Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN AKHIR PRATIKUM

PENGANTAR KETAHANAN TANAMAN TERHADAP HAMA DAN


PENYAKIT

OLEH

NAMA : FICKY HARYANDA

NO BP : 1810252044

KELAS : PROTEKSI B

ASISTEN : 1. PUTRI DWITA FADMA 1710252032

2. PILIP NUREKI 1810251022

3. TASYA ARNETTA ARJUN 1810252011

DOSEN PENJAB : 1. Dr. MY SYAHRAWATI, S.P., M.Si.

2. Dr. Ir. UJANG KHAIRUL, M.P.

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang


telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mempunyai
kesempatan yang luar biasa agar bisa menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum
Pengantar Ketahanan Tanaman Terhadap Hama dan Penyakit. Shalawat dan salam
juga tidak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh akan ilmu
pengetahuan seperti yang dirasakan saat ini.

Penulisan laporan ini telah penulis susun dengan maksimal dan juga
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak agar lancarnya pembuatan laporan ini.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah ikut berkontribusi dalam pembuatan Laporan Akhir Pengendalian Hayati
dan Pengelolaan Habitat. Terlepas dari itu semua, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan maupun penulisan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca guna kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih dan apabila terdapat banyak


kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan digunakan dengan semestinya.

Lintau, 28 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN

A. UJI KETAHANAN VARIETAS


a. Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penghasil beras yang
digunakan sebagai bahan pangan utama dari sekitar 90% penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras. Beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat
dominan di Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi
komoditas strategis (Manurung dan Isumunadji, 2008). Kebutuhan beras sebagai
bahan makanan pokok penduduk Indonesia mengalami peningkatan sebesar
2,23% per tahun (Arafah dan Sirappa, 2003). Kebutuhan beras terus meningkat
karena peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan produksi yang
cukup. Kebutuhan beras di Indonesia mencapai 32 juta ton sedangkan produksi
nasional maksimal hanya mencapai sekitar 31,5 juta ton/tahun.

Rendahnya produksi padi disebabkan beberapa hal diantaranya, adanya


serangan hama dan penyakit. Serangan hama pada tanaman padi relatif tinggi
setiap tahun. Serangan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal,
sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik kehilangan hasil,
menurunnnya mutu, terganggunya kontinunitas produksi, serta menurunnya
pendapatan petani. Masalah hama dan penyakit yang semakin kompleks dirasakan

oleh petani dari tahun ketahun, hal ini diduga akibat dampak perubahan
iklim global yang berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat
kaitannya dengan perkembangan hama. Disamping itu, permasalahan hama dan
penyakit pada tanaman padi akan terus dihadapi karena luas lahan yang semakin
berkurang, terbatasnya modal, pengetahuan dan keterampilan petani,
permasalahan irigasi, pasar serta harga produksi.

Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah setiap organisme yang


dapat mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan tanaman sehingga
tanaman menjadi rusak, pertumbuhannya terhambat, dan atau mati. Hama pada
tanaman padi sangat beragam yang dapat mempengaruhi produksi padi.
Diantaranya adalah terdapat hama-hama penting yang selalu menyerang tanaman
padi dengan intensitas serangan yang berat. Beberapa hama-hama penting pada
tanaman padi yaitu Penggerek Batang (Scirpophaga interculas), Wereng Coklat
(Nilaparvata lugens), Wereng Hijau (Nephotettix virescens), Keong Mas
(Pomacea canaliculate) Tikus (Rattus argentiventer), Kepinding Tanah
(Scotinophara coarctata), Ulat Grayak (Spodoptera litura), Hama Putih
(Nymphula depunctalis) dan Walang Sangit (Leptocorisa oratorius .F) Kalshoven
(1981) mengemukakan bahwa Hama Kepinding Tanah merupakan salah satu
hama yang cukup penting dan menyebar pada pertanaman padi sawah yang cukup
penting dan menyebar pada pertanaman padi sawah di Sulawesi, Sumatera,
Kalimantan dan Jawa.

Hama ini menyerang pada fase vegetatif dan generatif dan telah
menyebabkan kerugian yang besar. Tanaman yang terserang kepinding tanah
dapat mengakibatkan penurunan produksi karena apabila menyerang pada fase
anakan akan menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertanaman terhambat
atau kerdil. Sedangkan kalau kepinding tanah menyerang pada saat setelah fase
bunting, tanaman menghasilkan malai yang kerdil, tidak lengkap dan akan
menghasilkan gabah hampa. Dalam kondisi populasi tinggi tanaman yang dihisap
dapat mati.

Di Indonesia terdapat beberapa jenis hama Scotinophara spp yang


menyerang tanaman padi sawah diantaranya Scotinophara coartata, S. lutiuscula,
S. lurida dan S. vermiculata (Baehaki, 1992). Kepinding tanah (S. coarctata)
adalah salah satu hama yang serius menyerang pada semua tahapan pertumbuhan
tanaman padi, dan mampu menyebabkan kerugian hasil hingga 80% atau kerugian
hasil lengkap selama infestasi berat. Meskipun aplikasi pestisida telah dilakukan,
petani mengalami kesulitan dalam mengendalikan penyebaran dan infestasi hama
ini

b. Tujuan

Adapun tujuan dari pratikum ini adalah mengetahui ketahanan varietas


tanaman padi kuruik kusuik dan IR 42 terhadap hama kepinding tanah
B. KEJADIAN DAN KEPARAHAN PENYAKIT
a. Latar Belakang

Tanaman padi dapat diserang oleh berbagai macam patogen penyakit.


Kelompok patogen penyakit utama yang menyerang tanaman padi berasal dari
kelompok bakteri, virus dan cendawan. Penyakit utama tanaman padi anatara lain
Blast yang disebakan oleh cendawan Magnaporthe oryze, Penyakit kresek yang
disebabkan oleh bakteri Xhantomonas campestris pv orizae, dan penyakit yang
disebabakn oleh virus yakni penyakit tungro. Penyakit penting lainnya adalah
busuk bulir bakteri yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae

Epidemic penyakit tanaman merupakan populasi dari tanaman yang


terinfeksi penyakit dalam populasi inang, dan perubahan penyakit tanaman pada
waktu dan ruang tertentu. Sebelum kita mengetahui lebih jauh tentang epidemic
penyakit, terlebih dahulu kita harus memantaunya. Pemantauan terhadap penyakit
tanaman dapat dilakukan dengan mengetahui intensitas penyakit tanaman.

