Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN SEMISOLID

“Krim ZnO”

1. DASAR TEORI
1.1 Sediaan Krim
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke
bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk
obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga,
obat wasir, injeksi, dan lainnya (Rowe, 2009).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih
dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu
kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam
keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai,
umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit.Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (Anief, 2006).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim adalah mampu melekat pada
permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini
dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan
untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang
yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Anwar, 2012).
Tipe krim terbagi menjadi dua, yaitu krim air dalam minyak (A/M) dan
krim minyak dalam air (M/A). Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan
anionik, kationik dan nonionik. Untuk tipe A/M digunakan sabun monovalen,
tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain–lain. Krim tipe M/A mudah
dicuci. Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet.
Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 % - 0,18 % dan nipasol
0,02% - 0,05 % (Anief, 2006).
Secara umum, pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan
emulsifikasi. Biasanya, komponen yang tidak tercampur dengan air, seperti
minyak dan lilin, dicairkan bersama-sama di dalam penangas air pada suhu 70-
75ºC. Sementara itu, semua larutan berair yang tahan panas dan komponen yang
larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama pada komponen lemak.
Kemudian, larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam campuran
lemak yang cair dan diaduk secara konstan, sementara temperatur dipertahankan
selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin atau lemak. Selanjutnya
campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengandukan yang terus menerus
sampai mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan
lemak, beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dan fase cair (Widodo, 2013).
Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube,
botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas
buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka
terhadap cahaya. Tube biasanya terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa
diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk
penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan
dapat dilipat yang dapat menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk
pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 2008).
Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah
dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak
lengket terutama tipe m/a, memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m,
digunakan sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang
diabsorpsi tidak cukup beracun. Sedangkan kekurangan sediaan krim, yaitu susah
dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. Mudah
kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan
penambahan salah satu fase secara berlebihan (Sumardjo, 2006).
1.2 Zink Oxide
Seng Oksida merupakan senyawa anorganik dengan formula ZnO.
Biasanya senyawa ini berbentuk bubuk putih, hampir tidak larut dalam air.
Keuntungan penggunaan ZnO misalnya adalah harganya murah, persediaan di
alam dalam jumlah yang melimpah, struktur kimia stabil, mudah untuk
mempersiapkan, dan tidak beracun. Seng oksida merupakan oksida amfoter.
Senyawa ini hampir tidak larut dalam air dan alkohol, tetapi larut dalam
(diturunkan oleh) kebanyakan asam, seperti asam klorida (Bedi, 2015).

2. TINJAUAN BAHAN
2.1 Bahan Aktif
Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan krim ini adalah Zink Oxide
(ZnO).
2.1.1 Karakteristik fisika kimia (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Zinci oxydum
Nama lain : Seng oksida
Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih, putih kekuningan, tidak
berbau, tidak berasa, lambat laun menyerap karbondioksida
dari udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut
dalam asam mineral dan dalam larutan hidroksida.
Inkompatibilitas : ZnO inkompatibel dengan benzil penisilin. Zinci oxide
bereaksi lambat dengan asam lemak dalam minyak dan
lemak untuk membuat ester asam lemak.
Stabilitas : Panas  jika dipanaskan dengan kuat, terjadi warna
kuning yang akan hilang pada pendinginan
Udara  Ketika kontak dengan udara, ZnO perlahan
menyerap uap lembab dan CO2
Kegunaan : sebagai antiseptik lokal
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.1.2 Bentuk kimia

