Anda di halaman 1dari 20

Pendahuluan

Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan
serius secara bersama-sama dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan
diagnosis dan terapi pasangan suami isteri (pasutri)

yang ingin punya anak 1, 2.

Besarnya persentase infertilitas pada pria cukup besar ( 40-60%) dan salah satunya
adalah gangguan kesuburan. Selain itu penanganan infertilitas pria merupakan
masalah yang cukup kompleks dan rumit3.
Gangguan kesuburan pada pria dapat dibagi atas 3 golongan yakni : 1. Pretestikuler; 2. Testikuler; 3. Post-testikuler. Gangguan pre-testikuler berkaitan dengan
gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis seperti menurunnya
produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
sehingga menimbulkan keadaan yang disebut hipogonadisme. Gangguan testikuler
dapat terjadi di dalam tubulus seminiferus, misalnya testis rusak akibat trauma atau
infeksi. Adapun gangguan post-testikuler adalah berbagai gangguan yang terjadi
setelah spermatozoa keluar dari tubulus seminiferus, misalnya gangguan viabilitas dan
motilitas spermatozoa karena infeksi atau sebab lain4.
Berbagai obat yang mengandung bahan hormon, vitamin, dan afrodisiak atau
campuran berbagai ramuan telah digunakan sejak dahulu di Arab, Perancis, Cina,
Jepang, dan Indonesia5. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengatasi gangguan
kesuburan termasuk dengan pengobatan secara tradisional dengan menggunakan
bahan alami.
Berbagai sumber androgen di alam antara lain terdapat dalam tanaman obat
dan salah satu tanaman obat yang diduga mempunyai kandungan androgen adalah
buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Obat fitofarmaka cabe jawa telah banyak
digunakan oleh masyarakat secara luas sebagai obat tradisional. Secara empirik buah
cabe jawa telah digunakan sebagai obat lemah syahwat (aprodisiak), lambung lemah,
dan peluruh keringat dan rematik6, 7, 8.
Sejumlah fitoandrogen masih perlu diuji efeknya agar dijadikan sebagai
pengganti testosteron sintetis. Istilah androgen digunakan secara kolektif untuk
senyawa-senyawa yang kerja biologiknya sama dengan testosteron. Fungsi utama
androgen adalah merangsang perkembangan, aktivitas organ-organ reproduksi, dan
sifat-sifat seks sekunder, sedang kerja kombinasinya disebut kerja androgenik.

Androgen utama pada seorang pria adalah testosteron yang telah dihasilkan oleh sel
Leydig di dalam testis9.
Selain efek androgenik, maka pengaruh hormon androgen dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan kekuatan fisik seseorang atau efek anabolik.

Namun

demikian, pada laki-laki akan terjadi juga sindrom yang analog dengan menopause
pada wanita yang dikenal sebagai andropause. Keadaan ini akan menjadi lebih baik
dengan pemberian androgen9. Androgen juga diperkirakan bertanggung jawab
terhadap keagresifan dan tingkah laku seksual pria. Telah diketahui pula bahwa
androgen eksogen dapat meningkatkan kadar testosteron darah dan menekan produksi
hormon gonadotropin FSH dan LH pada pria hipogonad9.
Salah satu penelitian pendahuluan dari buah cabe jawa antara lain adalah yang
dilakukan oleh Isnawati et al.,

10

yang bertujuan untuk menetapkan efek mutagen

dengan sistem mutasi balik (Metode Ames) ekstrak simplisia buah cabe jawa. Dari
penelitian tersebut diketahui bahwa ektrak cabe jawa tidak menyebabkan mutasi gen
pada lima galur bakteri uji10. Selain itu, beberapa penelitian pendahuluan lain dari
buah cabe jawa adalah: dalam bentuk infus, LD50nya termasuk bahan yang tidak
toksik, infus pada dosis 2,1 miligram/10 gram berat badan pada tikus putih
mempunyai efek androgenik dan anabolik11. Kemudian dalam bentuk suspensi sampai
dengan dosis 1400 miligram/10 gram berat badan mencit (ekivalen dengan 100 kali
dosis manusia) yang diberikan secara oral tidak bersifat teratogenik pada mencit
betina pada waktu periode organogenesis12.
Penelitian ekstrak etanol 70% buah cabe jawa yang diteliti efek androgeniknya
pada anak ayam jantan, pada dosis 3,75 miligram per 100 gram berat badan
mempunyai respon tidak berbeda nyata dengan bahan standar metiltestosteron
(Andriol) dosis 500 miligram per 100 gram berat badan8.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah, salah
satunya adalah tanaman obat. Tumbuhan berkhasiat obat sudah sejak lama
dimanfaatkan oleh nenek moyang dalam pengobatan tradisional, misalnya cabe
jawa13. Menurut Kintoko, cabe jawa tergolong salah satu tanaman obat unggulan
nasional14.
Obat tradisional ini masih banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari
kalangan menengah kebawah. Bahkan dari masa ke masa, obat tradisional mengalami
perkembangan yang semakin meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke
alam (back to nature) serta krisis yang berkepanjangan. Kelebihan obat tradisional
2

