Anda di halaman 1dari 33

Uji Viabilitas kandidat Vaksin Aeromonas hydrophilla di

Infeksikan pada Ikan Lele (Clarias sp.) Menggunakan Metode


Heat-killed dengan suhu yang berbeda

Makalah ini di tujukan untuk memenuhi tugas Akhir Semester Ganjil Mata kuliah
Filsafat Ilmu yang dibimbing oleh:

Prof. Dr. Ir. Suharningsih

Oleh

ULVA CHOIRUL MARWIYAH


NIM. 091724153004

PROGRAM STUDI MAGISTER


BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lele (Clarias sp.) adalah salah satu ikan air tawar yang masuk ke
indonesia pada tahun 2000. Lele dumbo merupakan salah satu dari berbagai jenis
ikan yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Dalam habitatnya ikan lele
sangat fleksibel, dapat dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi,
pertumbuhannya sangat pesat, dan dapat hidup pada lingkungan dengan kadar
oksigen rendah, karena lele dumbo mempunyai organ pernapasan tambahan yaitu
arborescent organ. Peningkatan kepadatan penebaran akanb meningkatkan
populasi lele dumbo pada waktu panen sehingga dapat meningkatkan produksi
kolam. Kepadatan penebaran yang optimal sangat penting dalam keberhasilan
budidaya lele dumbo. Kepadatan penebaran yang terlalu rendah akan menurunkan
produktifitas kolam, sedangkan kepadatan penebaran yang terlalu tinggi akan
menghambat pertumbuhan dan mengurangi tingkat kelulushidupan ( Khairuman,
2002 ).
Budidaya ikan lele berkembang pesat dikarenakan ikan lele mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang
terbatas dengan padat tebar tinggi, mempunyai pertumbuhan yang cepat,
teknologi budidaya mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya mudah dan
modal usaha yang dibutuhkan rendah serta mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Revitalisasi budidaya ikan lele sampai dengan akhir tahun 2009
ditargetkan mencapai produksi 175.000 ton atau meningkat rerata 21,64% per
tahun. Untuk daerah Jabotabek, konsumsi ikan lele mencapai 100 ton lele per hari
(KKP, 2007).
Peningkatan produksi ikan lele secara intensif seringkali mengalami
resiko, salah satunya adalah timbulnya penyakit. Penyakit yang biasa menyerang
ikan lele adalah penyakit MAS (motile aeromonas septicemia) yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Allan & Stevenson, 1981).
Pengendalian penyakit MAS pada awalnya banyak menggunakan antibiotik. Hal
tersebut mengakibatkan dampak negatif, yaitu menjadikan bakteri A.
hydrophiladan bakteri-bakteri di lingkungan menjadi resisten terhadap antibiotik,
serta musnahnya bakteri menguntungkan yang sensitif. Selain itu, antibiotik dapat
menimbulkan residu pada ikan dan akan membahayakan kesehatan konsumen
apabila dikonsumsi. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif penanggulangan
penyakit MAS yang efektif dan tidak menimbulkan efek negatif bagi
pembudidaya dan konsumen, serta ramah lingkungan.
Solusi pencegahan yang bisa dilakukan adalah pemberian vaksin.
Pemvaksinan merupakan cara penanggulangan yang efektif dan efisien untuk
mengatasi penyakit MAS karene pemvaksinan hanyan dilakukan satu selama
periode pemeliharaan dan tidak menimbulkan dampak negatif, baik pada ikan,
lingkungan, maupun konsumen (Kamiso, 1997). Pemvaksinan dapat dilakukan
pada berbagai ukuran ikan dari benih sampai dewasa.
Keefektifan pemvaksinan tergantung pada jenis dan kualitas vaksin, cara
pemvaksinan, kondisi ikan, dan kualitas air. Penelitian penggunaan bermacam
antigen A. hydrophila sebagai vaksin sudah banyak dilakukan dengan hasil yang
beragam. Antigen O (heat - killed) merupakan vaksin yang berasal dari dinding
sel bakteri gram negatif yang masih memiliki lipopolisakarida (LPS). Antigen ini
baik untuk pemvaksinan karena terletak diluar sehingga mudah dan cepat dikenal
oleh antibodi (Kamiso, 1990).
Antigen H merupakan vaksin sel utuh (whole cell) yang dilemahkan
dengan formalin. Vaksin ini merupakan subunit protein yang membentuk polimer
, beragam antar spesies dan berbeda sifat antigennya. Ag H masih mengandung
flagelum dan protein , yang memungkinkan reaksi kuat antibodi (Kamiso, 1990).
Selain Ag O dan Ag H, bagian lain dari bakteri A. hydrophila yang dapat
dijadikan vaksinantara lain sitoplasma, debris, supernatan (extracellular product),
protein sitoplasma dengan berat molekul tertentu, flagelum, dan pili dengan
tingkat kebalogen beragam. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai potensi bakteri A. hydrophila sebagai vaksin
inaktif heat-killed dengan tingkat suhu yang berbeda melalui uji viabilitas pada
medium spesifik Aeromonas. Peran bakteri A. hydrophila sebagai antigen dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun pada ikan budidaya sehingga dapat mencegah
infeksi penyakit bakteri A. hydrophila.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian serta permasalahan-permasalahan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
 Bagaimana hasil uji viabilitas kandidat vaksin bakteri A. hydrophila
menggunakan metode heat- killed ?
 Bagaimana hasil uji adhesi sel epitel usus menggunakan vaksin inaktif
heat - killed dengan suhu yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan penjelasan rumusan-rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini yaitu:
 Mengetahui hasil uji viabilitas kandidat vaksin bakteri A. hydrophila
menggunakan metode heat- killed dengan suhu yang berbeda.
 Mengetahui hasil uji adhesi sel epitel usus menggunakan vaksin inaktif
heat- killed dengan suhu yang berbeda.

1.4 Kegunaan
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperluas wawasan dan
keterampilan mahasiswa dalam melakukan kegiatan pembuatan AgO dan uji
viabilitas dengan memanfaatkan bakteri sebagai upaya penentuan vaksin. Selain
itu, diharapkan dari hasil uji viabilitas digunakan dalam uji lanjutan sebagai
potensi vaksin dari bakteri A. hydrophila sehingga dapat digunakan oleh
pembudidaya ikan.

1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Basah Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya pada tanggal
Desember 2018– 26 Februari 2019.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele ( Clarias sp.)