2.1.3 Efek farmakologi


Zink Oksida sering digunakan sebagai terapi terhadap berbagai macam
penyakit kulit, salah satunya mengobati dan mencegah ruam kulit akibat popok,
sebagai antiseptik, mengobati iritasi ringan dan sebagai antimikroba dan antifungi.
2.1.4 Data klinis
Bahan aktif : Zink oksida 10-15%
Indikasi : pengobatan pada kulit bayi akibat kontak dengan urin dan
tinja dalam waktu lama (ruam popok)
Dosis : oleskan pada seluruh area kulit terinfeksi yang sebelumnya
telah dibersihkan dan dikeringkan
Peringatan : hindari kontak dengan luka terbuka dan mata
Efek samping : reaksi hipersensitivitas
2.1.5 Kadar dalam darah
Zink merupakan zat yang bersifat antioksidan. Zink dapat dikatakan zat
yang menguntungkan bagi tubuh kita di mana kulit pun akan merasakan
manfaatnya karena ada perlindungan yang disediakan untuk jauh dari UV. Zink
juga sangat baik dalam membantu produksi kolagen sehingga kulit ketika terluka
akan lebih cepat sembuh, bahkan dengan kolagen kondisi alergi dan kulit kering
pun akan dapat dicegah dengan baik. Senyawa ini juga dapat diandalkan dalam
pengobatan jerawat sebab zink mempunyai fungsi penting sebagai pengatur
kelenjar minyak dan bersifat anti inflamasi pada kulit. Zink oksida juga
meningkatkan repitelisasi pada luka sehingga membantu mempercepat proses
penyembuhan luka ( Schwartz, 2005).
Setelah 72 jam diaplikasikan atau dioleskan, penyerapan zink secara
perkutan meningkatkan konsentrasi zink di seluruh kulit dan epidermis. Ion zink
meresap ke dalam kulit dan dapat ditemukan dalam dermis dan darah (Bedi,
2015).
2.2 Tinjauan Bahan Tambahan
2.2.1 Gliserol (Dirjen POM, 1995 dan Rowe, 2009)
Nama resmi : Glycerolum
Nama lain : Gliserol, Gliserin
Titik didih : 290 0C
Titik leleh : 17,8 0C
Pemerian : Cairan seperti sirup; jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
manis diikuti rasa hangat; higroskopik. Jika disimpan
beberapa lama pada suhu rendah dapat mamadat
membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga mencapai suhu kurang lebih 20°C
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol (95%) P,
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter dalam
minyak lemak
Kegunaan : Humektan
2.2.2 Tween 80
Nama resmi : Polysorbatum 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak ; jernih,kuning muda hingga
coklat muda, bau karakteristik, rasa pahit dan hangat
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol, dalam etil aseat P
dan dalam metanol P,sukar larut dalam parafin cair dalam
minyak biji kapas
Bobot : Lebih kurang 1.08 g/ml
Kekentalan : Antara 300 dan 500 sentistokes padasuhu 25ºC
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
2.2.3 Span 80 (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : SORBITON MONO
Nama Lain : Span 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam
lemak khas
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat
bercampur dengan alkohol sedikit larut dalam minyak biji
kapas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai emulgator
2.2.4 Nipagin (Dirjen POM, 1995 dan Rowe, 2009)
Pemerian : Hablur kecil tidak berwana, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit
rasa terbakar
Nama lain : Metilparaben, Metagin, Metil paraeptaseptoform, metyl
cemosept
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air dalam 20 bagian air mendidih
dalam 3,5 bagian etanol (95%) p dan dalam 3 bagian
aseton. Mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali
hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam
40 bagian minyak lemak nabati panas jika didingikan
larutan tetap jernih
Stabilitas : Larutan air pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10%
dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar,
sementara larutan air pada pH 8 atau diatas tunduk pada
hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah penyimpanan
sekitar 60 hari pada suhu kamar).
Inkompabilitas : Tidak kompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat,
bedak, tragacant, natrium alginate, minyak esensial,
sorbitol, dan atropine. Methylparaben berubah warna
dengan adanya besi dan tunduk pada hidrolisis oleh basa
lemah dan asam kuat.
2.2.5 Nipasol (Dirjen POM, 1995 dan Rowe, 2009)
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%P), dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol
P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam
alkil hidroksida
Titik lebur : 95-98°C
Stabilitas : Larutan nipasol cair pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan
autoklaf. Larutan nipasol cair stabil sampai 4 tahun pada
suhu ruangan, cepat terhidrolisis (10% atau lebih setelah 60
hari pada suhu ruangan
Kegunaan : Sebagai pengawet
2.2.6 BHT (Rowe, 2009)
Pemerian : Hablur padat, putih, bau khas lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, asam
mineral dan larutan alkali, mudah larut dalam etanol,
aseton, benzen, dan parafin liquid, lebih mudah larut dalam
minyak-minyak makanan dan lemak
Stabilitas : Jauhkan dari cahaya, kelembaban dan panas
Konsentrasi : 0,02 %
Titik didih : 26,5 0C
Kegunaan : Antioksidan untuk minyak-minyak dan lemak
Wadah : Dalam wadah tertutup baik.
2.2.7 Asam stearat (Rowe, 2009)
Pemerian : Kristal putih atau kuning berwarna, kristalin padat atau
putih
Kelarutan :Mudah larut dalam benzene, karbon tetrakloroda,
kloroform, dan eter, larut dalam etanol, heksan dan
proppilenglikol, praktis tidak larut dalam air
Konsentrasi : 1 sampai 20%
Titik didih : 38,3 0C
Titik leleh : 69 – 70 0C
Stabilitas : zat stabil, harus disimpan di tempat tertutup
Kegunaan : sebagai fase minyak
2.2.8 Aqua Destillata (Dirjen POM, 1979)
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Tidak mempunyai kelarutan karena secara umumnya air
merupakan pelarut dan pembanding suatu larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
Kelarutan : Dalam bentuk hidrat mudah larut dalam air, sangat mudah
larut dalam air mendidih, tidak larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pelarut
3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH
Sediaan yang dipilih untuk zat aktif ZnO adalah krim. Alasannya yaitu
(Ansel, 2008):
1. Dalam bentuk krim, ZnO akan lebih mudah dalam pemkaiannya (hanya dengan
dioles saja);
2. Dibuat dalam tipe o/w karena digunakan untuk skin treatment, ZnO yang tidak
larut dalam air sehingga pembuatannya dilebur bersama dengan eksipien yang
larut minyak, agar mudah dicuci dan memberikan kenyamanan bagi pengguna.

4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS


Satu kemasan krim dengan berat 5 g memiliki kandungan 10% ZnO
sehingga satu kemasan mengandung 500 mg. Cara pemakainnya dioleskan pada
bagian tubuh yang mengalami luka atau infeksi ringan pada kulit anak-anak.