dibandingkan dengan obat-obat modern, antara lain adalah efek sampingnya relatif
rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling
mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi15.
Adanya sikap back to nature karena kekhawatiran penggunaan zat kimia sintetik
dan dukungan dari pengembangan sumber daya alam Indonesia telah mendorong
penggunaan sumber-sumber bahan alami dengan berbagai kandungan zat aktif di
dalamnya untuk pengobatan16. Beberapa perusahaan jamu telah menggunakan buah
cabe jawa sebagai campuran jamu khusus untuk pria, di antaranya adalah jamu sehat
pria, jamu kuat lelaki, dan pilkita (data dari label-label bungkus jamu berbagai
perusahaan). Banyaknya buah cabe jawa yang digunakan sebagai campuran jamu
sekitar 10-15%11.
Cabe jawa merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak terdapat di Jawa,
Madura dan Sumatera Selatan. Tumbuh di tempat-tempat yang tanahnya tidak lembap
dan berpasir seperti di dekat pantai, daerah datar sampai 600 meter di atas permukaan
laut (dpl). Tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik di semua jenis
lahan kering atau semua jenis tanah di pulau Jawa17.
Cabe jawa merupakan tumbuhan
tropis asli Asia Tenggara yang juga
dikenal sebagai lada panjang dengan
klasifikasi sebagai berikut 18 : Kingdom :
Plantae, Subkingdom : Viridaeplantae,
Filum : Magnoliophyta, Subfilum :
Spermatophyta,

Infrafilum

Angiospermae, Kelas : Magnoliopsida,


Subkelas : Magnoliidae, Superorder :
Piperanae, Ordo : Piperales, Family :
Piperaceae, Genus : Piper, Spesifik

Gambar 1. Tanaman cabe jawa20

epitet : retrofractum, Spesies : Piper retrofractum Vahl.19


Cabe jawa memiliki beberapa nama daerah, yaitu: di Sumatera disebut lada
panjang, cabai jawa, cabai panjang. Di jawa, namanya cabean, cabe alas, cabe areuy,
cabe jawa, cabe sula. Di Madura dinamai cabhi jhamo, cabhi ongghu, cabhi solah,
sedangkan di Makassar dikenal dengan nama cabai6,17.
Tanaman cabe jawa berupa tumbuhan menahun, batang dengan percabangan
liar, tumbuh memanjat, melilit dengan akar lekatnya, panjang mencapai 10 meter.
3

Percabangan dimulai dari pangkalnya yang menyerupai kayu. Daun tunggal,


berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal membulat, ujung meruncing, tepi rata,
pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik,
panjang 8,530 sentimeter, lebar 3-13 sentimeter dan berwarna hijau. Bunga
berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tumbuh tegak atau sedikit merunduk,
bulir jantan lebih panjang dari betina. Buah majemuk berupa bulir, bentuk bulat
panjang sampai silindris, bagian ujung agak mengecil, permukaan tidak rata,
bertonjolan teratur, panjang 2-7 cm, garis tengah 4-8 mm, bertangkai panjang, masih
muda berwarna hijau, keras dan pedas, kemudian warna menjadi kuning gading dan
akhirnya menjadi merah, lunak dan manis. Bagian tanaman yang digunakan adalah
buahnya, tetapi kadang-kadang ada yang menggunakan daun dan akarnya6, 17.
Buah, daun dan akar tanaman cabe jawa dapat digunakan untuk pengobatan.
Buah yang sudah tua dapat digunakan untuk pengobatan perut kembung, mulas,
muntah-muntah, diaforetik, karminatif, merangsang nafsu makan, demam, influenza,
migren, peluruh keringat, encok, infeksi pada hati, tekanan darah rendah, urat saraf
lemah, sukar bersalin, dan sebagai afrodisiaka. Akar dapat digunakan untuk sakit gigi,
luka, dan kejang, sedangkan daunnya untuk obat kumur. Di India, Afrika Utara, Afrika
Timur, dan Asia Tenggara, cabe jawa juga digunakan untuk bumbu masak13, 17.
Senyawa kimia yang terkandung dalam cabe jawa antara lain asam amino bebas,
damar, minyak atsiri, beberapa jenis alkaloid seperti piperine, piperidin, piperatin,
piperlonguminine, -sitosterol, sylvatine, guineensine, piperlongumine, filfiline,
sitosterol, methyl piperate, minyak atsiri (terpenoid), n-oktanol, linalool, terpinil
asetat, sitronelil asetat, sitral, alkaloid, saponin, polifenol, dan resin (kavisin)6,7,13,17,18.
Alkaloid utama yang terdapat di dalam buah cabe jawa adalah piperin10.
Cabe jawa merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki efek stimulan
terhadap sel-sel syaraf sehingga mampu meningkatkan stamina tubuh. Efek hormonal
dari tanaman ini dikenal sebagai afrodisiaka. Berdasarkan penelitian secara ilmiah,
cabe jawa digunakan sebagai afrodisiaka karena mempunyai efek androgenik, untuk
anabolik, dan sebagai antivirus. Dari suatu tinjauan pustaka dikatakan bahwa secara
umum kandungan kimia atau senyawa kimia yang berperan sebagai afrodisiaka adalah
turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin dan senyawa lain yang dapat melancarkan
peredaran darah. Bagian yang dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan
diduga senyawa aktif yang berkhasiat afrodisiaka di dalam buahnya adalah senyawa
piperine17.
4