Besarnya penyakit sering dikemukakan dengan istilah serangan ringan,


sedang, berat, atau sangat berat. Ungkapan yang demikian masih bersifat
kualitatif, tidak memiliki makna ilmiah. Pernyataan demikian sangat bersifat
subyektif. Dalam arti bahwa data kualitatif demikian tidak dapat dibandingkan
antara ahli yang satu dengan ahli yang lain dan antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain. Data yang bersfat kuantitati tentang intensitas penyakit sangat
diperlukan untuk berbagai kepentingan, terutama untuk kepentingan pengelolaan/
pengendalian penyakit tanaman. Berat atau ringannya penyakit dapat
dieksperesikan dalam tiga cara yaitu intensitas penyakit (diseases severity) dan
kehilangan hasil (vield lost) dan insidensi penyakit (diseases insident)
(Sastrahidayat, 2011). Tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh penyakit
tanaman disebut intensitas penyakit. Berbeda pada hama tanaman gejala
kerusakan merupakan satu-satunya sarana yang dapat dipergunakan untuk
menentukan intensitas penyakit.

Besarnya atau intensitas penyakit tanaman menurut James dapat


dinyatakan dalam istilah keterjadian penyakit dan keparahan penyakit. Intensitas
penyakit dinyatakan dengan keterjadian penyakit apabila penyakitnya bersifat
sistemik atau adanya serangan patogen cepat atau lambat akan menyebabkan
kematian atau tidak berproduksi misalnya penyakit yang disebabkan oleh virus.
Penyakit-penyakit yang gejala dan akibatnya bervariasi, maka intensitas penyakit
dinyatakan dengan keparahan penyakit. Pengukuran keparahan penyakit biasanya
dilakukan pada penyakit bercak dan karat pada daun. Berat atau ringannya
penyakit dapat dieksperesikan dalam tiga cara yaitu intensitas penyakit (diseases
severity) dan kehilangan hasil (vield lost) dan insidensi penyakit (diseases
insident)

Keterjadian penyakit (KP) merupakan persentase jumlah tanaman yang


terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N). intensitas penyakit
dihitung dengan rumus keparahan penyakit apabila penyakitnya bersifat sistmik
atau adanya serangan patogen cepat atau lambat akan menyebabkan kematian atau
tidak berproduksi. Pada penyakit-penyakit yang tidak demikian, artinya bahwa
intensitas penyakit yang terjadi dan akibatnya bervariasi, tanaman tidak menglami
kematian, maka intensitas penyakitnya dinyatakan dalam istilah keparahan
penyakit, yaitu persentase luasnya jaringan tanaman yang terserang patogen dari
total luasan yang diamati.

Keparahan penyakit dapat dijelaskan dengan cara membagi kisaran dari


tak ada gejala penyakit sampai penuh gejala penyakit ke dalam skor-skor atau
kategori-kategori. Hal ini ditujukan supaya dalam proses pengamatan intensitas
penyakit berdasarkan tingkat keparahannya lebih mudah serta akurat menentukan
tingkat keparahan suatu penyakit. Jaringan diamati dengan cara mencocokan
termasuk kategori atau skor yang mana. Proses pencocokan tersebut harus
dilakukan secara hati-hati. Jika jumlah skor terlalu sedikit, maka kunci tersebut
tidak memiliki kemampuan diskriminatif; sebaliknya kalau jumlah skor terlalu
besar maka diperlukan banyak waktu untuk menentukan suatu jaringan masuk
skor yang mana. Oleh karena itu biasanya jumlah skor tidak lebih dari 10.

b. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui kejadian dan keparahan
penyakit blast pada tanaman padi Oryza sativa di lapangan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UJI KETAHANAN VARIETAS

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di
dunia, Di Indonesia pada saat ini tanaman padi menjadi perhatian utama, karena
merupakan bahan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat. Selain itu padi juga
berkaitan erat dengan kesejahteraan hidup petani. (Yusak, 2008)

Padi juga adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban.
Produksi padi di dunia menempati urutan ke tiga dari semua serealia setelah
jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama
bagi mayoritas penduduk dunia. Kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok
penduduk indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,23% per tahun (Arafah dan
Sirappa, 2003)

Salah satu kendala dalam memproduksi tanaman pangan khususnya pada


tanaman padi adalah hama dan penyakit. Senjang hasil yang disebabkan oleh
penyakit sebesar 12,6% dan hama 15,2%. Di Indonesia, potensi hasil varietas padi
yang dilepas berkisar antara 5-9 ton/ ha, sementara hasil padi nasional baru
mencapai ratarata 4,32 ton/ha (Widiarta dan Suharto, 2012).

Hama kepinding tanah merupakan salah satu hama yang cukup penting
dan menyebar pada pertanaman padi sawah Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan
Jawa. Hama ini menyerang pada fase vegetatif dan generatif menyebabkan
kerugian yang besar (Kalshoven, 1981). Tanaman yang terserang kepinding tanah
dapat mengakibatkan penurunan produksi karena apabila menyerang pada fase
anakan, akan menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertanaman terhambat
atau kerdil, sedangkan kalau kepinding tanah menyerang pada saat setelah fase
bunting, tanaman menghasilkan malai yang kerdil, tidak lengkap dan akan
menghasilkan gabah hampa. Dalam kondisi populasi tinggi tanaman yang di hisap
dapat mati (Nurjanah, 2010).

Kepinding tanah merupakan salah satu hama yang menyerang pada semua
tahapan pertumbuhan tanaman padi, dan mampu menyebabkan kerugian hasil
hingga 80% atau kerugian hasil lengkap selama infestasi berat, menurut data,
tingkat kerusakan yang terlihat tinggi ada di angka populasi 18,00 ekor serangga
per rumpun bisa menyebabkan hasil produksi padi menurun hampir sekitar 80%
tergantung jenis padi dan resistensi jenis padi terhadap hama tersebut. ( Annisa,
2018)

Di indonesia terdapat beberapa jenis hama Scotinophara sp. yang


menyerang tanaman padi sawah diantaranya Scotinophara coarctata, S.
lutiuscula, S. lurida dan S. vermiculata (Baehaki, 1992). S. coartata merupakan
hama yang menyerang dan menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman padi
sawah di Sulawesi Utara. Data penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi
hama kepinding tanah tertinggi ditemukan di wilayah Bolaang Mongondow,
kemudian diikuti Minahasa Selatan, dan Tenggara. Populasi hama kepinding
menjadi tinggi di Bolaang mongondow.

