Anda di halaman 1dari 362

BAB I

PENDAHULUAN
Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat, berdasar pada
ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis, memperhatikan aspek
biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan peraturan.
Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan menuju masyarakat
adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak dan fungsi tubuh adalah
hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan sejahtera.
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera secara mental dan fisik, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak untuk perawatan
kesehatan. Negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Amandemen UUD45).
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan kesehatan diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diperlukan
pengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat, oleh pemerintah
pusat maupun daerah. (UU.23/2004; UU.32/2004, UU 36/2009, PP.25/2000).
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayananan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Setiap orang berkewajiban
ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Kewajiban tersebut pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pemerintah bertangg.jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau

1|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan akses luas bagi kebutuhan
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. (UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Rumah sakit mempunyai fungsi
pendidikan, pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu pengetahuan teknologi bidang
kesehatan. (UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13).
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab secara timbal balik vertikal dan horisontal, maupun struktural
dan fungsional terhadap kasus penyakit. dan atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42).
Rujukan dibagi 2 (dua) kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan pemulihan
berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen dan pengetahuan tentang penyakit; dan
rujukan kesehatan untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana,
teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN).
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi Terapis
dan Terapis Wicara. (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996).
Fisioterapis terdiri dari jabatan fungsional ahli dan terampil (Peraturan Presiden No.
34/2008).
Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik dan
peneliti (KEPMENKES No.376/2007).
Fisioterapis wajib memiliki Surat Ijin Praktik, berwenang melakukan assesmen,
diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-evaluasi. (Kepmenkes 1363/2001).
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar,
terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2. Administrasi dan pengelolaan, 3. Pimpinan dan
pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan, 5. Kebijakan dan prosedur, 6. Pengembangan
tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu. (KEPMEN
No.517/2008).
Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan
tenaga fisioterapis yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan
keputusan profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar

2|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

intervensi, rehabilitasi dan pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika
diperlukan untuk mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan
pelayanannya.
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang
terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan fungsi serta tanggung jawab fisioterapi,
penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan,

(KEPMENKES No.778/2008).

Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina,


dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14).
Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah
sakit, (PERMENKES No 1045/2006, Ps. 20).
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berwenang
mengatur kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu pada norma, standar,
pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh pemerintah dan
rekomendasi organisasi profesi fisioterapi.
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan
kebijakan seperti dan tidak terbatas pada :
1.

seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi,

2.

falsafah dan tujuan fisioterapi.

3.

organisasi dan uraian tugas,

4.

akses masuk,

5.

pemeriksaan penunjang,

6.

sistem dokumentasi

7.

sistem pelaporan.

3|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

BAB II
PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali,
2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang,
jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan
pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja
1995).
Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang
berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan
dan

memudahkan

kegiatan

utama

dari

suatu

organisasi

(Kamaruddin,1992).

Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan
urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu
pekerjaan

yang

dilaksanakan

berulang-ulang

(Ismail

Masya

1994).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan.
Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan
terjangkau.Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien,
(UU. 44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi,
evaluasi/re-evaluasi dan dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun
2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis,
tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan
terjamin mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai

4|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

standar prosedur operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus


berkesinambungan. Struktur dokumentasi sistem mutu, terdiri dari : 1. Kebijakan, 2.
Prosedur, 3. Petunjuk Teknis, dan 4. Pelaporan. ( ISO 9000:2000 / International Standard
Organization Nomor 9000 Tahun 2000).
Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu pelayanan
fisioterapi ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian seperti dan
tidak terbatas :
a.

Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan


organisasi pelayanan fisioterapi.

b.

Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang, sistem


dokumentasi dan pelaporan.

c.

Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan,


persetujuan, intevensi, evaluasi, dokumentasi.

d.

Prosedur

kasus

dalam

kelompok

muskulosekeletal,

neuromuskuler,

kardiopulmoner, dan integumenter.


e.

Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.

f.

Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,


elektroterapi, traksi, hidroterapi.

Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai
suatu petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur
pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar prosedur
operasional.
Sebuah standar prosedur operasional adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa
seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek
buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang memaksimalkan
efisiensi operasional dan produksi.
Standar prosedur operasional adalah

perangkat/instruksi/langkah-langkah

yang

dibakukan, yang kisi-kisi : yang benar dan terbaik, konsensus bersama pencegah
kesalahan, penjamin keamanan, dan telah teruji.
Contoh format prosedur operasional seperti dan tidak terbatas :
1.

Format ISO 9001:2000 ( International Standard Organization Nomor 9001 Tahun


2000),

5|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

2.

Dirjen BUK/ Yan Medik Kementerian Kesehatan,

3.

Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

Standar operasional prosedur yang perlu dirumuskan :


1.

Ketetapan falsafah dan tujuan,

2.

Ketetapan Fisioterapis sebagai pimpinan,

3.

Ketetapan organisasi,

4.

Ketetapan sistem pelaporan

5.

Ketetapan akses masuk,

6.

Ketetapan pemeriksaan penunjang,

7.

Ketetapan dokumentasi

8.

SPO Proses : assesmen, diagnosis, perencanaan, penyelesaian/penghentian, resum,


dokumentasi.

9.

SPO Kasus : Ekstrimitas Atas, Ekstrimitas Bawah, Ekstremitas Atas, Tulang


Punggung.

10. SPO Intervensi/Metode terapi : terapi latihan, massage, pengukuran.


11. SPO /Petunjuk teknis modalitas .

6|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

BAB III
PERILAKU INTERAKSI FISIOTERAPI.
Interaksi merupakan bagian integral pelayanan fisioterapi. Interaksi merupakan prasarat
untuk

perubahan positif

tentang kesadaran tubuh dan perilaku gerak, yang

memungkinkan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi juga dimaksudkan


untuk

meningkatkan

saling

pengertian

antara

fisioterapis

dengan

pasien/klien/keluarga/pengasuh dan tenaga kesehatan lain. Interaksi melibatkan tim


inter disiplin guna menentukan kebutuhan dan tujuan intervensi fisioterapi,
mengikutsertakan pasien/klien/keluarga/pengasuh dalam proses pencapaian tujuan
intervensi fisioterapi. Interaksi dengan lembaga pemerintahan dilakukan dalam rangka
menginformasikan, mengembangkan dan atau

implementasi kebijakan dan strategi

kesehatan yang tepat.


Fisioterapis dalam melakukan pelayanan berpegang pada sumpah profesi, KODEFI,
KODERSI, mengacu pada standar, pendekatan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif,
memandang pasien/klien sebagai manusia seutuhnya.
Fisioteraspis berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan
evaluasi/re-evaluasi; berkewajiban (Kepmenkes 1363/2001).
Interaksi fisioterapis ditata dalam formasi seperti dan tidak terbatas :
1.

Interaksi Fisioterapis dengan psien/klien/pedamping.

2.

Interaksi Fisioterapis dengan dokter penanggung jawab pasien/perujuk dan


perawat.

3.

Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam temu interdisipliner.

4.

Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dan pendamping/pendukung pasien, dalam


konferensi kasus/pasien.

5.

Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam wadah pertemuan ilmiah


kasus/klinik.

7|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

BAB IV
PANDUAN PENYUSUNAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
A.

Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan
sebagai suatu petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki
suatu prosedur pasti atau terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem
manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa
Indonesia,ensiklopedia bebas)
Sebuah SPO adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi
atau lingkungan,dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan
produksi.
Standar Prosedur Operasional merupakan perangkat atau instruksi atau langkahlangkah yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus bersama,pencegah
kesalahan, penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )

B.

Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 )
1.

Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
yang dibakukan.

2.

Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait.

3.

Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan
prosedur ini.

4.

Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin
bermakna ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang
perlu dijelaskan artinya.

8|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

5.

Prosedur
Diuraikan di sini semua kegiatan yang harus dilalui dalam pelaksanaan prosedur,
juga

disertai

tanggung

jawab

yang

melaksanakan,dan

wewenang

untuk

memutuskan.
6.

Lampiran
Lampiran adalah pelengkap prosedur,berisi antara lain contoh-contoh formulir
yang harus dipakai, contoh bentuk dan warna label juga dapat ditambahkan sebagai
lampiran sebuah daftar riwayat perubahan dokumen.

Jumlah bagian tidak harus enam. Boleh ditambah atau dikurangi.

C.

Contoh Format SPO


Format diagram blok dan alir

FORMAT DIAGRAM ALIR

(Komputer: AutoShapesFlow chart)


Input / Out put
Persiapan
Mulai / Akhir
Proses
Keputusan Ya / Tidak

Dokumen
Operasi dg manual
Arah
Penyimpanan on line
Penyimpanan off line

9|P andua n P rosedur O perasional Fi sioterapi Indones ia

Contoh : Diagram Blok & Alir

Masy

Poli
Umum

Rawat Unit/Instalasi Adm/


Inap Fisioterapi Kasir RS

10 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMAT DIAGRAM BLOK & ALIR KARS, 2000.


No. Dokumen
LOGO
RS.. . . . . .

RUJUKAN RAWAT JALAN . . . . . .


Ditetapkan : Koreksi :

Diagram
Alir
BLOK 1

Disiapkan :

Tgl. Terbit
No. Revisi

Direktur . . . Ket./Ka. . .
No. Halaman
Ket.Tim / Ka. Fisioterapi
.

BLOK 2

BLOK 3

BLOK 4

KETERANGAN

11 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMAT SOP (Dirjen Yan Medik, 2001).

LOGO
RS. . .

Prosedur
Tetap

STANDAR . . . . .
PELAYANAN
No. Dok. :
.......
Tgl.Terbit :
......

No. Revisi :
.......

Halaman :
.......

Ditetapkan,
Direktur
. . . . . . . . . . .. .

1. Tujuan :
2. Ruang lingkup :
3. Kebijakan:
4. Prosedur :
5. Unit terkait :

12 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMAT PETUNJUK TEKNIS (Dirjen Yan Medik, 2001).


LOGO
RS. . .
Petunjuk
Teknis

OPERASIONAL MESIN . . . . . . . . . . .
No. Dok. :
.......
Tgl.Terbit :
......

No. Revisi :
.......

Halaman :
.......

Ditetapkan,
Direktur
. . . . . . . . . . .. .

1. Tujuan :
2. Ruang lingkup :
3. Uraian umum :
4. Rincian aktifitas :
5. Dokumen terkait :
6. Acuan :
7. Lampiran :

13 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

BAB V
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PELAYANAN FISIOTERAPI
DENGAN MENGACU KEPADA ISO 9001.2000
A. Manajemen Fasilitas Pelayanan Fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafahtujuan, dan organisasi pelayanan fisioterapi.
Isi SPO tingkat I
Contoh-contoh sebagai berikut :

I.1a.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
TENTANG
KEPALA/PJ. PELAYANAN FISIOTERAPI

MENIMBANG :
a.

Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada


masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu
pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit
..................

b.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu


dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1363/Menkes/SK/XII/2001).

c.

Perlu ditetapkan seorang Kepala/Penanggung Jawab Pelayanan Fisioterapi


sebagai pengelola.
MENGINGAT :

Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit . . . .. . .. . . . . Nomor . . . . .. .. . tentang Struktur


Organisasi Unit/Pelayanan Fisioterapi.
14 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
1. Nama

Nomor Kepegawaian :
Sebagai Kepala Unit/Instalasi Fisioterapi
2. Bertugas mengelola pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit sesuai dengan Uraian
Tugas Kerja terlampir.
3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ..................
Pada tanggal ....................

Direktur Rumah Sakit ......

15 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

I.1b.:
URAIAN TUGAS
KEPALA / PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .

1. Fungsi utama :
Mengelola unit /instalasi fisioterapi untuk memberikan pelayanan kesehatan
paripurna holistik kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan,
penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan
perundangan, peraturan, standar, serta Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit
..................
2. Kedudukan dalam organisasi :
2.1 Bertanggung jawab kepada pimpinan/pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan
institusi sarana kesehatan.
2.2 Membawahi seluruh tenaga dalam satuan kerja pelayanan fisioterapi sesuai
ketentuan institusi sarana kesehatan.
3. Uraian tugas :
3.1 Memimpin dalam merumuskan falsafah, tujuan, sasaran pelayanan
fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan ketententuan institusi.
3.2 Mengelola pelayanan fisioterapi sesuai dengan peraturan, perundangan,
standar profesi dan ketentuan institusi.
3.3 Memimpin perumusan metoda kerja sesuai dengan peraturan, perundangan,
standar profesi fisioterapi dan ketentuan institusi.
3.4 Memimpin

pengembangan

pelayanan

fisioterapi

sesuai

kebutuhan

masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, dan daya dukung


institusi.
3.5 Memimpin pengembangan sumber daya manusia yang dibawahinya.
3.6 Memimpin dalam mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta
penapisan ilmu pengetahuan kesehatan
16 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.7 Menjalin kerjasama vertical dan horizontal dalam institusi.


3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas
pelayanan dengan pemerintah.
4. Batas wewenang :
4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan
fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan
jangka panjang pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat
dalam institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada
pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
5. Kualifikasi :
5.1 Pendidikan: S-1 Fisioterapi/Diploma IV Fisioterapi atau Diploma III
Fisioterapi plus SKM/S1Manajemen.
5.2 Memiliki SIPF (Surat Izin Praktik Fisioterapi)
5.3 Pengalaman : S-1/Diploma IV, 1 tahun sebagai Pelaksana , atau
5.4 Diploma III plus SKM/S1 Manajemen, 2 tahun sebagai Pelaksana.
5.5 Keterampilan : Operasional Komputer Word,Exel, Power Point, dan Bahasa
Inggris Intermediate.
5.6 Pelatihan : Manajemen Mutu.
6. Referensi :
6.1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
6.2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6.3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6.4 Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6.5 Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional
Fisioterapis.
17 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun
2004 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian
Negara RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk
Teknis Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir

dengan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

18 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

I.1c.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
TENTANG
ORGANISASI UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .

MENIMBANG :
a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada
masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu
pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit ..................
b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan Organisasi Pelayanan Fisioterapi sebagai unit kerja/instalasi
pelayanan di Rumah Sakit . . . . . .

MENGINGAT :
1.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

2.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

4.

Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

5.

Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional


Fisioterapis.

6.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.

19 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

7.

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004


tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.

8.

Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara


RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.

9.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

20 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : Organisasi Unit/Instalasi Fisioterapi di Rumah Sakit . . . . . . . . . . . . . .

STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA/


PELAYANAN FISIOTERAPI
RUMAH SAKIT . . . . . .

Staf Medis Fungsional


Kepala/PJ
Yan. Fisioterapi

Staf Profesional

Tata Usaha

Fisioterapi

Kelompok Peminatan

Kelompok Peminatan

Kelompok Peminatan

Tumbuh Kembang

Neuro-Muskuler

Muskulo-SkeletalIntegumenter.

Fisioterapis
Pelaksana

Fisioterapis
Pelaksana

Fisioterapis
Pelaksana

21 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

I. 2
FILOSOFI FISIOTERAPI

1. Falsafah Fisioterapi :
1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera
adalah hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain
yang mempunyai hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan
rehabilitasi gangguan gerak fungsional serta promosi. Paradigma fisioterapi
meliputi : gerak, individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis
mempunyai otonomi mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar
dengan profesi kesehatan lain, dengan konsekuensi dan tanggung jawab
serta mengatur dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik profesi
fisioterapi, serta mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi
dan peraturan perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak
pelayanan fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
assesmen dan pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi,
rencana intervensi terapi, pelaksanaan intervensi terapi, evaluasi hasil
intervensi terapi dan dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan, dalam bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim

22 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

pelayanan kesehatan lain, diatur dengan prinsip-prinsip etik, standar profesi,


tanggung dan tanggung gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna :
a. Promosi

: Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu

dan masyarakat umum.


b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
individu yang mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor
kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan
degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk
pemulihan gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak
mampuan dan meningkatkan kualitas hidup individu dan atau kelompok
yang mengalami gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi :
a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada
siapapun yang membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan
bertanggung jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan
pelayanan dalam lingkup fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali
untuk kepentingan hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
g. Memberikan

kontribusi

dalam

perencanaan

dan

pengembangan

pelayanan untuk meningkatkan derajad individu dan masyarakat.


2. Tujuan :
Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan
gerak fungsional, melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan
dan pemulihan melalui upaya pelayanan fisioterapi :

23 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak


fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak
aktual dengan gerak fungsional.
3. Kerangka konsep :
3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada
sejumlah tingkatan, dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan
fungsional sebagai esensi untuk sehat dan sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki
kesadaran akan kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas
puntuk berubah sebagai hasil respon faktor-faktor fisik, psikologis, social
dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif
dalam perilaku gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan
kesejahteraan. Interaksi berfungsi mencapai saling pengertian diantara
fisioterapis, pasien, keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam menyusun
pelayanan fisioterapi yang terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan
gerak fungsional. Sehat berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional.
Sakit berarti ada kesenjangan antara gerak aktual dengan gerak fungsional.
Agar gerak aktual mencapai gerak fungsional maka fisioterapi berperan
mengembangkan potensi gerak.
3.5 Otonomi

professional

diperlukan

agar

fisioterapis

bisa

berpraktik

berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan


akuratnya intervensi fisioterapi. Otonomi profesional diperoleh fisioterapi
melalui pendidikan tinggi ilmu fisioterapi dan dengan mengembangkan etik
moral demi melayani pasien.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi

24 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

I. 3.
PROSEDUR RUJUKAN FISIOTERAPI
RAWAT INAP

1. Pengertian :
Prosedur rujukan fisioterapi pasien rawat inap ialah tatacara pelayanan
fisioterapi bagi pasien yang dirawat inap, dari sejak dirujuk, dilayani, dievaluasi
dan dirujuk kembali.
2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam
memberikan pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam
lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner
dengan Dokter yang merawat berperan sebagai ketua tim.

25 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter


ketua tim.
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah
dalam proses fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi
pelayanan sebagai rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain dalam
memberikan pelayanan pada pasien.
3.5 Fisioterapis

membuat

catatan

dokumentasi

pelayanan

fisioterapi,

menyesuaikan dengan sistem rekam medis yang berlaku


4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi
formulir rujukan fisioterapi
4.2 Perawat dengan membawa surat rujukan/ resep dokter mendaftar di
Poliklinik Fisioterapi.
4.3 Fisioterapis menerima dan melayani pasien sesuai dengan profesionalisme
fisioterapi dan kepentingan institusi.
4.4 Fisioterapis mengevaluasi/ reassesmen pasien.
4.5 Fisioterapis merujuk balik ke dokter perujuk awal.
4.6 Dokter atau fisioterapis menetapkan stop/ lanjut pelayanan fisioterapi.
4.7 Fisioterapis membuat dokumentasi dan administrasi biaya bekerjasama
dengan kasir RS.
5. Unit terkait
5.1 Unit-Unit dalam instalasi rawat inap.
5.2 Unit penunjang.
6. Lampiran : Diagram Alir Rujukan Fisioterapi Pasien Rawat Inap.
7. Acuan :
7.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
7.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

26 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

7.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
7.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
7.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
7.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

I. 3a.
DIAGRAM ALUR RUJUKAN FISIOTERAPI
RAWAT INAP.

DR. PENGIRIM

Form rujukan FT

Rujukan balik

FISIOTERAPIS

ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN

27 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

B. Manajemen Pelayanan Pasien/Klien Fisioterapi: ketetapan akses masuk,


assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan, pemeriksaan penunjang
intevensi, evaluasi, dokumentasi, dan pelaporan.
Isi SPO tingkat II
Contoh-contoh sebagai berikut :

II. 1.
STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang
diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan
terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.

28 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II. 2.
STANDAR ASSESMEN UMUM FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang
nyata

dan

yang

berpotensi

terjadi

kelemahan,

keterbatasan

fungsi,

ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan


riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan
penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan
sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :
2.1.1 Individu pasien/klien :
2.1.1.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, jenis, tempat tanggal
lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan.
29 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2.1.1.2 Data ini dapat diisi oleh petugas penerima/siswa/magang.


2.1.2 Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi :
2.1.2.1 Akses langsung.
2.1.2.2 Rujukan

internal

Fisioterapi/pelayanan

kesehatan

lain,

dicantumkan nama perujuk.


2.2 Assesmen dan konsultasi.
Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai
berikut :
2.2.1

Riwayat penyakit dan harapan :


2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan
dan upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan

faktor

lingkungan yang terkait.


2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup
system-sistem :
2.3.1

Kardiovaskuler/pulmoner

2.3.2

Integumenter

2.3.3

Muskuloskeletal

2.3.4

Neuromuskuler

2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan


pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien/klien. Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.

30 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2.5.1.1 Tingkat kesadaran.


2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3 Range of motion.
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan).
2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan
darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri.
2.5.5.3 Palpasi denyut perifer.
2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static.
2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional.
2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi

masyarakat

(pekerjaan/sekolah/bermain)

31 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

dan

kerja

2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian.


2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain
sesuai kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain
sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi
berdasar data yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis
dan prognosis.
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

32 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II. 3.
STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom,
keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya,
yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri
pasien/klien.
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi
sehat-sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya
dengan intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan
evaluasi dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya
disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan
tertentu, limitasi fungsi, hambatan dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi
dalam menggambarkan keadaan pasien/klien, menuntun penentuan
prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
2.1.1

Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.

2.1.2

Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian,


kerja/sekolah dan hobi.

2.1.3

Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.

2.1.4

Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.

2.1.5

Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.

2.1.6

Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.

2.1.7

Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.

2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi


perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai
dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
3. Terlampir rumusan diagnosis fisioterapi, yang akan diperbaharui sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapi.

33 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II. 3a.
STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Katagori Diagnosis Musculoskeletal


1.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/
demineralisasi
1.2 Gangguan Sikap
1.3 Gangguan Kinerja otot
1.4 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan connective tissue
1.5 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan inflamasi lokal.

34 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
1.10 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait,
locomotion, balance yang berkaitan dengan amputasi
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan
dengan Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Acute atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan
dengan Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma,
Near coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
3.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
3.2 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
3.3 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Airways clearance dysfunction.
35 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.4 Gangguan

kapasitas

aerobik/ketahanan

yang

berkaitan

dengan

Cardiovascular Pump Dysfuntion or failure


3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonatus
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
4.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
4.2 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin
involvement
4.3 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin
involvement
4.4 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin
involvement dan scar formation
4.5 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement
extended Into Facia, Muscle, or Bone and scar formation.
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

36 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar


Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II.3b. KATAGORI DIAGNOSIS DAN KONDISI

Katagori Diagnosis

ICD-9-CM

Musculoskeletal

CODES

1. Berpotensi untuk
terjadi gangguan
kinerja system
muskuloskeletal/

Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )

138

Akut Poliomyelitis

262

Malnutrition

263

Other and unspecified protein-calorie malnutrition

268

Vit D deficiency

269

Other nutritional deficiency

275

Disorder mineral metabolism

337

Disorder autonomic nervous system

344

Other Paralytic Syndrome

588

Disorder resulting from impared Renal function

627

Menopausal / post menopausal Disorder

714

Rheumatoid Arthritis and other inflamatory

demineralisasi.

polyarthripathies

37 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2. Gangguan Sikap

719

Other and unspecific disorder joint

728

Disorder of muscle, ligament, fascia

729

Other Disorder of soft tissue

731

Osteitis deformans

732

Osteochondropathies

733

Other disorder of bone and cartilage

737

Curvature of spine

756

Other congenital Musculo anomalie

524

Dentofacial anomalies

568

Other disorder of peritoneum

718

Other derangement of joint

719

Other and unspecific disorder of joint

722

Intervertebral disorder

723

Other disorder of cervical region

724

Other and unspecific disorder of the back

725

Polymyalgia rheumatica

728

Disorder of the muscle, ligament and fascia

729

Other disorder of soft tissue

732

Osteochondropathies

733

Other disorder of bone and cartilage

736

Other acquired deformities of the limb

38 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3. Gangguan Kinerja
otot

737

Curvature of the spine

738

Other acquired deformity

756

Other congenital musculoskeletal anomalies

781

Symtoms involving nervous and musculoskeletal.

