Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air
tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena memiliki beberapa
keunggulan, antara lain mudah dibudidayakan dan pertumbuhannya lebih cepat
daripada ikan lain, namun dalam pelaksanaan kegiatan budidaya tidak terlepas
dari berbagai hambatan diantaranya yang paling berbahaya adalah serangan
penyakit yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri Aeromonas
hydrophila merupakan penyebab penyakit bercak merah atau disebut juga
Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang sering menyerang ikan air tawar
dan menginfeksi semua umur. MAS merupakan penyakit bakterial yang
bersifat akut, menginfeksi semua umur dan semua jenis ikan air tawar, dapat
mengakibatkan kematian hingga 100%, dan sering menimbulkan kerugian
yang sangat signifikan (Wibawa, 2010). Ikan yang paling sering terinfeksi oleh
MAS adalah ikan lele karena ikan tersebut tidak memiliki sisik sehingga relatif
lebih mudah terserang. Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Nasional pada
2006 telah menetapkan jenis penyakit ini sebagai salah satu penyakit ikan
utama di Indonesia.
Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen pada
perikanan budidaya dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia telah
banyak dilakukan sebelumnya, hal itu merupakan cara pengendalian yang
popular karena relatif mudah dilakukan dan dalam jangka pendek hasilnya
sudah dapat dilihat. Tetapi apabila dilakukan dengan prosedur yang keliru, efek

jangka panjangnya sangat mengkawatirkan, terutama apabila penerapannya


tidak sesuai dengan peruntukannya. Penggunaan antibiotik dan bahan kimia
sendiri saat ini sudah tidak boleh dilakukan lagi karena memiliki efek samping
yang berbahaya. Oleh karena itu, tindak pengobatan harus didasarkan pada
kaidah-kaidah yang benar, terutama hasil diagnosa yang tepat (Taukhid, 2008).
Peningkatan penyebaran penyakit merah pada ikan air tawar yang
disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang bisa menyerang seluruh
jenis ikan air tawar telah dapat dicegah oleh Vaksin HydroVac yang diproduksi
oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT)
Bogor. Vaksin ini merupakan produk pertama dan satu-satunya di Indonesia
untuk upaya

pencegahan infeksi

Aeromonas hydrophila. Dalam uji

laboratorium, Vaksin HydroVac dapat mencegah kematian ikan lele dengan


tingkat kelangsungan hidup sebesar 97,8 % yang berarti sangat efektif dalam
menanggulangi infeksi MAS (Wibawa, 2010).
Vaksin HydroVac merupakan salah satu produk hijau dalam produk
farmasi perikanan karena memiliki keunggulan dimana penggunaannya sangat
aman karena tidak mencemari atau merusak lingkungan. Sebelum adanya
Vaksin

HydroVac,

penanggulangan

infeksi

MAS

dilakukan

dengan

menggunakan produk yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya dalam


penggunaannya. Sebagai contoh adalah penanggulangan infeksi MAS dengan
menggunakan antibiotik yang apabila dalam penggunaannya dilakukan secara
berulang, tidak terkendali, dan terjadi kesalahan pemberian dosis maka akan
menyebabkan

berkembangnya

resistensi

patogen

terhadap

antibiotik.

Resistensi bakteri ini membuat bakteri menjadi lebih kuat dan selanjutnya akan

sulit diberantas, karena bakteri sudah semakin kebal dan dapat mengenali
antibiotik yang diinjeksi pada tubuh ikan. Alternatif dari penggunaan antibiotik
untuk menanggulangi infeksi MAS adalah dengan penggunaan bahan kimia,
namun dalam praktik di lapangan penggunaan bahan kimia untuk
menanggulangi infeksi MAS ini selain kurang efektif juga diketahui dapat
mencemari dan merusak lingkungan sehingga tidak aman lagi untuk
digunakan. (Wibawa, 2010).
Vaksinasi dapat dilakukan secara intraperitorial, intramuscular,
peroral, pencelupan, perendaman dan penyemprotan. Menurut Anderson
(1974), cara intraperitorial lebih disukai karena antingen cepat diserap, namun
perlu dilakukan secara cermat agar tidak mengenai usus karena dapat
menimbulkan pendarahan dan kehilangan antingen. Penyuntikan secara
intramuscular sering menyebabkan kerusakan pada daerah otot tempat
suntikan, tetapi teknik ini dapat menstimulasi antibody lebih konstan. Teknik
peroral dinilai lebih menguntungkan karena dapat memvaksin ikan dalam
jumlah banyak, namun perlu dicari cara yang aman untuk mencegah kerusakan
antingen serta distribusi vaksin harus merata. Gould et al. (1979) mencoba
vaksinasi dengan cara pencelupan secara langsung dan dengan cara ini, bakteri
dapat diserap dalam jumlah banyak oleh insang, tetapi ikan dapat mengalami
stress karena waktu pencelupan relatif singkat. Lamers et al. (1985) mencoba
metode perendaman menurut Thune (1980), dan metode tersebut efektif
menimbulkan imunitas karena antingen lebih lama kontak dengan ikan.

Modifikasi dari metode pencelupan adalah penyemprotan, yaitu ikan


ditaruh dalam wadah dan diberi air setengah badan ikan agar ikan mudah
digeser pada waktu disemprot dengan vaksin (Ward, 1982).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan

Latar

Belakang

Masalah

di

atas,

maka

dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut :


1.

Bagaimana pengaruh pemberian vaksin HydroVac dengan lama waktu


perendaman yang berbeda terhadap tingkat kelulushidupan benih ikan lele

2.

dumbo (Clarias gariepinus)?


Bagaimana tingkat efektifitas penggunaan vaksin HydroVac dalam upaya

pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila?


