Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN STATUS JENTIK ANTARA


KELOMPOK MASYARAKAT YANG MENDAPATKAN DAN YANG
TIDAK MENDAPATKAN KEGIATAN PROMOTIF MENGENAI DEMAM
BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN LEMPAKE

Disusun Oleh:
Foresta Dipo Nugroho

0910015025

Colin Bid

0910015027

Ibnu Ludi Nugraha

0910015050

Ferdika Suhendra

0910015060

Anti Mangi Mangampa

0910015061

Pembimbing:
dr. Evi Fitriany, M. Kes
dr. Solihin Wijaya
dr. Zulhijran Noor
Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Puskesmas Lempake Samarinda
2015

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dan setiap individu,
masyarakat. pemerintah dan swasta. Apa pun peran yang dimainkan
pemerintah. tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka. Selain ini, adapun salah satu tujuan Indonesia
Sehat 2015 yakni mencegah terjadinya dan menyebarnya penyakit menular
sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI.2014).
Demam berdarah dengue merupakan masalah utama penyakit menular di
berbagai belahan dunia. Selama 1 dekade angka kejadian atau incidence rate
(IR) DBD meningkat dengan pesat diseluruh belahan dunia. Diperkirakan 50
juta orang terinfeksi DBD setiap tahunnya dan 2.5 miliar (1/5 penduduk
dunia) orang tinggal di daerah endemik DBD.
Pada tahun 2007, dalam angka Case Fatality Rate (CFR) untuk kasus
DBD di Indonesia menempati urutan ke empat di ASEAN dengan CFR 1.01
setelah Bhutan, India, dan Myanmnar berurutan dan tertinggi. Sampai bulan
September 2008, didapatkan CFR untuk kasus DBD menurun menjadi 0.73,
namun naik menjadi peringkat ke dua di ASEAN setelah Bhutan. Puncak
terjadinya DBD di Indonesia adalah pada bulan Oktober-Februari. Sehingga
perhitungan CFR hanya sampai bulan September di tahun 2008 belum tepat
untuk menggambarkan CFR pada tahun 2008 (WHO, 2009).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2014, tercatat
1.511 kasus DBD di Samarinda dan 14 diantaranya mengakibatkan penderita
meninggal dunia. Di lingkup wilayah kerja puskesmas Lempake dimana
terdapat dua kelurahan yakni Kelurahan Lempake sendiri terjadi 58 kasus,
dimana 2 orang penderita meninggal dunia dan di Kelurahan Tanah Merah
terjadi 13 kasus selama periode Januari - November 2014.
Pada bulan Augustus 2014 terjadi peningkatan kasus demam berdarah
pada daerah kelurahan lempake terutama pada RT 19 & 20. Dimana pada
didapatkan kasus kematian pada warga RT. 19 yang diakibatkan komplikasi
yakni Dengue Shock Syndrome (DSS) dan pada RT. 20 didapatkan jumlah

kasus terbanyak pada bulan tersebut yakni 9 kasus. Oleh karena itu, pihak
Puskesmas

Lempake

berinisiatif

untuk

melakukan

intervensi

untuk

mengurangi angka kejadian DBD di wilayah tersebut.


Pada bulan November-Desember 2014 telah dilakukan intervensi untuk
mengurangi angka kejadian DBD pada wilayah tersebut yang dilakukan oleh
pihak puskesmas dan dokter internship di wilayah tersebut. Intervensi yang
dilakukan meliputi pemasangan spanduk sesuai dengan topik DBD,
pengaktifan dasawisma, pembentukan desa siaga, penyuluhan tentang DBD
pada masyarakat melalui kader jumantik serta pengaktifan kartu bebas jentik
yang dilaporkan secara berkala ke puskesmas.
Pada bulan September terjadi kembali peningkatan kasus demam
berdarah di Kelurahan Lempake RT 37 sebanyak 9 kasus. Adanya peningkatan
kasus pada RT. 37 Kelurahan Lempake membuat peneliti tertarik untuk
meneliti pola prilaku pencegahan gigitan nyamuk pada warga daerah tersebut
dibandingkan dengan warga RT 20 kelurahan Lempake yang saat ini sudah
diintervensi dengan berbagai program puskesmas. Peneliti juga ingin meneliti
apakah terdapat perbedaan signifikan pada warga yang telah diberikan
intervensi dan warga yang belum mendapatkan intervensi untuk merubah
prilaku. Sehingga dari penelitian ini dapat pula dinilai apakah intervensi yang
diberikan efektif dalam meningkatkan pola prilaku warga terhadap
pencegahan DBD.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan penelitian, yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan pengetahuan antara kelompok masyarakat
yang dilakukan kegiatan promotif mengenai demam berdarah dengue
dengan kelompok masyarakat yang tdak dilakukan kegiatan promotif
mengenai demam berdarah dengue?

2. Apakah terdapat perbedaan status jentik antara kelompok masyarakat


yang dilakukan kegiatan promotif mengenai demam berdarah dengue

dengan kelompok masyarakat yang tidak dilakukan kegiatan promotif


mengenai demam berdarah dengue?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan status jentik antara
kelompok masyarakat yang dilakukan kegiatan promotif mengenai demam
berdarah dengue dengan kelompok masyarakat yang tdak dilakukan
kegiatan promotif mengenai demam berdarah dengue.

