Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sudana, M.S.
Oleh:
Ni Luh Utami (1906541036)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa
berkat-Nya penulis tidak dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktu yang ditentukan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada dosen pengajar mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tumbuhan, Prof. Dr.
Ir. I Nyoman Sudana, M.S. yang membimbing penulis dalam pengerjaan laporan
praktikum ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis secara pribadi maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan. Penulis berharap hadirnya makalah ini dapat
menambah wawasan baru bagi pembaca.

Denpasar, 02 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Epidemiologi Penyakit......................................................................3
2.2 Faktor-faktor Penyebaran Patogen......................................................................4
2.3 Siklus Infeksi......................................................................................................5
2.4 Mekanisme Penyebaran Patogen........................................................................6
2.5 Mekanisme Ketahanan Tanaman........................................................................9
2.6 Peran Epidemiologi terhadap Pengendalian Penyakit.......................................16
BAB III............................................................................................................................19
KESIMPULAN................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................19
3.2 Saran.......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan studi kuantitatif tentang
perkembangan penyakit dalam ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai
akibat adanya interaksi antara populasi inang patogen yang dipengaruhi oleh
faktor fisik, biotik dan manusia (Oka, 1992; Suniti, 2016). Apabila pathogen
dapat menyerang suatu pertanaman hingga tersebar dan menyerang banyak
tanaman dalam populasi suatu areal yang luas dalam waktu singkat maka
keadaan tersebut dinamakan epidemi. Dalam proses ini dapat diketahui bahwa
epidemi hanya akan terjadi apabila terjadi interaksi antara pathogen yang virulen
terhadap iang yang rentan serta adanya lingkunganyang menguntungkan bagi
perkembangan pathogen pada jangka waktu tertentu.
Epidemi penyakit tumbuhan berkembang dalam skala ruang dan waktu yang
dinamis. Pemahaman yang kompleks dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam
skala ruang dan waktu tersebut akan menjadi dasar pendugaan terhadap terjadinya
epidemi penyakit dalam mendukung keberhasilan pengelolaan penyakit
(Milgroom & Peever, 2003; Bande et al, 2015). Perkembangan penyakit bersifat
spesifik untuk tiap-tiap penyakit tanaman yang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya sehingga dapat berubah apabila lingkungan sekitar
populasi tanaman berubah. Dengan demikian, penting diketahui faktor-faktor
penyebaran penyakit tanaman, mekanisme penyebaran penyakit, serta ketahanan
tanaman terhadap infeksi pathogen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
diantaranya:
1.2.1 Apa pengertian epidemiologi penyakit tumbuhan?
1.2.2 Apa saja factor-faktor penyebaran pathogen?
1.2.3 Apa itu siklus infeksi?
1.2.4 Bagaimana mekanisme penyebaran pathogen?

3
1.2.5 Apa saja mekanisme ketahanan tanaman terhadap infeksi pathogen?
1.2.6 Bagaimana peran epidemiologi terhadap pengendalian penyakit?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu:
1.3.1 Mengetahui pengertian epidemiologi penyakit tumbuhan.
1.3.2 Mengetahui factor-faktor penyebaran pathogen.
1.3.3 Mengetahui pengertian siklus infeksi.
1.3.4 Mengetahui mekanisme penyebaran pathogen.
1.3.5 Mengetahui jenis-jenis mekanisme ketahanan tanaman terhadap infeksi
pathogen.
1.3.6 Mengetahui peran epidemiologi terhadap pengendalian penyakit.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epidemiologi Penyakit


Ilmu yang mempelajari tentang tanaman sakit disebut dengan Fitopatologi yang
mencakup berbagai bidang seperti penyebab penyakit, bioekologi, gejala
penyakit, daerah pemencaran pathogen, serta factor-faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan penyakit dan tanaman inang (Nirwanto, 2007).
Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu Fitopatologi yang mempelajari
hubungan timbal balik dari beberapa aspek pokok seperti pathogen, inang, dan
lingkungan yang kemudian dikenal sebagai segitiga penyakit (Kerr, 1980;
Budiman, 2013). Istilah epidemi berasal dari Bahasa Yunani, diaman epi artinya
yang mengenai atau merusak dan demos yang artinya masyarakat atau orang
banyak.
Perkembangan dalam bidang epidemiologi telah memunculkan berbagai analisis
dalam model perkembangan penyakit sesuai dengan perubahan kondisi inang,
patogen, dan lingkungan. Epidemi penyakit tumbuhan berkembang dalam skala
ruang dan waktu yang dinamis, sehingga pemahaman yang kompleks dari faktor-
faktor yang berpengaruh dalam skala ruang dan waktu tersebut akan menjadi
dasar pendugaan terhadap terjadinya epidemi penyakit dalam mendukung
keberhasilan pengelolaan penyakit (Milgroom & Peever, 2003; Bande et al,
2015).
Lahirnya usaha untuk pengendalian penyakit tanaman dimulai dengan adanya
serangan epidemic penyakit tumbuhan yang mengakibatkan kelaparan, kerugian
ekonomi, ekologi, serta pertanian itu sendiri. Pada tahun 1845-1846 terjadi
wabah penyakit hawar daun kentang yang disebabkan oleh jamu Phytoptora