2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele ( Clarias sp.)
Menurut Mahyuddin (2008), sistematika dan klasifikasi ikan lele dumbo
(Clarias sp.) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Telestoi
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Silutoidae
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

Gambar 1.Ikan lele (Clarias sp.) (Mahyuddin ,2008)


2.1.2 Morfologi Ikan Lele ( Clarias sp.)
Bentuk tubuh ikan lele (Clarias sp.) pada umumnya memanjang, agak
silindris (membuat) di bagian depan dan mengecil ke bagian ekornya. Kulitnya
tidak memiliki sisik, berlendir, dan licin.Jika terkena sinar matahari,warna tubuh
ikan lele dumbo berubah menjadi pucat dan jikan terkejut warna tubuhnya
otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih.Mulut ikan lele realtif lebar,
yaitu sekitar ¼ dari total tubuhnya (Khairuman dan Amri, 2002).
Menurut Suyanto (2008), ikan lele (Clarias sp.) ciri yang membedakan
dengan ikan jenis lainnya adalah bentuknya yang memanjang, bagian badan bulat
dan memipih ke arah ekor, tidak bersisik serta mengeluarkan mukus. Ikan lele
memiliki kepala berbentuk pipih dan simestris, memiliki patil, mulut lebar, tidak
bergigi, dan mulut memiliki sepasang sungut mandibula dan sepasang sungut
maksilar yang lebih panjang dan tegak, daerah kepala sampai punggung berwarna
coklat kehitaman.
2.1.3 Habitat Ikan Lele ( Clarias sp.)
Menurut Santoso (1994), menyampaikan bahwa lele dumbo memiliki
toleransi terhadap suhu air antara 20–30 °C serta mampu hidup pada lingkungan
perairan dengan kondisi yang jelek. Pada perairan dengan DO yang rendah
sekalipun ikan lele mampu bertahan.Hal ini karena ikan lele memiliki alat
pernafasan tambahan yang disebut dengan aborescent.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa ikan lele hidup pada daerah
dataran rendah dengan ketinggian 500 m diatar permukaan laut, pada suhu air
20°C-30 °C (optimalnya 27°C), kandungan oksigen >3 ppm dan pH 6,5 – 8,0.
Pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan cepat dan sehat jika dipelihara
dari sumber air yang cukup bersih seperti mata air, sungai saluran irigasi ataupun
air sumur. Habitat ikan ini adalah sungai dan perairan tenang seperti danau,
waduk, telaga, rawa serta genangan air. Ikan lele tersebar luas di benua Asia dan
Afrika, di beberapa negara telaj dibudidayakan diantaranya Thailand, Laos,
Kamboja, Filipina, Birma, India dan Indonesia (Suyanto, 2008).

2.2 Bakteri A. hydrophila


2.2.1 Klasifikasi A. hydrophila
Bakteri A. hydrophila telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar di
seluruh dunia. Beberapa peneliti menetapkan bahwa organisme ini hanya sebagai
penyerang sekunder pada inang yang lemah, sedang yang lain menyatakan bahwa
bakteri A. hydrophila adalah suatu patogen utama ikan air tawar (Ageeb dan
Hayes, 2000).
Klasifikasi bakteri A. hydrophila menurut Ageeb dan Hayes (2000),
adalah sebagai berikut:
Domain : Bacteria
Kingdom : Proteobacteria
PHylum : Gammaproteobacteria
Class : Aeromonadeles
Genus : Aeromonas
Species : A. hydrophila

2.2.2 Morfologi A. hydrophila


Bakteri A. hydrophila merupakan mikroorganisme psikrotrof yang dapat
tumbuhn pada ruang pendingin (refrigator), suhu maksimum 45°C, suhu
minimum 0 – 4 °C, suhu optimum 37°C. Bakteri A. hydrophila secara klinis
menyebabkan sakit pada manusia. Bakteri A. hydrophila menghasilkan faktor –
faktor virulen yang berbeda termasuk eksotoksin, sitotoksin dan lainnya dimana
spetrum penyakit meliputi gatroenteritis, septisema, dan infeksi
padakomoditasbudidaya (Camus et al., 2009).

A. hydrophila

Gambar 2.Bakteri A. hydrophila (Grandiosa, 2010).


Bakteri A.hydropilla biasanya berukuran 0,7 – 1,8 x 1,0 – 1,5 µm dan
bergerak menggunakan sebuah polar flagel merupakan penghuni asli lingkungan
perairan (Bima, 2005). Bakteri A. hydrophila bersifat fakultatif anaerob yaitu
bakteri yang dapat hidup dengan atau adanya oksigen dan bakteri ini dapat
tumbuh pada kisaran suhu 15-30°C (Kabata, 1985).
2.2.3 Habitat dan Pernyebaran A. hydrophila
Genus Aeromonas mempunyai habitat dilingkungan perairan tawar.
Bakteri ini diakui sebagai patogen dari akuatik yang berdarah dingin. Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila lebih banyak menyerang ikan
subtropis dibandingkan dengan daerah dingin. Bakteri A. hydrophila dapat
berkembang dengan baik bila pengelolaan air jelek. Keberadaan A. hydrophila
erat hubungannya dengan jumlah kandungan bahan organik diperairan atau
sedimen dasar.Bakteri ini diakui sebagai patogen bagi hewan berdarah dingin
(Holmes, 1993).
Bakteri A. hydrophila tidak dapat hidup lama tanpa inangnya, suhu
optimal untuk pertumbuhannya 22-28 °C, pada suhu 35°C pertumbuhananya
terhambat. Bakteri A. hydrophila bersifat fakultatif anaerob yaitu bakteri yang
dapat hidup dengan atau tanpa adanya oksigen dan akan tumbuh tersebar
diseluruh medium jika diinokulasi pada medium cair (Cristian et al., 2001).

