Anda di halaman 1dari 13

RANCANGAN FORMULA SUPPOSITORIA "ASPIRIN"

  FORMUA ASLI
Suppositoria Analgetik-Antipiretik
A.      RANCANGAN FORMULA
Tiap 3 g mengandung
Aspirin 21,66 %
Cera Flava 5 %
tokoferol 0,05 %
Ol. Cacao 76,17 %

B.     MASTER FORMULA


Nama Produk : SUPAS Suppositoria
Nama Pabrik : PT. PRABE
Tanggal Formulasi : 06 Februari 2015
Tanggal Produksi : 09 Februari 2015
No. Reg : DKL 1500100353 A1
No. Batch : B 001003
Jumlah Produk :2

TABEL MASTER FORMULA


Diproduksi Tanggal Disetujui oleh No.Reg : DKL
1500100353 A1
oleh : Produksi Tim Asisten
No. Batch : B 001003
PT. PRABE 09 Februari
2015
Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Dosis Batch
001-AS Aspirin Zat Aktif 21,66 % 1,3 g
002-CF Cera Flava Pengeras 5% 0,3 g
003- T tokoferol Antioksidan 0,05 % 0,003 g
004-OC Ol. Cacao Basis 76,17 % 4,57 g
C.    STUDI PREFORMULASI
a.       Uraian sifat fisika-kimia
-       Alasan Pemilihan zat aktif
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dari asam
organik dengan substitusi pada gugus hidroksil misalnya asetosal. Sehingga zat
aktif yang digunakan yaitu Asetosal. (Farmakologi terapi : 234)
Aksi sistemik sering digunakan sebagai tempat absorpsi. Obat yang
digunakan melalui rektum dalam bentuk suppositoria untuk mendapatkan efek
sistemiknya terdiri dari aspirin untuk aktivitas analgetik dan antipiretik. (Ansel:
578)
Adapun alasan pemilihan konsentrasi zat aktif yaitu aspirin dapat
diberikan secara rektal dengan supositoria. Diulang setiap 4 sampai 6 jam sesuai
dengan kebutuhan klinis, untuk maksimal 4 g sehari. Dosis sebagai supositoria
adalah 450-900 mg setiap 4 jam sampai maksimal 3,6 g sehari (Martindale 36:
23 ) dan suppositoria rektum zat aktif aspirin dalam satu suppositoria 65, 130,
162, 195, 325, 650, 975 mg dan 1,3 g. Sehingga zat aktif yang digunakan yaitu
650 mg sesuai dengan dosis suppositoria menurut mantindal.(Ansel : 593)
-          Alasan pemilihan basis Oleum Cacao
Faktor fisika kimia dari obat dan basis suppositoria mencakum mengenai
sifat-sifatnya seperti kelarutan relatif obat lemak dan air serta ukuran partikel dari
obat yang menyebar. Faktor fisika kimia basis melengkapi kemampuannya
melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh, pada ukuran partikel untuk obat
dalam suppositoria yang tidak larut maka ukuran partikelnya akan mempengaruhi
jumlah obat yang dilepaskan dan melarut untuk absorpsi. Penelitian saat ini
menuntukkan bahwa aspirin yang dibuat dalam basis oleum cacao, melarut dalam
sirkulasi rektum lebih cepat dan diaabsorpsi serta diekskresi lebih cepat bila dalam
ukuran partikel kecil. Basis ini juga merupakan basis yang akan mudah melepas
zat aktif kedalam cairan mukosa. Dimana oleum cacao yang melebur pada suhu
30 – 36 (Ansel : 580)
-          Alasan penambahan tokofero
Alpa tokoferol diakui sebagai sumber vitamin E. Alpha-tokoferol adalah
senyawa yang sangat lipofilik, dan meruaka pelarut yang sangat baik untuk
banyak obat yang sukar larut. Alpha-tokoferol merupkan prduk farmasi berbasis
lemak dan biasanya digunakan konsentrasi berkisar 0,001-0,05 % v/v. Sehingga
digunakan 0,05 % karena dilihat dari efek sistemik yang dgunakan (Exp : 31)
-          Alasan penambahan Cera flava
Apabila dipaaskan pada suhu tinggi, lemak coklat akan mencair seperti
minyak, tetapi akan kehilangan inti konstannya yang berguna untuk memadat,
lemak coklat akan mengkristal dalm bentuk kristal menstabil seperti minyak. Jika
didinginkan dibawah suhu 15 untuk menaikkan titik lelehnya kedalam lemak
coklat dapatditambahkan cera flava atau cetasium. Penambahan cea flava dapat
menambahnkan daya serap lemak coklat terhadap lemak air coklat cepat
membeku saat pengisian massa suppositoria kedalam cetakan suppo dan
menyusutkan pada saat penddinginan sehingga terbentuk pendinginan sehingga
terbentuk lubang di atas massa akan ditambahkan cera flava dengan konsentrasi 5
% agar tidak menjadi lemak. Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6 %
karena akan menghasilkan campuran yang memiliki titik lebur diatas 37 dan
apabila diatas 4 % akan menghasilkan titik lebur dibawah 33