5
infestans pada tanaman kentang di negara Irlandia yang kemudian menyebar ke
pertanmaan kentang di negara Inggris dengan kecepatan 80 km/jam yang
mengikuti aliran angin. Hal tersebut menyebabkan rusaknya tanaman kentang
yang menjadi makanan pokok bagi negara tersebut, hingga 6 juta orang
meninggal dunia akibat kelaparan dan 10 juta orang melakukan emigrasi secara
besar-besaran ke wilayah Amerika. Kasus lain juga pernah terjadi di Zaire pada
tahun 1970-1975, dimana penyakit hawar singkong yang disebabkan oleh
Xanthomonas compestris pv manihotis menyebabkan terjadinya kelaparan,
Penyakit bercak coklat padi yang disebabkan oleh Helminthosporium oryzae yang
menyebabkan kelaparan di India tahun 1942-1943 yang mengakibatkan sekitar 2
juta penduduk mati kelaparan (Nurhayati, 2011).

2.2 Faktor-faktor Penyebaran Patogen


Perubahan epidemiologi penyakit tanaman dipengaruhi oleh beberapa komponen,
yaitu tanaman, pathogen, lingkungan, manusia, dan waktu yang dapat
digambarkan dalam bentuk piramida penyakit.
1) Tanaman, yang merupakan inang dari suatu pathogen. Perubahan
epidemiologi sangat bergantung pada jenis dan ketahanan tanaman. Apabila
tanaman memiliki sistem ketahanan yang lemah, maka intensitas serangan dan
penyebaran penyakit dapat dengan mudah terjadi.
2) Pathogen, merupakan mikroorganisme yang menyebabkan timbulnya penyakit
pada tanaman. Pathogen tersebut dapat berupa fungi, bakteri, virus, dan
lainnya. Tanpa inang dan dalam kondisi yang tepat, pathogen tidak dapat
menyebabkan kerusakan apapun. Beberapa pathogen memiliki sefat spesifik
yang hanya menyerang satu atau beberapa jenis tanaman.
3) Lingkungan, mengacu pada ekosistem yang terhubung baik itu faktor biotik
maupun abiotic. Faktor biotik merupakan factor yang berasal dari mahluk
hidup, misalnya dalam kasus ini adanya pengendali alami (natural control)
oleh jasad antagonis yang dapat mempengaruhi penurunan epidemi.
Sementara factor abiotic berasal dari komponen atau benda mati seperti iklim
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu penyakit. Misalnya

6
angina dengan suhu dan kelembaban yang sesuai dapat menyebabkan
persebaran spora yang lebih tinggi dan meluas.
4) Manusia, merupakan salah satu komponen yang sangat mempengaruhi
terjadinya dan tingkat penyebaran penyakit yang berperan sebagai motor
penggerak. Hal ini dikarenakan manusia yang berperan dalam mengelola
lingkungan melalui praktikpraktik budidaya tanaman yang dapat
mempengaruhi siklus hidup pathogen, jenis tanaman budidaya, serta berbagai
manipulasi lingkungan seperti irigasi, rumah kaca, dan hidroponik yang tanpa
disadari dapat mempengaruhi terjadinya epidemic penyakit tertentu.
5) Waktu, berhubungan dengan durasi antara tanaman, pathogen, dan lingkungan
yang selaras. Semakin sedikit atau pendek suatu varietas tanaman berinteraksi
dengan lingkungan, makin pendek pula waktu bagi tanaman kemungkinan
terkena infeksi yang menyebabkan terjadinya epidemic.

2.3 Siklus Infeksi

Siklus infeksi atau rantai infeksi merupakan rangkaian infeksi yang tidak pernah
berakhir mulai dari infeksi, kolonisasi, sporulasi, penyebaran, dan kembali terjadi
infeksi, begitupun seterusnya. Dari proses terbentuknya konidia yang terdahulu
sampai dengan tumbuhnya konidia yang belakangan ini disebut satu siklus infeksi.
Siklus infeksi tidak hanya berjalan satu kali saja tetapi berkali-kali sehingga patogen
tersebut menyebar dan berkembang sampai meliputi areal pertanaman yang makin
luas. Siklus infeksi yang berulang-ulang disebut rantai infeksi yang tidak habis-
habisnya, misalnya pada jamur terjadi dispersi-infeksi-kolonisasi-sporulasi-dispersi

7
dan seterusnya (Suniti, 2016). Siklus infeksi ini dibagi menjadi 2, yaitu monosiklik
dan polisiklik. Epidemi monosiklik terjadi pada rentang waktu satu siklus infeksi
tunggal dalam satu musim tanam. Pada epidemi monosiklik, perkembangan penyakit
meluas dengan lambat karena tanaman sakit yang dihasilkan dari infeksi patogen
monosiklik tidak dapat segera berfungsi sebagai sumber inoculum untuk penyebaran
selanjutnya. Jadi selama satu musim tanam, jumlah inoculum tidak bertambah. Oleh
karena itu, laju peningkatan penyakit hanya dipengaruhi oleh sifat/kemampuan yang
dimiliki patogen untuk menimbulkan penyakit dan oleh kemampuan faktor
lingkungan, ketahanan tanaman inang, dan cara bercocok tanam yang mempengaruhi
virulensi patogen. Karena hanya mampu menyelesaikan sebagian atau seluruh siklus
patogenisitasnya dalam satu musim, maka hanya terdapat satu puncak maksimum
selama satu musim tanam. Contoh monosiklik yaitu beberapa jenis pathogen tanah
seperti Fusarium solani dan Verticillium dahlia penyebab layu pada kapas.

