Anda di halaman 1dari 14

SUPOSITORIA

I.
Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan zaman bentuk dan sediaan obat
beragam,ada yang berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan
suppositoria.Beragamnya bentuk sediaan tersebut didasarkan atas
kebutuhan dari konsumen atau pasien. Bentuk dan sediaan obat pun dapat
diberikan denganrute yang berbeda-beda dan memberikan efek yang
berbeda-beda. Untuk suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam
dubur atau lubangyang ada di dalam tubuh. Penggunaan suppositoria
ditujukan untuk pasienyang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran
cerna, dan pada pasienyang tidak sadarkan diri.Suppositoria dapat dibuat
dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra.Bentuk suppositoria dapat ditentukan
berdasarkan basis yang digunakan
II.
Pengertian
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat berbagai bobot dan
bentu, yang diberikan melalui rectum, vagina, atau uretra; umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh . supositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pelindung
pembawa zat teraupetik yang bersifat local atau sistemik.
Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang berbentuk torpedo,
bentuk ini memiliki kelebihan yaitu bila bagian yang besar masuk melalui
otot penutup dubur, maka supositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya
(Anief, 2000).
Suppositoria adalah sediaan farmasi padat yang dirancang untuk
dimasukkan ke dalam rectum dimana masa suppositoria akan melebur,
melarut, terdispersi, dan menunjukkan efek lokal atau sistemik. Sedangkan
ovula adalah sediaan farmasi yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam
vagina, biasanya untuk tujuan efek lokal. (Agoes, 2008:337)
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya
dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia
akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau
sistemik. Suppositoria umummnya dimasukkan ke dalam lubang atau celah
yang diinginkan tanpa menimbulkan kejanggalan dan penggelembungan
begitu masuk harus dapat bertahan untuk suatu waktu tertentu. Suppositoria
untuk rectum umumnya dimasukkan dengna jari tangan, tetapi untuk vagina
khususnya vaginal insert atau tablet vagina yang diolah dengan cara
kompresi dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan
bantuan alat khusus. (Ansel, 2008:576)

Umumnya, supositoria rectum mempunyai panjangn sekitar 32 mm (1,5


inci), berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa supositoria unt
uk rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jarijarikecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang
digunakan, beratnya pun berbeda-beda.
USP
menetapkan
berat supositoria 2 gram untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang
digunakan sebagai basis.Sedang supositoria untuk bayi dan anak-anak,
ukuran dan beratnya dariukuran dan berat untuk orang dewasa,
bentuknya kira-kira seperti pensil.
III.
Macam-macam Supositoria
Macam-macam supositoria berdasarkan tempat penggunaanya, yaiut
1. Supositoria rectal, berbentuk peluru digunakan lewat rectum atau
anus. Menurut FI III bobotnya antara 2-3 gram, yaitu untuk dewasa 3
gram dan anak 2 gram, sedangakan menurut FI IV kurang lebih 2
gram. Supositoria rectal bebentuk topedo mempunyai keunggulan,
yaitu bagian besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur,
supositoria akan tertarik masusk dengan sendirinya.
2. Supositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, beratnya antara 3-5 gram. Menurut FI III 3-6
gram, umnya 5 gram.
Supositoria kempa atau sisipan adalah supositoria vagina yang dibuat
dengancara menempa massa sebuk menjadi bentuk yang sesuai atau
dengan cara pengamsulan dalam gelatin. Menurut FI IV, supositoria
vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut dalam air seperti gelatin
tergliserinasi memiliki bobot 5 gram. Supositoria dengan bahan dasar
gelatin tergliserinasi ( 70 bagian gliserin dan 20 bagian gelatin dan 10
bagian air) harus disimpan didalam wadah tertutup rapat, sebainya
suhu dibawah 35 .
3. Supositoria rectal (bacilli, bougies) digunakan lewat uretra berbentuk
batang dengan panjang antara 7-14 cm
IV.
Keuntungan dan Kerugian Supositoria
Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral
adalah :

Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.


Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam
lambung

Obat dapat masuk langsung dalam saluradarah dan berakibat obat dapat
memberi efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)

Kerugian Sediaan obat dalam bentuk Suppositoria antara lain :

1.

2.

3.

