Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan
serius secara bersama-sama dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan
diagnosis dan terapi pasangan suami isteri (pasutri)
Besarnya persentase infertilitas pada pria cukup besar ( 40-60%) dan salah satunya
adalah gangguan kesuburan. Selain itu penanganan infertilitas pria merupakan
masalah yang cukup kompleks dan rumit3.
Gangguan kesuburan pada pria dapat dibagi atas 3 golongan yakni : 1. Pretestikuler; 2. Testikuler; 3. Post-testikuler. Gangguan pre-testikuler berkaitan dengan
gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis seperti menurunnya
produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadisme. Gangguan testikuler
dapat terjadi di dalam tubulus seminiferus, misalnya testis rusak akibat trauma atau
infeksi. Adapun gangguan post-testikuler adalah berbagai gangguan yang terjadi
setelah spermatozoa keluar dari tubulus seminiferus, misalnya gangguan viabilitas dan
motilitas spermatozoa karena infeksi atau sebab lain4.
Berbagai obat yang mengandung bahan hormon, vitamin, dan afrodisiak atau
campuran berbagai ramuan telah digunakan sejak dahulu di Arab, Perancis, Cina,
Jepang, dan Indonesia5. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengatasi gangguan
kesuburan termasuk dengan pengobatan secara tradisional dengan menggunakan
bahan alami.
Berbagai sumber androgen di alam antara lain terdapat dalam tanaman obat
dan salah satu tanaman obat yang diduga mempunyai kandungan androgen adalah
buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Obat fitofarmaka cabe jawa telah banyak
digunakan oleh masyarakat secara luas sebagai obat tradisional. Secara empirik buah
cabe jawa telah digunakan sebagai obat lemah syahwat (aprodisiak), lambung lemah,
dan peluruh keringat dan rematik6, 7, 8.
Sejumlah fitoandrogen masih perlu diuji efeknya agar dijadikan sebagai
pengganti testosteron sintetis. Istilah androgen digunakan secara kolektif untuk
senyawa-senyawa yang kerja biologiknya sama dengan testosteron. Fungsi utama
androgen adalah merangsang perkembangan, aktivitas organ-organ reproduksi, dan
sifat-sifat seks sekunder, sedang kerja kombinasinya disebut kerja androgenik.
Androgen utama pada seorang pria adalah testosteron yang telah dihasilkan oleh sel
Leydig di dalam testis9.
Selain efek androgenik, maka pengaruh hormon androgen dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan kekuatan fisik seseorang atau efek anabolik.
Namun
demikian, pada laki-laki akan terjadi juga sindrom yang analog dengan menopause
pada wanita yang dikenal sebagai andropause. Keadaan ini akan menjadi lebih baik
dengan pemberian androgen9. Androgen juga diperkirakan bertanggung jawab
terhadap keagresifan dan tingkah laku seksual pria. Telah diketahui pula bahwa
androgen eksogen dapat meningkatkan kadar testosteron darah dan menekan produksi
hormon gonadotropin FSH dan LH pada pria hipogonad9.
Salah satu penelitian pendahuluan dari buah cabe jawa antara lain adalah yang
dilakukan oleh Isnawati et al.,
10
dengan sistem mutasi balik (Metode Ames) ekstrak simplisia buah cabe jawa. Dari
penelitian tersebut diketahui bahwa ektrak cabe jawa tidak menyebabkan mutasi gen
pada lima galur bakteri uji10. Selain itu, beberapa penelitian pendahuluan lain dari
buah cabe jawa adalah: dalam bentuk infus, LD50nya termasuk bahan yang tidak
toksik, infus pada dosis 2,1 miligram/10 gram berat badan pada tikus putih
mempunyai efek androgenik dan anabolik11. Kemudian dalam bentuk suspensi sampai
dengan dosis 1400 miligram/10 gram berat badan mencit (ekivalen dengan 100 kali
dosis manusia) yang diberikan secara oral tidak bersifat teratogenik pada mencit
betina pada waktu periode organogenesis12.
