Anda di halaman 1dari 8

TERM PAPER

PENGELOLAAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA


TANAMAN KENTANG

Disusun oleh:

Muhammad Lutfi

19/445884/PN/16399

SUB LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN TERPADU

LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
1. PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat
dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia, kentang merupakan
komoditas hortikultura yang memegang peranan penting dalam perekonomian
nasional dan program diversifikasi pangan (Purwantisari, 2016). Produksi kentang
nasional pada tahun 2018 tercatat 1.284.762 ton dengan luas lahan panen 68.683
ha. Salah satu kendala utama dalam budidaya kentang di Indonesia adalah
rendahnya produktivitas kentang di tingkat petani, yaitu hanya 18,71 ton/ha (BPS,
2018). Rendahnya hasil produksi kentang dapat disebabkan oleh gangguan
organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti penyakit hawar daun, virus, dan
OPT penting lainnya. Kehilangan hasil akibat penyakit hawar daun (late blight)
dilaporkan mencapai kisaran antara 10-100% (Purwantisari, 2016).
Penyakit hawar daun kentang disebabkan oleh serangan patogen
Phytophthora infestans. Penyakit hawar daun ditemukan sejak awal tanaman
kentang dibudidayakan oleh petani, yaitu pada tahun 1794 di Eropa. Penyakit
hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan
patogen yang memiliki tingkat patogenisitas yang beragam. Keberagaman
patogenisitas tersebut terjadi karena jamur ini bersifat heterotalik (Purwanti,
2012).
P. infestans menyerang daun, batang, tangkai daun dan umbi pada semua
fase pertumbuhan tanaman kentang. Daun merupakan organ tanaman tempat
berlangsungnya fotosintesis sehingga saat terjadi serangan P. Infestans, jumlah
fotosintat yang seharusnya disimpan di dalam umbi akan berkuran, akibatnya hasil
panen kentang akan menurun. Penyakit hawar daun menunjukkan gejala awal
berupa bercak basah pada tepi daun, berwarna hijau terang kemudian berubah
menjadi coklat yang akhirnya menutupi seluruh daun (Semangun, 2007).

2. BIOEKOLOGI
Phytophthora infestans merupakan salah satu jenis patogen tanaman yang
masuk dalam kelas Oomycetes (water mold), Ordo Peronosporales dan Famili
Peronosporales. Nama P. infestans berasal dari bahasa Yunani: Phyto = tanaman,
phthora= perusak. P. infestans merupakan anggota dari kelas Oomycetes,
kelompok organisme yang disebut sebagai pseudofungi. Oomycetes tidak
digolongkan dalam kingdom jamur karena memiliki karaktersitik yang lebih mirip
ganggang coklat (Schumann, 2018). P. Infestans digolongkan ke dalam kingdom
chromista dari domain eukaryote.
Dalam reproduksi aseksual, P. infestans menghasilkan sporangia dengan
struktur mirip kantung pada sporangiofor. Sporangiofor merupakan struktur yang
dapat tumbuh dan menghasilkan sporangia terus menerus. Struktur ini dapat
membantu penyebaran sporangia melalui udara. P. infestans merupakan salah satu
spesies dalam genus Phytophthora yang dapat beradaptasi dengan melakukan
penyebaran sporangia melalui udara. Sporangia dapat tersebar pada lahan
disekitar inang, namun pada umumnya tidak bertahan pada jarak yang cukup jauh
karena paparan cahaya matahari (Schumann, 2018).
Selain berkembangbiak secara aseksual, P. Infenstas juga dapat
bereproduksi secara seksual. Reproduksi seksual pada P. infestans terjadi pada
saat mating type (A1 dan A2) bertemu dan membentuk oospora. Oospora yang
terbentuk akan membentuk sporangium. Pada lingkungan yang baik, sporangium
dapat menghasilkan spora dalam bentuk zoospora. Zoospora akan menginfeksi
tanaman kentang melalui lubang alami dan luka pada organ tanaman kentang
(Schumann, 2018).
Setelah terjadi infeksi, sporangia baru yang diproduksi oleh sporangiofor
muncul dari stomata. Selanjutnya, Sporangia mulai berjatuhan dan menyebar
melalui angin dan air menuju bagian baru dari tanaman kentang yang sama
ataupun tanaman baru. Sporangia juga dapat menyebar melalui tanah untuk
menginfeksi umbi kentang (Schumann, 2018).