C. Rumusan Masalah
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas
ungulan karena sangat populer serta mempunyai prospek pasar yang baik.
Beberapa kelebihan atau keunggulan lele dumbo (Clarias gariepinus)
dibandingkan dengan jenis ikan lain yaitu pertumbuhannya yang lebih cepat
dan dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak kandungan telurnya serta
pemeliharaan dan pemberian pakan lebih mudah.
Namun dalam hal budidaya lele dumbo (Clarias gariepinus) tidak
terlepas dari adanya kemungkinan terserang penyakit. Salah satu kendalanya
adalah penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh
bakteri Aeromonas hydrophila.
Ikan yang paling sering terinfeksi oleh MAS adalah benih ikan lele
karena ikan tersebut tidak memiliki sisik sehingga relatif lebih mudah
terserang. Penyakit ini sangat merugikan dalam budidaya ikan karena

serangannya yang cepat dan dapat mematikan hewan budidaya dan


menurunkan tingkat produksi, sehingga ikan yang terserang bakteri cukup
parah harus segera dimusnahkan.
D. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mengamati kelulushidupan ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) yang diberi perlakuan lama perendaman vaksin
HydroVac dengan waktu yang berbeda.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh pemberian vaksin HydroVac dengan lama waktu perendaman yang
berbeda terhadap kelulusanhidupan benih ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus).
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
informasi tentang penggunaan vaksin HydroVac dengan lama waktu
perendaman yang berbeda untuk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), serta
kemungkinan aplikasi jenis vaksin tersebut dalam rangka pencegahan terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri A.hydrophila dalam usaha
budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
G. Sistematika Penulisan
Contoh sistematika penulisan skripsi yang dianjurkan di Universitas
Karimun adalah :

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN

HALAMAN MOTTO (jika ada)


HALAMAN PERSEMBAHAN (jika ada)
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (Jika Ada)
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Batasan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
G. Sistematika Penelitian
H. Hipotesis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
B. Tinjauan Empirik

BAB III

GAMBARAN UMUM PENELITIAN


A. Objek Penelitian
B. Metodologi Penelitian

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
H. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penelitian adalah Adanya pengaruh
pemberian vaksin dengan lama waktu perendaman yang berbeda terhadap
kelulushidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1. Identifikasi dan Klasifikasi Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele dumbo merupakan ikan air tawar hasil persilangan antara induk
betina C. fuscus yang berasal dari Taiwan dengan induk jantan C. mossambicus
dari Kenya. Ikan ini diintroduksi dari Taiwan sekitar bulan November 1986
(Santoso, 1994).

Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak
bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng
seperti mozaik hitam putih. Mulut lele relatif lebar, yaitu sekitar seperempat
dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah
adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat
peraba untuk mencari makan (Simanjuntak, 1996).
Menurut Najiyanti (1992) dalam Rustidja (2004) bentuk luar lele
dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih, dan tidak bersisik. Mulut lele
dumbo terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang
sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksilan (berfungsi
sebagai tentakel) dan dua pasang sungut mandibula. Lele dumbo mempunyai 5
sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur.
Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada
lele dumbo patil lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga
kesulitan bernafas. Selain bernafas dengan insang, lele dumbo juga mempunyai
alat pernafasan tambahan (arborecent) yang terletak pada insang bagian atas.
Arborecent berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun
yang penuh kapiler-kapiler darah.
Menurut Suyanto (2002), klasifikasi atau pengelompokan ikan lele
dumbo adalah sebagai berikut:
Filum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Sub kelas

: Teleostei

Ordo

: Ostariophysi

Sub ordo

: Siluroidae

Famili

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias gariepinus

2. Kebiasaan Hidup Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)


Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang
banyak dibudidayakan di sebagian besar wilayah Indonesia. Jenis ikan ini
banyak disukai masyarakat. Lingkungan hidup lele dumbo adalah semua
perairan air tawar, sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang
tenang seperti danau, waduk, telaga, dan rawa serta genangan-genangan kecil
seperti kolam.
Parameter kualitas air yang paling banyak berperan dalam
pertumbuhan dan kelulushidupan organisme air diantaranya yaitu suhu, pH,
oksigen terlarut, dan amoniak. Cahyono (2009) menjelaskan bahwa suhu air
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan lele dumbo
dapat hidup pada suhu air berkisar antara 2030oC. Suhu air yang sesuai akan
meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo
cepat tumbuh.
3. Bakteri Aeromonas hydrophila
a. Karakteristik Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk
batang dengan ukuran 0,7-0,8 m, bersifat fakultatif anaerob, kemoorganotrof,
fermentatif, sitokrom oksidase positif, dan bersifat motil (Frerichs dan Roberts,
1978). Bakteri ini resisten terhadap penisilin, tumbuh optimum pada suhu 370C
dan dapat tumbuh pada suhu 4-450C (Farmer et al., 2000). Bakteri A.

hydrophila tidak membentuk kapsul maupun spora. Koloni berbentuk bulat,


tepi rata, cembung dan berwarna kuning keputih-putihan (krem) (Post, 1983;
Sarono et al., 1993).
Dilihat

dari cara

hidupnya,

A. hydrophila

bersifat

patogen

oportunistik, selalu berada dalam air dan menyerang ikan pada waktu ikan
lemah. Bakteri ini dapat hidup di air tawar, dan juga dapat hidup di perairan
payau dan laut (Newman, 1982) dan mempunyai toleransi suhu yang lebar
(Post, 1983).
Perairan air tawar, khususnya yang mengandung banyak bahan
organik merupakan habitat yang baik bagi perkembangan A. hydrophila
(Frerichs & Roberts, 1978; Stevenson, 1988). A. hydrophila mempunyai sifat
biokimia, genetik, serologi, dan fenotip yang beragam (Newman, 1982;
Stevenson, 1988).
Kemampuan A. hydrophila menimbulkan penyakit cukup tinggi.
Tingkat keganasan yang diukur dengan LD50 cukup bervariasi, yaitu berkisar
antara 104-106 sel/ml (Sarono et al., 1993). Penyakit bakterial yang disebabkan
oleh bakteri A. hydrophila disebut dengan MAS (Motil Aeromonas Septicemia).
Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit MAS adalah adanya
ulser yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan,
inflamasi dan erosi di dalam rongga dan sekitar mulut seperti redmouth
disease. Selain itu terjadi hemorrhagik pada sirip serta mata membengkak dan
menonjol (eksophtalmia/popeye) (Sarono et al., 1993). Gejala internal dari
penyakit MAS adalah pembengkakan ginjal tetapi tidak lembek, petikiae
(bintik merah) pada otot daging dan peritoneum, usus tidak berisi makanan