042

HIV

250

Diabetes Mellitus

359

Musculardystrophies & other myopathies

443

Other Peripheral vascular disease

564

Functional digestive disorder

569

Other disorder of intestine

581

Nephrotic syndrome

582

Chronic glomerulonephritis

583

Nephritis and nephropathy non specific

588

Disorder resulting Impaired Renal function

618

Genital prolapse

623

Noninflamatory disorder of vagina

624

Non Inflamatory disorders of vulva and perineum

625

Pain and other symtoms associated with female

714
715
719

genital organ
Rheumatoid arthitis nad other inflamatory
polyarthitis
Osteoarthitis and allied disorder

39 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

728

Other and unspecific diorder of joint

729

Disorder of the muscle, ligament and fascia

733

Other disorders of soft tissue

739

Other disorder of bone and cartilage

758

Nonallopathic lession, not else where classified

780

Chromosomal anomalies

781

General symtoms

799

Symtoms involving nervous and musculoskeletal


systems
Other ill-defined and unknown causes of morbidity
and mortality

4. Gangguan mobilitas
sendi motor function,
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

337

Disorder of the autonomic nervous system

524

Dentofacial anomalies, including malocclusion

625

Pain and other symptoms associated with female

dengan connective
tissue

665
709
710
714
715
716
718
719

genital
Other obstrectical trauma
Other diorder of skin snd subcutaneous tissue
Diffuse diseases of connective tissue
Rheumatoid arthritis and other inflammatory
polyarthropaties
Osteoarthrosis and allied disorders
Other and unspecified arthropaties
Other derangment of joint

40 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

724

Other and unspecified disorder of joint

726

Other and unspecified disorder of the back

727

Peripheral enthesopathies and allied syndromes

728

Other disorders of synovium, tendon and bursa

729

Disorders of muscle, ligament and fascia

730

Other disorder of soft tissue

733

Osteomyelitis, periostitis, and other infection

830
831
832
833
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846

involving bone
Other disorder of bone and cartilage
Dislocation of jaws
Dislocation Shoulder
Dislocation Elbow
Dislocation wrist
Dislocation knee
Dislocation ankle
Dislocation foot
Other , multiple, and ill defined dislocation
Sprains and strains of shoulder and upper arm
Sprains and strains of elbow and forearm
Sprains and strains of wrist and hand
Sprains and strains of hip and thigh
Sprains and strains of knee and leg

41 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

847

Sprains and strains of ankle and foot

848

Sprains and strains of sacroiliac region

905

Sprains and strains of other and unspecified parts


of back
Other and ill-defined sprains and strains
Late effects of muscle of musculoskeletal and
connective tissue injuries

5. Gangguan mobilitas
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

274

Gout

350

Trigeminal nerve disorders

353

Nerve root and plexus disorders

354

Mononeuritis Of upper limb and mononeuritis

dengan inflamasi
lokal.

355
524
682
711
715
716
717
718
719
720
722

multiplex
Mononeuritis of lower limb
Dentofacial anomalies including malocclusion
Other cellulites and abcess
Arthropathy associated with infections
Osteoarthritis and allied disorders
Other and unspecified arthropathis
Internal derangement of knee
Other derangement of knee
Other and unspecified disorders of joint
Ankylosing spondylitis and other other
inflammation

42 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

724

Intervertebral disk disorder

726

Other and unspecified disorder of the back

727

Peripheral enthesopathies and allied syndromes

728

Other disorder of synovium , tendon and brusa

729

Disorder of muscle , ligamen and fasia

732

Other disorder of soft tissue

840

Osteochondropathies

923

Sprain and strain of shoulder and upper arm

924

Contusion of upper limb

927

Contusion of upper limb and of other and

928

unspecified sites
Crushing injury of upper limb
Crushing injury of lower limb

6. Gangguan mobilitas
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

353

Nerve root and plexus disorder

715

Osteoarthosis and allied disorder.

716

Other and Unspecified arthropathies

718

Other derangement of joint

719

Other and unspecified disorder of joint

720

Ankylosing spondylitis and other inflammatory

dengan kerusakan
spinal.

spondylopathies
721
722

Spondylosis and allied disorders


Intervertebral disk disorder

43 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

723

Other disorder of cervical region

724

Other and unspecified disorder of the back

727

Other disorder of synovium, tendon and bursa

728

Disorder of muscle, ligament and fascia

733

Other disorders of bone and cartilage

738

Other acquired deformity

756

Other congenital musculoskeletal anomalies

846

Sprains and strains of sacroiliac region

847

Sprain and starins of other and unspecified part of

922

back
Contusion of trunk

7. Gangguan mobilitas
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

170

Malignant neoplasm articular of bone and

213

articular cartilage

262

dengan fraktur.
263
268
269
275
627
715
719
728

Benign neoplasm of bone and cartilage


Other severe protein-calorie malnutrition
Other and unspecified protein-calorie malnutrition
Vitamin D deficiency
Other nutritional deficiency
Disorder of meniral metabolism
Menopausal and postmenopausal disorder
Osteoarthrosis and allied disorder
Other and unspecified disorder of the joint

44 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

729

Disorder of muscle, ligamnet, and facia

730

Other disorder of soft tissue

732

Osteomyelitis, periostitis, other infection involving

733
736
802
805
808
810
811
812
813
814
815
816
819

bone
Osteochondropathies
Other disorder of bone and cartilage
Other acquired deformities of the limbs
Fracture of Face bone
Fracture of the Spne without mention of spinal cord
injury
Fracture of the pelvis
Fracture of the clavicle
Fracture of the scapula
Fractue of the humerus
Fracture of radius and ulna
Fracture of the carp[al bone(s)
Fracture of the metacarpal bone(s)
Fracture of the one or more phalanges of the hand

820

Multiple fracture involving both upper limbs, lower

821

limb, ribs, sternum

822

Fracture of the neck of the femur

823

Fracture of other and unspecified part of femur

824

Fracture of Patella

45 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

825

Fracture of Tibia and fibula

826

Fracture of ankle

827

Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones

828

Fracture of one or more phalanges foot


Other, multiple, and ill-defined fracture of lower

829

limb
Multiple fracture involving both limbs, lower &
upper limb, rib, sternum
Fracture of unspecified bones

8. Gangguan mobilitas
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

170

Malignan neoplasm of bone and articular

171

cartilage

213

dengan Arthroplasti
sendi.

215
524

Malignan neoplasm of connective and other soft


tissue
Benign neoplasm of bone and articular cartilage
Other benign neoplasm of connective and other soft

714

tisuue

715

Dentofacial anomalies, including malocclusion

716

Rheumatoid arthritis and other inflamatory

717
718
719
729

polyarthritis
Osteoarthrosis and allied disorder
Other unspecified arthropathies
Internal derangement of knee

46 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

730

Other derangment of knee

731

Other and unspecified disorder of joint


Other disorders of soft tissue

733
808
812
815
820
824
835
836
837
958
v43

Osteomyelitis, periostitis, and other infection


involving bone
Osteitis deformans and osteopathies associated
with other disorder classified elswhere
Other disorder of bone and cartilage
Fracture of pelvis
Fracture of Humerus
Fracture of metacarpal bones
Fracture of neck Femure
Fracture of ankle
Fracture of Hip
Dislocation of knee
Dislocation of Ankle
Certain complication of trauma
Organ or tissue replaced by other means

9. Gangguan mobilitas
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM

715

Osteoarthrosis and allied diorder

717

Internal derangment of knee

yang berkaitan
47 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

dengan bedah tulang


atau jaringan lunak.

718

Other derangment of joint

719

Other and unspecified disorder of joint

721

Spondylosis and allied disorder

722

Intervertebral disk disorder

723

Other disorder of cervical region

724

Other and unspecified disorder of the back

726

Peripheral enthesopathies and allied syndromes

727

Other disorder of synovium, tendon, and bursa

728

Disorder of muscle, ligament and fascia

731

Osteitis deformans and ostepathies associated with

732
733
736
737
738
756
802
805
808

other disorder classified elsewhere


Osteochondrapathies
Other disorder of bone and cartilage
Other aquire deformities of the spine
Curvature of the spine
Other acquired deformity
Other congenital musculoskeletal anomalies
Fracture of afce bone
Fracture of vertebral collum with mention of spinal
cord injury
Fracture of the pelvis

810

Frature og the clavicle

811

48 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

812

Fracture of the scapula

813

Fracture of humerus

814

Fracture of radius and ulna

815

Fracture of the carpal bone (s)

816

Fracture of the metacarpal bone(s)

820

Fracture of one or more phalanges of hand

821

Fracture of neck femur

822

Fracture of other and unspecified part of femur

823

Fracture of patella

824

Fracture of Tibia and Fibula

825

Fracture of Ankle

826

Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones

830

Fracture of one or phalanges of foot

831

Dislocation of jaws

832

Dislocation of shoulder

833

Dislocation of elbow

834

Dislocation of wrist

835

Dislocation of finger

836

Dislocation of hip

837

Dislocation of knee

838

Dislocation of ankle

839

Dislocation of foot

49 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

840

Other, multiple, and ill defined dislocation

841

Sprains and strains of shoulder and upper arm

842

Sprains and strains of elbow and forearm

843

Sprains and strains of wrist and hand

844

Sprains and strains of hip and thigh

845

Sprains and strains of knee and leg

846

Sprains and strains of ankle and foot

847

Sprains and strains of sacroiliac region

848

Sprains and strains of other and unspecified of the

959

back
Other and ill-defined sprains and strains
Injury, other and unspecified

10. Gangguan mobilitas


sendi, motor function,
kinerja otot, ROM,
gait, locomotion,

250

Diabetes

353

Nerve root and plexus disorder

440

Atherosclerosis

442

Other aneurysm

443

Other Peripheral vascular disease

459

Other disorder of circulatory disease

736

Other acquired deformity of the limb

747

Other congenital anomalies of circulatory system

755

Other congenital anomalies of the limb

781

Symptoms involving nervous and musculoskeletal

balance yang
berkaitan dengan
amputasi

50 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

885

systems

886

Traumatic amputation of thumb (complete)

887
895
896

(partial)
Traumatic amputation of other finger(s) (complete)
(partial)
Traumatic amputation of arm and hand(complete)

897

(partial)

905

Traumatic amputation of toe (s) (complete)

906
927
928
929

(partial)
Traumatic amputation of foot(complete) (partial)
Traumatic amputation of leg (s) (complete)
(partial)
Late effect of musculoskeletal and connective

990

tissue injuries

991

Late effect of skin and subcutaneous tissue

994

Crushing injury of upper limb

997

Crushing injury of lower limb


Crushing injury of upper multiple and unspecified
sites
Effect of radiation, unspecified
Effect of reduced temperature
Effect of other external causes
Complication affecting specified body system, not
elsewhere classified

51 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Katagori Diagnosis
Neuromuskular
1. Pencegahan dini /
pengurangan resiko
terhadap
kehilangan balance

Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )


331

Other cerebral degeneration

332

Parkinson disease

333

Other extrapyramidal disease and abnormal

and jatuh

movement disorder
334
445
336
340
342
345
359
386

Spinocerebral disease
Anterior horn cell disease
Other disease of spinal cord
Multiple sclerosis
Hemiplegia and hemiparesis
Epilepsy
Muscular dystrophies and other myopathies
Vertiginous syndromes and other disorder of
vestibular system
General Symptoms

780

Symptoms involving nervous and musculoskeletal

781

system

797

Senility without mention of psychosis

52 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2. Gangguan
Perkembangan
Neuromotor

191

Malignant neoplasme of brain

192

Malignant neoplasm of other and unspecified part


of nervous system

225

Benign neoplasm of brain and other and


unspecified part of nervous system
Disorder of oaratyroid gland

252

Disorder of the pituitary gland and its

253

hipotahalamic control

262

Other severe, protein- calorie malnutrition

299

Psychoses with origin specific to childhood

315

Specific delay in development

333

Other extra pyramidaldisease and abnormal


movement disorder

345
348
358
359
389
714
728
741
742

Epilepsy
Other condition of the brain
Myoneural disorders
Muscular dystrophies and other myopathies
Hearing loss
Rheumatoid arthritis and other inflamatory
polyarthropathies
Disorder of muscle, ligament, and fascia
Spina bifida
Other congenital anomaliess of nervous system

53 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

745

Bulbus cordis anomalies and anomalies of cardiac


septal closure

746
747
748
754
755
756
758
759
760
762

Other congenital anomalies of heart


Other congenital anomalies of circulatory system
Congenital anomalies of Respiratory system
Certain congenital musculoskeletal deformities
Other congenital anomalies of the limb
Other congenital musculoskeletal anomalies
Chromosomal anomalies
Other and unspecified congenital anomalies
Fetus or newborn affected by maternal condition
which unrelated to present pregnancy
Fetus or newborn affected by complication of

763

placenta, cord, membranes

764

Fetus or newborn affected by other complications

765

or labor and delivery


Slow fetal growth and fetal malnutrition

767
768

Disorder relatingto shortgestation and unspecified


low birth weight
Birth trauma
Intrauterine hypoxia and birth asphyxia

770
771
779

Other respiratory condition of fetus and newborn


Infection specific to the perinatal period
Otherand ill-defined conditions originating in the

54 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

780

perinatal period

783

General symptoms
Symptoms concerning nutrition, metabolism, and
development

799

Other ill-defined and unknown causes of morbidity


and mortality
Fracture of vault of skull

800

Fracture of base of skull


Other and unqualified fracture of skull

801

Multiple fracture involving skull or face with other

803

bones

804

Concussion

850

Cerebral laceration and contussion

851

Subarachnoid, subdural, and extra haemoragics

852
853

following injury
Other and unspecific intracranial haemorage
following injury
Intracranial injury of other and unspecific nature

854
994

Effect of other external forces


Certain adverse effect not elsewhere classified

995

3. Gangguan motor
function dan

036

Infeksi Meningococcal

sensory integration
55 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

yang berkaitan
dengan Non
progressive
disorder CNS
congenital atau
pada bayi dan masa
anak.

052

Chichenpox

055

Measles

056

Rubella

072

Mumps

090

Congenital Syphilis

225

Benign neoplasma dan bagian lain sistem saraf

320

Meningitis bacterial

321

Meningitis yang disebabkan oleh organisme lain

322

Meningitis unspecified cause

323

Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis

333

Penyakit extrapyramidal lainnya dan penyakit


gangguan abnormal

343
345
348
741
742
756
758
759
765

Infantil cerebral palsy


Epilepsi
Kondisi brain lainnya
Spina bifida
Anomali congenital lainnya dari sistem saraf
Anomali musculoskeletal congenital lainnya
Anomali kromosom
Anomali congenital yang tidak spesifik dan lainnya
Gangguan yang berhubungan prematur dan lahir
dengan berat badan lahir rendah

56 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

767

Trauma lahir

768

Hypoxia intrauterin dan asphyxia kelahiran

771

Infeksi spesifik pada periode perinatal

780

Gejala umum

799

Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang


penyebabnya tidak diketahui

800
801
803
804

Fraktur pada vault skull


Fraktur pada dasar skull
Fraktur skull yang tidak dikualifikasikan dan
lainnya.
Fraktur multipel yang melibatkan skull dan wajah
dengan tulang lainnya

850

Concussion (geger otak)

851

Lacerasi cerebral dan contusion

852

Subarachnoid, subdural, dan extradural hemorhage


following injury

853

Hemorhage intracranial yang tidak spesifik dan


lainnya following injury
Cedera intracranial lainnya dan nature unspesified

854
984

Toxic effect of lead and its ompound (termasuk


fume/uap/asap)
Pengaruh toxic metals lainnya

985

Pengaruh penyebab external lainnya.

994

57 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4. Gangguan motor
function dan
sensory integration
yang berkaitan

049

Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya

225

pada SSP

320

dengan Non
progressive
disorder CNS pada

321
322

usia dewasa
323
331
342
345
348
351
386
431
433
434
435
436
437

Benign neoplasma otak dan dan bagian lain SSP


Mengitis bacterial
Meningitis yang disebabkan organisme lainnya
Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik
Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis
Degenerasi cerebral lainnya
Hemiplegia dan hemiparese
Epilepsi
Kondidi brain lainnya
Gangguan saraf Facial
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
vestibular lainnya.
Hemorrhage intracerebral
Occlusion dan stenosis arteri precerebral
Occlusion arteri cerebral
Transient cerebral ischemia
Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular
Penyakit yang didefenisikan sebagai penyakit

442

cerebrovascular dan lainnya

444

Anerysm lain

58 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

447

Emboli arterial dan dan trombosis

780

Gangguan arteri lainnya dan arteriole

781

Gejala umum
Gejala yang melibatkan sistem saraf dan sistem

799

muskuloskeletal
Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang
penyebabnya tidak diketahui

800
801
803
804

Fraktur pada vault skull


Fraktur pada dasar skull
Fraktur skull yang tidak dikualifikasikan dan
lainnya.
Fraktur multipel yang melibatkan skull dan wajah

850

dengan tulang lainnya


Concussion (geger otak)

851
Lacerasi cerebral dan contusion
852
Subarachnoid, subdural, dan extradural hemorhage
following injury
853

Hemorhage intracranial yang tidak spesifik dan


lainnya following injury

854
994

5. Gangguan motor
function dan
sensory integration

Cedera intracranial lainnya dan nature unspesified


Pengaruh penyebab external lainnya.

042

Penyakit HIV

191

Malignant neoplasma otak

59 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

yang berkaitan

192

dengan progressive

Malignant neoplasma lainnya dan bagian unspesifik


sistem saraf

disorder CNS
237

Neoplasma of uncertain behavior of endocrine


glands dan sistem saraf
Sindrom ketergantungan obat.

303
331
332
333

Degenerasi cerebral lainnya


Penyakit Parkinson
Penyakit extrepiramidal lainnya dan gangguan
gerakan abnormal
Penyakit spinocerebral

334

Penyakit anterior horn cell

335

Penyakit lain dari spinal cord

336

Multiple sclerosis

340

Penyakit demyelinating lain dari SSP

341

Epilepsi

345

Kondisi brain lainnya

348

Gejala umum

780

Gejala yang melibatkan sistem saraf dan

781

6. Gangguan
Peripheral nerve
integrity dan motor

musculoskeletal

225

Neoplasma benigna dan bagian lain sistem saraf

350

Gangguan saraf trigeminal

function yang

60 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

berkaitan dengan
Peripheral Nerve
Injury.

352

Gangguan saraf cranial lainnya

353

Gangguan akar saraf dan plexus

354

Mononeuritis upper limb dan mononeuritis

355
357
386
767

multipleks
Mononeuritis lower limb
Inflamasi dan toxic neuropathy
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
vestibular lainnya
Trauma kelahiran

7. Gangguan motor
function dan
sensory integration
yang berkaitan

030

Leprosy

138

Late effects pada poliomyelitis akut

250

Diabetes mellitus

337

Gangguan pada sistem saraf otonom

356

Neuropathy peripheral idiopatic dan herediter

357

Inflamasi dan toxic neuropathy

588

Gangguan yang dihasilkan dari gangguan fungsi

dengan Acute atau


Chronic
Polyneuropathies.

ginjal

8. Gangguan motor
function dan
Peripheral nerve

225

Benign neoplasm brain dan bagian lain dari

237

sistem saraf

integration yang

Neoplasma of uncertain behavior of endocrine

berkaitan dengan

gland dan sistem saraf.

61 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Non progressive
disorder Spinal
Cord.

239

Neoplasma of unspesifik nature

320

Meningitis bakterial

321

Meningitis yang disebabkan oleh organisme lainnya

336

Penyakit lain spinal cord

344

Gejala paralitik lainnya

721

Spondilosis dan allied disorder

722

Gangguan diskus intervertebral

730

Osteomyelitis, periostitis dan infeksi lainnya yang


melibatkan tulang

733
806
839
952

Gangguan tulang dan cartilago lainnya.


Fraktur kollum vertebra denga cedera spinal cord
Other, multiple dan ill defined dislocation
Cedera spinal cord tanpa evidence cedera tulang
spinal

62 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

9. Gangguan
kesadaran , ROM,
Motor Control yang
berkaitan dengan

049

Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya

191

pada SSP

225

Coma, Near coma,


atau status
vegetative.

322
342
348
431
433
435
436
437
442
444
447
747
765

Malignant neoplasma brain


Benign neoplasma brain dan bagian lain sistem
saraf
Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik
Hemiplegia dan hemiparese
Kondisi brain lainnya
Hemorrhage intracerebral
Occlusion dan stenosis arteri precerebral
Occlusion arteri cerebral
Transient cerebral ischemia
Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular
Anerysm lain
Emboli arterial dan trombosis
Gangguan arteri lainnya dan arteriole
Anomali congenital lainnya pada sistem sirkulasi
Gangguan yang berhubungan dengan prematur dan

767

kelahiran dengan berat rendah

799

Trauma lahir
Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang

850

penyebabnya tidak diketahui


Concussion

63 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

851

Leceration dan contusio cerebral

852

Subarachnoid, subdural, dan extradural hemorhage


following injury

853

Hemorhage intracranial yang tidak spesifik dan


lainnya following injury
Cedera intracranial lainnya dan nature unspesified

854

Pengaruh penyebab external lainnya

994

Katagori Diagnosis
Cardiovascular

Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )

/Pulmonary
1. Berpotensi untuk
terjadi gangguan
kinerja system
cardiovascularpulmonary

250

Diabetes Melitus

272

Gangguan metabolisme lipoid

278

Obesitas dan hyperalimentation lain

305

Nondependent abuse of drugs

401

Essential hipertensi

64 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2. Gangguan kapasitas
aerobik/ketahanan
yang berkaitan
dengan
decontioning
syndrome

042

Penyakit HIV

250

Diabetes melitus

332

Penyakit Parkinson

333

Penyakit extrapiramidal lain dan gangguan gerakan

334
335
340
344
357
359
394
396
397
398
402
413
414
416
424
425
428

abnormal
Penyakit Spinocerebral
Penyakit Anterior Horn Cell
Multiple Sclerosis
Sindrom Paralitik lainnya
Inflamatory dan toxic neuropathy
Muscular Dystropy dan myopathies lainnya
Penyakit pada katup mitral
Penyakit pada katup mitral dan aorta
Penyakit pada struktur endocardial lainnya
Penyakit rematik jantung lainnya
Penyakit Hipertensive jantung
Angina Pectoris
Bentuk lain penyakit ischemic jantung kronik
Penyakit pulmonary heart kronik
Penyakit lain pada endokardium
Cardiomyopathy

65 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

429

Kegagalan Jantung

440

Penyakit yang didefenisikan sebagai gambaran dan

443
482
491
492
493
494
496
508

komplikasi penyakit jantung


Atherosklerosis
Penyakit vascular perifer lainnya
Bacterial pneumonia lainnya
Bronchitis Kronik
Emphysema
Asthma
Bronchiectasis
Obstruksi jalan nafas kronik, yang tidak
diklasifikasikan sebagai penyakit obstruksi

513

pulmonary kronik (COPD),


Kondisi respirasi yang disebabkan oleh agen

514
516
517
518
519
711
712

external yang tidak spesifik


Abses Paru dan Mediastinum
Congestive Paru dan dan hypostatis
Pneumonopathy dan alveolar lain
Lung involvement in condition classified elsewhere
Penyakit paru lainnya
Penyakit lain system respirasi
Arthropathy yang berkaitan dengan gangguan lain
yang diklasifikasikan

713

66 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

714

Crystal arthropathies
Artrophathy yang berkaitan dengan other disorder

715
786

classified elsewhere
Rhematoid arthritis dan inflamasi
polyarthropathies lainnya
Osteoarthrosis dan allied disorder
gejala yang melibatkan system pernafasan dan
gejala chest lainnya.

3. Ganguan ventilasi,
respirasi/gas
exchange, aerobic
capacity/endurance
yang berkaitan
dengan Airways
clearance
dysfunction.