Sementara itu, pada epidemi polisiklik terjadi perkembangan yang sangat cepat.
Dalam banyak kasus, generasi anakan menghasilkan propagul sementara induknya
juga masih menghasilkan propagul, sehingga terjadi tumpang tindih generasi. Pada
kondisi generasi yang tumpang tindih tersebut, proses perkembangbiakan atau
reproduksi berjalan terus menerus, populasi patogen terus meningkat secara
eksponensial. Contoh polisiklik yaitu C. gloeospoiroides penyebab penyakit
antraknose. Dengan diketahuiya siklus infeksi ini, maka epidemic suatu penyakit
dapat diperkirakan dengan car menghiutng laju infeksinya, sejingga dapat diketahui
atau ditemukan cara untuk mengatasi epidemic penyakit yang sedang terjadi.

2.4 Mekanisme Penyebaran Patogen


Patogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan mampu untuk
dapat menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan. Mikroorganisme
tersebut antara lain fungi, bakteri, virus, nematoda mikoplasma, spiroplasma dan
riketsia. Suatu organisme akan disebut patogen apabila dapat memenuhi Postulat
Koch yaitu:
a. Patogen ditemukan pada tanaman/bagian tanaman yang terserang,
b. Patogen dapat diisolasi dan diidentifikasi,

8
c. Patogen dapat diinokulasikan pada spesies inang yang sama dan menunjukkan
gejala yang sama,
d. Patogen tersebut dapat diisolasi kembali.

Pengaruh komponen patogen dalam timbulnya penyakit sangat tergantung pada


kehadiran patogen, jumlah populasi patogen, kemampuan patogen untuk
menimbulkan penyakit yaitu berupa kemampuan menginfeksi (virulensi) dan
kemampuan menyerang tanaman inang (agresivitas), kemampuan adaptasi
patogen, penyebaran, ketahanan hidup, dan kemampuan berkembangbiak
pathogen. Patogen menyerang tanaman karena membutuhkan senyawa yang
dihasilkan oleh tanaman untuk kehidupannya. Patogen yang menginfeksi tanaman
harus dapat masuk ke dalam tanaman, memanfaatkan senyawa nutrisi dan
bertahan dari sistem pertahanan inang untuk mengambil senyawa dari tanaman,
patogen harus mampu melewati penghalang fisik (kutikula, dinding sel). Adapun
proses masuknya pathogen ka tanaman, diantaranya:

1) Inokulasi
Proses inokulasi atau penularan dilakukan oleh inoculum (bagian pathogen)
untuk mengadakan kontak dengan tanaman. Jamur atau cendawan memiliki
inokulum berupa miselium, spora, atau sklerotium. Bakteri memiliki
mikoplasma, dan virus, inokulumnya berupa individu bakteri, individu
mikoplasma, dan patikel virus itu sendiri. Sementara pada tumbuhan parasitik,
inokulum dapat berupa fragmen tumbuhan atau biji dari tumbuhan parasitik
tersebut. Nematoda sendiri memiliki inokulum berupa telur, larva, atau
nematoda dewasa.
2) Penetrasi
Penetrasi merupakan proses masuknya patogen atau bagian dari patogen
kedalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang. Patogen melakukan penetrasi
dari permukaan tanaman ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang
melalui empat macam cara, yaitu secara langsung menembus permukaan
tubuh tanaman, melalui lubang-lubang alami, melalui luka, dan melalui
perantara (pembawa, vektor).

9
3) Infeksi
Infeksi merupakan suatu proses dimulainya patogen memanfaatkan sari
makanan (nutrient) dari inang. Proses ini terjadi setelah patogen melakukan
kontak dengan sel-sel atau jaringan rentan dan mendapatkan nutrient dari sel-
sel atau jaringan tersebut. Selama proses infeksi, patogen akan tumbuh dan
berkembang didalam jaringan tanaman. Infeksi yang terjadi pada tanaman
inang, akan menghasilkan gejala penyakit yang tampak dari luar seperti +
menguning, berubah bentuk (malformasi), atau bercak (nekrotik). Beberapa
proses infeksi dapat bersifat laten atau tidak menimbulkan gejala yang tampak
mata, akan tetapi pada saat keadaan lingkungan lebih sesuai untuk
pertumbuhan patogen atau pada tingkat pertumbuhan tanaman selanjutnya,
patogen akan melanjutkan pertumbuhannya, sehingga tanaman menampakan
gejala sakit.
4) Invasi
Invasi merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah
terjadi infeksi. Individu jamur dan tumbuhan parasitik umumnya melakukan
invasi pada tanaman dimulai sejak proses infeksi dengan cara tumbuh dalam
jaringan tanaman inang yang menyebabkan tanaman inang kehilangan
nutrient serta mengalami kerusakan sel dan jaringan. Sementara itu, bakteri,
mikoplasma, virus, dan nematoda melakukan invasi dan menginfeksi jaringan
baru di dalam tubuh tanaman dengan jalan menghasilkan keturunan (individu-
individu patogen) dalam jaringan yang terinfeksi. Keturunan patogen ini
kemudian akan terpindah secara pasif ke dalam sel-sel jaringan lain melalui
plasmodesmata (untuk virus), floem (untuk virus, mikoplasma), xilem (untuk
beberapa jenis bakteri) atau dapat pula berpindah secara aktif dengan jalan
berenang dalam lapisan air, seperti nematoda dan beberapa jenis bakteri
motil(mempunyai alat gerak).
5) Penyebaran
Penyebaran patogen berarti proses berpindahnya patogen atau inokulum dari
sumbernya (tanaman inang) ke tempat lain.