Cara pakai tidak menyenangkan


Absorbsi obat sering kali tidak teratur /sukar diramalkan
Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan
Tidak semua obat bisa dibuat suppositoria

V.
Tujuan Penggunaan
Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan
sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal
ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak
memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih
cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke
dalam sirkulasi pembuluh darah.
Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati
(Syamsuni, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rectum


Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rectum pada
pemberian obat dalam bentuk suppositoria dapat dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu:
a. Faktor fisiologi
Rektum manusia panjangnya 15 20 cm. Pada waktu itu isi kolon
kosong, rectum hanya berisi 2 3 mL cairan mukosa yang inert. Dalam
keadaan istirahat, rektum tidak ada gerakan, tidak ada villi dan
microvilli pada mukosa rektum.Akan tetapi terdapat vaskularisasi yang
berlebihan dari bagian submukosa dinding rektum dengan darah dan
kelenjar limfe.Di antara faktor fisiologi yang mempengaruhi absorpsi
obat dari rektum adalah kandung kolon, jalur sirkulasi, dan pH serta
tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.
b. Faktor fisika kimia dari obat dan basis supositoria

Faktor fisika kimia mencangkup sifat-sifatnya seperti kelarutan relatif


obat dalam lemak dan air serta ukuran partikel dari obat yang
menyebar.Faktor fisika kimia dari basis melengkapi kemampuannya
melebur, melunak atau melarut pada suhu tubuh, kemampuannya
melepaskan bahan obat dan sifat hidfrofilik atau hidrofobiknya.
VI. Basis Dasar Supositoria
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut
dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang biasa digunakan
adalah lemak cokelat (oleum cacao), polietilenglikol (PEG), lemak
tengkawang (oleum shorae) atau gelatin (Syamsuni, 2005).
Bahan dasar suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau
dicetak, tetapi akan melunak pada suhu rectum dan dapat bercampur
dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, dan
bau serta pemisahan obat.
5. Kadar air mencukupi.
6. Untuk basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
iodium dan bilangan penyabunan harus jelas diketahui jelas. (Syamsuni,
2007).
VII. Penggolongan Bahan Dasar Supositoria
1. Bahan dasar berlemak : oleum cacao (lemak coklat)
Berupa padatan yang berwarna kuning putih dengan bau colat, terdiri
atas campuran ester glisiril, palmitat, oleat, dan asam lemak lainnya.
Keuntungan dari basis oleum cacao:
a. rentang suhu lemur antara 300C - 360C (sehingga berbentuk padat
pada temperatur kamar dan melebur pada suhu tubuh).
b. Segera melebur jika dihangatkan dan cepat kembali kekeadaan
awal jika dibiarkan mendingin.
c. Dapat tercampur dengan banyak komponen.
Kerugian dari oleum cacao:
a.

Polimorfisme
Polimorfisme adalah keadaan dimana oleum cacao menjadi
berbagai bentuk kristal. Oleh karena itu bila oleum cacao tergesagesa atau tidak hati-hati dicairkan pada suhu yang melebihi suhu
minimumnya, lalu segera didinginkan, maka hasilnya berbentuk
kristal metastabil (suatu bentuk kristal) dengan titik lebur yang

rendah dari titik lebur oleum cacao asalnya. Pada kenyataannya


titik lebur ini mungkin terlalu rendah sehingga oleum cacao tidak
akan mengeras dalam suhu ruangan. Akan tetapi karena bentuk
kristal merupakan suatu kondisi metastabil, terjadi penyesuaian
yang lambat ke tingkat Kristal bentuk yang lebih stabil dan
lebih tinggi titik leburnya. Penyesuaian ini memerlukan beberapa
hari, akibatnya apabila supositoria yang telah diolah dengan cara
melebur oleum cacao, karena biasanya tidak segera mengeras
setelah dilebur, maka ia menjadi tidak dapat digunakan oleh
pasien.
b.

Melengket pada cetakan. Minyak coklat tidak cukup berkontraksi


pada suhu pendinginan sehingga tidak dilepas dengan mudah pada
cetakan. Pelekatan ini merupakan masalah yang dapat diatasi
dengan menggunakan pelincir atau pelican yang cukup.
c.
Suhu perlunakan terlalu rendah untuk daerah tropik (Indonesia)
d.
Suhu lebur akan turun jika terdapat komponen yang larut. Untuk
menaikkan suhu lebur dapat ditambahkan cera (malam lebah).
Perhatian, prinsip pencampuran ini adalah menemukan suhu
tertentu yang sesuai yaitu suhu disekitar tubuh.360C 370C
melebur (suhu euttektik).
e.
berbau atau tengik pada penyimpanan lama karena terjadi oksidasi
gliserida tidak jenuh.
f.
Kemampuan absorbs air rendah, dapat ditingkatkan dengan
penambahan zat pengemulsi.
g.
Bocor dari tubuh. Kadang-kadang basis yang melebur keluar dari
rektum atau vagina. Karena alas an ini oleum cacao jarang
digunakan sebagai basis ovula saat ini.
Pembuatan suppositoria yang mengandung zat cair dengan basis lemak
cokelat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Penambahan minyak-minyak (dalam bentuk cair) dapat menurunkan