2.2.4 Metabolisme dan Perkembangbiakan A. hydrophila


Bakteri A. hydrophila dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama
beberapa hari hingga beberapa minggu, tetapi tidak dapat berkembangbiak dan
bersifat obligat. Penyebaran serangan A. hydrophila dapat berlangsung secara
vertikal antara induk dengan anaknya dan secara horizontal antara ikan berbagai
jenis. A. hydrophila dapat tumbuh dan berkembangbiak pada usus ikan. Sel
hepatik dan epitel dari tubulus ginjal menunjukkan adanya degenerasi organ
tersebut. Metabolit beracun yang dikeluarkan oleh A. hydrophila akan terserap
melalui usus sehingga ikan mengalami keracunan (Afrianto et al., 2015).
Sebagian besar isolat A. hydrophila mampu tumbuh dan berkembangbiak
pada suhu 37°C dan tetap motil pada suhu tersebut. Disamping itu, bakteri A.
hydrophila mampu tumbuh pada kisaran pH 4,7 – 11,0 (Haryani et al., 2012).
Perkembangbiakan bakteri ini secara aseksual dengan memanjangkan sel diikuti
pembelahan satu sel menjadi dua sel selama lebih kurang 10 menit (Volk dan
Wheeler, 1993).
2.2.5 Patogenitas A. hydrophila pada Ikan Lele
Bakteri A. hydrophila diakui sebagai patogen pada hewan budidaya
berdarah dingin. Infeksi A. hydrophila bersifat sekunder yaitu bakteri akan masuk
ke dalam tubuh ikan jika ada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kerusakan
fisik atau kerusakan akibat serangan virus atau mikroorganisme lainnya. Bakteri
A. hydrophila juga merupakan penyerang sekunder yang memperparah kerusakan
ikan (Camus et al., 2009).
A.hydrophila yang patogen, diduga memproduksi faktor – faktor
eksotoksin dan endotoksin, yang sangat berpengaruh pada patogenitas bakteri ini.
Eksotoksin merupakan komponen protein terlarut, yang disekresikan oleh bakteri
hidup pada fase pertumbuhan eksponensial. Produksi toksin ini biasanya spesifik
pada beberapa spesies bakteri tertentu baik gram positif maupun gram negatif,
yang menyebabkan terjadinya penyakit terkait dengan toksin tersebut. Endotoksin
adalah toksin yang merupakan bagian intergal dari dinding sel gram
negatif.Aktivitas biologis dari endotoksin dihubungkan dengan keberadaan
liposakarida (LPS). LPS merupakan kompenen penyusun permukaan dari
membran terluar (outer membrane) bakteri gram negatif (Syamsir, 2008).
2.2.6 Virulensi A. hydrophila
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri patogen yang menyerang ikan
lele, dimana menyebabkan penyakit MAS ( Motile Aeromonas Septicemia).
Bakteri ini dapat menyebabkan kematian pada ikan lele mencapai 80 bahkan dapat
mencapai 100 % dalam kurun waktu 1 minggu ( Mulia, 2012). Tingkat virulensi
dari bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan kematian ikan tergantung dari
racun yang dihasilkan. Didalam tubuh A. hydrophila terdapat gen Aero dan hlya
yang bertanggung jawab dalam memproduksi racun aerolysin dan hemolysin
(Lukistyowati dan Kurniasih, 2012).
2.3 Antigen O
Antigen O (heat - killed) merupakan vaksin yang berasal dari dinding sel
bakteri gram negatif yang masih memiliki lipopolisakarida (LPS). Antigen ini
baik untuk pemvaksinan karena terletak diluar sehingga mudah dan cepat dikenal
oleh antibodi (Kamiso, 1990). Antigen O berupa bakteri yang dilemahkan melalui
pemanasan. Bagian membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat)
karena bagian lipid telah hilang setelah pemanasan.
Antigen O merupakan susunan senyawa lipopolisakarida (LPS) yang
mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O spesifik atau antigen
dinding yang terdiri daru unit – unit oligosakarida tiga sampai empat
monosakarida. Region II merupakan bagian yang melekat pada antigen O, yaitu
core polysacharide, yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A
yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2- keto-3-deosioktonal (KDO).
Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada
lima atau enam asam lemak. Bila dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan
murein-lipoprotein dinding sel. Memunculkan respon kekebalan pada hewan
merupakan salah satu fungsi penting lipopolisakarida. Membran luar
lipopolisakarida terbentuk dari antigen O atau O-lipopolisakarida yang terbentuk
dari polimer glycan yang berulang. Atigen O juga dikenal sebagai rantai samping
O (Michael, 2003).
2.4 Imunologi Ikan
Sistem imun pada ikan terbagi menjadi dua yaitu sistem imun spesifik dan
sistem imun non-spesifik. Terdapat dua sistem imun spesifik, yakni sistem imun
spesifik humoral dan sistem imun spesifik selular. Limfosit B atau sel B berperan
dalam sistem imun spesifik humoral yang apabila dirangsang oleh benda asing
akan berkembang menjadi plasma yang membentuk antibodi dan dilepas sehingga
ditemukan dalam darah. Antibodi ini berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi virus, bakteri (ekstraseluler) dan menetralisir toksinnya (Baratawidjaja
1991). Sedangkan pada sistem imun spesifik selular, limfosit T atau sel T yang
berperan melawan mikroorganisme intraselular, seperti makrofag yang sulit
dijangkau oleh antibodi (Kresno 1996).
Upaya yang dilakukan oleh tubuh ikan dalam mempertahankan diri
terhadap serangan benda asing adalah dengan menghancurkan benda asing
tersebut secara non-spesifik dengan proses fagositosis. Sistem imun non-spesifik
merupakan pertahanan tubuh yang dapat memberikan respon langsung terhadap
antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal
antigennya sebelum dapat memberikan responnya. Dikatakan non-spesifik karena
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu yang telah ada dan berfungsi
sejak lahir seperti lendir dan komponen dalam tubuh lainnya, sedangkan
dikatakan spesifik karena memiliki kemampuan untuk mengenal benda asing yang
segera dikenal dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun sehingga bila benda asing
yang sama muncul maka akan dikenal lebih cepat dan segera dihancurkan
(Baratawidjaja 1991).
Menurut Anderson 1992, aktivitas respon imunitas dapat distimulasi oleh
imunostimulator. Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid yang menyatu
dengan myeloid yang dikenal dengan jaringan limfomyeloid pada ikan. Organ
limfomyeloid pada ikan teleost adalah limpa, timus, dan ginjal depan. Produk
jaringan limfomyeloid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik seluler
maupun hormonal (Fange,1982).
Menurut Mori (1990) mengemukakan, bahwa respon imunitas pada hewan
merupakan upaya proteksi terhadap infeksi maupun preservasi fisiologik
homeostasi. Respon imunitas hewan akuatik terdiri dari respon non spesifik dan
spesifik baik pada ikan (Corbel 1975) maupun pada udang (Itami 1994).
Karenanya, memori, spesifitas dan pengenalan zat asing merupakan dasar
mekanisme respon imunitas baik pada ikan maupun udang.Respon imunitas
dibentuk oleh jaringan limfoid.Pada udang, jaringan limfoid menyatu dengan
jaringan mieloid, sehingga dikenal sebagai jaringan limfomieloid (Cobel, 1975).
Produk jaringan limfomieloid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik
seluler maupun humoral.
Berbeda dengan udang, pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T. Sel-sel
ini sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral. Respon
dan faktor humoral antara lain antibodi, transferin, interferon, protein C-reaktif;
respon dan faktor seluler seperti sel makrofag, sel killer (Kaige et al. 1990),
neutrofil reaksi penolakan allograft dan hipersensitivitas.Selain itu, barir mekanik
dan kimiawi permukaan seperti kulit, sisik dan mukus pada permukaan tubuh dan
insang juga merupakan alat pertahanan tubuh ikan yang bersifat non spesifik
(Anderson 1992). Respon humoral merupakan respon yang bersifat spesifik
dilakukan oleh suatu substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin,
sedangkan respon seluler ikan bersifat non spesifik dilakukan oleh "cell mediated
imunity". Komunikator dan amplikator dalam fungsi dan mekanisme pertahanan
humoral dan seluler ikan dilakukan oleh limfokin, interleukin, interferon dan
sitokin (Anderson 1992).
2.5 Uji Viabilitas
Menurut Kamiso (1997), menyatakan bahwa viabilitas adalah
kemungkinan untuk dapat hidup. Menurut Pritanti (1995) viabilitas berarti
kelangsungan hidup, aktivitas hidup atau kemungkinan hidup yang ditunjukkan
dengan pertumbuhannya (pada bakteri). Sedangkan menurut Partanto dan
Dahlann (1991) viabilitas adalah kemampuan hidup, daya hidup suatu makhluk
hidup yang dapat ditunjukkan dengan jumlah yang tumbuh ataupun biomassa.
Peran uji viabilitas yaitu untuk menduga keamanan bakteri sebagai vaksin
yang siap digunakan. Tindakan pengamanan dilakukan dengan membiakkan
vaksin yang telah dibuat pada media kultur padat. Vaksin aman digunakan apabila
pada media kultur tidak terjadi pertumbuhan. Kemudian sifat protektif vaksin
diketahui dengan melakukan uji tantang pada biota yang diberi vaksin (Alifuddin,
2002).
2.6 Adhesi Bakteri
Adhesi merupakan proses perlekatan membran plasma fagosit dengan
permukaan mikroorganisme atau benda asing lainnya. Makrofag bisa dengan
mudah memfagosit bakteri jika mereka dilapisi terlebih dahulu dengan protein
plasma tertentu yang mendukung adhesi. Proses pelapisan ini disebut opsinisasi
dan proteinnya disebut opsonin yang berupa beberapa komponen sistem
komplemen dan molekul antobodi (Irianto, 2006).
Perlekatan bakteri pada host sel epitel merupakan langkah penting dalam
berbagai infeksi. Hal ini merupakan aktivitas sistem imun untuk membunuh
pathogen. Kapasitas perlekatan patogen bakteri pada permukaan sel eukariotik
dimediasi oleh makromolekul kolektif dikenal sebagai adhesins. Adhesin dapat
secara luas dibagi menjadi fimbrial (fimbriae atau pili) dan adhesins afimbrial.
Umumnya adhesin fimbrial adalah karbohidrat-protein pengikat, mirip dengan
lektin. Sedangkan adhesins afimbrial mencakup protein outer membrane, asam
lipoteikoat, lipopolisakarida (LPS) dan polisakarida. Strain bakteri genotip
mampu menghasilkan lebih dari satu jenis adhesin (Wang dan Leung, 2000).
2.7 Potensi Vaksin
Vaksinisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan ketahanan tubuh
yang bersifat spesifik melalui pemberian vaksin. Secara umum aktivitas ini
dikenal sebagai imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi pasif diperoleh dengan
pemberian serum kebal maupun dengan cara diturunkan oleh induk ikan yang
dikenal sebagai imunitas maternal, sedangkan imunisasi aktif dilakukan melalui
tindakan vaksinisasi. Induk – induk ikan yang divaksin dapat menurunkan respon
imunitas tersebut pada turunnya (Ellis, 1998).
Ikan akan merespon imunostimulasi – vaksinisasi dengan mensistesis
antibodi, dikenal dengan imunoglobin (Cobel, 1975). Tujuan spesifik vaksinisasi
adalah untuk memperoleh ketahanan terhadap suatu infeksi tertentu, sehingga
diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat proteksiimunologik tersebut. Secara
umum, manfaat vaksinisasi antara lain dalam hal: peningkatan daya tahan ikan,
pencegahan efek samping kemoterapeutika, proteksi terhadap serangan penyakit
infeksi tertentu, keamanan lingkungan budidaya dari pencemaran bahan
kemoterapeutik dan keamanan konsumen dari residu antibiotik (Afifudin, 2002).