Uraian Bahan
  Aspirin (FI Ed III : 43)
Nama Resmi : ACIDUM ACETYLSALICYLICUM
Nama Lain : Asam asetilsalisilat, asetosal, aspirin
Rumus Molekul : C9H8O4
Berat Molekul : 180,16
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tida berbau atau hampr tidak
berbau, rasa asam.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95 %) P, larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Inkampabilitas : Dapat membentuk basa untuk massa pucat ketika triturated dengan asetanilida,
acetophenetidin, antipyrine, aminopyrine, methenamine, fenolatausalol, serbuk
yang mengandung aspirin dengan garam alkali.seperti natrium bikarbonat dapat
menjadi gummi pada kontak dengan kelembapan atmosfir karena solusi parsial
dan idrlisis selanjutnya aspirin. Hidrolisis juga terjadi dalam campuran dengan
garam yang mengandung air kristal. Larutan alkali asetat dan sitrat, serta alkali
sendiri, melarutkan obat ini tetapi solusi yang dihaslkan menghidrolisis cepat
membentuk garam asam asetat dan salisislat. Gula dan gliserin telah terbukti
menghambat komposisi. Sangan lambat membebaskan kalium asam hidriodic atau
natrium iodida. Oksidasi selanjutnya oleh udara menghasilkan iodium bebas.
Stabilitas :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Dosis : Sekali 1 gram sehari 8 gram
Khasiat : Analgetikum, Antipiretikum
  tokoferol (Exp : 31)
Nama Resmi : TOCOPHEROLUM
Nama Lain : Tokoferol, vitamin E
Rumus Molekul : C29H50O2
Berat Molekul : 430,72
Pemerian : Alpha tokoferol merupakan produk alami. Tidak berwarna atau kuning-coklat,
kental, cairan berminyak.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95 %) P, larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Inkampabilitas : Tokoferol tidak kompatibel dengan peroksida dan ion logam, terutama besi,
tembaga, dan perak. Tokoferol dapat diserap kedalam plastik.
Stabilitas : Tokoferol teroksdasi perlahan oleh oksgen atmosfer dan cepat dengan garam
besi dan perak. Produk oksidasi meliputi tocopheroxide, tocopherylquinone, dan
tocopherylhydroquinone, serta dimer dan trimer. Tokofroll ester yang lebih stabil
untuk oksidasi dari tokoferol gratis tetapi sebagai akibat kurang antioksidan yang
efektif.
Penyimpanan : harus disimpan dalam gas inert, dalam kedap udara wadah di tempat yang sejuk
dan kering terlindung dari cahaya
Dosis : 0,001 % - 0,05 %
Khasiat : Antioksidan
  Oleum cacao (FI Edisi III : 453)
Nama Resmi : OLEUM CACAO
Nama Lain : Lemak coklat
Pemerian : lemak padat, putih kekuninga, bau khas aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh.
Kelarutan :Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform p, dalam eter p dan
dalam eter minyak tanah p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Analgetikum, Antipiretikum