3. METODE PENGAMATAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Dalam upaya pengendalian penyakit, hal yang sangat perlu dilakukan
secara rutin dan berkala adalah pengamatan terhadap perkembangan suatu
penyakit yang ada pada lahan. Dengan adanya pengamatan maka akan diperoleh
informasi tentang jenis penyakit dan tingkat serangannya. Kemudian informasi
tersebut dapat digunakan sebagai sarana dalam mengambil keputusan untuk
pengendalian terhadap penyakit tersebut.
Kegiatan yang dilakukan pada teknik pengambilan sampel bertujuan untuk
mengambil sampel tanaman yang akan diamati. Penyebaran penyakit hawar daun
kentang dapat melalui tanah, air, udara, dan benih sehingga pola penyebaran
penyakit (agihan) dapat berupa acak (random), agregat (aggregation),
mengelompok (patch), dan gradasi (gradient).
Unit sampel pada pengamatan penyakit hawar daun kentang adalah daun
tanaman. Kemudian metode sampling yang digunakan adalah random sampling.
Pada metode random sampling, setiap unit dapat memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel. Pengamatan penyakit pada tanaman kentang dilakukan
terhadap setiap tanaman yang digunakan sebagai sampel dengan mengamati gejala
dan tanda serangan.

Tabel 1. Nilai (Skor) Gejala Serangan P. infestans pada Tanaman Kentang.


Gejala Pada Tanaman Skor
Sehat (Tidak ada gejala serangan) 0
Terserang ringan (Jumlah serangan pada daun sedikit) 1
Terserang sedang (Jumlah serangan pada daun agak banyak) 2
Terserang berat (Jumlah serangan pada daun banyak) 3
Mati (Seluruh daun layu dan tidak terdapat tanda kehidupan) 4

Data pengamatan yang telah didapatkan, dilanjutkan menghitung Intensitas


gejala serangan dengan rumus :
IS : Intensitas gejala serangan
n : Jumlah daun pada gejala serangan
v : Nilai sekala serangan
Z : Nilai skala tertinggi
N : Jumlah daun yang diamati

Setelah nilai IS diperoleh, selanjutnya ditentukan tingkat kerusakan pada


masing-masing tanaman untuk mengetahui seberapa berat serangan patogen di
areal lahan tanaman kentang. Kriteria penentuan kondisi tanaman kentang yang
terserang penyakit berdasarkan intensitas serangan ditampilkan pada tabel di
bawah ini.

Tabel 2. Kriteria Kondisi Tanaman Berdasarkan Intensitas Serangan.

Intensitas serangan (%) Kondisi tanaman


0,0 – 1,0 Sehat
1,1 – 25,0 Rusak ringan
25,1 – 50,0 Rusak sedang
50,1 – 75,0 Rusak berat
75,1 – 100 Rusak sangat berat