2.8 Parameter Penunjang


2.8.1 Suhu
Suhu air optimal dalam pertumbuhan ikan lele adalah 28ºC.Hal tersebut
terkait dengan laju metebolismenya (Tai et al., 1994). Suhu di luar batas tertentu
akan mengurangi selera makan pada ikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
untuk pembesaran benih ikan lele didapat bahwa laju pertumbuhan ikan lele akan
baik pada suhu 25º-33ºC dan suhu optimum 30ºC.
2.8.2 pH
Keasaman (pH) yang rendah berakibat buruk pada spesies kultur dan
menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, produktivitas dan
pertumbuhan rendah. Batas toleransi ikan terhadap pH adalah bervariasi
tergantung suhu, kadar oksigen terlarut, alkalinitas, adanya ion dan kation, serta
siklus hidup organisme tersebut (Pescond 1973).
2.8.3 DO
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang berpengaruh dalam
kelangsungan hidup ikan. Menurut Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut yang
menunjang pertumbuhan dan proses produksi yaitu lebih dari 5 ppm. Ikan lele
dapat hidup pada perairan yang kandungan oksigennya rendah, karena memiliki
alat pernafasan tambahan yang disebut arborescen organ.
3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEPTUAL


Penyakit MAS (motile aeromonas septicemia) yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (Allan & Stevenson, 1981). Penyakit MAS
mempunysigejala eksternal seperti pada penyakit gramnegatif septisemia pada
umumnya. Gejala lain yang khas antara lain ulser yang berbentuk bulat atau tidak
teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi dan erosi di dalam rongga dan
sekitar mulut seperti penyakit mulut merah. Tanda lain adalah hemorhagik pada
sirip dan eksoptalmia.gejala internalnya antara lain pembengkakan ginjal yang
lembek, petikiae, usus tidak berisi makanan tetapi berisi lendir yang berwarna
kekuningan (Sarono et al., 1993).
Tujuan spesifik vaksinisasi adalah untuk memperoleh ketahanan terhadap
suatu infeksi tertentu, sehingga diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat
proteksiimunologik tersebut. Secara umum, manfaat vaksinisasi antara lain dalam
hal: peningkatan daya tahan ikan, pencegahan efek samping kemoterapeutika,
proteksi terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, keamanan lingkungan
budidaya dari pencemaran bahan kemoterapeutik dan keamanan konsumen dari
residu antibiotik (Afifudin, 2002).
Sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal
antigennya sebelum dapat memberikan responnya. Dikatakan non-spesifik karena
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu yang telah ada dan berfungsi
sejak lahir seperti lendir dan komponen dalam tubuh lainnya, sedangkan
dikatakan spesifik karena memiliki kemampuan untuk mengenal benda asing yang
segera dikenal dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun sehingga bila benda asing
yang sama muncul maka akan dikenal lebih cepat dan segera dihancurkan
(Baratawidjaja 1991).
Antigen O berupa bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan. Bagian
membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) karena bagian lipid telah
hilang setelah pemanasan. Antigen O merupakan susunan senyawa
lipopolisakarida (LPS) yang mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen
O spesifik atau antigen dinding yang terdiri daru unit – unit oligosakarida tiga
sampai empat monosakarida. Region II merupakan bagian yang melekat pada
antigen O, yaitu core polysacharide, yang konstan pada genus tertentu. Region III
adalah lipid A yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2- keto-3-
deosioktonal (KDO) (Micheal,2003).
Berbeda dengan udang, pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T. Sel-sel
ini sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral. Respon
dan faktor humoral antara lain antibodi, transferin, interferon, protein C-reaktif;
respon dan faktor seluler seperti sel makrofag, sel killer (Kaige et al. 1990).
Respon imunitas pada hewan merupakan upaya proteksi terhadap infeksi
maupun preservasi fisiologik homeostasi. Respon imunitas hewan akuatik terdiri
dari respon non spesifik dan spesifik baik pada ikan (Corbel 1975) maupun pada
udang (Itami 1994). Karenanya, memori, spesifitas dan pengenalan zat asing
merupakan dasar mekanisme respon imunitas baik pada ikan maupun
udang.Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid.
Viabilitas yaitu untuk menduga keamanan bakteri sebagai vaksin yang
siap digunakan. Tindakan pengamanan dilakukan dengan membiakkan vaksin
yang telah dibuat pada media kultur padat. Vaksin aman digunakan apabila pada
media kultur tidak terjadi pertumbuhan. Kemudian sifat protektif vaksin diketahui
dengan melakukan uji tantang pada biota yang diberi vaksin (Alifuddin, 2002).
Perlekatan bakteri pada host sel epitel merupakan langkah penting dalam
berbagai infeksi. Hal ini merupakan aktivitas sistem imun untuk membunuh
pathogen. Kapasitas perlekatan patogen bakteri pada permukaan sel eukariotik
dimediasi oleh makromolekul kolektif dikenal sebagai adhesins. Adhesin dapat
secara luas dibagi menjadi fimbrial (fimbriae atau pili) dan adhesins afimbrial.
Umumnya adhesin fimbrial adalah karbohidrat-protein pengikat, mirip dengan
lektin. Sedangkan adhesins afimbrial mencakup protein outer membrane, asam
lipoteikoat, lipopolisakarida (LPS) dan polisakarida. Strain bakteri genotip
mampu menghasilkan lebih dari satu jenis adhesin (Wang dan Leung, 2000).
Motile Aeromonas
Septicemia (MAS)