  Cera flava (FI Ed III : 140)


Nama Resmi : CERA FLAVA
Nama Lain : Malam kuning
Rumus Molekul : C11H12C12N2O5
Berat Molekul : 680,8
Pemerian :Zat padatt, coklat kekuningan, bau enak seerti madu, agak rapuh jika dingin,
menjadi elastik jika hangat dan bekas patahan buram dan berbutir-butir.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%), larut dalam
kloroform p, dalam eter p hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.
Inkampabilitas : tidak kompatibel dengan oksidator.
Stabilitas :Ketika lilin yang dipanaskan diatas 1508 esterifikasi terjasi dengan akibat
penurunan nilai asam dan elefasi titik lebur. Lilin kuning stail bila disiman dalam
wadah tertutup atau terlindung dari cahaya
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan (pengeras suppositoria).
b.      Uraian farmakologi
-       Aspirin (Martindale 36 Hal 20-25)
1.      Indikasi
Antipiretik, Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg, diberikan
secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam.
Berdasarkan asosiasi penggunaan aspirin dengan Sindroma Reye, aspirin
dikonsentrasikan sebagai antipiretik pada anak di bawah 12 tahun.
Analgesik, salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik
misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia dan mialgia. Dosis sama
seperti pada penggunaan untuk antipiretik.
2.      Dosis
Aspirin dapat diberikan secara rektal dengan supositoria. Dosis lisan biasa
aspirin sebagai analgesik dan antipiretik adalah 300-900 mg, diulang setiap 4
sampai 6 jam sesuai dengan kebutuhan klinis, untuk maksimal 4 g sehari. Dosis
sebagai supositoria adalah 450-900 mg setiap 4 jam sampai maksimal 3,6 g sehari.
(Martindale : 23)

3.      Mekanisme kerja


Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara OAINS, yaitu aspirin
mengasetilasi secara ireversibel (sehingga menginaktifkan) siklooginase. OAINS
lainnya, termasuk salisilat, merupakan penghambat siklooksigenase reversibel.
Aspirin di-deasetilasi secara cepat oleh esterase dalam tubuh yang menghasilkan
salisilat, yang berefek ati inflamasi, antipireti, dan analgesik. Efek antipiretik dan
antiinflamasi salisilat terutama dihasilkan karena penghambatan sintesis
prostaglandin termoreguasi pada hipotalamus dan lokasi target perifer lebih lanjut,
dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi
reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanis dan kimia. Aspirin juga dapat
menekan rangsangan nyeri pada area subkorteks (talamus dan hipotalamus).
Kerja analgesik : Prostaglandin E2 (PEG2) diduga menyebabkan sensitisasi
ujung saraf terhadap kerja bradikin, histamin, dan mediator kimiawi lainnya yang
dilepaskan secara lokal oleh proses inflamasi. Oleh sebab itu, dengan menurunkan
sistensis PEG2, aspirin dan OAINS lainnya menekan sensasi nyeri. Salisilat
digunakan terutama untuk penataalksanaan nyeri dengan intensitas rendah hingga
sedang yang berasal dari gangguan muskuloskeleton dan bukan yang berasal dari
viseral. Kombinasi opioid dan OAINS efektif dalam penekanaan nyeri yang
disebabkan oleh keganasan. Diflunisal bersifat tiga hingga empat kali lipat lebih
kuat dari pada aspirin sebagai analgesik dan agen antiinflamasi, tetapi obat
tersebut tidak memiliki antipiretik.
Kerja antipiretik : demam terjadi bila titik pengaturan pusat, termoregulasi
dalam hipotalamus anterior meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh sintesis
PEG2, yang dirangsang ketika suatu agen penghasil demam endogen (pirogen),
seperti sitokin, dilepaskan dari sel darah putih diaktifkan oleh infeksi,
hipersensitivitas, keganasan, atau inflamasi. Salisilat menurunkan suhu tubuh
pada pasien demam melalui peggangguan sintesis dan pelepasan PEG2. Aspirin
mengatur ulag termostat menjadi normal dan menurunkan secara cepat suhu tubuh
pasien demam dengan meninggkatkan penghilangan panas sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer dan berkeringat. Aspirin tidak memiliki efek terhadap suhu
tubuh normal. Diflunisol tidak menurunkan demam karena tidak melewati sawar
darah otak. (Farmakologi ulasan bergambar ed 4 : 598-599)
4.      Farmakokinetik
Aspirin dan salisilat lainnya diserap cepat dari saluran pencernaan bila
diambil secara lisan, dan penyerapan setelah dosis dubur dapat diandalkan.
Aspirin dan lainnya salisilat juga dapat diserap melalui kulit. Setelah dosis oral,
penyerapan aspirin non-terionisasi terjadi dalam lambung dan usus. Beberapa
aspirin dihidrolisis menjadi salisilat dalam dinding usus. (Martindale 36 : 23)
5.      Farmakodinamik
Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang banyak digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dari
efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga pada keracunan berat ddemam dan hiperhidrosis. Untuk
memperoleh efek anti-inflamasi yang baik kadar plasma perlu dierhatikan antara
250-300 L. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk
orang dewasa. (Farmakologi dan Terapi Ed 5 : 234)

