 Z 2 X

(2.25)

Perbandingan roda gigi : i1 , i2 , i3 , i4 , dan ir diketahui dari spesifiksai data-data


teknis, dan kuantitas ini digunakan untuk menentukan kuantitas-kuantitas lainnya
yang terkait.
i1

Z 2 Z 4 Z 2 X Z3

Z1 Z 3 Z1 Z 3

(2.26)

i2

Z 2 Z6 Z 2 X Z5

Z1 Z 5 Z1 Z 5

(2.27)

i3

Z 2 Z8 Z 2 X Z 7

Z1 Z 7 Z1 Z 7

(2.28)

ir

Z 2 Z10 Z11 Z 2 X Z 9

Z1 Z 9 Z10 Z1 Z 9

(2.29)

B. Perhitungan Kuantitas-kuantitas Pada Lingkaran Singgung Dan


Lingkaran Dasar

18

o Diameter lingkaran singgung,

d b mn .Z

(2.30)

o Diameter lingkaran pitch

d o m.Z

(2.31)

o M o d u l,

o Nilai modul & lingkaran singgung

mn m. cos o

do
Z

(2.32)

(2.33)
Dari Tabel 22/15, dipilih nilai mn yang sesuai.

Z1 Z 2 .m

o Jarak sumbu poros,

(2.34)

Bila dimensi sesungguhnya belum diketahui, diameter lingkaran pitch gigi dihitung
dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
20.500 P p i 1
do

p d n
i

3 1

(2.35)[Lit. 3 ; hal.251]

yang mana :
P : Daya yang akan ditransmisikan dalam kW,
p : Kekuatan lelah dalam N.m 2 lihat Tabel A15.2,
i : Rasio roda gigi,
n : Putaran permenit,
d

b
(pada grafik 4.1).
do

Formula yang dianjurkan oleh Herman Roloff di dalam literature karyanya


(hal.455) untuk menentukan lebar roda gigi adalah sebagai berikut :
Untuk pinyon,berlaku :

b d .d o

(2.36)

Sudut kontak miring dapat dihitung dengan persamaan:


(Herman Roloff hal.470) :

tan o 3,5

Diameter lingkaran besar,

d g d o cos o

Pada persamaan transversal,

o tan 1

ms
b

tan o

cos o

(2.37)
(2.38)
(2.39)

C. Penentuan Faktor Korigasi

19

Penentuan factor korigasi didasarkan pada kuantitas penampang normal,


sedangkan perhitungan diameter lingkaran kepala dan tinggi kepala didasarkan pada
kuantitas-kuantitas di penampang transversal.
Korigasi adalah jarak pemunduran atau pemajuan dari atau bentuk pemotong
gigi terhadap pusat diameter roda gigi. Tujuannya adalah agar kepala gigi di
lingkaran kepala gigi tidak bersentuhan dengan kaki gigi pasangannya pada waktu
operasi. Penentuan factor korigasi tersebut dapat diperoleh dari persamaan :
(2.40)[Lit. 2 ; hal. 117]
Untuk menentukan nilai Bx digunakan persamaan berikut :
inv bn inv on
tan on

Bx

cos on

a ao
2
1 cos o

ao

(2.41)[Lit. 2 ; hal. 115]

bn cos 1

(2.42)[Lit. 2 ; hal. 117]

Atau dengan menggunakan Tabel 22/3, tetapi sebelumnya dicari dahulu kuantitaskuantitas sebagai berikut :
sin on

sin o

g cos 1

(2.43)[Lit. 2 ; hal. 105]

d
b tan 1 tan o b
do

(2.44)[Lit. 2 ; hal. 118]

a ao
cos 2 o
a

(2.45)[Lit. 2 ; hal. 117]

Bv

Berdasarkan nilai Bv dan on , maka dari Tabel 22/3 diperoleh nilai Bx dan bn .
Z1n

Z1
cos 2 g cos o

Z 2 n i.Z1n

X1

X1 X 2
i 1

i 1
1 1 0,4.Z 2 n

X 2 X 1 X 2 X 1

(2.46)[Lit. 2 ; hal. 106]


(2.47)[Lit. 2 ; hal. 106]
(2.48)[Lit. 2 ; hal. 114]
(2.49)

Pemilihan nilai X 1 dan X 2 berdasarkan DIN 3992 diambil ketentuan sebagai berikut
:
20

Sistem roda gigi dengan roda gigi yang direncanakan digunakan untuk
mekanisme transmisi relative rendah.
Sistem roda gigi direncanakan dengan kekuatan yang tinggi.