10
a. Penyebaran aktif, merupakan perpindahan atau penyebaran pathogen
dengan mengandalkan dirinya sendiri (tanpa perantara). Misalnya jamur
kayu membentuk hifa yang panjangnya beberapa meter sehingga dapat
mencapai inang lainnya.
b. Penyebaran pasif, ilakukan dengan perantaraan angin, air, binatang,
serangga, alat-alat pertanian dan juga manusia (melalui perantara).

2.5 Mekanisme Ketahanan Tanaman


Pada saat pathogen menyerang tanaman, tanaman akan memberikan respon
terhadap kehadiran dan aktivitas patogen dengan membentuk sistem pertahanan
baik berupa ketahanan aktif maupun pasif. Kedua system ketahanan ini biasanya
akan dikombinasikan untuk menghambat maupun mengehentikan serangan
pathogen.
1) Mekanisme Ketahanan Aktif
Ketahanan aktif merupakan mekanisme ketahanan tanaman yang muncul saat
inang diserang oleh pathogen (Adikadarsih dan Ruly, 2015). Mekanisme ini
juga dapat diartikan sebagai hasil sifat-sifat fisika dan kimia tumbuhan yang
membatasi perkembangan pathogen. Mekanisme ini dibagi menjadi beberapa
struktur, diantaranya:
a. Histologi, merupakan system kekebalan dari tanaman yang dilakukan oleh
salah satu bagian tanaman berupa jaringan dari tanaman itu sendiri,
misalnya:
- Lapisan Gabus, dimana pada saat terjadi infeksi inang oleh pathogen
lapisan ini akan menghambat serangan pathogen dari awal luka dan juga
menghambat penyebaran zat beracun yang mungkin disekresikan
pathogen. Selain itu, lapisan gabus juga menghentikan hara dan air dari
bagian sehat ke bagian terinfeksi. Jaringan yang mati termasuk
patogennya selanjutnya dibatasi oleh lapisan gabus agar pathogen tetap
berada pata tempat yang membentuk nekrosis/ditekan keluar oleh jaringan
sehat dibawahnya dan membentuk kudis yang mungkin mengelupas
sehingga memisahkan pathogen dari inangnya.

11
- Lapisan Absisi, merupakan lapisan yang akan terbentuk pada daun muda
aktif setelah terinfeksi oleh pathogen. Lapisan absisi terdiri dari celah
antara dua lapisan sirkuler sel daun yang mengelilingi lokus infeksi. Pada
infeksi lamella tengah antara dua lapisan sel tersebut menjadi larut dari
keseluruhan ketebalan daun sehingga memotong areal pusat infeksi dari
bagian sisa daun. Kemudian, bagian tersebut akan layu. Mati dan
mengelupas sehingga pathogen terbawa pada bagian tersebut.

- Tilosa,merupakan protoplasma yang tumbuh melebihi normal dari sel-sel


parenkim yang menonjol dari pembuluh kayu melalui lubang-lubang. Bisa
saja tilosa terbentuk sangat banyak di depan pathogen sehingga mampu
menghambat pathogen selanjutnya.
- Pengendapan getah, biasanya dihasilkan oleh tumbuhan disekitar luka
akibat infeksi pathogen. Dengan adanya getah ini, maka terbentuk
penghalang yang tidak dapat dipenetrasi oleh pathogen sehingga pathogen

12
menjadi terisolasi dan tidak bisa memperoleh nutrisi dan lama kelamaan
akan mati.