Aeromonas hydrophilla

Vaksin Imunostimulan

Antigen H
Spesifik Non spesifik

Antigen O
Humoral Selular
Lipopolisakarida
Limfosit B Limfosit T
Whole cell
Plasma Darah makrofag

Antibodi Antibodi

Viabilitas

Adhesi

Hambat Adhesi

Vaksin dapat
digunakan

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian


3.2 Hipotesis
Hipotesis yang mendasari penelitian ini yaitu:
H0 : Uji viabilitas dan uji adhesi bakteri A. hydrophila dari ikan lele tidak
berpengaruh nyata sebagai upaya penentuan potensi vaksin heat-killed.
H1 : Uji viabilitas dan uji adhesi bakteri A. hydrophila dari ikan lele berpengaruh
nyata sebagai upaya penentuan potensi vaksin heat-killed.
4. METODE PENELITIAN

4.1 Materi Penelitian


Materi yang digunakan dalam penelitian adalah ikan lele (Clarias sp.)
diinjeksi A. hydrophila. Ikan Lele (Clarias sp.) diperoleh dari UPT PTPB
Kepanjen Malang dan isolat diperoleh dari BKI Juanda Surabaya. Kemudian
bakteri A. hydrophila akan diinokulasi dan dibuat uji viabilitas dan uji adhesi
sebagai upaya penentuan vaksin.
4.1.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sectio set, spray,
cawan petri, bunsen jarum ose, alat sentrifugasi, tabung falcon, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, pipet, inkubator, spektrofotometer, vortex, autoklaf,erlenmeyer,
hotplate, gelas ukur, cawan petri, bunsen, timbangan digital, Laminary Air Flow
(LAF).
4.1.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan lele
(Clarias sp.), A. hydrophila, media (TSA, TSB, Rimlerr-Shott), alkohol 70%,
Phosphate buffer saline (PBS), kapas, tisu, aquades, alumunium foil.

4.2 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,
yaitu mengadakan percobaan untuk melihat suatu hasil atau hubungan kausal
antara variabel – variabel yang diselidiki.Tujuan eksperimen adalah untuk
menetukan sebab akibat antara variabel. Hasil yang diperoleh menegaskan
bagaimanan hubungan kausal antar variabel – variabel yang diselidiki dan
seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut, dengan cara memberikan
perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan
kontrol untuk perbandingan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi langsung atau dengan pengamatan secara langsung (Nazir, 1988). Pada
penelitian ini membuat vaksin inaktif heat – killed dengan tingkat suhu berbeda
yaitu perlakuan A, B, C sebesar 60°C , 80°C dan 100°C.
4.3 Persiapan Penelitian
4.3.1 Persiapan Penelitian
a. Sterilisasi Alat Bahan
Sterilisasi adalah usaha yang dilakukan untuk membunuh mikroba patogen
dan kontaminan pada alat dan bahan. Alat yang digunakan seperti cawan petri,
tabung reaksi, erlenmeyer, spatula, gelas ukur dicuci dengan sabun dan dikering-
anginkan. Setelah itu, dibungkus dengan alumunium foil. Sedangkan untuk bahan
merujuk pada prosedur yang tertera pada media.Apabila dibutuhkan sterilisasi,
setelah media dihomogenkan kemudian di sterilisasi menggunakan autoklaf. Alat
dan bahan yang akan digunakan disterilkan dengan autoklaf pada temperatur
121ºC pada tekanan uap 1 atm selama 15 menit (Safrida et al., 2012).
b. Pembuatan Media
Media merupakan substrat dari bakteri yang akan dikultur sehingga
ketersediaannya harus sesuai dengan kebutuhan bakteri. Menurut Rakhmawati,
(2012), selain untuk menumbuhkan mikroorganisme, medium dapat digunakan
untuk isolasi, pengujian sifat-sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah
mikroorganisme. Syarat media yang baik antara lain mengandung semua nutrisi
yang mudah digunakan mikroba, mempunyai tekanan osmose, tegangan
permukaan, pH sesuai, tidang mengandung zat – zat penghambat dan steril.
Berikut adalah media yang dibutuhkan dalam penelitian.
 Media Rimler-Shott
Media Rimler-Shott merupakan salah satu media selektif aeromonas.
Pertumbuhan koloni ditandai dengan warna kuning. Kebutuhan media Rimler-
Shott sebesar 45,435 gram dalam 1 liter aquades. Komposisi media dapat dilihat
pada Lampiran 1.
 Media Tryptic Soy Agar (TSA) dan Trytic Soy Broth (TSB)
Media TSA merupakan media agar yang digunakan untuk kegiatan
pengisolasian dan pembudidayaan berbagai macam mikroorganisme aserobik.
Medium ini digunakan untuk berbagai tujuan seperti pemeliharaan stok budidaya,
isolasi berbagai macam spesies mikroorganisme serta sebgai dasar media.
Sedangkan media TSB merupakan media broth yang banyak digunakan untuk
isolasi bakteri spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan
mayoritas bakteri patogen (Becton, 2007). Kebutuhan media TSA dan TSB
masing-masing sebesar 30 gram dalam 1 liter aquades.Komposisi media dapat
dilihat pada Lampiran 1.
c. Infeksi A. hydrophila Pada Ikan Lele (Clarias sp.)
Infeksi bakteri A. hydrophila bersifat sekunder yaitu bakteri akan masuk
kedalam tubuh ikan jika ada kerusakan jaringan. Bakteri A. hydrophila yang
digunakan sebesar 1018 cfu/ml (Wahyuningrum, 2013). Perlakuan infeksi bakteri
dilakukan melalui metode penyuntikan pada bagian punggung lele. Total jumlah
sampel 20 ekor ikan lele dalam akuarium berisi 15 liter air. Setelah satu minggu
semua ikan diamati terhadap gejala klinis dan dilakukan isolasi (Kurniawan et al.,
2016).
d. Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri adalah kegiatan untuk memperoleh koloni bakteri baru
yang telah dimurnikan sebelumnya. Selain itu mendapatkan isolat dengan umur
18-24 jam agar meminimalisir error pada saat pengujian. Menurut Rosidah dan
Afizia (2012), setelah dilakukan kultur pada TSA dengan menggunakan jarum ose
dan akan digunakan tahapan selanjutnya. Kemudian dikutur kembali pada media
TSA yang diinkubasi ± 24 jam dalam inkubator dengan suhu 35ºC, sehingga
bakteri yang dikultur ulang masih dengan umur inkubasi ± 24 jam.
4.3.2 Pembuatan Vaksin Inaktif Heat- killed
a. Penentuan Kepadatan Bakteri
Persiapan pembuatan vaksin heat-killed A. hydrophila sebagai antigen
whole cell sebesar 2,3 x 105 cfu/ml (Harikrishnan et al.,2009). Berdasarkan
penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan menggunakan tingkat suhu yang
berbeda yaitu perlakuan A, B, C adalah 60°C, 80°C ,dan 100°C. Media yang
digunakan yaitu TSB pada tabung reaksi sekitar 10 ml, dimana bakteri akan
diinokulasi hasil dari peremajaan. Perolehan kepadatan bakteri yang dinginkan
harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan rumus menurut Cappucino
dan Sherman (1998) sebagai berikut:
N1 . V1 = N2 . V2