Penelitian ekstrak etanol 70% buah cabe jawa yang diteliti efek androgeniknya
pada anak ayam jantan, pada dosis 3,75 miligram per 100 gram berat badan
mempunyai respon tidak berbeda nyata dengan bahan standar metiltestosteron
(Andriol) dosis 500 miligram per 100 gram berat badan8.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah, salah
satunya adalah tanaman obat. Tumbuhan berkhasiat obat sudah sejak lama
dimanfaatkan oleh nenek moyang dalam pengobatan tradisional, misalnya cabe
jawa13. Menurut Kintoko, cabe jawa tergolong salah satu tanaman obat unggulan
nasional14.
Obat tradisional ini masih banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari
kalangan menengah kebawah. Bahkan dari masa ke masa, obat tradisional mengalami
perkembangan yang semakin meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke
alam (back to nature) serta krisis yang berkepanjangan. Kelebihan obat tradisional
2
dibandingkan dengan obat-obat modern, antara lain adalah efek sampingnya relatif
rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling
mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi15.
Adanya sikap back to nature karena kekhawatiran penggunaan zat kimia sintetik
dan dukungan dari pengembangan sumber daya alam Indonesia telah mendorong
penggunaan sumber-sumber bahan alami dengan berbagai kandungan zat aktif di
dalamnya untuk pengobatan16. Beberapa perusahaan jamu telah menggunakan buah
cabe jawa sebagai campuran jamu khusus untuk pria, di antaranya adalah jamu sehat
pria, jamu kuat lelaki, dan pilkita (data dari label-label bungkus jamu berbagai
perusahaan). Banyaknya buah cabe jawa yang digunakan sebagai campuran jamu
sekitar 10-15%11.
Cabe jawa merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak terdapat di Jawa,
Madura dan Sumatera Selatan. Tumbuh di tempat-tempat yang tanahnya tidak lembap
dan berpasir seperti di dekat pantai, daerah datar sampai 600 meter di atas permukaan
laut (dpl). Tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik di semua jenis
lahan kering atau semua jenis tanah di pulau Jawa17.
Cabe jawa merupakan tumbuhan
tropis asli Asia Tenggara yang juga
dikenal sebagai lada panjang dengan
klasifikasi sebagai berikut 18 : Kingdom :
Plantae, Subkingdom : Viridaeplantae,
Filum : Magnoliophyta, Subfilum :
Spermatophyta,
Infrafilum
hidroksilasi yang diikuti dengan reaksi pemutusan ikatan karbon pada rantai samping.
Senyawa sterol (bentuk steroid dalam tumbuhan) yang berstruktur mirip kolesterol
dapat diubah menjadi pregnenolon22.
Telah diketahui bahwa salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam cabe
jawa adalah -sitosterol (termasuk senyawa sterol)13,23. Penambahan -sitosterol ke
dalam sistem mitokondria testis babi dapat menghasilkan pregnenolon dengan laju
relatif 98% terhadap pembentukan pregnenolon dari kolesterol pada sistem sama.22,23
Kesamaan struktur memungkinkan dikonversinya sterol tertentu menjadi hormon
steroid23. Senyawa saponin yang terkandung dalam buah cabe jawa seperti yang
dikemukakan oleh Nuraini 17 merupakan senyawa dengan struktur dasar sterol (bagian
aglikon) yang berikatan dengan bagian glikosida (gugus gula). Sterol dalam bentuk
glikosida yaitu saponin ( sitosterol--D-glikosida) di dalam lambung yang bersifat
asam mengalami pemutusan bagian gula, sehingga dapat memberikan efek seperti
sterol bebas22.
Dari berbagai hasil penelitian di atas diketahui bahwa ekstrak cabe jawa
(Piper retrofractum Vahl.) cukup aman, mempunyai efek androgenik dan
meningkatkan kadar hormon testosteron tikus percobaan serta sudah diketahui
karakterisasinya baik sebagai simplisia maupun ekstrak etanol 95%. Kelihatannya
ekstrak cabe jawa ini mempunyai prospek positif untuk dapat dikembangkan menjadi
fitofarmaka androgenik melalui berbagai aspek penelitian secara klinik. Fitofarmaka
merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan
bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan
yang berlaku (SK Menkes No. 760/Menkes/Per/IX/1992). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh androgenik ekstrak cabe jawa pada pria
infertil dengan menggunakan pria hipogonad sebagai subjek penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh androgenik ekstrak cabe jawa
terhadap kadar hormon testosteron, FSH, LH, konsentrasi spermatozoa, frekuensi
koitus, dan berat badan pria hipogonad. Hasil penelitian ini diharapkan cabe jawa
dapat dijadikan bahan androgen alami sebagai androgen alternatif yang terdapat
dalam sumber daya alam (SDA) Indonesia dan sekaligus dapat menghemat devisa
akibat mengimpor androgen sintetis dari luar negeri.