5. SPESIFIKASI PRODUK
5.1 Persyaratan Umum Sediaan
Persyaratan umum dari sediaan krim adalah sediaan umumnya stabil dan
homogen, menggunakan wadah tertutup rapat, efektivitas pengawet mampu
melindungi sediaan dari mikroorganisme selama proses penyimpanan (Syamsuni,
2006).
5.2 Rencana Spesifikasi Sediaan
Berikut rencana spesifikasi sediaan krim ZnO :
Nama obat : ZnO
Bentuk sediaan : Krim
Warna : Putih
Kekuatan : Tiap 1 kemasan (5 g) krim ZnO mengandung 10% ZnO
Kategori : Obat Bebas
Indikasi : Untuk perawatan eksim, ruam popok, infeksi kulit ringan,
iritasi kulit dan kondisi lainnya
6. RANCANGAN FORMULA
6.1 Skema Kerja
Diharapkan sediaan
Digunakan untuk yang tidak lengket
Krim ZnO efek topikal dan mudah tercuci
dengan air
Mencegah
oksidasi bahan- Ditambah Digunakan
bahan yang surfaktan tween basis asam Dibuat sediaan
teroksidasi dan span stearat krim o/w

Ditambah Mudah Ditambah nipagin Ditambah


BHT sebagai terkontaminasi dan nipasol sebagai gliserin untuk
antioksidan mikroba anti mikroba penstabil
sediaan

6.2 Komponen Penyusun Formula


No. Bahan Fungsi Konsentrasi
1. Zink oksida Bahan aktif 10%
2. Asam stearat Basis dalam minyak 10%
3. Gliserin Humektan 10%
4. BHT Antioksidan 0,02%
5. Nipagin Pengawet 0,18%
6. Nipasol Pengawet 0,02%
7. Tween-80 Emulgator pada air 10%
8. Span-80 Emulgator pada minyak 10%
9. Aquades Pelarut 49,78%

6.3 Pemilihan Bahan Komponen Penyusun untuk Mencapai Spesifikasi


No. Bahan Aktif Fungsi Alasan
1. Zink oksida Bahan aktif Sifat sebagai anti iritan dan tahan lama
jika diaplikasikan dalam sediaan krim
2. Asam stearat Basis fase Sifat basis fase minyak lambat dalam
minyak menyerap air di udara, sehingga mampu
menutupi kekurangan bahan aktif
3. Gliserin Humektan Sebagai humektan dimana gliserin
efektif dapat meningkatkan kemampuan
sediaan untuk mengabsorbsi air dari
luar menuju ke dalam kulit untuk dapat
mempertahankan kelembabannya
4. BHT Antioksidan Untuk mencegah oksidasi pada sediaan
krim
5. Nipagin Pengawet Sifat krim yang mudah terkontaminasi
mikroorganisme sehingga digunakan
pengawet fase air
6. Nipasol Pengawet Sifat krim yang mudah terkontaminasi
mikroorganisme sehingga digunakan
pengawet fase minyak
7. Tween-80 Emulgator Sifat krim yang tidak stabil maka
dalam air diperlukan menurunkan tegangan
permukaan antara minyak dan air agar
stabil
8. Span-80 Emulgator Dapat menurunkan tegangan
dalam minyak antarmuka antara obat dan medium
sekaligus membentuk misel sehingga
molekul obat akan terbawa oleh misel
larut ke dalam medium;
Digunakan untuk menstabilkan sediaan
krim
9. Air Pelarut Untuk melarutkan sediaan krim

6.4 Formula lengkap dengan kadar yang dipilih

Bahan Fungsi Presentase Literatur Presentase formulasi


Zink oksida Zat Aktif 10-15% 10%
Asam Basis krim 1-20% 10%
stearate (HOPE 6th, 697)
Gliserin Humektan ≤ 30% 10%
(HOPE 6th hal. 283)
BHT Antioksidan 0,0075-0,1% 0,02%
(HOPE 6th hal. 75)
Nipagin Pengawet 0,002 - 0,3% 0,18%
(HOPE 6th hal. 442)
Nipasol Pengawet 0,001 - 0,6% 0,02 %
(HOPE 6th hal. 596)
Tween-80 Emulgator 1-15% 10%
(HOPE 6th hal. 550)
Span-80 Emulgator 1-15% 10%
(HOPE 6th hal. 676)
Aquades Pelarut Variasi 49,78%

7. PERHITUNGAN DAN CARA PEMBUATAN


7.1 Perhitungan
7.1.1 Skala kecil
Sediaan krim dalam tiap kemasannya memiliki netto 5 g sehingga jumlah
bahan yang diambil dalam satu kemasan:
- ZnO : 10/100 x 5 g = 0,5 g
- Asam stearat : 10/100 x 5 g = 0,5 g
- Gliserin : 10/100 x 5 g = 0,5 g
- BHT : 0,02/100 x 5 g = 0,001 g
- Nipagin : 0,18/100 x 5 g = 0,009 g
- Nipasol : 0,02/100 x 5 g = 0,001 g
- HLB yang digunakan 12
Tween-80 10% 10% + 10% = 20%
Jadi, berat emulgator =20/100 x 5 g = 1 g
Span-80 10%
Perhitungan HLB:
HLB Tween-80 : 15 HLB Span-80 : 4,3
(𝑥 − 𝐻𝐿𝐵𝑏)
%Tween-80 = (𝐻𝐿𝐵𝑎 − 𝐻𝐿𝐵𝑏) x 100%
(12−4,3)
= (15−4,3) x 100%
7,7
= 10,7 x 100% = 71,96%

Berat Tween-80 = 71,96/100 x 1 g = 0,72 g


𝑚
Densitas tween-80 = 1,07 g/ml  p = 𝑣
0,72 𝑔
1,07 g/ml =  v = 0,67 ml
𝑣

%Span-80 = 100% - %Tween-80


= 100% - 71,96% = 28,04%
Berat Span-80 = 28,04/100 x 1 g = 0,28 g
𝑚
Densitas span-80 = 0,99 g/ml  p = 𝑣
0,28 𝑔
0,99 g/ml =  v = 0,28 ml
𝑣