titik lebur lemak cokelat karena jumlah minyak yang banyak dapat
mengakibatkan campuran menjadi lunak. Umumnya kadar
maksimalnya adalah 10-15 %. Jika kadarnya lebih dari ketentuan
tersebut maka harus ditambahkan cera sebanyak 4-6 %
Penambahan zat cair berair maupun beralkohol lebih dari 20% harus
diuapkan sampai kurang dari 20% karena akan membentuk emulsi

Pada pembuatan suppositoria dengan menggunakan cetakan, volume


suppositoria harus tetap, tetapi bobotnya beragam tergantung pada

jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya extr. Belladonae,
gram alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang
mempunyai volume yang sama dengan 1 g obat (Syamsuni, 2007).
Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu :
Acidum boricum
: 0,65
Aethylis aminobenzoas
: 0,68
Garam alkaloid
: 0,7
Aminophylinum
: 0,86
Bismuthi subgallus
: 0,37
Bismuthi subnitras
: 0,20
Ichtammolum
: 0,72
Sulfonamidum
: 0,60
Tanninum
: 0,68
Zinci oxydum
: 0,25
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0,7, kecuali untuk
garam bismuth dan zink oksida. Untuk larutan, nilai tukarnya dianggap 1.
Jika suppositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak pengisian
pada cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan
diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat
suppositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan
perhitungan nilai tukar sebagai berikut (Syamsuni, 2007).
Contoh :
R/ Aminophylinum 0,5 g
m.f.suppos dtd No.XV
Hitungan :
Jumlah aminophylinum yang dibutuhkan : 0,5 g x 15 = 7,5 g
Berat suppositoria
: 3 g x 15 = 45 g
Nilai tukar Aminophylin
: 0,86 x 7,5 g = 6,45 g
Jumlah lemak cokelat yang diperlukan
: 45 g 6,45 g = 38,55 g
2. Bahan Dasar yang Dapt bercampur atau larut dalam air:
1. Basis yang larut air (water soluble bases)
Basis yang larut dalam air atau dapat bercampur dengan air
merupakan basis yang dirancang untuk melarut dan terdispersi dalam
liang tubuh (rektum dan vagina) yaitu :
Gliserol Gelatin.
Merupakan campuran gliserol dan air membentuk gel dengan
penambahan gelatin.Dengan mevarisikan komposisi, mass dapat
digunakan untuk basis dermatologi, untuk supositoria dan ovula.Massa
supositoria mengandung gliserol 70% dan sekurang-kurangnya 14%
gelatin. Untuk negara tropis kemungkinan dibutuhkan gelatin lebih
banyak dan untuk mengatasi masalah efek pelukan dari komponen cair
lain dari supositoria yang terdapat dalam produk.

Kerugian basis gliserol-gelatin :


a. efek fisiologi supositoria gliseril menunjukkan efek laksasif.
b. Waktu larut tidak dapat diperkirakan, bervariasi dengan bentuk gelatin
dam usia dari basis
c. Mudah dicerna oleh mikroba. Basis memerlukan pengawet yang dapat
menimbulkan masalah ketidaktercampuran (incompatibility).
d. Waktu pembuatan lama. Dibandingkan penggunaan basis berlemak,
dibutuhkan waktu yang lebih lama, dan sering sulit dilepaskan dari
cetakan. penambahan pelincir pada cetakan sangat diperlukan.
Formula sesuai dengan Pharmacope Ned V yaitu 2 bagian gelatin + 4
bagian air + 5 bagian gliserin untuk massa suppositoria 4 g. Obat yang
akan ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin
yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila
jumlah obat sedikit pengurangan dilakukan pada jumlah air pada basis,
dan bila jumlah obatnya banyak pengurangan dilakukan pada berat masa
bahan dasar yang digunakan.
Contoh :
R/ Ichtyol 0,25
m.f. suppos gelatin dtd No.V
perhitungan :
Ichtyol : 0,25 x 5 = 1,25
Massa : 4 x 5 = 20
Gelatin : 2/11 x 20 = 3,6
Air : 4/11 x 20 = 7,3
Gliserin : 5/11 x 20 = 9,1
Air untuk melarutkan ichtyol dikurangkan dari basis. Cara pembuatan :
gelatin + gliserin + air dilelehkan, aduk sampai dingin, tambahkan air
panas sampai massa suppositoria 20 g, masukkan larutan ichtyol, aduk
sampai homogen, masukkan dalam cetakan.
Polietilengkilol (PEG)