5
Metode
Bahan dan Alat Penelitian
Pria hipogonad sehat dengan berat badan 60-70 kilogram, ekstrak kering cabe
jawa dan plasebo yang dimasukkan ke dalam kapsul gelatin, EDTA, kit FSH dan LH,
kit testosteron, kit kimia darah, kit PSA, timbangan, vacutainer, alkohol 70%, spuit
therumo syringe 5 mililiter, rak tabung, botol semen, improve Neubauer, kapas,
orkidometer, sentrifus, counter, mikroskop, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Uji klinik ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) dilakukan dengan
rancangan penelitian single blind clinical trial. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
memperoleh pria hipogonad. Subjek penelitian adalah pasien infertil dengan
oligozoospermia dan keluhan penurunan libido atau potensi seks, volume testis < 15
ml, serta kadar hormon testosteron di bawah kisaran normal.
Perlakuan subjek Percobaan
Dosis dan cara perlakuan
Penetapan dosis uji didasarkan hasil penelitian pada tikus yang telah
diekstrapolasikan ke dosis manusia berdasarkan perbandingan luas permukaan
(ekstrapolasi menurut cara Paget,GE & Barners,JM) dan penggunaan empirik, yaitu
100 mg/orang yang dimasukkan ke dalam 1 (satu) butir kapsul.
Uji klinik dilakukan sebanyak 3 fase: 1. Fase skrining, 2.Fase terapi, 3. Fase
pemulihan
1. Fase skrining (3 bulan):
Fase ini dilakukan skrining awal pasien infertil dengan oligozoospermia dan
keluhan penurunan libido atau potensi seks, serta volume testis < 15 ml. Sesudah
menandatangai informed consent, baru dilakukan pemeriksaan.
2. Fase terapi (1 bulan):
Pada fase ini, para calon peserta yang setuju untuk mengikuti uji klinik harus
menandatangani informed consent yang telah disediakan. Sebanyak 10 pasien secara
acak mendapat kapsul ekstrak cabe jawa, dan 10 pasien lagi mendapat kapsul plasebo.
Karena penelitian ini merupakan fase I uji klinik dan pada fase I uji kliknik biasanya
dianjurkan tidak lebih dari 10 orang yang diuji pada terapi dengan bahan obat yang
baru
24
. Jadi jumlah pasien yang mendapatkan ekstrak cabe jawa adalah maksimal
sepuluh orang.
Departemen Biologi
Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali dalam uji klinik ekstrak cabe
jawa pada manusia.
Data awal berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan volume testis
Dari hasil penimbangan berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan
pengukuran volume testis ditemukan bahwa data tidak menunjukkan perbedaan
karakteristik berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan volume testis pada pria
kelompok ekstrak cabe jawa dan kelompok plasebo/kontrol (Gambar 2).
Gambar 2 : Karakteristik data awal pria hipogonad yang mendapat ekstrak cabe jawa
dan Plasebo (kontrol). Keterangan : Berat badan: Perlakuan; Rerata=71,4, SE=4,66.
Plasebo; Rerata 73,0, SE=2,54. Konsentrasi spermatozoa: Perlakuan; Rerata=2,43,
SE= 1,22. Plasebo; rerata =2,74, SE=0,79. Volume testis: Perlakuan; Rerata=13,31,
SE=0,78. Plasebo; Rerata 14,44, SE=0,84.
Kadar hormon testosteron sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05) terhadap kadar testosteron
darah (Gambar 3) relawan.
Gambar 3 : Rerata kadar hormon testosteron pria hipogonad sebelum, selama, dan
sesudah mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=3,01, SE=0,49; Hari ke-1. Rerata=3,51, SE=0,41; Hari ke-7. Rerata=3,17,
SE=0,56; Hari ke-30. Rerata=3,01, SE=0,40; Hari ke-60. Rerata=2,29, SE=0,30.