- Aquades : 49,78/100 x 5 g = 2,489 g


𝑚
Densitias air = 1 g/ml  p = 𝑣
2,489 𝑔
1 g/ml =  v = 2,489 ml
𝑣

7.1.2 Skala besar


Sediaan akan dibuat sebanyak 3 kemasan (@kemasan = 5 g) dengan
perhitungan sebagai berikut:
Jumlah Jumlah Bahan yang diambil
No Nama Bahan
@kemasan 3 kemasan (+10%)
1. Zink oksida 0,5 g 1,5 g 1,5 + 0,15 =1,65 g
2. Asam stearat 0,5 g 1,5 g 1,5 + 0,15 = 1,65 g
3. Gliserin 0,5 g 1,5 g 1,5 + 0,15 = 1,65 g
4. BHT 0,001 g 0,003 g 0,003 + 0,0003 = 0,0033 g
5. Nipagin 0,009 g 0,027 g 0,027 + 0,0027 = 0,297 g
6. Nipasol 0,001 g 0,003 g 0,003 + 0,0003 = 0,0033 g
7. Tween-80 0,72 g = 0,67 ml 2,16 g = 2,01 ml 2,01 + 0,201 = 2,211 ml
8. Span-80 0,28 g = 0,28 ml 0,84 g = 0,84 ml 0,84 + 0,084 = 0,924 ml
9. Aquades 2,489 ml 7,467 ml 7,467 + 0,7467 = 8,214 ml
7.2 Cara pembuatan
Prosedur pembuatan krim dilakukan dengan metode fusi sebagai berikut:
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan;
2. Digerus ZnO sampai halus lalu ditimbang sesuai formulasi;
3. Ditimbang bahan eksipien sesuai dengan formulasi;
4. Dimasukkan ZnO, asam stearat, nipasol dan span-80 lalu dileburkan
bersama-sama di atas penangas air pada suhu 70-75°C;
5. Dimasukkan tween-80, gliserin, nipagin dan aquadest lalu dileburkan pada
suhu yang sama dengan komponen minyak (70-75°C);
6. Dicampurkan fase air dan fase minyak yang telah dipanaskan suhu 70-
75°C dalam mortar hangat;
7. Diaduk sampai terbentuk fase krim yang homogen;
8. Ditambahkan BHT apabila krim mulai agak dingin lalu diaduk sampai
homogen;
9. Didinginkan krim hingga suhu kamar;
10.Ditimbang tube krim yang kosong lalu dimasukkan krim sampai beratnya
5 g;
11.Ditutup tube dan ditempelkan stiker (etiket) pada tube krim, diberi brosur
dan didimasukkan ke dalam kotak.

8. CARA EVALUASI
8.1 Macam evaluasi
8.1.1 Uji organoleptis
Prinsip : Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim.
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan.
8.1.2 Evaluasi Homogenitas
Prinsip : Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual.
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu sediaan.
8.1.3 Evaluasi pH
Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan pH meter.
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan.
8.1.4 Evaluasi daya sebar
Prinsip : Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan anak
timbangan gram.
Tujuan : Untuk mengetahui daya sebar sediaan.
8.1.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi
Prinsip : Uji ini didasarkan pada kelarutan zat warna dalam fase terdispersi
(fase internal) dan fase pendispersi (fase eksternal).
Tujuan : untuk mengetahui tipe emulsinya.
8.1.6 Evaluasi daya tercuci krim
Tujuan untuk melihat apakah krim mudah dicuci setelah pemakaian.
8.1.7 Evaluasi daya lekat
Tujuan dilakukannya uji daya lekat yaitu untuk mengetahui kemampuan
krim melekat ketika dioleskan pada kulit. Semakin besar nilai daya lekat
sediaan ketika diujikan maka, maka kemampuan melekat pada kulit
semakin kuat dan absorbsi dikulit akan semakin lama.
8.2 Nama alat
8.2.1 Uji organoleptis : panca indera
8.2.2 Uji homogenitas : Kaca arloji
8.2.3 Evaluasi pH : pH meter
8.2.4 Evaluasi daya sebar : anak timbangan, kaca bundar, penggaris,
dan stopwatch
8.2.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi : pipet tetes, kaca arloji
8.2.6 Evaluasi daya tercuci krim : gelas ukur
8.2.7 Evaluasi daya lekat : objek gelas, anak timbangan dan
stopwatch.
8.3 Metode atau cara kerja
8.3.1 Metode uji organoleptis
Bau : mengenali aroma atau bau sediaan salep dengan mencium
aroma sediaan
Warna : melihat warna dari sediaan
Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan
Konsistensi : dirasakan konsistensi dari sediaan dengan mengoleskannya
pada permukaan kulit
8.3.2 Metode uji homogenitas
Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara visual.
Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel
diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek lain hingga
lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel yang terbentuk diamati
visual (FI III, Hal 33).
8.3.3 Evaluasi pH
Metode : Sebanyak 0,5 gram krim dilarutkan dalam 50 ml aquades dalam
gelas beaker. Alat pH meter dikalibrasikan terlebih dahulu. Elektroda
dicelupkan dalam sediaan selama 10 detik (Azkiya, 2017).
8.3.4 Evaluasi daya sebar
Metode : Sediaan ditimbang ± 0,5 g, diletakkan pada kaca bundar bagian
tengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan 1menit.
Diameter sediaan yang menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata
diameter dari beberapa sisi), diukur dengan penambahan berat 50 g, 100 g,
200 g, 300g, 400 g dan 500 g digunakan sebagai beban, pada setiap
penambahan beban didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter sediaan
yang menyebar (Ansel, 2008).
8.3.5 Evaluasi penentuan emulsi
Metode kelarutan zat warna : Sedikit zat warna larut air, misal metilen blue
diteteskan pada permukaan sediaan. Jika zat warna terlarut dan berdifusi
homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah
M/A.
8.3.6 Evaluasi daya tercuci krim
Metodenya : Sediaan ditimbang sebanyak 1 g, dioleskan pada telapak
tangan kemudian dicuci dengan sejumlah volume air sambil membilas
tangan. Air dilewatkan dari buret dengan perlahan-lahan, diamati secara
visual sampai tidak ada sisa krim yang tersisa pada telapak tangan, lalu
dicatat volume air yang terpakai (Azkiya, 2017).
8.3.7 Evaluasi daya lekat
Metodenya : Ditimbang 0,25 g krim dan diletakkan diatas gelas objek yang
telah diketahui luasnya. Diletakkan gelas objek yang lain diatas sediaan
tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1000 g selama 5 menit.
Kemudian dilepaskan beban seberat 50 g dan dicatat waktu nya hingga
kedua gelas objek ini terlepas (Azkiya, 2017).
8.4 Cara pengolahan data
8.4.1 Uji organoleptis
Penafsiran : Sediaan sesuai dengan yang diharapkan baik konsistensi, warna
maupun baunya.
8.4.2 Uji homogenitas
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang sama di bagian manapun.
8.4.3 Evaluasi pH
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki pH 4,5-6,5.
8.4.4 Evaluasi daya sebar
Penafsiran Hasil : Daya sebar krim dengan bertambahnya beban akan
bertambah besar pula diameternya.
8.4.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi
Penafsiran : Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal, maka
tipe emulsi adalah M/A dan sebaliknya jika digunakan zat warna larut
minyak.
8.4.6 Evaluasi daya tercuci krim
Penafsiran : Dihitung volume air yang terpakai hingga krim terbasuh
bersih.
8.4.7 Evaluasi daya lekat
Penafsiran : Dihitung waktu hingga kedua gelas objek terlepas.
9. HASIL PRAKTIKUM
9.1 Data Hasil Pembuatan Krim ZnO
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Disiapkan alat + diayak - Bahan dan alat sudah
ZnO + ditimbang semua siap.
bahan yang akan - Zink oxide = 1,7 g;
digunakan sesuai dengan asam stearat = 1,7 g;
formulasi gliserin = 1,7 g; BHT =
0,003 g; nipagin = 0,3 g;
nipasol = 0,003 g;
Tween-80 = 2,2 ml;
span-80 = 1 ml; dan
aquades = 9 ml
2. Dilebur bersama ZnO, Semua bahan dalam fase
asam stearat, nipasol, dan minyak meleleh dan
span-80 dengan suhu 70- warnanya putih
75 0C (fase minyak)