10

tetapi berisi cairan kuning. Gejala khas dari bakteri ini adalah adanya sejumlah
besar cairan kuning pada rongga perut (Sarono et al., 1993).
Di Indonesia, bakteri A. hydrophila menyerang ikan tawes
(Hardjautomo et al., 1981), ikan lele dan ikan karper (Djajadiredja & Cholik,
1982; Sarono et al., 1993), ikan gurami (Taufik, 1982; Supriyadi et al., 1995).
Jenis ikan di daerah subtropik yang banyak terserang oleh bakteri ini antara
lain rainbow trout dan Chinook salmon (Sarono et al., 1993).
Selain menyerang ikan, bakteri A. hydrophila juga dapat menyerang
amphibia, reptil (ular dan kura-kura) (Post, 1983), buaya (Newman, 1982),
bahkan berpotensi menyerang manusia (Newman, 1982; Post, 1983;
Stevenson, 1988). A. hydrophila dapat menyebabkan diare pada manusia
(Fraizier et al., 1988).

b. Serangan Aeromonas hydrophila Pada Ikan


Aeromonas dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis
penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga
disebut Hemorrhage Septicemia. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan
Aeromonas hydrophila baru dilihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun
akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan
atau penanganan yang kurang cermat (Afrianto & Liviawaty, 2009).
Penularan bakteri Aeromonas dapat langsung melalui air, dengan
kontak badan, kontak dengan peralatan yang sudah tercemar atau karena
pemindahan ikan yang terserang Aeromonas dari satu tempat ke tempat lain.

11

Ikan yang terserang Aeromonas akan menunjukkan gejala dengan warna


tubuhnya berubah menjadi gelap, kulitnya menjadi kasar dan timbul
pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemorrhage), sehingga
kemampuan untuk berenangnya menurun dan sering megap-megap di
permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas, terjadi
pendarahan pada organ bagian dalam (hati, ginjal maupun limpa), serta terlihat
perutnya agak kembung (dropsi), seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi
berwarna keputih-putihan, mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia)
(Afrianto & Liviawaty, 2009).
Agen etiologic akan dipindahkan secara horizontal (antar binatang
selain dari induk dan keturunan) tetapi tidak vertikal (dari induk ke keturunan).
Bakteri ini akan memperbanyak diri dalam usus sehingga menyebabkan suatu
radang pengeluaran lendir berlebihan (haemorrhagicmucusous-desquamative).
Pendarahan pada kapiler terjadi di permukaan sirip dan di submukosa perut.
Sel hepatic dan epitel dari tubulus ginjal menunjukkan adanya degenerasi.
Glemeruli dihancurkan dan jaringan menjadi berdarah, dengan eksudat dari
serum dan fibrin (Miyazaki & Jo, 1985).
Serangan penyakit ini biasanya berhubungan dengan perubahan
kondisi lingkungan. Diantaranya stress, populasinya padat (overcrowding),
suhu tinggi, perubahan suhu secara mendadak, penanganan yang kasar, transfer
ikan, rendahnya oksigen terlarut, rendahnya persediaan makanan, dan infeksi
fungsi atau parasit yang dapat berpengaruh pada perubahan fisiologis dan
menambah kerentanan terhadap infeksi (Hayes, 2000).
4. Vaksinasi pada Ikan

12

Vaksin adalah organisme yang menyebabkan penyakit yang telah


dilemahkan atau dimatikan. Sedangkan vaksinasi adalah pemberian antigen
(vaksin) pada hewan dengan maksud untuk merangsang tanggap kebal
protektif (Tizard, 1982).Vaksin dibuat dari antigen yang berasal dari organisme
pathogen yang dilemahkan sampai tidak pathogen (Ellis, 1988). Vaksin
tersebut akan merangsang sistem kekebalan secara spesifik sehingga akan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh suatu
organisme pathogen.
Vaksin HydroVac merupakan salah satu produk hijau dalam produk
farmasi perikanan karena memiliki keunggulan dimana penggunaannya sangat
aman karena tidak mencemari atau merusak lingkungan. Sebelum adanya
Vaksin

HydroVac,

penanggulangan

infeksi

MAS

dilakukan

dengan

menggunakan produk yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya dalam


penggunaannya.
Vaksin ini merupakan produk pertama dan satu-satunya di Indonesia
untuk upaya

pencegahan infeksi

Aeromonas hydrophila. Dalam uji

laboratorium, Vaksin HydroVac dapat mencegah kematian ikan lele dengan


tingkat kelangsungan hidup sebesar 97,8 % yang berarti sangat efektif dalam
menanggulangi infeksi MAS (Wibawa, 2010).
Tizard (1982) menyatakan bahwa vaksin yang ideal untuk imunisasi
(vaksinasi), sebaiknya memberi kekebalan kuat yang berlangsung lama dan
bebas dari efek samping yang merugikan. Vaksin yang dibuat sebaiknya murah,
kuat dan sesuai untuk vaksinasi dalam skala besar, dan tanggap terhadap