Plasebo; Hari ke-0. Rerata=2,95, SE=0,26; Hari ke-1. Rerata=3,50, SE=0,56; Hari ke7. Rerata=3,75, SE=0,22; Hari ke-30. Rerata=4,00, SE=0,45; Hari ke-60.
Rerata=3,43, SE=0,24.
Kadar hormon FSH sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar hormon FSH menunjukkan bahwa hasil analisis statistik
ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe
jawa (p>0,05) terhadap kadar FSH (Gambar 4) relawan.
Gambar 4 : Rerata kadar hormon FSH pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=13,68, SE=1,92; Hari ke-1. Rerata=12,24, SE=1,62; Hari ke-7. Rerata=13,50,
SE=1,81; Hari ke-30. Rerata=13,17, SE=1,72; Hari ke-60. Rerata=10,02, SE=1,20.
Plasebo; Hari ke-0. Rerata=10,45, SE=0,83; Hari ke-1. Rerata=14,38, SE=3,09; Hari
ke-7. Rerata=10,60, SE=0,90; Hari ke-30. Rerata=10,52, SE=1,77; Hari ke-60.
Rerata=8,77, SE=0,63.
Kadar hormon LH sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar hormon LH menunjukkan bahwa hasil analisis statistik
ternyata juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak
cabe jawa (p>0,05) terhadap kadar LH (Gambar 5) relawan.
Gambar 5 : Rerata kadar hormon LH pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=3,76, SE=0,48; Hari ke-1. Rerata=5,19, SE=0,76; Hari ke-7. Rerata=3,81
SE=0,39; Hari ke-30. Rerata=4,77, SE=0,59; Hari ke-60. Rerata=7,16, SE=0,92.
Plasebo; Hari ke-0. Rerata=3,68, SE=0,48; Hari ke-1. Rerata=4,36, SE=0,74; Hari ke7. Rerata=3,48, SE=0,78; Hari ke-30. Rerata=6,88, SE=1,17; Hari ke-60.
Rerata=7,24, SE=0,98.
Kadar PSA sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar PSA menunjukkan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap kadar PSA (Gambar 6) relawan
10
Gambar 5 : Rerata kadar PSA pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah mendapat
ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0. Rerata=0,79,
SE=0,23; Hari ke-1. Rerata=0,48, SE=0,10; Hari ke-7. Rerata=2,13, SE=0,53; Hari
ke-30. Rerata=0,84, SE=0,19; Hari ke-60. Rerata=0,75, SE=0,24. Plasebo; Hari ke-0.
Rerata=0,53, SE=0,10; Hari ke-1. Rerata=0,83, SE=0,29; Hari ke-7. Rerata=1,23,
SE=0,71; Hari ke-30. Rerata=0,50, SE=0,20; Hari ke-60. Rerata=0,10, SE=0,00.
Konsentrasi spermatozoa sebelum, selama, dan sesudah terapi
Hasil analisis statistik dari data konsentrasi spermatozoa memperlihatkan
terdapat perbedaan yang signifikan ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap konsentrasi
spermatozoa para relawan (Gambar 7).
11
Gambar 8 : Rerata frekuensi koitus pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=4,22, SE=1,22; Hari ke-30. Rerata=4,78, SE=1,13; Hari ke-60. Rerata=2,38,
SE=0,41.
12
Gambar 9 : Rerata berat badan pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=71,44,
SE=4,66;
Hari
ke-30.
Rerata=72,00,
SE=4,56;
Hari
ke-60.
pada relawan. Hal ini terlihat karena belum adanya penekanan jumlah FSH dan LH
pada relawan yang diberi cabe jawa. Menurut Rochira et al.,27 peningkatan testosteron
dapat menurunkan kadar FSH dan LH karena terjadinya umpan balik negatif
(negative feed back) testosteron terhadap poros hipotalamus-hipofisis-testis.
Dengan diketahuinya ekstrak cabe jawa tidak menurunkan kadar FSH dan LH,
dapat disimpulkan bahwa ekstrak cabe jawa mempunyai daya androgenik lemah. Hal
ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar testosteron dalam ekstrak cabe jawa
(androgen lemah) atau karena dosis yang diberikan pada penelitian ini terlalu kecil
akibat faktor kehati-hatian. Di dalam ekstrak cabe jawa terdapat kandungan minyak
atsiri, piperin, piperidin, dan turunannya yang merupakan sumber bahan baku obat
aprodisiak potensial
28
alami.
Berdasarkan Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan jumlah konsentrasi spermatozoa dan frekuensi koitus relawan setelah
pemberian cabe jawa. Jumlah sperma meningkat setelah 30 hari pemberian cabe jawa
(6.79 4.243 juta/mL) dan tetap tinggi setelah pemberiannya dihentikan (hari ke 60)
(6.81 2.635 juta/mL). Namun, peningkatan jumlah sperma tersebut belum mencapai
batas normal sperma manusia yakni 20 juta/mL. Peningkatan sperma pada penelitian
ini terjadi karena kandungan testosteron meningkat jumlahnya, sedangkan FSH dan
LH masih tetap seperti semula (tidak berbeda secara bermakna). Kondisi ini
menstimulasi spermatogenesis (proses pembentukan sperma) berjalan secara baik
sehingga meningkatkan produksi sperma para relawan. Menurut Reddy
29
bahwa
14
Dari Gambar 9 dapat dilihat dan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan berat badan para relawan setelah pemberian cabe jawa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kandungan ekstrak cabe jawa tidak dapat memicu
terjadinya sintesis protein dalam tubuh yang akan berpengaruh terhadap berat badan
para relawan.
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan tentang Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper
Retrofractum Vahl) Sebagai Fitofarmaka Androgenik Pada Pria Hipogonad dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Salah satu sumber androgen di alam adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl).
2. Uji klinik ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl) pada dosis oral 100 mg/hari
sebagai fitofarmaka androgenik pada 9 pria hipogonad dengan hasil 7 dari 9 pria
tersebut mengalami peningkatan kadar testosteron darahnya.
3. Pada dosis 100 mg/hari, ekstrak Cabe Jawa bersifat androgenik lemah dan dapat
meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad dan bersifat aman.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada dosis yang lebih besar dengan jumlah
pria hipogonad yang lebih banyak.
Ucapan Terimakasih
Pada kesempatan ini para peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia sebagai penyandang dana penelitian yang bekerjasama
dengan Task Force Andrology Departemen Biologi Kedokteran FKUI sehingga
penelitian ini dapat berjalan dan berlangsung dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Huynh T, Mollard R, Trounson A. 2002. Selected Genetic Factors Associated With
Male Infertility. Hum Reprod Update (8) : 183-198.
2. World Health Organization. 1987. Towards More Objectivity In Diagnosis And
Management Of Male Infertility. Int J Androl (7) : 1-53.
3. Moeloek N. 1990. Beberapa Perkembangan Mutakhir Di Bidang Andrologi. Maj
Kedok Indon Jakarta. 445-453.
15
17
Artikel Penelitian
18
Kata kunci : cabe jawa, androgen, hipogonad, FSH dan LH, PSA.
19
ABSTRACT : It has been known already that exogenous androgen could increase
blood testosterone level and decrease FSH and LH production in hypogonadism. One
of natural androgen is Piper Retrofractum Vahl (javanese long pepper). However, it
has not been known yet that its extract could increase fertility in hypogonadism. It
needs a further study to know androgen (testosterone) effect of javanese long pepper
extract in hypogonadism. The hypothesis of this study is javanese long pepper. extract
could increase blood testosterone level and decrease FSH and LH production in
hypogonadism. This study is using single blind design and male hypogondism as
subject. The results are javanese long pepper extract could increase blood
testosterone level in 7 from 9 male hypogonadism; in 100 mg/day dosage could not
decrease FSH and LH level; did not effect to PSA and body weight; in 100 mg/day
dosage could effect as weak androgenic and increase the frequency of coitus in male
hypogonadism. The conclusions of this study are javanese long pepper is one source
of natural androgen; in 100 mg/day dosage as androgenic phytopharmaca could
increase testosterone blood level; effect as weak androgenic and increase the
frequency of coitus savely.
Key words : javanese long pepper, androgen, hypogonadism, FSH and LH, PSA
20