Kepinding tanah menyerang tanaman padi dengan menghisap cairan


batang, sehingga menyebabkan warna tanaman berubah menjadi coklat
kemerahan atau kuning. Serangan kepinding tanah pada fase anakan,
menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertumbuhan terhambat (kerdil).
Apabila serangan terjadi setelah fase bunting tanaman menghasilkan malai yang
kerdil, ekresi malai yang tidak lengkap dan gabah yang hampa. Pada populasi
yang tinggi dapat menyebabkan tanaman menjadi bewarna kuning atau merah
kecoklatan akhirnya layu dan mati yang disebut dengan terbakar (Syam, 2011).

Pada siang hari kepinding dewasa yang hitam coklat mengkilat


bergerombol di pangkal batang padi persis di batas genangan air. Pada malam hari
mereka naik batang padi dan menghisap cairan dari dalam jaringan tanaman.
Selama musim kemarau kepinding tanah menghabiskan waktunya dibelahan tanah
yang ditumbuhi rumput. Kepinding tanah dapat terbang ke pertanaman padi dan
berkembang biak dalam beberapa generasi (Syam, 2011)

Kepinding tanah memiliki panjang tubuh pada jantan 6,8-7,7 mm dengan


lebar di tulang belakang prehumeral 3.7-3,85 mm dan betina memiliki panjang
tubuh yang lebih panjang, yaitu 8.5-9.1 mm dengan lebar di tulang belakang
prehumeral 4,4-4.5 mm. Dan pada umumnya kepinding tanah memiliki ukuran
kepala 1,42 lebih luas daripada panjang tubuhnya. Kepinding tanah memiliki
warna kuning gelap cokelat pada tubuhnya dengan kepala hitam (Joshi et al.,
2007).

Telur S. coarctata berbentuk lonjong, berwarna merah jambu


kehijauhijauan dengan ukuran 1 mm. Telur diletakkan berkelompok pada pangkal
rumpun padi dengan jumlah 40– 60 butir/kelompok. Stadium telur 4-7 hari
(Deptan, 2007a). Nimfa S. coarctata berwarna coklat muda hingga coklat
kekuningan dengan masa nimfa terjadi selama 25-30 hari dengan 5 instar. Nimfa
berada pada pangkal tanaman pada siang hari dan aktif pada malam hari. Seperti
hal nya S. coarctata dewasa, nimfa juga aktif melakukan penghisapan pada
pangkal batang padi (Sebastian, 2006;Suharto, 2007).

Menurut Deptan (2013), S. coarctata dewasa akan bertelur 12-17 hari


setelah kopulasi, selanjutnya serangga betina akan menjaga kelompok telurnya.
Nimfa yang baru menetas berukuran sangat kecil. Nimfa aktif menghisap tanaman
dari pangkal batang padi yang terdekat. Imago kepinding tanah mulai ditemukan
pada pertanaman padi setelah berumur 3 mst, telur setelah 4 mst, nimfa dengan
kecil setelah 5 mst dan nimfa dengan besar setelah 6 mst (Ismawati, 2012).

Perkembangan populasi kepinding tanah di pertanaman padi berfluktuasi


dan populasinya masih tetap tinggi sampai menjelang panen. Kerapatan populasi
kepinding tanah umumnya meningkat setelah tanaman memasuki fase generatif
pada umur 9 mst. Serangan kepinding tanah yang terjadi setelah fase pengisian
bulir tanaman, akan mengakibatkan tanaman menghasilkan malai yang kerdil,
eksersi malai yang tidak lengkap, dan gabah hampa. Dalam kondisi populasi
kepinding tinggi, tanaman yang dihisap dapat mati atau mengalami bugburn,
seperti hopperburn oleh wereng coklat (Deptan, 2007a).

Kerusakan Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang


mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun berubah warna menjadi
coklat kemerahan atau kuning (Suharto, 2007). Buku (ruas) pada batang padi
merupakan tempat hisapan yang disukai S. coarctata karena menyimpan banyak
cairan (Deptan, 2007a).

Kerusakan yang ada pada serangan kepinding tanah menyerupai kerusakan


hama penggerek batang padi. Karena kesamaan dalam kerusakan, maka pada saat
ini para peneliti menduga bahwa data sebelumnya pada kerusakan tanaman padi
dan hasil penurunan beras dikaitkan dengan hama penggerek terutama di negara
populasi kepinding tanah tinggi (terutama di Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos,
dan beberapa negara lain) (Joshi et al., 2007).

B. KEJADIAN DAN KEPARAHAN PENYAKIT

Penyakit blas tidak hanya menjadi masalah di sentra pertanaman padi di


Indonesia, tetapi juga di negara-negara penghasil padi di dunia. Kerugian hasil
yang diakibatkan oleh penyakit blas beragam. Wang et al. (2014) melaporkan
penurunan hasil padi di Jepang akibat penyakit blas sekitar 60%, di Brasil pernah
mencapai 100%, di India 7,5%, di Korea 8%, Cina 14%, Filipina 67%, Vietnam
60%, Italia 24%, dan Iran 50%.

Epidemi penyakit blas di Indonesia yang semula terjadi pada tanaman padi
gogo, sejak awal tahun 1985 telah berstatus sebagai penyakit utama padi di lahan
sawah tadah hujan dan pada awal tahun 2000 berkembang di lahan irigasi. Sudir
et al. (2014) melaporkan penyakit blas sudah menyebar di hampir semua sentra
produksi padi di Indonesia. Beberapa areal persawahan beririgasi yang dilaporkan
terjangkit penyakit blas adalah Subang, Karawang, Indramayu, Garut, dan
Sukabumi di Jawa Barat; seluruh kabupaten penghasil padi pada lahan sawah
irigasi dan tadah hujan dataran rendah di Jawa Tengah; dan Lamongan, Jombang,
Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo serta Lumajang di Jawa Timur (Sudir et al.
2013, Yulianto et al. 2014a).

Mew et al. (1986) menyatakan intensitas penyakit blas yang terjadi di


lahan sawah tadah hujan berbeda antarmusim tanam dan antardaerah.
Agroekosistem lahan sawah tadah hujan yang miskin unsur hara dengan curah
hujan yang kurang menjadi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan patogen
blas. Keparahan penyakit blas yang berat hingga mengakibatkan tanaman puso
lebih sering terjadi pada lahan sawah tadah hujan.