Dimana:
N1 : Kepadatan populasi bakteri dalam media TSB (cfu/ml)
N2 : Kepadatan populasi bakteri yang dikehendaki (cfu/ml)
V1 : Volume suspense bakteri dalam TSB yang dibutuhkan
V2 : Volume media TSB yang digunakan
b. Pembuatan Pellet Antigen
Koloni bakteri dari medium dipindahkan ke dalam medium TSB cair 10
ml dan dipanaskan pada Waterbath shaker dengan suhu 60°C, 80°C ,dan 100°C
selama 2,5 jam. Pencucian dengan larutan PBS dilakukan sebanyak 3 kali,
kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Cairan yang
berada di bagian atas pada tabung sentrifuse (supernatan) dibuang. Endapan dicuci
dengan PBS dan sentrifugasi dilakukan 3 kali. Endapan (antigen whole cell)
dilarutkan dengan PBS sebanyak 2 ml. Selanjutnya, antigen di ujiviabilitasnya
pada medium selektif A. hydrophila secara goresan (Mulia et al., 2006).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan metode
heat-killed dengan suhu yang berbeda, yaitu perlakuan A, B, C sebesar 60°C,
80°C dan 100°C.
4.3.3 Perhitungan Kepadatan Bakteri
Kepadatan bakteri yang telah di inaktifkan menggunakan tingkat suhu
yang berbeda dapat dihitung menggunakan spektrofotometer (λ=625 nm)
mengacu pada standar McFarland (Putri et al., 2013).
4.3.4 Uji Viabilitas
Menurut Trilia et al. (2014), Uji viabilitas digunakan untuk memastikan
bakteri sudah inaktif ditandai bakteri tidak tumbuh pada media. Prosedur uji
viabilitas sebgai berikut:
 Diisolasi pellet hasil pembuatan vaksin inaktif pada medium spesifik.
 Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
 Dilihat hasil, Apabila koloni tidak tumbuh dapat digunakan sebagai vaksin
pada ikan yang untuk pencegahan infeksi bakteri A. hydrophila.
4.3.5 Isolasi Sel Epitel Ikan Lele (Clarias sp.)
Isolasi sel epitel menggunakan metode Weisler (1990). Pertama – tama
jaringan usus halus diambil dari ikan lele (Clarias sp.) dan dipisahkan dari
jaringan sekitarnya selanjutnya dipotong – potong ukuran 5 cm, kemudian lumen
usus dibuka dengan cara dipotong melintang dengan tujuan untk membersihkan
bagian dalam petri disk yang berisi PBS pH 7,4, selanjutnya bersihkan jaringan
usus dengan cara dikocok dengan pinset (sampai bersih dari organ lain). Angkat
dan rendam pada valcon 15ml yang berisi PBS pH 7,4 10 ml, dan dishaker water
bath pada suhu 37 °C, selama 15 menit (2 kali). Selanjutnya disentrifuge pada
2.500 rpm selama 15 menit. Hasilnya ambil sekitar 20 µl dan diteteskan / hapusan
pada kaca preparat. Dikeringkan dengan lampu bunsen, dicat dengan pewarna
giemsa, selanjutnya diambil dibawah mikroskop untuk melihat keberadaan sel
epitelnya. Selanjutnya ambil supernatan dan pindahkan ke valcon 15cc yang berisi
PBS pH 7,4 selanjutnya disentrifuge 1000 rpm selama 10 menit. Hasilnya buang
supernatan, pelet diambil dan ditambahkan PBS biasa sampai 5 ml pada valcon,
dan dikocok agar tercampur.Buang supernatan, endapan diambil sebagai hasil dari
isolasi sel epitel (siap digunakan untuk uji adesi dan uji hambat adhesi).
4.3.6 Uji Adhesi
Menurut Sumarno (2000), uji adesi bakteri A. hydrophila dengan
kepadatan 10 8cfu/ml dibiakkan pada suhu 37°C selanjutnya cairan dipindahkan
ke valcon15 cc (penuangan, dekatkan dengan lampu bunsen) dan disentrifugasi
3.500 rpm selama 10 menit. Selanjutnya supernatan dibuang pelet/endapan
disuspensi dengan PBS. Setrifugasi terakhir (pencucian) pelet ditambahkan PBS
sampai ukuran 1 cc dan siap digunakan.
Siapkan 3 tabung valcon yang bersih (baru), masukkan sel epitel + sel
bakteri (20 µl : 50 µl) selanjutnya dishaker pada suhu 37°C selama 30 menit.
Siapkan kaca preparat secukupnya, lakukan pipeting dan buat apusan pada kaca
preparat yang sudah di tandai. Kaca preparat yang telah diberi sampel (adhesi)
selanjutnya dikeringkan dan dianginkan untuk selanjutnya dilakukan pewarnaan.
Selanjutnya kaca preparat dicat dengan pewarnaan giemsa selama 1 menit, bilas
dengan air, cuci dengan lugol selama 1 menit, bilas dengan air, cuci dengan aseton
alkohol 96 %, 1 menit, terakhir bilas dengan air, dan selanjutnya kaca preparat
dikerinkan diatas tissue dan dilakukan pengamatan terhadap model adeshi A.
hydrophila pada sel epitel. Selanjutnya hasil diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x dan dilakukan perhitungan indeks adhesi yaitu jumlah rata- rata
adhesi bakteri per 10 sel epitel.
4.3.7 Uji Hambat Adhesi A. hydrophila
Metode uji hambat adesi menurut Sumarno (2000), pertama dilakukan
preparasi bakteri yag diperoleh dari kultur A. hydrophila dengan kepadatan
108cfu/ml. Kultur bakteri dicuci dengan PBS pH 7,4 dengan cara sentrifuge
3.500rpm 10 menit. Tambahkan sel epitel ikan leleyang sebelumnya telah
disiapkan masing – masing 50 µl dan dishaker pada suhu 37°C, 30 menit. Angkat
dan tambahkan sel bakteri masing – masing 50 µl dan di shaker dengan suhu
37°C, selama 30 menit (sampel siap). Siapkan kaca preparat dan ambil 20 µl
untuk selanjutnya dibuat apusan pada kaca preparat yang telah diberi label sesuai
dengan jumlah pengenceran. Selanjutnya kaca preparat dikering anginkan diatas
tissue dan dilakukan pengamatan terhadap model hambat adesi A. hydrophila
pada sel epitel dan diamati dibawah mikroskop perbesaran 1000x. Nilai hambat
adesi dinyatakan dalam bentuk nilai indeks hambat yaitu jumlah rata-rata hambat
adesi bakteri per 10 sel epitel.
Menurut Ayudi (2008), uji hambat adhesi menunjukkan bahwa semakin
tinggi volume antibodi yang disalurkan pada sel epitel, maka semakin sedikit
jumlah bakteri yang menempel sehingga indeks adhesinya semakin menurun.
Kemampuan bakteri untuk beradesi pada sel inang tergantung struktur atau
molekul yang dapat menempel yang disebut Adesin, yang memungkinkan
organisme tersebut menempel pada reseptor yang terdapat pada sel inang. Faktor
pelekatan yang dimiliki oleh bakteri intestina patogen, selain outer membrane
protein adalah fimbriae dan Lipopolisakarida (LPS) (Winarsih, 2012).
4.3.8 Parameter Penunjang
Pemeliharaan ikan lele selama 1 minggu dengan dilakukan pengamatan
harian pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB. Parameter yang diukur yaitu pH,
suhu, dan oksigen terlarut.
4.4 Analisis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan 3 perlakuan dan 3 kali pengulangan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap
merupakan jenis rancangan percobaan yang paling sederhana. Pada umumnya,
rancangan ini biasa digunakan untuk percobaan yang memiliki media atau
lingkungan percobaan yang seragam atau homogen (MattjikdanSumertajaya,
2000). Hal ini tidak akan memberikan pengaruh pada respon yang diamati yang
disebakan media homogen. Oleh sebab itu, RAL banyak digunakan dalam
penelitian skala laboratorium, rumah kaca, dan peternakan.
5. ANALISA DENGAN FILSAFAT

