Abstrak. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menurunkan produksi padi gogo. Salah satu upaya
pengendaian penyakit hawar daun dapat menggunakan agen hayati (FMA). FMA merupakan salah satu fungi
dari kelompok plant growth promoting fungi (PGPF) yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
sekaligus dapat mengendalikan berbagai jenis penyakit PGPF dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui
beberapa mekanisme yaitu produksi hormon, membantu mineralisasi dan penekanan mikroorganisme yang
merugikan tanaman. Peubah yang diamati meliputi panjang lasio daun (cm) dan jumlah anakan maksimum
(batang). Aplikasi FMA berpengaruh terhadap perkembangan penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae, pada dosis 10 dan 20 g dapat menghambat panjang
lesio yang ditimbulkan lebih pendek, dan meningkatkan jumlah anakan. Dosis FMA 10 g/tanaman
merupakan dosis yang tepat dalam mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan meningkatkan
jumlah anakan maksimum.
Abstract. Bacterial leaf blight (HDB) caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae is one of the important
diseases that can reduce upland rice production. One of the efforts to control leaf blight can use biological
agents (FMA). FMA is one of the fungi from the plant growth promoting fungi (PGPF) group that is able to
increase plant growth while controlling various types of diseases. PGPF can improve plant growth through
several mechanisms, namely hormone production, helps mineralization and suppression of microorganisms that
harm plants. The observed variables included leaf laceration length (cm) and the maximum number of tillers
(stems). FMA application affects the development of bacterial leaf blight (HDB) caused by Xanthomonas
oryzae pv. oryzae, at a dose of 10 and 20 g can inhibit the length of the resulting lesion is shorter, and increase
the number of tillers. FMA dose of 10 g/plant is the right dose in controlling bacterial leaf blight (HDB) and
increasing the maximum number of tillers.
PENDAHULAN
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditi penting bagi penduduk dunia, khususnya
di Indonesia beras menjadi sumber pangan utama. Program peningkatan produksi padi
nasional senantiasa menjadi program utama dan seringkali terkendala oleh adanya faktor
biotik dan abiotik (Ogawa, 1993). Padi gogo berpotensi besar dalam meningkatkan
produktivitas padi yang masih cukup rendah yaitu berkisar 2,5 ton/ha. Beberapa kendala
yang dapat menghambat peningkatan produksi padi gogo seperti cekaman kekeringan,
hama dan penyakit.
Pada dasarnya di pertanaman lahan kering tanaman lebih rentan dibanding lahan sawah
karena sifat fisika d an kimia tanah, kelembaban daun dan ketidakseimbangan penyerapan
hara akibat kondisi kering (Abdurachman et al., 2008). Hal ini menjadi penting artinya,
terutama dengan adanya perluasan padi gogo ataupun penggunaan padi unggul yang rentan
terhadap penyakit.
Salah satu penyakit penting padi gogo adalah hawar daun bakteri yang disebabkan oleh
Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) selama ini dapat
membatasi produksi padi (Herlina and Silitonga., 2011). Kehilangan hasil yang
diakibatkan oleh penyakit tersebut dapat mencapai 30-40% (Yanti et al., 2018). Menurut
Herlina and Silitonga, (2011) patogen ini dapat mengeinfeksi tanaman padi pada semua
fase pertumbuhan tanaman dari mulai pesemaian sampai menjelang panen. Patogen
tersebut menginfeksi tanaman padi melalui luka pada daun atau pada mulut daun (stomata)
dan merusak klorofil daun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan tanaman
untuk melakukan fotosintesis. Apabila patogen meyerang tanaman pada fase vegetatif
tanaman padi akan mati dan pada tanaman fase generatif mengakibatkan pengisian gabah
menjadi kurang sempurna (Deptan, 2015).
Penyakit bakteri pada padi relatif sulit dikendalikan, karena patogen beragam dan sifat
genetiknya mudah mengalami mutasi, terutama virulensinya terhadap varietas padi.
Provinsi Aceh memiliki banyak varietas lokal yang masih dibudidayakan petani terutama
di daerah Aceh Barat-Selatan. Bakhtiar et al., (2011) melaporkan bahwa varietas lokal padi
Aceh sangat beragam, namun demikian potensi varietas tersebut sebagai sumber gen
ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri belum dievaluasi. Hibridisasi
ataupersilangan merupakan salah satu cara pembentukan varietas unggul, dimana persilang
dapat memperbanyak keragaman genetik suatu komoditi yang didapat dari perpaduan sifat
antar tetuanya. Tetua persilangan yang digunakan ialah berasal dari varietas lokal dan
introduksi, varietas padi Sigupai dijadikan sebagai tetua betina dan varietas IRBB27 yang
dijadikan tetua jantan.
Varietas Sigupai merupakan varietas lokal asal Aceh Barat, tepatnya di Nagan Raya.
Varietas ini memiliki karakter unggul seperti, memiliki keunggulan daya hasil dan adaptasi
yang tinggi rasa beras enak dan wangi, akan tetapi varietas ini memiliki kekurangan
seperti, umur tanaman yang dalam, tampilan tanaman yang tinggi sehingga tanaman
mudah rebah dan tidak tahan terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Varietas IRBB27 merupakan varietas introduksi asal
IRRI (International Rice Research Institute) yang memiliki karakter unggul seperti umur
tanaman yang genjah, tinggi tanaman pendek dan tahan terhadap penyakit hawar daun
yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Amanina et al., 2019).
Penggunaan agens hayati seperti fungi mikoriza arbuskula (FMA) saat ini mulai
banyak mendapat perhatian para peneliti. FMA adalah organisme yang berasal dari
golongan jamur yang menggambarkan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
fungi dengan akar tanaman (Brundrett et al.,1996). FMA merupakan salah satu fungi dari
kelompok plant growth promoting fungi (PGPF) mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman sekaligus dapat mengendalikan berbagai jenis penyakit tanaman. PGPF dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme yaitu produksi hormon,
membantu mineralisasi dan penekanan mikroorganisme yang merugikan tanaman
(Hyakumachi and Kubota, 2004).
Menurut Yufriwati et al (2005), FMA dapat berperan sebagai agens pengendalian
hayati yang potensial untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap patogen tular tanah. Selain itu FMA berpotensi besar sebagai pupuk hayati karena
dapat memfasilitasi penyerapan hara dalam tanah sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman, sebagai penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar,
meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman dan meningkatkan hormon pemacu tumbuh
(Prihastuti, 2007).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di dalam Rumah Kasa Kebun Percobaan, Laboratorium
Penyakit Tanaman, Laboratorium Ilmu Benih dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan
Maret sampai Juli 2021.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
Isolat bakteri Xoo yang digunakan hasil identifikasi bapak Sabaruddin mahasiswa S3
di Laboratorium Penyakit Tanaman Progam Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala. Isolat Xoo kemudian diperbanyak pada media Nutrient Agar (NA)
yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Media NA yang digunakan sebanyak 5 g dan 170
ml aquades kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer volume 250 ml, lalu diaduk hingga
larutan homogen dengan menggunakan magnetic stirer. Setelah larutan homogen disterilkan
di dalam autoclave selama 30 menit dengan suhu 121o C. Selanjutnya media NA dituang
kedalam cawan petri dan dibiarkan selama 10 menit hingga NA mengeras untuk dapat
dilakukan perbanyakan bakteri Xoo pada media NA
Persiapan Inokulan Suspensi Bakteri Xoo
Bakteri Xoo berumur 4 hari di siapkan dalam bentuk suspensi dengan
pengenceran10-6 . Proses pengenceran dilakukan dengan menyiapkan 6 tabung reaksi yang
telah diberi label masing-masing 10-1 , 10-2 , 10-3 , 10-4 ,10-5 dan 10-6 , kemudian dimasukkan
aquades sebanyak 9 ml. Bakteri pada media NA digerus kemudian dimasukkan kedalam
tabung reaksi sebanyak 1 ml, selanjutnya di vortex hingga homogen. Setelah pengenceran
pada tabung pertama selesai, 1 ml sampel dituang ke dalam tabung ked ua
menggunakan mikropipet, kemudian divortex dan menuang 1 ml sampel dari tabung
kedua ke tabung ketiga diulangi hinga pengenceran 10 -6 (Yunita et al., 2015)
Persiapan Benih dan Persemaian Galur Padi Gogo Unsyiah Abdya
Setiap benih galur padi gogo Unsyiah Abdya diambil sebanyak 30 biji disusun diatas
kertas buram lembab kemudian digulung lalu disimpan dalam germinator selama 3 hari
sampai benih mengeluarkan kecambah kemudian dibawa ke lapangan untuk disemai.