6.      Aturan pakai


4 x sehari tiap 6 jam. Dimasukkan kedalam rektum. (Martindale : 23)
7.      Cara penggunaan
Aspirin dan salisilat lainnya memiliki analgesik, anti-inflamasi, dan sifat
antipiretik; mereka bertindak sebagai inhibitor enzim siklooksigenase, yang
menghasilkan langsung penghambatan biosintesis prostaglandin dan tromboksan
dari asam arakidonat. Dan dapat diberikan secara rektal dengan suppositoria.
(Martindale : 23)
8.      Perhatian
Suppositoria berbasis oleum cacao harus disimpan pada suhu dibawah 30
dan lebih baik di simpan dalam lemari es. (Ansel:592)
9.      Interaksi
Beberapa efek aspirin pada gastrointestinal saluran yang ditingkatkan oleh
alkohol. Penggunaan senyawa emas dengan aspirin dapat memperburuk kerusakan
hati yang diinduksi aspirin. (Martindal : 23)
c.       Dasar pemilihan bentuk sediaan
Umumnya suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inci), berbentuk
silider kedua ujungnya tajam. Beberapa suppositoria untuk rektum diantaranya
ada yang berbentuk seperti peluru, terpedo, atau jari-jari kecil, tergantuk kepada
bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan, beratnyapn berbeda-beda.
(Ansel : 576)
d.      Dasar pemilihan wadah
Suppositoria yang diolah dengan basis oleum caccao biasanya dibungkus
terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada celah-celah dalam kotak
untuk mencegah terjadinya hubungan antar supppositoria tersebut dan mencegah
perekatan, sebenarnya kebanyakn suppositoria yang terdapt dipasaran terbungkus
dengan aluminium voil atau bahan lastik satu persatu. Beberapa diantaranya
dikemas dalam strip kontinyu berisi suppositoria yang dipisahkan dengan
merobek lubang-lubang yang terdapat diantara suppositoria tersebut. Suppositoria
ini dikemas dalam kotak dorong atau dalam kotak plastik. (Ansel : 592)

D.    Perhitungan
  Perhitungan Bahan
Aspirin = x 3 = 0,65 g
= 0,65 g x 2 = 1,3 g
Cera flava = x 3 = 0,15 g
= 0,15 g x 2 = 0,3 g
- tokoferol = x 3 = 0,0015 g
= 0,0015 g x 2 = 0,003 g
Oleum Cacao =
  Perhitungan nilai tukar
Aspirin = 0,65 g x 2 = 1,3 g
Berat Suppositoria =3x2 =6g
Oleum cacao yang ditambahkan sebanyak
= 1,3 g x 1,1 = 1,43
= 6 g – 1,43 = 4,57 ( dalam dua suppo)
= 4,57 / 2 = 2,285 g (satu suppo)