Testosteron dan hormon steroid lain disintesis dari prekursor kolesterol.


Sintesis testosteron diawali oleh terjadinya pembentukan pregnenolon dari kolesterol
21

. Konversi kolesterol menjadi pregnenolon merupakan urutan dua kali reaksi

hidroksilasi yang diikuti dengan reaksi pemutusan ikatan karbon pada rantai samping.
Senyawa sterol (bentuk steroid dalam tumbuhan) yang berstruktur mirip kolesterol
dapat diubah menjadi pregnenolon22.
Telah diketahui bahwa salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam cabe
jawa adalah -sitosterol (termasuk senyawa sterol)13,23. Penambahan -sitosterol ke
dalam sistem mitokondria testis babi dapat menghasilkan pregnenolon dengan laju
relatif 98% terhadap pembentukan pregnenolon dari kolesterol pada sistem sama.22,23
Kesamaan struktur memungkinkan dikonversinya sterol tertentu menjadi hormon
steroid23. Senyawa saponin yang terkandung dalam buah cabe jawa seperti yang
dikemukakan oleh Nuraini 17 merupakan senyawa dengan struktur dasar sterol (bagian
aglikon) yang berikatan dengan bagian glikosida (gugus gula). Sterol dalam bentuk
glikosida yaitu saponin ( sitosterol--D-glikosida) di dalam lambung yang bersifat
asam mengalami pemutusan bagian gula, sehingga dapat memberikan efek seperti
sterol bebas22.
Dari berbagai hasil penelitian di atas diketahui bahwa ekstrak cabe jawa
(Piper retrofractum Vahl.) cukup aman, mempunyai efek androgenik dan
meningkatkan kadar hormon testosteron tikus percobaan serta sudah diketahui
karakterisasinya baik sebagai simplisia maupun ekstrak etanol 95%. Kelihatannya
ekstrak cabe jawa ini mempunyai prospek positif untuk dapat dikembangkan menjadi
fitofarmaka androgenik melalui berbagai aspek penelitian secara klinik. Fitofarmaka
merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan
bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan
yang berlaku (SK Menkes No. 760/Menkes/Per/IX/1992). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh androgenik ekstrak cabe jawa pada pria
infertil dengan menggunakan pria hipogonad sebagai subjek penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh androgenik ekstrak cabe jawa
terhadap kadar hormon testosteron, FSH, LH, konsentrasi spermatozoa, frekuensi
koitus, dan berat badan pria hipogonad. Hasil penelitian ini diharapkan cabe jawa
dapat dijadikan bahan androgen alami sebagai androgen alternatif yang terdapat
dalam sumber daya alam (SDA) Indonesia dan sekaligus dapat menghemat devisa
akibat mengimpor androgen sintetis dari luar negeri.
5