Campuran PEG dapat digunakan sebagai basis supositoria dan


ovula.Dengna mecampur polimer menurut komposisi tertentu dapat
dicapai suhu lebur yang diperlukan.Polimer tinggi menghasilkan produk
yang hancur dan melepas obat secara perlahan.Massa lebih lunak
menghasilkan sediaan yang kurang getas.Melepas obat lebih cepat
diperoleh dengan cara mencampur PEG berbobot molekul tinggi dengan

medium atau polimer berbobot


penambahan zat pemlastis.

molekul

rendah

atau

dengan

Keuntungan PEG :
a. tidak ada efek laksatif
b. kontaminasi mikroba lebih kecil
c. pembuatan lebih menyenangkan. Basis agak berkontraksi pada saat
didinginkan sehingga tidak diperlukan pelincir.
d. Suhu lebur pada umumnya diatas suhu tubuh, penyimpanan dengan
cara pendinginan tidak begitu kritis, sesuai iklim panas dan selama
penanganan tidak selalu mudah melebur pada suhu tubuh, akan tetapi
melarut dan mendispersikan obat secara perlahan sehingga
memudahkan penundaan efek.
e. Menghasilkan larutan viskositas tinggi, hal ini berarti kemungkinan
bocor selama aplikasi lebih sedikit.
f. Menunjukkan sifat pelarut yang baik.
g. Menghasilkan produk yang berpenampilan bersih dan licin.
Kerugian PEG :
a.

b.

c.

d.

e.

Higroskopis. Basis PEG dapat menimbulkan iritasi pada mukosa. Hal


ini sebagian dapat diatasi dengan menginkorporasikan 20% air ke
dalam massa atau dengan memberitahukan pasien untuk
mencelupkan sipositoria atau ovula ke dalam air sebelum dimasukkan
kedalam rektum atau vagina.
Ketersediaan hayati obat tidak baik, sifat sebagian pelarut yang tidak
baik dapat menyebabkan perubahan obat dalam basis saat mencair
yang mengakibatkan pengurangan efek terapeutik.
Inkompatibilitas. Basis PEG inkmpatibel dengan beberapa obat,
seperti garam-garam bismuth, ichtyol, benzokain, dan fenol dan
dapat mengruangi ektivitas senyawa ammonium kuartener dan
hidroksibenzoat. Juga berinteraksi dengan beberapa plastik yang
membatasi pilihan kemasan.
Kegetasan supositoria PEG kemungkinan rendah, kecuali kalau
dituang pada temperature serendah mungkin. Penambahan surfaktan
atau zat pemlastis dapat mengurangi kegetasan. Produk kadangkadang mengalami keretakan selama penyimpanan, terutama jika
mengandung air. Salah satu penyebabnya adalah karena kelarutan
PEG yang tinggi dapat menyebabkan terjadi kristalisasi. Hal ini
membuat massa menjadi bentuk granulat atau getas.
Pertumbuhan Kristal beberapa obat dapat terjadi, terutama jika
sebagian berada dalam larutan, dan sebagian lagi dalam bentuk

suspense dalam basis PEG. Selain menyebabkan kegetasan,


keberadaan kristal dapat menyebabkan iritasi, dank arena berukuran
cukup besar memerlukan waktu untuk disolusi.
Contoh :
R/ luminal 50 mg
PEG 4000 33 %
PEG 6000 47 %
Aq 20 %
m.f.suppos dtd No.V
perhitungan :
luminal : 50 mg x 5 = 250 mg = 0,25 g
berat suppos : 3 g x 5 = 15
massa suppos : 15 0,25 = 14,75
PEG 4000 : 33 % x 14,75 g = 4,867
PEG 6000 : 47 % x 14,75 g = 6,9
Aq : 20 % x 14,75 g = 2,95
Air untuk melarutkan luminal dikurangkan dari air yang tersedia misal
untuk melarutkan luminal 1 ml, maka sisa air 1,95.
Cara pembuatan : PEG 4000 + PEG 6000 + air dilelehkan di dalam
cawan. Kemudian ditambahkan luminal yang sudah dilarutkan,
masukkan dalam cetakan.
VIII. PEMBUATAN SUPPOSITORIA
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Pemilihan Bahan Dasar
Bahan dasar yang digunakan harus meleleh pada suhu tubuh atau larut
dalam cairan yang ada di rektum.
2. Pencampuran Bahan
Obat harus larut dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar
larut, obat harus diserbukkan terlebih dahulu sampai halus.
3. Proses Pencetakan
Setelah campuran obat dan bahan dasarnya meleleh atau mencair,
campuran itu dituangkan ke dalam cetakan supositoria dan didinginkan.
Cetakan ini dibuat dari besi yang dilapisi nikel dan logam lain; ada juga
terbuat dari plastik (Syamsuni, 2005 ).

4. Pengemasan
Suppositoria dikemas sedemikian rupa sehingga setiap suppositoriaterpisah
satu dengan yang lainnya, agar tidak mudah hancur atau meleleh.Bisanya
dimasukkan ke dalam wadah dari aluminium foil atau strip plasticsebanyak 6
sampai 12 suppositoria untuk kemudian dikemas dalam doos.Suppositoria
harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk.
Halhal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan suppositoria :
a) Kenaikan titik lebur. Titik lebur oleum cacao yang dinaikan oleh perak
nitrat danplumbi asetat. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan oleum
arachidis kurangdari 5%.
b ) Penurunan titik lebur. Penurunan titik lebur oleum cacao yang disebabkan
olehfenol, Choral hydrat, minyak atsiri dapat diatasi dengan penambahan
cera 46% atau cetaceum 12%.
c) Bila suppositoria terlalu banyak mengandung serbukakan menyulitkan
dalampenambahan adeps lanae.
d) Cairan yang tidak dapat mencampur dengan oleum cacao. Obat yang
harusdilarutkan dalam air maupun dalam alcohol atau obatnya sendiri
dengankonsistensi seperti itu misalnya ichtyol, bila dalam jumlah kecildapat
dibuatdengan metode panas dengan jalan pengadukan sebelum dituang.
e) Pemakaian air sebagai pelarut dalam basis oleum cacao sebaiknya
dihindarisebab:
- Menyebabkan reaksi antara obatobatan dalam suppositoria
- Bila airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan
dapatkeluar dari
suppositoria.
- Mempercepat tengiknya oleum cacao
Waktu dan cara pemakaian supositoria:
1.
Sesudah defekasi, untuk menghindari obat dikeluarkan terlalu cepat
bersama faeces sebelumsempat bekerja.
2.
Malam sebelum tidur, penderita dalam posisi terlentang untuk
menghindari meleleh obat keluar rektum/vagina

Contoh obat supositoria:


1.Kaltrofen supositoria
2.Ketoprofen supositoria

6. Profeid supositoria
7. Dulcolax supositoria

3.Profiretrik supositoria

8. Stesolid supositoria

4.Boraginol supositoria

9. Tromos supositoria

5.Propis supositoria

10. Dumin supositoria

KESIMPULAN
Suppositoria merupakan sediaan obat padat yang mempunyai bentuk
seperti torpedo, digunakan melalui rektal, dan larut dalam suhu tubuh.
Terdapat beberapa macam suppositoria antara lain suppositoria rektal/analia,
suppositoria vaginal, dan suppositoria uretral.
Bahan dasar untuk membuat suppositoria terdiri dari bahan dasar
lemak cokelat, bahan dasar yang larut dalam air, dan bahan dasar dari
gelatin. Pengujian bagi suppositoria meliputi waktu lebur, kekompakan dan
kekerasan,ukuran partikel dan penghabluran, Serta distribusi bahan obat.

Daftar Pustaka
Agoes, Goeswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB
Ansel, Howard C. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi Edisi ke Empat.Jakarta : UI-Press.
Syamsuni.2006.Ilmu Resep.jakarta: EGC

FARMASETIKA II
SEDIAAN SUPPOSITORIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
M.RAEDI ARDIAN
RIZKY PUJI LESTARI
SEPTI BUANA SARI
VIA ANGGRAINI
WENNY AYU LESTARI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012/2013

Anda mungkin juga menyukai