b. Seluler, merupakan system kekebalan dari tanaman yang dilakukan oleh


salah satu bagian tanaman berupa sel. Ketahanan ini melibatkan
perubahan morfologi di dalam dinding sela tau perubahan yang berasan
dari dinding sel yang diserang oleh pathogen. Ada 3 jenis utama struktur
pertahanan seluler yaitu :
- Terjadi pembengkakan pada lapisan terluar dinding sel yang disertai
dengan zat berserat yang dapat mencegah bakteri memperbanyak diri.
- Dinding sel yang menebal sebagai respon terhadap beberapa jenis
pathogen.
- Kalosan palpila yang terdeposit pada sisi bagian dalam dinding sel sebagai
respon terhadap serangan pathogen
c. Hipersensitif, merupakan sisitem kekebalan dari tanaman yang dilakukan
oleh salah satu bagian tanaman berupa inti dari sel tanaman. Salah satu
contoh dari ketahanan ini adalah reaksi nekrotik, yaitu pada proses infeksi
patogen, patogen mempenetrasi dinding sel, setelah patogen berkontak
dengan protoplasma sel inti bergerak kearah serangan patogen dan segera
terdisintegrasi/pecah dan berbentuk bulat berwarna coklat di dalam
sitoplasma. Pertama-tama keadaan tersebut mengelilingi patogen dan

13
kemudian keseluruhan sitoplasma. Pada saat sitoplasma berubah warna
menjadi coklat dan akhirnya mati hifa yang menyerang mulai mengalami
degenerasi. Hifa tidak dapat tumbuh ke luar sel yang terserang dan
serangan selanjutnya akan terhenti. Jaringan yang mengalami nekrotik
akan mengisolasi parasit obligat dari substasnsi hidup disekitarnya
sehingga
dapat menyebabkan patogen mati.

d. Escape, merupakan ketahananyang dilakukan dengan cara penghindaran


dan melalui waktu. Contohnya adalah tanaman repellent yang memiliki
zat yang tidak disukai pathogen, juga tanaman yang membuka stomata
lebih lama akan lebih rentan terkena bakteri dibandingkan dengan
tanaman yang lebih cepat menutup stomatanya.
2) Mekanisme Ketahanan Pasif
Mekanisme ketahanan pasif merupakan mekanisme yang sudah ada pada
tumbuhan sebelum pathogen menyerang dan berfungsi untuk mencegah
pathogen agar tidak masuk dan berkembang lebih jauh. Mekanisme ketahanan
pasif ini juga sering disebut sebagai mekanisme ketahanan structural (fisik)
dan kimia. Hal ini dikarenakan masing-masing tanaman akan memiliki sistem

14
perlindungan yang dapat melindungi diri dari invasi pathogen. Pertahanan
structural tanaman terdiri atas:
a. Lapisan lilin dan kutikula
Lapisan lilin merupakan campuran senyawa alifatik rantai pannjang yang
dapat mencegah retensi air pada permukaan tanaman yang penting untuk
perkecambahan spora patoghen. Sel-sel epidermis pada bagian tumbuhan
udara sering kali ditutupi dengan kutikula lilin yang terdiri dari asam
lemak menyebabkan permukaan daun selalu bermuatan negative. Muatan
inilah yang akan mengusir spora atau propagul beberapa mikroba agar
tidak menempel disana. Pada tumbuhan air, kutikula relative lebih tipis
dibandingkan pada tanaman xerphytes seperti kaktus yang memiliki
kutikula tebal. Sifat hydrophobic kutikula dapat mencegah berkumpulnya
air dipermukaan daun sehingga perkecambahan spora tidak dapat terjadi.
Selain itu, lapisan lilin pada tanaman juga dapat mencegah hilangnya air
pada tanaman. Contoh tanaman yang memiliki pertahanan dnegan kutikula
yang tebal yaitu tanaman karet klon LCB 870 yang memiliki kutikula
daun yang tebal sehingga tahan terhadap penyakit embun madu.
b. Lapisan Epidermis
Epidermis merupakan sistem jaringan pelindung terluar dari tanaman yang
berfungsi sebagai penghalang structural untuk mencegah banyaknya
serangan pathogen dan serangga mencapai sel-sel dibawahnya. Menurut
Marlitasari et al. (2017), semakin tebal lapisan epidermis daun maka
intensitas penyakit semakin rendah. Epidermis dapat membentuk
trikomata (rambut) lapisan bulu yang rapat pada permukaan tanaman yang
dapat menolak air sehingga mengurangi peluang terjadinya infeksi.
Misalnya pada tanaman teh yang memiliki trikoma lebat menyebabkan the
tahan terhadap penyakit cacar yang disebabkan oleh Exobasidium vexans
(Purwanto, 2017).
c. Struktur dinding sel
Lapisan dinding sel tersusun atas polimer selulosa, hemiselulosa, zat
mineral lignin, perktin, dan lainnya. Ketebalan dan kekerasan dinding sel

15
pada jaringan akan mempersulit masuk dan berkembangnya pathogen atau
tanaman. Selain itu, dinding sel juga membantu pengangkutan berbagai
substansi yansg melewatinya serta dapat mencegah kelebihan air yang
masuk ke dalam sel.
d. Stomata
Stomata merupakan lubang alami yang berperan sebagai alat untuk
penguapan dan pertukaran CO2 dalam proses fisiologi yang berhubungan
denga produksi. Kerapatan stomata juga dapat menentukan ketahanan
tanaman terhadap pathogen yang merupakan tempat masuknya pathogen
(Agrios, 2005). Semakin besar kerapatan stomata maka peluang terjadinya
infeksi akan semakin besar. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian
Agustamia, et al. (2016) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai
kerapatan stomata maka nilai intensitas penyakit bulai pada jagung
semakin tinggi.
Mekanisem pertahanan kimiawi pada tanaman lebih berperan dalam
menghambat serangan pathogen daripada pertahanan structural. Hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya perkembangan suatu pathogen pada sel
tumbuhan yang tidka mempunyai struktur penghambat. Pada mekanisme
pertahanan pasif, zat kimia yang menghambat pathogen biasanya dikeluarkan
sebelum adanya serangan pathogen (sudah terkandung di dalam tanaman).
Beberapa contoh substansi kimia yang sudah ada sebelum adanya infeksi pada
tanaman,yaitu:
a. Fenolik
Senyawa fenolik pada tanaman berperan dalam meningkatkan
ketahanan tanaman dan menekan perkembangan patogen (Vagiri et al.,
2017; Fitria et al., 2020). Menurut Temaja (2017) fenol dapat
digunakan sebagai indikator peningkatan ketahanan tanaman sebagai
respon terhadap infeksi mikroorganisme patogenik disamping
senyawa-senyawa lain seperti enzim β-1,3 glukanase, kitinase, β-1,4
glukosidase, citonase, peroksidase, dan asam salisilat.
b. Volatil

16
Senyawa volatil biasanya ditemukan pada kulit bawang merah.
Senyawa ini sering disebut sebagai zat eteris yang diduga dapat
bersifat bakterisida dan fungisida terhadap cendawan dan bakteri
tertentu. Senyawa volatile yang berupa sulphur dapat memedihkan
mata saat bawang merah dikupas.
c. Asam klorogenat
Asam klorogenat merupakan senyawa fenol yang beracun bagi banyak
mikroorganisme. Senyawa ini biasanya ditemukan pada umbi kentang
yang tahan terhadap serangan Streptomyces scabies dan E.
carotovora.
d. Saponin
Senyawa saponin merupakan senyawa yang dihasilkan dalam
metabolit sekunder dalam tumbuhan. Pada beberapa penelitian,
saponin dapat berperan sebagai antibakteri dan antifungi sehingga
banyak dikembangkan sebagai bahan dalam pembuatan pestisida
nabati.

3) Ketahanan genetic
Ketahanan genetic merupkan ketahanan yang secara turun temurun
diwariskan pada suatu tanaman. Pola pewarisan ketahanan genetik suatu
varietas, tipe ketahanan, mekanisme ketahanan, dan sumber ketahanan genetik
terhadap pathogen perlu diketahui sebelum memulai program perbaikan
ketahanan tanaman. Pola pewarisan genetik atau heritabilitas merupakan
parameter yang menggambarkan daya waris individu kepada keturunannya
atau derajat kemiripan di antara keduanya untuk sifat tertentu dalam
menganalisis pengaruh genetik dan lingkungan terhadap kemiripan tersebut
(Supriyant 2002). Secara genetik, ketahanan tanaman dapat dibagi menjadi
dua, yakni ketahanan vertikal dan ketahanan horizontal.
a. Ketahanan ketahanan horizontal (non spesifik) merupakan ketahanan yang
dikendalikan atau dipengaruhi oleh beberapa gen polygenic, sehingga
tidak akan memacu meningkatnya ras-ras tertentu secara selektif dari

17
suatu pathogen dan memiliki system yang sulit untuk ditembus oleh
pathogen. Ketahanan horizontal membatasi penyebaran pathogen melalui
jaringan tanaman, termasuk metabolit sekunder dan penghalang struktural.
b. Ketahanan vertical (spesifik) merupakan ketahanan yang diwariskan
secara monogenic sehingga hanya tahan terhadap pathogen tertentu dan
ketahanannya tidak tahan lama karena saat terjadi infeksi awal, pathogen
akan berevolusi untuk mengatasi gen penghalang dari varietas tersebut.
Akibatnya, varietas ini hanya efektif untuk mengurangi inokulum awal
dari epidemic awal, sehingga akan menunda serangan pathogen. Salah
satu bentuk pertahanan vertical yaitu deteksi tanaman terhadap pathogen
tertentu, dimana saat tanaman mendeteksi pathogen tanaman tersebut akan
memberikan respon hipersensitif terhadap infeksi yang baru muncul.
Setelah respon hipersensitif terjadi, substutusi alelik pada resistensi gen
dapat merusak kemampuan deteksi dan dengan demikian membuat
tanaman rentan terhadap infeksi.

2.6 Peran Epidemiologi terhadap Pengendalian Penyakit


Epidemiologi merupakan studi kuantitatif tentang perkembangan penyakit dalam
ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat adanya interaksi antara
populasi dan inang patogen yang dipengaruhi oleh faktor fisik, biotik dan
manusia. Sehingga epidemiologi berguna untuk memberikan pengertian tentang
sifat-sifat pathogen dalam waktu dan ruang sehingga dapat memberikan
pertimbangan untuk mengatur strategi pengendalian penyakit. Pemahaman yang
kompleks dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam skala ruang dan waktu
tersebut akan menjadi dasar pendugaan terhadap terjadinya epidemi penyakit
dalam mendukung keberhasilan pengelolaan penyakit (Milgroom & Peever, 2003;
Bande et al, 2015).
Proses pendugaan atau peramalan penyakit tanaman merupakan suatu proses
memprediksi status serangan penyakit tanaman tertentu dengan memanfaatkan
model epidemiologi yang didasarkan pada hubungan antara pertumbuhan
intensitas serangga penyakit dengan komponen epidemik yang diukur pada