Metode
Bahan dan Alat Penelitian
Pria hipogonad sehat dengan berat badan 60-70 kilogram, ekstrak kering cabe
jawa dan plasebo yang dimasukkan ke dalam kapsul gelatin, EDTA, kit FSH dan LH,
kit testosteron, kit kimia darah, kit PSA, timbangan, vacutainer, alkohol 70%, spuit
therumo syringe 5 mililiter, rak tabung, botol semen, improve Neubauer, kapas,
orkidometer, sentrifus, counter, mikroskop, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Uji klinik ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) dilakukan dengan
rancangan penelitian single blind clinical trial. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
memperoleh pria hipogonad. Subjek penelitian adalah pasien infertil dengan
oligozoospermia dan keluhan penurunan libido atau potensi seks, volume testis < 15
ml, serta kadar hormon testosteron di bawah kisaran normal.
Perlakuan subjek Percobaan
Dosis dan cara perlakuan
Penetapan dosis uji didasarkan hasil penelitian pada tikus yang telah
diekstrapolasikan ke dosis manusia berdasarkan perbandingan luas permukaan
(ekstrapolasi menurut cara Paget,GE & Barners,JM) dan penggunaan empirik, yaitu
100 mg/orang yang dimasukkan ke dalam 1 (satu) butir kapsul.
Uji klinik dilakukan sebanyak 3 fase: 1. Fase skrining, 2.Fase terapi, 3. Fase
pemulihan
1. Fase skrining (3 bulan):
Fase ini dilakukan skrining awal pasien infertil dengan oligozoospermia dan
keluhan penurunan libido atau potensi seks, serta volume testis < 15 ml. Sesudah
menandatangai informed consent, baru dilakukan pemeriksaan.
2. Fase terapi (1 bulan):
Pada fase ini, para calon peserta yang setuju untuk mengikuti uji klinik harus
menandatangani informed consent yang telah disediakan. Sebanyak 10 pasien secara
acak mendapat kapsul ekstrak cabe jawa, dan 10 pasien lagi mendapat kapsul plasebo.
Karena penelitian ini merupakan fase I uji klinik dan pada fase I uji kliknik biasanya
dianjurkan tidak lebih dari 10 orang yang diuji pada terapi dengan bahan obat yang
baru

24

. Jadi jumlah pasien yang mendapatkan ekstrak cabe jawa adalah maksimal

sepuluh orang.

3. Fase pemulihan (1 bulan):


Pada fase pemulihan dilakukan pemeriksaan yang sama dengan fase terapi,
namun tanpa pemberian ekstrak ataupun plasebo cabe jawa.
Pengambilan Data
Pada ketiga fase dilakukan pengambilan data untuk pemeriksaan laboratorium.
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit terumo syringe 5 mililiter
pada pembuluh darah vena. Darah yang didapatkan kemudian disentrifus untuk
memisahkan serum dan darah. Serum darah digunakan untuk pemeriksaan hormonal,
sedangkan darahnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah. Adapun parameter
yang diamati pada pemeriksaan hormonal adalah kadar testosteron, FSH, dan LH.
Untuk parameter kimia darah adalah berupa darah rutin, fungsi hepar, ginjal, profil
lipid.
Pengambilan sampel semen dilakukan secara koitus interuptus oleh pasien dan
kemudian dihitung konsentrasi spermatozoa yang didapatkan. Sebagai data tambahan
dilakukan penimbangan berat badan relawan setiap kali pemeriksaan.
Pemeriksaan untuk analisis semen dilakukan di

Departemen Biologi

Kedokteran FKUI, selanjutnya untuk pemeriksaan kadar hormon testosteron, FSH,


dan LH dilakukan di Makmal Terpadu FKUI dengan teknik radio immuno assay
(RIA), sedangkan untuk pemeriksaan kimia darah dilakukan di Departemen Patologi
Klinik RSCM/FKUI.
Analisis Statistik
Sampel setiap parameter dievaluasi dengan menggunakan analisis statistik
untuk melihat tingkat signifikansi dari data yang didapatkan25, 26.

Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali dalam uji klinik ekstrak cabe
jawa pada manusia.
Data awal berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan volume testis
Dari hasil penimbangan berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan
pengukuran volume testis ditemukan bahwa data tidak menunjukkan perbedaan
karakteristik berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan volume testis pada pria
kelompok ekstrak cabe jawa dan kelompok plasebo/kontrol (Gambar 2).

Gambar 2 : Karakteristik data awal pria hipogonad yang mendapat ekstrak cabe jawa
dan Plasebo (kontrol). Keterangan : Berat badan: Perlakuan; Rerata=71,4, SE=4,66.
Plasebo; Rerata 73,0, SE=2,54. Konsentrasi spermatozoa: Perlakuan; Rerata=2,43,
SE= 1,22. Plasebo; rerata =2,74, SE=0,79. Volume testis: Perlakuan; Rerata=13,31,
SE=0,78. Plasebo; Rerata 14,44, SE=0,84.
Kadar hormon testosteron sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05) terhadap kadar testosteron
darah (Gambar 3) relawan.

Gambar 3 : Rerata kadar hormon testosteron pria hipogonad sebelum, selama, dan
sesudah mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=3,01, SE=0,49; Hari ke-1. Rerata=3,51, SE=0,41; Hari ke-7. Rerata=3,17,
SE=0,56; Hari ke-30. Rerata=3,01, SE=0,40; Hari ke-60. Rerata=2,29, SE=0,30.
Plasebo; Hari ke-0. Rerata=2,95, SE=0,26; Hari ke-1. Rerata=3,50, SE=0,56; Hari ke7. Rerata=3,75, SE=0,22; Hari ke-30. Rerata=4,00, SE=0,45; Hari ke-60.
Rerata=3,43, SE=0,24.
Kadar hormon FSH sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar hormon FSH menunjukkan bahwa hasil analisis statistik
ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe
jawa (p>0,05) terhadap kadar FSH (Gambar 4) relawan.