13

kekebalan yang tidak dapat dibedakan dari yang disebabkan oleh infeksi
alamiah, sehingga vaksinasi serta pemberantasan berjalan cepat dan sama.
Secara garis besar ada dua macam tipe vaksin, yaitu vaksin mati yang
tersusun dari organisme patogen inaktif atau ekstrak, dan vaksin hidup yang
tersusun dari organisme patogen yang sudah dilemahkan sampai tidak atau
sedikit virulen lagi (Ellis, 1989). Kedua-duanya memiliki kelebihan dan
kekurangan sebagai prasyarat vaksin yang ideal, yaitu antigenitas yang tinggi
dan tanpa efek samping yang merugikan.Vaksin hidup merangsang kekebalan
yang terbaik tetapi dapat membahayakan karena virulensi residual. Namun
organisme mati adalah relatif imunogen yang lemah tetapi biasanya jauh
lebih aman.
Biasanya vaksinasi pada hewan dilakukan secara injeksi, tetapi
banyak cara-cara baru untuk vaksinasi yang sudah mulai dikembangkan. Ada
empat cara atau teknik yang paling banyak digunakan untuk vaksinasi pada
ikan (hewan air), yaitu dengan injeksi (intraperitoneal injektion), perendaman
(direct imersion), semprot (spray vaccination) dan pakan (oral vaccination),
dalam pernyataan Ward (1982).
1. Cara injeksi (injection)
Cara vaksinasi ini dengan injeksi sangat efektif untuk menghasilkan
respon kekebalan (antibodi) pada ikan, tetapi metode ini membutuhkan waktu
yang banyak, tenaga serta biaya. Cara ini banyak menimbulkan stres pada ikan.
2. Cara perendaman (direct immersion)

14

Cara vaksinasi ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat


digunakan untuk vaksinasi ikan dalam jumlah besar serta ukuran yang berbeda.
Tetapi metode ini masih bisa menimbulkan stres pada ikan.
3. Cara penyemprotan (spray vaccination)
Pada cara ini, antigen (vaksin) disemprotkan dengan tekanan tinggi
pada ikan. Tetapi cara ini banyak kerugiannya antara lain ikan akan menderita
stres akibat penyemprotan, dan kurang ekonomis karena terjadi pemborosan
vaksin.
4. Pakan (Oral vaccination)
Cara ini dipakai untuk ikan dalam jumlah besar dan tidak memerlukan
banyak tenaga serta tidak menimbulkan stres. Namun cara ini kurang efektif
dalam menimbulkan antibodi. Selain itu terjadi pemborosan vaksin terutama
bila makanan yang mengandung antigen (vaksin) tidak dimakan oleh ikan.
Menurut Ellis (1989), bahwa cara vaksinasi dengan perendaman
merupakan cara yang paling baik untuk vaksinasi pada ikan, sebab walaupun
efektifitas pembentukan antibodi tidak sebaik dengan cara injeksi, namun
paling memungkinkan untuk diaplikasikan di lapangan disamping efek stress
yang ditimbulkan tidak terlalu besar.
5. Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan di dalam
budidaya ikan, termasuk budidaya ikan lele dumbo. Karena air merupakan
suatu media yang penting bagi kehidupan ikan maka ada beberapa parameter
air yang dijadikan sebagai indikator di dalam mengukur kualitas suatu perairan,
diantaranya adalah suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut.

15

a. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter air yang sangat berpengaruh
pada kehidupan ikan. Suhu merupakan faktor fisika yang mempengaruhi
aktivitas fisika dan kimia di dalam suatu perairan. Suhu juga mempengaruhi
tingkat konsumsi oksigen, kekentalan atau viskositas air, distribusi mineral
dalam air, serta kandungan oksigen yang terlarut. Suhu air yang optimal untuk
pertumbuhan ikan berkisar antara 24-270C, sedangkan suhu air minimum yang
masih bisa diterima oleh ikan yaitu 20 0C, dan suhu maksimalnya yaitu 300C
(Bachtiar, 2007).
Lingkungan terutama sifat fisik, kimia dan biologi perairan akan
sangat mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan bakteri
penyebab penyakit. Lingkungan akan berdampak positif atau negatif.
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari suatu
konsentrasi ion hidrogen yang lepas dari suatu cairan. Besarnya nilai pH pada
kebanyakan suatu perairan adalah 4 sampai 9. Derajat keasaman (pH) air dapat
mempengaruhi tingkat kesuburan suatu perairan karena dapat mempengaruhi
kehidupan pada jasad renik. Menurut Lesmana (2001) adanya pH yang rendah
dapat menyebabkan daya racun dan amoniak menjadi lebih tajam.
Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), ikan air tawar yang
dibudidayakan sebagian besar mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan perairan yang mempunyai pH antara 6,5-7,5 sedangkan untuk ikan
laut dengan pH 8,3. Pada perairan dengan pH 4-5 ikan tidak dapat bereproduksi
bahkan dapat mengalami kematian.

16

c. Oksigen Terlarut
Konsentrasi oksigen terlarut dalam air berpengaruh terhadap
kehidupan ikan. Untuk dapat digunakan oleh organisme air, maka oksigen
berada dalam posisi terlarut di dalam air. Oksigen digunakan, oleh ikan dalam
pembakaran bahan makanan yang akan menghasilkan suatu energi yang
digunakan dalam beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya.
Apabila oksigen di dalam suatu perairan itu kurang maka akan mempengaruhi
kehidupan ikan dan aktivitas ikan (Zonneveld et al., 1991).
Menurut Mulyanto (1992) konsentrasi oksigen yang optimal bagi
budidaya ikan lele dumbo yaitu 5 ppm, dan lebih baiknya jika konsentrasinya 7
ppm, akan tetapi untuk benih lele dumbo konsentrasi oksigen minimumnya
adalah 2 ppm. Konsentrasi oksigen minimum yang mampu diterima oleh
sebagian besar untuk spesies ikan agar dapat bertahan hidup dengan baik
adalah 5 ppm. Ikan masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, tetapi nafsu makannya cenderung rendah
bahkan tidak memiliki nafsu makan, sehingga pertumbuhan ikan menjadi
terhambat (Afrianto & Liviawaty, 1994).
B. Tinjauan Empirik
Beberapa tinjauan empiris yang menjadi acuan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Bunasir et al (2014), meneliti tentang aplikasi vaksin anti aeromonas
hydrophila pada ikan Lele di kolam terpal. Pada penelitian ini menggunakan
dosis vaksin sebanyak 3 ml/liter air. Dan dari penelitian ini bisa menjadi
acuan dalam penentuan dosis vaksin pada penelitian ini.

17

2. Tatang (2012), membahas tentang vaksinasi pada ikan. Dan dari


pembahasan ini menjadi acuan dalam proses aplikasi vaksin melalui
perendaman.
3. Ridho (2010), meneliti tentang pemeliharaan benih ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) dengan menggunakan sistem akuaponik. Penelitian ini
memelihara benih ikan lele dumbo dengan padat penebaran 2 ekor/l,
sehingga menjadi acuan dalam penentuan padat tebar benih ikan lele dumbo
pada penelitian ini.

BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah vaksin
HydroVac. Apakah penggunaan Vaksin HydroVac dengan waktu lama
perendaman yang berbeda berpengaruh terhadap kelulushidupan Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus).
B. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian

18

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan


(eksperimen), yaitu dengan cara pengamatan langsung terhadap parameter serta
membandingkan parameter pengamatan dari masing-masing perlakuan.
Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan, yaitu :
P0 = Kontrol (tanpa melakukan perendaman vaksin)
P1 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 20 menit.
P2 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 30 menit.
P3 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 40 menit.
Model yang digunakan dalam penelitian adalah model tetap menurut
Sudjana (1991) yaitu :
Yij = + i + ij
Dimana : Yijk = Pengaruh pengamatan perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j
= Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ijk = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
i
= Perlakuan
j
= Ulangan
Asumsi yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kondisi awal benih ikan uji dianggap sama
2. Setiap ikan uji mempunyai kemampuan dan peluang yang sama dalam
mendapatkan makanan
3. Tingkat ketelitian peneliti dianggap sama
2. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Balai Benih Ikan Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Karimun, Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan,
pada bulan Agustus sampai bulan September dengan rancangan kegiatan pada
Tabel 3.1. berikut :
Tabel 3.1. Rancangan Kegiatan Penelitian.
KEGIATAN

19

Tahun 2014

September
I II III IV

Oktober
II III IV I

November
II III IV

Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan Laporan

3. Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Bahan:
- Benih lele dumbo umur 1 bulan.
- Pakan buatan yang berasal dari BBI.
- Vaksin HydroVac
b. Alat :
- Baskom sebagai wadah benih ikan.
- DO meter untuk mengukur kandungan oksigen terlarut.
- Thermometer untuk mengukur suhu air di wadah penelitian.
- Serok untuk mengambil ikan
- Penggaris sebagai alat ukur ikan.
- Timbangan digital untuk menimbang benih ikan
- Blower sebagai sumber oksigen
- pH meter untuk mengukur pH air.
- Kamera untuk dokumentasi.
- Selang sebagai alat penyiponan.
- Alat-alat tulis untuk mencatat hasil penelitian.
4. Prosedur Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu baskom yang akan
dijadikan wadah penelitian dipersiapkan. Tahapannya meliputi pencucian dan
pengeringan baskom sebanyak 12 buah, selanjutnya baskom yang telah
dibersihkan di isi air pada volume 15 L dengan padat tebar ikan 25 ekor/wadah
yang dilengkapi aerator sebagai suplai oksigen.
Sebelum memulai penelitian ikan uji yang digunakan diadaptasi
terlebih dahulu di wadah penelitian, terhadap lingkungan maupun makanan

20

yang digunakan dalam penelitian ini. Maksud dari adaptasi ini untuk
membiasakan ikan uji dalam lingkungan media uji dan menerima atau
mengkonsumsi pakan tersebut, setelah pelaksanaan perendaman vaksin.
Penelitian dilakukan selama 30 hari dan ikan diberi pakan pellet F999. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu 08.00, 12.00,
16.00 WIB, dengan jumlah makanan yang diberikan 10% perhari dari berat
biomassanya.
Pengukuran berat ikan ini dilakukan untuk memudahkan dalam
perhitungan jumlah ransum makanan yang diberikan, dilakukan pada awal
penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian, sedangkan pengukuran
panjang menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0,1 cm pada awal
penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian. Pengukuran berat dan
panjang dilakukan pada sebagian ikan uji (teknik sampling).
Dalam pelaksanaan penelitian, vaksin yang digunakan untuk setiap
perlakuan adalah dengan dosis 3ml/liter air. Tahap vaksinasi adalah sebagai
berikut :
1. Tahap Vaksinasi :
a) Persiapan Objek vaksinasi
1. Benih ikan lele yang dalam kondisi sehat, umur 1 bulan dengan jumlah
300 ekor .
2. Jumlah ikan yang akan di vaksin sebanyak 25 ekor per wadah.
3. Pemberokan/mempuasakan ikan yang akan divaksin dilakukan minimal 1
hari sebelum proses vaksinasi menggunakan air sumur.
b) Persiapan wadah vaksinasi :
1. Baskom untuk proses vaksinasi dengan kapasitas minimal 50 liter
2. Membersihkan baskom untuk vaksinasi menggunakan sabun sunlight,
lalu dibilas hingga benar-benar bersih.
3. mengisi baskom dengan air sumur sebanyak 15 liter
4. Pengukuran kisaran suhu dan kandungan oksigen terlarut (DO) sebelum
tahap vaksinasi

21

5. Menggunakan aerator untuk menjaga kestabilan oksigen terlarut dalam


wadah vaksinasi.
c) Proses vaksinasi
1. Mempersiapkan vaksin HydroVac dengan dosis yang telah ditentukan
dengan menggunakan spuit sebagai alat ukur dosis. Pemberian vaksin ke
ikan uji dengan cara perendaman, caranya adalah wadah yang telah diisi
air sebanyak 15 L ditambahkan vaksin dengan dosis 3ml/liter air dan
diaerasi agar larutan vaksin homogen).
2. Memasukan benih ikan lele untuk divaksin sebanyak 25 ekor/baskom ke
dalam wadah yang telah dilarutkan vaksin. Selama perendaman tetap
diaerasi agar ikan tidak kekurangan oksigen.
3. Pelaksanaan vaksinasi sesuai dengan perlakuan pada masing-masing
wadah yaitu P1 = 20 menit; P2 = 30 menit dan P3 = 40 menit.
4. Menjaga parameter oksigen terlalrut (DO) agar tetap stabil selama proses
vaksinasi.
5. Setelah selesai proses vaksinasi, benih-benih ikan lele dipindahkan ke
bak penelitian dan dipelihara selama 30 hari.
5. Variabel Penelitian
Penelitian ini berjudul Pengaruh lama perendaman Vaksin Hydrovac
dengan waktu yang berbeda terhadap kelulushidupan benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus).
Variabel yang ada antara lain adalah lama perendaman vaksin
hydrovac dan kelulushidupan benih Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Diantara variabel tersebut kita memilih variabel lama perendaman vaksin
hydrovac untuk diteliti pengaruhnya terhadap kelulushidupan dan variabel lain
tidak diteliti. Variabel lama perendaman vaksin hydrovac tersebut disebut
variabel bebas, sedangkan variabel yang lain (pemeliharaan ikan lele dumbo)
disebut variabel kontrol. Kelulushidupan disebut variabel terikat. Jadi dapat
disimpulkan :
- Variabel bebas : lama perendaman vaksin hydrovac
22

- Variabel kontrol : pemeliharaan ikan lele dumbo


- Variabel terikat : kelulushidupan
6. Teknik Pengumpulan Data
Peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
- Kualitas Air (Fisika dan Kimia)
Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, suhu dan oksigen
terlarut (DO) dan Ammoniak (NH3). Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali
pengukuran (awal dan akhir penelitian).
- Pertumbuhan Bobot mutlak
Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak individu ikan diukur dengan
menggunakan rumus Effendie (1979) yaitu :
Wm = Wt-Wo
Dimana : Wm = Pertumbuhan berat mutlak ikan uji (g)
Wt = Bobot ikan uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot ikan uji pada awal penelitian (g)
- Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot
rata-rata akhir dengan bobot rata-rata awal kemudian dibandingkan dengan
waktu pemeliharaan dengan rumus Metaxa et al (2006) yaitu :
=t

Wt
Wo

- 1 x 100%

Dimana : = Laju pertumbuhan harian (%)


Wt

= Bobot rata - rata ikan pada akhir penelitian (g)

Wo =

Bobot rata rata ikan pada awal penelitian (g)

23

t = Lama Penelitian (hari)


- Tingkat Kelulushidupan
Untuk mengukur kelangsungan hidup digunakan rumus dari
Zonnelveled et al 1991 sebagai berikut:
SR =

Nt
x 100%
No

Dimana : SR = Tingkat kelulushidupan (%)


Nt = Populasi ikan pada akhir masa pemeliharaan (ekor)
No = Populasi ikan pada awal pemeliharan (ekor)
7. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh berupa peubah atau parameter kemudian
dimasukkan kedalam tabel, selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Apabila
data homogen maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji keragaman
(ANAVA) (Sudjana, 1991).
Apabila uji statistik menunjukkan perbedaan nyata dimana F hitung >
F tabel maka hipotesis dapat diterima (adanya pengaruh lama perendaman
vaksin Hydrovac dengan waktu yang berbeda terhadap kelulushidupan benih
ikan lele dumbo) dan dilanjutkan dengan uji rentang Neuman-keuls untuk
menentukan perlakuan mana yang lebih baik.

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

24

Parameter yang diukur selama penelitian yaitu kualitas air, pertumbuhan


bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan harian dan
kelulushidupan.
A. Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah Ammonia
(NH3), Oksigen terlarut, Suhu dan pH. Adapun rata-rata konsentrasi kualitas air
selama penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1. Kisaran parameter kualitas air pada setiap perlakuan selama penelitian
Parameter
Satuan
Perlakuan Lama Perendaman Vaksin
(0, 20, 30 dan 40 menit)
P0
P1
P2
P3
NH3
mg/l
0.03 - 0.81
0.03 - 0.25 0.03 - 0.17 0.03 - 0.23
DO
mg/l
3.57 - 5.45
3.54 - 5.33 3.81 - 5.01 3.82 - 5.46
0
Suhu
C
28 - 29.4
28 - 29.2
28 - 29.3
28 - 29.3
pH
6
6-7
6-7
6-7
Kualitas air selama penelitian berlangsung cenderung berada pada kisaran
optimal ikan untuk hidup dan tumbuh. Kadar amoniak selama pemeliharaan pada
perlakuan secara berturut-turut berkisar antara P0 (0,03-0.81 mg/l), P1 (0.03-0.25
mg/l), P2 (0.03-0.17 mg/l) dan P3 (0.03-0.23 mg/l). Kadar amoniak pada
umumnya adalah 0,00-2,0 mg/L (Wedemeyer, 2001).
Kandungan amoniak akan menjadi toksik jika kandungan oksigen di air
rendah, oleh karena akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar oksigen terlarut
yang terbawa oleh air yang baru masuk serta adanya bantuan aerasi.
Pengaruh langsung dari kadar ammonia yang tinggi adalah rusaknya
jaringan insang sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan terganggu, dan
akibatnya organisme budi daya tidak bisa hidup normal (Palinussa, 2010).