5.1 Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan
hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan. Filsafat ilmu kadang disebut sebagai filsafat khusus yaitu cabang
filsafat yang membahas hakikat ilmu, penerapan berbagai metode filsafat dalam
upaya mencari akar persoalan dan menemukan asas realitas yang dipersoalkan
oleh bidang ilmu tersebut untuk mendapatkan kejelasan yang lebih pasti. Dengan
demikian, penyelesaian masalah ilmunya menjadi lebih terarah.
5.2 Berfikir Secara Filsafat
1. Pengertian Berpikir Filsafat:
a. Kritis, Adalah sikap yang senantiasa mempertanyakan sesuatu (berdialog),
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak, hingga akhirnya di temukan hakikat.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh vaksin heat-killed terhadap
bakteri A. hydrophilla, peneliti ingin mengetahui bagaimana uji viabilitas dan uji
hambat adhesi mampun meningkatkan antibodi. Peneliti ingin mengetahui
kandungan apa yang terkandung dalam vaksin heat-killed yang mampu
menurunkan patogentias bakteri.
b. Rasional, Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya
adalah rasio (akal), selalu menggunakan nalar ketika berpikir atau bertindak atau
kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda
dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri.
Vaksin yang memiliki respon imun spesifik akan lebih mudah membentuk
antigen dan antibodi yang dikenali sebelumnya.
c. Logis, Sikap yang digunakan untuk melakukan pembuktian, berpikir sesuai
kenyataan atau kegiatan berpikir yang berjalan menurut pola, alur dan kerangka
tertentu. Dalam berpikir membutuhkan ketrampilan untuk bisa mengerti fakta,
memahami konsep, saling keterkaitan atau hubungan, sesuatu yang tersurat dan
tersirat, alasan, dan menarik kesimpulan.
Peneliti ingin melakukan pembuktian terhadap kualitas vaksin heat-killed
yang akan dibuat secara viabilitasnya, sehingga diakhir penelitian dapat
disimpulkan apakah vaksin tersebut layak digunakan atau tidak.
d. Konseptual, Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia,
menyingkirkan hal-hal khusus, konkrit, individual, sehingga terbentuk konsep dan
teori yang terumuskan secara obyektif, permanen dan universal.
Peneliti menjelaskan secara konseptual dalam kerangka konsep penelitian.
e. Radikal, Berpikir mendalam atau sampai ke akar-akarnya sampai pada hakikat
atau substansi yang dipikirkan.
Peneliti menjelaskan akar masalah dimulai dari bagaimana penyakit MAS
menginfeksi ikan lele, karakteriktik patogen bakteri A.hydrophilla, cara
menanggulangi dengan vaksin.
f. Koheren dan konsisten, Berpikir secara konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan
tidak fragmentaris, atau sesuai dengan kaidah berpikir logis, menganggap suatu
pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan
konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
g. Sistematis, Pendapatnya saling berhubungan secara teratur dan terkandung ada
maksud dan tujuan tertentu.
Rencana tesis ini dijelaskan secara runtut dan sistematis mulai dari judul,
latar belakang, manfaat, tujuan, rumusan masalah, tijauan pustaka, kerangka
konsep dan hipotesis, metodologi, prosedur penelitian, hingga daftar pustaka.
h. Komperhensif, Mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta
secara keseluruhan.
i. Bebas, Berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terkekang, bebas dari
prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius.
J. Tanggung Jawab, sesuatu yang harus bisa ditanggung jawabkan
kebenarannya.
Dengan adanya penelitian ini, peneliti ingin membuktikan sendiri dari
penelitian sebelumnya mengenai efektifitas vaksin heat-killed yang sudah
dilakukan pada penelitian sebelumnya. Sesuai dengan prosedur yang sesuai dan
terdapat pada literatur – literatur jurnal atau buku. Semua yang ditulis dalam
penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
5.3 Landasaran Ontologi
Pembicaraan tentang Ontologi berkisar pada persoalan bagaimanakah kita
menerangkan tentang hakekat dari segala sesuatu? Perbincangan tentang hakekat
berarti tentang kenyataan yang sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun
kenyataan yang mudah berubah-ubah. Para filosof terutama era klasik dan
pertengahan berbicara mengenai pengertian apa itu Ontologi? Secara etimologi,
Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga
Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap
kenyataan. (Muhajir, 2001). Ontologi menurut Suriasumantri (1990) membahas
mengenai apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan:
a. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
b. Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan pengetahuan?
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Aeromonas
hydrophilla dan Clariap sp. Bakteri Aeromonas hydrophilla yang menginfeksi
ikan akan diberi perlakuan dengan menggunakan vaksin inaktif heat killed. yang
dapat meningkatkan sistem imun dan resistensi terhadap patogenitas bakteri A.
hydriphilla pada ikan lele. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu vaksin heat killed yang lebih efisien, lebih murah dan berguna
bagi masyarakat perikanan dalam budidaya ikan.
5.4 Landasan Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasardasarnya,
serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu.
Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur
keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda, Telaah epistemologi akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) Bagaimana prosedurnya?
b) Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
yang benar?
c) Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?
d) Apakah kriterianya?
e) Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan
yang berupa ilmu?.
Penelitian ini terdapat kebenaran pengetahuan yang berasal dari penelitian
sebelumnya dimana berperan dalam melakukan riset / penelitian yang mengkaji
beberapa referensi dari jurnal, artikel, buku dan media online. Pada penelitian
sebelumnya terdapat suatu kasus patogenitas A.hydrophilla yang menginfeksi ikan
lele dan merugikan pembudidaya.
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu persiapan alat dan
objek. Objek ikan lele yang terinfeksi bakteri A. hydrophilla yang diberikan
vaksin heat-killed dengan perlakuan yang berbeda kemudian diuji viabilitas dan
uji daya hambat adhesi sel epitel.
5.5 Landasan Axiology
Axiologi berasal dari kata : Axios = Nilai (Value); Logi = Ilmu; Axiologi
adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai-nilai. Axiologi (teori tentang nilai)
sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral?
Dengan demikian Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur
kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normative dalam penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu (Wibisono, 2001).
Pengetahuan ini digunakan untuk menekan tingkat infeksi dari penyakit
MAS pada ikan lele dan penggunaan vaksin yang ramah lingkungkan tidak
menimbulkan resitu berlebihan yang marak digunakan para pembudidaya dalam
menanggulangi penyakit pada ikan lele khususnya bakteri. Apalagi Ikan Lele
merupakan salah satu komoditi penting perikanan budidaya air tawar di Indonesia
yang menjadi favorit masyarakat dari semua kalangan dan memiliki protein yang
cukup tinggi. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tolak ukur untuk
meningkatkan komiditi perikanan budidaya dalam meminimalisir penyakit
bakteri pada ikan yang marak terjadi pada kolam budidaya.