Gambar 4 : Rerata kadar hormon FSH pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=13,68, SE=1,92; Hari ke-1. Rerata=12,24, SE=1,62; Hari ke-7. Rerata=13,50,
SE=1,81; Hari ke-30. Rerata=13,17, SE=1,72; Hari ke-60. Rerata=10,02, SE=1,20.

Plasebo; Hari ke-0. Rerata=10,45, SE=0,83; Hari ke-1. Rerata=14,38, SE=3,09; Hari
ke-7. Rerata=10,60, SE=0,90; Hari ke-30. Rerata=10,52, SE=1,77; Hari ke-60.
Rerata=8,77, SE=0,63.
Kadar hormon LH sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar hormon LH menunjukkan bahwa hasil analisis statistik
ternyata juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak
cabe jawa (p>0,05) terhadap kadar LH (Gambar 5) relawan.

Gambar 5 : Rerata kadar hormon LH pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=3,76, SE=0,48; Hari ke-1. Rerata=5,19, SE=0,76; Hari ke-7. Rerata=3,81
SE=0,39; Hari ke-30. Rerata=4,77, SE=0,59; Hari ke-60. Rerata=7,16, SE=0,92.
Plasebo; Hari ke-0. Rerata=3,68, SE=0,48; Hari ke-1. Rerata=4,36, SE=0,74; Hari ke7. Rerata=3,48, SE=0,78; Hari ke-30. Rerata=6,88, SE=1,17; Hari ke-60.
Rerata=7,24, SE=0,98.
Kadar PSA sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data kadar PSA menunjukkan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap kadar PSA (Gambar 6) relawan

10

Gambar 5 : Rerata kadar PSA pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah mendapat
ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0. Rerata=0,79,
SE=0,23; Hari ke-1. Rerata=0,48, SE=0,10; Hari ke-7. Rerata=2,13, SE=0,53; Hari
ke-30. Rerata=0,84, SE=0,19; Hari ke-60. Rerata=0,75, SE=0,24. Plasebo; Hari ke-0.
Rerata=0,53, SE=0,10; Hari ke-1. Rerata=0,83, SE=0,29; Hari ke-7. Rerata=1,23,
SE=0,71; Hari ke-30. Rerata=0,50, SE=0,20; Hari ke-60. Rerata=0,10, SE=0,00.
Konsentrasi spermatozoa sebelum, selama, dan sesudah terapi
Hasil analisis statistik dari data konsentrasi spermatozoa memperlihatkan
terdapat perbedaan yang signifikan ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap konsentrasi
spermatozoa para relawan (Gambar 7).

11

Gambar 7 : Rerata konsentrasi spermatozoa pria hipogonad sebelum, selama, dan


sesudah mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=2,43, SE=1,22; Hari ke-30. Rerata=6,79, SE=4,24; Hari ke-60. Rerata=6,81,
SE=2,64.

Plasebo; Hari ke-0. Rerata=2,74, SE=0,79; Hari ke-30. Rerata=2,54,

SE=1,13; Hari ke-60. Rerata=5,00, SE=0,43.


Frekuensi koitus sebelum, selama, dan sesudah terapi
Hasil analisis statistik dari data frekuensi koitus memperlihatkan terdapat
perbedaan yang signifikan pemberian ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap coitus para
relawan (Gambar 8).

Gambar 8 : Rerata frekuensi koitus pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=4,22, SE=1,22; Hari ke-30. Rerata=4,78, SE=1,13; Hari ke-60. Rerata=2,38,
SE=0,41.

Plasebo; Hari ke-0. Rerata=2,00, SE=0,26; Hari ke-30. Rerata=2,50,

SE=0,18; Hari ke-60. Rerata=2,50, SE=0,32.


Berat badan sebelum, selama, dan sesudah terapi
Dari data berat badan relawan menunjukkan bahwa hasil analisis statistik tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap berat badan (Gambar 9) relawan

12

Gambar 9 : Rerata berat badan pria hipogonad sebelum, selama, dan sesudah
mendapat ekstrak dan plasebo cabe jawa. Keterangan : Perlakuan; Hari ke-0.
Rerata=71,44,

SE=4,66;

Hari

ke-30.

Rerata=72,00,

SE=4,56;

Hari

ke-60.

Rerata=69,50, SE=4,64. Plasebo; Hari ke-0. Rerata=73,00, SE=2,54; Hari ke-30.


Rerata=69,75, SE=3,77; Hari ke-60. Rerata=64,00, SE=2,76.
Diskusi
Pada Gambar 3, 4, 5, dan 6 menunjukkan bahwa dari hasil analisis statistik
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian cabe jawa (p>0,05)
terhadap kadar hormon testosteron darah, FSH, LH, dan PSA pria relawan. Namun
jika diperhatikan secara proporsional pada hari ke-1 dan 7 pemberian ekstrak cabe
jawa dapat meningkatkan kadar testosteron darah pada 7 dari 9 pria relawan (78%),
dari rerata 1,19 ng/mL pada hari ke-0 menjadi 2,56 ng/mL pada hari ke-1. Pada
kelompok kontrol hanya 2 dari 6 (33%) kadar testosteron darahnya meningkat pada
hari ke-1 yang mendapat Plasebo.
Selanjutnya setelah pemberian cabe jawa pada hari ke 30 serta setelah
penghentian pemberiannya (fase pemulihan) pada hari ke 60, rata-rata kandungan
testosteron menurun kembali ke nilai awal (base line). Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak cabe jawa berpengaruh secara spontan dan tidak dapat bertahan lama di dalam
tubuh relawan atau mempunyai daya tinggal dalam darah (duration of action) yang
tidak lama. Kemungkinan lain adalah dosis cabe jawa yang diberikan masih belum
optimal untuk dapat mempertahankan peningkatan kandungan testosteron lebih lama
13

pada relawan. Hal ini terlihat karena belum adanya penekanan jumlah FSH dan LH
pada relawan yang diberi cabe jawa. Menurut Rochira et al.,27 peningkatan testosteron
dapat menurunkan kadar FSH dan LH karena terjadinya umpan balik negatif
(negative feed back) testosteron terhadap poros hipotalamus-hipofisis-testis.
Dengan diketahuinya ekstrak cabe jawa tidak menurunkan kadar FSH dan LH,
dapat disimpulkan bahwa ekstrak cabe jawa mempunyai daya androgenik lemah. Hal
ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar testosteron dalam ekstrak cabe jawa
(androgen lemah) atau karena dosis yang diberikan pada penelitian ini terlalu kecil
akibat faktor kehati-hatian. Di dalam ekstrak cabe jawa terdapat kandungan minyak
atsiri, piperin, piperidin, dan turunannya yang merupakan sumber bahan baku obat
aprodisiak potensial

28

dan zat-zat tersebut di atas diduga mengandung testosteron

alami.
Berdasarkan Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan jumlah konsentrasi spermatozoa dan frekuensi koitus relawan setelah
pemberian cabe jawa. Jumlah sperma meningkat setelah 30 hari pemberian cabe jawa
(6.79 4.243 juta/mL) dan tetap tinggi setelah pemberiannya dihentikan (hari ke 60)
(6.81 2.635 juta/mL). Namun, peningkatan jumlah sperma tersebut belum mencapai
batas normal sperma manusia yakni 20 juta/mL. Peningkatan sperma pada penelitian
ini terjadi karena kandungan testosteron meningkat jumlahnya, sedangkan FSH dan
LH masih tetap seperti semula (tidak berbeda secara bermakna). Kondisi ini
menstimulasi spermatogenesis (proses pembentukan sperma) berjalan secara baik
sehingga meningkatkan produksi sperma para relawan. Menurut Reddy

29

bahwa

spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang dimulai dari


spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Pada perkembangan sel
germinal ini dibutuhkan beberapa hormon penunjang di antaranya hormon testosteron
dan hormon gonadotropin seperti FSH dan LH 29.
Selanjutnya pada frekuensi koitus, dalam hal ini memperlihatkan perbedaan
yang bermakna pemberian ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap coitus para relawan.
Namun, kondisi ini mulai menjadi normal atau turun kembali setelah penghentian
pemberian ekstrak cabe jawa. Hal menunjukkan bahwa cabe jawa dapat meningkatkan
libido atau sexual intercourse para relawan. Peningkatan tersebut merupakan nilai
tambah dari cabe jawa jika diberikan pada pria yang mempunyai keluhan tentang
coitus.

14

Dari Gambar 9 dapat dilihat dan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan berat badan para relawan setelah pemberian cabe jawa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kandungan ekstrak cabe jawa tidak dapat memicu
terjadinya sintesis protein dalam tubuh yang akan berpengaruh terhadap berat badan
para relawan.
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan tentang Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper
Retrofractum Vahl) Sebagai Fitofarmaka Androgenik Pada Pria Hipogonad dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Salah satu sumber androgen di alam adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl).
2. Uji klinik ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl) pada dosis oral 100 mg/hari
sebagai fitofarmaka androgenik pada 9 pria hipogonad dengan hasil 7 dari 9 pria
tersebut mengalami peningkatan kadar testosteron darahnya.
3. Pada dosis 100 mg/hari, ekstrak Cabe Jawa bersifat androgenik lemah dan dapat
meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad dan bersifat aman.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada dosis yang lebih besar dengan jumlah
pria hipogonad yang lebih banyak.
Ucapan Terimakasih
Pada kesempatan ini para peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia sebagai penyandang dana penelitian yang bekerjasama
dengan Task Force Andrology Departemen Biologi Kedokteran FKUI sehingga
penelitian ini dapat berjalan dan berlangsung dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Huynh T, Mollard R, Trounson A. 2002. Selected Genetic Factors Associated With
Male Infertility. Hum Reprod Update (8) : 183-198.
2. World Health Organization. 1987. Towards More Objectivity In Diagnosis And
Management Of Male Infertility. Int J Androl (7) : 1-53.
3. Moeloek N. 1990. Beberapa Perkembangan Mutakhir Di Bidang Andrologi. Maj
Kedok Indon Jakarta. 445-453.

15

4. Brinkworth MH & Handelsman DJ. 2000. Environment Influences on Male


Reproduvctive Health Dalam : Nieschlag E & Behre HM. Andrology. Second
Edition. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York.. 255-257.
5. Katchadourian HA & Lunde DT. 1976. Fundamental Of Human Sexuality (2nd
Edition) Holt Rinehart and Winston. New York.
6. Depkes RI, Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid 1, Jakarta 1985.
7. Mardisiswojo, RH. Cabe Puyang warisan nenek moyang. PT Karya Wreda,
Jakarta, 1975.
8. Wahjoedi B, Pudjiastuti, Adjirni, Nuratmi B, Astuti Y. Efek androgenik ekstrak
etanol cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) pada anak ayam. Jurnal Bahan Alam
Indonesia 2004; 3(2):201-204.
9. Hanley, DF. Drugs use and abuse. Strauss RH ed. Sports medicine and Physiology.
Philadelphia, WB Saunders, 1979 : 396-404
10. Isnawati A, Endreswari S, Pudjiastuti, Murhandini. Efek mutagen ekstrak etanol
buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Jurnal Bahan Alam Indonesia
2002;1(2):63-67.
11. Saroni, Pudjiastuti, Adjirni. Penelitian efek androgenik dan anabolik buah cabe
jawa. Cermin Dunia Kedokteran 1989;59:22-24.
12. Wahjoedi B. Pengaruh Piper retrofractum Vahl. (cabe jawa) terhadap
perkembangan janin mencit putih. Cermin Dunia Farmasi. 1992; 13:21-23.
13. Taryono RA. Cabe jawa. Penebar Swadaya. 2004:1-63.
14. Kintoko. Prospek pengembangan tanaman obat. Prosiding Persidangan Antara
Bangsa Pembangunan Aceh, Universitas Kebangsaan Malaysia, Bangi 2006:178188.
15. Katno PS. Tingkat manfaat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional.
Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu, Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada. Edisi 1999. Diunduh dari
http://www.blogger.com/profile/01538773864747564721, 30 Mei 2008.
16. Emmyzar. Pemanfaatan komoditas cabe jawa dalam usaha meningkatkan
pendayagunaan toga. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1, Nomor 3 Juli
1992.
17. Nuraini A. Mengenal etnobotani beberapa tanaman yang berkhasiat sebagai
aprodisiaka. InfoPOM, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
2003;IV(10):1-4.
16

18. Hutapea JR, Widyastuti Y, Sugiarso S. Usaha Pengadaan Tanaman Piper


retrofractum Vahl di lahan BPTO pada ketinggian 1200 M DPL
19. Bisby FA, Roskov YR, Ruggiero MA, Orrell TM, Paglinawan LE, et al. Editors.
species 2000 & ITIS catalogue of life: 2007 annual checklist. Species 2000:
Reading, United Kingdom; 2007.
20. Tanaman Obat Indonesia. www. IPTEKnet.com .
21. Ogle TF, Costoff A. Endocrinology Male Reproductive Physiology. Testosterone
synthesis. Diunduh dari
www.lib.mcg.edu/edu/eshuphysiol/program/section5/5ch8/s5ch8_8.htm, 4 Juni
2008.
22. Winarni D. Efek ekstrak akar ginseng jawa dan korea terhadap libido mencit
jantan pada prakondisi testosteron rendah. Berkala Penelitian Hayati
2007;12:153-159.
23. Fernndez C, Surez Y, Ferruelo AJ, Gmez-Coronado D, Lasuncin MA.
Inhibition of cholesterol biosynthesis by b22 unsaturated phytosterol via
competitive inhibition of sterol 24reductase in mammalia cells. Biochemistri
Journal 2002;366:1009119.
24. Simmons PRN. Clinical Trials. Research Initiative Treatment Action. Vol 8. No. 1.
Summer. 2002 (www.Centerforaids.Org/rita/;Accessed 3 May 2005)
25. Meddish R. 1975. Statistic Handbook For Non-Statistician. Mc Graw-Hill Book
Company (UK) Limited, London.
26. Stell RGD & Torrie JH. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Edisi 3. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
27. Rochira V, Matteo F, Elena V and Carani C. 2003. Estrogens and Male
Reproduction Chapter 17. Endotext.com (Your Endocrine Source)
28. Cabe jawa. www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=108,Akses 3 Maret
2006,13:45.
29. Reddy PRK, 2000. Hormonal contraception for human males: prospects. Asian J
Androl 2000 Mar;2: 46-50.

17

Artikel Penelitian

Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) Sebagai


Fitofarmaka Androgenik Pada Pria Hipogonad

Prof. Dr. dr. Nukman Moeloek, SpAnd.


dr. Silvia W. Lestari
Drs. Yurnadi M.Kes
Drs. Bambang Wahjoedi VM, APU

Departemen Biologi Kedokteran


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
2009

18

Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) Sebagai


Fitofarmaka Androgenik Pada Pria Hipogonad
*

Nukman Moeloek, *Silvia W. Lestari, *Yurnadi,. **Bambang Wahjoedi


*
Departemen Biologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
**BPOM Depkes-RI, Jakarta..
ABSTRAK : Telah diketahui bahwa androgen eksogen dapat meningkatkan kadar
testosteron darah dan menekan produksi follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) pada pria hipogonad. Salah satu androgen alami yang telah
banyak digunakan adalah cabe jawa. Namun, belum diketahui apakah ekstrak cabe
jawa dapat meningkatkan fertilitas pada pria hipogonad. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk menilai pengaruh androgen (testosteron) ekstrak cabe jawa
terhadap pria hipogonad. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak cabe jawa dapat
meningkatkan kadar testosteron darah dan menekan produksi FSH dan LH pada pria
hipogonad. Penelitian ini menggunakan desain single blind study, subjek pria
hipogonad. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa cabe jawa dapat meningkatkan
kadar testosteron darah pada 7 dari 9 pria hipogonad (78%), ekstrak cabe jawa dosis
100 mg/hari tidak dapat menurunkan kadar FSH dan LH pada pria hipogonad,
pemakaian ekstrak cabe jawa tidak berpengaruh terhadap PSA dan berat badan pria
hipogonad, ekstrak cabe jawa dosis 100 mg/hari bersifat androgenik lemah dan dapat
meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad. Dari penelitian ini dapat disimpulkan:
cabe jawa adalah salah satu sumber androgen di alam, ekstrak cabe jawa pada dosis
100 mg/hari sebagai fitofarmaka androgenik dapat meningkatkan kadar testosteron
darah pada pria hipogonad, ekstrak cabe jawa dosis 100 mg/hari bersifat androgenik
lemah dan dapat meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad dan bersifat aman.

Kata kunci : cabe jawa, androgen, hipogonad, FSH dan LH, PSA.

19

Clinical Study Of Piper Retrofractum Vahl. (Javanese Long Pepper)


Extracts As An Androgenic Phytopharmaca in Male Hypogonadism
*Nukman Moeloek, *Silvia W Lestari, *Yurnadi, **Bambang Wahjoedi
*Department of Medical Biology of Faculty of Medicine University of Indonesia
** NIHRD Depkes-RI, Jakarta.

ABSTRACT : It has been known already that exogenous androgen could increase
blood testosterone level and decrease FSH and LH production in hypogonadism. One
of natural androgen is Piper Retrofractum Vahl (javanese long pepper). However, it
has not been known yet that its extract could increase fertility in hypogonadism. It
needs a further study to know androgen (testosterone) effect of javanese long pepper
extract in hypogonadism. The hypothesis of this study is javanese long pepper. extract
could increase blood testosterone level and decrease FSH and LH production in
hypogonadism. This study is using single blind design and male hypogondism as
subject. The results are javanese long pepper extract could increase blood
testosterone level in 7 from 9 male hypogonadism; in 100 mg/day dosage could not
decrease FSH and LH level; did not effect to PSA and body weight; in 100 mg/day
dosage could effect as weak androgenic and increase the frequency of coitus in male
hypogonadism. The conclusions of this study are javanese long pepper is one source
of natural androgen; in 100 mg/day dosage as androgenic phytopharmaca could
increase testosterone blood level; effect as weak androgenic and increase the
frequency of coitus savely.
Key words : javanese long pepper, androgen, hypogonadism, FSH and LH, PSA

20

Anda mungkin juga menyukai