25

Dari hasil pengukuran ammonia selama penelitian pada masing - masing


perlakuan terlihat nilai ammonia masih dalam kisaran yang aman untuk kehidupan
organisme budi daya. Hal ini sejalan seperti yang dijelaskan Boyd (1979) kadar
ammonia yang aman bagi ikan dan organisme perairan adalah kurang dari 1 mg/l.
Salah satu parameter yang memberikan pengaruh besar pada perlakuan
tersebut adalah kandungan oksigen terlarut. Ikan lele mampu tumbuh optimal jika
kandungan oksigen terlarut >3 mg/L (Rahman et al., 1992). Pada kisaran oksigen
terlarut sekitar 2 mg/L, ikan lele dapat tumbuh meskipun lambat.
Jika dilihat dari fluktuasi suhu yang terjadi, dapat diketahui bahwa suhu
relatif stabil dan perbedaan lama waktu perendaman vaksin tidak memberikan
pengaruh yang besar terhadap perubahan suhu selama penelitian. Adapun
fluktuasi suhu yang terjadi disebabkan oleh posisi unit percobaan yang berada di
dalam ruangan sehingga suhu tidak berubah terlalu drastis.
Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa nilai pH selama penelitian tidak terjadi
perubahan yang signifikan dan perbedaan waktu lama perendaman tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai pH selama penelitian.
Nilai pH pada masing- masing perlakuan berkisar antara 6-7.
Pertumbuhan
Bobot Lele Dumbo (g)

B. Pertumbuhan Bobot Mutlak


Pengukuran bobot mutlak terhadap ikan lele dumbo dilakukan sebanyak

tiga kali selama penelitian diperoleh hasil bobot rata-rata ikan lele dumbo (g).
Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.

26

Waktu pengamatan hari

Gambar 4.1. Pertumbuhan bobot ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama
penelitian
Berdasarkan Gambar 4.1, menunjukkan pertumbuhan ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) masing-masing perlakuan selama penelitian berbeda-beda,
dari hasil yang didapat pada masing-masing perlakuan mendapatkan
pertumbuhan yang terus meningkat mulai dari awal hingga akhir penelitian.
Bobot rata-rata ikan lele dumbo pada akhir penelitian yaitu perlakuan P0 tanpa
perendaman vaksin dengan bobot rata-rata (0.693 g) diikuti P1 lama
perendaman 20 menit (0.771 g), P2 lama perendaman 30 menit (1.044 g) dan P3
lama perendaman 40 menit (0.933 g). Dari penelitian yang dilakukan
Kurniawan (2009) yaitu pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) dengan padat tebar yang berbeda didapatkan bobot
tertinggi hanya mencapai 0.589 g. Jadi pertumbuhan bobot rata-rata pada
penelitian ini bisa dikatakan baik, bila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya.
Setelah dilakukan pengukuran data diawal dan akhir penelitian maka
selanjutnya dapat diketahui pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo selama
penelitian. Pertumbuhan bobot mutlak dapat diketahui dengan menggunakan
rumus Effendie (1979) yaitu berat rata-rata ikan akhir penelitian dikurang berat
rata-rata ikan awal penelitian. Pertumbahan bobot mutlak ikan lele dumbo pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.

27

Tabel 4.2.Pertumbuhan bobot mutlak (g) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang dipelihara dengan waktu lama perendaman vaksin HydroVac yang
berbeda
Ulangan
Perlakuan Lama Perendaman Vaksin
(0, 20, 30 dan 40 menit)
1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)

P0
0.192
0.218
0.120

P1
0.122
0.354
0.376

P2
0.758
0.613
0.598

P3
0.346
0.589
0.408

0.530
0.1770.05c

0.852
0.2840.14bc

1.969
0.6560.09a

1.343
0.4480.21b

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot tertinggi terdapat
pada perlakuan P2 dengan lama perendaman vaksin 30 menit (0.656 g), kemudian
diikuti P3 lama perendaman vaksin 40 menit (0.448 g), P1 lama perendaman
vaksin 20 menit (0.284 g) dan P0 tanpa perendaman (0.177 g).
Hal ini menunjukkan bahwa lama waktu perendaman vaksin HydroVac
berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo. Setelah
dilakukan analisis variansi (ANAVA) terhadap bobot mutlak ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus), lama waktu perendaman vaksin HydroVac memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele
dumbo P < 0,05. Perbedaan dari masing-masing perlakuan setelah dilakukan uji
lanjut Student-Newman-Keuls terhadap pertumbuhan bobot mutlak didapat hasil
P0 berbeda nyata terhadap P1 dan P3, P0 berbeda sangat nyata terhadap P2, P1
dan P3 tidak berbeda nyata, P1 dan P3 berbeda nyata terhadap P2. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil yang diperoleh pada Tabel 4.2 dapat diketahui bobot mutlak yang
terbaik terdapat pada perlakuan yang diberi vaksin HydroVac yaitu P2 dengan
lama perendaman vaksin 30 menit yaitu sebesar 0.656 g. Hal ini menunjukkan

28

bahwa pertumbuhan ikan lele yang divaksin lebih baik daripada pertumbuhan ikan
lele control dan lama perendaman vaksin HydroVac secara langsung dapat
berpengaruh pada pertumbuhan ikan lele dumbo. Kondisi tubuh ikan yang sistem
imunnya lebih baik akibat pengaruh vaksin menyebabkan metabolisme dan
proses-proses fisiologis berlangsung lebih baik sehingga akhirnya berdampak
terhadap pertumbuhan ikan.
Perbedaan nilai bobot mutlak tiap perlakuan tersebut diduga berkaitan
dengan perkembangan kemampuan ikan dalam merespons serangan penyakit dan
memproduksi antibodi. Semakin besar ukuran ikan, maka akan semakin besar
kemampuan ikan tersebut dalam melawan serangan penyakit, walaupun ikan
tersebut memiliki umur yang sama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ellis
(1989) dalam Yanong (2008) bahwa respons imun dari ikan dapat lebih
dipengaruhi oleh ukuran ikan, bukan umur.
Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh makanan, ruang, suhu dan
beberapa faktor lainnya (Effendi, 1979). Sedangkan Wilburn dan Owen (1964)
menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan,
umur dan lingkungan. Pada penelitian ini pakan yang diberikan juga sudah dapat
memberikan penambahan bobot tubuh pada ikan uji. Hal ini dipertegas lagi oleh
Suseno (1984) dalam Retnita (2009) yang mengatakan bahwa ikan lebih memilih
jenis pakan yang mudah dicerna (biasanya yang lunak) daripada pakan yang sukar
dicerna.
C. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian berbeda-beda pada masing-masing perlakuan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.