18
periode tertentu untuk mengurangi berbagai kerugian yang kemungkinan
disebabkan. Dalam upaya memperkirakan penyakit tanaman, terdapat dua factor
utama yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perkiraan penyakit
tanaman, diantaranya:
1) Data Cuaca
Beberapa data cuaca yang digunakan dalam memprakirakan penyakit yaitu
suhu udara, kelembapan nisbi udara, intensitas sinar matahari, curah hujan,
kecepatan angin, kebasahan daun dan faktor lainnya yang dapat
merepresentasikan keadaan yang berpengaruh pada perkembangan penyakit.
Pada pendekatan menggunakan faktor cuaca, masing-masing parameter
memiliki nilai yang sangat tidak menentu sehingga perhitungan yang
dilakukan sulit untuk mendapatkan nilai yang mendekati akurat. Namun,
pendekatan ini cenderung lebih mudah dilakukan baik dengan menggunakan
alat-alat sederhana atau perhitungan yang lebih mudah.
2) Data Biologi
Data biologi yang digunakan biasanya berupa jumlah spora, populasi vektor,
periode infeksi dan lainnya. Pendekatan prakiraan penyakit dengan data ini
memiliki perhitungan atau pengamatan yang cenderung lebih kompleks dan
rumit untuk dilakukan. Misalnya pada pengamatan jumlah spora yang
membutuhkan ahli dibidangnya untuk mengetahui jenis spora yang ada di
udara. Namun, kelebihan dari pendekatan ini yaitu data yang didapatkan
merupakan data realitas dari adanya populasi (jumlah inokulum) pada
lingkungan pertanaman
Secara epidemiologi, pengendalian suatu penyakit dapat dicapai dengan tiga cara,
yaitu dengan memperkecil atau menunda infeksi awal atau jumlah inokulum awal
pada suatu musim (xo), menurunkan tingkat perkembangan (laju infeksi) patogen
selama musim pertanaman (r), dan merubah waktu tanam (t).
1) Penurunan sumber inoculum
Penekanan atau oenurunan jumlah inokulum awal dapat dilakukan dengan
cara membersihkan pertanaman dari gulma yang merupakan inang alternatif
untuk penyakit, mencabut dan membinasakan (membakar) tanaman-tanaman

19
yang terinfeksi dan menyulamnya dengan tanaman yang masih sehat.
Memangkas cabang atau dahan pohon yang menjadi naungan untuk
mengurangi kelembaban, menggunakan benih sehat dan melakukan perlakuan
benih (pengaplikasian fungisida).
2) Penurunan laju infeksi
Laju infeksi dapat ditekan melalui penggunaan varietas tahan terhadap
pathogen, baik tanaman dengan ketahanan vertical maupun horizontal.
Pengaplikasian fungisida, baik nabati maupun sintetik untuk menurunkan laju
infeksi penyakit tanaman.
3) Merubah waktu tanam
Perubahan waktu penanaman dapat dilakukan pada tanaman semusim untuk
menghindari bulan-bulan yang biasanya menjadi puncak serangan penyakit,
dimana penanaman dapat dilakukan lebih awal ataupun lebih lambat. Selain
itu, penggungunaan varietas umur genjah juga dapat digunakan karena
semakin pendek umur suatu varietas, maka pendek pula waktu kemungkinan
tanaman akan terkena infeksi.

20
BAB III

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan studi kuantitatif tentang perkembangan
penyakit dalam ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat adanya
interaksi antara populasi inang patogen yang dipengaruhi oleh faktor fisik, biotik
dan manusia. Perubahan epidemiologi penyakit tanaman dipengaruhi oleh beberapa
komponen, yaitu tanaman, pathogen, lingkungan, manusia, dan waktu.

Siklus infeksi atau rantai infeksi merupakan rangkaian infeksi yang tidak pernah
berakhir mulai dari infeksi, kolonisasi, sporulasi, penyebaran, dan kembali terjadi
infeksi, begitupun seterusnya. Dalam penyebaran pathogen terdapat dua mekanisme
yaitu mekanisme aktif (dilakukan oleh pathogen sendiri) dan mekanisme pasif
(melalui perantara). Tanaman yang terserang pathogen akan membentuk suatu
mekaisme ketahanan, baik secara pasif, aktif,maupun secara genetic sudah dimiliki
oleh masing-masing tanaman. Pemahaman kompleks mengenai factor-faktor yang
berpengaruh terhadap tanaman yang dipelajari dalam ilmu epidemiologi dapat
menjadi dasar dalam pendugaan terhadap terjadinya epidemi penyakit serta strategi
dalam mengendalikan suatu penyakit, sehingga sangat penting untuk memahami dan
mendalami epidemiologi penyakit tanaman.