3. Dilebur bersama nipagin, Semua bahan dalam fase


gliserin, tween-80 dan air meleleh dan warnanya
sedikit aquades dengan kuning terang
suhu 70-75 0C (fase air)
4. Dicampur fase air ke Fase air dan fase minyak
dalam fase minyak lalu tercampur dengan
ditambahkan dengan sisa warnanya putih dan
aquades dan diaduk tekstur lembut
sampai homogen
kemudian ditambahakan
BHT apabila krim sudah
agak dingin lalu diaduk
sampai homgen
5. Ditimbang tube krim Sediaan krim dalam
yang kosong + wadah
dimasukkan krim ke tube
tersebut sebanyak 5 gram
+ ditutup tube serta
diberi etiket dan brosur +
dimasukkan ke dalam
kemasan

9.2 Data Hasil Evaluasi


No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Evaluasi organoleptis - Warna : putih
- Konsistensi: semi padat,
lembut, dan mudah
dioleskan
- Bau: khas ZnO
2. Evaluasi homogenitas Distribusi ukuraran
partikel relative
sama (homogen)

3. Evaluasi pH pH 4,8

4. Evaluasi tipe emulsi Larut atau tercampur


sempurna dengan larutan
methylen blue

5. Evaluasi daya sebar 67,9 g = 3,5 cm


155,5 g = 4 cm
248,464 g = 5 cm
6. Evaluasi daya tercuci Krim hilang
krim membutuhkan air
sebanyak ±70 ml

10. Pembahasan
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara
Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau
minyak dalam air (m/a) (Rowe, 2009). Pada praktikum ini krim yang dibuat
bertipe air dalam minyak (a/m).
Pada praktikum kali ini akan dibuat sediaan semisolid krim ZnO sebagai
bahan aktifnya. Krim ini dibuat dengan indikasi sebagai obat ruam popok pada
bayi, anti iritan, serta anti inflamasi. Zink bersifat antioksidan serta
menguntungkan bagi tubuh kita di mana kulit pun akan merasakan manfaatnya
karena ada perlindungan yang disediakan untuk jauh dari UV. Zink juga sangat
baik dalam membantu produksi kolagen sehingga kulit ketika terluka akan lebih
cepat sembuh, bahkan dengan kolagen kondisi alergi dan kulit kering pun akan
dapat dicegah dengan baik. Senyawa ini juga dapat diandalkan dalam pengobatan
jerawat sebab zink mempunyai fungsi penting sebagai pengatur kelenjar minyak
dan bersifat anti inflamasi pada kulit ( Schwartz, 2005). Cara pemberian krim ini,
yaitu dengan dioleskan pada daerah yang dihendaki 2 kali sehari pada bayi. Pada
praktikum ini dibagi menjadi 2 pertemuan, dimana pertemuan pertama digunakan
untuk pembuatan sediaan krim ZnO dan pertemuan ke-dua digunakan untuk
evaluasi sediaan krim.

