PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air
tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena memiliki beberapa
keunggulan, antara lain mudah dibudidayakan dan pertumbuhannya lebih cepat
daripada ikan lain, namun dalam pelaksanaan kegiatan budidaya tidak terlepas
dari berbagai hambatan diantaranya yang paling berbahaya adalah serangan
penyakit yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri Aeromonas
hydrophila merupakan penyebab penyakit bercak merah atau disebut juga
Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang sering menyerang ikan air tawar
dan menginfeksi semua umur. MAS merupakan penyakit bakterial yang
bersifat akut, menginfeksi semua umur dan semua jenis ikan air tawar, dapat
mengakibatkan kematian hingga 100%, dan sering menimbulkan kerugian
yang sangat signifikan (Wibawa, 2010). Ikan yang paling sering terinfeksi oleh
MAS adalah ikan lele karena ikan tersebut tidak memiliki sisik sehingga relatif
lebih mudah terserang. Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Nasional pada
2006 telah menetapkan jenis penyakit ini sebagai salah satu penyakit ikan
utama di Indonesia.
Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen pada
perikanan budidaya dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia telah
banyak dilakukan sebelumnya, hal itu merupakan cara pengendalian yang
popular karena relatif mudah dilakukan dan dalam jangka pendek hasilnya
sudah dapat dilihat. Tetapi apabila dilakukan dengan prosedur yang keliru, efek
pencegahan infeksi
HydroVac,
penanggulangan
infeksi
MAS
dilakukan
dengan
berkembangnya
resistensi
patogen
terhadap
antibiotik.
Resistensi bakteri ini membuat bakteri menjadi lebih kuat dan selanjutnya akan
sulit diberantas, karena bakteri sudah semakin kebal dan dapat mengenali
antibiotik yang diinjeksi pada tubuh ikan. Alternatif dari penggunaan antibiotik
untuk menanggulangi infeksi MAS adalah dengan penggunaan bahan kimia,
namun dalam praktik di lapangan penggunaan bahan kimia untuk
menanggulangi infeksi MAS ini selain kurang efektif juga diketahui dapat
mencemari dan merusak lingkungan sehingga tidak aman lagi untuk
digunakan. (Wibawa, 2010).
Vaksinasi dapat dilakukan secara intraperitorial, intramuscular,
peroral, pencelupan, perendaman dan penyemprotan. Menurut Anderson
(1974), cara intraperitorial lebih disukai karena antingen cepat diserap, namun
perlu dilakukan secara cermat agar tidak mengenai usus karena dapat
menimbulkan pendarahan dan kehilangan antingen. Penyuntikan secara
intramuscular sering menyebabkan kerusakan pada daerah otot tempat
suntikan, tetapi teknik ini dapat menstimulasi antibody lebih konstan. Teknik
peroral dinilai lebih menguntungkan karena dapat memvaksin ikan dalam
jumlah banyak, namun perlu dicari cara yang aman untuk mencegah kerusakan
antingen serta distribusi vaksin harus merata. Gould et al. (1979) mencoba
vaksinasi dengan cara pencelupan secara langsung dan dengan cara ini, bakteri
dapat diserap dalam jumlah banyak oleh insang, tetapi ikan dapat mengalami
stress karena waktu pencelupan relatif singkat. Lamers et al. (1985) mencoba
metode perendaman menurut Thune (1980), dan metode tersebut efektif
menimbulkan imunitas karena antingen lebih lama kontak dengan ikan.
Latar
Belakang
Masalah
di
atas,
maka
dapat
2.
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Batasan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
G. Sistematika Penelitian
H. Hipotesis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
B. Tinjauan Empirik
BAB III
BAB IV
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
H. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penelitian adalah Adanya pengaruh
pemberian vaksin dengan lama waktu perendaman yang berbeda terhadap
kelulushidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1. Identifikasi dan Klasifikasi Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele dumbo merupakan ikan air tawar hasil persilangan antara induk
betina C. fuscus yang berasal dari Taiwan dengan induk jantan C. mossambicus
dari Kenya. Ikan ini diintroduksi dari Taiwan sekitar bulan November 1986
(Santoso, 1994).
Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak
bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng
seperti mozaik hitam putih. Mulut lele relatif lebar, yaitu sekitar seperempat
dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah
adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat
peraba untuk mencari makan (Simanjuntak, 1996).
Menurut Najiyanti (1992) dalam Rustidja (2004) bentuk luar lele
dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih, dan tidak bersisik. Mulut lele
dumbo terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang
sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksilan (berfungsi
sebagai tentakel) dan dua pasang sungut mandibula. Lele dumbo mempunyai 5
sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur.
Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada
lele dumbo patil lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga
kesulitan bernafas. Selain bernafas dengan insang, lele dumbo juga mempunyai
alat pernafasan tambahan (arborecent) yang terletak pada insang bagian atas.
Arborecent berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun
yang penuh kapiler-kapiler darah.
Menurut Suyanto (2002), klasifikasi atau pengelompokan ikan lele
dumbo adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Siluroidae
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias gariepinus
dari cara
hidupnya,
A. hydrophila
bersifat
patogen
oportunistik, selalu berada dalam air dan menyerang ikan pada waktu ikan
lemah. Bakteri ini dapat hidup di air tawar, dan juga dapat hidup di perairan
payau dan laut (Newman, 1982) dan mempunyai toleransi suhu yang lebar
(Post, 1983).
Perairan air tawar, khususnya yang mengandung banyak bahan
organik merupakan habitat yang baik bagi perkembangan A. hydrophila
(Frerichs & Roberts, 1978; Stevenson, 1988). A. hydrophila mempunyai sifat
biokimia, genetik, serologi, dan fenotip yang beragam (Newman, 1982;
Stevenson, 1988).
Kemampuan A. hydrophila menimbulkan penyakit cukup tinggi.
Tingkat keganasan yang diukur dengan LD50 cukup bervariasi, yaitu berkisar
antara 104-106 sel/ml (Sarono et al., 1993). Penyakit bakterial yang disebabkan
oleh bakteri A. hydrophila disebut dengan MAS (Motil Aeromonas Septicemia).
Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit MAS adalah adanya
ulser yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan,
inflamasi dan erosi di dalam rongga dan sekitar mulut seperti redmouth
disease. Selain itu terjadi hemorrhagik pada sirip serta mata membengkak dan
menonjol (eksophtalmia/popeye) (Sarono et al., 1993). Gejala internal dari
penyakit MAS adalah pembengkakan ginjal tetapi tidak lembek, petikiae
(bintik merah) pada otot daging dan peritoneum, usus tidak berisi makanan
10
tetapi berisi cairan kuning. Gejala khas dari bakteri ini adalah adanya sejumlah
besar cairan kuning pada rongga perut (Sarono et al., 1993).
Di Indonesia, bakteri A. hydrophila menyerang ikan tawes
(Hardjautomo et al., 1981), ikan lele dan ikan karper (Djajadiredja & Cholik,
1982; Sarono et al., 1993), ikan gurami (Taufik, 1982; Supriyadi et al., 1995).
Jenis ikan di daerah subtropik yang banyak terserang oleh bakteri ini antara
lain rainbow trout dan Chinook salmon (Sarono et al., 1993).
Selain menyerang ikan, bakteri A. hydrophila juga dapat menyerang
amphibia, reptil (ular dan kura-kura) (Post, 1983), buaya (Newman, 1982),
bahkan berpotensi menyerang manusia (Newman, 1982; Post, 1983;
Stevenson, 1988). A. hydrophila dapat menyebabkan diare pada manusia
(Fraizier et al., 1988).
11
12
HydroVac,
penanggulangan
infeksi
MAS
dilakukan
dengan
pencegahan infeksi
13
kekebalan yang tidak dapat dibedakan dari yang disebabkan oleh infeksi
alamiah, sehingga vaksinasi serta pemberantasan berjalan cepat dan sama.