1.3.2

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui :
1. Karakteristik responden berdasarkan
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Pendidikan Terakhir
2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kelompok masyarakat yang
dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan
yang tidak dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lempake.
3. Mengetahui gambaran status jentik pada kelompok masyarakat yang
dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan
yang tidak dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lempake.
4. Mengetahui perbedaan pengetahuan kelompok masyarakat yang
dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan
yang tidak dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lempake.
5. Mengetahui perbedaan status jentik antara kelompok masyarakat yang
dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan
yang tidak dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lempake.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1

Bagi Peneliti
1. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama
belajar di Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Puskesmas
Lempake.
2. Sebagai sarana memperluas pengetahuan peneliti Hubungan tindakan
promotif dan preventif yang telah dilakukan Puskesmas Lempake
dengan perilaku masyarakat kecamatan lempake terhadap pencegahan
demam berdarah.

1.4.2

Bagi Puskesmas
Sebagai sarana informatif bagi pihak Puskesmas agar dapat
menciptakan lingkungan dan masyarakat yang bebas dari demam berdarah
dengan cara kegiatan promotif dan preventif. Penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai evaluasi kegiatan promotif yang telah dilakukan.

1.4.3

Masyarakat
Penelitian ini diharap dapat bermanfaat bagi masyarakat agar dapat
memberi informasi bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kesehatannya secara mandiri.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi kasus DBD
2.1.1 Diagnosa Klinis
Diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis menurut
World Health Organization (WHO), terdiri dari criteria klinis dan laboratoris
(Depkes RI, 2005).

Kriteria Klinis (1) demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus 2-7 hari, (2) Terdapat manifestasi perdarahan ditandai
sekurang-kurangnya uji tourniquet positif. Perdarahan spontan berbentuk
perdarahan bawah kulit (peteki, purpura, ekimosis), mimisan (epistaksis),
perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena), (3)
Disertai atau tanpa pembesaran hati, (4) Syok ditandai nadi cepat dan lemah
serta penurunan tekanan nadi < 20 mmHg atau nadi tidak teraba, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria

Laboratosis

(1)

Trombositopenia

(<100.000/l),

(2)

Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau


lebih.
a. Diagnosa Laboratoris DBD
Pemeriksaan serologis didasarkan pada timbulnya antibody setelah infeksi
(Depkes RI, 2005). Cara yang dilakukan adalah pemeriksaan HI
(Haemoglutination Inhibition) dan uji antibody IgM dan IgG (ELISA)
a. Deteksi Antigen PCR (Polymerase Chain Reaction)
b. Isolasi virus
2.1.2 Klasifikasi kasus DBD (Depkes RI, 2005).
1. Kasus tersangka DBD:
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi Perdarahan (sekurang-kurangnya
uji recognizier positif) dan atau trombositopenia (<100.000.1).
2. Kasus Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik, nyeri kepala hebat,
nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang dan sendi, mual, muntah dan
timbulnya ruam atau hasil IgM positif
3. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus


menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya
uji

torniquet

positif),

trombositopenia,

hemokonsentrasi,

atau

hasil

peineriksaau serologis positif


4.Kasus Dengue Shock Syndrome (DSS) DBD derajat III dan IV.
Tempat Potensial Bagi Penularan DBD Penularan DBD dapat terjadi di
semua tempat yang terdapat nyamuk penularmya, antara lain (Depkes RI,
2005):
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat
tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat ibadah dan lain-lain
3. Permukiman baru di pinggir kota Karena di lokasi ini penduduknya
berasal dan berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat
penderita atau carier yang membawa virus Dengue yang berlainan dan
masing-masing lokasi asal.

2.2 Tempat Perkernbangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti


Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah
tempat- tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung
disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat
umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah Nyamuk ini
biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti dapat dikelompokkan sebagai benkut (Depkes RI. 2005):

1. Tempat Penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:


drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari. seperti
tenipat minum burung. vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang
bekas (ban. kaleng, botol, plastik, dll).
3. Tempat penampungan air alamiah. sepeiti: lobang pohon, lobang batu.
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
2.3 Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti
Biasanya nyaniuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari.
Aktifitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak
aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain,
nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sabagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini
hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan
dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap
dan lembab. Di tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya
(Hadinegoro, 2005).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk
betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat
perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari telur
menjadi nyamuk dewasa selarna 9-10 hari. Umumnya nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan
berbulan-bulan pada suhu -2C sampai 42C, dan bila tempat-tempat tersebut
kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas
lebih cepat (Depkes RI, 2005).