E.     Metode kerja


1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang Cera flava 0,3 g
3.      Ditimbang oleum cacao diatas cawan porselin 4,57 g
4.      Dimasukkan cera flava bersama oleum cacao lalau dilebur
5.      Ditimbang aspirin 1,3 g, masukkan bersama bahan lainnya hingga homogen,
biarkan hingga agak dingin.
6.      Ditimbang alfa tokoferor 0,003 g dicampur dengan bahan lan hingga homogen
7.      Dicetak dalam ccetakan suppo
8.      Dimasukkan dalam wadah
9.      Masukkan dalam kulkas

Masalah-masalah dalam formulasi supositoria Masalah-masalah dalam formulasi


supositoria 1. Lachman industry;1583 a. Adanya air dalam supositoria. Air
sebaiknya dihindari sebagai pelarut untuk mencampurkan zat-zat dalam
supositoria, dengan alasan sebagai berikut: - air dapat mempercepat oksidasi
lemak - jika air menguap, maka zat-zat yang terlarut akan membentuk kristal
kembali - kecuali jika air berada dalam jumlah yang tinggi untuk melarutkan obat,
air mempunyai nilai kecil dalam membantu absorpsi obat - reaksi antara bahan-
bahan yang terdapat dalam supositoria lebih sering terjadi jika ada air, sehingga
kadang-kadang digunakan senyawa anhidrat untuk mencegah kemungkinan ini -
pemasukan air dan zat-zat lan yang dapat dikontaminasi oleh pertumbuhan bakteri
dan fungi memerlukan tambahan bakteriostatik seperti paraben b. Higroskopitas.
Supositoria gelatin yang mengandung gliserin kehilangan kelembaban oleh
penguapan dalam iklim kering dan mengabsorpsi lembab dalam kelembaban
tinggi. Basis PEG juga higroskopis laju perubahan lembab dalam basis PEG tidak
hanya tergantung pada kelembaban temperatur, tetapi juga pada rantai molekul c.
Ketidakcampuran. Basis PEG ternyata tidak dapat bercampur dengan garam-
garam perak, asam brat, aminopirin, kinin, ichtimml, aspirin, benzokain,
iodoklorohidroksin dan sulfanamida. Sebagian besar bahan kimia mempunyai
kecenderungan mengkristal dari PEG misalnya; barbital natrium, asam salisilat
dan champora. d. Viskositas. Viskositas massa supositoria yang mencair adalah
penting dalam pembuatan supostoria rektum. Setelah mencair, minyak cokelat cair
dan beberapa penggantinya mempunyai viskositas rendah, sedangkan basis tipe
gelatin yang mengandung gliserin dan tipe PEG mempunyai viskositas yang jauh
lebih tinggi dibandingkan viskositas minyak cokelt. e. Kerapuhan. Supositoria
yang dibuat dari minyak cokelat sangat elastis dan tidak mudah pecah. Busa-busa
lemak sintetik dengan derajat hidrogenasi yang tinggi dengan kandungan stearat
yang tinggi, dengan kandungan padatan yang lebih tinggi pada teperatur kamar
biasanya lebih rapuh. Pecahnya supositoria yang dibuat dengan basis seperti itu
seringkali disebabkan oleh pendinginan yang sangat cepat dari basis yang encair
dalam suatu cetakan yang sangat dingin. f. Kerapatan. Untuk menghitung jumlah
obat tiap supositoria, kerapatan basis tersebut harus diketahui. Volume ruang
cetakan ditetapkan sehingga berat masing-masing supositoria tergantung rapatan
massa. Pengetahuan tentang berat supositoria dapat diperoleh dari cetakan tertentu
seri-seri kerapatan basis yang dipilih, kemudian bahan-bahan aktif cetakan
tertentu serta kerapatan basis yang dipilih dapat ditambahkan pada basis dalam
jumlah sedemikian sehingga obat dalam jumlah tertentu pasti terdapat dalam