Secara garis besar ada dua macam tipe vaksin, yaitu vaksin mati yang
tersusun dari organisme patogen inaktif atau ekstrak, dan vaksin hidup yang
tersusun dari organisme patogen yang sudah dilemahkan sampai tidak atau
sedikit virulen lagi (Ellis, 1989). Kedua-duanya memiliki kelebihan dan
kekurangan sebagai prasyarat vaksin yang ideal, yaitu antigenitas yang tinggi
dan tanpa efek samping yang merugikan.Vaksin hidup merangsang kekebalan
yang terbaik tetapi dapat membahayakan karena virulensi residual. Namun
organisme mati adalah relatif imunogen yang lemah tetapi biasanya jauh
lebih aman.
Biasanya vaksinasi pada hewan dilakukan secara injeksi, tetapi
banyak cara-cara baru untuk vaksinasi yang sudah mulai dikembangkan. Ada
empat cara atau teknik yang paling banyak digunakan untuk vaksinasi pada
ikan (hewan air), yaitu dengan injeksi (intraperitoneal injektion), perendaman
(direct imersion), semprot (spray vaccination) dan pakan (oral vaccination),
dalam pernyataan Ward (1982).
1. Cara injeksi (injection)
Cara vaksinasi ini dengan injeksi sangat efektif untuk menghasilkan
respon kekebalan (antibodi) pada ikan, tetapi metode ini membutuhkan waktu
yang banyak, tenaga serta biaya. Cara ini banyak menimbulkan stres pada ikan.
2. Cara perendaman (direct immersion)
14
15
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter air yang sangat berpengaruh
pada kehidupan ikan. Suhu merupakan faktor fisika yang mempengaruhi
aktivitas fisika dan kimia di dalam suatu perairan. Suhu juga mempengaruhi
tingkat konsumsi oksigen, kekentalan atau viskositas air, distribusi mineral
dalam air, serta kandungan oksigen yang terlarut. Suhu air yang optimal untuk
pertumbuhan ikan berkisar antara 24-270C, sedangkan suhu air minimum yang
masih bisa diterima oleh ikan yaitu 20 0C, dan suhu maksimalnya yaitu 300C
(Bachtiar, 2007).
Lingkungan terutama sifat fisik, kimia dan biologi perairan akan
sangat mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan bakteri
penyebab penyakit. Lingkungan akan berdampak positif atau negatif.
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari suatu
konsentrasi ion hidrogen yang lepas dari suatu cairan. Besarnya nilai pH pada
kebanyakan suatu perairan adalah 4 sampai 9. Derajat keasaman (pH) air dapat
mempengaruhi tingkat kesuburan suatu perairan karena dapat mempengaruhi
kehidupan pada jasad renik. Menurut Lesmana (2001) adanya pH yang rendah
dapat menyebabkan daya racun dan amoniak menjadi lebih tajam.
Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), ikan air tawar yang
dibudidayakan sebagian besar mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan perairan yang mempunyai pH antara 6,5-7,5 sedangkan untuk ikan
laut dengan pH 8,3. Pada perairan dengan pH 4-5 ikan tidak dapat bereproduksi
bahkan dapat mengalami kematian.
16
c. Oksigen Terlarut
Konsentrasi oksigen terlarut dalam air berpengaruh terhadap
kehidupan ikan. Untuk dapat digunakan oleh organisme air, maka oksigen
berada dalam posisi terlarut di dalam air. Oksigen digunakan, oleh ikan dalam
pembakaran bahan makanan yang akan menghasilkan suatu energi yang
digunakan dalam beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya.
Apabila oksigen di dalam suatu perairan itu kurang maka akan mempengaruhi
kehidupan ikan dan aktivitas ikan (Zonneveld et al., 1991).
