Anda di halaman 1dari 9

PENYAKIT JAMUR PADA ANJING DAN OBAT-OBATNYA

a. Malassezia
Malassezia (sebelumnya dikenal sebagai Pityrosporum) adalah genus jamur yang
diklasifikasikan sebagai ragi, secara alami ditemukan di permukaan kulit hewan dan manusia.
Hal ini dapat menyebabkan hipopigmentasi (semacam perubahan warna kulit) pada kulit dan
lokasi lainnya pada manusia jika itu menjadi infeksi oportunistik.
Malassezia awalnya diidentifikasi oleh ilmuwan Prancis Charles Louis-Malassez di akhir
abad 19. Raymond Sabouraud mengidentifikasi organisme penyebab ketombe pada tahun 1904
dan menyebutnya malassez Pityrosporum.
Saat ini ada 10 spesies dikenali:

M. furfur

M. pachydermatis

M. globosa

M. restricta

M. slooffiae

M. sympodialis

M. nana

M. yamatoensis

M. dermatis

M. obtuse

Penyakit pada manusia


Baru-baru ini, identifikasi Malassezia pada kulit telah dibantu oleh penerapan teknik
berbasis molekuler atau DNA yang sangat mirip dengan yang digunakan oleh para ilmuwan
forensik untuk mengidentifikasi tersangka kriminal. Penyelidikan ini menunjukkan bahwa
spesies Malassezia menyebabkan banyak penyakit kulit pada manusia seperti penyebab
paling umum munculnya ketombe dan dermatitis seboroik/seborrhoeic (radang kulit pada
kulit kepala, wajah, dan kulit lainnya dengan ciri: bersisik, gatal, kulit merah), ini disebabkan
oleh M. globosa (walaupun M. restricta juga terlibat). Panu / tinea versicolor (pityriasis
versicolor) diakibatkan infeksi jamur M. globosa dan M. furfur.
Jamur membutuhkan lemak untuk tumbuh, jadi jamur ini yang paling umum di daerahdaerah dengan banyak kelenjar sebasea/sebaceous : di kulit kepala, wajah, dan bagian atas
tubuh. Ketika jamur tumbuh terlalu cepat, pembaharuan alami sel terganggu dan ketombe
muncul dengan gatal (proses yang sama juga dapat terjadi dengan jamur lain atau bakteri).

Pengobatan infeksi kulit kepala yang bergejala


Gejala infeksi kulit kepala sering diobati dengan disulfida selenium atau shampoo yang
mengandung ketoconazole. Pengobatan lain meliputi ciclopirox olamine, coal tar, zinc pyrithione
(ZPT), miconazole, dan teh tree oil. Digunakan sesekali dan diencerkan dengan air, Hidrogen
peroksida juga digunakan untuk mengelola gejala gatal. Namun, dengan kemampuan oksidatif
dalam reaksi dengan katalase, parutan pada kulit bisa terjadi dengan perawatan ini.

b. Ringworm
Etiologi
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian
kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut
dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi

penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing,
kucing dan sapi.
Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus
Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm
menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya
dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes (Ahmad.,
R.Z. 2009).
Divisi

: Amastigomycotina.

Sub-Divisi : Ascomycotina
Klas

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Family

: Moniliaceae

Genus

: Microsporum, Trichophyton

Species

: M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes

M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan
kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding
tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M. gypseum
bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya macroconidia berbentuk spindle,
dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009).
Patogenesis
Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak
ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas
dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah
periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat terjadi
karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada
lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari sinar
matahari.
Di negara-negara yang beriklim subtropik atau dingin, kejadian ringworm lebih sering,
karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar matahari

secara langsung, juga sering bersama-sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara
sesama individu lebih banyak terjadi.
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas,
untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor
virulensi dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, factor suhu dan
kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin (Ahmad., R.Z. 2009).
Gejala klinis

Kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga

Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan
umumnya dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut, pada kaki dan perut
bagian bawah

Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng biasanya bagian
tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada bulu berupa
kekusutan, rapuh dan akhirnya patah (Ahmad., R.Z. 2009).

Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada manusia
bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh.

Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih manusia


sebagai hospes tetapnya.

Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif, karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.

Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum. (Boel., T.
2009).

Diagnosa
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit,
serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan
langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan pada
media.
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga,
urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah
yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan pemeriksaan laboratorium akan memastikan
bahwa hewan tersebut menderita penyakit (Ahmad., R.Z. 2009).
Penanganan & pengendalian
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun
hewannya. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk
menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang sehingga
tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan dermatofit yang
hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan membunuh
dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada rambut.
Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran sehingga tidak
terjadi endemik, peningkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan.
Hewan kesayangan harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan
yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan kucing. Vaksinasi adalah pencegahan
yang baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan. Pengobatan dapat
dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin,
dan azole peroral maupun intravena dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan
berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah
itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan obat tradisional
seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad., R.Z. 2009).

c. Canine Seborrhea
Canine Seborrhea adalah kondisi iritasi kulit pada anjing yang menyebabkan kulit
berminyak dan berkerak seperti ketombe. Kulit anjing terkelupas dan menimbulkan bau tak
sedap, istilah umum yang sering kita sebutkan sehari-hari adalah anjingnya terkena jamur.
Berikut ini tanda, gejala, penyebab, dan perawatan pada anjing yang terkena penyakit
seborrhea dermatitis. Termasuk bagaimana cara merawat secara harian dengan menggunakan
pendekatan yang natural dan alami sehingga gejala yang timbul dapat mereda serta mampu
memperkuat system kekebalan tubuh anjing.
Seborrhea adalah istilah yang pada penyakit kulit yang ditandai dengan kulit kering dan
berminyak, disertai gatal menghebat pada tubuh, iritasi kulit menjadi meradang. Pada anjing,
seborrhea dikategorikan menjadi tiga:
1.

Seborrhea sicca seborrhea kering kondisi kulit bersisik.

2.

Seborrhea oleosa seborrhea berminyak kondisi kulit bersisik disertai kulit

berminyak yang menimbulkan bau tak sedap pada anjing, hal ini disebabkan oleh
kelenjar minyak yang berlebih pada kulit.
3.

Seborrheic dermatitis kulit berminyak dan bersisik, bau, serta disertai iritasi

peradangan.
Kulit yang terkelupas pada anjing yang terkena Seborrhea adalah sel kulit mati. Pada
anjing normal, siklus sel mati tergantikan dengan sel kulit baru sekitar 3 minggu. Pada anjing
yang menderita Seborrhea, siklus ini lebih cepat dalam beberapa hari. Penjelasannya pada
kondisi anjing yang tidak sehat pada kulitnya secara alami tubuhnya bertindak sebagai antibodi,
namun pada keadaan yang belum seimbang antara tubuh dan kondisi lingkungan sekitar
akibatnya terjadi penumpukan sel kulit mati.
Penyebab Canine Seborrhea
- Seborrhea idiopatik primer: faktor keturunan, anjing ras tertentu yang sering terjangkit
canine seborrhea pada ras Spaniels, Labrador Retriever, Gembala Jerman, Terrier, Basset Hound,
dan Shar-pei.
- Seborrhea sekunder: akibat dari beberapa penyebab, seperti
o Gangguan hormonal, misalnya hipotiroidisme.
o Gangguan nutrisi, gizi yang tidak seimbang.

o Terjangkit parasit, misalnya kutu, pinjal, caplak, tengau.


o Alergi: food allergy dermatitis (alergi karena kandungan tertentu pada pakan hariannya), flea
allergy dermatitis (iritasi pada bekas gigitan kutu), bahan kimia dari produk pembersih yang
menempel pada lantai, kandang, dan lingkungan sekitar.
o Cuaca dan Kebersihan Lingkungan sekitar, Indonesia memiliki iklim tropis dengan suhu panas
disertai kelembaban yang tinggi. Rutinitas memandikan anjing serta kebersihan kandang dan
lingkungan sekitar menjadi hal yang mutlak.
Apabila Anda mencurigai anjing peliharaan Anda terkena Canine Seborrhea, segera
hubungi dokter hewan langganan untuk melakukan tes apakah anjing Anda menderita salah satu
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan masalah kulit dan bulunya.
Pada anjing usia tua (senior dog), Anda dapat meminta dokter hewan untuk memeriksa tingkat
tiroid anjing. Banyak masalah kulit pada anjing tua disebabkan oleh hipotioidisme.
Tanda-tanda Seborrhea Canine:

Rambut berminyak
Bau khas yang tidak enak
Kulit anjing menjadi tampak merah terutama ketika terjadi inflamasi
Telinga anjing menjadi merah, gatal, nyeri, dan radang
Anjing menjilat, menggaruk, dan mencakar tubuhnya tanpa henti.

Pengobatan Alami untuk Anjing yang Mengidap Seborrhea


Seborrhea sekunder dapat disembuhkan dengan mengatasi penyebab yang mendasari dan
mengendalikan gejala kondisi kulit. Bila anjing terkena seborrhea sangat parah, paling tragis
adalah kondisi kulit tanpa bulu dibagian tertentu atau bahkan seluruh tubuh.
Seborrhea sekunder sulit disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan memberikan
perawatan harian secara lebih khusus. Memilih shampoo dan kondisioner yang aman, pilihan
pakan yang tidak merangsang iritasi kulitnya, serta penggunaan produk yang berbahan alami
tanpa bahan kimia, yang dapat digunakan secara harian dan jangka panjang.

Referensi :
http://pisangkipas.wordpress.com/2011/01/06/jamur-malassezia/

http://vetandhie.blogspot.com/2011/01/ringworm.html
kutudanjamur.blogspot.com/2012/05/suborrhea-canine-bulu-rontok-kulit.html

Tugas Ilmu Penyakit Dalam Hewan Kecil

PENYAKIT JAMUR PADA ANJING


OLEH
KELOMPOK SATU
JULIANA ROSSA
LATIFAHANNISAA GUSNI
NURDIANI MULIANA S
RISMAYANTI
NOVRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH
2013

Anda mungkin juga menyukai