masing-masing supositoria yang mencair. g. Penyusutan volume. Fenomena ini
terjadi dalam sebagian supositoria cair setelah didinginkan dalam cetakan. Hasil-
hasil ditunjukkan dalam dua cara berikut: - pelepasan massa keluar dari cetakan.
Ini disebabkan oleh peracikan massa keluar dari sisi cetakan, menghapuskan
perlunyazat-zat yang lepas dari cetakan - pembentukan lubang penyusutan pada
ujung terbuka cetakan tersebut. Ciri yang tidak dikehendaki ini menyebabkn
bobot supositoria lebih kecil dan penampilannya tidak sempurna. h. Pelumas atau
zat pelepas dari cetakan. Minyak cokelat menempel pada cetakan supositoria
karena volume penyusutan rendah sehingga supositoria ini sukar dilepaskan dari
cetakan, sehingga berbagai pelumas atau zat pelepas dari cetakan harus digunakan
untuk mengatasi kesulitan ini. i. Faktor pengganti dosis. Jumlah dosis yang diganti
oleh bahan-bahan aktif dalam formulasi supositoria dapat dihitung. Faktor
pengganti F diturunkan dari persamaan : F = 100 (E-G) + 1 (G) . (X) j.
Pengawasan bobot dan volume. Jumlah bahan aktif dalam supositoria tergantung
pada : - konsentrasi dalam massa tablet - volume ruang cetakan - bobot jenis basis
tersebut - volume antara cetakan, mesin cetak yang baik dapat menjaga ruang
volume masing-masing tidak lebih dari 2% harga yang diinginkan - variasi bobot
antara supositoria karena tidak konsistennya proses pembuatan, pergerakan yang
tidak merata. k. Ketengikan dan antioksidan. Ketengikan disebabkan oleh
antioksidasi dan penguraian berturut-turut dari lemak tidak jenuh menjadi aldehid
jenuh dan tidak jenuh dengan bobot molekul sampai pertengahan (C3-Cn),
berbagai keton dan asam, yang mempunyai bau kuat dan tidak menyenangkan.
Makin rendah kandungan asam lemak jenuh dalam suatu basis supositoria, makin
besar daya tahan basis terhadap pengembangan ketengikan. 2. Scovile’s:384
Walaupun, secara umum, satu dari beberapa prosedur dapat dikerjakan dalam
pembuatan supositoria, penambahan substansi tertentu yang ditambahkan pada
minyak cokelat dapat mengubah karakteristiknya atau dengan beberapa alasan
dapat menimbulkan masalah dalam peracikan. Tindakan pencegahan harus
diambil atau prosedur umum harus diubah pada keadaan berikut: 1. Ketika
penambahan bahan lain menurunkan titik lebur dari minyak cokelat 2. Ketika
penambahan bahan lain menaikkan titik lebur dari minyak cokelat 3. Ketika
penambahan bahan yang tidak larut 4. Ketika digunakan pelarut 5. Ketika
digunakan sejumlah besar volume dari bahan obat a. Penurunan titik leleh. Titik
leleh minyak cokelat turun dengan penambahan minyak menguap dan bahan
tertentu yang larut minyak seperti kamfer, kloralhidrat, kreosot, fenol dan salol.
Perluasan efek dari bahan-bahan ini pada titik leleh tergantung pada bahan itu
sendiri an jumlah bahan yang ditambahkan. Seringkali sulit untuk membenarkan
dan pada kasus ini bagus untuk membuat supositoria dengan proses panas dan
membiarkan supositoria dituang pada cetakan beku. Penambahan spermaseti atau
lilin juga dapat meningkatkan titik leleh, jadi supositori dapat dibuat dengan
metode tangan. Jermstad dan Frethein menemukan bahwa kurang dari 18%
spermaseti menurunkan titik leleh inyak cokelat, tapi saat 20% ditambahkan hasil
titik leleh dari campuran sama dengan minyak cokelat murni. Diatas 28%
spermaseti meningkatkan titk leleh di atas suhu tubuh. Lilin juga dapat digunakan
