Anda di halaman 1dari 6

PERKEMBANGAN SERANGAN PENYAKIT KARAT DAUN KOPI (Hemileia vastatrix)

PADA TRIWULAN II 2013 DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN


PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA
Dina Ernawati, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

Penyakit karat daun kopi (coffee leaf rust) yang disebabkan oleh jamur Hemileia
vastatrix B. et Br. adalah penyakit kopi paling penting di seluruh dunia, dan merupakan
penyakit terpenting pada tanaman kopi arabika di Indonesia. Penyakit ini dapat
menyebabkan kehilangan hasil hingga 50% (Zambolim et al., 1997 cit. Haddad et al., 2009).
Sisi bawah daun yang terserang karat menunjukkan adanya bercak-bercak yang semula
berwarna kuning muda yang akhirnya akan menjadi kuning tua. Pada bercak terbentuk
tepung berwarna jingga cerah (bright orange) yang terdiri atas urediospora jamur. Bercak
tua berwarna coklat tua sampai hitam dan mengering, daun akhirnya gugur sehingga pohon
menjadi gundul (Semangun, 2000).
Gangguan penyakit ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi juga
menurunkan hasil biji kopi. Meluasnya bercak pada daun sebagai tanda berkembangnya
penyakit, menyebabkan area fotosintesis berkurang secara signifikan yang berdampak pada
menurunnya pertumbuhan tanaman. Banyaknya daun yang gugur sebagai gejala lanjut dari
penyakit ini menyebabkan jumlah bunga yang terbentuk berkurang, yang berdampak pada
turunnya jumlah biji kopi yang dihasilkan (Brown et al., 1995 cit. Mahfud, 2012).
Tanaman lain sebagai inang H. vastarix belum diketahui. Jamur ini membentuk
urediospora pada daun kopi, sedangkan urediospora ini dapat menginfeksi kopi lagi tanpa
melalui tanaman inang perantara. H. vastatrix bersifat parasit obligat, yang hanya dapat
hidup jika memarasit jaringan hidup. Patogen ini juga diketahui memiliki banyak ras fisiologi
yang berbeda patogenisitasnya terhadap jenis dan varietas kopi tertentu (Semangun, 2000).
Penyebaran penyakit melalui urediospora yang dapat dibentuk sepanjang tahun.
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelelembapan. Spora yang telah matang dapat
disebarkan oleh angin dan untuk perkecambahannya diperlukan tetesan air yang
mengandung udara (Departemen Pertanian, 2002).
Pertanaman kopi tersebar di seluruh wilayah kerja BBPPTP Surabaya dan Provinsi
Jawa Timur memiliki luas areal terbesar, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. menunjukkan bahwa Provinsi


Jawa

Timur

memiliki

luas

areal

pertanaman kopi terbesar dengan luas


areal 52.181,02 ha, kemudian berturutturut diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) 37.406 ha, Bali 26.555,19
ha, Jawa Tengah 16.766,31 ha, Jawa
Barat 8.517,77 ha, Nusa Tenggara Barat
Sumber Data : Bidang Proteksi Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013

Gambar 1. Peta Luas Areal Tanaman Kopi di Wilayah


Kerja BBPPTP Surabaya

(NTB) 4.658 ha, Banten 2,955 ha, dan


DI

Yogyakarta

1.854,97

ha.

Berdasarkan data hingga bulan Juni 2013, total luas serangan H.vastatrix di wilker
BBPPTP Surabaya pada triwulan II adalah 1.872,90 ha. Luas serangan H. vastarix ini
secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 17,76% jika dibandingkan dengan luas
serangan pada triwulan I (Gambar 2).

Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013

Gambar 2. Grafik Perbandingan Luas Serangan Hemileia vastatrix pada Kopi di Wilayah
Kerja BBPPTP Surabaya antara Triwulan I dengan Triwulan II Tahun 2013

Fluktuasi luas serangan H. vastatrix antara triwulan I dan triwulan II tahun 2013
terjadi pada beberapa provinsi di wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkatan luas serangan terbesar yaitu 97,21 ha, diikuti berturut-turut oleh
provinsi Jawa Timur 85,23 ha, Jawa Tengah 67,16 ha, NTB 31,70 ha, dan DIY 1,17 ha.
Adapun Provinsi Banten, Bali dan NTT tidak mengalami peningkatan luas serangan pada

triwulan II tahun 2013. Peningkatan luas serangan ini terkait dengan tindakan pengendalian
yang telah dilakukan. Sebagai contoh, kebun kopi yang kurang sanitasi menjadikan keadaan
kebun menjadi lembap dan gelap menjadikan kondisi ini mendukung untuk perkembangan
penyakit ini. Luas serangan yang meningkat ini diduga juga dapat diakibatkan oleh hasil dari
penyebaran urediospora jamur patogen ini yang dibantu oleh percikan-percikan air hujan,
dimana pada triwulan I yaitu bulan Januari dan Maret 2013 adalah musim penghujan
sehingga infeksi akan nampak pada periode berikutnya. Selain itu, meskipun cuaca kering
urediospora terdapat di udara sehingga angin akan memegang peranan penting dalam
penyebarannya. Burdekin (1960) cit. Semangun (2000) di Tanzania membuktikan adanya
urediospora di udara meskipun cuaca kering dan Martinez et al. (1975) cit. Semangun
(2000) dapat menangkap spora dalam udara di atas kebun kopi di Brazil.
Tingkat serangan H. vastatrix di wilayah kerja BBPPTP Surabaya ditunjukkan pada
Gambar 3.

Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013

Gambar 3. Peta Tingkat Serangan Hemileia vastatrix pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP
Surabaya Triwulan II Tahun 2013

Analisis tingkat serangan ini didapatkan dari data luas serangan dan luas areal dimana
didapatkan Provinsi Jawa Barat berada pada kategori tingkat serangan tinggi, sehingga hal
ini harus segera ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait baik pemerintah, swasta, maupun
petani dalam melaksanakan pengendalian secara intensif. Provinsi NTB berada pada tingkat
serangan sedang, sementara Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan NTT berada dalam

tingkat serangan rendah. Provinsi Banten dan Bali saat ini masih berada pada kategori
aman. Namun tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan/penurunan kategori tingkat
serangan penyakit ini pada triwulan selanjutnya. Koordinasi antar pihak terkait dan kerja
sama antar wilayah dalam rangka monitoring perkembangan serangan penyakit ini perlu
ditingkatkan, terutama untuk wilayah perbatasan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Provinsi Banten yang termasuk dalam kategori aman berbatasan wilayah dengan Provinsi
Jawa Barat yang termasuk dalam kategori tingkat serangan tinggi. Usaha pengendalian
yang bersifat preventif dan monitoring perkembangan serangan penyakit ini perlu dilakukan
secara intensif guna mencegah penyebaran dan perkembangan penyakit ini di Provinsi
Banten.
Tingginya tingkat serangan di Provinsi Jawa Barat salah satunya diakibatkan oleh
ketidakseimbangan antara luas pengendalian yang telah dilakukan dengan luas serangan
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Sumber Data : Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2013

Gambar 4. Grafik Perbandingan Luas Serangan dan Luas Pengendalian Hemileia vastatrix
Pada Kopi di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya pada Triwulan II Tahun 2013

Jika dilihat dari perbedaan luas pengendalian dan luas serangan yang sangat jauh di
Provinsi Jawa Barat dan tingkat serangan yang termasuk dalam kategori tinggi, maka
diperlukan tindakan pengendalian untuk dapat lebih cepat menurunkan tingkat serangan
yaitu dengan penggunaan fungisida. Menurut Rosmahani et al. (2003) cit. Mahfud (2012),
tingkat kerusakan tanaman kopi pada perkebunan rakyat di Indonesia yang mencapai 58%
mengindikasikan lingkungan pertanaman kopi mendukung perkembangan penyakit karat

daun. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan juga berperan aktif dalam memberikan
bimbingan kepada petani, diantaranya pelaksanaan Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SLPHT) guna menambah pengetahuan dan kesadaran petani tentang pentingnya
penerapan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) di kebunnya serta dukungan
penyediaan sarana dan prasarana usaha tani kopi.
Adapun tindakan pengendalian terhadap penyakit karat daun kopi antara lain :
1. Penggunaan varietas tahan atau toleran
Varietas tahan merupakan salah satu komponen PHT yang mudah diterapkan,
murah, dan tidak mencemari lingkungan. Varietas kopi yang dianjurkan adalah S 795, S
1934, USDA 62, Kartika 1 dan 2 (Departemen Pertanian, 2002).
2. Pengendalian secara biologis
Pengendalian

secara

biologis

adalah

cara

pengendalian

penyakit

dengan

menggunakan musuh alami. Jamur Verticillium adalah hiperparasit (jamur parasit yang
dapat memarasit jamur lain) pada penyakit karat daun kopi. Urediospora H. vastatrix yang
terparasit pertumbuhannya terganggu dan mati, ditandai oleh pertumbuhan jamur
Verticillium berwarna putih pada permukaan gejala karat daun (Mahfud et al., 2004 cit.
Mahfud, 2012). Selain itu, isolat bakteri Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. yang diisolasi
dari pertanaman kopi organik di Brazil dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai
agens pengendali hayati dari H. vastatrix (Haddad et al., 2009).
3. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis dilakukan antara lain dengan menyiangi gulma 2-3
kali, memupuk dua kali setahun (awal dan akhir musim hujan) dengan pupuk kandang dan
NPK yang dosisnya disesuaikan dengan umur tanaman, memangkas tanaman (pangkas
lepas panen, pangkas tunas/cabang tidak produktif, dan menghilangkan tunas-tungas air),
serta mengatur intensitas naungan (Mahfud, 2012).
4. Pengendalian dengan fungisida
Fungisida yang direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit karat daun pada
kopi antara lain fungisida protektan yaitu oksiklorida tembaga, hidroksi tembaga, mankozeb,
dan kaptafol, serta fungisida sistemik yaitu benomil, triadimefon, dinikonazol, heksakonazol,
propikonazol, dan siprokonazol (Semangun, 2000).
5. Karantina
Meskipun H. vastatrix telah tersebar di dalam maupun di luar negeri, namun karena
adanya perbedaan dalam rasnya, sebaiknya diadakan pembatasan dalam pemasukan
bahan tanaman kopi hidup dari daerah atau pun negara lain (Semangun, 2000).

Daftar Pustaka
Bidang Proteksi. 2013. Data Triwulan II. Bidang Proteksi Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, Jombang.
Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan
Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian,
Jakarta. 52p.
Haddad, F., LA. Maffia, ESG. Mizubuti, and H. Teixeira. 2009. Biological Control of Coffee
Rust by Antagonistic Bacteria under Field Conditions in Brazil. Biological Control 49 :
114-119p.
Mahfud, MC. 2012. Teknologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Karat Daun untuk
Meningkatkan Produksi Kopi Nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian 5(1) : 4457p.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 835p.

Anda mungkin juga menyukai