Bila X 1 dan X 2 bernilai positif, maka d1 dan d 2 kedua roda gigi tersebut akan
mempunyai nilai yang besar, sedangkan jarak porosnya tetap sehingga sebagian dari
kepala gigi dipotong agar kelonggaran (clearance) antara kepala gigi dan kaki gigi
pasangan dapat memenuhi batasan yang disyaratkan. Tinggi pemotongan kepala gigi
dinyatakan dengan notasi K.mn dan nilaqinya ditentukan sebagai berikut :
a 0,5 d 01 d 02 X 1 X 2 mn

(2.50)

K. mn X 1 X 2 mn a0 ab

(2.51)

D. Penentuan Besaran Pada Lingkaran Kepala


Perhitungan ini dilakukan pada penampang transversal dengan tujuan untuk
mendapatkan kuantitas-kuantitas yang diperlukan untuk penggambaran.
a0

cos o
ab

b cos 1

(2.52)[Lit. 2 ; hal. 116]

Diameter lingkaran kepala :

d k1 d01 21 X 1 mn 2K .mn

d k 2 d02 21 X 2 mn 2K .mn

(2.53)

Tinggi kepala gigi :


k 0,5 d k d b

(2.54)[Lit. 2 ; hal. 118]

2.2.2.2. Intensitas Beban Nominal


Jika roda gigi 1 meneruskan gaya P1 (HP) pada putaran n1 (rpm), maka
roda gigi penggerak (1) mengalami momen punter M 1 sebesar :
M1

P1.75.60
n1

(2.55)

21

Dalam hal ini masing-masing variable adalah :


M1

: Momen Puntir (kg f .m) ,

P1

: Daya (HP) ,

n1

: Kecepatan putaran (rpm)

Pada saat titik kontak terjadi di titik pitch dan jika saat itu hanya satu pasang gigi
saja yang berkontak, maka gaya tangensial nominal Fu adalah:
Fu

M
( kg f )
0,5.d o

(2.56)

Gaya tangensial Fu tersebut merupakan kuantitas yang akan dipakai


sebagai titik tolak analisa gaya dan tegangan selanjutnya. Niemann menggunakan
kuantitas intensitas beban nominal B sebagai parameter disain yang kuantitas beban
nominal ini diformulasikan oleh Niemann sebagai berikut :
B

Fu
( kg f .mm 2 )
b.d b

(2.57)[Lit.

(2.58)[Lit.

hal. 119]
Nilai B juga dapat diperoleh dari hubungan berikut :

2 103 M
2
b d b

hal. 119]
2.2.2.3. Rasio Kontak
Nilai perbandingan (rasio) kontak

diperlukan untuk menentukan

kuantitas lain, karena itu disini akan dianalisa cara menghitung rasio kontak. Pada
gambar 22/39 dalam literature karya Niemann dicantumkan diagram untuk
menentukan 1 2 dengan parameter b dan 100

ki
.
d bi

Cara membaca nilai :


Hitung tinggi kepala gigi

k 0,5 d k d b

Hitung parameter

100

ki
d bi

22

Dengan memanfaatkan parameter tersebut di atas dan sudut pegang b ,maka dapat
dibaca nilai

i .mb
sebagai ordinat diagram tersebut.
ki

Nilai dari diagram diatas juga dapat diperoleh dari rumus berikut :

.mb d bi tan ki tan b

ki
2. . ki

(2.59)

Dengan ki dihitung dari :


d
cos ki bi cos b
d oi

(2.60)

Untuk roda gigi miring :


n

cos 2 g

(2.61)

2.2.2.4. Intensitas Beban Efektif


Intensitas beban nominal B merupakan kuantitas dinamis. Niemann
mencari nilai beban maksimum gigi, dengan menggunakan factor-faktor pengali
yang diperoleh secara teoritis dan empiris sebagai berikut :
Bw CS CD CT CB B

(2.62)[Lit. 2 ; hal. 119]

yang mana masing-masing variable mendefinisikan :


Bw

: Intensitas beban efektif, yaitu nilai maks.dari intensitas beban B yang

dinamis,
CS

: Faktor kejut (Tabel 22/18 Niemann),

CD

: Faktor beban dinamis Gambar 22/37 Niemann),

CT

: Faktor distribusi beban sepanjang lebar gigi,

CB

: Faktor kemiringan gigi.

A).

Penentuan Faktor Dinamik


Rumus untuk menghitung C D adalah :
CD 1

dyn
0,3 CS f
1
CS sp 1
CS sp 1

(2.63)

dengan :

23

Fu
b.d bi (kgf .mm 1 )
b

(2.64)

adalah nilai terbesar dari f e , f R , f Rw ( m)

Overlap ratio : sp

b. tan o b.sin o

m.
mn .

(2.65)

Nilai dyn ditentukan dari gambar 22/37 Niemann dengan terlebih dahulu
menghitung dua parameter, yaitu v : kecepatan tangensial dan S 0,26 f .
Di bawah ini dicantumkan rumus-rumus untuk menghitung f e , f R , f Rw
Ketidaktelitian jarak pitch, f e , (DIN 3961) :

f e qe 3 0,3m 0,2 d o

0,5

(2.66)

qe diperoleh dari table 22/12 Niemann.


d o : diameter pitch terbesar pasangan roda gigi.

Ketidaktelitian arah gigi, f R dihitung dari :


f R g R b
gR

0,5

(2.67)

diperoleh dari tablel 22/12 Niemann.

Ketidaktelitian arah gigi efektif (setelah running-in) adalah :


f Rw 0,75 f R g k CS

B).

(2.68)

Penentuan Faktor Distribusi Beban


Nilai CT ditentukan dari Tabel 22/19 Niemann.

Parameter untuk menentukan CT adalah T :


T

C z f RW b
CS C D

(2.69)

dalam hal ini :


1 untuk pasangan roda gigi baja,

CZ

0,75 untuk pasangan roda gigi baja besi cor,

0,55 untuk pasangan roda gigi besi cor.


24

Ada dua macam nilai CT , yaitu nilai linear untuk beban yang terbagi lurus
memanjang di sepanjang lebar gigi, dan nilai parabolic untuk beban yang terbagi
secara parabola ketika proses running-in berlangsung dengan baik.

C).

Penentuan Faktor Kemiringan Gigi

Nilai C untuk roda gigi miring dengan sudut pegang normal on 20 dapat

dilihat pada gambar 22/38 Niemann.


2.2.2.5. Tegangan Kaki Gigi Efektif
Secara teoritis, tegangan kaki gigi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :

Z.q.B

(2.70)

Tegangan kaki gigi yang sebenarnya terjadi (efektif) :


Wi Z i .qWi .BW

(2.71)

yang mana :
qW qk .q
qk . dapat diperoleh dari gambar 22/40 didalam literature karya Niemann,

dengan parameter :jumlah gigi Z n dan factor korigasi X.


q dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut :

q 1

1,4
n 0,4

q 2

1,4
W 0,4

(2.72)
(2.73)

v
mn 4
Dengan W 1 W 1
f
mn
6

(2.74)

2.2.2.6. Tekanan Permukaan Gigi Efektif


Tekanan permukaan gigi teoritis adalah :
K1

i 1
i 1
Y1 B dan K 2
Yc B
i
i

(2.75)

Tekanan permukaan yang sebenarnya adalah :


25

KWi

i 1
YWi BW
i

(2.76)

Dengan YW 1 YCY dan YW 2

YW 1.Y
Y

(2.76.a)

YC

1
sin b cos b

(2.76.b)

cos 4 g
sin o

(2.76.c)

Y 1

2
Z1n tan bn

W
1 1n
n

(2.76.d)

2.2.2.7. Faktor Keamanan Dan Umur Gigi


a). Faktor Keamanan Untuk Tegangan Kaki Gigi
Faktor keamanan S Bi didefinisik an :

Di
Wi

S Bi

(2.77)

Dengan D o ; o adalah material seperti yang tercantum pada tabel 22/25


Niemann.
b). Faktor Keamanan Terhadap Pitting
Menurut Niemann, tekanan permukaan yang diijinkan, K D ,agar tidak terjadi
pitting adalah :
K D YG .YH .YS .YV .K O

(2.78)
YG 1 ;

untuk roda gigi yang terbuat dari material yang tercantum

dalam Tabel 22/25 jika roda gigi pasangannya terbuat dari baja ;
YG 1,5 ; untuk roda gigi yang pasangannya terbuat dari besi cor ;

2,1.E 4
; untuk roda gigi yang pasangannya terbuat dari
2.E

YG 0,5

material dengan modulus elastisitas E.

26

H
YH

HB

; jika nilai kekerasan permukaan H menyimpang dari nilai

kekerasan permukaan H seperti yang tercantum dalam Tabel 22/25 dan


Nilai H< 650 ;
YH 1 ; untuk kasus-kasus lain ;
YV

: nilainya tergantung dari kecepatan V (m/s)

YV 0,7

0,6
8
1
V

(2.79)

YS : nilainya tergantung dari viskositas V(cst) minyak pelumas pada

temperature kerja.
Pedoman untuk nilai viskositas minyak pelumas V 50 (cst pada 50 C), dengan
pasangan roda gigi terletak dalam rumah roda gigi tertutup dan suhu minyak
pelumas 45 sampai 90 C, tercantum pada Tabel 22/28 Niemann.
Nilai K O diambil dari Tabel 22/25 untuk umur Roda gigi yang panjang, atau
diambil dari Gambar 22/41 untuk umur terbatas.
c). Faktor Keamanan Terhadap Scorring
Faktor keamanan terhadap scorring, (S) adalah :
SF

K F K test cos o i

KW
YCYF YW i 1

(2.80)

yang mana :
12,7 i 1

i
d b1

YF

1 0,1.emax mn 0,5

(2.81)

dengan emax merupakan nilai terbesar dari :


1n cos 2 g .m atau 2 n cos 2 g .m cos o

cos o

sin on

secara umum : emax k max


(2.82)

K test diperoleh dari Gambar 22/43 Niemann.

Sebelum mencari K test , nilai M test harus diketahui dahulu.


M test ditentukan dengan bantuan Tabel 22/29 Niemann.

27

d). Umur Roda Gigi


Bila seluruh SG , S B dan S F lebih besar dari pada 1, maka umur roda gigi
menjadi tak berhingga (L =

).

Namun bila salah satu dari ketiga factor keamanan

itu lebih

kecil dari pada 1, maka umurnya terbatas.Pada kondisi ini, umur roda gigi ditentukan
sebagai berikut :

LW 167.103 K D 2
Lh

SG ( jam)

n60
n

33.10 5

S B ( jam)

(2.83)

Nilai Lh yang terkecil dipilih sebagai umur roda gigi.


2.2.2.8.

Sistem Transmisi Pada Suzuki APV Arena


Pada sistem transmisi Suzuki APV Arena terdapat lima (5) tingkat kecepatan

maju dan satu (1) kecepatan mundur. Pada kendaraan tersebut, transmisi yang dipakai
adalah jenis sinkromesh. Mekanisme perbandingan giginya adalah sebagai berikut :

Gambar susunan roda gigi


Ini adalah susunan 5 gigi kecepatan yang lazim digunakan pada mobil modern
ditambah dengan satu gigi mundur yang ditandai dengan R. Penempatan gigi mundur (R)
krucial karena bisa salah memasukkan dapat mengganggu jalannya kendaraan, karena
kalau dari gigi 5 salah pindah ke mundur bisa berakibat fatal.
28

Transmisi manual adalah sistem transmisi otomotif yang memerlukan pengemudi


sendiri untuk menekan/menarik seperti pada sepeda motor atau menginjak kopling
seperti pada mobil dan menukar gigi percepatan secara manual. Gigi percepatan
dirangkai didalam kotak gigi/gearbox untuk beberapa kecepatan, biasanya berkisar antara
3 gigi percepatan maju sampai dengan 6 gigi percepatan maju ditambah dengan 1 gigi
mundur (R). Gigi percepatan yang digunakan tergantung kepada kecepatan kendaraan
pada kecepatan rendah atau menanjak digunakan gigi percepatan 1 dan seterusnya kalau
kecepatan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya kalau mengurangi kecepatan gigi
percepatan diturunkan, pengereman dapat dibantu dengan penurunan gigi percepatan.
1. Posisi Gigi I
Bila hub transmisi (5) digeser ke kanan, roda gigi I agar berhubungan dengan
synchronizer.Dengan demikian roda gigi I terkunci pada poros output dan gigi
lainnya bebas berputar.sehingga terjadilah reduksi putaran oleh roda gigi satu.
2. Posisi Gigi II
Apabila hub transmisi (5) digeser ke kiri, maka roda gigi II akan kontak
dengan synchronizer. Roda gigi 2 akan terkunci pada poros output dan roda gigi
yang lainnya bebas berputar.
3. Posisi Gigi III
Jika selongsong (transmisi hub sleeve) digeser ke kanan dari posisi netral
dengan garpu penggeser (shift fork), maka roda gigi III akan terkunci pada poros
output dan roda gigi yang lain bebas berputar. Pada gigi III ini aliran daya adalah
dari poros input ke counter gear 1, terus ke counter gear 2, selanjutnya ke gigi III,
dan akhirnya ke poros output.
4. Posisi Gigi IV
Posisi gigi IV diperoleh dengan cara menggeser hub penghubung (5) ke kiri.
Dengan demikian roda gigi pada poros input akan berhubungan langsung (kontak)
dengan synchronizer. Aliran daya yang terjadi bersumber dari poros input dan
berturut turut disampaikan ke synchronizer, ke hub penghubung 4, ke hub transmisi,
dan ke poros output. Karena aliran daya tersebut berlangsung tanpa melalui poros
lawan (counter gear), sehingga perbandingan putaran adalah satu.
29

5. Posisi Gigi V
Sedangkan posisi gigi V diperoleh dengan cara menggeser hub penghubung
(5) dari posisi netral ke belakang kemudian ke kanan, maka diperoleh posisi gigi V
terkunci dan roda gigi yang lain bebas berputar.

6. Posisi Gigi Mundur (Reverse)


Agar posisi gigi mundur tercapai, proses dilakukan dengan menggeser roda
gigi R, sehingga roda gigi saling kontak dinamis dalam kondisi berotasi. Dengan
demikian terjadilah pembalikan arah putaran roda gigi tersebut.

30

BAB III
PERHITUNGAN KOPLING & RODA GIGI
Dalam perancangan ini, penulis akan menganalisa sistem roda gigi pada mobil
Suzuki APV Arena dengan kapasitas silinder 1493 cc, transmisi manual 5 kecepatan dan
automatic 4 kecepatan, akan tetapi penulis hanya akan membahas untuk manual 5
kecepatan. Pada analisa ini roda gigi lurus menghantarkan daya sebesar 105 HP pada
putaran pinyon (penggerak) 6000 rpm, jumlah kopling (Z) adalah 3 pasang, Radius kopling
(R) adalah 4 kali lebar kopling (b), dengan koefisien gesek () 0,25 dan tekanan maksimum
ijin (p) 0,7 kg/cm, rasio kecepatan 1 : 3, Tegangan statis ijin pinyon 1200 kg/cm dan roda
gigi yang digerakkan1000 kg/cm, jumlah gigi pinyon ( Zp ) adalah 15 dan lebarnya 14 kali
modul.
Dengan data yang ada penulis akan merencanakan torsi kopling, lebar kopling,
diameter (luar & dalam) kopling, modul, lebar roda gigi, diameter roda gigi pinyon
(penggerak), dan diameter roda gigi yang digerakkan.
Perhitungan Kopling
A. Data-data:
Daya (P)

= 105 HP

Putaran (n)

= 6000 rpm

Jumlah kopling (Z)

= 3 pasang (3 x 2 = 6)

Koefisien gesek ()

= 0,25

Tekanan maksimum ijin (p) =0,7 kg/cm


Diketahui 1 HP = 75 kg.m/dt.
R=4b

31

B. Perhitungan:
T

P HP 75kg.m / dt P 75 x60kg.m / dt P 4500 P

2
n rpm
2 .rad / dt n
2 n (kg.m)
rad / dt n
60
4500 P
4500 x105
427500

12,54kg.m = 1254 kg.cm


2 n
2 x3,14 x6000
37680

T ZFR F 2Rbp

R 4b b
T Z 2RbpR Z 2R

R
4

R
2
pR ZpR 3
4
4

1254 0,5 x 6 x 0,25 x3,14 x0,7 xR 3 = 1,649

R3

1254
760,46 cm
1,649

760,46 9,13cm

R 9,13

= 2,28 cm
4
4

D 2 R = 18,26 cm

b R1 R2

R1 R2
2 R R1 R2
2

2,28

R1 R2

2 x 9,13 = R1 R2
----------------------------------+
2,28 + (2x9,13) = 2 R1
R1

2,28 (2 x9,13) 20,54

10,27cm D1 2 R1 = 20,54 cm
2
2

b R1 R2
R2 R1 b 10,27 2,28 7,99cm D2 2 R2 = 15,98 cm

Perhitungan Roda Gigi


a. Data - data

Tenaga yang ditransmisikan

P = 105 HP

Putaran pinyon

n1 = 6000 rpm

32

Putaran yang digerakkan

n 2 = 2000 rpm (CR=1:3)

Fator bentuk gigi adalah

Velocity factor ;

Cv

Tegangan statis ijin RG pinyon ;

01 1200 kg cm 2

Tegangan statis ijin RG yang digerakkan ;

02 1000 kg cm 2

Rasio kecepatan

CR = 1:3

Jumlah gigi pinyon

Z 1 15

Jumlah gigi yang digerakkan

Z 2 45

Lebar gigi

Safety factor ;

Perbandingan roda gigi :

= 0,154

0,912
Z

3
3v

= 14 m (modul)

fc 1

a. Gigi I

= 4,545

b. Gigi II

= 2,628

c. Gigi III

= 1,865

d. Gigi IV

= 1,241

e. Gigi V

= 1,000

f. Reverse

= 4,431

b. Menentukan Kecepatan
v

.Dp.n .m.Z 1 .n 3,14 xmx15 x6000

100
100
100

v 2826 m meter/menit (m = modul)


v 47,1

m meter/detik

c. Menentukan Beban Tangensial


FT

4500 P
fc
v

Karena f c 1 , jadi : FT

4500 x105
167,2
FT
kg
2826m
m

d. Menentukan Faktor Bentuk Gigi Pinyon pada Formula Lewis

33

y1 0,154

0,912
0,912
0,154
0,154 0,061 0,0932
Z1
15

e. Menentukan Faktor BentukGigi Yang Digerakkan


y 2 0,154

0,912
0,912
0,154
0,154 0,0203 0,1337
Z2
45

Sehingga :
01 y1 1200 0,0932 111,84
02 y 2 1000 0,1337 113,7

Karena 01 y1 > 02 y 2 , maka pinyon lebih kuat.


f. Menentukan Modul
Faktor kecepatan (velocity faktor).
Cv

3
untuk v 20m meter dt roda gigi akurat
3v

Cv

3
; b 14m ; y1 0,0932 ; maka:
3 47,1m

FT 01 Cv b. .m. y1

167,2
3
x14 mx3,14 mx 0,0932
1200

m
3

47
,
1
m

167,2 1200 x3 x14 mx3,14 mx0,0932

m
3 47,1 m
167,2 x 3 47,1 m 1200 x3 x14 mx3,14 mx0,0932 m

= 14749,46 m
3+47,1 m =

14749,46m 3
88,21m 3
167,2

m = modul

Dengan cara trial & error: misalkan m = 0,65 cm,


3+(47,1x0,65)=88,21m
m3

33,615
0,381 m
88,21

0,381 0,72

m yang dimisalkan dengan m hasil sama-sama >6 dan <8 ; jadi m=0,75 cm.
Di standart, m = 0,8 cm, Jadi m = 0,8 cm
g. Menentukan Lebar Gigi
34

Lebar gigi; b = 14 m = 14 x 0,8 = 11,2 cm


h. Menentukan Diameter Roda Gigi Pinyon
D1 = m Z 1 = 0,8 x 15 = 12 cm

i. Menentukan Diameter Poros Penggerak


T

4500 P
2 .n

d 3

16.T
. 01

4500 105
2 3,14 6000

d 3

16 1254 kgcm
3,14 1200 kg / cm 2

T 125 4 kg.cm

d = 1,75 cm

j. Menentukan Diameter Roda Gigi Yang Digerakkan


Pada gigi I:

Pada gigi IV :

DG D1 Gr

DG D1 Gr

DG = 12 cm x 4,545

DG = 12 cm x 1,241

DG = 54,54 cm

DG = 14,89 cm

Pada gigi II :

Pada gigi V :

DG D1 Gr

DG D1 Gr

DG = 12 cm x 2,628

DG = 12 cm x 1,000

DG = 31,54 cm

DG = 12,00 cm

Pada gigi III:

Reverse:

DG D1 Gr

DG D1 Gr

DG = 12 cm x 1,865

DG = 12 cm x 4,431

DG = 22,38 cm

DG = 53,17 cm

35

BAB IV
PENUTUP
Dari data dan analisa yang dilakukan penulis pada mobil Suzuki APV Arena dengan
kapasitas silinder1493cc, transmisi manual 5 kecepatan, penulis mengambil kesimpulan
diantaranya adalah :
A. Untuk Kopling:
1. Torsi

(T)

= 1254 kg.cm

2. Lebar kopling

(b)

= 2,28 cm

3. Diameter kopling

(D)

= 18,26 cm

4. Diameter luar kopling

( D1 ) = 20,54 cm

5. Diameter dalam kopling

( D2 ) = 15,98 cm

B. Untuk Roda Gigi:


1. Kecepatan

(v)

= 47,1 m meter/dt

2. Beban tangensial

( FT ) =

3. Faktor bentuk gigi pinyon

( y1 ) =

0,0932

4. Faktor bentuk gigi yang digerakkan

( y2 ) =

0,1337

5. Modul

(m )

0,8 cm

6. Lebar gigi

(b )

= 11,2 cm

7. Diameter roda gigi pinyon

( D1 ) = 12 cm

8. Diameter poros penggerak

(d )

167,2
kg
m

= 1,75 cm

9. Perbandingan roda gigi :

Gigi I

= 4,545

Gigi II

= 2,628

Gigi III

= 1,865

Gigi IV

= 1,241
36

Gigi V

= 1,000

Reverse

= 4,431

10. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi I

( DG ) = 54,54 cm

11. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi II

( DG ) = 31,54 cm

12. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi III

( DG ) = 22,38 cm

13. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi IV

( DG ) = 14,89 cm

14. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi V

( DG ) = 12,00 cm

15. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi reverse

( DG ) = 53,17 cm

Dalam perencanaan ini penulis hanya dapat menganalisa secara teoritis, sedangkan
perencanaan ini belum diuji kebenarannya dalam praktek maupun keadaan sebenarnya, jika
ada kesalahan dalam penulisan rumus maupun perhitungan penulis berharap agar diberitahu
sebagai masukan untuk penulisan-penulisan makalah berikutnya.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Niemann, Gustav,.

Machine Element.

Springer Verlag.

Volume I.

Berlin. 1978.

2. Niemann, G.Alih Bahasa oleh Ir. Bambang Priambodo dan


Ir. Anton Budiman Dipl. Ing-Mobil Oil Indonesia. Elemen Mesin ;Disain dan
Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros. Jilid 1. Edisi ke 2. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1986.
3. Roloff,

Herman,.

Machine Element. Springer-Verlag, Berlin. 1982.

4. Khurmi R. S. ,Gupta J.K.A.Textbook of machine Design (In MKS and SI Units)


Thrid Edition. Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi. 1982.
5. Sularso,

Ir, MsME dan Suga, Kyokatsu.

Dasar Perencanaan dan

Pemilihan Elemen Mesin

38

LAMPIRAN-LAMPIRAN

39

40

Anda mungkin juga menyukai