Setelah data kondisi tanaman diketahui, dilanjutkan dengan pengambilan


keputusan (decision making). Pengambilan keputusan merupakan proses
pengambilan rencana dan tindakan pengelolaan pada tanaman yang telah
mengalami kerusakan akibat serangan patogen. Tanaman kentang yang
mengalami gejala serangan hawar daun dengan intensitas rusak ringan dan sedang
harus segera dikelola dengan cara membuang tanaman yang terserang penyakit.
Hal ini bertujuan agar sporangia dari P. infestans tidak menyebar dan tertular pada
tanaman kentang yang sehat. Kemudian, dilanjutkan dengan mengendalikan
penyakit menggunakan fungisida sistemik dengan bahan aktif dimethomorph,
cymoxanil, fluopicolide dan propamacarbpada. Ketiga bahan aktif tersebut dapat
mengurangi tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh P. infestans dan melindungi
epidermis jaringan tanaman kentang dari infeksi P. infestans.
Pada tingkat serangan rusak berat dan rusak sangat berat, penyakit hawar
daun sulit dikendalikan. Tindakan pengendalian hanya akan mengurasi biaya
operasional budidaya, sementara tanaman kentang belum tentu dapat
diselamatkan. Oleh sebab itu, pengelolaan yang tepat pada pengendalian hawar
daun kentang adalah tindakan preventif, yaitu dengan pengendalian kultur teknis.
Pengendalian kultur teknis adalah metode pengendalian dengan cara
memodifikasi lingkungan agar tidak menguntungkan bagi pathogen dan baik bagi
agensia hayati. Salah satu teknik pengendalian kultur teknis pada tanaman kentang
adalah penanaman bibit sehat, penggunaan varietas kentang tahan hawar daun,
pergiliran tanaman, perbaikan irigasi, dan penggunaan pola tanaman lebar.

4. PENGELOLAAN
Penyakit hawar daun merupakan salah satu penyakit pada tanaman
kentang yang sulit dikendalikan. Penyakit ini dapat menyebar melalui tanah, air,
dan udara sehingga pengendalian paling tepat adalah pengendalian terpadu.
Pengendalian terpadu merupakan metode pengendalian hama dan penyakit
tanaman dengan mengkombinasikan berbagai teknik untuk menekan
perkembangan penyakit dan sumber inokulum.
a. Penanaman benih dan bibit sehat
Penyakit hawar daun dapat menular melalui benih sehingga benih yang
akan ditanam harus terbebas dari infeksi hawar daun. Hal ini perlu dilakukan
untuk mencegah penyebaran penyakit hawar daun. Patogen penyebab penyakit
hawar daun menginfeksi tanaman melalui luka dan lubang alami (Duriyat, 2006)).
Oleh karena itu, benih yang ditanam harus utuh dan tidak mengalami kerusakan.
b. Teknik Budidaya Terpadu
Teknik budidaya seperti penentuan jarak tanam memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan P. infestans. Jarak tanam yang terlalu
rapat akan menciptakan kondisi lingkungan terutama suhu, kelembapan, dan
aerasi yang lebih menguntungkan bagi perkembangan penyakit (Duriyat, 2006).
Selain jarak tanam, pemberian pupuk N berkorelasi positif dengan
keparahan penyakit hawar daun. Artinya, pemupukan nitrogen dengan dosis tinggi
menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan. Sebaliknya, pemberian pupuk K
menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit hawar daun.
c. Penggunaan Varietas Tahan
Sampai saat ini, varietas tahan merupakan komponen utama dalam
pengendalian penyakit hawar daun secara terpadu. Penggunaan varietas tahan
dinilai efektif dan mudah diterapkan. Sejak varietas modern yang mengandung
gen tahan terhadap penyakit hawar daun diperoleh, pemuliaan kentang tahan
penyakit ini menjadi salah satu program penting dalam perbaikan varietas
kentang.
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2018. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia.


Jakarta: BPS RI.

Duriat, A.S., Oni, SG. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang.
Lembang: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Purwanti, H. 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de


Bary) pada Kentang dan Tomat: Identifikasi Permasalahan di Indonesia.
Buletin AgroBio 5(2):67-72. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian.

Purwantisari, S. 2016. Pengendalian Penyakit Hawar Daun Tanaman Kentang


(Solanum tuberosum L.) dengan Jamur Antagonis Trichoderma spp.
Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

Schumann, G.L. dan C. J. DArcy. 2018. Late blight of potato and tomato. The
Plant Health Instructor. CABI.

Semangun, H. 2007. Penyakit–penyakit Tanaman Hortikultura. UGM Press:


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai