Anda di halaman 1dari 13

TETRALOGI OF FALLOT (TOF)

A. Definisi
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan
gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal
meliputi

Defek Septum Ventrikel, StenosisPulmonal,

Overriding

Aorta

dan

Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi Anak, 2002).


Tetralogi of fallot (TOF) adalah kelainan jantung dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek
septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel
kanan. Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya
penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis
pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat (Wiyanto, 2010).
TOF pertama kali di deskripsikan oleh Niels Stensen pada tahun 1672.
tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis Etienne Fallot
menerangkan secara mendetail akan keempat kelainan anatomi yang timbul
pada tetralogi of fallot.
TOF merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari empat
kelainan yaitu :

Defek Septum Ventrikel (lubang pada septum antara ventrikel kiri dan kanan)
Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan

obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal.


Transposisi / overriding aorta (katup aorta membesar dan bergeser ke kanan

sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).


Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan)

B. Klasifikasi
Klasifikasi Tetralogi of Fallot (TOF) menurut derajatnya dibagi dalam 4 derajat :

1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal.


2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang.
3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis
bertambah, ada dispneu.
4. Derajat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.
C. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor
tersebut antara lain :
Faktor endogen :

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom


Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

Faktor eksogen:

Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,


minum obatobatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine,

aminopterin, amethopterin, jamu).


Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
Pajanan terhadap sinar X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut

jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari


90% kasus penyebab adalah multi faktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena
pada minggu kedelapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
(Bambang M. 2005)

D. Epidemiologi

TOF adalah penyakit jantung kongenital yang kompleks yang dengan


angka kejadian sekitar 5 dari setiap 10.000 kelahiran. Penyakit jantung
congenital ini dapat dijumpai pada anak laki-laki maupun perempuan.
Central of Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahunnya sekitar
1.575 bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan TOF. Dengan kata lain, sekitar
4 dari setiap 10.000 bayiyang lahir di Amerika Serikat setiap tahunnya lahir
dengan TOF. TOF mewakili 10% dari kasus penyakit jantung kongenital dan
merupakan penyebab paling umum dari penyakit jantung kongenital sianotik.
Insiden terjadinya TOF lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
Prevalensi TOF terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap 10.000 kelahiran dan
merupakan penyebab paling umum penyakit jantung kongenital sianotik. TOF
menyumbang sepertiga dari semua penyakit jantung kongenital pada pasien
yang berusia kurang dari 15 tahun. Dalam kebanyakan kasus, TOF adalah
sporadis dan non familial. Kejadian pada saudara kandung dari orang tua pasien
yang mengalami TOF sekitar 1-5% dan lebih sering terjadi pada laki-laki dari
pada perempuan. Kelainan ini berhubungan dengan anomali extrakardiak seperti
labiaskizis dan palatum, hipospadia, kelainan rangka dan Kraniofasial. Sebuah
mikrodelesi dalam kromosom 22 (22q11) telah diidentifikasi pada pasien dengan
TOF sebagai salah satu manifestasi kardiovaskular.
Di antara 1.000 anak lahir hidup di Indonesia, menurut data rumah-rumah
sakit di Indonesia, 9 di antaranya mengidap penyakit jantung bawaan. Tetralogi
fallot menempati urutan keempat tersering penyakit jantung bawaan pada anak,
setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium, dan duktus arteriosus
patent atau lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Diantara
penyakit jantung bawaan sianotik, tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Insiden
tertinggi pada sindrom down.
E. Factor Resiko
Penyebab pasti tetralogi Fallot tidak diketahui, beberapa faktor dapat
meningkatkan risiko bayi yang lahir dengan kondisi ini. Ini termasuk:

Sebuah penyakit virus pada ibu, seperti rubella (campak Jerman), selama

kehamilan
Ibu alkoholisme
gizi buruk selama kehamilan
Seorang ibu yang berumur lebih dari 40
Orang tua dengan tetralogy of Fallot
Bayi yang lahir dengan sindrom Down
Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi
pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh,
sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak nafas.

F. Patofisiologi ( terlampir )
G. Manifestasi Klinis (Tanda Gejala)
Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya
oksigen dari ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka
terjadilah sianosis. Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel
kanan ke dalam paru-paru dan apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya
hanya mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Bising sistolik
diakibatkan baik oleh defek septum ventrikuler atau, bila berat, stenosis
pulmonalis. Seperti juga pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi
hemoglobin menunjukkan kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari
dan endokarditis bakterialis akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat
tetralogi fallot kadang-kadang mempunyai posisi tubuh yang khas akibat
penyesuaian, dimana kedua kaki diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau
duduk dengan posisi kaki-dada. Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik
vena dari tungkai bawah atau, lebih spekulatif, untuk mengurangi perfusi arteri
perifer, yang karenanya akan meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau
defek septum ventrikuler ke sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan
operasi

yang

maju,

sebagian

besar

penderita

akan

meninggal

dunia

(Underwood, 2000).
Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia
biru) terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan
penderita. Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi
bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya

sinkop. Serangan serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari.
Serangan serangan tersebut dapat berlangsung dari beberapa menit hingga
beberapa jam dan kadang kadang berakibat fatal. Episode serangan pendek
diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan
serangan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan kadang
kadang menuju kejang kejang atau hemiparesis. Awitan serangan biasanya
terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan yang terjadi itu mempunyai
kaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang mengalami
gangguan sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis
metabolis (Mansjoer, 2000).
Sianosis muncul setelah berusia beberapa bulan, jarang tampak pada saat
lahir,bertambah berat secara progresif.
1. Serangan hypersianotik ( blue spell )

Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan.


Sianosis akut.
Iritabilitas system syaraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah
dan pingsan dan akhirnya menimbulkan kejang ( spells ) ,stroke dan
kematian ( terjadi pada 35 % ).

2. Jari tabuh ( clubbing fingger )

Pada awal tekanan darah normal,dapat meningkat setelah beberapa

tahun mengalami sianosis dan polisitemia berat.


Posisi jongkok klasik ( squanting ) mengurangi aliran balik vena dari
ekstremitas bawah dan meningkatkan aliran darah pulmoner dan
oksigenasi arteri sistemik.

3.
4.

Gagal tumbuh
Anemia menyebabkan perburukan gejala

Penurunan toleransi terhadap latihan

Peningkatan dyspnea

Peningkatan frekuensi hyperpnea paroksismal

5. Asidosis
6. Murmur pada batas atas strernum kiri ( stenosis paru)
7. Murmur continue (atresia paru)
8. S2 tunggal ( klik ejeksi setelah Bunyi jantung I )

bayi mengalami kesulitan untuk menyusu.


berat badan bayi tidak bertambah
pertumbuhan anak berlangsung lambat
perkembangan anak yang buruk
sianosis : serangan sianosis biasanya terjadi ketika anak melakukan
aktivitas (misalnya menangis atau mengedan), dimana tiba-tiba
sianosis memburuk sehingga anak menjadi sangat biru, mengalami

sesak nafas dan bisa pingsan.


jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang

di sekitar kuku jari tangan membesar).


sesak nafas jika melakukan aktivitas.
setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok
Hipoksia
Kelelahan
Penonjolan pembuluh darah.

H. Pemeriksaan Diagnosis
1. X-ray dada
Ciri ciri khusus tetralogy of fallot pada X-ray adalah jantung berbrntuk bootshaped, karena ventrikel kanan membesar.
2. Tes darah
Pemeriksaan darah komplit pada tetralogy of fallot jumlah sel darah merah
tinggi secara tidak normal.
3. Pengukuran level oksigen (pulse oximetry)

Tes ini menggunakan sensor kecil yang dapat diletakkan di jari tangan atau
jari kaki untuk mengukur jumlah oksigen dalam darah.
4. Echocardiography.
Echocardiograms menggunakan gelombang suara yang tinggi, yang tidak
dapat didengar oleh telinga manusia, untuk menggambarkan bentuk jantung
yang dapat dilihat id layar perekam. Tes ini membantu mendiagnosa tetralogy
of fallot. Echocardiogram akan mendemonstrasikan VSD dengan aorta
utama, stenosis pulmonal dan hipertropi pada ventricular kanan.
5. Electrocardiogram
Tes ini membantu dalam mengetahuiadanya pembesaran ventrikel dan jika
irama regular. Padaa EKG, pasien dengan TOF akan menunjukkan
peningkatan kekuatan pada venrikular kanan yaitu dibuktikan dengan
tingginya gelombang R dalam V1. Pembesaran pada atrium kanan ditandai
dengan gelombang P menonjol pada V1. Ventrikular kanan hipertropi
ditunjukkan dengan sumbu menyimpang ke kanan.
6. Cardiac catheterization.
Kateter ini juga membantu dalam mengukur tekanan dan level oksigen pada
jantung dan pembuluh darah.
Ada juga :
Keluhan :
-