Gejala penyakit blas yang spesifik banyak ditemukan pada pertanaman


padi di daerah endemis. Bagian-bagian tanaman padi yang rentan terhadap
penyakit blas adalah daun yang menimbulkan gejala bercak daun (leaf blast),
buku batang (node blast), leher malai (neck blast), bulir padi (spikelet blast), dan
kolar daun (collar rot). Gejala penyakit blas yang parah di bagian buku tanaman
padi dapat menyebabkan batang patah dan kematian pada bagian batang di atas
buku yang terinfeksi. Infeksi pada daun setelah fase anakan maksimum biasanya
hanya menyebabkan sedikit kehilangan hasil, namun infeksi pada awal
pertumbuhan sering menyebabkan tanaman puso, terutama jika ditanam varietas
rentan. Infeksi penyakit blas pada daun padi menyebabkan gejala bercak
berbentuk belah ketupat dengan dua ujungnya agak meruncing. Gejala awal
berupa bercak kecil berwarna hijau gelap keabu-abuan. Bercak cepat melebar
pada varietas rentan, khususnya bila cuaca lembap dan hangat (Yulianto dan
Subiharta 2009).

Pada stadia generatif, terutama pada saat pengisian biji, sering ditemukan
gejala penyakit blas pada leher malai. Malai padi yang terinfeksi parah oleh
patogen blas menimbulkan gejala busuk kering pada leher malai. Gejala penyakit
blas pada leher malai berwarna cokelat kehitaman (gosong) seperti terkena
letupan api (blast). Pada kondisi penularan yang parah, leher malai menjadi busuk,
kering, dan mudah patah, aliran fotosintesis ke bulir terhambat. Apabila malai
terinfeksi pada stadia masak susu maka bulir padi banyak yang hampa. Makin
tinggi intensitas penyakit, makin banyak leher malai yang patah dan jatuh,
sehingga makin banyak pengurangan hasil panen. Petani di berbagai daerah di
Jawa Tengah memberikan nama yang berbeda-beda terhadap gejala penyakit blas
leher malai. Di Kabupaten Sragen, Karanganyar dan Boyolali, penyakit blas leher
malai disebut “potong leher”, sementara di Kabupaten Pati, Rembang, Kudus, dan
Blora disebut “tekek”. Petani di Kabupaten Klaten menyebutnya “patah leher” dan
di Wonogiri “tekluk cengel” (Yulianto et al. 2014a).
Penyakit blas leher malai pada varietas rentan dapat mengakibatkan
kehilangan hasil sampai 100%. Pada kondisi lingkungan yang mendukung,
varietas padi yang terinfeksi parah dengan tingkat intensitas yang tinggi, baik oleh
penyakit blas daun maupun blas leher malai, dapat menyebabkan tanaman puso.
Penyakit blas disebabkan oleh infeksi jamur yang terdiri atas dua jenis, yaitu yang
mampu berkembang biak secara seksual dan aseksual (anamorf). Patogen blas
yang mampu berkembang biak secara seksual diidentifikasi sebagai Magnaporthe
oryzae Cav. yang semula diidentifikasi sebagai Magnaporthe gricea (T.T. Hebert)
M.E. Barr. Penyakit blas yang berkembang biak secara aseksual diidentifikasi
sebagai Pyricularia oryzae Cav. yang semula diidentifikasi sebagai Pyricularia
gricea (Cook) Sacc. Perkembangbiakan jamur secara seksual hanya ditemukan di
laboratorium, yaitu jika jamur penyebab penyakit blas tersebut (M. oryzae)
ditumbuhkan pada media buatan. Pada media buatan, jamur M. oryzae
membentuk ascospora. Jamur P. oryzae berkembang dan menyebar di alam
dengan membentuk spora berupa konidia (TeBeest et al. 2007).

Patogen blas yang menginfeksi tanaman dapat memproduksi spora konidia


pada setiap bercak pada daun maupun leher malai dan setiap bercak mampu
menghasilkan 2.000–6.000 konidia/hari. Pelepasan konidia berlangsung jika
kelembapan nisbi > 90%. Produksi konidia dapat berlangsung dalam kurun waktu
2 minggu (Sudir et al. 2014). Konidia jamur berbentuk lonjong yang meruncing
pada ujungnya. Konidia tersebut bening transparan, yang terdiri atas tiga sel.
Miselium (benang-benang jamur) juga bening transparan dan bersekat. Konidia
dilepaskan dari bercak pada daun maupun leher malai, dimulai pada dini hari
antara pukul 02.00 hingga 06.00, terutama dalam kondisi angin (TeBeest et al.
2007). Banyaknya spora yang tertempel pada daun bergantung pada kecepatan
angin dan posisi sudut daun. Makin besar sudut daun makin banyak spora yang
tertempel (Sudir et al. 2014).

Daur penyakit blas meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan
sporulasi. Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia bersepta tiga.
Konidia berpindah ke permukaan daun atau bagian lain dengan bantuan angin atau
percikan air hujan. Konidia menempel pada permukaan tanaman karena adanya
perekat atau getah yang dihasilkan. Pada kondisi yang optimum konidia
berkecambah dengan membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya
menjadi appresoria. Appresoria menembus kutikula daun dengan bantuan melanin
yang dihasilkan. Pada kondisi optimum penetrasi terjadi sekitar 6-10 jam (Nandy
et al. Dalam Sudir, 2014).

Penyebaran spora blas dapat terjadi melalui angin, benih, sisa gabah,
jerami tanaman sakit, sisa tanaman padi di lapangan, dan tanaman inang lainnya,
terutama dari golongan graminae/rerumputan. Pada daerah tropik, sumber
inokulum selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di udara dan tanaman
inang selain padi. Patogen blas selain menginfeksi tanaman padi juga dapat
merusak serealia lain seperti gandum, sorgum, dan lebih dari 40 spesies graminae
(Santoso dan Nasution 2008).

Penyakit blas pada tanaman padi dapat dikendalikan menggunakan


beberapa teknik pengendalian, masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Agar pengendalian penyakit blas efektif dalam jangka waktu yang panjang perlu
dilakukan perpaduan teknik-teknik pengendalian yang cocok (compatible).
Beberapa cara pengendalian yang dapat dipadukan adalah teknik budi daya
tanaman, penanaman varietas tahan, dan penggunaan fungisida.