2.4 Penyebaran Nyamuk Aedes Aegypti


Kemampuan terbang nyamuk betma rata-rata 40 meter maksimal 100
meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan
dapat berpindah lebih jauh Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan
sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di numah-rumah
maupui

di

tempat-tempat

umum

Nyamuk

mni

dapat

hidup

dan

berkembangbiak sampai ketinggian 1000 meter dari permukaan air laut. Di


atas ketinggian 1000 tidak dapat berkembangbiak karena pada ketinggian
tersebut suhu udara terlalu rendah. sehingga tidak memungkinkan bagi
kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI 2005).
2.5 Variasi Musiman Nyamuk Aedes Aegypti
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypty
yang pada musim kemarau tidak tersi air, mulai terisi air. Telur-telur yang
tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan
semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan
dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nvamuk ini. Oleh karena
itu pada musim hujan populasi Aedes aegypti meningkat. Bertambahnya
populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes RI, 2005).
2.6 Pencegahan Penyakit DBD
Sebagaimana diketahui cara pencegahan dan pemberantasan DBD
yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk
penular Aedes Aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya karena
vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia.
Cara yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengeu (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta
masyarakat. Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka
populasi nyamuk Aedes Aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnva,
sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi

kepada masyarakat harus dilakukan secara berkesmambungan dan terus


menerus karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku
masvarakat (Depkes RI. 2005).
Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan
penyakit DBD, meliputi:
1. Fogging
Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida.
Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda
bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan pada dinding
rumah.

Kegiatan

fogging

hanya

dilakukan

jika

ditemukan

penderita/tersangka penderita DBD lain, atau sekurang kuragnya ada 3


penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik
nyamuk Aedes aegyptii di lokasi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan

tentang

penyakit

demam

berdarah

dan

pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader


PKK dan kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap
saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat
luas, Penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
3. Pemantauan jentik berkala
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di
rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik
(ABJ) setiap kelurahan/ desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat
menekan penyebaran penyakit DBD.
4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD

Cara yang tepat dalam pencegahan penyakit DBD adalah dengan


melaksanakan PSN-DBD, dan dapat dilakukan dengan cara, yaitu (1) Fisik,
cara ini dikenal dengan 3M yaitu: Menguras dan menyikat bak mandi secara
teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah tangga
(tempayan,

drum,

memusnahkan

dan

lain-lain),

barang-barang

bekas

mengubur,
(kaleng,

menyingkirkan

ban,

dan

atau

lain-lain),

(2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan


insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida
yang biasa digunakan adalah temephos dimana formulasi yang digunakan
adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis 1 ppm atau 100
gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan
temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Larvasida yang lain ymng dapat
digunakan

adalah

golongan

insect

growth

regulator.

(3)

Biologi.

Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan


memelihara ikan Pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang
tempalo, dan lain-lain). Selain itu ditambah juga dengan cara lain:
1. Mengganti air dalam vas bunga, tempat minum burung, atau
tempat-tempat lain yang sejenis semingu sekali.
2. Memperbaki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.
3. Menutup lubang.-lubang dan potongan bambu.
4. Memasang kawat kasa.
5. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.
6. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
7. Menggunakan kelambu.
8. Memnakai obat/lotion yang dapat mencegah gigitan nyamuk

2.7 Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan DBD Oleh Masyarakat


Kegiatan pencegahan penyakit DBD yang melibatkan masyarakat adalah (Depkes
RI. 2005):
1. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing, yang sebelunmya
telah diberikan Pengarahan langsung oleh kema RT/RW, tokoh masyarakat
(Toma), dan kader.
Lokasi : Meliput, selunth wilayah terjangkit dan wilayah sekitamya dan
menzpakan sam kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi Perindukan nyamuk tempat
penammpimgan air, barang bebas, lubang pohon /tiang pagar, dll.
Cara

: Melakukan kegiatan 3M (menguras, menutup, mengubur).

2. Penggerakan masyarakat dengan nmenaburkan bubuk larvasida


Pelaksana

:Tenaga dan masyarakat dengan bimbingan petugas

kesehatan
Lokasi :Menghimpun seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
dan merupuan satu kesatuan epideimologis.
Sasaran :Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-tempat
umum
Cara

:Larvasida dilakukan di seluruh wilayah terjangkit, dengan

menaburkan larvasida sesuai takaran.


3. Penyuluhan
Pelaksana

:Petugas kesehatan. kader dan masyarakat atau kelompok

kerja (Pokja) DBD desa kelurahan


Lokasi

:Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya

dan merupakan satu kesatuan epidemiologis.


sasaran

: Seluruh Masyarkat.

2.8 Pengetahuan (Knowledge)


Pengetahuan adalah domain yang sangat penting yang merupakan hasil
dari pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan ini dapat dilakukan
oleh semua pancaindra namun sebagian besar pengetahuan didapat melalui
indra penglihatan dan pendengaran. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang berisi materi yang ingin diukur.
a. Proses adaptasi perilaku
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama
daripada yang tanpa didasari pengetahuan, dalam mengadopsi perilaku baru
seseorang akan mengalami suatu proses, yaitu :
Awareness (kesadaran), yaitu seseorang
-

menyadari

atau

mengetahui stimulus terlebih dahulu.


Interest, yaitu mulai tertarik terhadap stimulus.
Evaluation (menimbang-nimbang bahwa stimulus baik atau tidak
bagi orang yang bersangkutan) sikap responden telah lebih baik

pada tahap ini.


Trial, telah mulai mencoba perilaku baru.
Adoption, orang yang bersangkutan telah berperilaku baru sesuai
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Tingkat pengetahuan
Terdapat 6 tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif :
Tahu (know)
Tahu dapat didefinisikan sebagai mengingat materi yang
telah ada, inimerupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
-

Memahami (comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan
secara benar suatu objek yang diketahui.

Aplikasi (aplication)
Kemampuan untuk

menggunakan

materi

yang

telah

materi

ke

dalam

dipelajari di dalam kondisi nyata.


-

Analisis (analysis)
Kemampuan

untuk

menjabarkan

komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya.

Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam
bentuk keseluruhan yang baru.

Evaluasi (evaluation)
Kemampuan melakukan penilaian terhadap materi atau
objek (Notoatmodjo, 2007).

BAB 3
KERANGKA KONSEP

Host

Lingkungan

Agen

Faktor-Faktor yang
mempengaruhi
Karakteristik
Responden
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
pendidikan

Perilaku Terhadap
Pencegahan DBD

Pengetahuan

Sikap

Status Jentik

Tindakan

Variabel yang diteliti


Variabel yang tidak diteliti
Hiipotesis 0a = Tidak terdapat perbedaan pengetahuan antara kelompok
masyarakat yang mendapatkan dan tidak mendapatkan tindakan promotif
mengenai demam berdarah dengue

Hipotesis 1a

= Terdapat perbedaan pengetahuan antara kelompok masyarakat

yang mendapatkan dan tidak mendapatkan tindakan promotif mengenai demam


berdarah dengue
Hipotesis 0b = Tidak terdapat perbedaan status jentik antara kelompok
masyarakat yang mendapatkan dan tidak mendapatkan tindakan promotif
mengenai demam berdarah dengue
Hipotesis 1b = Terdapat perbedaan status jentik antara kelompok masyarakat
yang mendapatkan dan tidak mendapatkan tindakan promotif mengenai demam
berdarah dengue

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik
numerik dan kategorik tidak berpasangan dengan desain kuantitatif.

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja di Kelurahan Lempake
kota Samarinda Rukun Tetangga (RT) 20 tempat yang telah dilakukan
kegiatan promotif dan Rukun Tetangga 37 yang belum dilakukan kegiatan
promotif oleh Puskesmas Lempake. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari 2015.

4.3

Populasi dan Sampel

4.3.1

Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh unit keluarga di RT 20
dan RT 37 Kelurahan Lempake.

4.3.2

Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari seluruh unit
keluarga di RT 20 dan RT 37 Kelurahan Lempake. Setiap unit keluarga
akan diwakili oleh kepala keluarga atau pasangannya.
Rumus besar sampel yang digunakan adalah:
( Z 2 PQ Z P1Q1 P2 Q 2 ) 2
N1 N 2
( P1 P2 ) 2

= deviat baku alfa

= deviat baku beta

P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya


Q 2 = 1- P2

P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti


Q1 = 1- P1

P1 P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna


P

= Proporsi Total = ( P1 P2 ) / 2

= 1- P

N1 N 2
N1 N 2

(Z

2 PQ Z

P1Q1 P2 Q 2 ) 2

( P1 P2 ) 2
(1,64 2 0,281 0,719 1,28 0,5 0,5 0,062 0,938 ) 2
(0,438) 2

(1,0425009299 0,710551047) 2
0,191844
16,0192199586

17

Besar sampel masing-masing kelompok kasus dan kontrol adalah


sebesar 37 keluarga. Cara pengambilan sampel yang digunakan untuk
kelompok

kasus dan kontrol adalah

Pusposive

Sampling.

Cara

pengambilan sampel yaitu, dengan menyebarkan kuisioner kepada unitunit keluarga yang ditemui hingga mencukupi sampel minimal.
4.4

Kriteria Sampel

4.4.1

Kriteria Inklusi
1. Semua unit keluarga yang diwakili oleh kepala keluarga atau
pasangannya yang berdomisili di RT 20 dan RT 37 Kelurahan
Lempake yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu keluarga.
2. Kepala keluarga atau pasangannya yang menetap di lokasi tempat
penelitian selama periode tahun 2014.
3. Semua kepala keluarga atau pasangannya pada RT 20 dan RT 37
Kelurahan Lempake yang bersedia mengisi kuesioner.

4.4.2

Kriteria Ekslusi
1. Kepala keluarga atau pasangannya di RT 20 dan RT 37 Kelurahan
Lempake yang tidak bersedia mengisi kuisioner
2. Kepala keluarga atau pasangannya di RT 19 dan RT 37 Kelurahan
Lempake yang mengisi kuisioner dengan tidak lengkap.

4.5

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

4.6

Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer yang
diperoleh melalui metode angket.

4.7

Definisi Operasional

Variabel Penelitian beserta Definisi Operasional, Hasil Ukur atau Kategori dan
Skalanya
Variabel

Definisi Operasional

Umur

Waktu
lama
hidup Dalam
Responden saat mengisi tahun
kuesioner

Jenis kelamin

Fungsi seksual/gender siswa yang dituliskan dalam kuesioner

Pekerjaan

Kegiatan
mencari
nafkah yang dilakukan
kepala keluarga atau
pasangannya sehari-hari

-PNS
-Swasta
-Petani
-Pedagang

Nominal

Pendidikan

Pendidikan
Terakhir
kepala keluarga atau
pasangannya
yang
dituliskan
dalam
kuesioner

Tidak
Sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana

Ordinal

Baik
Sedang
Kurang

Nominal

Ya
tidak

Dikotom

4.8

Hasil
Ukur/kategori

No

ukuran Ordinal

Laki-laki
Perempuan

Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui oleh kepala keluarga


atau pasangannya
tentang
demam berdarah dan
pencegahannya

Bebas Jentik

Skala

Nominal

Aspek Pengukuran
Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Dengan
penilaian sebagai berikut :
Pertanyaan nomor 1,3,5,6

Jika responden menjawab benar diberi skor 10, sedangkan yang


menjawab tidak beri diberi skor 0.
Pertanyaan nomor 2,4,7,9 ,10
Jika responden mengisi salah satu pilihan dari diberi skor 2, sehingga
jika menjawab semua pilihan diberi skor 10, setiap pilihan yang tidak
di isi diberi skor 0. Yang memilih jawaban tidak tahu diberi skor 0.
Pertanyaan nomor 8
Jika responden menjawab dengan benar yaitu menguras, mengubur
dan menutup diberi skor 10, sedangkan yang menjawab salah, tidak
tahu, atau tidak lengkap diberi skor 0.
Skor tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 100.
Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan responden
dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Baik, jika jawaban responden mengetahui sebagian besar atau
seluruhnya tentang demam berdarah dengue, yaitu > 75 % dari nilai
tertinggi, yaitu > 75.
b. Sedang, jika jawaban responden

mengetahui sebagian tentang

demam berdarah dengue, yaitu 40-75 % dari nilai tertinggi, yaitu 4075.
c. Kurang, jika responden hanya mengetahui sebagian kecil tentang
demam berdarah dengue, yaitu < 40 % dari nilai tertinggi yaitu <40.
d. Tidak berpengetahuan, jika responden tidak memiliki jawaban benar.
4.9

Pengolahan Data dan Analisis Data

4.9.1

Pengolahan Data
Pada

Penelitian

ini

Pengolahan

data

dilakukan

dengan

menggunakan komputer program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS


18.0 dan penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel dan narasi.
4.9.1

Analisis Data
Analisis data yang terkumpul menggunakan analisis bivariat yang
bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan pengetahuan dan
status jentik antara kelompok masyarakat yang dilakukan dan tidak

dilakukan tindakan promotif mengenai dmeam berdarah dengue di


Kelurahan Lempake.
4.10

Alur Penelitian
Meminta izin penelitian kepada
Puskesmas Lempake dan ketua RT
yang yang bersangkutan

Melakukan Studi Pendahuluan dengan meminta


data profil Puskesmas

Meminta responden mengisi


kuesioner

4.11

Jadwal Kegiatan

Mencatat dan mengolah data hasil


penelitian

KODE

Desember
Januari
1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Proposal Penelitian


Seminar Proposal
Revisi
Penelitian dan Pengolahan Data
Seminar Hasil
Keterangan :
A : Pembuatan Proposal Penelitian
B : Seminar Proposal
C : Revisi
D : Penelitian dan Pengolahan Data
E : Seminar Hasil

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik kategorik tidak berpasangan


dengan desain kuantitatif untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan
keberadaan jentik pada kelompok masyarakat yang dilakukan kegiatan promotif
penyakit Demam Berdarah Dengue dan yang tidak dilakukan kegiatan promotif
penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Lempake. Penelitian ini
berlangsung pada tanggal 20 dan 21 Januari 2015. Data penelitian didapatkan
dengan teknik pengisian kuisioner oleh keluarga yang diwakili oleh kepala
keluarga atau pasangannya. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 20
orang kelompok kasus dan 20 orang kelompok kontrol.
Hasil penelitian ini berupa pembuktian perbedaan pengetahuan dan
keberadaan jentik pada kelompok masyarakat yang dilakukan kegiatan promotif
penyakit Demam Berdarah Dengue dan yang tidak dilakukan kegiatan promotif
penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Lempake. Hasil penelitian ini
ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi.
5.1

Karakteristik Responden
Karakteristik Responden berdasarkan umur, Status Keluarga,
Pekerjaan, Pendidikan terakhir disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini :

5.1.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur


No
1
2
3
4
5
6
7

Umur
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-80
81-90
Total

Frekuensi
7
18
8
5
1
0
1
40

Persentase %
17,5
45
20
12,5
2,5
0
2,5
100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa Frekuensi umur responden


terbanyak adalah 31-40 tahun sebanyak 18 orang (45 %) dan paling sedikit
71-80 tahun sebanyak 0 orang (0 %).
5.1.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Keluarga

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan status keluarga


Status Keluarga
Suami
Istri
total

Frekuensi

Persentase

10
30
40

25
75
100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa Frekuensi Status Keluarga


responden terbanyak adalah Istri (pasangan kepala keluarga) sebanyak 30
orang (75 %) dan paling sedikit Suami (kepala keluarga) sebanyak 0 orang
(0 %).
5.1.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


No
1
2
3
4

Pekerjaan
Petani
IRT
Wiraswasta
Guru
Total

Frekuensi
8
22
9
1
40

Pensentase (%)
20
55
22,5
2,5
100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Frekuensi pekerjaan responden terbanyak


adalah IRT sebanyak 22 orang ( 55 %) dan paling sedikit adalah guru sebanyak 1
orang ( 2,5 %).
5.1.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir


No
1
2
3
4
5
6

Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
D3
S1
Total

Frekuensi
4
9
10
12
1
4
40

Persentase (%)
10
22,5
25
30
10
10
100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa Frekuensi Pendidikan Terakhir


responden terbanyak adalah SMA sebanyak 12 orang (30 %) dan paling
sedikit adalah D3 sebanyak 1 orang ( 2,5 %).
5.2

Perbedaan pengetahuan kelompok masyarakat yang dilakukan


kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan yang tidak
dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Lempake

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Skor
Pengetahuan
4
40
44
46
50
52
54
56
58
60

RT 20
0
0
1
0
0
2
2
0
1
0

RT 37
1
1
0
1
1
0
2
1
0
1

Total
1
1
1
1
1
2
4
1
1
1

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

62
64
66
68
70
72
74
76
82
84
86
90
Total

0
0
0
3
2
1
0
1
2
2
1
2
20

1
1
2
0
3
0
2
3
0
0
0
0
20

1
1
2
3
5
1
2
4
2
2
1
2
40

Tabel diatas menunjukkan bahwa skor terbanyak pada RT 20 adalah 68


yaitu 3 orang sedangkan skor terbanyak RT 37 adalah70 dan 76 masingmasing 3 orang. Skor tertinggi pada RT 20 adalah 90 berjumlah 2 orang,
skor tertirnggi RT 37 adalah 76 sejumlah 3 orang. Skor terendah RT 20
adalah 44 sebanyak 1 orang sedangkan skor terendah RT 37 adalah 4
berjumlah 1 orang.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi kelompok pengetahuan responden
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Skor
Pengetahuan
RT 20
0-10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-80
81-90
91-100
Total

RT 20
Frekuensi
0
0
0
0
1
5
5
2
7
0
20

RT 30
Persentase Frekuensi
(%)
0
1
0
0
0
0
0
1
0,5
2
25
4
25
7
10
8
35
0
0
0
100
20

Persentase
(%)
5
0
0
5
10
20
35
40
0
0
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok skor terbanyak pada


RT 20 adalah 81-90 yaitu sebanyak 7 orang (35 %) sedangkan kelompok
skor terbanyak pada RT 37 adalah 61-70 sebanyak 7 orang (35 %).

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi tingkat pengetahuan responden


Pengetahuan

RT 20
Frekuensi Persentase
(%)
0
0
12
60
8
40
20
100

Kurang
Sedang
Baik
Total

RT 37
Frekuensi Persentase
(%)
1
5
16
80
3
15
20
100

Total
Frekuensi
1
28
11
40

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan terbanyak di


RT 20 adalah tingkat sedang dengan jumlah 12 orang (60 %) sedangkan
pada RT 37 juga tingkat sedang yaitu 16 orang (80 %).
Tabel 5.8 Rata-rata skor pengetahuan responden
RT

Rata-rata

RT 20
RT 37

70,20
60,40

Tabel 5.9 Tabel analisis Uji Beda skor pengetahuan dengan Analisis Independent
T-test
Levenes test for
equality

T-test for equality of means

if

variances
95 % confidence interval
F

Skor

Equal

pengetahuan

Variances
Assumed
Equal

0,025

Sig.

0,875

df

Sig.

Mean

Std.errror

(2-

difference

difference

of the Difference
lower
Upper

1,988

38

tailed)
0,054

9,800

4,930

-0,180

19,780

1,988

36,753

0,054

9,800

4,930

-0,191

19,791

variances
assumed

Pada kedua tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata skor


pengetahuan pada RT 20 adalah 70,20 dan RT 37 adalah 60,40. Setelah
didapatkan skor rata-rata maka dilakukan uji beda dengan independent Ttest dengan hasil nilai P adalah 0,054. Dengan demikian bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna pada kedua RT tersebut.

5.3

Perbedaan Status Bebas Jentik antara kelompok masyarakat yang


dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah Dengue dan
yang tidak dilakukan kegiatan promotif penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lempake.

Tabel 5.10 Tabel angka jentik


RT

Jentik
Frekuensi

RT 20
RT 30
Total

8
11
19

Tidak ada jentik


Persentase Frekuensi
Persentase
(%)
(%)
40
12
60
55
9
45
21

Total
20
20
40

Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa jumlah angka jentik pada


RT 20 adalah 40 % sedangkan pada RT 30 adalah 55 %.
Tabel 5.9 Tabel analisis Uji Beda angka jentik menggunakan Chi-Square
value

df

Asymp.Sig. Exaxt Sig.

Exact Sig.

(2-Sided)

(1-Sided)

1
1

(2-sided)
0,342
0,527

0,906

0,341
0,527

0,264

0,880

0,348

Pearson Chi-square 0,902


Continuity
0,401
Corection
Likelihood ratio
Fishers Exact test
Linear-by linear
association
N of Valid Cases

40

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa hasil analisis menggunakan


Chi-Square nilai P adalah kurang dari 0,05. Dengan demikian perbedaan
angka jentik pada RT 20 dan 37 tidak bermakna.

BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain kuantitatif
menggunakan metode analitik numerik dan kategorik tidak berpasangan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan status jentik
antara kelompok masyarakat yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan

kegiatan promotif mengenai demam berdarah dengue. Ada pun manfaat dari
penelitian ini sebagai sarana informasi dan evaluasi bagi Puskesmas dan
masyarakat mengenai kegiatan promotif dan preventif penyakit demam berdarah
dengue.
Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan tingkat pengetahuan antara RT
yang telah dilakukan intervensi dan yang tidak diberikan tindakan promotif.
Dimana nilai rata-rata yang didapat dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa RT.
20 (mean=70.2) memiliki hasil lebih baik dibandingkan RT. 37 (mean=60.4). Jika
digolongkan berdasar tingkat pengetahuan mengenai Demam Berdarah Dengue
maka 60 % warga memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 40% warga memiliki
tingkat pengetahuan baik pada RT. 20. Sedangkan pada RT 37 didapatkan 5%
warga dengan tingkat pengetahuan yang buruk, 80% warga memiliki tingkat
pengetahuan sedang dan 15% warga memiliki tingkat pengetahuan baik terhadap
DBD.
Lebih tingginya tingkat pengetahuan keluarga mengenai DBD pada RT
yang telah dilakukan intervensi ini sesuai dengan penelitian Hidayah (2009).
Peneliti berpendapat bahwa lebih tingginya tingkat pengetahuan pada RT 20
disebabkan kerena pihak puskesmas Lempake yang telah melakukan sosialisasi
informasi tentang tentang DBD dan pencegahannya yang berupa penyuluhan baik
melalui kader maupun melalui tenaga kesehatan serta pemasangan media
spanduk. Upaya puskesmas tersebut membuat keluarga mendapatkan informasi
mengenai DBD dan Pencegahnnya dan secara langsung akan meningkatkan
tingkat pengetahuan keluarga mengenai DBD.
Tingkat pengetahuan yang tinggi tentang DBD dan pencegahannya akan
sangat mempengaruhi tugas kesehatan yang dmiliki oleh keluarga, yaitu keluarga
mampu mengenali masalah kesehatan yang ada didalam keluarga. Dengan tingkat
pengetahuan

yang

tinggi

diharapkan

keluarga

mampu

mengenali

dan

mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga. Kesadaran


akan tumbuh pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap DBD jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang
berhubungan dengan DBD (Hidayah, 2009)

Berdasarkan uji analitik Paired T-test didapatkan nilai signifikansi yang


didapat ialah p=0,054 (p>0,05) yang berarti secara statistik tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara RT. yang diberikan intervensi dan yang tidak
diberikan intervensi. Hal ini dapat disebabkan adanya faktor lain yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan. Seperti yang dikemukakan Notoatmodjo
(2003), pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu; 1.Pendidikan;
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan
tinggi, maka orang tersebut semakin luas pula pengetahuannya. 2. Informasi;
Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunya
pengetahuan yang lebih luas. 3. Budaya; Tingkah laku manusia atau kelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. 4,
Pengalaman; Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. 5, Sosial ekonomi; Semakin
tinggi tingkat sosial ekonomi akan semakin tinggi tingkat pengetahuan yang
dimiliki karena dengan tingkat social yang tinggi memungkinkan seseorang untuk
mendapatkan informasi lebih banyak.
Pemaparan diatas menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseoang dan proses menangkap informasi itu
sendiri. Sehingga hasil intervensi yang diberikan belum memberikan hasil yang
signifikan.
Pada penelitian ini didapatkan juga gambaran keberadaan jentik nyamuk
pada RT 20 yang telah mendapatkan intervensi dan juga gambaran keberadaan
jentik nyamuk pada RT 37 yang belum mendapatkan intervensi promotif dari
Puskesmas. Dari total sampel masing-masing kelompok yaitu 20, didapatkan
bahwa pada RT 20 ditemukan 8 rumah terdapat jentik dan 12 rumah bebas dari
jentik nyamuk sedangkan pada RT 37 ditemukan 11 rumah terdapat jentik nyamuk
dan 9 rumah bebas dari jentik nyamuk.
Dapat di lihat bahwa pada RT 20 jumlah rumah yang bebas jentik adalah
lebih banyak dari pada RT 37, dimana pada RT 20 terdapat 12 rumah bebas jentik
sedangkan pada RT 37 terdapat 9 rumah bebas jentik. Perbedaan ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosidi (2006), yang pada penelitiannya
menemukan bahwa kegiatan promosi dan prevensi puskesmas yang memiliki
hubungan dengan keberadaan jentik adalah kegiatan (1) penyuluhan tentang
demam berdarah, (2) pemantauan jentik secara berkala, (3) pemberantasan sarang
nyamuk dan (3) sarana pendukung pemberantasan sarang nyamuk. Adapun
kegiatan-kegiatan serupa yang telah dilakukan di RT 20 yaitu (1) penyuluhan
mengenai demam berdarah, (2) pemasangan spanduk 4M, (3) pengaktifan
dasawisma, (4) pembentukan desa siaga, dan (5) pengaktifan kartu bebas jentik.
Perbedaan tersebut kemudian di analisis menggunakan uji statistik chi
square dan didapatkan nilai signifikansi ialah p = 0,342 (p > 0,05) yang berarti
bahwa tidak ada perbedaan keberadaan jentik yang signifikan diantara pada RT 20
yang mendapatkan kegiatan promosi kesehatan dan RT 37 yang belum
mendapatkan promosi kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya faktorfaktor selain dari promosi kesehatan yang dapat mempengaruhi keberadaan jentik
nyamuk, di antaranya adalah perilaku masyarakat terhadap demam berdarah,
kondisi tempat penampungan air, keberadaan tempat berkembang biak (breeding
place) dan tempat hinggap (resting place) bagi nyamuk. (Setyobudi,2011)
Perilaku merupakan semua aktivitas manusia yang dapat diamati secara
langsung ataupun tidak langsung oleh orang lain yang terdiri dari tiga domain
yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Warsito (2005) mengenai hubungan perilaku masyarakat tentang demam berdarah
dengue dengan keberadaan jentik, menemukan bahwa domain pengetahuan tidak
memiliki hubungan terhadap keberadaan jentik, sedangkan domain sikap dan
tindakan memiliki hubungan yang bermakna terhadap keberadan jentik nyamuk.
Kondisi tempat penampungan air juga mempengaruhi keberadaan jentik.
Penelitian yang dilakukan oleh Suprijianto (2004) mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kerberadaan jentik menemukan bahwa tempat penampungan
air yang dominan menjadi tempat berkembang nyamuk adalah bak mandi yang
berbahan semen. Pada penelitian tersebut juga ditemukan adanya hubungan antara
jumlah, volume, pencahayaan, bahan, tutup, letak, kondisi air, pemakaian abate
dan pemeliharaan ikan pada penampungan air terhadap keberadaan jentik
nyamuk.

Keberadaan tempat perindukan (breeding place) bagi nyamuk juga


memiliki pengaruh terhadap keberadaan jentik sesuai yang ditemukan oleh
Widiyanto (2007) pada penelitiannya. Musim penularan demam berdarah pada
umumnya terjadi pada awal musim hujan (permulaan tahun dan akhir tahun). Hal
ini dikarenakan pada musim hujan vektor penyakit demam berdarah populasinya
meningkat dengan bertambah banyaknya breeding place bagi nyamuk diluar
rumah sebagai akibat sanitasi lingkungan yang kurang bersih, sedang pada musim
kemarau Ae. aegypti bersarang di bejana-bejana yang selalu terisi air seperti bak
mandi, tempayan, drum dan penampungan air. Tempat peristirahatan (resting
place) nyamuk juga berpengaruh, dimana setelah menggigit nyamuk selama
menunggu pematangan telur hinggap di tempat-tempat dimana terdapat kondisi
yang optimum untuk beristirahat, setelah itu nyamuk akan bertelur dan menghisap
darah lagi. Tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap atau istirahat
adalah tempat-tempat yang gelap, lembab dan sedikit dingin, juga pada baju-baju
yang bergantungan.
Pemaparan diatas menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor selain
promosi kesehatan yang dapat mempengaruhi keberadaaan jentik. Sehingga
kegiatan promotif yang dilakukan tidak memberikan perbedaan keberadaan jentik
pada kedua kelompok masyarakt yang diteliti.

BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dalam hal pengetahuan
antara kelompok masyarakat yang mendapatkan dan yang tidak

mendapatkan tindakan promotif mengenai Demam Berdarah Dengue di


Kelurahan Lempake
2. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dalam hal status jentik
antara kelompok masyarakat yang mendapatkan dan yang tidak
mendapatkan tindakan promotif mengenai Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Lempake
7.2 Saran
Berdasarkan penelitian ini peneliti memberikan saran, yaitu dilakukan
pengawasan dan evaluasi program yang telah dilakukan puskesmas secara berkala
untuk memantau perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat dalam
pencegahan penyakit demam berdarah dengue.

DAFTAR PUSTAKA
Hadinegoro. 2005. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI,
2005.
Hidayah, AN. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keluarga Tengang
DBD Di Rt. 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta

Selatan Tahun 2009. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
RI, DEPKES. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Jakarta : DEPKES RI
Rosidi, Abd. Rachman dan Wiku Adi Sasmito. 2009. Hubungan Faktor
Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN DBD) dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan Sumberjaya
Kabupaten Majalengka. Jawa Barat, diakses 20 Januari 2015,
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/412098086.pdf).

Setyobudi, Agus. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Keberadaan Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD di Kelurahan
Sananwetan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, diakses 20 Januari
2015, (http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosiding/9/930-agus_30.pdf.pdf).
Suprijanto, Djoko. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan
Jentik Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Purwodadi
Kabupaten
Grobogan,
diakses
20 Januari
2015,
(http://eprints.undip.ac.id/5348/1/2301.pdf).
Warsito, Hadi. 2005. Hubungan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti
di Kelurahan Sejati Kota Bandung, diakses 20 Januari 2015,
(http://eprints.undip.ac.id/4831/1/2594.pdf).
Widianto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa Tengah, diakses
20
Januari
2015,
(http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYANTO.pdf).
WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

Anda mungkin juga menyukai