29

Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Selama Penelitian.
Ulangan
Perlakuan Lama Perendaman Vaksin
P0
1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)

P1

P2

P3

1.26
1.16
0.61

0.57
1.92
2.46

3.74
3.07
3.26

2.00
2.67
1.90

3.03
1.010.35b

4.95
1.650.97b

10.07
3.360.35a

6.57
2.190.42b

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat persentase rata-rata laju pertumbuhan harian
ikan lele selama penelitian yang berkisar antara 1.01 % - 2.19 % dimana pada
perlakuan P2 lama perendaman 30 menit memberikan hasil dengan laju
pertumbuhan tertinggi yaitu (3.36 %) dan diikuti P3 lama perendaman 40 menit
(2.19 %), P1 lama perendaman (1.65 %) dan P0 tanpa perendaman (1.01 %)

Laju Pertumbuhan
Harian Lele Dumbo
(%)

(Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) selama penelitian
Berdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap laju
Perlakuan

pertumbuhan harian maka di dapat hasil yang menunjukkan lama waktu perendaman
vaksin yang berbeda berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap laju petumbuhan harian
ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan
dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 7).

30

Laju pertumbuhan harian terbaik terletak pada perlakuan P2 (3.36%),


perbedaan nilai laju pertumbuhan harian tiap perlakuan tersebut diduga berkaitan
dengan perkembangan kemampuan ikan dalam merespons serangan penyakit dan
memproduksi antibodi. Semakin laju pertumbuhan ikan, maka akan semakin besar
kemampuan ikan tersebut dalam melawan serangan penyakit, walaupun ikan
tersebut memiliki umur yang sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Nuswantoro
(2012), bahwa kondisi tubuh ikan yang sistem imunnya lebih baik akibat
pengaruh vaksin menyebabkan metabolisme dan proses-proses fisiologis
berlangsung lebih baik sehingga akhirnya berdampak terhadap laju pertumbuhan
ikan.
D. Kelulushidupan
Kelulushidupan ikan lele dumbo selama penelitian berkisar antara 68 99
%. Kelulushidupan ikan lele dumbo selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4
dan Gambar 4.3.
Tabel 4.4. Persentase Kelulushidupan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Selama Penelitian.
Ulangan
P0

Kelulushidupan
Benih Lele Dumbo (%)

1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)

Perlakuan Lama Perendaman Vaksin


(0, 20, 30 dan 40 menit)
P1
P2

68
76
60
204
688.00b

88
92
88
268
892.31a

96
100
100
296
992.31a

P3
92
96
100
288
964.00a

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pemeliharaan ikan lele dumbo dengan

lama waktu perendaman vaksin HydroVac yang berbeda diperoleh hasil tingkat
kelulushidupan berturut-turut adalah P2 (99%), P3 (96%) P1 (89%) dan P0 (77.78
%) (Gambar 4.3).

31

Perlakuan

Gambar 4.3. Kelulushidupan (SR) ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama
penelitian
Berdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap kelulushidupan
ikan lele (Clarias gariepinus) maka di dapat hasil yang menunjukkan lama
perendaman vaksin HydroVac berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap kelulushidupan
ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan
dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 9).
Kelulushidupan adalah perbandingan jumlah ikan uji yang hidup pada
akhir penelitian dengan ikan uji pada awal penelitian pada satu periode dalam satu
populasi selama penelitian. Dari hasi penelitian, persentasi kelulushidupan yang
terbaik ialah pada perlakuan P2 yaitu mencapai tingkat 99% dan diikuti P3 96%,
P1 89% dan P0 68%.
Hal ini dapat dikatakan bahwa kelulushidupan ikan lele dumbo yang
divaksin HydroVac melalui perendaman 30 menit dapat meningkatkan daya tahan
ikan Lele Dumbo terhadap serangan penyakit dan kondisi sistem imunnya lebih
baik daripada perlakuan lainnya. Lama perendaman hasil penelitian ini sama
dengan yang dilaporkan oleh Corbeil et al (2000a) dalam vaksinasi benih ikan
salmon, yaitu lama perendaman selama 30 menit.
Jika dilihat secara umum dari nilai pertumbuhan ikan lele dumbo diatas
maka lama perendaman vaksin HydroVac selama 30 menit sudah memenuhi untuk
kebutuhan ikan dengan baik. Hal ini sejalan dengan penjelasan Kanellos, et al

32

(2006), bahwa pemberian vaksin melalui perendaman ikan dalam air mengandung
bakteri utuh inaktif yang memproduksi protein imunogenik sehingga ikan mampu
meningkatkan daya tahan tubuhnya karena protein imunogenik tersebut akan
direspon oleh ikan lele dumbo untuk menghasilkan antibodi untuk tahan terhadap
serangan penyakit.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan lama waktu perendaman vaksin
HydroVac yang berbeda pada pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus),
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
33

1. Setelah dilihat dari berbagai aspek terhadap beberapa parameter yang


diukur, perlakuan terbaik terdapat pada P2 (dengan lama waktu
perendaman 30 menit) dengan pertumbuhan bobot mutlak lele dumbo
sebesar (1.044 g), laju pertumbuhan bobot harian lele dumbo (3.36%)
dan dengan kelangsungan hidup lele dumbo 99%.
2. Jika dilihat secara umum dari nilai kelulushidupan ikan lele dumbo
diatas maka lama perendaman vaksin HydroVac selama 30 menit
sudah memenuhi untuk kebutuhan ikan dengan baik. Pemberian vaksin
melalui perendaman ikan dalam air mengandung bakteri utuh inaktif
yang memproduksi protein imunogenik sehingga ikan mampu
meningkatkan daya tahan tubuhnya karena protein imunogenik
tersebut akan direspon oleh ikan lele dumbo untuk menghasilkan
antibodi untuk tahan terhadap serangan penyakit.
B. Saran
Dari penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
melakukan vaksinasi ulang setelah periode tertentu (booster) untuk memperoleh
hasil yang lebih baik lagi.

34

Anda mungkin juga menyukai