Dalam pengendalian penyakit blas secara terpadu dapat diterapkan


beberapa komponen teknik budi daya yang meliputi pergiliran tanaman,
pemupukan berimbang, pengelolaan air irigasi, dan penanaman benih bebas
patogen blas. Beberapa komponen teknik budi daya tersebut dikelola secara
bijaksana agar tidak bertentangan satu sama lain. Pergiliran tanaman menjadi
teknik pengendalian yang efektif jika dilakukan di daerah endemis penyakit blas.
Pergiliran tanaman dengan tanaman nonpadi (misal palawija) dapat memutus
siklus hidup jamur penyebab penyakit blas. Spora konidia jamur Pyricularia
oryzae yang diproduksi dari sisa-sisa tanaman yang terinfeksi atau dari patogen
terbawa biji yang tercecer di tanah tidak menemukan tanaman padi sebagai
inangnya.

Pupuk nitrogen (N) dan kalium (K) diberikan dengan takaran sesuai
kebutuhan tanaman. Pemupukan N berkorelasi positif dengan keparahan penyakit
blas. Apabila takaran N melebihi kebutuhan maka tanaman padi menjadi lebih
rentan terhadap jamur penyebab penyakit blas. Akibatnya, keparahan penyakit
meningkat. Pada umumnya pengaruh N terhadap sel epidermis adalah
meningkatkan permeabilitas air dan menurunnya kadar silika, sehingga jamur
mudah melakukan penetrasi. Namun pada varietas tahan, pupuk N tidak banyak
berpengaruh. Sebaliknya, pemberian pupuk K akan meningkatkan ketahanan
tanaman, karena K memacu pembentukan senyawa phenol yang bersifat racun
bagi patogen dan berperan mencegah infeksi penyakit blas. Di samping itu, unsur
K berperan penting sebagai pengatur dan katalisator dalam berbagai proses
metabolisme tanaman, seperti sintesis gula, translokasi karbohidrat, reduksi nitrat,
dan sintesis protein. K merupakan unsur penting dalam pembentukan selulose dan
lignin yang merupakan komponen dinding sel yang menentukan ketebalan
dinding sel sehingga menghambat penetrasi patogen ke dalam jaringan tanaman.
Penyakit tanaman padi umumnya berkembang cepat pada kondisi tanah yang
kahat K (Yuliani dan Maryana 2014).
BAB III. BAHAN DAN METODA

A. UJI KETAHANAN VARIETAS


a) Waktu dan Tempat

Pratikum ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit dilaksanakan di


kampung masing masing mahasiswa tepatnya di jorong Ampera, nagari Balai
Tangah, kabupaten tanah datar sumatera barat pada setiap hari senin pukul 11.10
WIB sampai selesai

b) Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum ini adalah gelas mineral bening, paku,
lili, korek api, timbangan , kotak plastic kecil.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah 2 jenis benih varietas kuruik


kusuik dan IR 42, sebanyak 100 gram , air, dan 20 ekor imago hama kepinding
tanah

c) Cara Kerja

Cara kerja dari pratikum ini yaitu ditimbang 100 gram benih varietas
kuruik kusuik dan IR 42, dimasukan kedalam kotak plastic dan di rendam selama
24 jam , cara perendamannya yaitu bagian yang terendam separuh tergenang air
dan separoh lagi tidak. Kemudian dikering anginkan selama 1 jam , dan diamati
selama 14 hari dan tetap di beri air agar tergenang. Setelah 14 hari di investasikan
20 ekor imago kepinding tanah kedalam gelas mineral yang berisi 3 butir padi
yang telah berumur 14 hari.

B. KEJADIAN DAN KEPARAHAN PENYAKIT

a. Waktu dan Tempat

Adapun Praktikum Pengantar Ketahanan Terhadap Hama dan Penyakit ini


dilaksanakan secara mandiri di daerah masing masing yaitu di Nagari Balai
Tangah, Kabupaten Tanah Datar. Dan dilaksanakan setiap hari senin, 12 April
2021 – 26 April 2021 pada pukul 11.10 sampai selesai.
b. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu, alat tulis, handphone untuk
dokumentasi, padi dengan dua varietas yaitu Kuriak Kusuik dan Anak Daro yang
memiliki gejala blas.

c. Cara Kerja

Langkah pertama adalah dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
diperlukan. Lalu tentukan 2 lahan atau dua verietas padj yang berbeda. Tentukan
penyakit yang akan diamati, disini digunakan penyakit Blas sebagai penyakit yang
akan diamati. Pengamatan dilakukan sebanyak 5 kali dengan sistem pengamatan 2
hari sekali. Yang diamati adalah kejadian dan keparahan penyakit. Lalu diambil
dokumentasi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. UJI KETAHANAN VARIETAS
a. Mortalitas Hama terhadap Varietas Padi
Varietas Mortalitas
IR 42 4
IR 42 4
IR 42 3
IR 42 4
IR 42 3
IR 42 3
IR 42 3
IR 42 3
Kuruik Kusuik 3
Kuruik Kusuik 4
Kuruik Kusuik 4
Kuruik Kusuik 5
Kuruik Kusuik 5
Kuruik Kusuik 4
Kuruik Kusuik 5
Kuruik Kusuik 4

Tabel ANOVA Mortalitas

Source DF SS MS F P
VARIETAS 1 3.06250 3.06250 7.98 0.0135
Error 14 5.37500 0.38393
Total 15 8.43750
Berdasarkan table anova dapat dilihat bahwa nilai p adalah 0,0135 yang
mana kecil dari 0,05 menyatakan bahwa tedapat perbedaan yang nyata pada
mortalitas hama kepinding tanah antara varietas padi IR 42 dan Varietas Kuruik
Kusuik. Maka diperlukan uji lanjut LSD

LSD All-Pairwise Comparisons Test of MORTALITA by VARIETAS

VARIETAS Mean Homogeneous Groups


Kkusuik 4.2500 A
IR 42 3.3750 B
Varietas IR 42 dan Vaarietas Kurui Kusuik berada pada grup yang berbeda
yang menyatakan terdapat perbedaan yang nyata. Rata rata mortalitas hama
kepinding tanah yang didapatkan pada varietas kuruik kusuik adalah 4.2500 dan
rata rata mortalitas pada varietas IR 42 adalah 3.3750. berdasarkan data tanman
padi dengan varietas kuruik kusuik lebih rentan terhadap hama kepinding tanah
daripada varietas IR 42.

b. Tinggi Tanaman
Varietas Tinggi (cm)
IR 42 22
IR 42 24
IR 42 11
IR 42 12
IR 42 13
IR 42 10
IR 42 14
IR 42 13
Kuruik Kusuik 20
Kuruik Kusuik 17
Kuruik Kusuik 13
Kuruik Kusuik 12
Kuruik Kusuik 14
Kuruik Kusuik 12
Kuruik Kusuik 15
Kuruik Kusuik 11

Tabel ANOVA Tinggi

Source DF SS MS F P
VARIETAS 1 1.563 1.5625 0.09 0.7728
Error 14 252.375 18.0268
Total 15 253.937

Berdasarkan table anova dapat dilihat bahwa nilai p adalah 0,7728 yang
mana besar dari 0,05 menyatakan bahwa tidak tedapat perbedaan yang nyata pada
tinggi tanaman padi antara varietas padi IR 42 dan Varietas Kuruik Kusuik. Maka
diperlukan uji lanjut LSD untuk dapat mengetahui rata rata masing masing.