Persiapan Fungi Mikoriza Arbusbula (FMA)
FMA yang digunakan merupakan produk FMA PT. Agrofarm Mycogrow yang
berasal dari kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Inokulan FMA campuran yang mengandung
Glomus manihotis, Glomus intraradices, Glomus aggegatum, Acaulospora sp., Gigaspora
sp, dengan jumlah spora 33 spora pergram dengan media pembawa zeolite.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah inseptisol berasal dari Ie
suum Kabupaten Aceh Besar dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Media
tersebut dimasukkan ke dalam setiap polybag sebanyak 10 kg dan diberikan air sampai
kapasitas lapang. Selanjutnya, diaduk sampai merata.
Aplikasi FMA dan Penanaman Padi Gogo
Aplikasi FMA dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu sebanyak 10 g dan 20 g
ditempatkan dalam lubang tanam pada kedalaman 3 cm, kemudian ditutup dengan tanah.
Selanjutnya 3 bibit padi yang telah berkecambah berumur 2 hari ditanam dalam lubang yang
telah diberi FMA kemudian ditutup kembali dengan tanah. Setelah bibit berumur 7 hari
dilakukan penyiangan pada 2 bibit padi yang berukuran lebih kecil dengan cara
menggunting.
Inokulasi Suspensi Xoo
Inokulasi isolat Xoo dilakukan ke bagian daun padi pada umur 30 hari setelah tanam
(HST). Inokulasi isolat bakteri pada daun dengan menggunakan metode klipping yaitu daun
dipotong sepanjang 3 cm dari ujung daun dengan menggunakan gunting steril untuk melukai
daun sebagai jalan masuknya infeksi bakteri (Eppo, 2007). Pencelupan gunting steril ke
suspensi isolat Xoo diulang untuk setiap menggunting daun berbeda.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan gulma dan pengairan. Penyiraman
dilakukan setiap sore atau sesuai dengan kondisi lapangan. Jika ada gulma yang muncul
dilakukan penyiangan secara mekanis dengan cara mencabut gulma disekitar tanaman padi
gogo.
Pemupukan
Pupuk yang diberikan pada padi gogo adalah KCL dan Sp-36, dan pupuk Urea. Urea
diberikan secara tiga tahap yaitu pada saat 7 hari setelah penanaman, 15 hari setelah tanam
dan 30 hari setelah tanam, sedangkan pupuk KCL dan SP diberikan hanya satu kali yaitu
pada saat 7 hari setelah tanam. Dosis pupuk yang diberikan yaitu Urea 0.75 g/polybag, SP-
36 0.38 g/polybag dan KCl sebanyak 0.25 g/polybag (Utama, 2015).
Data dari hasil pengamatan pada setiap peubah dianalisis dengan uji anova. Data yang
berpengaruh nyata pada Fhit maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf 0,05 (Gomez and Gomez, 1995).
Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi dosis FMA mempengaruhi panjang lesio pada
pada padi gogo yang terinfeksi patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae , baik pada Galur
Unsyiah Abdya 01 maupun Galur Unsyiah Abdya 09 dan Galur Unsyiah Abdya 10.
Penggunaan mikoriza 20 g/tanaman membuktikan bahwa panjang lasio yang ditimbulkan
lebih pendek dengan rata-rata 12, 23 cm diikuti dengan pemberian dosis FMA 10 g/tanaman
dengan rata-rata 21,72 cm dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pemberian FMA)
yaitu 38,89 cm. pada setiap perlakuan terus menunjukkan penurunan sejalan dengan
meningkatnya dosis FMA yang diberikan.
Penggunaan dosis 20 g/tanaman secara sangat nyata dapat menghambat perkembangan
penyakit HDB sehingga panjang lesio yang terjadi lebih pendek. Hal ini diduga simbiosis
antara FMA dan tanaman padi gogo mendorong terjadinya proses lignifikasi dan peningkatan
pembentukan fenol (Basri, 2018). Sehinga dari proses ini menyebabkan tanaman menjadi
lebih tahan terhadap patogen. García-Garrido and Ocampo (2002), menyatakan bahwa isolat
fungi mikoriza arbuskula (FMA) memiliki potensi sebagai induser yang dapat menginduksi
ketahanan tanaman terhadap patogen dengan cara mengaktivasi reaksi ketahanan lokal dan
sistemik tanaman.
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan maksimum akibat pengaruh pemberian dosis FMA pada
beberapa galur padi gogo.
Galur Padi Gogo Jumlah Anakan Maksimum Rata-rata
Dosis Mikoriza
Kontrol 10 g 20 g
Unsyiah Abdya 01 14.67 10.00 13.00 12.56 b
Unsyiah Abdya 09 8.00 11.67 7.67 9.11 a
Unsyiah Abdya 10 13.33 19.00 14.67 15.67 c
Rata-rata 12.00 13.56 11.78
BNT 0.05 4.413
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji BNT (α =0.05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi FMA berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
anakan pada galur padi gogo Unsyiah Abdya. Tetapi terdapat perbedaan jumlah anakan
diatara ketiga galur yang diteliti. Rata-rata jumlah anakan terbanyak dihasilkan oleh galur
Unsyiah Abdya 10 yaitu 15,67 batang anakan per rumpun, kemudian diikuti oleh galur
Unsyiah Abdya 01 sebanyak 12,56 batang anakan per rumpun. Sedangkan rata-rata jumlah
anakan paling sedikit diperoleh pada galur Unsyiah Abdya 09 yaitu 9, 11 batang per rumpun.
Menurut Bradbury et al., (1991) sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
keefektifan infeksi FMA ditentukan oleh interaksi tanaman inang sebagai penyedia karbon
dari eksudat akar yang dibutuhkan oleh cendawan mikoriza. Dalam hal ini dapat diartikan
bahwa ada perbedaan kesesuaian antara tanaman galur padi gogo hasil radiasi padi lokal
Aceh sebagai inang FMA dalam menginfeksi akar. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 8)
diduga bahwa efektifitas infeksi FMA pada akar padi galur Unsyiah Abdya 01 dan galur
Unsyiah Abdya 10 lebih tinggi dari pada efektifitas infeksi FMA pada galur Unsyiah Abdya
09.
KESIMPULAN
Aplikasi FMA berpengaruh terhadap perkembangan penyakit hawar daun bakteri
(HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae, pada dosis 10 dan 20 g
dapat menghambat panjang lesio yang ditimbulkan lebih pendek, dan meningkatkan jumlah
anakan. Dosis FMA 10 g/tanaman merupakan dosis yang tepat dalam mengendalikan
penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan meningkatkan jumlah anakan maksimum.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., Dariah, A and Mulyani., 2008. Strategi dan Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), pp.
43-49
Amanina, P., Efendi. and Bakhtiar., 2019. Karakterisasi Agronomi Galur Padi Inbrida F5
Hasil Persilangan Sigupai dengan IRBB27. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian
Unsyiah, 4(4), pp. 1-10.
Bakhtiar, E,. Kesumawati, Hidayat, T and Rahmi, M., 2011. Karakteristik plasma nufah padi
lokal Aceh untuk praktikan varietas adaptif pada tanah masam. Jurnal Agrista, 15(3),
pp. 79-86.
Basri, A, H, H., 2018. Kajian Peranan Mikoriza dalam Bidang Pertanian. Agrica Ekstensia,
12(2), pp. 74-78.
Bradbury, J, H., Egan, S, V. and Lynch, M, J., 1991. Analysis Of Cyanide In Cassava Using
Acid-Hydrolysis Of Cyanogenic Glucosides. Journal of the Science of Food and
Agriculture, 55(2), pp. 277-290.
Brundrett, M., Bougher, N., Dell, B., Grove, T and Malajczuk, N., 1996, Working with
Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR, Canberra.
Departemen Pertanian., 2015. Pengendalian Penyakit Kresek dan Hawar Daun Bakteri
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-berita/info- teknologi/pengendalian
penyakit-kresek-dan-hawar-daun-bakteri/[Accessed 15 Febuari.2021].
Gomez, K, A and Gomez, A, A., 1995. Prosedur Statistic untuk Penelitian Pertanian. Alih
Bahasa : E. syamsuddi dan J. S. Baharsya, Jakarta: UI Press.
García-Garrido, J, M. and Ocampo, J, A., 2002. Regulation of the plant defence response in
arbuscular mycorrhizal symbiosis. 53(373), pp. 1377-86.
Hadianur., Syafruddin and Kesumawati, E., 2016. Pengaruh Jenis Fungi Mikoriza Arbuscular
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill).
Jurnal Agrista, 20(3), pp. 126-134.
Herlina, L and Silitonga, T, S., 2011. Seleksi Lapang Ketahanan Beberapa Varietas Padi
Terhadap Infeksi Hawar Daun Bakteri Strain IV dan VIII. Buletin Plasma Nutfah,
17(2), pp. 80-87.
Ogawa, T. 1993. Methods and strategy for monitoring race distributions and identifications
of resistance genes to bacterial leaf blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) in rice
(Oryza sativa). Journal JARQ (Japan), 27(2), pp. 71-80.
Prihastuti., 2007. Isolasi dan karakterisasi mikoriza vesikular-arbuskular di lahan kering
masam, Lampung Tengah. Journal of Biological Researches, 12, pp. 99-106.
Simanungkalit, R, D, M., Suriadikarta, D, A., Saraswati, R., Setyorini, D. and Hartatik, W.,
2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan
Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/pupuk/pupul_organi
k.pdf [Accessed 25 Februari 2022].
Widiastuti, H., Guhardja, E., Soekarno, N., Darusman, L, K., Goenadi, D, H. and Smith, S.,
2002. Optimasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskular Acaulospora tuberculata
dan Gigaspora margarita pada Bibit Kelapa Sawit di Tanah Masam. Menara
Perkebunan, 70(2), pp. 50-57.
Winata, N, A., Basunanda, P. and Supriyanta., 2014. Tanggapan Dua Puluh Lima Kultivar
Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Infeksi Cendawan Mikoriza Arbuskular. Vegetalika,
3(3), pp. 38-48.
Yanti, S., Marlina. and Fikrinda., 2018. Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri pada
Padi Sawah Menggunakan Fungi Mikoriza. Jurnal Agroecotania, 1(2), pp. 14-21.
Yufriwati., Habazar., Reflin. and Muaz., 2005. Aplikasi Beberapa Jenis Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) dalam Meningkatkan Ketahanan Bibit Pisang Terhadap Sarangan
Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia salanacearum Ras 2). (AMI) Jambi.