5.6 Obyek Filsafat


Objek filsafat ilmu adalah suatu bahan yang ditelusuri, diteliti, diselidiki
atau dipelajari, guna untuk memperoleh pengetahuan baru yang diketahui
hakikatnya dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Objek filsafat ilmu
dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek
materi adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penilitian atau pembentukan
pengetahuan itu, yang di pandang atau diselidiki oleh disiplin ilmu. Objek
material filsafat adalah segala pengetahuan manusia dan segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia. (Surajiyo, 2007).
Obyek material ialah sesuatu/ obyek yang diselidiki, dipelajari dan diamati.
Pada penelitian ini yang digunakan adalah Ikan lele (Clarias sp.) Obyek formal
ialah sudut pandang dalam penyelidikan atau pengamatan. Pada penelitian ini
yang digunakan adalah ilmu kesehatan (proses peningkatan system antibodi
dengan bantuan vaksin heat- killed ), ilmu biologi (proses peningkatan respon
imun non spesifik selular ), ilmu bioteknologi (Pembuatan vaksin dari bakteri A.
hydrophilla yang dimatikan dan diinfeksikan kembali pada ikan yang terinfeksi
bakteri yang sama ).

5.7 Teori Kebenaran


Berbagai cara telah ditempuh oelh para pemikir untuk sampai pada
rumusan tentang kebenaran yang dipaparkan sebelum ini. Cara-cara yang telah
ditempuh tersebut kini telah merupakan atau muncul dalam berbagai bentuk teori
tentang kebenaran, yang oleh Kattsoff disebut “ukuran kebenaran”, Teori atau
ukuran kebenaran yang disebut Kattsoff adalah, Koherensi (Coherence Theory),
paham Korespondensi (Correspondence Theory), Paham Empiris dan Pragmatis.
Sementara Abbas Hamami menyebut tujuh teori yakni teori kebenaran
korespondensi, koherensi, pragmatis, sintaksis, semantis, non-deskripsi dan teori
kebenaran logis yang berlebihan. Untuk membicarakan mengenai analisis masalah
dalam penjelasan ini, hanya akan dibicarakan tiga teori saja, yaitu Teori kebenaran
Koherensi, Korespondensi, dan Teori Pragmatis.
a. Teori Kebenaran Korespondensi, bahwa suatu pernyataan itu benar jika
makna yang dikandungnya sungguh-sungguh merupakan halnya, dinamakan
“paham korespondensi” kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian
(correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan
apa yang sesungguhnya merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-
faktanya.
Penelitian ini dijelaskan bahwa Ikan akan merespon imunostimulasi –
vaksinisasi dengan mensistesis antibodi, dikenal dengan imunoglobin (Cobel,
1975). Respon humoral merupakan respon yang bersifat spesifik dilakukan oleh
suatu substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin (Anderson
1992). Tujuan spesifik vaksinisasi adalah untuk memperoleh ketahanan terhadap
suatu infeksi tertentu, sehingga diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat
proteksi imunologik tersebut (Afifudin, 2002).
b. Teori Kebenaran Koherensi, Kata “koherensi” (coherence. Inggris =
sticking together, consistent (especially of speech, thought, reasoning), clear, easy
to understand; Latin: cohaerere = melekat, tetap menyatu, bersatu). Koherensi
berarti hubungan yang terjadi karena adanya gagasan (prinsip, relasi, aturan,
konsep) yang sama. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-
kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test
eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa penggunaan vaksin heat-killed
mampu menurunkan tingkat patogenitas pada bakteri A.hydrophilla dan mampu
meningkatkan respon sistem imun di lihat dari uji aglutinasi.
c. Teori Kebenaran Pragmantis, Kebenaran menurut teori ini adalah suatu
pernyataan yang diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Yaitu, suatu pernyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan dalam
kehidupan manusia.
Penelitian ini memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar khususnya
pembudidaya ikan. Pembudidaya dapat mengaplikasikan vaksin heat-killed ini
karena lebih murah, dan sedikit meninggalkan residu daripada jenis vaksin lain
serta respon vaksin lebih cepat dalam mengurangi tingkat patogenitas bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Allan, B.J., Stevenson, R.M.W. 1981. Extracellular virulence factors of


Aeromonashydrophilain fish infections. Can. J. Microbiol.27, 1114-
1122.
Awan, F., Y Dong, N Wang., J Liu, Ke Ma danYongjie Liu.2018. The fight for
invincibility: Environmental stress response mechanisms and
Aeromonas hydrophila. Microbial Pathogenesis. 116 (2018) 135–145

Camus, A. C., R. M. Durborow, W. G. Hemstreet, R. L. Thune dan J. P. Hawke.


2009. Aeromonas bacterial infections-motile aeromonas septicemia.
Southern Regional Aquaculture center.No. 478.

Kamiso, H. N, TriyantodanHartati, S. 1997. Uji Antigenisitas dan Efikasi Vaksin


Aeromonas hydrophila pada Lele Dumbo. Jurnal Perikanan 1(2): 9-16.

Kamiso, H. N. 1990. Pemvaksinan Penyakit Bakteri pada Ikan. PAU –


Bioteknologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.67-68 hlm

Kordi, K. M. G. H dan A. B. Tancung. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam


Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. 37-46 hlm.

Kordi, M. G. H. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal Edisi Revisi. Andi.
Yogyakarta.19-21 hlm.

Lawan, A., F F A Jesse., U H Idris., M N Odhah., M Arsalan., N A Muhammad.,


K R Bhutto., I D Peter., G A Abraham., A H Wahid., M I Mohd-Azmi
dan M, Zamri-Saad. 2018. Mucosal and systemic responses of
immunogenic vaccines candidates against enteric Escherichia coli
infections in ruminants: A review. Microbial Pathogenesis 117 (2018)
175–183.

Micheal, G ., J. B. Reece dan N. A. Campbell. 2009. Biology. Erlangga, Jakarta.


56-57 hlm.

Nurjanna, R. D D.,, S B Prayitno., Sarjito ,dan Angela M. Lusiastuti. 2013.


Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Profil
Darah dan Kelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi
Bakteri Aeromonas Hydrophila. Journal of Aquaculture Management
and Technology. (2)4: 72-83.

Rauta, P R., B Nayak., G A Monteiro dan Marilia Mateus. 2017. Design and
characterization of plasmids encoding antigenic peptidesof Aha1 from
Aeromonas hydrophila as prospective fish vaccines. Journal of
Biotechnology.241 (2017) 116–126.

Sari D S., A Pangastuti dan Elisa Herawati. Pencegahan infeksi bakteri


Aeromonas hydrophila pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan
pemberian ekstrak etil asetat rimpang temu ireng (Curcuma
aeruginosa). Biofarmasi. 11 (2): 31-35.
Sharma, M., P Dash., P K Sahoo dan Aparna Dixit. 2018. Th2-biased immune
response and agglutinating antibodies generation by a chimeric protein
comprising OmpC epitope (323–336) of Aeromonas hydrophila and
LTB. Immunol Res (2018) 66:187–199.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinarti. Jakarta. 20 hlm.

Wibisono, 2001. Pengertian Teori Kebenaran dalam berfilsafat. Pustaka Saga.


Jkarta. 45 hlm.

Anda mungkin juga menyukai