3.2 Saran
Setiap jenis penyakit memiliki factor-faktor tersendiri untuk berkembang dalam suatu
pertanaman. Apabila factor yang ada dilapangan sangat mendukung pertumbuhannya,
maka penyebaran penyakit dapat meluas dan menimbulkan epidemi. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang kompleks dan mendalam saat melakukan pendugaan

21
epidemi suatu penyakit sesuai dengan karakter dari penyakit itu sendiri. Dengan
demikian, pengendalian yang dilakukan dapat bekerja secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Agustamia, C. et al. 2016. Pengaruh Stomata dan Klorofil pada Ketahanan Beberapa
Varietas Jagung Terhadap Penyakit Bulai. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. Vol 20(2): 89 – 94.

Bande, L. O. S., et al. 2015. Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada Pada
Kondisi Lingkungan yang Bervariasi. J. HPT Tropika. Vol 15 (1): 95 – 103.

Brawijaya. Debriani, A. P. 2015. Pendugaan parameter. Diakses dari


http://debrina.lecture.ub.ac.id/files/2015/07/7-Pendugaan-Parameter.pdf pada
tanggal 3 April 2021 DS. prasarana sarana pertanian. prasarana sarana
pertanian. Published April 3, 2022. Accessed April 3, 2022.
https://masgunawan.id/program/baca/apa-itu-penyakit-tanaman

Budiman, S. 2013. Epidemiologi Kuantitatif: Peramalan Penyakit. Modul.


Universitas

Damiri, N. (2011). Epidemiologi Penyakit Tumbuhan.

Darma, W., dan Mauritz Pandapotan Marpaung. 2020. Analisis Jenis dan Kadar
Saponin Ekstrak Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca MiersI Secara
Gravimetri. Jurnal Pendidikan Kimia dan Ilmu Kimia. Vol 3 (1): 51 – 59.

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Jakarta.


Agrios. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia).
GadjahMada University Press. Yogyakarta. Semangun, Haryono. 2008.
Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia (Edisi Kedua).

Encyclopedia of Microbiology (Third Edition) 2009. Di akses 3 April 2022.


https://www.sciencedirect.com/topics/biochemistry-genetics-and-molecular-

22
biology/horizontalresistance#:~:text=Genetic%20resistance%20that%20is
%20effective,general%20(or%20horizon tal)%20resistance

Faozan, Tri Nugroho. Jenis-Jenis Hama dan Penyakit pada Tumbuhan yang Perlu
Diketahui. bola.com. Published August 20, 2021. Accessed April 3, 2022.
https://www.bola.com/ragam/read/4636040/jenis-jenis-hama-dan-penyakit-
padatumbuhan-yang-perlu-diketahui

Fitria et al. 2020. Respon Ketahanan dan Kandungan Senyawa Fenol Enam Varietas
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang
(Sclerotium rolfsii Sacc.). Berkala Ilmiah Pertanian. Vol 3 (1): hal 27 – 32.
Kranz, J. (Ed.) 1974. Epidemics of Plant Diseses. Springer-Verlag. Berlin Leonard,
K. J. & W. E. Fry. 1986. Plant Disease Epidemiology. Macmillan. Publishing
Co. New York.

Marlitasari, E., et al. 2017. Hubungan Ketebalan Lapisan Epidermis Daun Terhadap
Infeksi Jamur Penyebab Bercak Ungu pada Empat Varietas Bawang Merah.
Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan. Vol 4 (1): 8 – 16.

Nasruddin, A., dan Ade Rosmana. 2007. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan.


Universitas Hasanuddin. Di akses 2 April 2022.
http://pasca.unhas.ac.id/Web_Epid/kul1/main.html

Nirwanto, Hery. 2010. Teori dan Aplikasi Ketahanan Populasi Tanaman Terhadap
Epidemi Penyakit. UPN Veteran. Jawa Timur.

Poerwanto, M.E. 2017. Ketahanan Tumbuhan.

Purnomo. B. 2007. Epidemiologi Penyakit Tanaman: Peramalan Penyakit.

Sastrahidayat, I. R. (2013). Epidemiologi Teoritis Penyakit Tumbuhan. Universitas


Brawijaya Press.

Sinar Tani. 2014. Mekanisme dan Type Ketahanan Tanaman. Di akses 3 April 2022.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.litban
g.pertanian.go.id/artikel/341/

23
&ved=2ahUKEwiud7sgvj2AhVS7XMBHaDCAkEQFnoECDQQAQ&usg=AO
vVaw2ZtFNdY3FzvC0rJ9RYwclw

Sopialena.2017. Segitiga Penyakit Tanaman. Mulawarman University Press.


Samarinda.

Suniti, N. W. "Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Tumbuhan." Jurusan


Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar, Bali
(2016).

Supriyanta. 2002. Heritabilitas sifat ketahanan terhadap cekaman alelopati gulma


teki pada padi

Temaja, I. G. R. M., G. N. A. S. Wirya, N. M. Puspawati, dan M. I. Nulzaen. 2017.


Pengendalian Penyakit Layu Stewart Pada Tanaman Jagung yang Ramah
Lingkungan dengan Rizobakteri. Ilmu Lingkungan, 16(1):44-48.

24

Anda mungkin juga menyukai