10.1 Pembuatan Krim ZnO


Krim ZnO dibuat dengan kadar 10% dalam setiap 5 gram sediaan. Krim
menggunakan basis fase minyak asam stearat karena dapat melarutkan bahan
aktif dan memiliki HLB 12. Sifat lain dari sediaan semisolid yang kurang
menguntungkan yaitu mudah terkena mikroba sehingga pada formulasi ini
ditambahkan bahan pengawet nipagin dan nipasol. Penambahan nipagin bertujuan
untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme pada sediaan. Nipagin dipilih
karena sifat bahan aktif dan sebagian besar bahan yang digunakan tidak larut
dalam air sehingga diharapkan penambahan bahan ini dapat terlarut sempurna.
Agar nipagin bekerja optimal maka dikombinasi dengan nipasol yaitu sebagai
pengawet dalam fase minyak. Bahan lain yang ditambahkan dalam formulasi
sediaan Zink Oxide yaitu BHT sebagai antioksidan dengan kadar 0,02 % untuk
menghindari adanya oksidasi dari sediaan. Metode yang digunakan pada
praktikum ini adalah metode fusi, dimana semua bahan baik bahan aktif maupun
eksipien dileburkan bersama-sama.
Langkah pertama pembauatan sediaan krim yaitu disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Alat yang digunakan antara lain: timbangan analitik, kaca
arloji, beaker gelas, kaki tiga, kasa, spiritus, sendok tanduk, mortar dan stamper,
gelas ukur, dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sesuai dengan
formulasi yang telah dibuat. Langkah kedua, diayak ZnO kemudian barulah
ditimbang bahan aktif dan eksipien sesuai dengan formulasi ( ZnO 1,7 g; Asam
Stearat 1,7 g, Gliserin 1,7 g, BHT 0,003 g; Nipagin 0,3 g; Nipasol 0,003 g;
Tween-80 2,2 ml; Span-80 1 ml; dan Aquadest 9 ml) menggunakan neraca
analitik. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. ZnO, nipagin, nipasol berbentuk serbuk dan berwarna putih. Asam
stearat berbentuk serbuk seperti jarum. BHT berbentuk kristal. Gliserin berbentuk
serbuk dengan warna kuning. Span-80 dan tween-80 berbentuk cairan kental.
Sedangkan aquades benbentuk cairan.
Langkah ketiga, dileburkan bahan-bahan yang termasuk fase minyak,
diantaranya ZnO, asam stearat, nipasol dan span-80 secara bersama-sama pada
suhu 70-75°C. Disebut fase minyak karena bahan-bahan tersebut sifat kelarutan
dengan air sangat rendah. Tujuan dilakukan peleburan antara lain agar bahan-
bahan tersebut dapat meleleh sehingga mempermudah dalam proses pencampuran
dan agar sediaan krim yang terbentuk dapat stabil.
Langkah ke-empat, dileburkan nipagin, gliserin, tween-80, dan sedikit
aquades yang merupakan fase air ke dalam mortar secara bersama-sama pada suhu
70-75°C. Alasannya agar bahan-bahan tersebut dapat meleleh sehingga
mempermudah dalam proses pencampuran dan agar sediaan krim yang terbentuk
dapat stabil. Disebut fase air karena bahan-bahan tersebut mempunyai kelarutan
dalam air yang relatif tinggi. Selanjutnya dicampurkan fase air dan fase minyak
pada suhu 70-75°C dalam mortar sambil diaduk sampai terbentuk fase krim yang
homogen. Setelah krim hampir dingin, dimasukkan BHT lalu diaduk sampai
homogen. Alasan dimasukkanya BHT pada saat krim mulai dingin adalah karena
BHT tidak tahan terhadap pemanasan, agar BHT tidak rusak maka dimasukkan
setelah krim sedikit dingin.
Pembuatan Krim ZnO ini untuk jumlah airnya tidak sesuai dengan
formulasi melainkan ditambahkan 2,5 ml lagi sehingga jumlah air yang
ditambahkan pada praktikum ini sebanyak 10,5 ml. Sedangkan pada formulasinya
hanya tertulis 8 ml. Alasan ditambahkannya air lagi karena bentuk atau tekstur
krimnya masih padat seperti kekurangan air. Hal ini sesuai dengan Farmakope
Indonesia Edisi III yang menyatakan bahwa krim merupakan sediaan emulsi yang
mengandung air tidak kurang dari 60%. Dan formulasi yang telah dibuat
kandungan airnya terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan teori yang ada sehingga
dalam prakteknya krim yang terbentuk seperti kekurangan air. Selanjutnya
ditimbang tube krim yang kosong tujuannya untuk mengetahui berat awal tube
tersebut sehingga mempermudahkan memasukkan krim sebanyak 5 g ke dalam
tube tersebut. Kemudian dimasukkan krim ke dalam tube sebanyak 5 g lalu
ditutup tube tersebut untuk menjaga kestabilan krim dan menghindari terkena
sinar matahari secara langsung. Selanjutnya, diberi stiker (etiket) pada tube
tersebut tujuannya untuk memberi sedikit informasi terkait spesifikasi krim ZnO
yang ada pada tube bagi pengguna krim tersebut. Langkah selanjutnya,
dimasukkan tube tersebut dan brosur ke dalam kemasan sekundernya.