Menurut Mulyanto (1992) konsentrasi oksigen yang optimal bagi
budidaya ikan lele dumbo yaitu 5 ppm, dan lebih baiknya jika konsentrasinya 7
ppm, akan tetapi untuk benih lele dumbo konsentrasi oksigen minimumnya
adalah 2 ppm. Konsentrasi oksigen minimum yang mampu diterima oleh
sebagian besar untuk spesies ikan agar dapat bertahan hidup dengan baik
adalah 5 ppm. Ikan masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, tetapi nafsu makannya cenderung rendah
bahkan tidak memiliki nafsu makan, sehingga pertumbuhan ikan menjadi
terhambat (Afrianto & Liviawaty, 1994).
B. Tinjauan Empirik
Beberapa tinjauan empiris yang menjadi acuan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Bunasir et al (2014), meneliti tentang aplikasi vaksin anti aeromonas
hydrophila pada ikan Lele di kolam terpal. Pada penelitian ini menggunakan
dosis vaksin sebanyak 3 ml/liter air. Dan dari penelitian ini bisa menjadi
acuan dalam penentuan dosis vaksin pada penelitian ini.
17
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah vaksin
HydroVac. Apakah penggunaan Vaksin HydroVac dengan waktu lama
perendaman yang berbeda berpengaruh terhadap kelulushidupan Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus).
B. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
18
19
Tahun 2014
September
I II III IV
Oktober
II III IV I
November
II III IV
Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan Laporan
20
yang digunakan dalam penelitian ini. Maksud dari adaptasi ini untuk
membiasakan ikan uji dalam lingkungan media uji dan menerima atau
mengkonsumsi pakan tersebut, setelah pelaksanaan perendaman vaksin.
Penelitian dilakukan selama 30 hari dan ikan diberi pakan pellet F999. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu 08.00, 12.00,
16.00 WIB, dengan jumlah makanan yang diberikan 10% perhari dari berat
biomassanya.
Pengukuran berat ikan ini dilakukan untuk memudahkan dalam
perhitungan jumlah ransum makanan yang diberikan, dilakukan pada awal
penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian, sedangkan pengukuran
panjang menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0,1 cm pada awal
penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian. Pengukuran berat dan
panjang dilakukan pada sebagian ikan uji (teknik sampling).
Dalam pelaksanaan penelitian, vaksin yang digunakan untuk setiap
perlakuan adalah dengan dosis 3ml/liter air. Tahap vaksinasi adalah sebagai
berikut :
1. Tahap Vaksinasi :
a) Persiapan Objek vaksinasi
1. Benih ikan lele yang dalam kondisi sehat, umur 1 bulan dengan jumlah
300 ekor .
2. Jumlah ikan yang akan di vaksin sebanyak 25 ekor per wadah.
3. Pemberokan/mempuasakan ikan yang akan divaksin dilakukan minimal 1
hari sebelum proses vaksinasi menggunakan air sumur.
b) Persiapan wadah vaksinasi :
1. Baskom untuk proses vaksinasi dengan kapasitas minimal 50 liter
2. Membersihkan baskom untuk vaksinasi menggunakan sabun sunlight,
lalu dibilas hingga benar-benar bersih.
3. mengisi baskom dengan air sumur sebanyak 15 liter
4. Pengukuran kisaran suhu dan kandungan oksigen terlarut (DO) sebelum
tahap vaksinasi
21
Wt
Wo
- 1 x 100%
Wo =
23
Nt
x 100%
No
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
24
25
tiga kali selama penelitian diperoleh hasil bobot rata-rata ikan lele dumbo (g).
Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.
26
Gambar 4.1. Pertumbuhan bobot ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama
penelitian
Berdasarkan Gambar 4.1, menunjukkan pertumbuhan ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) masing-masing perlakuan selama penelitian berbeda-beda,
dari hasil yang didapat pada masing-masing perlakuan mendapatkan
pertumbuhan yang terus meningkat mulai dari awal hingga akhir penelitian.
Bobot rata-rata ikan lele dumbo pada akhir penelitian yaitu perlakuan P0 tanpa
perendaman vaksin dengan bobot rata-rata (0.693 g) diikuti P1 lama
perendaman 20 menit (0.771 g), P2 lama perendaman 30 menit (1.044 g) dan P3
lama perendaman 40 menit (0.933 g). Dari penelitian yang dilakukan
Kurniawan (2009) yaitu pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) dengan padat tebar yang berbeda didapatkan bobot
tertinggi hanya mencapai 0.589 g. Jadi pertumbuhan bobot rata-rata pada
penelitian ini bisa dikatakan baik, bila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya.
Setelah dilakukan pengukuran data diawal dan akhir penelitian maka
selanjutnya dapat diketahui pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo selama
penelitian. Pertumbuhan bobot mutlak dapat diketahui dengan menggunakan
rumus Effendie (1979) yaitu berat rata-rata ikan akhir penelitian dikurang berat
rata-rata ikan awal penelitian. Pertumbahan bobot mutlak ikan lele dumbo pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.
27
Tabel 4.2.Pertumbuhan bobot mutlak (g) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang dipelihara dengan waktu lama perendaman vaksin HydroVac yang
berbeda
Ulangan
Perlakuan Lama Perendaman Vaksin
(0, 20, 30 dan 40 menit)
1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)
P0
0.192
0.218
0.120
P1
0.122
0.354
0.376
P2
0.758
0.613
0.598
P3
0.346
0.589
0.408
0.530
0.1770.05c
0.852
0.2840.14bc
1.969
0.6560.09a
1.343
0.4480.21b
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot tertinggi terdapat
pada perlakuan P2 dengan lama perendaman vaksin 30 menit (0.656 g), kemudian
diikuti P3 lama perendaman vaksin 40 menit (0.448 g), P1 lama perendaman
vaksin 20 menit (0.284 g) dan P0 tanpa perendaman (0.177 g).
Hal ini menunjukkan bahwa lama waktu perendaman vaksin HydroVac
berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo. Setelah
dilakukan analisis variansi (ANAVA) terhadap bobot mutlak ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus), lama waktu perendaman vaksin HydroVac memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele
dumbo P < 0,05. Perbedaan dari masing-masing perlakuan setelah dilakukan uji
lanjut Student-Newman-Keuls terhadap pertumbuhan bobot mutlak didapat hasil
P0 berbeda nyata terhadap P1 dan P3, P0 berbeda sangat nyata terhadap P2, P1
dan P3 tidak berbeda nyata, P1 dan P3 berbeda nyata terhadap P2. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil yang diperoleh pada Tabel 4.2 dapat diketahui bobot mutlak yang
terbaik terdapat pada perlakuan yang diberi vaksin HydroVac yaitu P2 dengan
lama perendaman vaksin 30 menit yaitu sebesar 0.656 g. Hal ini menunjukkan
28
bahwa pertumbuhan ikan lele yang divaksin lebih baik daripada pertumbuhan ikan
lele control dan lama perendaman vaksin HydroVac secara langsung dapat
berpengaruh pada pertumbuhan ikan lele dumbo. Kondisi tubuh ikan yang sistem
imunnya lebih baik akibat pengaruh vaksin menyebabkan metabolisme dan
proses-proses fisiologis berlangsung lebih baik sehingga akhirnya berdampak
terhadap pertumbuhan ikan.
Perbedaan nilai bobot mutlak tiap perlakuan tersebut diduga berkaitan
dengan perkembangan kemampuan ikan dalam merespons serangan penyakit dan
memproduksi antibodi. Semakin besar ukuran ikan, maka akan semakin besar
kemampuan ikan tersebut dalam melawan serangan penyakit, walaupun ikan
tersebut memiliki umur yang sama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ellis
(1989) dalam Yanong (2008) bahwa respons imun dari ikan dapat lebih
dipengaruhi oleh ukuran ikan, bukan umur.
Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh makanan, ruang, suhu dan
beberapa faktor lainnya (Effendi, 1979). Sedangkan Wilburn dan Owen (1964)
menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan,
umur dan lingkungan. Pada penelitian ini pakan yang diberikan juga sudah dapat
memberikan penambahan bobot tubuh pada ikan uji. Hal ini dipertegas lagi oleh
Suseno (1984) dalam Retnita (2009) yang mengatakan bahwa ikan lebih memilih
jenis pakan yang mudah dicerna (biasanya yang lunak) daripada pakan yang sukar
dicerna.
C. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian berbeda-beda pada masing-masing perlakuan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.
29
Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Selama Penelitian.
Ulangan
Perlakuan Lama Perendaman Vaksin
P0
1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)
P1
P2
P3
1.26
1.16
0.61
0.57
1.92
2.46
3.74
3.07
3.26
2.00
2.67
1.90
3.03
1.010.35b
4.95
1.650.97b
10.07
3.360.35a
6.57
2.190.42b
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat persentase rata-rata laju pertumbuhan harian
ikan lele selama penelitian yang berkisar antara 1.01 % - 2.19 % dimana pada
perlakuan P2 lama perendaman 30 menit memberikan hasil dengan laju
pertumbuhan tertinggi yaitu (3.36 %) dan diikuti P3 lama perendaman 40 menit
(2.19 %), P1 lama perendaman (1.65 %) dan P0 tanpa perendaman (1.01 %)
Laju Pertumbuhan
Harian Lele Dumbo
(%)
(Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) selama penelitian
Berdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap laju
Perlakuan
pertumbuhan harian maka di dapat hasil yang menunjukkan lama waktu perendaman
vaksin yang berbeda berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap laju petumbuhan harian
ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan
dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 7).
30
Kelulushidupan
Benih Lele Dumbo (%)
1
2
3
Jumlah
Rata-rata(Std. Dev)
68
76
60
204
688.00b
88
92
88
268
892.31a
96
100
100
296
992.31a
P3
92
96
100
288
964.00a
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pemeliharaan ikan lele dumbo dengan
lama waktu perendaman vaksin HydroVac yang berbeda diperoleh hasil tingkat
kelulushidupan berturut-turut adalah P2 (99%), P3 (96%) P1 (89%) dan P0 (77.78
%) (Gambar 4.3).
31
Perlakuan
Gambar 4.3. Kelulushidupan (SR) ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama
penelitian
Berdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap kelulushidupan
ikan lele (Clarias gariepinus) maka di dapat hasil yang menunjukkan lama
perendaman vaksin HydroVac berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap kelulushidupan
ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan
dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 9).
Kelulushidupan adalah perbandingan jumlah ikan uji yang hidup pada
akhir penelitian dengan ikan uji pada awal penelitian pada satu periode dalam satu
populasi selama penelitian. Dari hasi penelitian, persentasi kelulushidupan yang
terbaik ialah pada perlakuan P2 yaitu mencapai tingkat 99% dan diikuti P3 96%,
P1 89% dan P0 68%.
Hal ini dapat dikatakan bahwa kelulushidupan ikan lele dumbo yang
divaksin HydroVac melalui perendaman 30 menit dapat meningkatkan daya tahan
ikan Lele Dumbo terhadap serangan penyakit dan kondisi sistem imunnya lebih
baik daripada perlakuan lainnya. Lama perendaman hasil penelitian ini sama
dengan yang dilaporkan oleh Corbeil et al (2000a) dalam vaksinasi benih ikan
salmon, yaitu lama perendaman selama 30 menit.
Jika dilihat secara umum dari nilai pertumbuhan ikan lele dumbo diatas
maka lama perendaman vaksin HydroVac selama 30 menit sudah memenuhi untuk
kebutuhan ikan dengan baik. Hal ini sejalan dengan penjelasan Kanellos, et al
32
(2006), bahwa pemberian vaksin melalui perendaman ikan dalam air mengandung
bakteri utuh inaktif yang memproduksi protein imunogenik sehingga ikan mampu
meningkatkan daya tahan tubuhnya karena protein imunogenik tersebut akan
direspon oleh ikan lele dumbo untuk menghasilkan antibodi untuk tahan terhadap
serangan penyakit.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan lama waktu perendaman vaksin
HydroVac yang berbeda pada pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus),
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
33
34