Sianosis
Spel hipoksia (PS berat)
Squatting pada anak yang lebih besar

PEMERIKSAAN FISIK
-

Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari tangan serta kaki
Jari seperti tabuh (clubbing finger)
Aktivitas ventrikel kanan meningkat
Auskultasi jantung : bunyi jantung dua umumnya tunggal, bising
sistolik ejeksi PS terdengar di ICS 2 parasertenal kiri yang menjalar

ke bawah klavikula kiri .


PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN
Elektrokardiogram
- Deviasi sumbu QRS kekanan
- Hipertrofi ventrikel kanan
- Hipertrofi atrium kanan
Foto Rontgen Toraks

- Gambaran jantung khas seperti sepatu boot.


- Segmen pulmonal yang cekung.
- Apeks jantung terangkat (hipertrofi ventrikel kanan).
- Gambaran vaskularisasi paru oligemi
Ekokardiogram :
Ekokardiogram 2-dimensi
- Tentukan tipe VSD (perimembranus subaortik atau suberterial
doubly committed).
Overriding aorta.
Deviasi spetum infundibular ke anterior.
Dimensi dan fungsi ventrikal kiri
Tentukan konfluensi dan diameter cabangcabang arteri pulmonali
Ekokardiografi berwarna dan Doppler:
-

Aliran dari ventrikel kanan ke aorta melalui VSD


Hitung perbedaan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
(beratnya PS)

Sadap jantung :
Pemeriksaan sadap jantung dilakukan Untuk :
-

Menilai konfluensi dan ukuran arteri pulmonalis serta cabang-

cabangnya
Mencari anomali arteri koroner
Melihat ada tidaknya VSD tambahan
Melihat ada tidaknya kolateral dari aorta langsung ke paru (anak

besar/dewasa)
Angiografi ventrikel kanan atau arteri pulmonalis :
- Menilai konfluensi dan diameter kedua arteri pulmonalis
- Ada tidaknya stenosis pada percabangan arteri pulmonalis atau di
perifer
Angiografi Aorta
- Dilakukan bila diperlukan untuk melihat kelainan arteri koronaria
atau bila diduga ada kolateral (Nasution, 2008).

I. Penatalaksanaan
Pemberian cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
Tindakan serangan tet
Oksigenasi prn
Propanolol
Posisis dada lutut

Pemberian morfin sulfat: untuk relaksasi infundibulum ventrikel kanan,


menaikkan aliran darah arteri pulmonaris dan menurunkan pirau dari kanan

ke kiri.
Prostaglandin digunakan pada neonatus untuk menjaga duktus arteriosus

paten sampai pembedahan dimungkinkan.


Intervensi bedah jantung paliatif
Pirau Blalock-Taussig: anastomosis end-to-site dari arteri subklavia kanan ke

arteri pulmonaris kanan atau arteri subklavia kiri ke arteri pulmonalis kanan.
Intervensi bedah jantung korektif: perbaikan komplet terhadap defek
penutupan defek septum ventrikel dan perbaikan Antibiotik profilaktik pada

prosedur gigi atau prosedur bedah lain.


Jari atau ibu jari tabuh
Serangan dispnea paroksismal, serangan biru
Dispnea berat
Sianosis berat
Hiperpnea
Gasping
Pada anak yang lebih besar (diperkirakan jarang saat ini karena pengenalan

dan intervensi bedah dini)


Squatting
Fainting
Murmur panistolik: paling kuat pada batas sterna kiri

Menurut David Rubenstein (2005):


Koreksi total melalui bedah pintas kardiopulmonal
Sebelum operasi korektif definitif dilakukan, anak dapat ditangani secara
medis. Pada anak dengan mantra hypercyanotic, propranolol dapat ditentukan,
biasanya dalam dosis 0.5mg.kg-1 tds meningkat menjadi 1-1.5mg.kg -1 tds sampai
gejala dikendalikan. Hal ini akan mengurangi spasme sub infundibulum paru.
Jika aliran darah paru sangat terbatas atau peningkatan dosis propranolol
gagal untuk mengontrol mantra, shunt paliatif mungkin diperlukan atau operasi
korektif dipercepat. Jarang, seorang anak dengan mantra parah mungkin
memerlukan intubasi dan ventilasi, esmolol intravena dan fenilefrin sebelum
operasi.

J. Pencegahan
- Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin
sangat diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka
-

PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.


Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar
gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa
kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam
keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom , penyakit
jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor

resiko meskipun kecil kemungkinannya.


Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada
janin

dengan

ultrasonografi

(USG).

Pemeriksaan

ini

sangat

tergantung dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan


jantung

dan

juga

kemampuan

dokter

yang

melakukan

ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG


dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih
dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan
jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini,
-

gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.


Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari
risiko

terkena

infeksi

virus

TORCH

(Toksoplasma,

Rubela,

Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum merencanakan


kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH
adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju,
namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena
pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah
penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.

Pola hidup sehat dan cukup olah raga yang sesuai dengan kondisi
ibu hamil agar meningkatkan daya tahan tubuh dan istirahat yang
cukup agar tidak mudah terserang penyakit infeksi sejak hamil

muda.
Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari
karena beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang
dikandungnya.

Penggunaan

obat

dan

antibiotika

bisa

mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun


janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya
digunakan

jika

pengobatan

terdapat

wanita

hamil

indikasi
dengan

yang

jelas.

penyakit

Prinsip
adalah

utama
dengan

memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut


tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam
pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah
-

mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.


Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada

masa kehamilan.
Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau

anggota keluarga di sekitarnya.


Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker
pelindung agar tidak terhisap zat - zat racun dari karbon dioksida
(Judarwanto, 2013).

K. Komplikasi
Trombosis otak
Biasanya terjadi pada vena cerebralis atau sinus dura dan kadang-kadang
pada arteri cerebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Dapat juga
dipercepat dengan dehidrasi. Trombosis paling sering terjadi pada penderita
di bawah usia 2 tahun.

Endokarditis bakterialis
Terjadi pasca bedah rongga mulut dan tenggorokan seperti manipulasi
gigi, tonsilektomi. Infeksi lokal di kulit juga merupakan sumber infeksi. Pada

penderita yang ingin melakukan pembedahan harus melakukan profilaksis


antibiotik.

Abses otak
Penderita sering di atas 2 tahun. Gejala berupa demam ringan, atau
perubahan perilaku sedikit demi sedikit. Pada beberapa penderita ada gejala
yang mulainya akut, yang dapat berkembang sesudah riwayat nyeri kepala,
nausea dan muntah. Serangan epileptiform dapat terjadi, terdapatnya tandatanda neurologis local tergantung tempat dan ukuran abses dan adanya
kenaikan tekanan intracranial.Laju endap darah dan hitung sel darah putih
biasanya meningkat.

Perdarahan
Pada polisitemia berat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat terjadi
ptekiae, perdarahan gusi.

Komplikasi Post Operasi :


Prosedur Pemasangan Shunt :
-

Perdarahan
Pneumothorax
Shunt yg >> menyebabkan Pulmonary blood flow

Inadequate Systemic Blood Flow.


Shunt yg << Perbaikan Oksigenasi sedikit..
Trombosis pada shunt.
PA hypoplasia.

Koreksi Total :

Komplikasi segera:
Low output state
Obstruksi Residual RVOT
Residual VSD
Koagulopati
Heart block
Gagal ginjal
Trauma Nervus Phrenicus
Stroke

Pulmonary edema

Infection

Komplikasi lambat:
-

Obstruksi RVOT
Aneurysma RVOT
Residual VSD
Disritmia dan sudden death
Insufisiensi valvular

Anda mungkin juga menyukai