10.2 Evaluasi Sediaan Krim ZnO


Evaluasi sediaan dilakukan pada satu minggu setelah pembuatan sediaan
krim yaitu pada hari Selasa, 9 April 2019. Evaluasi sediaan yang dilakukan
meliputi evaluasi organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, dan tipe emulsi.
Langkah pertama dalam evaluasi ini adalah disiapkan alat dan bahannya terlebih
dahulu. Alat yang digunakan antara lain: timbangan analitik, spatula, stamper,
kaca arloji, beaker gelas, batang pengaduk, pH meter, pipet ukur, push ball,
penggaris, dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sediaan krim
yang telah dibuat, aquades dan methylen blue.
Evaluasi organoleptis yang dilakukan meliputi bau, warna, dan
konsistensi. Hasil evaluasi organoleptis yaitu sediaan krim memiliki bau khas
ZnO, berwarna putih, memiliki bentuk semi padat, serta ketika dioleskan pada
kulit mudah tercucikan oleh air. Hal ini sesuai dengan rencana spesifikasi sediaan
yaitu sediaan memiliki warna putih, bau khas ZnO, dan mudah tercucikan.
Evaluasi selanjutnya yang dilakukan yaitu homogenitas. Evaluasi ini
dilakukan dengan kaca arloji. Caranya adalah dengan mengambil sedikit sediaan
pada bagian atas lalu sediaan pada kaca arloji lalu diratakan sampai sediaan tipis
di kaca tersebut. Evaluasi diulangi pada sediaan krim bagian tengah dan bawah.
Evaluasi yang dilakukan mengacu pada FI III yang menyebutkan bahwa susunan
partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara visual. Metodenya
sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel diletakkan pada
gelas objek dan diratakan dengan gelas objek lain hingga lapisan tipis terbentuk.
Setelah itu susunan partikel yang terbentuk diamati visual. Namun evaluasi yang
dilakukan praktikan sebenarnya masih kurang tepat karena sediaan pada kaca
arloji tidak diamati pada mikroskop sehingga hasil yang didapatkan kurang akurat.
Hasil evaluasinya pada sediaan krim ZnO yang dibuat adalah homogen. Hal ini
ditandai dengan pada saat meratakan di kaca arloji halus dan tidak ada butiran-
butiran kecil yang nampak maupun yang terasa.
Evaluasi yang dilakukan berikutnya yaitu evaluasi pH. Sediaan dilarutkan
pada aquades kemudian dihitung pH nya pada suhu kamar (±25°C) dengan pH
meter yang telah dikalibrasikan. Kalibrasi pH meter ini menggunakan aquades.
Kalibrasi seharusnya dilakukan dengan phosphate buffer saline sesuai teori yang
ada pada jurnalAzkiya (2017) yang menyatakan bahwa kalibrasi pH dilakukan
dengan standar buffer 4; 7; dan 9, namun karena keterbatasan alat dan bahan maka
evaluasi dilakukan dengan aquades. Hasil dari evaluasi pH menunjukkan bahwa
sediaan krim ZnO memiliki pH sekitar 4,8. Pengujian pH dilakukan untuk
mengetahui apakah sediaan krim dapat mengiritasi kulit atau tidak apabila
digunakan. Kulit manusia memiliki pH normal yaitu sekitar 4,5-7,0 (Ningsih,
2015). Hasil ini sesuai dengan rencana spesifikasi sediaan yang memiliki pH antar
4,5-7,0 dan masih berada dalam rentang pH kulit normal yang tidak dapat
mengiritasi kulit.
Evaluasi yang selanjutnya yaitu evaluasi daya sebar. Uji daya sebar
dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim untuk menyebar sampai konstan
dengan pemberian tekanan, apabila diaplikasikan dapat menyebabkan kontak kulit
dengan obat menjadi luas dan akan mempengaruhi absorbsi obat menjadi lebih
cepat. Evaluasi ini menggunakan kaca arloji dimana beratnya sebesar 32,5 g, serta
stamper yang memiliki berat 35,4 g, 87,6 g dan 92,964 g. Sediaan mula- mula
ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian diletakkan pada kaca arloji. Sediaan
kemudian diukur daya sebarnya dengan menambahkan pemberat yaitu kaca arloji
dan stamper yang diletakkan diatasnya yang memiliki berat 32,5 g dan 35,4 g
sehingga totalnya sebesar 67,9 g lalu dibiarkan selama 1 menit kemudian diukur
diameternya. Sediaan kemudian ditambah lagi bebannya dengan stamper 87,6 g
sehingga total berat menjadi 155,5 g lalu dibiarkan selama 1 menit dan dicatat
diameter sediaan. Kemudian ditambah dengan stamper 92,964 g sehingga total
berat menjadi 248,464 g dan dibiarkan selama 1 menit dan diukur diameternya.
Hasil pengukuran diameter menunjukan bahwa pada berat 67,9 g, sediaan
memiliki diameter 3,5 cm, sedangkan pada beban 155,5 g memiliki diameter 4
cm, dan pada beban 248,464 g memilki diameter 5 cm. Hasil ini sesuai dengan
Ansel (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar beban, maka semakin besar
pula diameternya. Namun, menurut Triana (2017) rentang daya sebar sediaan
topikal sebesar 5-7 cm. Berdasarkan literatur tersebut maka hasil praktikum ini
sesuai dengan literatur tersebut dimana pada beban terakhir evaluasi diameter
daya sebarnya 5 cm dengan beban sebesar 248,464 g.
Uji selanjutnya adalah uji daya tercucinya krim, tujuannya yaitu untuk
mengetahui kemampuan krim dapat tercucikan dengan air. Cara perlakuan pada
uji ini adalah sediaan ditimbang sebanyak 1 g, dioleskan pada telapak tangan
kemudian dicuci dengan sejumlah volume air sambil membilas tangan. Air
dilewatkan dari buret dengan perlahan-lahan, diamati secara visual sampai tidak
ada sisa krim yang tersisa pada telapak tangan, lalu dicatat volume air yang
terpakai (Suhery, 2016). Namun pada praktikum ini tidak menggunakan buret
melainkan dengan pipet ukur dikarenakan tidak inven buret. Hasil dari uji ini
adalah sediaan dapat tercuci degan ±70 ml air yang menunjukkan bahwaa sediaan
dapat tercuci dengan air. Hal ini sesuai dengan spesifikasi produk yang
diharapkan dimana krim m/a memiliki sifat mudah dicuci dengan air.
Uji viskositas dan uji daya lekat merupakan dua uji yang belum sempat
dilakukan pada praktikum ini karena adanya keterbatasan waktu dan alat. Pada
praformulasi yang dibuat tidak mencantumkan uji viskositas. Namun, uji
viskositas ini merupakan salah satu uji yang penting dalam sediaan semisolid,
dimana viskositas berkaitan dengan konsistensi. Viskositas sendiri merupakan
pernyataan tahanan cairan untuk mengalir dari suatu sistem dibawah tekanan yang
digunakan. Semakin kental suatu cairan, maka semakin besar kekuatan yang
diperlukan untuk mengalir. Perubahan viskositas sediaan farmasi dapat
dipengaruhi oleh perubahan kondisi fase dispersi maupun medium dispersi,
pengaruh emulgator yang digunakan, dan penambahan bahan penstabil lainnya.
Viskositas harus dapat membuat sediaan mudah dioleskan dan dapat menempel
pada kulit. Sediaan dengan konsistensi yang lebih tinggi akan berpengaruh pada
aplikasi penggunaannya (Oktaviasari, 2017). Cara melakukan uji viskositas ini
adalah sediaan krim dimasukkan ke dalam cup, kemudian dipasang spindle no 4
dan rotor dijalankan dengan kecepatan 12 rpm. Setelah viscometer brookfield
menunjukkan angka yang stabil kemudian hasilnya di catat. Viskositas yang
disyaratkan oleh SNI 16-4399-1996 adalah 2.000 cp - 50.000 cp (Azkiya, 2017).
Uji daya lekat dilakukan untuk menunjukkan kemampuan krim melekat
dan melapisi permukaan kulit sewaktu digunakan agar dapat berfungsi maksimal.
Semakin lama waktu lekat krim melekat pada kulit maka semakin baik krim yang
dihasilkan. Karena zat aktif yang terkandung dalam sediaan krim menjadi semakin
lama melekat pada kulit dan dapat meningkatkan pelepasan zat aktif kemudian
berpenetrasi ke dalam kulit untuk memberikan efek terapi. Krim yang baik adalah
krim yang tidak mengalami perubahan nilai daya lekat selama penyimpanan
(Shovyana, 2013).
Berdasarkan hasil dari evaluasi sediaan yang telah dilakukan dapat
dikatakan bahwa sediaan krim ZnO tipe m/a yang telah dibuat sudah cukup baik.
Hal ini dikarenakan uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji
tipe emulsi, dan uji daya tercucinya krim sudah memenuhi standar persyaratan
sediaan krim walaupun uji viskositas dan uji daya lekat belum sempat dilakukan.

11. Kemasan
11.1 Kemasan Primer

11.2 Etiket 11.3 Brosur

11.4 Kemasan Sekunder


DAFTAR PUSTAKA

Azkiya, Zulfa; Herda Ariyani; dan Tyas Setia Nugraha. 2017. Evaluasi Sifat Fisik
Krim Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc. var. rubrum) Sebagai Anti
Nyeri. Journal of Current Pharmaceutica Sciences, Vol. 1 No.1.
Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Anwar. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.
Jakarta: Dian rakyat.
Bedi, P. dan A. Kaur. 2015. An overview on uses of zinc oxide nanoparticles.
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 4 No. 12,
hal: 1177-1196.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Jakarta: Depkes RI.
Ningsih, Suci; Laela Hidayati, dan Rizki Akbar. 2015. Pasta Zinc Oxide Sebagai
Mild Astrigent Menggunakan Basis Amilum Singkong (Manihot utilisima
Pohl). Jurnal KHAZANAH, Vol. 7 No. 2, hal: 95-103.
Oktaviasari, Luky dan Abdul Karim Zulkarnain. 2017. Formulasi dan Uji
Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W Pati Kentang (Solanum Tuberosum L.)
Serta Aktivitasnya Sebagai Tabir Surya. Majalah Farmaseutik, Vol. 13 No.
1, hal: 9-27.
Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed,
London: The Pharmaceutical Press.
Schwartz, S. 2005. Pedoman Klinis. Jakarta: EGC.
Shovyana, H.H., A. Karim Zulkarnain. 2013. Physical Stability and Activity of
Cream W/O Etanolic Fruit Extract of Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpha (scheff.) Boerl,) as A a Sunscreen. Traditional Medicine
Journal, Vol. 18 No. 2.
Suhery, Wira Noviana; Armon Fernando; dan Netralis Has. 2016. Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Bekatul Padi Ketan Merah dan Hitam (Oryza sativa L.
var. glutinosa) dan Formulasinya dalam Sediaan Krim. Jurnal Pharmacy, Vol.13
No. 1.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC Press.
Triana, Nita S.; Putri Dewi R.; Nabila F.; Ainul M.A.; Namira Fadhilah B.; dan
Nuryanti. 2017. Pengembangan Formulasi Pasta Antiinflamasi Piroksikam
Berbasis Ampas Tahu dalam Pemanfaatan Limbah Tahu Di Purwokerto.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 15 No. 2, hal: 148-154.
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Yogyakarta: D-
Medika.

Anda mungkin juga menyukai