untukmeningkatkan titik leleh dari supositoria, tapi karena seringkali keras maka
tidak disukai dibanding spermaseti. Kurang dari 3% lilin menurunkan titik leleh
minyak cokelat, sedag lebih dari 5% meningkatkannya di atas 370C. Oleh karena
itu, sekitar 4% yang digunakan. Agar dalam pencampuran tidak menyebabkan
titik lelehmenjadi terlalu tinggi, dilakukan pengujian dengan menempatkan
beberapa massa pada air dengan suhu 370C, jika idak meleleh, spermasetid dan
lilin digunakan sedikit. 3-5% lilin juga meningkatkan absorpsi air pada basis tanpa
peningkatan titik leleh dari massa supositoria. Sampai 50% larutan berair dapat
bercampur pada basis yang terdiri dri 5% lilin dan 95% minyak cokelat. b.
Peningkatan titik leleh. Perak nitrat dan timbal asetat merupakan bahan kimia
yang dapat meningkatkan titik leleh minyak cokelat di atas suhu tubuh.
Penambahan sejumlah kecil minyak kacang atau beberapa minyak sejenis akan
menurunkan titik lebur di bawah suhu tubuh. c. Cairan yang tidak larut dengan
minyak cokelat. Hal ini mungkin dapat menjadi berair atau alkohol digunakan
sebagai bahan obat dalam supositoria, atau mungkin bahan itu sendiri, seperti
ichtammol. Jika jumlah bahan yang tidak larut ditambahkan sedikit, supositoria
dapat dibuat denga metode panas atau dengan pengempaan. Jika jumlah besar
bahan yang tidak larut digunakan, cenderung untuk memisah dan menghasilkan
ketidakpuasan. Bahkan ketika sejumlah kecil digunakan dengan etode panas,
harus dibuat dengan hati-hati untuk mencega pemisahan dengan endinginkan
supositoria pada titik beku dan mengaduknya dengan cepat sebelum supositoria
dituang. Metode cetak tangan, tidak diragukan lagi merupakan metode pilihan
untuk bahan yang tidak larut dengan lemak cokelat, karena bahan lebih seragam
campurannya dapat disiapkan dan pemisahan dapat lebih cepat dicegah. d.
Penggunaan pelarut. Ketika ekstrak pilular digunakan, harus dilunakkan dan
dibuat enjadi semicair dengan memberikan beberapa tetes alkohol. Dengan cara
lain, serbuk ekstrak tidak perlu menggunakan pelarut dan karena itu lebih disukai.
Beberapa bahan sebagai bahan celup dan campuran protein perak yang dapat
dilunakkan atau dilarutkan dengan menggunakan sejumlah kecil air atau alkohol
cair. Jumlah larutan yang digunakan harus sesedikit ungkin, lemak bulu domba
berguna sebagai bahan tambahan pada supositoria mengandung sejumlah besar
ekstrak atau larutan berair karena sifatnya yang menyerap cairan. Hal ini berefek
pada titik lebur pada minyak tetapi sedikit. Penggunaan sedikit pati juga
memberikan kekuatan pada supositoria tipe ini. Jika ekstrak pilular dari belladona
digunakan, harus dilunakkan dengan beberapa tetes alkohol 65%. Jika serbuk
ekstrak digunakan, mungkin dapat ditangani seperti serbuk lain. Morfin sulfat
harus dilarutkan dalam 1 ml air hangat dan diambil dengan sejumlah kecil lanolin
untuk memastikan distribusi yang baik dari alkaloid. e. Volume besar dari bahan
obat pada kasus ini, relatif sejumlah besar bahan obat ditentukan, hal ini kadang
sulit untuk menentukan massa plastis yang cukup untuk membuat supositoria
dalam beberapa metode. Hal ini sulit untuk dikoreksi dengan penambahan
sejumlah kecil lemak bulu domba dan denga pembuatan supositoria dengan
metode tangan. Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai