“Krim ZnO”
1. DASAR TEORI
1.1 Sediaan Krim
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke
bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk
obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga,
obat wasir, injeksi, dan lainnya (Rowe, 2009).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih
dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu
kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam
keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai,
umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit.Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (Anief, 2006).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim adalah mampu melekat pada
permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini
dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan
untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang
yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Anwar, 2012).
Tipe krim terbagi menjadi dua, yaitu krim air dalam minyak (A/M) dan
krim minyak dalam air (M/A). Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan
anionik, kationik dan nonionik. Untuk tipe A/M digunakan sabun monovalen,
tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain–lain. Krim tipe M/A mudah
dicuci. Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet.
Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 % - 0,18 % dan nipasol
0,02% - 0,05 % (Anief, 2006).
Secara umum, pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan
emulsifikasi. Biasanya, komponen yang tidak tercampur dengan air, seperti
minyak dan lilin, dicairkan bersama-sama di dalam penangas air pada suhu 70-
75ºC. Sementara itu, semua larutan berair yang tahan panas dan komponen yang
larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama pada komponen lemak.
Kemudian, larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam campuran
lemak yang cair dan diaduk secara konstan, sementara temperatur dipertahankan
selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin atau lemak. Selanjutnya
campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengandukan yang terus menerus
sampai mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan
lemak, beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dan fase cair (Widodo, 2013).
Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube,
botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas
buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka
terhadap cahaya. Tube biasanya terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa
diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk
penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan
dapat dilipat yang dapat menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk
pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 2008).
Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah
dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak
lengket terutama tipe m/a, memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m,
digunakan sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang
diabsorpsi tidak cukup beracun. Sedangkan kekurangan sediaan krim, yaitu susah
dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. Mudah
kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan
penambahan salah satu fase secara berlebihan (Sumardjo, 2006).
1.2 Zink Oxide
Seng Oksida merupakan senyawa anorganik dengan formula ZnO.
Biasanya senyawa ini berbentuk bubuk putih, hampir tidak larut dalam air.
Keuntungan penggunaan ZnO misalnya adalah harganya murah, persediaan di
alam dalam jumlah yang melimpah, struktur kimia stabil, mudah untuk
mempersiapkan, dan tidak beracun. Seng oksida merupakan oksida amfoter.
Senyawa ini hampir tidak larut dalam air dan alkohol, tetapi larut dalam
(diturunkan oleh) kebanyakan asam, seperti asam klorida (Bedi, 2015).
2. TINJAUAN BAHAN
2.1 Bahan Aktif
Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan krim ini adalah Zink Oxide
(ZnO).
2.1.1 Karakteristik fisika kimia (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Zinci oxydum
Nama lain : Seng oksida
Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih, putih kekuningan, tidak
berbau, tidak berasa, lambat laun menyerap karbondioksida
dari udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut
dalam asam mineral dan dalam larutan hidroksida.
Inkompatibilitas : ZnO inkompatibel dengan benzil penisilin. Zinci oxide
bereaksi lambat dengan asam lemak dalam minyak dan
lemak untuk membuat ester asam lemak.
Stabilitas : Panas jika dipanaskan dengan kuat, terjadi warna
kuning yang akan hilang pada pendinginan
Udara Ketika kontak dengan udara, ZnO perlahan
menyerap uap lembab dan CO2
Kegunaan : sebagai antiseptik lokal
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.1.2 Bentuk kimia
5. SPESIFIKASI PRODUK
5.1 Persyaratan Umum Sediaan
Persyaratan umum dari sediaan krim adalah sediaan umumnya stabil dan
homogen, menggunakan wadah tertutup rapat, efektivitas pengawet mampu
melindungi sediaan dari mikroorganisme selama proses penyimpanan (Syamsuni,
2006).
5.2 Rencana Spesifikasi Sediaan
Berikut rencana spesifikasi sediaan krim ZnO :
Nama obat : ZnO
Bentuk sediaan : Krim
Warna : Putih
Kekuatan : Tiap 1 kemasan (5 g) krim ZnO mengandung 10% ZnO
Kategori : Obat Bebas
Indikasi : Untuk perawatan eksim, ruam popok, infeksi kulit ringan,
iritasi kulit dan kondisi lainnya
6. RANCANGAN FORMULA
6.1 Skema Kerja
Diharapkan sediaan
Digunakan untuk yang tidak lengket
Krim ZnO efek topikal dan mudah tercuci
dengan air
Mencegah
oksidasi bahan- Ditambah Digunakan
bahan yang surfaktan tween basis asam Dibuat sediaan
teroksidasi dan span stearat krim o/w
8. CARA EVALUASI
8.1 Macam evaluasi
8.1.1 Uji organoleptis
Prinsip : Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim.
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan.
8.1.2 Evaluasi Homogenitas
Prinsip : Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual.
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu sediaan.
8.1.3 Evaluasi pH
Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan pH meter.
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan.
8.1.4 Evaluasi daya sebar
Prinsip : Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan anak
timbangan gram.
Tujuan : Untuk mengetahui daya sebar sediaan.
8.1.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi
Prinsip : Uji ini didasarkan pada kelarutan zat warna dalam fase terdispersi
(fase internal) dan fase pendispersi (fase eksternal).
Tujuan : untuk mengetahui tipe emulsinya.
8.1.6 Evaluasi daya tercuci krim
Tujuan untuk melihat apakah krim mudah dicuci setelah pemakaian.
8.1.7 Evaluasi daya lekat
Tujuan dilakukannya uji daya lekat yaitu untuk mengetahui kemampuan
krim melekat ketika dioleskan pada kulit. Semakin besar nilai daya lekat
sediaan ketika diujikan maka, maka kemampuan melekat pada kulit
semakin kuat dan absorbsi dikulit akan semakin lama.
8.2 Nama alat
8.2.1 Uji organoleptis : panca indera
8.2.2 Uji homogenitas : Kaca arloji
8.2.3 Evaluasi pH : pH meter
8.2.4 Evaluasi daya sebar : anak timbangan, kaca bundar, penggaris,
dan stopwatch
8.2.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi : pipet tetes, kaca arloji
8.2.6 Evaluasi daya tercuci krim : gelas ukur
8.2.7 Evaluasi daya lekat : objek gelas, anak timbangan dan
stopwatch.
8.3 Metode atau cara kerja
8.3.1 Metode uji organoleptis
Bau : mengenali aroma atau bau sediaan salep dengan mencium
aroma sediaan
Warna : melihat warna dari sediaan
Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan
Konsistensi : dirasakan konsistensi dari sediaan dengan mengoleskannya
pada permukaan kulit
8.3.2 Metode uji homogenitas
Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara visual.
Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel
diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek lain hingga
lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel yang terbentuk diamati
visual (FI III, Hal 33).
8.3.3 Evaluasi pH
Metode : Sebanyak 0,5 gram krim dilarutkan dalam 50 ml aquades dalam
gelas beaker. Alat pH meter dikalibrasikan terlebih dahulu. Elektroda
dicelupkan dalam sediaan selama 10 detik (Azkiya, 2017).
8.3.4 Evaluasi daya sebar
Metode : Sediaan ditimbang ± 0,5 g, diletakkan pada kaca bundar bagian
tengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan 1menit.
Diameter sediaan yang menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata
diameter dari beberapa sisi), diukur dengan penambahan berat 50 g, 100 g,
200 g, 300g, 400 g dan 500 g digunakan sebagai beban, pada setiap
penambahan beban didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter sediaan
yang menyebar (Ansel, 2008).
8.3.5 Evaluasi penentuan emulsi
Metode kelarutan zat warna : Sedikit zat warna larut air, misal metilen blue
diteteskan pada permukaan sediaan. Jika zat warna terlarut dan berdifusi
homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah
M/A.
8.3.6 Evaluasi daya tercuci krim
Metodenya : Sediaan ditimbang sebanyak 1 g, dioleskan pada telapak
tangan kemudian dicuci dengan sejumlah volume air sambil membilas
tangan. Air dilewatkan dari buret dengan perlahan-lahan, diamati secara
visual sampai tidak ada sisa krim yang tersisa pada telapak tangan, lalu
dicatat volume air yang terpakai (Azkiya, 2017).
8.3.7 Evaluasi daya lekat
Metodenya : Ditimbang 0,25 g krim dan diletakkan diatas gelas objek yang
telah diketahui luasnya. Diletakkan gelas objek yang lain diatas sediaan
tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1000 g selama 5 menit.
Kemudian dilepaskan beban seberat 50 g dan dicatat waktu nya hingga
kedua gelas objek ini terlepas (Azkiya, 2017).
8.4 Cara pengolahan data
8.4.1 Uji organoleptis
Penafsiran : Sediaan sesuai dengan yang diharapkan baik konsistensi, warna
maupun baunya.
8.4.2 Uji homogenitas
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang sama di bagian manapun.
8.4.3 Evaluasi pH
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki pH 4,5-6,5.
8.4.4 Evaluasi daya sebar
Penafsiran Hasil : Daya sebar krim dengan bertambahnya beban akan
bertambah besar pula diameternya.
8.4.5 Evaluasi penentuan tipe emulsi
Penafsiran : Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal, maka
tipe emulsi adalah M/A dan sebaliknya jika digunakan zat warna larut
minyak.
8.4.6 Evaluasi daya tercuci krim
Penafsiran : Dihitung volume air yang terpakai hingga krim terbasuh
bersih.
8.4.7 Evaluasi daya lekat
Penafsiran : Dihitung waktu hingga kedua gelas objek terlepas.
9. HASIL PRAKTIKUM
9.1 Data Hasil Pembuatan Krim ZnO
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Disiapkan alat + diayak - Bahan dan alat sudah
ZnO + ditimbang semua siap.
bahan yang akan - Zink oxide = 1,7 g;
digunakan sesuai dengan asam stearat = 1,7 g;
formulasi gliserin = 1,7 g; BHT =
0,003 g; nipagin = 0,3 g;
nipasol = 0,003 g;
Tween-80 = 2,2 ml;
span-80 = 1 ml; dan
aquades = 9 ml
2. Dilebur bersama ZnO, Semua bahan dalam fase
asam stearat, nipasol, dan minyak meleleh dan
span-80 dengan suhu 70- warnanya putih
75 0C (fase minyak)
3. Evaluasi pH pH 4,8
10. Pembahasan
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara
Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau
minyak dalam air (m/a) (Rowe, 2009). Pada praktikum ini krim yang dibuat
bertipe air dalam minyak (a/m).
Pada praktikum kali ini akan dibuat sediaan semisolid krim ZnO sebagai
bahan aktifnya. Krim ini dibuat dengan indikasi sebagai obat ruam popok pada
bayi, anti iritan, serta anti inflamasi. Zink bersifat antioksidan serta
menguntungkan bagi tubuh kita di mana kulit pun akan merasakan manfaatnya
karena ada perlindungan yang disediakan untuk jauh dari UV. Zink juga sangat
baik dalam membantu produksi kolagen sehingga kulit ketika terluka akan lebih
cepat sembuh, bahkan dengan kolagen kondisi alergi dan kulit kering pun akan
dapat dicegah dengan baik. Senyawa ini juga dapat diandalkan dalam pengobatan
jerawat sebab zink mempunyai fungsi penting sebagai pengatur kelenjar minyak
dan bersifat anti inflamasi pada kulit ( Schwartz, 2005). Cara pemberian krim ini,
yaitu dengan dioleskan pada daerah yang dihendaki 2 kali sehari pada bayi. Pada
praktikum ini dibagi menjadi 2 pertemuan, dimana pertemuan pertama digunakan
untuk pembuatan sediaan krim ZnO dan pertemuan ke-dua digunakan untuk
evaluasi sediaan krim.
11. Kemasan
11.1 Kemasan Primer
Azkiya, Zulfa; Herda Ariyani; dan Tyas Setia Nugraha. 2017. Evaluasi Sifat Fisik
Krim Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc. var. rubrum) Sebagai Anti
Nyeri. Journal of Current Pharmaceutica Sciences, Vol. 1 No.1.
Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Anwar. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.
Jakarta: Dian rakyat.
Bedi, P. dan A. Kaur. 2015. An overview on uses of zinc oxide nanoparticles.
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 4 No. 12,
hal: 1177-1196.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Jakarta: Depkes RI.
Ningsih, Suci; Laela Hidayati, dan Rizki Akbar. 2015. Pasta Zinc Oxide Sebagai
Mild Astrigent Menggunakan Basis Amilum Singkong (Manihot utilisima
Pohl). Jurnal KHAZANAH, Vol. 7 No. 2, hal: 95-103.
Oktaviasari, Luky dan Abdul Karim Zulkarnain. 2017. Formulasi dan Uji
Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W Pati Kentang (Solanum Tuberosum L.)
Serta Aktivitasnya Sebagai Tabir Surya. Majalah Farmaseutik, Vol. 13 No.
1, hal: 9-27.
Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed,
London: The Pharmaceutical Press.
Schwartz, S. 2005. Pedoman Klinis. Jakarta: EGC.
Shovyana, H.H., A. Karim Zulkarnain. 2013. Physical Stability and Activity of
Cream W/O Etanolic Fruit Extract of Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpha (scheff.) Boerl,) as A a Sunscreen. Traditional Medicine
Journal, Vol. 18 No. 2.
Suhery, Wira Noviana; Armon Fernando; dan Netralis Has. 2016. Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Bekatul Padi Ketan Merah dan Hitam (Oryza sativa L.
var. glutinosa) dan Formulasinya dalam Sediaan Krim. Jurnal Pharmacy, Vol.13
No. 1.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC Press.
Triana, Nita S.; Putri Dewi R.; Nabila F.; Ainul M.A.; Namira Fadhilah B.; dan
Nuryanti. 2017. Pengembangan Formulasi Pasta Antiinflamasi Piroksikam
Berbasis Ampas Tahu dalam Pemanfaatan Limbah Tahu Di Purwokerto.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 15 No. 2, hal: 148-154.
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Yogyakarta: D-
Medika.