LSD All-Pairwise Comparisons Test of TINGGI by VARIETAS


VARIETAS Mean Homogeneous Groups
IR 42 14.875 A
Kkusuik 14.250 A
Varietas IR 42 dan Vaarietas Kuruik Kusuik berada pada grup yang sama
yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Rata rata tinggi tanaman
padi varietas kuruik kusuik adalah 14,250 dan rata rata tinggi tanaman padi pada
varietas IR 42 adalah 14,875. Berdasarkan data tinggi tanaman padi varietas
kuruik kusuik dan tinggi tanaman padi varietas IR 42 setelah di serang hama
kepinding tanah hampir sama.

c. Skoring
Tabel skoring kerusakan

Skor Gejala
0 Tidak ada kerusakan
1 Kerusakan sangat sedikit pada ujung daun
3 Kebanyakan daun pertama dan daun kedua coklat kehitaman sebagian
5 Sebagian tanaman kecoklatan, kerdil dan layu 10-25%
7 Tanaman layu dan sangat kerdil
9 Tanaman mati

Varietas Nilai
IR 42 5
Kuruik Kusuik 5
Berdasarkan gejala yang diamati pada tanaman padi varietas kuruik kusuik
dan varietas IR 42 skoring kerusakan adalah 5 yaitu kedua varietas agak tahan
terhadap serangan hama kepinding tanah.

d. Gejala
gejala yang dapat diamati pada tanaman padi yang terserang hama kepinding
tanah adalah daun menjadi berwarna coklat kehitaman dan seperti terbakar.
Terdapat tanaman yang layu dan pertumbuhan tanman menjadi terganggu
sehingga tanman menjadi kerdil.

B. KEJADIAN DAN KEPARAHAN PENYAKIT

a. Pengamatan Mingguan
Keterangan:

U1-U5 merupakan padi varietas Kuriak Kusuik

U6-U10 merupakan padi varietas Cisokan (Anak Daro)

Pengamatan 1

Skala Jumlah daun yang terserang


Kerusakan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
0 50 41 44 39 36 40 36 37 37 41
1 10 15 19 11 8 15 8 16 10 14
2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
Total Daun 60 56 63 50 46 55 44 53 47 55
Pengamatan 2

Jumlah daun yang terserang


Skala Kerusakan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
0 47 47 48 61 53 44 57 66 45 54
1 10 8 6 2 11 10 7 9 5 6
2 3 2 0 0 6 0 0 0 1 0
3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Daun 60 57 54 63 72 54 64 75 51 60
Pengamatan 3

Jumlah daun yang terserang


Skala Kerusakan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
0 45 39 50 55 49 38 55 55 39 56
1 11 10 4 5 6 8 5 12 8 4
2 6 7 0 2 9 3 2 5 2 0
3 2 3 0 0 4 5 0 3 1 0
4 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0
Total Daun 65 60 54 62 70 54 62 75 50 60
Pengamatan 4

Jumlah daun yang terserang


Skala Kerusakan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
0 33 35 36 50 33 26 47 55 38 52
1 15 10 9 7 14 12 8 12 8 6
2 9 7 7 5 12 6 5 5 3 2
3 5 6 2 0 6 8 2 3 1 0
4 3 2 0 0 5 2 0 0 0 0
Total Daun 65 60 54 62 70 54 62 75 50 60
Pengamatan 5

Jumlah daun yang terserang


Skala Kerusakan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
0 17 18 20 35 17 10 31 43 22 32
1 12 14 10 9 12 15 13 8 11 9
2 15 12 13 10 17 11 9 10 7 7
3 13 9 7 5 13 12 6 8 6 7
4 8 7 4 3 11 6 3 6 4 5
Total Daun 65 60 54 62 70 54 62 75 50 60

b. Kejadian Penyakit

Tabel Kejadian Penyakit Varietas Kuriak Kusuik

Pengamatan ke- Kejadian Penyakit


1 100%
2 100%
3 100%
4 100%
5 100%
Tabel Kejadian Penyakit Varietas Anak Daro

Pengamatan ke- Kejadian Penyakit


1 100%
2 100%
3 100%
4 100%
5 100%
c. Keparahan Penyakit

Tabel. Keparahan Penyakit 1

Ulangan U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
IP 3,33 5,35 6,03 4,4 5,21 5,45 3,64 6,04 4,25 5,09
% % % % % % % % % %
Rata-
4,86% 4.04%
rata

Tabel Keparahan Penyakit 2

Ulanga U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
n
IP 6,67 5,26 2,78 0,79 10,07 4,63 2,73 3 3,43 2,5
% % % % % % % % % %
Rata-
5,21% 3,30%
rata
Tabel Keparahan Penyakit 3

Ulanga U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
n
IP 12,7 15,42 1,85 3,63 12,5 13,43 3,63 10,3 7,5 1,67
% % % % % % % % % %
Rata-
8,95% 7,30%
rata
Tabel. Keparahan Penyakit 4

Ulanga U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
n
IP 23,08 20,8 13,4 6,85 27,14 25,9 9,68 10,3 8,5 4,17
% % % % % % % % % %
Rata-
18,25% 12,13%
rata

Tabel Keparahan Penyakit 5


Ulangan U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10
IP 43,46% 38,75 33,8% 22,58 46,07 44,9% 24,6% 25,3% 29,5% 26,67%
% % %
Rata-
35,93% 31,19%
rata

Dari hasil kejadian dan keparahan penyaki blas pada tanaman padi kedua
varietas ini sama sama terserang penyakit blas yang di sebabkan oleh jamur
Pyricularia oryzae. Namun demikian di lihat dari hasil pengamatan keparahan
penyakit padi dengan varietas Anak Daro lebih tahan terhadap serangan penyakit
blas dengan keparahan di akhir di dapat data 31,19% lebih rendah 4 % dari
varietas Kuriak Kusuik.

Jamur Pyricularia grisea (Cooke) termasuk dalam kelompok Ascomycetes.


Secara morfologi jamur ini mempunyai konidia berbentuk bulat lonjong, tembus
cahaya dan bersekat dua atau mempunyai tiga ruangan (Ou 1985). Penyakit blas
umumnya menyerang tanaman padi pada bagian daun dan leher malai. Penyakit
blas yang menyerang daun disebut sebagai blas daun dan yang menyerang leher
malai disebut blas leher (Santoso et al. 2007).

. Perkembangan penyakit blas menurut (Ou 1985) adalah sebagai berikut,


bentuk khas dari bercak blas adalah elips dengan ujungnya agak runcing seperti
belah ketupat. Bercak yang telah berkembang, bagian tepi berwarna coklat dan
bagian tengah berwarna putih keabu-abuan. Bentuk dan warna bercak bervariasi
tergantung pada keadaan sekitarnya, kerentanan varietas, dan umur bercak.
Bercak bermula kecil berwarna hijau gelap, abu-abu sedikit kebiru-biruan. Bercak
ini terus membesar pada varietas yang peka, khususnya bila dalam keadaan
lembab. Bercak yang telah berkembang penuh mencapai 1-1,5 cm dan lebar 0,3-
0,5 cm dengan tepi berwarna coklat. Bercak pada daun varietas peka tidak
membentuk tepi yang jelas, lebih-lebih dalam keadaan lembab dan ternaungi.
Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat (halo area). Bercak tidak akan
berkembang dan tetap seperti titik kecil pada varietas yang tahan. Bercak akan
berkembang sampai beberapa milimeter berbentuk bulat atau elips dengan tepi
warna coklat pada varietas dengan reaksi sedang. Infeksi pada leher malai
menyebabkan pangkal malai menjadi busuk berwarna coklat keabu-abuan
mengakibatkan malai patah dan gabah hampa. Faktor kelembanan sangat penting
untuk timbulnya gejala blas, baik pada daun maupun pada leher malai (Santoso
dan Anggiani 2008).

Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae Cav.


[sinonim Magnaporthe oryzae (Hebert) Barr] merupakan salah satu penyakit
penting pada tanaman padi di seluruh dunia (Wang et al., 2014). Di Indonesia,
penyakit blas sudah menyebar di hampir semua sentra produksi padi (Sudir dkk.,
2014). Walaupun awalnya lebih dominan pada padi huma, namun saat ini,
penyakit blas juga mulai menyerang tanaman padi di dataran rendah dan beririgasi
di seluruh Indonesia. Beberapa areal persawahan beririgasi yang dilaporkan
terserang penyakit blas adalah Subang, Karawang dan Indramayu di Jawa Barat;
Pemalang, Pekalongan, Batang. Demak dan Jepara (Jawa Tengah), dan
Lamongan, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang (Jawa
Timur) (Sudir et al., 2013). Bukan hanya di Pulai Jawa, penyakit blas juga
menyerang padi di Lampung, Sumetara Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan, serta di Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Selatan (Amir dkk., 2003).

Hampir setiap negara penghasil padi sudah memiliki data tentang taksiran
kehilangan hasil padi oleh penyakit blas. Menurut kompilasi Wang et al. (2014)
kerugian hasil padi di Jepang berkisar antara 20-100%; di Brasil mencapai 100%,
di India antara 5-10%; Korea 8%, China 14% dan Filipina 50-85%. Sementara
kehilangan hasil padi oleh blas di Vietnam berkisar 38-83%; di Itali antara 22-
26%, dan di Iran antara 20-80%. Data demikian bermanfaat untuk berbagai
keperluan, antara lain dalam pengambilan kebijakan pengendalian, dasar dari
perlunya penelitian, prediksi produksi padi nasional, perlu tidaknya impor, dan
lain-lain (Suganda, 2016).

Laporan tentang penyakit blas di Indonesia masih tentang luasan areal


yang terserang dan taksiran intensitas serangan. Belum ada penelitian tentang
taksiran kehilangan hasil padi akibat serangan penyakit blas berdasarkan
penelitian yang dirancang khusus untuk membuat taksiran kehilangan hasil.
Padahal data kehilangan hasil sangat penting untuk diketahui, mengingat data
tersebut berguna bagi banyak pihak terkait (Suganda, 2016; Tsai, 1973).
Contohnya, bagi Pemerintah, data kehilangan hasil akan berguna untuk
pengambilan kebijakan dalam pengalokasian dana, baik dana penelitian maupun
dana pencegahan dan penanggulangan; untuk prediksi produksi padi nasional,
serta untuk prioritisasi kebijakan perlindungan tanaman. Sementara untuk para
peneliti, data taksiran kehilangan hasil akan menjadi semacam motivasi dalam
menetapkan prioritas penelitian (terutama dalam kaitannya untuk meyakinkan
sponsor penyandang penelitian) dan sebagai rujukan bagi dunia ilmiah tentang
penyakit blas di Indonesia. Data taksiran kehilangan hasil juga berguna untuk
petani dalam melakukan justifikasi tindakan pengendalian, pengalokasian
sumberdaya penegendalian, dan acuan harapan besarnya pendapatan dari hasil
panen dengan memperhitungkan resiko dari ada atau tidaknya penyakit blas.

Perkembangan penyakit blas dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk


iklim makro dan mikro (musim, kelembaban dan suhu), lingkungan, kesuburan
tanah, dan ketahanan varietas (Santoso dan Nasution 2008). Pengendalian
penyakit blas yang dianjurkan merupakan pengendalian secara terpadu dengan
memadukan berbagai cara yang dapat menekan perkembangan penyakit seperti
teknik budi daya, penanaman varietas tahan, dan pengendalian secara kimiawi.
BAB V. PENUTUP

A. UJI KETAHANAN VARIETAS


a. Kesimpulan

Pada uji varietas ketahanan terhadap hama kepinding tanah padi dengan
varietas Kuriak Kusuik dan IR-42 memiliki sifat yang agak tahan karena skor dari
pengamatan yaitu 5 dengan gejala Sebagian tanaman kecoklatan, kerdil dan layu
10-25%, sehingga di kategorikan agak tahan.

b. Saran

saran yang dapat diberikan kepada praktikan yaitu lebih teliti lagi saat
dilakukannya pengamatan terhadap tanaman padi dan kepinding tanah agar
mendapat hasil sesuai dengan yang di inginkan

B. KEJADIAN DAN KEPARAHAN PENYAKIT


a. Kesimpulan

Dari pengamatan yang sudah di lakukan dapat di tarik kesimpulan bahwa


padi varietas Anak Daro lebih tahan terhadap serangan penyakit blas di banding
padi Varietas Kuriak Kusuik.

b. Saran
saran yang dapat diberikan kepada praktikan yaitu lebih teliti lagi saat
dilakukannya pengamatan terhadap tanaman padi di lapangan agar mendapat hasil
sesuai dengan yang di inginkan

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M, Santoso, A Nasution, dan B Kusdianto. 2003. Pemetaan Pyricularia


grisea di Daerah Endemik Blas di Sentra Produksi Padi Sawah dan Padi
Gogo. Laporan Akhir Tahun Balitpa, Balitbangtan, Departemen Pertanian..

Arafah dan M.P. Sirappa. 2013. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K
pada lahan sawah irigasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 4 (1):15-24.

Baehaki, S.E. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam
Perspektif Praktek Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices).
Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1) : 65-78.

Mew, T.W., A.K.M. Shahjahan, and V. Mariappan. 1986. Diseases and disease
management of rainfed lowland rice. Pages 339-348 in Progress in rainfed
lowland rice. International Rice Research Institute, P.O. Box 933, Manila,
Philippines.

Nandy, S., N. Manda, P.K. Bhowmik, M.A. Khan, and S.K. Basu. 2010.
Sustainable management of rice blast (Magnaporthe grisea (Habbert) Bar.):
50 years of research progress in moleculer biology. In Arya and A.E. Parello
(Eds.) Management of fungal plant pathogens. CAB International. p. 92–
106.
Ou, SH. 1985. Rice Diseases (2nd ed.). Com. Mycological Inst. Kew, England.
380 p

Santoso dan A. Nasution. 2008. Pengendalian penyakit blas dan penyakit


cendawan lainnya. Buku Padi 2. Hlm. 531- 563. Dalam: Darajat A.A., A.
Setyono, A.K. Makarim, dan A. Hasanuddin (Ed.). Padi Inovasi Teknologi.
Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Sudir, A. Nasution, Santoso, dan B. Nuryanto. 2014. Penyakit Blas Pyricularia


grisea pada Tanaman Padi dan Strategi Pengendaliannya. IPTEK Tanaman
Pangan 9 (2): 85– 96.

Sudir, D. Yuliani, A. Nasution, dan B. Nuryanto. 2013. Pemantauan penyakit


utama padi sebagai dasar skrining ketahanan varietas dan rekomendasi
pengendalian di beberapa daerah sentra produksi padi di Jawa. Laporan
Hasil Penelitian 2013. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
33p

Suganda, T. 2016. Pentingnya penelitian tentang penaksiran kehilangan hasil


akibat organisme pengganggu tanaman. [Abstract]. Seminar Plant Protection Day
dan Seminar Nasional II, 20 Oktober 2016. Universitas Padjadjaran

TeBeest, D.O., C. Guerber, and M. Ditmore. 2007. Rice blast. The Plant Health
Instructor. DOI. 10.1094/PH 11-2007- 0313-07 APSnet.
http://www.apsnet.org/edcenter/ intropp/lessons/fungi/ascomycetes/Pages/
RiceBlast.aspx Cited on 27 August 2016.

Wang, X., S. Lee, J. Wang, J. Ma, T. Bianco, and Y. Jia. 2014. Current advances
on genetic resistance to rice blast disease. Chapter 7 in Rice-Germplasm,
Genetics and Improvement (W. Yan and J. Bao. Eds.). http://
www.intechopen.com/books/rice-germplasmgenetics-and-
improvement/current-advances-ongenetic-resistance-to-rice-blast-disease
Diunduh: 22 Desember 2016.

Widiarta, I. N. dan Suharto, H. 2012. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman


Padi Secara Terpadu. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/
index.php/in/berita/info-aktual/512-pengendalianhpt. Diakses tanggal
15/10/2012.

Yuliani, D. dan Y.E. Maryana. 2014. Integrasi teknologi pengendalian penyakit


blas pada tanaman padi di lahan sub-optimal. Prosiding Seminar Nasional
Lahan Sub Optimal. Palembang 22-27 September 2014. p.835–845.

Yulianto dan Subiharta. 2009. Ketahanan padi varietas unggul baru terhadap
penyakit blas (Magnaporthe gricea (T.T. Hebert) M.E. Barr) di lahan sawah
tadah hujan Kabupaten Pemalang. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional.
BBP2TP dan UPN.

Yusak, 2008, Peningkatan Produksi Pangan Dengan Teknik Penamaan Padi


Sistem Strain Biso Tagowo institut pertanian Bogor. Diakses tgl 19 mei
2015.
\

LAMPIRAN

a. Tabel Annova

Tabel ANOVA Mortalitas

Source DF SS MS F P
VARIETAS 1 3.06250 3.06250 7.98 0.0135
Error 14 5.37500 0.38393
Total 15 8.43750

Tabel ANOVA Tinggi

Source DF SS MS F P
VARIETAS 1 1.563 1.5625 0.09 0.7728
Error 14 252.375 18.0268
Total 15 253.937

b. Dokumentasi Uji Ketahanan Varietas

N DOKUMENTASI Keterangan
O
1 Perendaman benih Sampai
Berkecambah

2 Benih Biji padi Varietas IR-42


lebih dahulu berkecambah

3 Benih yang sudah


berkecambah di pindahkan ke
botol

4 Padi yang sudah di tambahkan


kepinding tanah untuk
mengamati ketahanan tanaman
padi

c. Dokumentasi Kejadian dan Keparahan Penyakit

N DOKUMENTASI Keterangan
O
1 Pengamatan tanaman padi
yang terserang penuyakit blas
Varietas Kuriak Kusuik

2 Mengukur Keparahan
penyakit blas pada padi
varietas Kuriak Kusuik

3 Mengukur Keparahan
penyakit blas pada padi
varietas Cisokan
4 Pengamatan tanaman padi
yang terserang penuyakit blas
Varietas Cisokan

Anda mungkin juga menyukai