136
277
482
491
492
493
494
496

Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan


lainnya
Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya.
Pneumonia bacterial lainnya
Bronchitis kronis
Emphysema
Asthma
Bronchetasis
Obstruksi jalan nafas kronis , yang tidak diklasifikan
dalam penyakit COPD

500
501
502

Pneumoconiosis pekerja batubara


Asbestosis
Pneumoconiosis yang disebabkan silica lain atau

503

silicates

504

Pneumoconiosis yang disebabkan debu inorganic

505

lain

67 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

507
508

Pneumoconiosis yang disebabkan inhalasi debu


lainnya
Pneumoconiosis tidak spesifik

510
511
513
514
515
516
518
759
770
786

Pneumonitis yang disebabkan solids dan liquids


Kondisi respirasi yang disebabkan agen external
tidak spesifik dan lainnya
Emphysema
Pleurisy
Abses paru dan mediastinum
Kongestive paru dan hypostasis
Fibrosis paru postinflamatory
Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar lain
Penyakit paru lainnya
Anomali congenital tidak spesifik dan lainnya
Kondisi respirasi lainnya pada fetus dan anak baru

861

lahir

941

Gejala yang melibatkan system respirasi dan gejala

942
947
996
997

chest lainnya
Cedera pada paru dan jantung
Burn pada wajah, kepala dan leher
Burn pada trunk
Burn pada organ internal
Komplikasi peculiar

68 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

pada prosedur khusus


Komplikasi ynag dipengaruhi system tubuh khusus
yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya

4. Gangguan kapasitas
aerobik/ketahanan
yang berkaitan
dengan
Cardiovascular
Pump Dysfuntion or
failure

391

Rhematic fever dengan melibatkan jantung

394

Penyakit pada katup mitral

395

Penyakit pada katup aortic

396

Penyakit pada katup mitral dan aortic

397

Penyakit pada struktur endokardial lainnya

398

Penyakit rheumatic jantung lainnya

402

Penyakit Hypertensive jantung lainnya

403

Penyakit hypertensive ginjal

404

Penyakit hypertensive jantung dan ginjal

410

Infarction myocardial akut

411

Penyakit ischemic jantung sub akut dan akut

412
413
414
416
417

lainnya
Infarction myocardial old
Angina Pectoris
Penyakit ischemic jantung kronis lainnya
Penyakit Jantung Pulmonary kronik lainnya

69 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

422

Penyakit lain sirkulasi pulmonary

423

Myocarditis akut

424

Penyakit lain pericardium

425

Penyakit lain endocardium

426

Cardiomyopathy

427

Gangguan Conduction

428

Cardiac Dysrhytmias

429

Gagal jantung

440

Ill defined description dan komplikasi penyakit

441
443
444
745
746
747
785

jantung
Atherosclerosis
Aortic aneurysm dan dissection
Penyakit vascular perifer lainnya
Trombosis dan emboli arterial
Anomali bulbus cordis dan anomaly cardiac septal
closure
Anomali congenital jantung lainnya
Anomali congenital system sirkulasi lainnya
Gejala yang melibatkan system cardivaskular.

5. Ganguan ventilasi,
respirasi/gas
exchange, aerobic
capacity/endurance

045

Poliomyelitis akut

192

Malignant neoplasma lainnya dan bagian tidak


spesifik system saraf

70 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

yang berkaitan
dengan Ventilatory
Pump Dysfunction

Neoplasma of uncertain behavior pada endocrine


237

glands dan system saraf


Neoplasma of unspesifik of nature

or Failure.
239
277
332
333

Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya


Penyakit Parkinson
Penyakit extrapiramidal lainnya dan gangguan
gerakan abnormal
Penyakit spinocerebral
Penyakit Anterior Horn Cell

334
335
340
343
344
348
357
359
430
431
432
434
492

Multiple Sclerosis
Infantile Cerebral Palsy
Gejala paralitic lainnya
Kondisi lain dari brain
Inflamatory dan toxic neuropathy
Muscular dystrophy dan myopathies lainnya
Subarachnoid hemorrhage
Intracerebral hemorrhage
Hemorrhage unspesifik dan lainnnya
Oklusi arteri cerebral
Emphysema
Asthma
Pneumonconiosis tidak spesifik

493

71 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

505

Fibrosis pulmonary postinflamatory

515

Penyakit paru lainnya

518

Penyakit lain dari system reapiratory

519

Curvature pada spine

737

Gejala yang melibatkan system respiratory dan

786

gejala chest lainnya


Subarachnoid, subdural, dan extradural
hemorrhage, yang diikuti dengan cedeera

852

Intracranial hemorrhage tidak spesifik dan lainnya


following cedera

853

Cedera intracranial lainnya dan unspesifik nature


Burn pada wajah, kepala dan leher

854

Burn pada trunk

941

Burn pada multiple spesifik site

942

Burn pada organ internal

946

Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya

947
948

permukaan tubuh yang terkena


Burn tidak spesifik
Keracunan oleh lainnya dan obat tidak spesifik dan
medicinal substans

949
977
6. Ganguan ventilasi,
respirasi/gas
exchange, aerobic

136
277

Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan


lainnya

72 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

capacity/indurance
yang berkaitan
dengan Respiratory
Failure.

286

Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya

348

Kerusakan coagulasi

415

Kondisi lain brain

480

Penyakit jantung pulmonary akut

481

Viral pneumonia
Pneumococcal pneumonia (Streptococcus

482
483
484

pneumoniae pneumonia)
Bakterial pneumonia lainnya
Pneumonia yang disebabkan oleh organisme
spesifik lainnya
Pneumonia yang diklasifikasikan sebagai penyakit

485

infeksi di tempat lain

486

Bronchopneumonia, organisme tidak spesifik

491

Pneumonia, organisme tidak spesifik

492

Bronchitis kronik

493

Emphysema

494

Asthma

495

Bronchiectasis

496

Extrinsic allergic alveolitis


Obstruksi jalan nafas kronik, tidak diklasifikan

507
511

ditempat lain pada COPD, not otherwise specified


Pneumonitis yang disebabkan oleh solids dan
liquids

512

73 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

513

Pleurisy

514

Pneumothorax

516

Abses paru dan mediastinum

517

Kongestive pulmonary dan hypostasis

518

Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar

519
786

lainnya
Lung involvement in condition classified elsewhere
Penyakit paru lainnya

852

Penyakit system respirasi lainnya


Gejala yang melibatkan system pernafasan dan
gejala chest lainnya

853

Subarachnoid, subdural dan extradural


hemorrhage, following injury

854
861
959
996
997

Hemorrhage intracranial tidak spesifik dan lainnya


following injury
Cedera intracranial lainnya dan unspesifik nature
Cedera pada paru dan jantung
Cedera dan lainnya dan yang tidak spesifik
Komplikasi peculiar pada prosedur spesifik yang
pasti
Komplikasi pada system tubuh spesifik, yan gtidak
diklasifikan ditempat lain

7. Ganguan ventilasi,

508

Kondisi respirasi yang disebabkan pada agen

74 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

respirasi/gas
exchange, aerobic
capacity/indurance
yang berkaitan
dengan Respiratory
Failure pada
neonates

external tidak spesifik dan lainnya


514

Kongesti pulmonary dan hypostasis

516

Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar

518
553

lainnya
Penyakit paru lainnya
Hernia lainnya pada cavitas abdominal tanpa
menyebutkan obstruksi atau gangrene

748
750
765

Anomaly congenital pada system raspirasi


Anomaly congenital lainnya pada tractus
alimentary upper
Gangguan yang berhubungan dengan short

767
769
770
786

gestation dan bayi berat lahir rendah tidak spesifik.


Trauma lahir
Sindrom distress respiratory
Kondisi respiratory lainnya pada fetus dan
newborn
Gejala yang melibatkan system respirasi dan gejala
chest lainnya

75 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

8. Ganguan sirkulasi
darah,
anthropometric
dimensions
berkaitan dengan
Lymphatetic System
disorders

038

Septicemia

040

Penyakit bacterial lainnya

125

Infeksi filarial dan dracontiasis

176

Kaposis sarcoma

457

Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic

646

Komplikasi kehamilan lainnya yang tidak


diklasifikasikan ditempat lain

682
683
757
782

Cellulites lainnya dan abscess


Lymphadenitis
Anomaly congenital pada integument
Gejala yang melibatkan kulit dan jaaaringan
integumentary lainnya
Pengaruh yang merugikan yangtidak

995

Katagori Diagnosis

diklasifikanditempat lain

Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )

Integumentary

76 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.8.1.1
250B

Diabetes Mellitus

e
263
r

Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya

277p

Gangguan metabolisme tidak spesifik lainnya

o
278
t

Hyperalimentation lainnya dan obesitas

320e

Meningitis Bacterial

n
322
s

Meningitis penyebabnya tidak spesifik

323i

Enchepalitis. Myelitis, encephalomyelitis

331
u

Degenerasi cerebral lainnya

332n

Penyakit Parkinson

t
333
u

Penyakit extrapiramidal lainnya dan gangguan

k
334
t
335e
r
336j
337a
d
340i
341
g
342a

gerakan abnormal
Penyakit spinocerebellar
Penyakit anterior horn cell
Penyakit spinal cord lainnya
Gangguan pada system saraf otonom
Multiple sclerosis
Penyakit demyelinating lainnya pada system saraf
pusat
Hemiplegia dan hemiparesis

n
343
g
344g

Infantile Cerebral Palsy

u
353
a
357n

Gangguan plexus dan akar saraf

Sindrom paralitik lainnya

77 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

428

Inflammatory dan toxic neuropathy

k
435
i

Kegagalan jantung

440n

Transient cerebral Ischemia

e
443
r

Atherosclerosis

454j

Penyakit vascular peripheral lainnya

a
457

Vena vericosa pada extremitas bawah

459s

Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic

y
581
s

Gangguan pada system sirkulasi lainnya

593t

Sindrom Nephrotic

e
686
m

Gangguan pada Kidney dan ureter lainnya

701
i
709
n
716t
e
719g

Infeksi local lainnya pada kulit dan jaringan


subkutaneus
Kondisi hypertropik dan atropik lainnya pada kulit
Gangguan lain pada kulit dan jaringan
subcutaneous

728u
m
729e

Arthropathies tidak spesifik dan lainnya

757n
t
782

Gangguan pada otot, ligament dan fascia

895
896

Gangguan sendi tidak spesifik dan lainnya

Gangguan lain pada jaringan lunak


Anomaly congenital pada integument
Gejala yang melibatkan kulit dan jaringan

897

integument lainnya

995

Traumatic amputasi pada toe(s) (complete)

78 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

(partial)
Traumatic ampuatation pada foot(s) (complete)
(partial)
Traumatic pada leg(s) (complete) (partial)
Pengaruh merugikan lainnya yang tidak
diklasifikasikna ditempat lain

4.8.1.2
176G

Kaposis sarcoma

a
250
n

Diabetes Mellitus

263g

Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya

g
269
u

Defesiensi mutrisi lainnya

337a

Gangguan pada system saraf otonom

n
344

Sindrom paralitic lainnya

443i

Penyakit vascular perifer lainnya

n
454
t

Vena vericosa pada extremitas bawah

459e

Gangguan pada system sirkulasi lainnya

g
681
u

Cellulitis dan abses pada jari-jari dan toe

682m
e
690
n

Cellulitis dan abses lainnya

691a
r
692y

Atopic dermatitis dan kondisi yang berkaitan

700
i

Corns dan callosities

Erythematosquamous dermatosis

Kontak dermatitis dan eksema lainnya

79 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

707n

Ulcer kronik pada kulit

t
731
e

Osteitis deformans dan osteopathies yang berkaitan

g
r
782
i
t

dengan gangguan lain yang tidak diklasifikan


ditempat lain
Gejala yang melibatkan kulit dan jaringan
integumantary lainnya

y
920

Contusio pada wajah, scalp dan neck kecuali mata.

922b

Contusio pada trunk

e
923
r

Contusio pda upper limb

924k

Contusio pada lower limb dan dan lainnya dan

a
i
942t
a
943
n
944
d
945e
946n
g
948a

tempat yang tidak spesifik


Burn pada trunk
Burn pada upper limb, kecuali wrist danhand
Burn pada wrist dan hand
Burn pada lower limb
Burn pada multiple specified sites
Burn yang diklasifikan menurut luasnya permukaan
tubuh yang terkena

n
Burn tidak spesifik
949S
u
997
p

Komplikasi yang mempengaruhi system tubuh


khusus, yang tidak diklasifikasikan ditempat lain.

e
r
f
i

80 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

c
i
a
l
s
k
i
n
i
n
v
o
l
v
e
m
e
n
t
4.8.1.3
017G
a
n
031g
g
176
u
216a
n
232
239i
n
263
t

Tuberculosis organ lain


penyakit yang disebabkan oleh mycobakteri
lainnya
Kaposis sarcoma
Benign neoplasma pada kulit
Carcinoma in situ of skin
Neoplasma unspesifik nature
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya

81 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

269e

Difisensi nutrisi lainnya

g
344
u

Sindrom paralitik lainnya

443m

Penyakit vascular perifer lainnya

e
454
n

Vena vericosa pada exxtremitas bawah

459a

Gangguan lain pada system sirkulasi

r
682
y

Cellulities dan abscess lainnya

686

Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan

i
694
n

subcutaneous

695t
e
696
g
701r
i
707
t
709y
757b

Bullous dermatoses
Kondisi erythematous
Psoriasis dan similar disorder
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
Ulcer kronik pada kulit
Gangguan pada kulit dan jaringan subcutaneous

911e
r
912k

Anomaly congenital pada integument

913a
i
914t

Cedera superficial pada shoulder dan upper arm

a
915
n
916

Cedera superficial pada hands, kesuali finger

d
917
e
942n

Cedera superficial pada trunk

Cedera superficial pada elbow, forearm, dan wrist

sendiri
Cedera superficial pada finger
Cedera superficial pada hip, thigh, leg dan ankle

82 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

943g

Cedera superficial pada foot dan toe

a
944
n

Burn pada trunk

945

Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand

p
946
a

Burn pada wrist dan hand

Burn pada lower limb

t
948
i

Burn multiple specified sites

949a

Burns yang diklasifikasikan menurut luasnya

l
997

permukaan tubuh yang terkena

Burn tidak spesifik

Komplikais yang mempengaruhi system tubuh

khusus, tidak diklasifikasikan ditempat lain.

c
k
n
e
s
s
s
k
i
n
i
n
v
o
l
v

83 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

e
m
e
n
t
4.8.1.4
017G
a
031
n
036g
g
040
u
172a
n
173
176i
n
216
t
232e
g
239
u
263m
e
269
n
443a
r
454y
459
i
680n
681t
e
682g
r

Tuberculosis pada organ lain


Penyakit yang disebabkan oleh mycobakteria
lainnya
Infeksi meningicoccal
Penyakit bacterial lainnya
Malignant melanoma pada kulit
Neoplasma malignant lainnya pada kulit
Kaposis sarcoma
Benigna neoplasma pada kulit
Carcinoma I situ kulit
Neoplasma unspesifik nature
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
Defisiensi nutrisi lainnya
Penyakit vascular perifer lainnya
Vena varicose pada extremitas bawah
Gangguan lain pada system sirkulasi
Carbuncle dan furuncle
Cellulities dan abscess pada finger dan toe
Cellulities dan abscess lainnya

84 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

686i

Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan

t
694
y

subkutaneus

695
b
701
e
707r
k
709
a
941i
t
942
a
943n
944
d
945e
n
946
g
948a
n

Bullous dermatoses
Kondisi erythematous
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
Ulcer kronis pada kulit
Gangguan lain pada kulit dan jaringan subkutaneus
Burn pada wajah, kepala dan leher
Burn pada trunk
Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand
Burn pada wrist dan hand
Burn pada lower limb
Burn pada multiple spesifik sites
Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya
permukaan tubuh yang terkena

949F
u
991l
997l
T

Burn, tidak spesifik


Pengaruh pengurangan temperature
Komplikasi yang memperngaruhi system spesifik
tubuh, yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya.

h
i
c
k
n
e

85 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

s
s
t

4.8.1.5
017G

Tuberculosis pada organ lain

a
036
n

Infeksi meningococcal

171g

Neoplasma malignant pada jaringan connective

g
u
172a
n
173
176i
n
215
t
e
g
239
u
263m
e
269
n
440a
r
443y

dan jaringan lunak lainnya


Malignant melanoma pada kulit
Malignant neoplasma lainnya pada kulit
Kaposis sarcoma
Benign neoplasm lainnya pada jaringan connective
dan jaringan lunak lainnya
Neoplasma unspesifik nature
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
Defisiensi nutrisi lainnya
Atherosclerosis
Penyakit vascular perifer lainnya

86 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

454

Vena varicose pada extremitas bawah

i
459
n

Gangguan lain pada system sirkulasi

674t

Komplikasi unspesifik pada puerperium dan

e
680
g

lainnya

681r
i
686
t
707y
710
b
728e
r
880
k
881a
i
882
t

Carbuncle dan furuncle


Cellulities dan abscess pada finger dan toe
Infeksi local lainnya pada kulit dan jaringan
subkutaneus
Ulcer kronis pada kulit
Penyakit diffuse jaringan lunak
Gangguan pada otot, ligament, dan fascia
Luka terbuka pada shoulder dan upper arm
Luka terbuka pada elbow, forearm, dan wrist

883a
n
884

Luka terbuka pada hand kecuali finger sendiri

885d
e
886n

Luka terbuka pada upper limb tidak spesifik dan

887g
a
890n
891
S
892k
i
893
n
894

Luka terbuka pada pada finger

multiple
Traumatic amputasi pada thumb
(complete/partial)
Traumatic amputasi pada finger lainnya
(complete/partial)
Traumatic amputasi pada arm dan hand
(complete/partial)
Luka terbuka pada hip dan tungkai

87 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

I
n
895
v
896o
l
897
v
927e
m
928
e
929n
t
941
942e
x
943
t
944e
n
946
d
948e
d

Luka terbuka pada knee, kaki (kecuali tungkai) dan


ankle
Luka terbuka pada foot kecuali toe sendiri
Luka terbuka pada toe
Luka terbuka tidak spesifik spesifik pada lower
limb dan multiple
Traumatic amputasi pada toe (complete/partial)
Traumatic amputasi pada foot (complete/partial)
Traumatic amputasi pada leg (complete/partial)
Crushing injury pada upper limb
Crushing injury pada lower limb
Crushing injury multiple dan tempat yang tidak
spesifik
Burn pada wajah, kepala dan leher
Burn pada trunk

991I
n
997t
o
998F

Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand


Burn pada wrist dan hand
Burn pada multiple spesifik sites
Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya

permukaan tubuh yang terkena

Pengaruh pengurangan temperature

i
a

Komplikasi yang mempengaruhi system spesifik

tubuh, yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya.


Komplikasi lain prosedur, yang tidak

88 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

diklasifikasikan ditempat lainnya.

u
s
c

89 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Lampiran 1 Standar Perencanaan Fisioterapi .

FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN FISIOTERAPI


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: ...............

Umur/Jenis : ...
Alamat

: ...

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN, untuk dilakukan


tindakan fisioterapi :
Terhadap : Diri sendiri / Suami / Istri / Anak / Ayah / Ibu /
Nama

: ...

Umur/Jenis

: ...

Alamat

: ...

Ruangan/Kamar

: ...

No. Rekam Medik

: ...

Tujuan, jenis, konsekwensi dan resiko yang menyertai tindakan tersebut telah dijelaskan oleh
Fisioterapi dan saya telah mengerti seluruhnya.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan untuk tindakan lebih lanjut apabila
setelah tindakan fisioterapi yang pertama diperlukan tindakan penyelamatan.
Jakarta, ...

Saksi-saksi
1.

Fisioterapis

Yang membuat pernyataan

Yang melakukan,

(..)

(.)
()

2.
(..)
Ket. :

Tandatangan dan Nama jelas

90 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Lampiran 2 Standar Perencanaan Fisioterapi

FORMULIR PENOLAKAN TINDAKAN FISIOTERAPI


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: ...............

Umur/Jenis : ...
Alamat

: ...

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PENOLAKAN, untuk dilakukan


tindakan fisioterapi :
Terhadap : Diri sendiri / Suami / Istri / Anak / Ayah / Ibu /
Nama

: ...

Umur/Jenis

: ...

Alamat

: ...

Ruangan/Kamar

: ...

No. Rekam Medik

: ...

Saya juga telah menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya :


a. Telah mendapat penjelasan dari Fisioterapis tentang tujuan, jenis, konsekuensi dan resiko
yang menyertai tindakan tersebut.
b. Telah memahami penjelasan tersebut diatas.
c. Atas tanggung jawab dan resiko saya sendiri tetap menolak untuk dimulai/diteruskan
tindakan fisioterapi.
Jakarta, ...
Saksi-saksi

Fisioterapis

1.

Yang melakukan,

(..)

()

Yang membuat pernyataan

(.)

(..)
Ket. : Tandatangan dan Nama jelas
91 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II. 4.
STANDAR INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi untuk
mencapai tujuan yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan
gerak, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis,
pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantuan, dokumentasi
dan koordinasi, komunikasi.
2. Prosedur :
Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan.
Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi (pengesahan) dokumen oleh
Fisioterapis berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan
durasi.
Contoh :
2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
2.2.2 Latihan transfer dari bed ke kursi dengan papan luncur.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan
kemajuan mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada
instruksi terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan
pihak lain yang terkait.

92 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3. Lampiran
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II. 5.
STANDAR EVALUASI FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis setelah
intervensi fisioterapi dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen
sebelumnya, perencanaan dan intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out
come) kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.

93 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,


assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP), dirinci :
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui
status kondisi pasien/klien.
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi
untuk mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan
dengan antisipasi tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

94 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II. 6.
STANDAR PENGAKHIRAN PROSES FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan penghentian
(discontinuation) fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisissintesis hasil evaluasi, faktor keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan
rekomendasi tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.1

Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.

2.1.2

Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.

2.1.3

Berpindah ke institusi lain.

2.1.4

Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.

2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan


kriteria :
2.2.1

Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.

2.2.2

Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan


melanjutkan proses fisioterapi.

2.2.3

Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.

2.2.4

Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.

2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :


2.3.1

Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.

2.3.2

Proses fisioterapi yang telah dikenakan.

2.3.3

Hasil evaluasi terakhir.

2.3.4

Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah, proteksipencegahan, tindakan lain.

3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
95 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II.7.
STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI.

1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien
seperti laporan konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan,
catatan alur pelayanan, re-assesmen dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat
adalah lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau
tanda tangan computer dengan system pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus
dengan ketentuan kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.

96 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan


pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan contohcontoh cara pendokumentasian sebagai berikut :
2.2.1

Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada


formulir pernyataan pemahaman dan kesepakatan tindakan.

2.2.2

Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai


data resmi/legal.

2.2.3

Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.

2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus
sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi
pada dokumen data elektronis perlu dengan mekanisme yang tepat tanpa
menghapus data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1

Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada


setiap dokumen baku/sah.

2.4.2

Setiap

catatan/masukan

harus

ditnggali,

diotentikasi

(ditandatangani) dan ditulis nama lengkap dan sebutan izin


professional (Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3

Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang


harus diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.

2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan


fisioterapi, contoh-contoh :
2.5.1

Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.

2.5.2

Permintaan konsultasi dari praktek umum.

3. Assesmen Awal dan Konsultasi


3.1 Dokumentasi mulai diperlukan saat permulaan setiap episode pelayanan
fisioterapi.
3.2 Dokumentasi dari awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemenelemen sebagai berikut :
3.2.1

Dokumentasi tentang riwayat secukupnya :


3.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan
dan upaya pencegahannya/
3.2.1.2 Diagnosa dan riwayat medik yang berkaitan.

97 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor


lingkungan yang terkait.
3.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognasa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2

Dokumentasi dari telaah sistemik.


3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup systemsistem :
3.2.2.1.1 Kardiovaskuler/pulmonal.
3.2.2.1.2 Integumenter.
3.2.2.1.3 Muskuloskeletal.
3.2.2.1.4 Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan
kemampuan pembelajaran.

3.2.3

Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang terpilih untuk


menentukan status pasien/klien.
Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai berikut dan tidak
terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi.
3.2.3.1.1 Tingkat kesadaran.
3.2.3.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
3.2.3.1.3 Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
3.2.3.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
3.2.3.2.2 Pola gerak reflek.
3.2.3.2.3 Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion.
3.2.3.3.1 Luas gerak sendi.
3.2.3.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.

98 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2.3.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.


3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
3.2.3.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
3.2.3.4.2 Gradasi manual muscle test.
3.2.3.4.3 Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan
frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
3.2.3.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi penafasan,
tekanan darah.
3.2.3.5.2 Gas darah arteri.
3.2.3.5.3 Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap.
3.2.3.6.1 Sikap statis.
3.2.3.6.2 Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
3.2.3.7.1 Karakteristik langkah.
3.2.3.7.2 Fungsional lokomasi.
3.2.3.7.3 Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
3.2.3.8.1 Aktifitas hidup harian.
3.2.3.8.2 Kapasitas fungsional.
3.2.3.8.3 Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan /
sekolah / bermain).
3.2.4

Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan klinis oleh


Fisioterapis berdasar data yang terkumpul).

3.2.5

Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom,


sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat
dari pemeriksaan).

3.2.6

Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang


mungkin dicapai dengan intervensi dalam suatu periode waktu.
Dokumentasi mencakup antisipasi tujuan, harapan, hasil/out come,
dan rencana pelayanan).

99 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2.6.1 Pasien/klien

(keluarga

dan

pihak

lain

berpengaruh)

dilibatkan dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan


keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan
dalam terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan
dengan impermen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai
yang didapat pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan

keberhasilan

dinyatakan

dalam

terminology

fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan :
3.2.6.5.1 Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.5.2 Mencakup frekwensi dan durasi untuk meancapai
tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan.
3.2.6.5.3 Mencakup tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan
keluarga/pemberian pelayanan.
3.2.6.5.4 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan
koordinasi pelayanan dengan profesi/pelayanan
lain.
3.2.7

Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.

4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi


4.1 Dokumentasi

intervensi

dan

atau

pelayanan

yang

diberikan

serta

perkembangan kondisi pasien/klien.


4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan.
Otentikasi (pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis berizin, intervensi
dan atau pelayanan yang dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
sireksi/pengarahan dan supervise oleh Fisioterapis berizin.
4.1.2 Dokumentasi setiap kunjungan/pertemuan memuat unsure-unsur :
4.1.2.1

Laporan dari pasien/klien yang layak.

4.1.2.2

Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi,


intensitas dan durasi. Contoh :

100 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.1.2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.


4.1.2.2.2 Latihan transfer dari bed kekursi dengan papan
luncur.
4.1.2.3

Pemakaian peralatan.

4.1.2.4

Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi


perencanaan.

4.1.2.5

Reaksi penolakan terhadap intervensi.

4.1.2.6

Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan intensitas intervensi


serta berkaitan dengan kemajuan mengarah pada tujuan,
sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.

4.1.2.7

Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga


pasien/klien dan pihak lain yang terkait.

4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.


4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
4.2.2 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya mencakup unsurunsur :
4.2.2.1

Dokumentasi unsur-unsur yang teridentifikasi pada III.A.2


untuk memperbaharui status kondisi pasien/klien.

4.2.2.2

Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi


perlunya revisi untuk menatisipasi tujuan dan harapan.

4.2.2.3

Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan


dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan hasil uyang diharapkan
yang terdokumentasi

4.2.2.4

Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapi berizin.

5. Dokumentasi Sumasi Episode Pelayanan


5.1 Dokumentasi dibutuhkan untuk menindak lanjuti kesimpulan berlangsungnya
konsekwensi episode intervensi.
5.2 Dokumentasi dari sumasi (kesimpulan) dari episode pelayanan hendaknya
mencakup unsur-unsur :

101 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap


untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
5.2.1.1 Antisipasi tujuan dan harapan yang telah tercapai.
5.2.1.2 Penolakan kelangsungan intervensi oleh pasien/klien, pengasuh,
penanggung jawab sah.
5.2.1.3 Pasien/klien tidak cakap/layak melanjutkan intervensi akibat
komplikasi medis atau psikososial.
5.2.1.4 Fisioterapis menentukan bahwa kelangsungan intervensi tidak
bermanfaat bagi pasien/klien.
5.3 Status kemampuan fungsional fisik.
5.4 Derajad pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak
tercapaiannya.
5.5 Rencana penyelesaian mencakup komunikasi tulis dan lisan selama
berlangsungnya pelayanan. Contoh-contoh mencakup :
5.5.1 Program dirumah.
5.5.2 Rujukan kepelayanan lain yang tepat.
5.5.3 Rekomendasi tindak lanjut pelayanan fisioterapi.
5.5.4 Pelatihan bagi keluarga/pengasuh.
5.5.5 Pemakaian peralatan.
6. Dokumen terkait :
6.1 Lampiran :
6.2 Referensi :
6.2.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.2.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapi
6.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
102 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

6.2.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
6.2.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang
Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
6.2.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989
tentang Rekam Medik.
6.2.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
6.2.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy
Association, 2001

103 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Lamp. : STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Pasien Rawat Inap

Kanan
IDENTIFIKASI DIRI

1. Nama :

Keluarga :

Kiri
Tidak diketahui

6. Suku :

Jawa
Sunda
Tapanuli
Minang

Kecil :

Menado
Madura
Maluku

2. Tanggal Masuk Rawat :

Flores
Bali
Lain lain

3. Tanggal Lahir:

7. Bahasa Ibu
Indonesia

4. Seks :

Daerah
Asing
8. Pendidikan :

Laki laki

SD

SMP

Perempuan

SMA

PT

Tidak sekolah
5. Tangan dominant :
104 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

9. Dokter yang mengirim :

15. Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu


dengar, alat bantu jalan)

10. Alasan dikirim ke fisioterapi :


16. Jenis tempat tinggal
Rumah sendiri
Apartemen
RIWAYAT SOSIAL

Mengontrak
Panti
Tidak diketahui

11. Agama :

Lain lain

12. Bertempat tinggal dengan :

13. Bantuan sosial yang diperoleh


(keluarga/teman) :
0 = tidak ada; 1=Mungkin ya; 2= Ya.
a. Bantuan emosional :
b. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
satu kali perhari :
c. Bantuan fisik terhadap ADL seharian:
d. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
secata terus menerus :
e. Harus selalu dibantu :

14. Pekerjaan (kerja/sekolah/bermain) :

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL

105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

17. Lingkungan .
a. Tangga tanpa pegangan :
b. Tangga dengan pengangan :
c. Ramps :
18. Status Kesehatan Umum.
a.

Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum :

b.

Penyakit utama dalam satu tahun terakhir :

19. Perilaku hidup sehat


a. Alkohol :
b. Merokok
a) Batang perhari :
b) Pernah berhenti :
c. Kebiasan olahraga :
20. Riwayat penyakit Keluarga
a. Jantung,

Siapanya:

Kapan :

b. Darah tinggi,

Siapanya:

Kapan :

c. Stroke,

Siapanya:

Kapan :

d. Diabetes,

Siapanya:

Kapan :

e. Kanker,

Siapanya:

Kapan :

f.

Siapanya:

Kapan :

Lain lain,

21. Riwayat operasi pasien/klien


22. Status fungsional
a. Kesulitan dalam bergerak
a) Bergeser dalam posisi tidur :
b) Tranfer :
c) Berjalan :
b. Kesulitan dalam self care :
c. Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga :
d. Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas :
23. Obat obatan :
24. Tes klinis lainnya :

106 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR DOKUMENTAS UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Pasien Rawat Jalan
Kanan :
Kiri :
Tidak diketahui :
IDENTIFIKASI DIRI
Suku :
1. Nama :
Keluarga :

Jawa
Sunda
Tapanuli
Minang

Kecil :

Menado
Madura
Maluku

2. Tanggal Masuk Rawat :

Flores
Bali

3. Tanggal Lahir :

Lain lain

4. Seks :
Bahasa Ibu :
Laki laki
Perempuan

Indonesia
Daerah

5. Tangan dominan

Asing

107 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

0 = Tidak ada; 1=Mungkin ya; 2= Ya.


Bantuan emosional :
Bantuan fisik terhadap ADL kurang

Pendidikan
SD

dari satu kali perhari :


Bantuan fisik terhadap ADL seharian :

SMP

SMA

PT

Tidak sekolah

Bantuan fisik terhadap ADL kurang


dari secata terus menerus :
Harus selalu dibantu :

Dokter yang mengirim :

Alasan dikirim ke fisioterapi

Pekerjaan (kerja/sekolah/bermain)

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL

Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu


dengar, alat bantu jalan)
RIWAYAT SOSIAL
Jenis tempat tinggal :
Agama :

Rumah sendiri
Apartemen

Bertempat tinggal dengan :

Mengontrak
Panti
Tidak diketahui

Bantuan sosial yang diperoleh

Lain lain

(keluarga/teman) :
Lingkungan,

Tangga dengan pengangan :


Ramps :

Tangga tanpa pegangan :


108 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Status Kesehatan Umum,

1. Pernah sakit

Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara

Arthritis

umum :

Fraktur

Penyakit utama dalam satu tahun terakhir


:

Osteoporosis
Gangguan vaskularisasi
Gangguan sirkulasi
Masalah jantung

Perilaku hidup sehat,


Alkohol :
Merokok,
Batang perhari :
Pernah berhenti :
Kebiasan olahraga :

Hipertensi
Masalah paru
Stroke
Diabetes
Cidera kepala
Parkinson
Epilepsi
Alergi
Masalah Thyroid
Kanker
Masalah ginjal

Riwayat penyakit Keluarga

Gangguan pencernaan
Penyakit kulit

Jantung

Dll

Darah tinggi
Stroke
Diabetes
Kanker
Lain lain

2. Gejala yang pernah dialami :


Nyeri dada
Denyut nadi tidak teraba
Batuk
Napas pendek
Berkunang kunang

Riwayat Operasi/ Penyakit

Gangguan koordinasi
Kelemahan tangan atau kaki
Hilangnya keseimbangan
Kesulitan berjalan

109 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Nyeri sendi atau benkak

Status fungsional

Nyeri di waktu malam

Kesulitan dalam bergerak

Sulit tidur

Bergeser dalam posisi tidur

Hilangnya nafsu makan

Tranfer

Gangguan penciuman

Berjalan

Masalah BAB

Kesulitan dalam self care

Kehilangan BB

Kesulitan dalam pengatuan rumah

Masalah perkencingan

tangga

Demam

Kesulitan dalam hubungan integrasi

Sakit kepala

dengan komunitas

Gangguan pendengaran
Gangguan penglihatan
Lain lain

Obat obatan
a. Apakah ada obat obatan yang anda

Kondisi saat ini

konsumsi saat ini

a. Gambarkan kondisi anda sekarang

b. Jika ada terangkan

yang dirasakan perlu fisioterapi :


b. Kapan pertama kali keluhan muncul

Tes klinis lainnya

c. Bagaimana rasanya :
d. Apakah

anda

pernah

mengalami

keluhan yang sama sebelumnya :

110 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Telaah sistemik

Berdiri :
Duduk :
Spesifikasi aktifitas :
Sistim kardio/pulmonal
Normal
Denyut nadi :

Tidak

ROM umum :
Kekuatan umum :

Respiratori Rate:
Tekanan darah:

Lainnya :

Oedema :
Tinggi Badan

Sistem Integumentary,

Berat Badan

Gangguan integument :
Pemerataan warna kulit :
Plak (tekture) :

Sistim Neuromuskuler

Sistim Muskuloskeletal,

Langkah :

Kesimetrisan,

Lokomotor :

111 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Keseimbangan :

Dengan apa pasien dapat belajar


Gambar

Fungsi motorik :

Membaca
Mendengar
Demonstrasi

Komunikasi, Afektif, Kognisi, Cara belajar

Lainnya

Komunikasi :
Orientasi (orang, tempat, waktu) :
Emosi :
Hambatan belajar,
Tidak ada
Penglihatan
Pendengaran
Tidak mampu membaca
Tidak dapat memahami apa yang
dibaca
Pemahaman bahasa
Lain lain
Kebutuhan belajar,
Proses Penyakit
Keamanan
Penggunaan alat bantu
Aktifitas sehari hari
Program Latihan
Lain lain
112 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Uji dan Pengukuran

4.1.2

Uji dan Pengukuran Terpilih :

Kapasitas Aerobik dan daya tahan

13

Kinerja Otot

Karakteristik Antropometri

14

Neuromotor development

Arousal, Attention, and Cognition

15

Ortosis dan Prosthesis

Alat bantu

16

Nyeri

Sirkulasi

17

Postur

Integritas nervus cranial dan spinal

18

Prothetic Requirement

Hambatan Lingkungan

19

ROM

Ergonomic dan mekanisme tubuh

20

Reflek

Jalan, Lokomotor dan Keseimbangan

21

Self care

10

Integritas integumen

22

Sensori Integritas

11

Integritas sendi dan mobilisasi

23

Ventlasi dan Respirasi

12

Fungsimotorik

24

Tempat kerja

Parameter Terpilih:

113 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Evaluasi

4.1.3

Katagori Diagnosis Musculoskeletal


1.

Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi

2.

Gangguan Sikap

3.

Gangguan Kinerja otot

4.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue

5.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan inflamasi lokal.

6.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal.

7.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur.

8.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Arthroplasti sendi.

9.

Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang atau jaringan lunak.

10. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance
yang berkaitan dengan amputasi

114 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.1.4

Katagori Diagnosis Neuromuskular


1.

Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh

2.

Gangguan Perkembangan Neuromotor

3.

Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS congenital atau pada bayi dan masa anak.

4.

Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS pada usia dewasa

5.

Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive
disorder CNS

6.

Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.

7.

Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau
Chronic Polyneuropathies.

8.

Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder Spinal Cord.

9.

Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma,
atau status vegetative.

4.1.5

Katagori Diagnosis Cardiovascular /Pulmonary


1.

Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary

2.

Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome

3.

Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan


dengan Airways clearance dysfunction.

4.

Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump


Dysfuntion or failure

5.

Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan


dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.

6.

Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan


dengan Respiratory Failure.

7.

Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan


dengan Respiratory Failure pada neonatus

115 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

8.

Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic


System disorders

4.1.6

Katagori Diagnosis Integumentary


1.

Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument

2.

Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement

3.

Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin involvement

4.

Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin involvement


dan scar formation

5.

Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended Into


Facia, Muscle, or Bone and scar formation.

116 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

PROGNOSIS :

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Rencana Intervensi

Rencana Tujuan

Harapan outcome

Intervensi

Jumlah Tindakan terapi dalam


satu episode

117 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Edukasi

4.1.1

Siapa yang diedukasi : a. Pasien/klien b. Keluarga

Informed Consent
4.1.2

Apakah Pasien sudah menyetujui tindakan terapi

Tanda Tangan pasien /Penanggung Jawab.

Rencana penghentian tindakan

118 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Intervensi

Nama/Umur/Jenis

Alamat /Telp.

:
Perkembangan

No.
Urut

Tgl.

Tindakan

(S : Subyektif; O: Objektif; A: Assesmen;


R: Rencana)
S:
O:
A:
R:

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


119 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Paraf

PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

Kesimpulan Terapi

Nama/Umur/Jenis :
Alamat /Telp.
1.

2.

Tgl.

Dokter yang merujuk

Diagnosis medis

Tujuan rujukan ke fisioterapi

Kondisi awal,
Gejala/sindroma

Status gerak fungsional/

3.

Parameter

Diagnosis fisioterapi

Kondisi akhir,
Gejala/sindroma

Status fungsional/
Parameter

Diagnosis fisioterapi

4.

Hambatan keberhasilan

5.

Rekomendasi tindak lanjut

Fisioterapis,
Tandatangan & nama jelas :

120 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

C. Metoda Terapi dan Prosedur Kasus

: dalam kelompok muskulosekeletal,

neuromuskuler, kardiopulmoner, dan integumenter.


Isi SPO tingkat III

III.1.
ANTROPOMETRI.

1.

Pengertian :
Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien/klien tentang dimensi,
komposisi dan/atau pembangkakan tubuh, termasuk : berat badan, tinggi badan,
lingkar tubuh, panjang anggota, tebal lemak, indeks masa tubuh, oedem.

2.

Data diperoleh :
2.1 Dimensi tubuh : berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
2.2 Komposisi : tebal lemak, indeks masa tubuh.
2.3 Pembengkakan : lingkar, volume, palpasi.

3.

Peralatan yang digunakan :


3.1 Bed pemeriksaaan/tindakan.
3.2 Timbangan badan.
3.3 Meteran gulung.
3.4 Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
3.5 Skin fold.
3.6 Alat tulis

4.

Prosedur/Rincian aktifitas :
a Jenis alat ukur :
1) Berat badan

: timbangan injak, dacin.

2) Tinggi badan

: mikrotoise.

3) Lingkar tubuh

: pita lila, meteran gulung.

4) Panjang anggota

: meteran gulung.

5) Tebal lemak

: skin folder.

6) Indeks masa tubuh

: tabel.

121 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

b Cara mengukur :
1) Berat badan dengan :
a)

Timbangan injak:
(1) Letakkan timbangan injak pada lantai yang datar.
(2) Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang
menambah beban dilepaskan.
(3) Berdiri tegap pada timbangan injak.
(4) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
(5) Catat hasilnya dalam kilogram (kg).
(6) Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem/gendong
oleh pengasuhnya, hasilnya berat tandem dikurangi berat
pengasuh sendirian.

b)

Dacin :
(1) Gatungkan dacin pada :
(a) Dahan pohon.
(b) Palang rumah, atau
(c) Penyangga kaki tiga
(3) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(4) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang
dacin dikaitkan dengan tali pengaman
(5) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang
yang kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.
(6) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung
timbang, atau kotak timbangan dengan cara memasukan pasir ke
dalam kantong plastik.
(7) Anak ditimbang,dan seimbangkan dacin.
(8) Tentukan berat badan anak,dengan membaca angka di ujung
bandul geser.
(9) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(10) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam
tali pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.

122 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

2) Tinggi badan dengan mikrotoise.


a) Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang lurus
datar setinggi tepat 2 meter. Angka 0(nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sendal.
c) Berdiri tegap seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki
lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding, dan muka menghadap lurus dengan
pandangan ke depan.
d) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku
harus lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
microtoise.
f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.
3) Lingkar tubuh dengan meteran gulung :
a) Yang diukur termasuk :
(1) Lengan atas
(2) Lengan bawah.
(3) Tangan
(4) Tungkai atas
(5) Tungkai bawah.
(6) Kaki.
(7) Panggul.
b) Cara pengukuran :
(1) Posisi pasien/klien nyaman dan stabil.
(2) Tandai titik pada tonjolan tulang sebagai patokan.
(3) Pengukuran diulang sedikitnya 3 (tiga) kali.
(4) Bandingkan dengan sisi yang berlawanan.
(5) Catat hasil dalam sentimeter.
(6) Lingkar lengan atas, lokasi ukur dari acromion kedistal : 10, 20
dan 30 cm.
(7) Lingkar lengan bawah, lokasi ukur dari epikondilus lateralis ke
distal : 10, 20 dan 30 cm.

123 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

(8) Lingkar tangan, lokasi ukur titik tengah antara sendi pergelangan
dan ujung jari tengah.
(9) Lingkar tungkai atas, lokasi ukur dari SIAS ke distal : 10, 20 dan 30
cm.
(10) Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke
distal : 10, 20 dan 30 cm.
(11) Lingkar kaki, lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke
ujung jempol kaki.
(12) Lingkar panggul, lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri,
4) Panjang anggota : meteran gulung.
Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan
appearence length.
a)

Posisi pasien/klien tidur terlentang.

b)

Tentukan titik-titik tertentu atau tonjolan tulang sebagai patokan.

c)

Panjang tungkai :
(1) True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela.
(2) Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur;
epikondilus medialis tibiae ke maleolus medialis.
(3) Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui
patela.

d) Panjang lengan :
(1) True length : acrimion ke prosesus steloideus radii.
(2) Bone length : acromion ke epikondilus medialis humeri;
olekranon ke prosesus steloideus radii.
(3) Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui
palmar.
e)

Panjang tangan :
Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari
tengah melalui palmar.

124 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5) Tebal lemak : skin folder.


a)

Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang tidak berlemak, misal


punggung tangan, catat hasil sebagai tebal kulit tanpa lemak (ukuran
1).

b)

Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang diukur, cata hasilnya


(ukuran 2).

c)

Ketebalan lemak kulit adalah : ukuran 2

dikurangi ukuran 1

dikalikan 50%.
6) Indeks masa tubuh :

a)

Rumus :

b)

Contoh : Seorang dengan tinggi 67 inhci, berat badan 220 pound :

c)

Ketentuan BMI :
(1) Nilai 18.5 - 24.9 : normal.
(2) Nilai 25 - 29.9 : berat badan berlebih (overweight).
(3) Nilai 30 39 : gemuk (obese).
(4) Nilai 40 lebih : gemuk berlebih ( extreme obesity).

d) Tabel BMI : terlampir.


5.

Lampiran :

6.

Dokumen terkait :

7.

Referensi :

125 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

LAMPIRAN ANTROPOMETRI (BMI)

BMI also may not accurately reflect body fatness in people who are very short
(under 5 feet) and in older people, who tend to lose muscle mass as they age. And
it may not be the best predictor of weight-related health problems among some
racial and ethnic groups, such as African-American and Hispanic-American
women. But for most people, BMI is a reliable way to tell if your weight is putting
your health at risk.

126 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

III.2.
PROSEDUR PENGUKURAN ROM SENDI.

1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dengan mengukur lingkup gerak sendi
a.

Untuk mengetahui kuantitatif lingkup gerak sendi

b.

Untuk mengetahui secara kualitatif pembatasan lingkup gerak sendi

c.

Untuk mengetahui mobilitas sendi.

2. Data diperoleh :
a

ROM sendi pasif dan atau aktif.

Panjang otot, ektensibilitas dan fleksibilitas jaringan lunak.

ROM fungsional.

3. Peralatan yang diperlukan:


a.

Bed pemeriksaan/tindakan.

b.

Goniometer.

c.

Penggaris dengan skala milimiter, sentimeter dan inchi.

d.

Meteran gulung.

e.

Alat tulis.

4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a.

Prinsip metoda pengukuran :


1) Metoda pengukuran dan pencatatan yang dituliskan di sini berdasarkan
pada prinsip Neutral Zero Method seperti dikemukakan oleh Cave dan
Roberts dalam tahun 1936.
2) Dalam metoda ini semua gerakan sendi diukur dari Zero Starting
Position, (seterusnya disingkat Z.S.P). Derajat gerakan sendi diukur dari
posisi tadi dalam arah gerakannya.
3) Sikap lurus anggota pada posisi anatomis diterima sebagai 0O dan bukan
180O.
4) Metoda ini diharapkan akan mengatasi kesimpangsiuran di masa lalu
dimana pengukuran dimulai dari berbagai posisi awal.

127 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5) Gerakan daripada anggota yang diukur hendaknya dibandingkan dengan


anggota yang berlawanan. Perbedaan akan terlihat dalam derajat
gerakan, atau prosentase kehilangan gerakan bila dibanding dengan
anggota yang berlawanan yang sehat.
6) Bila anggota yang berlawanan tidak ada, pergerakan bisa dibandingkan
dengan perkiraan gerak pada orang lain yang sepadan dalam umur dan
pertumbuhan fisik. Sedang gerakan daripada tulang belakang mungkin
dibandingkan dengan orang lain yang sepadan dalam umur dan fisik.
7) Pergerakan perlu dengan penjelasan bahwa pasif atau aktif.
8) Keterangan mengenai istilai extensi dan hiperextensi, extensi digunakan
pada gerakan lawan dari flexi, dimulai dari Z.S.P. adalah gerakan natural /
normal. Gerakan ini terdapat misal pada sendi pergelangan tangan (wrist)
dan sendi bahu (shoulder). Tetapi ada gerakan lawan dari flexi yang
dimulai dari Z.S.P. ini, dikatakan sebagai gerakan unnatural / tak normal,
seperti pada sendi siku dan lutut. Ini disebut hiperextensi.
9) Perbatasan gerakan sendi tersebut & akan dijelaskan pada halaman
berikutnya.
10) Bila gerakan sendi menimbulkan nyeri maka usaha pengukuran
dikerjakan dengan perlahan dan lembut. Pengukuran akan lebih akurat
apabila anggota yang diperiksa diatur dalam posisi seenak mungkin bagi
penderita.
11) Adanya ankilosis dianggap kehilangan gerakan secara komplit.
12) Penggunaan goneometer boleh memilih sesuai dengan kebijaksanaan
pemakaiannya.
13) Pencatatan tentang oergerakan sendi hendaknya setepat-tepatnya dan
ditulis dalam tabel secara jelas.
14) Tabel perkiraan gerakan sendi normal perlu dibuat sebagai bahan
pertimbangan, dan tidak mengambil salah satu saja sebagai standar.
b.

Penggunaan goniometer :
1) Goniometer hendaknya terbukti cocok untuk pengukuran gerakan sendi.
2) Goniometer yang dibuat terstandar diposisikan lurus / posisi anggota
extensi, dengan garis 0O terhimpit dengan 180O, serta dilengkapi dengan
sepasang garis lurus sebagai dua lengan petunjuk.

128 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3) Bila tanda penunjuk untuk pengukuran pada anggota bisa dipastikan,


maka penggunaan goniometer disa dianggap akurat.
4) Bila petunjuk penonjolan tulang tak bisa ditentukan sebab terbungkus
jaringan lunak yang berlebihan atau sebab-sebab lain, maka penggunaan
goniometer bisa tidak akurat lagi.
5) Penggunaan goniometer hendaknya disesuaikan dengan keadaan anggota
yang diukur.
c.

Perkiraan derajat gerakan sendi :


1) Perkiraan derajat gerakan sendi tidak bisa ditentukan secara pasti, sebab
luasnya variasi individu-individu yang berbeda-beda pertumbuhan fisik
dan usianya. Perkiraan berikut adalah sekadar sebagai petunjuk dan
bukan sebagai standar.
2) Anggota penderita yang berlawanan / normal barangkali bisa dianggap
sebagai standar normal yang terbaik. Dalam keadaan anggota yang
berlawanan cedera atau bahkan tidak ada, petunjuk ini diharapkan
berguna. Empat sumber diambil sebagai bahan pertimbangan, perkiraan
rata-rata yang dituliskan.
3) Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah
adalah sebagai berikut :
a) Kolom (1)
b) The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal
American Association, Feb 15, 1958.
c) Kolom (2)
d) The commite of the California Medical Association and Industrial
Accident Commision of the State of California 1960.
e) Kolom (3)
f) A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec,
1920.
g) Kolom (4)
h) International Standard Orthopaedic Measurement,

5. Dokumen terkait : Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.


6. Acuan : Buku . . . . .
129 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

7. Lampiran :
7.1. Tabel rata-rata gerak sendi
7.2. Pengukuran ROM.

1.

Sendi Bahu
a. Flexi dan extensi
Pada saat gerakan flexi depan dan extensi belakang, di situ mulailah timbul
gerakan scapula dan clavicula.
b. Elevasi
Gerakan shoulder girdle ke atas disebut elevasi dan sebaliknya disebut
depresi, bisa diukur dalam derajat. Gerakan melingkar pada shoulder girdle
memang ada tetapi tidak bisa diukur secara pasti. Hal ini bisa diperkirakan
dengan membandingkan kepada individu lain yang mempunyai kesamaan
dalam umur dan fisik.
c. Rotasi
Biasanya pengukuran rotasi sendi bahu bisa dikerjakan dalam 2 posisi.
Pertama dengan lengan di samping badan, kedua dengan lengan abduksi 90O.
rotasi bisa juga diukur dalam berbagai posisi pada bidang vertical dan
horizontal atau persilangan koordinat.
1) Rotasi dengan lengan di samping badan.
Rotasi ke dalam dan keluar dicatat dalam derajat dimulai dari posisi
netral.
Rotasi ke dalam

: 0 (40 90).

Rotasi ke luar

: 0 (40 90).

2) Rotasi dengan lengan abduksi 90O.


Rotasi di sini lebih kecil daripada bila lengan di samping badan. Diukur
dalam derajat dimuai dari Z.S.P. :
Rotasi ke dalam

: 0 70.

Rotasi ke luar

: 0 90.

3) Suatu metode klinis dengan perkiraan fungsi ialah dengan mengitung


jarak dari pada ujung ibu jari ke arah mencapai scapula yang
berseberangan atau basis tengkuk, atau menghitung tingginya ruas
vertebra yang bisa dicapai oleh ujung ibu jari.
130 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

d. Gerakan glenohumeral
Perlu dibedakan gerakan glenohumeral murni dengan yang diikuti gerakan
scapulothoracal. Gerakan lengan ke atas ke bawah pada bahu dari 0 180O
dikombinir secara halus antara gerakan jurni glenohumeral plus rotasi
daripada scapula ke atas dan ke depan pada dinding dada, disebut gerakan
scapulothoracal.
1) N.S.P. (Z.S.P.) dengan lengan lurus di samping badan.
2) Gerakan glenohumeral murni bisa ditujukan dengan satu tangan
memfixasi scapula tangan lain mengangkat lengan ke atas secara pasif.
3) Gerakan kombinasi dengan scapulothoracal. Rotasi daripada scapula ke
atas dan ke depan pada dinding dada memungkinkan lengan mencapai
lebih jauh ke atas normalnya ialah 180O.
2.

Sendi Siku
Z.S.P

: Extensi siku dengan lengan bawah lurus

Gerakan

: Flexi 0 (135 150), (kecuali ada hiperextensi siku).


Extensi (150 135) 0.

3.

4.

Lengan Bawah
Z.S.P

: Lengan bawah posisi vertical dan siku flexi 90O

Gerakan

: Pronasi 0- (80 90)

Sendi Pergelangan Tangan


Z.S.P

: Pergelangan extensi lurus segaris dengan lengan bawah

Gerakan

: Flexi

: 0O-80O

Extensi

: 0O-70O

Radial deviasi

: 0O-20O

Ulnar deviasi

: 0O-30O

Rotasi sirkumdaksi tak dapat diukur secara tepat.


5.

Sendi Ibu Jari Tangan


a. Abduksi dan sirkumdaksi
ZSP

Ialah posisi anatomis, siku supinasi, ibu jari merapat lurus


pada jari telunjuk

Gerakan

Abduksi dan sirkumduksi diukur pada saat yang tepat


dibentuk oleh

tulang metacarpal ibu jari dengan jari

telunjuk. Gerakan ini bisa terjadi pada 2 bidang ialah :


131 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

1) Gerakan abduksi pada bidang yang membentuk sudut


dengan bidang telapak tangan sehingga ibu jari
menunjuk ke atas.
2) Gerakan abduksi sejajar dengan bidang telapak tangan
disebut juga abduksi-extensi. Jarak gerakan ini berkisar
: 0 (50 70)
b. Oposisi
ZSP

: Extensi ibu jari

Gerakan

Merupakan kombinasi dari 3 gerak dasar ialah abduksi,


rotasi dan flexi.

Gerakan ini dianggap penuh / normal apabila ujung ibu jari menyentuh
ujung jari ke V, atau ujung ibu jari menyentuh basis metacarpal jari V.
gerakan ini bisa diukur dalam centimeter.
c. Flexi
Z.S.P

: Extensi ibu jari / lurus

1) Flexi sendi interphalang berkisar (0-80)


2) Flexi sendi metacarpophalangeal berkisar (0-50)
3) Flexi sendi carpometacarpal berkisar (0-15)
6.

Gerakan Jari-jari Tangan


Z.S.P

: Extensi jari-jari sejajar satu dengan yang lain segaris dengan


bidang punggung tangan dan pergelangan tangan.

a. Flexi distal interphalang

: 0 (70 90)

b. Flexi middle interphalang

: 0 100

c. Flexi proximal interphalang

: 0 90

d. Gerakan distal dan middle interphalang ini dapat diukur dengan


menggunakan penggaris, menghitung jarak ujung kuku dan telapak tangan.
e. Extensi dan hiperextensi
Gerakan extensi normal terjadi pada sendi metacarpophalangeal sedang
tidak normal terhadi pada sendi proximal dan distal interphalang. Extensi
sendi proximal/ metacarpophalangeal berkisar 0 45.
f. Abduksi dan Adduksi

132 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Z.S.P.

: Extensi jari-jari tangan saling sejajar dan merapat satu dengan


lainnya.

Gerakan abduksi dan adduksi pada bidang telapak tangan ialah menjauh dan
mendekat pada garis tengah, diukur dengan sentimeter dari ujung jari
telunjuk s/d jari V, masing-masing direnggangkan diukur dari ujung ke ujung
masing-masing jari.
7.

Gerakan Cervical Spine


Z.S.P.

: Berdiri atau duduk dalam posisi anatomi

a. Flexi dan Extensi


Gerakan ini biasanya dihitung dalam derajat, atau dalam sentimeter yaitu :
jarak antara dagu dan dada. Luas gerakan sebagai berikut :
Flexi

: 0 (30 45)

Extensi

: 0 (30 45)

b. Flexi lateral

: 0 (40 45)

Gerakan ini juga dihitung dalam derajat atau juga dalam sentimeter yaitu :
Jarak antara daun telinga dan sendi bahu.
c. Rotasi

: 0 (30 60)

Gerakan ini dihitung dalam derajat dari posisi netral, atau dalam prosentase
gerakan sebagai perbandingan antara individu-individu yang mempunyai
kesamaan dalam umur dan pertumbuhan fisik.
8.

Thorax dan Lumbal


a. Flexi

: 0 (80 90)

Sulit untuk mengukur dengan tepat gerakan yang terjadi. Hal ini disebabkan
karena : Jaringan lunak yang menyelimuti vertebra, bentuk normal dari
kelengkungan vertebra, variasi gerakan yang berbeda pada setiap bagian
dan keikutsertaan gerakan sendi panggul.
Z.S.P.

: Berdiri posisi anatomi

Ada 4 macam cara untuk mengukur :


1) Menghitung derajat inclinasi ke depan terhadap sumbu longitudinal
badan. Pemeriksa memfixasi sendi panggul. Hilangnya lordosis juga
akan tampak.
2) Menghitung jarak level ujung kiri dengan tungkai, yaitu jarak ujung jari
dengan patella atau jarak ujung jari dengan pertengahan tulang kering.

133 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3) Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.


4) Dengan metoda pengukuran memakai pita logam atau plastic / midlin.
Metode pengukuran midlin / pita meteran
Cara ini mungkin lebih tepat untuk pengukuran flexi pada tulang
punggung. Midlin dapat mengikuti kelengkapan tulang vertebra dengan
baik. Pada waktu berdiri diukur dari processus spinosus C7 sampai S1.
Pada .posisi membungkuk kecengkungan lumbal akan berubah menjadi
cembung dan processus spinocus akan merenggang. Hal ini dapat dilihat
dengan bertambah panjangnya pita pengukur / midlin.
Pada gerakan flexi orang dewasa normal rata-rata bertambah 4 inchi /
10 cm. Bila penderita membungkuk dengan punggung tetap lurus,
seperti spondylitis rheumatica, midlin tidak mencatat perubahan.
Gerakan thorax dapat dihitung dari processus spinosus C7 sampai Thl2
sampai S1. Biasanya bila flexi bertambah 4 inchi / 10 cm, maka 1 inchi /
2,5 cm terjadi pada thorax dan 3 inchi / 7,5 cm pada lumbal.
b. Flexi Lateral

: 0 (20 30)

Penggaris / pita pengukur ditahan vertical kuat dan lurus, akan membantu
pengukuran. Dengan ini dapat ditentukan :
1) Derajat lateral inclinasi dari tubuh, atau
2) Dengan menentukan posisi processus Spinosus C7 terhadap pelvis.
3) Menentukan level lumbal sebagai basis gerakan ke lateral. Level ini dapat
di lumbosacral atau lebih tinggi dan bisa bervariasi dari kanan ke kiri
pada penderita yang sama.
4) Dengan sendi lutut sebagai titik ukur, dihitung jarang ujung jari dengan
sendi lutut, pada lateral flexi.
5) Posisi berdiri.
Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
c. Extensi
Extensi dapat diukur dengan penderita berdiri maupun tidur tengkurap
pada alas yang keras.
1) Pada waktu berdiri, extensi : 0 30O
2) Pada tidur tengkurap, extensi dapat diukur melalui processus spinosus C7
: 0 20O.

134 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3) Posisi berdiri
Selain dalam derajat juga dapat dalam sentimeter yaitu jarak antara
processus spinosus C7 dengan spina illiaca posterior superior (SIPS).
d. Rotasi : 0 (30 45)
Pada gerakan rotasi, pelvic harus difixasi dengan kedua tangan pemeriksa
dan penderita. Diinstruksikan untuk memutar ke kanan dan kiri. Gerakan ini
dapat diukur dalam derajat, atau prosentase dari gerakan dibandingkan
dengan individu lain yang sepadan dalam umur dan pertumbuhan fisik. Bisa
juga dengan menggunakan midlin, yaitu dengan posisi duduk kedua panggul
dan lutut flexi 90O kedua tangan menyilang dada di atas bahu. Diukur jarak
antara prominensia posterior clavicula kiri ke trochantor mayor kanan
untuk gerakan rotasi kanan, atau sebaliknya untuk rotasi kiri.
9.

Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru, disebabkan mangkuk sendinya lebih
dalam bentuknya dibandingkan sendi bahu, maka jarak gerak sendi ini lebih
kecil. Pengukuran sendi dengan dilakukan posisi tengkurap atau terlentang
dibandingkan dengan sendi bahu, pengukurab gerak hanya dilakukan pada satu
sisi saja karena apabila gerkan sendi panggul kanan-kiri bersama-sama akan
diikuti gerakan rotasi pelvic.
a. Flexi
Z.S.P.

: Untuk panggul kanan : terlentang di atas meja datar dan


keras, panggul yang berlawanan (kiri) posisi flexi penuh.

Gerakan flexi dihitung dari 0 (100 120). Dengan fixasi pada crista iliaca
untuk mengetahui saat kapan dimulai gerakan rotasi pelvic. Keterbatasan
gerak flexi dituliskan seperti halnya pada sendi siku dan lutut sebagai
berikut :
1) Flexi panggul dari derajat ke 30 menuju 90 dituliskan (30 90).
2) Di sini panggul mempunyai kecacatan dalam flexi 30 dengan mampu
bergerak flexi lebih jauh ke 90 derajat.
b. Extensi
Z.S.P.

Tengkurap di atas tempat tidur yang datar dan keras.

135 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Gerakan

Gerakan ke atas dari pada panggul diukur dalam derajat


dimulai dari Z.S.P.

Ada dua cara pengukuran yang biasa digunakan ialah :


1) Posisi tengkurap, bantal kecil ditaruh di bawah perut. Gerakan extensi
panggul dengan lutut lurus atau menekuk.
2) Posisi tengkurap tungkai yang diukur posisi netral (0O, Z.S.P.) dan lurus
pada lutut, tungkai yang berlawanan flexi panggul di luar bed menapak
di lantai. Dari posisi ini dilakukan gerak extensi panggul. Cara
pengukuran ini merupakan yang lebih tepat.
Jarak gerak sendi ini berkisar 0 (20 30).
c. Rotasi
Diukur pada posisi flexi dan extensi.
1) Rotasi dalam flexi
Z.S.P.

Tidur terlentang, lutut dan panggul 90O, pada posisi tegak


lurus dengan garis transversal yang ditarik melewati SIAS
kanan-kiri pelvic.

a) Inward rotasi (internal rotasi) 0 45O


Diukur dengan memutar tungkai bawah menjauhi line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
b) Outward rotasi (external rotasi) = 0 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah mendekati line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
2) Rotasi dalam extensi
Z.S.P.

Tidur tengkurap lutut 90O dengan garis transversal yang


ditarik melewati SIAS kanan-kiri pelvic.

a) Inward rotasi = 0 (20 45O)


Memutar tungkai bawah ke arah luar.
b) Outward rotasi = 0 (45 50)O
Pengukuran dilakukan dengan memutar tungkai bawah ke arah
dalam.
Rotasi dalam extensi ini dapat juga dikerjakan pada posisi terlentang.
d. Abduksi Dan Adduksi
Z.S.P.

Tidur terlentang tungkai extensi.

136 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Abduksi

Gerakan extremitas ke arah luar dimulai dari Z.S.P : 0 (40


55)O.

Adduksi

tungkai yang berlawanan dengan yang diukur dievaluasikan


beberapa derajat untuk memberi gerak adduksi. Berkisar : 0
(20 45)O

Abduksi posisi flexi :


Dapat diukur pada setiap derajat posisi flexi hip, tapi biasanya pada flexi 90O.
10. Sendi Lutut
Sendi lutut merupakan sendi peluru / sanguardi, dimana gerakan primernya
adalah gerak flexi. Sedangkan geraan kebalikan dari flexi menuju ke Z.S.P.
adalah gerak extensi.
Gerakan yang melebihi Z.S.P. adalah gerak yang tidak alamiah yang disebut
hiperextensi. Sedangkan gerakan alamiah rotasi tibis terhadap condylus
femoralis dalam posisi flexi maupun extensi dapat terjadi dalam derajat yang
kecil dan tidak dapat diukur secara akurat.
a. Flexi
Z.S.P.

Posisi extensi lutut, penderita tidur terlentang atau


tengkurap.

Flexi

Diukur dari Z.S.P. : 0 (120 145)O

b. Pengukuran keterbatasan gerak sendi lutut sama halnya dengan sendi siku
dan panggul.
1) Flexi lutut dari 30O sampai 90O, dituliskan sebagai (30 90)O
2) Di sini lutut mempunyai kecacatan dalam flexi 30O dengan mampu
bergerak flexi lebih jauh ke 90O.
11. Sendi Pergelangan Kaki
Merupakan sendi pelana dengan komponen gerak primernya flexi dan extensi
pada sendi tibiotalar. Terdapat pula beberapa derajat gerakan sendi ke arah
lateral dengan posisi pergelangan kaki dalam plantar flexi. Gerakan sendi kaki
diukur dalam posisi lutut flexi dalam tujuan merelaxasi tendi achiles.

137 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Z.S.P.

Tungkai bawah posisi relax menekuk pada lutut, telapak


kaki membentuk sudut 90O terhadap cruris.

a)

Extensi (Dorsi flexi) dan flexi (plastal flexi) :


Diukur dalam derajat dari Z.S.P. atau diukur dalam prosentase
gerakandibandingkan dengan pergelangan kaki yang berlawanan.
Extensi berkisar

: 0 (15 20)O

Flexi berkisar : 0 (40 50)O


12. Gerakan Kaki
Gerakan pada kaki merupakan gerakan gabungan yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Bagian depan kaki

: Sendi subtalar.

1) Sendi Subtalar
Di sini didapatkan gerakan pasif
Z.S.P.

Tumit berada pada satu garis lurus dengan garis tengah


tibia.

a)

Inversi : 0 50
Tumit digenggam kuat-kuat dan digerakkan secara pasif ke arah
dalam / medial, gerakan ini diukur dalam derajat atau prosentase
gerak.

b)

Eversi : 0 50
Dengan teknik sama dilakukan gerakan pasif ke arah luar / lateral.

b. Bagian belakang kaki

: Sendi midtarsal.

2) Sendi Midtarsal
Z.S.P.

Axis dari kaki yaitu pada jari II, segaris dengan axis
panjang ditarik sepanjang tulang tibia dari ankle ke lutut.

a) Gerakan Aktif Inversi : 0 (30 35)O


Gerakan aktif ke arah medial. Gerakan ini terdiri dari pronasi,
abduksi dan dorsal flexi.
b) Gerakan Pasif Inversi

138 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Gerakan dikerjakan ke arah lateral secara pasif sesuai dengan gerak


aktif. Gerak ini gabungan dari pronasi, abduksi dan sedikit dorsal
flexi.
c) Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi : (0 10)O dan (0 20)O.
Gerakan

ini

dikerjakan

dengan

menggunakan

tumit

dan

menggerakkan bagian depan ke arah medial dan lateral, gerakan


diusahakan dalam satu bidang datar telapak kaki.
13. Gerakan Ibu Jari Kaki
a. Flexi dan Extensi
Z.S.P.

Extensi jari I segaris dengan garis khayal yang ditarik


melewati tulang metatarsal I.

Gerak flexi extensi terdapat pada sendi metatarsophalang, sedang pada sendi
interphalang hanya didapatkan flexi saja.
b. Metatarsophalangeal

: Flexi 0 (30 45)O

c. Interphalangeal

: Flexi 0 (30 90)O

Extensi : 0 (50 70)O

d. Hallux Valgus.
Derajat deformitas jari I yang mengalami salah bentuk, diukur dalam derajat
pada sudut yang dibentuk oleh garis abduksi metatarsal I dengan garis adduksi
dari phalang proximal dan distal jari I.
14. Gerakan Jari-Jari Kaki
a. Jari II s/d V
Gerakan flexi terdapat pada sendi-sendi distal, tengah dan proximal. Sedang
gerak extensi terdapat pada sendi metatarsophalangeal. Gerakan ini diukur
dalam derajat.
Flexi sendi distal

: 0 (50 60)O

Flexi sendi middle

: 0 (35 40)O

Flexi sendi m.p

: 0 40O

b. Abduksi dan adduksi


Z.S.P.

Jari-jari lurus dengan jari II sebagai axis = 0O

Abduksi

Gerakan menjauhi jari II sebagai axis, sedangkan


adduksi ialah gerakan merapat pada jari II.

139 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

SUMBER
SENDI

(1)

(2)

(3)

(4)

RATA-RATA

150

135

150

150

146

Pronation

80

75

50

80

71

Supination

80

85

90

80

84

Extension

60

65

90

70

71

Flexion

70

70

80

75

Ulnar Dev.

30

40

30

30

33

Radial Dev.

20

20

15

20

19

55

50

70

80

75

90

80

81

60

50

50

50

53

14

15

ELBOW
Flexion
Hyperextension
FOREARM

WRIST

THUMB
Abduction
Flexion :

- I-P Jt
3) N-P
4) N-C

58

140 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FINGERS
Flexion :
Distal Jt.

70

70

Middle Jt.

100

Proximal Jt.

90

90

90

80

100

100

100

90

90

90

Distal

Middle Jt.

45

45

45

130

180

158

135

135

Extension :

Proximal Jt.
SHOULDER
Forward Flexion

150

170

Horiozontal Flexion
Backward Extension

40

30

80

60

53

Abduction

150

170

180

180

170

Adduction

30

45

75

50

141 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rotation Arm at side :


Int. Rot.

40

60

90

80

68

Est. Rot.

90

80

40

60

68

Int. Rot.

45

45

Ext. Rot.

45

45

Rotation Arm in Abd (90O) :

Rot. In Extension :
Int. Rot.

40

35

20

45

35

Ext. Rot.

50

50

45

30

31

Abduction :
In 90O of Flexion

45 to 60
(Depending on age)

SENDI

KNEE
Flexion

(1)

120

(2)

135

(3)

(4)

RATA2

145

135

134

10

10

10

Hyperextension

142 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

ANKLE
Flexion (Plantar Fl.)

40

50

50

50

46

Extension (Dorsi Fl.)

20

15

15

20

18

Inversion

Eversion

HIND FOOT (Subtalar)

FORE FOOT
Inversion

30

35

35

33

Eversion

20

20

15

18

30

90

60

Extension

Flexion

30

35

45

37

extension

50

70

70

63

50

60

55

40

35

38

30

40

35

40

40

TOES
Great Toe
I.P. Jt.

Flexion

Proximal Jt.

2nd to 5th Toes


flexion
- Distal Jt
Middle Jt.
Proximal Jt.
Extension

40

40

143 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Keterangan :
Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah adalah sebagai
berikut :
1. Kolom (1)
The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal American
Association, Feb 15, 1958.
2. Kolom (2)
The commite of the California Medical Association and Industrial Accident
Commision of the State of California 1960.
3. Kolom (3)
A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec, 1920.
4. Kolom (4)
International Orthopaedic Measurement (ISOM), . . . .

III.3.
MANUAL MUSCLE TESTING.

1. Pengertian :
Pemeriksaan dan pengukuran kekuatan otot rangka dengan palpasi tangan
2. Data diperoleh :
a

Nilai kekuatan otot.

Karakterisitik otot : tonus, panjang, termor, klonus.

3. Peralatan yang digunakan :


a

Bed pemeriksaan/tindakan.

Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.

Meteran gulung.

Formulir MMT.

Alat tulis.

144 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a.

Tiap kelompok otot sedikitnya 3 x kontraksi sehingga testing ini memerlukan


waktu 15-60 menit.
1) Indikasi a, pelaksanaan : 1 kali sebelum terapi dan sesudah seri terapi.
2) Indikasi b, pelaksanaan : 1 kali sebelum operasi, dan sesudah operasi
menurut instruksi dokter atau menurut kebutuhan.
3) Indikasi c, d, e, pelaksanaan : 1 kali sebelum tindakan, dan pengontrolan 3
bulan 1 kali.

b.

Tingkat Kekuatan Otot : 6 Golongan.


1) Normal (N = 100% = Nilai 5).
Otot mampu berkontraksi menggerakkan sendinya pada R.O.M yang penuh
dengan melawan gravitasi ditambah tahanan tangan yang penuh.
2) Baik (Good = G = 75% = Nilai 4).
Otot mampu berkontraksi menggerakkan sendinya pada R.O.M yang penuh
dengan melawan gravitasi ditambah tangan secukupnya / tidak penuh.
3) Cukup (Fair = F = 50% = Nilai 3).
Otot mampu berkontrakso dan menggerakkan sendi serta dapat melawan
gravitasi.
4) Kurang (Poor = P = 25% = Nilai 2).
Otot mampu berkontraksi dan menggerakkan sendi dengan bantuan.
5) Trade = T = 10% = Nilai 1
Otot mampu berkontraksi tetapi tidak mampu menggerakkan sendi.
6) Otot kosong (0% = Zero = Nilai 0).
Otot tidak mampu berkontraksi.

c.

Karakter otot :
1) Ditambahkan dalam nilai otot :
2) Spastis
3) Kontraktur
4) Flacid
5) Tremor
6) Klonus.
7) Ruptur tendon

145 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

8) Ruptur serabut otot.


5. Lampiran :
5.1

Posisi dan lokasi otot.

5.2

Formulir uji kekuatan otot.

6. Dokumen terkait :
7. Referensi :

POSISI

LOKASI / SENDI

KELOMPOK OTOT

MACAM NILAI

1. Leher

Extensor

Semua nilai

2. Trunk (badan)

Extensor

Semua nilai

3. Scapula

a. Adduktor & Dawn ward

(belikat)

Rotator
b. Adduktor
c. Elevator
d. Depsesor

II. Tiduran

Nilai 5, 4 & 3
Nilai 5, 4 & 3
Nilai 2, 1 & 0
Semua nilai

Tengkurap
4. Shoulder
(bahu)

a. Extensor
b. Horizontal ABD
c. Lateral Rotator
d. Medial Rotator

Semua nilai kecuali 2


Nilai 5, 4, & 3
Semua nilai
Semua nilai

III. Tiduran
Miring

5. Hip (Panggul)

Extensor

Semua nilai kecuali 2

6. Knee (Lutut)

Flexor

Semua nilai kecuali 2

1. Shoulder

a. Flexor s/d 90O

Nilai 2

(bahu)

b. Extensor

146 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Nilai 2

2. Panggul (Hip)

a. Flexor
b. Extensor
c. Abduktor
d. Adduktor

Nilai 2
Nilai 2
Nilai 5, 4, 3
Nilai 5, 4, 3

3. Knee (Lutut)

a. Flexor
b. Extensor

4. Pergelangan
kaki

a. Plantar Flexor
b. Inventor
c. Evertor

Nilai 2
Nilai 2
Nilai 2, 1 & 0
Nilai 5, 4, 3
Nilai 5, 4, 3

147 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

LOKASI / SENDI

POSISI

KELOMPOK / SENDI

1. Trunk (Badan)

Rotator

2. Scapula

a. Adduktor & Dawn ward

(Belikat)

rotator
b. Adduktor
c. Adduktor
d. Elevator

MACAM NILAI
Nilai 2

Nilai 2, 1, & 0
Nilai 2, 1, & 0
Nilai 2, 1, & 0
Nilai 5, 4, & 3

3. Shoulder
IV. Duduk di Bed
kedua

(Bahu)

a. Flexor s/d 90O


b. Abduktor s/d 90O
c. Horizontal Abduktor

tungkai

d. Horizontal Adduktor

berjuntai

Nilai 5, 4, & 3
Nilai 5, 4, & 3
Nilai 2, 1, & 0
Nilai 2, 1, & 0

4. Elbow (Siku)

a. Flexor
b. Pronator & Supinator

5. Wrist

a. Flexor

(pergelangan

b. Extensor

tangan)

c. Ulnar Diviator
d. Radial Diviator

Nilai 5, 4, & 3
Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai

148 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

6. Jari-jari tangan

a. Flexor
b. Extensor
c. Abduktor
d. Adduktor

Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai

7. Ibu jari tangan

a. Flexor
b. Extensor
c. Abduktor
d. Adduktor

Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai

8. Hip (panggul)

a. Flexor
b. Lateral Ratator
c. Medial Ratator

Nilai 5, 4, & 3
Nilai 5, 4, & 3
Nilai 5, 4, & 3

9. Knee (Lutut)
10. Ankle

(perge- Dorsal Flexor

langan tangan)
Trunk (badan)
V.

Berdiri

Ankle

Extensor

Nilai 5, 4, & 3
Nilai 5, 4, & 3

Invertor

Nilai 5, 4, & 3

Elevator Plevis

Nilai 5, 4, & 3

(perge- Plantar flexor

Nilai 5, 4, & 3

langan tangan)

149 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

FORMULIR MANUAL MUSCLE TEST


LEFT

RIGHT
Examiners Initials
Date
Abductor-Serratus anterior
Adductor-middle trapezius

SCAPULA

SCAPULA
Adductors-Rhomoids
Depressor
Flexors
Extensor
Abductors
SHOULDER
Horizontal Abductors

SHOULDER
Horizontal Adductors
External rotators
Internal rotators
Flexors
ELBOW

ELBOW
Extensors
Supinators

FOREARM

FOREARM
Pronators
Flexors-radial deviation

WRIST

WRIST
Flexors-ulnar deviation

150 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Extensor radial deviation


Extersor ulnar deviation
Flexorsmetacarpophalangeal
Extensormetacarpophalangeal
FlexorFINGERS

proximalinterphalangeal

FINGERS

Flexor-distal
interphalangeal
Abductors
Adductors
Opponens-5th fingers
OPPONENS
Flexormetacarpophalangeal
ExtensorTHUMB

metacarpophalangeal
Flexor-interphalangeal
Extensor-interphalangeal
Abductors
Adductors
MEASUREMENTS

151 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

THUMB

Inspiration
CHEST

CHEST
Expiration
Umbilicus to Ant. Sup.

ABDOMEN

ABDOMEN

Spine
Circumference-mid. Calf
Circumference-mid. Thigh

LOWER

LOWER

Ant. Sup. Spine to in

EXTREMITY

EXTREMITY

malleous
Umbilicus to internal
malleolus

Cannot walk

Date

Walks with crutches

Date

Stands

Date

Walks with canes

Date

Date

Walks anaided

Date

Date

Climbs stairs

Date

Walks

with

braces
Walks with corset
Other Apparatus

Scoliosis and other deformiottes

Pengertian :
S= Spasm = Tegang.

C = Contracture = Mengkerut.

SS= Severe Spasm = Sangat Tegang.

CC = severe Contracture = Sangat mengkerut.

152 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

III. 4.
UJI KESEIMBANGAN

1. Pengertian :
Adalah pengujian untuk menilai tingkat keseimbangan pada berbagai posisi duduk
dan berdiri.
2. Data yang diperoleh :
a

Nilai keseimbangan berbagai posisi dengan nilai 4 untuk normal dan terendah
0.

Karakteristik posisi : perubahan garis gravitasi (alignment).

3. Peralatan yang digunakan :


a.

Bed pemeriksaaan/tindakan.

b.

Kursi dengan sandaran.

c.

Bangku / stool, tanpa sandaran.

d.

Cermin ukuran ukuran minimal : 60 x 180 cm2.

e.

Alat tulis.

4. Prosedur/Rincian aktifitas:
Fisioterapis dengan/atau tanpa tenaga pembantu, menguji keseimbangan
pasien/klien pada posisi-posisi :
a

Duduk tanpa disangga, kedua kaki menginjak lantai :

Duduk ke berdiri

Berdiri tanpa disangga

Berdiri ke duduk

Bergeser posisi duduk.

Berdiri mata tertutup.

Berdiri kedua kaki rapat

Meraih benda tangan lurus kedepan.

Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan kiri :

Berputar 360 derajad

Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian

Berdiri satu kaki didepan

Berdiri satu kaki

153 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Jumlah nilai dapat digunakan sebagai evaluasi awal, tengah, akhir dan prognosis
tindakan terapi.

5. Dokumen terkait :
6. Referensi :

154 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Lampiran.
III. 4.1.
FORMULIR UJI KESEIMBANGAN
Teknik Terpilih :
Berg Balance Sdale.

Nama

Diagnosis Ft :

Tgl. Lahir/Umur :
Diagnosis Medis:

No

Tgl. Pemeriksaan :

KRITERIA

Duduk tanpa disangga, kedua kaki menginjak lantai :


a) Instruksi : Silahkan duduk kedua tangan dilipat diadada 2 menit.
b) Nilai :
(4) Bertahan stabil mandiri 2 menit.
(3) Bertahan 2 menit dengan pengawasan.
(2) Bertahan 30 detik.
(1) Bertahan 10 detik.
(0) Tanpa penyangga tidak mampu bertahan 10 detik.

155 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

NILAI

KET.

Duduk ke berdiri
a. Instruksi : Silahkan berdiri dari duduk.
b. Nilai :
(4) Bangkit berdiri tanpa bentuan.
(3) Bangkit berdiri dengan bantuan tangan sendiri.
(2) Bangkit berdiri dengan bantuan tangan sendiri setelah
beberapa kali mencoba.
(1) Bangkit berdiri seimbang dengan bantuan minimal.
(0) Bantuan sedang sampai maksimal untuk bengkit berdiri.

Berdiri tanpa disangga


a. Instruksi : Silahkan tetap berdiri tanpa pegangan selama 2 menit.
b. Nilai :
(4) Berdiri stabil 2 menit.
(3) Berdiri stabil 2 menit dengan pengawasan.
(2) Berdiri stabil 30 detik.
(1) Berdiri stabil 30 detik setelah mencoba beberapa kali.
(0) Tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan.

Berdiri ke duduk
a. Instruksi : Pada posisi berdiri, dipersilahkan duduk.
b. Nilai :
(4) Duduk tanpa menggunakan tangan sendiri, tanpa bantuan.

156 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

(3) Duduk dengan menggunakan tangan sendiri untuk kendali


gerak turun.
(2) Duduk dengan menggunakan tungkai bagian belakang
menempel kursi.
(1) Duduk tanpa bantuan dengan gerak turun tidak terkendali.
(0) Memerlukan bantuan untuk duduk.

Bergeser posisi duduk.


a. Instruksi :

Kursi, bed/bangku yang sama tinggi dirapatkan,

silahkan pindah dari bed/bangku kekursi atau sebaliknya.


b. Nilai :
(4) Berpindah tanpa menggunakan tangan dan tanpa bantuan.
(3) Berpindah dengan menggunakan tangan sendiri.
(2) Berpindah dengan menggunakan tangan sendiri dan bantuan
stimulasi verbal.
(1) Berpindah dengan bantuan 1 orang.
(0) Berpindah dengan bantuan 2 orang.

Berdiri mata tertutup.


a. Instruksi : Silahkan berdiri dan tutup mata 10 detik.
b. Nilai :
(4) Berdiri stabil 10 detik.

157 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

(3) Berdiri 10 detik dengan pengawasan.


(2) Berdiri 3 detik.
(1) Berdiri tidak dapat menutup mata 3 detik.
(0) Perlu bantuan untuk tetap berdiri.

Berdiri kedua kaki rapat


a. Instruksi : Silahkan berdiri dan rapatkan kedua kaki.
b. Nilai :
(4) Berdiri merapatkan kedua kaki 1 menit.
(3) Berdiri merapatkan kedua kaki 1 menit dengan pengawasan.
(2) Berdiri merapatkan kedua kaki 30 detik.
(1) Berdiri merapatkan kedua kaki 15 detik dengan bantuan
pengaturan posisi.
(0) Tidak mampu berdiri 15 detik dengan merapatkan kedua kaki.

Meraih benda tangan lurus kedepan.


a. Instruksi :
- Berdiri tegak tanpa bantuan disamping bidang sagital/papan
untuk proyeksi ukuran jarak.
- Angkat kedua lengan lurus horisintal kedepan (flexi shoulder 90
derajad), proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (X)
pada bidang/papan sagital disamping badan.

158 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

- Raihlah kedepan sejauh mungkin dengan mencondongkan


badan, proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (Y)
pada bidang/papan sagital disamping badan.
b. Nilai :
(4) Meraih kedepan dengan jarak X Y lebih dari 25 senti meter.
(3) Meraih kedepan dengan jarak X Y lebih dari 12 senti meter.
(2) Meraih kedepan dengan jarak X Y lebih dari 5 senti meter.
(1) Meraih kedepan dengan pengawasan.
(0) Hilang keseimbangan ketika berusaha meraih kedepan.

Memungut benda dilantai pada posisi berdiri.


a. Instruksi :
- Berdiri tegak
- Benda diletakkan didepan kedua kaki, dipersilahkan mengambil
benda tersebut.
b. Nilai :
(4) Mengambil dengan mudah dan stabil.
(3) Mengambil dengan pengawasan
(2) Mengambil dengan benda diletakkan sejauh 2,5 5 sentimeter
didepan kaki.
(1) Tidak dapat mengambil, mampu/berani mencoba dengan
pengawasan.

159 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

(0) Tidak mampu/berani mencoba.


10

Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan kiri :


a.

Instruksi

Letakkan

bneda

dipersilahkan melihat benda

dibelakang

tubuh

subyek,

tersebuit dengan menengok

kebelakang melalui bahu kanan kemudian kiri.


b. Nilai :
(4) Mampu melihat benda dibelakang dari dua sisi dengan posisi
berdiri stabil.
(3) Mampu melihat benda dibelakang dari satu sisi, sisi lain tidak
stabil.
(2) Mampu melihat kebelakang dari satu sisi, memerlukan
pengawasan.
(1) Mampu melihat kebelakang dari satu sisi, dengan bantuan
penyanggaan.
(0) Tidak mampu/berani mencoba melihat kebelakang.

11

Berputar 360 derajad


a. Instruksi : Putar membalik kebelakang dengan siklus pebuh
sampai keposisi semula, istirahat, putar membalik gerak yang
sama arah yang lain ke posisi semula.
b.Nilai :
(4) Mampu memutar 360 derajat pada dua arah, stabil, waktu 4
detik.
(3) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu 4 detik.
(2) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu lebih

160 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

dari 4 detik.
(1) Mampu memutar 360 derajat satu arah, dengan pengawasan
ketat atau perintah berturutan.
(0) Memerlukan bantuan penuh selama memutar.
12

Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian


a. Instruksi : Letakan stool yang berukuran setinggi lutut, angkat
kaki menginjak (step) papan atas stool, bergantian kanan dan kiri
masing-masing 4 kali.
b. Nilai :
(4) Mampu berdiri stabil, mengerjakan 8 step, waktu 20 detik.
(3) Mampu berdiri stabil, mengerjakan 8 step, waktu lebih dari 20
detik.
(2) Mampu berdiri mengerjakan 4 step, dengan pengawasan.
(1) Mampu berdiri mengerjakan 2 step, dengan bantuan minimal.
(0) Membutuhkan bantuan maksimal untuk mencoba, atau tidak
mampu/berani mencoba.

13

Berdiri satu kaki didepan


a. Instruksi :
Letakkan satu kaki didepan kaki yang lainnya, bertahanlah
berdiri.
b. Nilai :
(4) Mampu meletakkan satu kaki didepan kaki yang lain ujung
jempol kaki menyentuh tumit kaki depan, stabil, waktu 30

161 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

detik.
(3) Mampu meletakkan kaki berjarak 1 kaki didepan kaki yang
lain, stabil, waktu 30 detik
(2) Mampu meletakkan kaki berjarak 1langkah pendek didepan
kaki yang lain, stabil, waktu 30 detik
(1) Membutuhkan bantuan untuk meletakkan kaki. Dapat
bertahan 15 detik.
(0)

Hilang

keseimbangan

saat

mencoba

mengangkat

memposisikan kaki.

14

Berdiri satu kaki


a. Instruksi : Berdiri satu kaki dan bertahanlah.
b. Nilai :
(4) Mampu bertahan stabil 10 detik.
(3) Mampu bertahan stabil kurang dari 10 detik.
(2) Mampu bertahan stabil 3 detik.
(1) Mampu bertahan kurang dari 3 detik.
(0) Tidak mampu mencoba, atau memerlukan bantuan maksimal.

JUMLAH NILAI

162 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Nilai : 43 56 (Normal)
Nilai : 29 42 (Fair)
Nilai : 15 28 (Weak)
Nilai : 0 14 ( Poor)

Hal-hal khusus :

Rekomendasi :

Tanda-tangan dan Nama Pemeriksa :

163 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

III. 5.
ANALISIS LANGKAH DAN BERJALAN.

1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dan analisis langkah dan berjalan
2. Data diperoleh :
a

Pola langkah dan berjalan.

Gerak tungkai.

Sikap tubuh.

3. Peralatan yang digunakan :


a

Lantai dilukis garis lurus sepanjang minimal 3 meter.

Cermin ukuran minimal 180 x 180 cm2.

Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.

Meteran gulung.

Goniometer.

4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a.

Analisis siklus langkah dan berjalan :


1) Analisis keseimbangan berjalan
2) Analisis waktu/ritme berjalan
3) Analisis jarak tiap langkah
4) Analisis pembebanan berat badan tiap siklus
5) Analisis gerak persegment.

b.

Analisis :
Siklus langkah terdiri dari :
Stance phase (40%)

Swing phase (60%)

Terminilogi Racho

Term. konvensional

Terminilogi Racho

Term. konvensional

1. Initial contact

Heel strike

Initial swing

Acceleration

Foot flat

Mid-swing

Mid-swing

Mid- stance

Terminal swing

Deceleration.

2. Loading response
3. Mid-stance
4. Terminalm stance

164 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5. Pre swing

Heel off
Toe off

1) Tahap I : Tumit memukul (Heel strike), untuk tungkai kanan yang


melangkah,
a)

Pandangan dari samping :

Kepala dan badan tegak, lengan kanan di belakang garis tengah


tubuh dengan siku lurus, lengan kiri ke depan dengan siku sedikit
menekuk

Panggul sedikit memutar ke depan

Lutut kanan lurus

Kaki kiri sedikit terputar keluar, sebesar 15 derajat bidang


sagital.

b) Pandangan dari depan :

Kepala dan badan tegak, kedua lengan terayun dengan sedikit


mereganggang dari pada tubuh

Psnggul sedikit miring ke bawah pada sebelah kanannya

Tungkai sedikit terputar keluar pada sendi pahanya

2) Tahap II : Posisi tengahan (Foot flat).


Pandangan dari samping :

Kepala dan badan tegak, kedua lengan sedikit merenggang dari


pada tubuh

Panggul sedikit miring ke bawah pada sebelah kanannya

Tungkai sedikit terputar pada sendi pahanya

3) Tahap III : Dorong angkat (Mid stance).


a)

Pandangan dari samping

Lengan kanan di depan garis tengah tubuh dengan siku sedikit


menekuk, lengan kiri ke belakang dengan siku melurus

Panggul terputar ke depan

Lutut kanan sedikit menekuk

165 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Pergelangan kaki plantar flexi

Jari-jari hiper extensi pada sendi metatarsophalangeal

b) Pandangan dari depan :

Kedua tangan terayun dengan sedikit meregangang pada tubuh,


siku kanan sedikit menekuk dan kiri melurus

Tungkai sedikit terputa keluar pada sendi pahanya

Telapan bagian tumit dan tengah tampak dan telapak bagian


depan menempel pada lantai

4) Tahap IV : Pertengahan mengayun (Heel off Toe off).


a)

Pandangan dari depan

Kepala dan badan tegak dan panggul sedikit miring turun

Tungkai pada garis vertikal gaya berat tubuh

Tungkai sedikit terputar ke dalam pada sendi pahanya

Kaki membentuk sudut terhadap tungkai dengan sedikit eversi

b) Pandangan dari samping :

Panggul sedikit berputar ke depan, kedua lengan mendekat pada


garis tengah tubuh

Lutut dan paha menekuk

Kaki sedikit terputar keluar terhadap tungkai.

5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :

166 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

SENDI
Hip

OTOT YG.AKTIF

DEVIASI GAIT

PENYEBAB

KEMUNGKINAN

MUSKULER

PENYEBAB LAIN.

Gluteus maximus /

Anterior pelvic

Hip extensor :

hamstrings / adductor

tilt

lemah

magnus

Gluteus medius / tensor


fascialata : mengontrol
gaya hip adduksi.

Badan condong
kebelakang

Knee
Ankle

SENDI

OTOT YG.AKTIF

DEVIASI GAIT

SENDI

OTOT YG.AKTIF

DEVIASI GAIT

PENYEBAB

KEMUNGKINAN

MUSKULER

PENYEBAB LAIN.

PENYEBAB

KEMUNGKINAN

MUSKULER

PENYEBAB LAIN.

167 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

SENDI

SENDI

OTOT YG.AKTIF

OTOT YG.AKTIF

DEVIASI GAIT

DEVIASI GAIT

PENYEBAB

KEMUNGKINAN

MUSKULER

PENYEBAB LAIN.

PENYEBAB

KEMUNGKINAN

MUSKULER

PENYEBAB LAIN.

168 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

D. Aplikasi Teknis/Teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,


elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Isi SPO tingkat IV
IV. 1

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO
INSTITUSI

Hal 1 dari 3

Judul: Short Wave Diathermy

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1 Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi
yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus
bolak balik frekuensi tinggi. Pemakaian SWD yang di perbolehkan adalah
frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz dan panjang gelombang 7,5
m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering
digunakan adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.
1.2 Indikasi
1.2.1

Beberapa jenis patologi seperti traumatologi dan rematologi dapat


dipercepat

penyembuhan

lukanya

dengan

pemberian

SWD

intermittern.
1.2.2

Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.

1.2.3

Kondisi peradangan sub acut dan chronic menggunakan SWD


continued.

1.2.4

Nyeri musculosceletal.

1.2.5

Ketegangan, perlengketan, pemendekan otot dan jaringan lunak.

1.2.6

Persiapan latihan atau senam.

169 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

1.2.7

Gangguan pada sistem peredaran darah.

1.3 Kontra Indikasi


1.3.1

Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.

1.3.2

Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.

1.3.3

Gangguan peredaran darah.

1.3.4

Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.

1.3.5

Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti

1.3.6

Mata, testis, luka dan exim basah.

1.3.7

Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).

1.3.8

Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,


Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.

1.3.9

Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)

1.3.10 Setelah X ray.


1.3.11 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.12 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.13 Faktor kalogenase
II.

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Short Wave Diathermy.

III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1

Pemanasan alat sekitar 5 menit.

3.1.2

Pilih elektrode dan metode yang akan digunakan


3.1.2.1

Through and through ( contra planar ) : area lokal dan


dalam.

3.1.2.2

Cross fire : area berongga.

3.1.2.3

Longitudinal/Co planar pada area dangkal, luas atau


memanjang.

3.1.3

3.1.2.4

Monopolar

: area lokal dan dangkal

3.1.2.5

Cable methode

: area silindris dan memanjang

Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.

170 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.4

Pastikan mesin ke ground

3.1.5

Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program


terapi dan tidak takut

3.1.6

Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra


indikasinya.

3.1.7

Posisi pasien comfortable

3.1.8

Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas

3.1.9

Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar

3.1.10 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.


3.1.10.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1x sehari selama 10x
3.1.10.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2x sehari selama 10x
3.1.10.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas, pengulangan
dan seri sama dengan kedua kondisi diatas. Waktu 15
menit.
3.1.11 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.12 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.13 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
3.2 Mengakhiri Terapi
3.2.1

Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap


hidup dengan dosis 0 (stand by stand).

3.2.2

Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan


darurat

3.2.3

Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang


timbul.

3.2.4

Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


4.1 KD-KL-002/Rev-02 : Petunjuk Umum Pelayanan Fisioterapi
4.2 KD-KL-003/Rev-02 : Etika Pelayanan fisioterapi
4.3 KD-KL-005/Rev-02 : Penjelasan Pelayanan Fisioterapi

171 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

172 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO
INSTITUSI

Hal 173 dari 3

Judul: Micro Wave Diathermy

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

II.

Disahkan oleh:
Direksi

Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan


gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi
tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
Indikasi
1.2.1 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.2 Kondisi peradangan sub acut dan chronic .
1.2.3 Nyeri musculosceletal.
1.2.4 Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan
lunak.
1.2.5 Persiapan latihan atau senam.
1.2.6 Gangguan pada sistem peredaran darah.
Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
1.3.9 Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.10 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.11 Setelah X ray.
1.3.12 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.13 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.14 Faktor kalogenase

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Micro Wave Diathermy.

173 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

III. PROSEDUR
3.1

Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Emitter ( electrode ) yang telah di pilih dipasang pada lengan
emitter dan dihubungkan ke mesin dengan kabel emitter. Emitter
bulat ,medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler
dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan emitter segi empat
medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan
paling padat di daerah tengah.
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta
kontra indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
3.1.11 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.11.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1 x sehari selama 10x
3.1.11.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1-2 x sehari selama 10x
3.1.11.3 Gangguan sistem peredaran darah.
Intensitas,
pengulangan dan seri sama dengan kedua kondisi diatas.
Waktu 15 menit.
3.1.12 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.13 Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran
emitter.
3.1.14 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.15 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing

3.2

Mengakhiri Terapi
3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin
tetap hidup dengan dosis 0 (stand by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam
keadaan darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang
timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula

174 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

175 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Terapi Ultrasonic

Hal 176 dari 3

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan


mekanisme getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek
klinik frekuensi yang digunakan antara 0,7 MHz 3 MHz, dengan intensitas
1 3 w / cm2

1.2

Indikasi
1.2.1
1.2.2

1.3

Kelainan/penyakit pada jaringan tulang, sendi dan otot.


Keadaan post traumatik seperti kontusio, distorsi, luxation dan
fractur. Kontra indikasi relatif selama 24-36 jam setelah trauma.
1.2.3 Rheumatoid arthritis stadium tak aktif.
1.2.3.1 Arthritis
1.2.3.2 M. Becherev ( Local )
1.2.3.3 Bursitis, capsulitis, tendinitis
1.2.4 Kelainan/penyakit pada persyarafan
1.2.4.1 Neuropathie
1.2.4.2 Panthoom pain
1.2.4.3 H N P
1.2.5 Kelainan/penyakit pada sirkulasi darah
1.2.5.1 M. Raynould
1.2.5.2 M. Buerger
1.2.5.3 Sudeck dystrofie
1.2.5.4 Oedema
1.2.6 Penyakit pada organ dalam
1.2.7 Kelainan pada kulit
1.2.8 Jaringan parut setelah operasi
1.2.9 Jaringan parut karena traumatic
1.2.10 Dupuytren contracture
Kontra Indikasi
1.3.1

Absolut.
1.3.1.1 Mata
1.3.1.2 Daerah jantung
1.3.1.3 Uterus pada wanita hamil

176 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

1.3.2

II.

1.3.1.4
1.3.1.5
Relatif
1.3.2.1
1.3.2.2
1.3.2.3
1.3.2.4
1.3.2.5
1.3.2.6
1.3.2.7

Epiphyseal plate
Testis
Hilangnya sensibilitas
Endoprothese
Tumor
Post traumatik
Tromboplebitis dan varices
Septis inflamation
Diabetis mellitus

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas ultra sonic.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1

3.2

Terapis melaksanakan assesment untuk menemukan masalah dan


menentukan program agar arus Ultasonic tepat mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Memilih Tranduser dinamis atau statis
3.1.5 Menentukan metode untuk mencegah luka bakar
3.1.5.1 Kontak langsung dengan medium oils (minyak), water oils
emulsions, aqueus-gel atau oinment (pasta)
3.1.5.2 Kontak tak langsung dengana Sub-aqual (dalam air) atau
Water pillow
3.1.6 Posisikan pasien comfortable
3.1.7 Area dibersihkan dengan sabun atau alcohol
3.1.8 Rambut yang terlalu lebat dicukur.
Pelaksanaan
3.2.1 Terapis memperhatikan frekuensi, jenis arus dan intensitas agar
sasaran tepat
3.2.1.1 Intensitas
3.2.1.1.1 Rendah
: 0,3 w/cm2
3.2.1.1.2 Sedang
: 0,3 - 1,2 w/cm2
3.2.1.1.3 Tinggi
: 1,2 - 3 w/cm2
3.2.1.1.4 Continued
: Paling tinggi 3 w/cm2
3.2.1.1.5 Intermittern
: Paling tinggi 5 w/cm2
3.2.2 Lamanya terapi, tergantung luas area yang diterapi dan jenis
tranduser yang dipakai. Sebagai pedoman, area seluas 1cm2 waktu
1 menit

177 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

178 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Hal 179 dari 2

Judul: Interferential therapy

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN

1.1

Interferential therapy adalah suatu metode pengobatan fisioterapi


dengan menggunakan penggabungan dua arus bolak-balik yang
berfrekuensi menengah yang saling berinterferensi (4000 dan 4250)
sehingga menghasilkan frekuensi baru.

1.2

1.3

II.

Indikasi
1.2.1
1.2.2
1.2.3

Keluhan nyeri otot,tendon, ligamen, kapsul, syaraf.


Keadaan hipertonus /spasme otot.
Kelemahan otot.

1.3.1
1.3.2
1.3.3

Demam.
Tumor.
Tuberculosis.

Kontra Indikasi

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas interferntial therapy.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5

Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah


dan menentukan program sehingga agar Interferntial therapy lebih
mencapai sasaran
Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
Pemanasan alat 5 menit.
Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
Trigger point dengan Elektrode besar (Pasif) atau kecil ( Aktif )

179 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2

3.1.5.1 Nerve treatment


3.1.5.2 Ganglion treatment
3.1.5.3 Paravertebra treatment
3.1.5.4 Segmental treatment
3.1.5.5 Transregional
3.1.6 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.7 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya. Jelaskan bahwa yang dirasakan sedikit
sakit tapi tidak perih bila dirasakan perih dikhawatirkan terjadi
luka bakar.
Pelaksanaan
3.2.1
3.2.2
3.2.3

3.3

Pasang ped sesuai metode yang dipilh.


Putar waktu 10 15 menit sesuai kebutuhan.
Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.

Dosis
3.3.1
3.3.2

3.4

Intensitas :Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.


Lamanya terapi :10-15 menit. Bila ada titik nyeri dapat diberikan
per titik selama 5 menit.
3.3.3 Frekuensi 2000 Hz akan menghasilkan aktifitas motorik , arus yang
akan dihasilkan terasa kasar.
3.3.4 Frekuensi 4000Hz tidak menghasilkan aktifitas motorik dan terasa
halus sehingga cocok untuk mengurangi nyeri.
3.3.5 Pengulangan therapy untuk dosis rendah dilakukan setiap hari,
sedangkan untuk dosis tinggi 2 hari sekali.
Mengakhiri Terapi
3.4.1
3.4.2
3.4.3
3.4.4
3.4.5

Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.


Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung
bangun setelah terapi selesai.
Beri tissue bila terapi selesai agar pasien dapat membersihkan
Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

180 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Arus faradic

Hal 181 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

II.

Disahkan oleh:
Direksi

Arus faradic adalah arus bolak balik yang tidak simetris yang mempunyai
durasi 0,01 1 msc dengan frekuensi 50 100 cy / detik.
Indikasi
1.2.1 LMN Lession dengan nilai otot di bawah tiga.
1.2.2 post trauma atau operasi setelah konductivitas membaik.
1.2.3 Kelemahan otot karena penyakit atau disuse atropy dengan nilai
otot di bawah tiga.
1.2.4 Otot yang tidak mampu berkontraksi karena nyeri misalnya setelah
trauma.
1.2.5 Tiga minggu setelah tendo transfer
1.2.6 Adanya pembengkakan lokal /setempat pada anggota.
1.2.7 Otot yang memendek atau berlengketan ( contractur ).
Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi / trauma pada urat syaraf yang konductivitasnya
belum membaik.
1.3.2 LMN lession yang masih nyeri sekali.
1.3.3 LMN complete lession.
1.3.4 Panas tinggi diatas 37.50 C.

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus faradic.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga modalitas arus faradic lebih
mencapai sasaran.
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program

181 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.4
3.1.5
3.1.6

3.2

Menentukan area terapi yang Tepat agar terapi efektif


Pemanasan alat 5 menit.
Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
3.1.6.1 Stimulasi motor unit
3.1.6.2 Stimulasi secara group
3.1.6.3 Labile treatment
3.1.6.4 Nerve conduction
3.1.6.5 Bath treatment : Bipolar atau Monopolar
3.1.7 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.8 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.9 Area yang akan di terapi terbuka seperlunya dan otot yang akan
distimulasi dalam keadaan memendek / relax.
Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas
: 2 60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.4.2

3.3

Waktu
: Tiapsatu otot perlu 30-90 kali rangsangan
dalam waktu 1-3 menit.
3.2.4.3 Pengulangan : 1 kali sehari bila otot telah mencapai nilai
2 + cukup 1 kali selama 10 kali.
Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada.
V.

LAMPIRAN
Tidak ada.

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1

Direksi

6.2

Manajer Klinik

6.3

Kepala Bagian Keterapian Fisik

182 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Arus Galfanic

Hal 183 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manager Klinik

I.

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

II.

Disahkan oleh:
Direksi

Arus galvanic adalah arus searah terputus putus yang telah modifikasi
dengan frekuensi dan durasi tertentu yang bentuk pemutusannya dapat
berupa trianguler, rekta anguler, trapezoid, saw tooth dan depolarized.
Indikasi
1.2.1 LMN lession baru yang masih disertai keluhan nyeri.
1.2.2 Post trauma atau operasi urat syaraf yang konductivitasnya belum
membaik.
1.2.3 LMN Lession kronik yang sudah denervated muscle.
1.2.4 Keluhan nyeri pada otot sebagai counter iritation atau awal dari
suatu latihan ( Preliminary exercise ).
1.2.5 Peradangan sendi : Osteo arthritis, Rheumatoid arthritis, tenis
elbow, dll.
1.2.6 Lokal oedem melewati 10 hari.
Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi tendon transfer sebelum 3 minggu.
1.3.2 Ruptur tendon / otot sebelum terjadinya penyambungan.
1.3.3 Kondisi peradangan akut atau pasien panas tinggi diatas 37,50 C.
1.3.4 Lokasi kulit yang anaesthesia.
1.3.5 Lokasi kulit yang luka / kerusakan.
1.3.6 Lokasi kulit yang hiper sensitif.

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus galvanic.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assessment untuk mendapatkan masalah
dan menentukan program agar penggunaan arus galfanic lebih
mencapai sasaran

183 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.2

3.2

3.3

Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi


tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
3.1.4 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Pilih elektrode dan metode yang digunakan Elektrode (+) berupa
ped pada origo dan electrode (-) berupa button pada insersio.
Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.1.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2-60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.1.2 Waktu
: Tiap satu otot perlu 30-90 kali rangsangan
dalam waktu 1-3 menit.
3.2.1.3 Pengulangan :1 kal sehari bila otot telah mencapai nilai 2
+ cukup 1 kali selama 10 kali.
Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala bagian Keterapian Fisik

184 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Sinar infra merah

Hal 185 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan


panjang gelombang 7.700 4 juta A.

1.2

Klasifikasi :
1.2.1

Berdasarkan panjang gelombang


1.2.1.1

Gelombang panjang (non penetrating)


Panjang gelombang : 12.000 A 150.000 A
Daya penetrasi

1.2.1.2

: 0,5 mm (superficial epidermis)

Gelombang pendek (penetrating)


Panjang gelombang : 7.700 A 12.000 A
Daya penetrasi : jaringan sub cutan, pembuluh darah
kapiler, pembuluh limfe, ujung ujung syaraf dan jaringan
di bawah kulit

1.2.2

Berdasarkan type
1.2.2.1
1.2.2.2
1.2.2.3

1.3

Indikasi

Type A : Panjang gelombang 780 1500 mm, penetrasi


dalam.
Type B : Panjang gelombang 1500 3000 mm, penetrasi
dangkal.
Type C : Panjang gelombang 3000 10.000 mm, penetrasi
dangkal

1.3.1

Kondisi peradangan setelah sub-acut : kontusio, muscle strain,


trauma sinovitis.

1.3.2

Arthritis :RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis.

1.3.3

Gangguan sirkulasi darah : thrombo plebitis, thrombo angitis


obliterans, raynolds desease.

185 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

1.4

II.

1.3.4

Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.

1.3.5

Persiapan exercise dan massage.

Kontra Indikasi
1.4.1

Daerah dengan insufisiensi pada darah.

1.4.2

Gangguan sensibelitas kulit.

1.4.3

Kecenderungan pendarahan.

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar infra merah.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Persiapan alat seperti jenis lampu, besarnya watt.
3.1.2

Pemanasan alat 5 menit.

3.1.3

Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan


penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.

3.2

Pelaksanaan
3.2.1 Untuk

penyinaran

lokal

menggunakan

reflektor

berbentuk

parabola.
3.2.2

Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu


yang dipasang pada reflektor semi sirkuler.

3.2.3

Pasien diposisikan seenak mungkin.

3.2.4

Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.

3.2.5

Agar penetrasi lebih dalam daerah yang akan disinar sebaiknya


dibersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk.

3.2.6

Lampu dipasang tegak lurus.

3.2.7

Dosis

3.2.8

Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60


cm, waktu 10-30 menit.

3.2.9

Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.

3.2.10 Pengulangan 1 kali dalam sehari, 1 seri 10 kali.

186 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3

Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2

Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.

3.3.3

Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.

3.3.4

Kembalikan peralatan ketempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

187 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Sinar Ultra Violet

Hal 188 dari 3

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

Ultra Violet Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang


mempunyai panjang gelombang 100 nm hingga 380 nm.

1.2

Klasifikasi :

1.2.1 Berdasarkan panjang gelombangnya dapat dibagi dua yaitu :


1.2.1.1

Ultra Violet Gelombang panjang

: 290 nm - 380 nm

1.2.1.2

1.2.1.2 Ultra Violet Gelombang pendek : 100 nm - 290 nm

1.2.2 Berdasarkan type ( jenisnya ) dapat dibagi tiga yaitu :

II.

1.2.2.1

Ultra Violet type A : 315 nm 380 nm

1.2.2.2

Ultra Violet type B : 280 nm 315 nm

1.2.2.3

Ultra Violet type C : 100 nm 280 nm

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar ultra violet.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1

3.2

Pemilihan alat dan pengaturan jarak disesuaikan dengan alat yang


digunakan dan tehnik aplikasi serta efek yang dikehendaki.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.1.4 Persiapan pasien disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan,
tehnik aplikasi, kebutuhan
Pelaksanaan
3.2.1
3.2.2

Pasien diposisikan seenak mungkin.


Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.

188 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2.3
3.2.4
3.2.5
3.2.6
3.2.7
3.2.8
3.2.9
3.2.10
3.2.11
3.2.12
3.2.13
3.2.14

Daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun dan


dikeringkan dengan handuk.
Lampu dipasang tegak lurus.
Mata pasien ditutup dengan memakai kacamata.untu mencegah
masuknya sinar ultraviolet
Bagian tubuh lain yang tidak di sinar harus ditutup supaya tidak
terkena sinar.
Penyinaran harus tegak lurus dengan jarak 90 cm agar sinar dapat
merata dan mengenai sasaran dengan tepat.
Lakukan tes dosis sebelum memberikan terapi pertama kali untuk
menentukan erithema.
Supaya terlindungi, tes biasanya di daerah samping dada / perut /
lengan bawah bagian medial.
Buatkan lubang-lubang (4 lubang) dari kertas gelap dan
ditempatkan didaerah yang dites.
Lubang pertama dibuka dan disinar selama 30 detik, sedangkan
lubang lain ditutup.
Penyinaran tetap dilanjutkan dengan membuka lubang lainnya satu
per satu setiap 30 detik.
Dosis
3.2.1.1 Stootkuure ( E 2 )
Lama terapi : 14 16 kali
Dosis
: Diawali dengan E 2, kemudian untuk
terapi berikutnya dinaikan 2/3 kali terapi sebelumnya.
Frekuensi

3.3

: 2 3 kali per minggu.

3.2.1.2

Lepskykuur ( E 3 )

3.2.1.3

Lama terapi : Hingga keluhan hilang.

3.2.1.4

Dosis

3.2.1.5

Frekuensi

:E3
: 3 4 kali per hari.

Mengakhiri Terapi
3.3.1
3.3.2
3.3.3
3.3.4
3.3.5
3.3.6

Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.


Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
Setelah terapi perhatikan daerah sekitarnya apakah terkena
penyinaran.
Beritahukan pada pasien untuk menentukan dosis tidak boleh
membasuh bagian yang disinar.
Kembalikan peralatan ketempat semula.

189 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

190 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Traksi Cervical

Hal 191 dari 3

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

1.4

1.5

Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan


menggunakan suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah
cervical.
Type
1.2.1 Static atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
Indikasi
1.4.1 Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP,
spondylosis
1.4.2 Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
1.4.3 Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
1.4.4 Spasme otot
1.4.5 Meniscoid blocking
1.4.6 Nyeri disckogenik
Kontra Indikasi
1.5.1 Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi
apabila diberikan traksi nyeri meningkat
1.5.2 Spinal hipermobility
1.5.3 RA
1.5.4 Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
1.5.5 Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit
cardovaskuler
1.5.6 Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan
merupakan kontra indikasi seperti : frakture

191 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II.

TUJUAN
Sebagai

petunjuk

dan

menyeragamkan

cara

kerja

fisioterapis

untuk

memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi cervical


III. PROSEDUR
3.1

3.2

3.3

Persiapan
3.1.1 Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka
pemberian traksi ditangguhkan.
3.1.2 Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
3.1.3 Tentukan beban tarikan
3.1.4 Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap
dilepas untuk mencegah rasa nyeri akibat tekanan gigi palsu dan
tidak enak padadaerah pipi
3.1.5 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala
3.1.5.1 Untuk indikasi vertebrae posisi flexi Kepala 200 30 0
3.1.5.2 Untuk indikasi muscle posisi kepala Netral.
3.1.6 Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan
sedikit miring dengan daerah dada disangga belt.
3.1.7 Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu
longgar di bawah dagu dan bagian belakang pada occiput
3.1.8 Agar terkesan Hygienis maka dipasangkan tissue dibawah dagu
dan atau rambut
Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
3.2.3 Tidak boleh bicara
3.2.4 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.5 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk
keadaan darurat
3.2.6 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
Dosis
3.3.1 Beban tarikan
: 1/7 1/5 berat badan
3.3.2

Waktu

: 10 15 menit

3.3.3

Pengulangan

: Akut

3.3.4

Membaik

: 1 kali dalam 1 2 hari

3.3.5

Seri

: 1 seri : 10 kali

: 1 kali dalam sehari

192 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.4

Mengakhiri Terapi
Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
3.4.1 Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 2 menit di
bed traksi.
3.4.2

Kembalikan peralatan ketempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

193 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Traksi Lumbal

Hal 194 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

1.4

1.5

Traksi Lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan


menggunakan suatu tehnik penarikan untuk daerah lumbal
Type
1.2.1 Statik atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
Indikasi
1.4.1 Penekanan radix nervus spinalis lumbalis
1.4.2 Proses degenerasi discus intervertebralis lumbalis.
1.4.3 Proses calsificasi tendon, otot, ligamentum dan discus
intervertebralis lumbalis
1.4.4 Dislokasi ringan vertebrae lumbalis
1.4.5 Pembengkokan struktur vertebrae
Kontra Indikasi
1.5.1 Proses degeratif aktif yang melibatkan medula spinalis
1.5.2 Proses porose vertebrae dan costae, spinabifida occulta, hemi
vertebrae
1.5.3 Gangguan sistem vascularisasi intervertebrae lumbalis
1.5.4 Infeksi akut dan kronik vertebrae, ligamentum, otot dan syaraf.
1.5.5 Nyeri akut lokasi vertebrae lumbalis
1.5.6 Tanda-tanda keganasan masing-masing lokasi vertebrae.
1.5.7 Strain, sprain otot, tendon, ligamentum dan fractur vertebrae
lumbalis.
1.5.8 Kehamilan melibihi 4 bulan
1.5.9 Gangguan sistem traktus urinarius

194 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II.

TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi Lumbal

III. PROSEDUR
3.1

3.2

3.3

Persiapan
3.1.1 Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
3.1.2 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala dan tungkai tersangga diatas stool, posisi hip flexi 30450
3.1.3 Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu
longgar di atas SIAS .
Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk
keadaan darurat
3.2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.2.5 Dosis
3.2.5.1 Beban tarikan
: Mulai dari berat badan
3.2.5.2 Waktu
: 15 30 Menit
3.2.5.3 Pengulangan
: Akut 1 kali dalam sehari
Membaik 1 kali dalam 1-2 hari
Mengakhiri Terapi
3.3.1 Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
3.3.2 Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar
tidak pusing

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

195 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Judul: Terapi inhalasi

Hal 196 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

PENGERTIAN
1.1
1.2

II.

Disahkan oleh:
Direksi

Terapi inhalasi adalah suatu cara pemberian obat-obatan dengan


penghirupan, setelah obat-obat tersebut berubah menjadi partikel-partikel
melalui cara aerosol, humidifikasi dan lain-lain.
Indikasi
1.2.1 Penyakit saluran napas bagian atas, akut maupun kronis seperti:
1.2.2 Rhinopharyngitis Sicca, Laryngitis Sicca
1.2.3 Acut Rhinopharyngitis, Laryngitis.
1.2.4 Rhenitis Allergica
1.2.5 Sinusitis
1.2.6 Penyakit saluran napas bagian bawah, akut maupun kronik.
1.2.6.1 Asthma Bronchiale
1.2.6.2 Bronchitis
1.2.6.3 Bronchiectasis
1.2.6.4 Bronchopneumonia
1.2.6.5 Atelectasis
1.2.7 Penyakit jaringan paru
1.2.7.1 Emphysema
1.2.8 Gangguan saluran napas allergika
1.2.9 Bayi-bayi dengan secret berlebihan

TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas terapi inhalasi

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit dan mengerti cara cara
penggunaannya.
3.1.2 Untuk mencegah kontaminasi maka udara ruangan harus bersih,
segar dan memiliki ventilasi yang baik.
3.1.3 Persiapkan mouth piece dan masker
3.1.4 Agar anak anak tidak
takut harus dengan pendekatan
sebelumnya.

196 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.5
3.1.6
3.2

Posisi pasien comfortable


Pasien diberitahu program pengobatan, berapa waktu yang
dibutuhkan, tujuan serta kontra indikasinya. Agar pasien mengerti
dan tidak takut
Pelaksanaan
3.2.1 Untuk mengurangi sesak napas akibat bronchial obstruksi terlebih
dahulu diberikan bronchodilatator.
3.2.2 Untuk Agar mempercepat pengeluaran sekret , secret yang keluar
dianjurkan tidak ditelan kembali
3.2.3 Bila perlu dapat dilakukan suction Supaya secret lebih banyak
keluar terutama untuk pasien yang mengalami kesulitan
mengeluarkan secret.
3.2.4 Oksigen diberikan pada pasien yang terlihat sesak atau cyanosis,
pertusis, biru dan lain-lain.

3.3

Dosis
3.3.1 Jenis dan jumlah obat tergantung Dokter pengirim.
3.3.2 Waktu
: Anak anak
10 15 menit
: Dewasa
15 20 menit
3.3.3 Pengulangan Tergantung Dokter pengirim.
Untuk kondisi Acut :1-3 kali sehari
Untuk kondisi Kronik sekali sehari
3.3.4 1 Seri
: 6 10 kali

3.4

Mengakhiri Terapi.
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke posisi angka 0
3.4.2 Tidak membiarkan pasien memegang masker/mouth piece kecuali
dalam keadaan darurat.
3.4.3 Setelah terapi inhalasi selesai dilanjutkan dengan chest therapy
agar secret lebih banyak keluar dan expansi thorax lebih baik.
3.4.4 Untuk mencegah kontaminasi maka peralatan dibersihkan
kemudian di sterilkan.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

197 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

LOGO

Hal 198 dari 3

Judul: Farafin bath / wax bath

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

PENGERTIAN
1.1
1.2

1.3

II.

Disahkan oleh:
Direksi

Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan


farafin.yang telah dicairkan
Indikasi
1.2.1 Skin contractur
1.2.2 Stiff Joint
1.2.3 Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus
heberdens
1.2.4 Scleroderma
1.2.5 Stadium awal dupuytren contracture
1.2.6 Post trauma tangan dengan skin contractur
1.2.7 Rheumatoid arthritis jari-jari.
Kontra Indikasi
1.2.8 Luka terbuka
1.2.9 Penyakit kulit menular
1.2.10 Penyakit kulit tidak menular
1.2.11 Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
1.2.12 Gangguan sensasi kulit (relatif)
1.2.13 Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas farafin bath / wax bath.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
3.1.2 Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
3.1.3 Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu
cairan dengan temperatur tidak lebih dari 1100 1300 F atau ( 510
- 540 C) dalam satu tempat yang kemudian dipanaskan diatas air
yang mendidih ( double boiler ).

198 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.4
3.2

Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin


(candy thermometer) untuk membungkus parafin dan
mengukur suhu.
Pelaksanaan
3.2.1 Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati
untuk mengetahui sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
3.2.1.1 Sensibelitas kulit,
3.2.1.2 ROM jari dan tangan
3.2.1.3 Perhatikan luka terbuka
3.2.2 Bersihkan dan keringkan Keringat
3.2.3 Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak
konsentrasi panas
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Waktu
: 15 - 30 menit
3.2.4.2 Pengulangan
: 1 2 kali / hari
3.2.4.3 Seri
: 1 Seri 10 kali
3.2.5 Metode
3.2.5.1 Parafin Dip : Dengan cara mencelupkan anggota yang
diobati dan kemudian mengangkatnya secara bergantian.
3.2.5.2 Parafin Immersion : Dengan cara merendam anggota yang
3.2.5.3 diobati.
3.2.5.4 Parafin Painting : Dengan cara memulaskan parafin pada
bagian tubuh yang diobati.
3.2.5.5 Parafin Warp : Dengan cara memulaskan parafin yang
diseling dengan melapiskan gass verban diatasnya secara
bergantian pada daerah yang diobati.
3.2.5.6 Parafin Pouring : Dengan menuang parafin cair pada tubuh
yang diobati.
3.2.6 Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan
anggota tubuh yang diobati kedalam bak parafin,setelah pasien
dipersiapkan dengan baik. Apabila anggota yang dicelupkan
kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang diharapkan
sebelum dicelupkan kedalam bak sampai 6-12 kali celupan atau
hingga ketebalan inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat
dan bungkus dengan kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis
handuk tebal untuk mempertahankan temperatur parafin.
Pertahankan pembungkusan itu selama 10 20 menit , selanjutnya
setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras
dengan cara mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas
. Setelah itu berikan massage dan latihan penambahan ruang gerak
sendi.
3.2.7 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan
dengan 2 cara :
3.2.7.1 Melanjutkan parafin dip, dimana setelah lapisan lapisan
parafin yang melekat telah mengeras, segera masukkan
kembali kedalam bak parafin dan biarkan terendam
selama 20-30 menit sampai parafin yang ada di kulit
meleleh kembali.
3.2.7.2 Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang
mengalami kontraktur dalam posisi peregangan

199 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3

Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diobati
3.3.2 Perhatikan warna kulit
3.3.3 Kembalikan alat ketempat semula

IV. DOKUMEN TERKAIT


V.

Tidak ada

VI. LAMPIRAN
Tidak ada
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

200 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Judul: Massage

Hal 201 dari 2

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

1.2

1.3

Massage adalah salah satu bentuk modalitas fisioterapi dengan


menggunakan tehnik pemijatan berupa gerusan melintang, tepukan,
dorongan, ataupun tekanan pada jaringan lunak dengan tujuan untuk
memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme tubuh, relaksasi
dan untuk mengurangi nyeri.
Indikasi
1.2.1 Kondisi post trauma atau operasi sub acut dan kronik pada sisitem
musculosceletal.
1.2.2 Kondisi kekakuan sendi serta pengerasan, ketegangan,
peerlengketan dan pemendekan jaringan otot dan jaringan lain.
1.2.3 Keluhan nyeri, penekanan / penjepitan syaraf dan kelumpuhan
syaraf.
1.2.4 Kondisi kurang lancarnya peredaran darah dan limfe.
1.2.5 Kondisi kurang lancarnya pengeluaran sekresi pada saluran
pencernaan.
1.2.6 Kondisi kurang lancarnya pencernaan dan pembuangan.
Kontra Indikasi
1.3.1 Peradangan akut, trauma dan setelah operasi yang baru.
1.3.2 Kulit yang terluka.
1.3.3 Cidera musculosceletal ( fraktur, ruptur ) yang belum direposisi
atau belum pulih secara baik dan kuat.
1.3.4 Lokasi yang mengalami tanda tanda keganasan.
1.3.5 Panas tinggi.
1.3.6 Kelainan jantung dan adanya haemoptoe ( tidak boleh dilakukan
tapotemen daerah thorax )
1.3.7 Lokasi varices.
1.3.8 Daerah perut pada penderita dengan haematemesis.
1.3.9 Daerah perut pada wanita hamil atau haid.

201 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

II.

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan terapi dengan Massage.

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga pelaksanaan lebih mencapai
sasaran
3.1.2 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.3 Pasien berbaring di di bed atau duduk di kursi dengan rilek.
3.1.4 Anggota yang akan di terapi bebas dari pakaian, disangga dengan
bantal, sedangkan bagian yang tidak diterapi ditutup dengan
handuk.
3.1.5 Fisioterapis berdiri di samping bed / pasien
3.1.6 Untuk memudahkan massage dapat di tambahkan bahan pelicin
seperti salep, minyak atau bedak.

3.2

Pelaksanaan
3.2.1 Tehnik massage
3.2.1.1 Effleurage :
untuk memperlancar aliran darah dan limfe
3.2.1.2 Friction :
Menghancurkan perlengketan/ pengerasan jaringan lunak
dan blokir nyeri diberikan pada akar akar syaraf atau
pada titik nyeri.
3.2.1.3 Petrissage :
Terdiri dari kneading, wringing dan picking up.
Berfungsi melemaskan dan mengulur otot / jaringan
lunak, melancarkan peredaran darah di bagian yang lebih
dalam dan metabolisme setempat. Membantu gerak
pencernaan usus.
3.2.1.4 Tapotament :
Terdiri dari hacking, clapping, beating dan pounding.
Berguna untuk memberikan rangsangan / pacuan pada
syaraf dan otot.
3.2.1.5 Bila dilakukan di daearah thorax bertujuan memperlancar
gerak pencernaan dan pembuangan.
3.2.1.6 Waktu pelaksanaan sangat tergantung dari luasnya bagian
yang diterapi, tebalnya jaringan tubuh dan tujuan terapi.
3.2.1.7 Kecepatan gerakan massage tegantung tujuannya. Gerakan
yang cepat akan memacu sedangkan massage yang lambat
sebagai efek penenang.
3.2.2 Dosis
Waktu
: 5 15 menit
Pengulangan : Sub akut dan kondisi berat 1 kali / hari
Kronik dan kondisi ringan 1 kali
Seri
: 1 seri 10 kali.

202 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3

Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diterapi.
3.3.2 Kembalikan peralatan ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

203 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) DISC DYSFUNCTION


SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Disc


Dysfunction Syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Temporomandibular Disc


Dysfunction Syndrome
Intervensi fisioterapi pada Temporomandibular Disc Dysfunction
Syndrome

Kontraindikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Tristmus
Acute joint pain

204 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ hingga migrain
- Nyeri dan clicking saat mastikasi
- Mengunci bila depressi penuh
Inspeksi:
- Tidak khas.
Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak C atau S
Tes gerak pasif
- Gerak depresi nyeri dan bunyi klik
- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan bunyi klik
Tes gerak isometric
- Kadang nyeri
Tes khusus
- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri
- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang
Pemriksaan lain
-

X ray panorama untuk melihat susunan gigi, TMJ tidak tampak kelainan

Diagnosis
-

Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ disc dysfunction

205 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

MWD diatas temporomandibular


o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Caudal traction mandibulae
o Traksi static dan osilasi 5-10 menit
Roll slide mobilization TMJ.
Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat
Koreksi gigi

Evaluasi
Nyeri, dan penguncian

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

MWD,
Joint mobilization

206 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI
PADA
DERANGEMENT

TEMPOROMANDIBULAR

(TMJ)

INTERNAL

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Internal


Derangement

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP


Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP

Kontra indikasi :
-

Acute joint pain


Tristmus

207 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ disertai kaku hingga migrain
- Nyeri dan terbatas saat buka mulut
Inspeksi
- Depresi terbatas atau dalam pola L
Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak L
Tes gerak pasif
- Gerak depresi nyeri dan terbatas unilateral
- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan terbatas
Tes gerak isometric
- Kadang nyeri
Tes khusus
- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri
- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang
Pemriksaan lain
-

X ray terdapat gambaran arthrosis

Diagnosis
- Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ internal derangement

208 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

MWD diatas temporomandibular


o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Caudal traction mandibulae
o Traksi static dan osilasi 5-10 menit
Latihan mobilisasi dan peningkatan ROM depressi
Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat

Evaluasi
Nyeri, sensasi, ROM

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
MWD,
Joint mobilization

209 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA CERVICAL DISC DYSFUNCTION

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah asuhan fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Disc Dysfunction

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction


Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Lysthesis
Neoplasma
Osteoporosis
Whiplash injury
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

210 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga lengan
Paresthesia hingga ke tangan pada area dermatome
Posisi menetap dan gerak fleksi cervical meningkatkan nyeri dan
paresthesia
- Ekstensi terasa lebih nyaman
Inspeksi:
-

- Flat neck atau debais


Tes cepat:
Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif:
-

Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga


lengan/tangan
- Gerak lain kadang positif
Tes gerak pasif:
-

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi cervical.
- Gerak ekstensi cervical terasa nyaman
- Gerak lain kadang positif.
Tes gerak isometric
- Negatif.
Tes khusus
-

Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
PACVP nyeri segmental

211 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana fisioterapi:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:
-

MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Cervical traction
o Intermittent posisi lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5 rest 5) durasi 10-15 menit
Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
Cervical collar untuk actualitas tinggi
Proper neck mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi

Evaluasi
-

Nyeri, sensasi, ROM cervical.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis MWD
Juknis cervical traction
Mobilisasi nucleus
Juknis Mc Kenzie exercise

212 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA CERVICAL HEAD ACHE

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Head Ache

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal..

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical head ache


Intervensi fisioterapi pada Cervical head ache

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Lysthesis
Neoplasma
Osteoporosis
Whiplash injury
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

213 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Nyeri kepala satu sisi dan disertai kaku cervical
Nyeri meningkat pada posisi menetap kepala atau gerak cervical
tertentu dan berkurang bila disandarkan.
- Nyeri meningkat bila stress atau otot leher tegang.
Inspeksi:
-

- Posisi leher forward head position atau deviasi


Tes cepat
- Gerak fleksi-ekstensi cervical nyeri meningkat
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kepala dan leher
Tes gerak aktif
Gerak fleksi atau ekstensi cervical nyeri kepala sampai leher
Gerak lateral fleksi dan rotasi kadang menimbulkan nyeri kepala sampai
leher
Tes gerak pasif
-

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak cervical. tertentu
- Gerak cervical sebaliknya terasa nyaman
Tes gerak isometric
- Nyeri tetapi setelah kontraksi isometric terasa nyaman.
Tes khusus
- Palpasi dijumpai hypertone otot cervical
- Palapsi kadang dijumpai muscle taut band dan twisting
- Traction test posisi netral keluhan berkurang
- PACVP nyeri segmental
Pemriksaan lain
- X ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
- MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis
Nyeri kepala dan cercical disertai paresthesia lengan disebabkan (arthrosis
cervical C1-2 atau C2-3; atau oleh cervical instability; atau oleh myofascial
syndrome)

214 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Massage otot cervical dengan strocking dan effleurage
Transverse friction pada trigger point
Transverse dan/atau longitudinal muscle stretching
Cervical traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5 rest 5) durasi 10-15 menit
Contract relax stretching
Proper neck mechanic anjuran posisi leher relax

Evaluasi
-

Nyeri, sensasi, ROM cervical.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Juknis MWD
Cervical traction
Transverse friction
Contract relax stretching
Juknis Mc Kenzie exercise

215 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

PANDUAN

FISIOTERAPI PADA LOCAL CERVICAL FACET PAIN

No. Dokumen

No. Revisi

Tanggal terbit

Ditetapkan,

PELAYANAN
FISIOTERAPI

Halaman

Direktur

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan padaLocal Cervical Facet Pain

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal

Kebijakan

Indikasi :
-

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical facet pain


Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

216 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscpulae dan/atau
lengan
- Nyeri leher sering disertai kaku
- Nyeri meningkat pada gerak cervical ekstensi
Inspeksi:
-

- Flat neck atau forward head position


Tes cepat
Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kadang hingga interscapular atau
lengan
Tes gerak aktif
-

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi.


Tes gerak pasif
- Gerak ekstensi nyeri dan ROM terbatas dengan hard end feel,
- Gerak lain normal atau nyeri ringan.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric kadang nyeri
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri menyebar
- Joint play movement lateral gapping test terbatas ringan elastic end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
-

X ray normal atau dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets

Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan disebabkan
karena cervical facet iritation

217 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

US atau SWD atau MWD atau cervical


o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
Contract relax stretching ekstensor cervical
Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi
-

Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen cervical spine


US
MWD/SWD
Contract relax stretching

218 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA CERVICAL INSTABILITY

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Instability

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction


Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction

219 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga kepala dan/atau lengan
- Paresthesia hingga ke kepala dan/atau tangan
- Clicking pada gerak cervical tertentu
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak tertentu cervical
Inspeksi:
- Flat neck atau deviasi
Tes cepat
Gerak fleksi atau cervical terjadi clicking sering disertai nyeri dan
paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif
-

Nyeri dan kaku pada satu atau lebih gerak aktif cervical disertau bunyi
klik.
- Kadang disertai nyeri yang menyebar ke kepala dan/atau tangan
Tes gerak pasif
-

Nyeri dan ROM lebih besar dari normal dengan empty end feel, sering
.satu atau lebih gerak pasif cervical terbatas dengan springy end feel
- Keterbatasan gerak non capsular pattern.
Tes gerak isometric
-

- Nyeri pada gerak isometric


- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
Joint play movement satu atau lebih terjadi ROM lebih besar dari normal
dengan springy end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemeriksaan lain
-

X ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu


MRI dijumpai lysthesis atau kadang tidak khas.

Diagnosis
-

Nyeri radikuler cercical ke kepala dan/atau lengan disertai paresthesia


lengan disebabkan karena cervical instability

220 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana fisioterapi
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Cervical collar untuk jenis rigid atau semi rigid
Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi
-

Nyeri, sensasi, stabilisasi aktif cervical.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada RS

Lampiran

Asesmen
MWD
Active stabilization exc

221 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA
CERVICALIS (S.A.C)

SPONDYLOSIS

DEF

SPONDYLOARTHROSIS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses asuhan fisioterapi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C

Tujuan

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C

Kebijakan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal

Prosedur

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis cervicalis


Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis cervicalis

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acute radicular pain

222 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Morning sickness dan Start pain
Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscapulae dan/atau
lengan
- Nyeri leher disertai kaku leher
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak cervical ekstensi
Inspeksi:
-

- Flat neck atau Lordosis atau deviasi


Tes cepat
Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical menyebar hingga intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga interscapular atau lengan
Tes gerak aktif
-

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi.


Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric kadang nyeri
- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
Compression test posisi ekstensi nyeri menyebar
Joint play movement lateral gapping test atau 3 dimentional flexion
terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
-

X ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets


MRI dijumpai osteofif.

Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan disebabkan
karena cervical spondylo arthrosis (disertai capsular patern).

223 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

US atau SWD atau MWD atau .... cervical


o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
Cervical traction posisi fleksi beban 20-33% BB 15-20 menit
Cervical collar soft atau semi rigid untuk actualitas tinggi
Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi
-

Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
Cervical traction
US / SWD / MWD

224 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA LUMBAR DISC BULGING/HNP

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar disc bulging/HNP

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP


Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Lysthesis
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

225 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Anamnesis:
Nyeri jenis ngilu/pegal pada Lumbar spine menyebar samapi ke kaki
Paresthesia hingga kekaki pada area dermatome L5-S1
Posisi duduk lama, jongkok; gerak fleksi lumbale meningkatkan nyeri
dan paresthesia
Inspeksi:
-

- Posisi lumbale scoliosis


Tes cepat:
- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia pada tungkai-kaki
Tes gerak aktif:
Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia hingga tungkai belakangkaki
- Gerak lain kadang positif
Tes gerak pasif:
-

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi lumbale.
- Gerak ekstensi lumbale terasa nyaman
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak isometric
- Kadang ekstensi ibu jari kaki lemah.
Tes khusus
Palpasi teraba otot para vertebrale spasm
Lasegue sign positif, bragard test positif
Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia hingga kaki
Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
Pemeriksaan lain
-

- X ray dijumpai flat back


- MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis
-

Nyeri radikuler cercical disertai paresthesia lengan disebabkan karena


disc bulging/ HNP lumbale segment

226 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana fisioterapi:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:
-

SWD/MWD lumbale
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Lumbale traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 40-60% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5 rest 5) durasi 10-15 menit
Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
Lumbar corset untuk actualitas tinggi
Proper body mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi dan lifting
technique

Evaluasi
-

Nyeri, sensasi, ROM lumbale.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Asesmen
Lumbar traction
Terapi latihan Mc Kenzie
Proper body mechanic, lifting technique

227 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOARTHROSIS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada Spondyloarthrosis Lumbalis

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis lumbalis


Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis lumbalis

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

228 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada lumbale kadang hingga kelakang paha
- Nyeri lelumbale disertai kaku
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak ekstensi lumbale
Inspeksi:
- Lumbale lordosis atau flat back
Tes cepat
Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
lumbale
Tes gerak aktif
-

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbale terutama ekstensi.


Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric negative atau kadang nyeri
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri
- Gapping test terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
-

X ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets


MRI dijumpai osteofit.

Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler lumbale ke hamstrings karenal spondylo arthrosis
lumbalis

229 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
-

US atau SWD atau MWD atau cervical


o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
Lumbar traction posisi fleksi beban 40-60% BB 15-20 menit
Lumbar corset untuk actualitas tinggi
Williams flexion exercise
Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbaletegak
Proper neck mechanic pada posisi flat back

Evaluasi
-

Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
Lumbar traction
Terapi latihan Williams flexion exercise
Proper body mechanic, lifting technique

230 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOLYSTHESIS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar Spondylolysthesis

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondylolysthesis lumbalis


Intervensi fisioterapi pada Spondylolysthesis lumbalis

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

231 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri pingang sampai kedua hamstrings
- Disertai paresthesia kedua hamstrings
- Gerak lumbale sering clicking
Inspeksi:
- Lordosis/asimetri
Tes cepat
- Fleksi terjadi clicking dan nyeri
- Gerak hip lebih besar dari lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri pada gerak tertentu (missal fleksi)
- Terdengar bunyi klicking
Tes gerak pasif
- Nyeri pada gerak tertentu
- ROM lebih besar dari normal
Tes gerak isometric
- Tidak tampak kelainan
Tes khusus
- Palpasi: step on atau step off.
- Stabilization test positif kadang diikuti paresthesia
Pemeriksaan lain
- X ray dijumpai Lysthesis
Diagnosis:
Nyeri pinggang hingga kedua hamstrings akibat spondylolysthesis
lumbalis.
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

232 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

SWD atau MWD


o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
Lumbar corset
Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbale tegak otot para
lumbale, abdominal dan otot-otot pelvic hip complex
Proper neck mechanic pada posisi lordosis

Evaluasi
-

Nyeri, dan stabilitas.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Asesmen
Lumbar corset
Terapi latihan stabilization exercise
Proper body mechanic, lifting technique

233 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS IDIOPATIK

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada ..

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction


Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

234 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Punggung asimetri punggung (scapula) menonjol satu sisi
- Diketahui secara tidak sengaja oleh orang tuanya
- Tidak diketahui sebabnya
Inspeksi:
- Asimetri dan rib hump, atau pelvis torsion
Tes cepat
- Fleksi punggung tampak rib hump
Tes gerak aktif
Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 tetap melengkung kekiri
atau hanya tegak
- Gerak lateral fleksi kekiri lebih besar
Tes gerak pasif
-

Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas dengan firm end
feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari normal dengan
end feel elastik
Tes gerak isometric
-

- Negatif
Tes khusus
Fleksi dijumpai ribs hump kanan
Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang ditempatkan
pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
Pemeriksaan lain
-

- X ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu


- Pengukuran cobb angle
Diagnosis:
- Gangguan posture tubuh bidang frontal akibat scoliosis idiopathic
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

235 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi:
-

MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Latihan mobilisasi dengan metode crawl exercise
Latihan stabilisasi dengan bugnet exercise
TLSO atau Boston brace

Evaluasi
-

Nyeri, Cobb angle

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Asesmen
Juknis clawl exercise, bugnet exercise
Juknis mobilsasi segmental thoracal

236 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA THORACIC HYPOMOBILITY SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic Hypomobility


Syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus thoracic hypomobility


syndrome
Intervensi fisioterapi pada thoracic hypomobility syndrome

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

237 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi:
Anamnesis:
Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu
sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam.
Inspeksi:
-

- Kifosis thoracalis atau round back


Tes cepat:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
Tes gerak aktif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak pasif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
- Gerak lain kadang nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
Tes gerak isometric:
- Negatif.
Tes khusus:
- PACVP nyeri punggung hingga ke dada
- LPAVP nyeri punggung hingga ke dada
- Segmental gapping test thoracal nyeri, terbatas dan firm end feel
Pemriksaan lain:
- X ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
Diagnosis:
Nyeri punggung atas hingga dada dengan hypeomobility thoracal
(missal T8-9) disebabkan (missal kifosis atau round back)
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

238 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi:
-

US
MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Joint mobilzation teknik PACVP LPAVP
Gapping manipulation 3 dimensi ekstensi
Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
Proper back mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi

Evaluasi:
-

Nyeri, JPM, dan ROM thoracall.

Dokumentasi:
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


-

Juknis asesmen
Juknis MWD
Juknis asesmen
Juknis PACVP dan LPAVP
Juknis gapping manipulation
Juknis Mc. Kenzie exc.

239 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA MYOFASCIAL PAIN

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada myofascial pain

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus myofascial pain


Intervensi fisioterapi pada myofascial pain

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Myositis osccsificans

240 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri jenis pegal menyebar dalam pola segmental/vegetatif
- Nyeri meningkat regangan pada otot yang bersangkutan
- Nyeri meningkat kontraksi pada otot yang bersangkutan
Inspeksi:
- Tidak khas
Tes cepat
- Tergantung regio yang terkena
Tes gerak aktif
- Tergantung regio yang terkena
Tes gerak pasif
- Tergantung regio yang terkena
Tes gerak isometric
- Tergantung regio yang terkena
Tes khusus
- Palpasi: trigger point, pada taut band dan twisting, nyeri menyebar.
- Stretch test.
Pemeriksaan lain
-.Diagnosis:
Nyeri muscular menyebar ke disebabkan oleh myo fascial trigger point.
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

241 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US:

o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi


o Dosis 2 2.5 watt/cm2 waktu 2-3 menit
Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
Stretching otot yang bersangkuta

Evaluasi
-

Nyeri.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis assesmen
Juknis US
Juknis Transverse friction
Juknis stretching

242 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :


SCALENUS SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic (Compression) Outlet


Syndrome : Scalenus Syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Thoracic (Compression)


Outlet Syndrome : Scalenus Syndrome
Intervensi fisioterapi pada Thoracic (Compression) Outlet Syndrome :
Scalenus Syndrome

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

243 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada leer-pundak depan hingga lengan
- Nyeri meningkat pada posisi lengan kebawah disertai depresi
- Nyeri berkurang bila lengan abduksi
Inspeksi:
- Forward head position
- Posisi bahu-lengan depresi
Tes cepat
- Tidak spesifik
- Abduksi elevasi kadang nyeri
Tes gerak aktif
- Negatif
Tes gerak pasif
- Negatif
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
Adsons test positif
Palpasi scalenus nyeri semutan hingga ke Joint play movement lateral
gapping tangan
Pemriksaan lain
-

- X ray normal
Diagnosis
-

Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh


entrapmen pleksus bracialis akibat scalenus contractur

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

244 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

MWD pada m.scalenus


o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Contract relax stretching m. scalenus anterior/posterior
Postural correction (retraksi leher)
Home program: stretching.

Evaluasi
- Nyeri, dan ROM
Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


-

Asesmen
MWD
Contract relax stretching
Postural correction

245 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :


HYPER ABDUCTION SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet


syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic (compression)


outlet syndrome
Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome

Kontraindikasi : Fraktur
-

Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

246 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

rosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Nyeri dan atau semutang ke lengan.
Terutama bila tidur miring kesisi sakit atau tertindih
Saat gerakan mengangkat lengan penuh kesemutan bila di turunkan
hilang.
Tes cepat:
-

- Abdukasi elevasi shoulder penuh timbul semutan/nyeri langan.


Tes gerak aktif:
- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia
- Gerak lain negatif
Tes gerak pasif:
- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia dengan springy end feel
- Gerak lain negatif Tes gerak isometrik
Tes khusus:
- hiperabduction test.
Pemeriksaan lain
-

EMG ditemukan entrapmen setinggi pectoralis minor

Diagnosis
-

Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh


entrapmen pleksus bracialis akibat pectoralis minor contractur

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

247 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi :
-

MWD pada m pecroralis minor.


o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Contract relax stretching m. pectoralis minor
Home program : stretching.

Evaluasi:
-

nyeri dan ROM

Dokumentasi:
- Rekam medik Rumah Sakit .....

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
MWD
Contract rela stretching

248 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA SHOULDER HAND SYNDROME


(SCALENUS SYNDROME)

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Shoulder Hand Syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Shoulder Hand Syndrome


Intervensi fisioterapi pada Shoulder Hand Syndrome

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang

249 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu
sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam
Inspeksi:
-

- Nyeri dan kaku sendi bahu dengan nyeri-kaku dan bengkak tangan.
Tes cepat:
- Abduksi elevasi bahu dijumpai reverse scapulohumeral rhythm
- Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbats
Tes gerak aktif:
- Semua gerak glenohumeral nyeri dan ROM aktif trbatas
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas
Tes gerak pasif:
Gerak rotasi eksternal, gerak abduksi, dan rotasi internal sendi
glenohumeralis terbatas dengan firm end feel
- Keterbatasan ROM glenohumeral dalam capsular pattern
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas dengan firm
end feel
Tes gerak isometric:
-

- Tidak ada perubahan yang khas


Tes khusus:
Palpasi kulit dijumpai kulit dingin dan lembab.
Joint play movement sendi glenohumeral nyeri, terbatas dan firm end
feel.
- Joint play movement sendi radio carpal dan interplalangea nyeri,
terbatas dan firm end feel
- Sensoric test: hyperaealgesia bahu/tangan,
Pemeriksaan lain
-

X ray bahu tidak jelas ada kelainan tetapi kadang dijumpai


atrophy/osteoporosis tulang glenohumeral
Diagnosis
-

- Nyeri, kaku dan bengkak bahu dan tangan akibat shoulde hand syndrome

250 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi
SWD segmental application thoracal anterior shoulder: Continous
subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah,
waktu 10-12 menit.
- TENS jenis arus monophase burst dengan segmental application
cervical thoracal, internsitas maksimal dapat ditoleransi, waktu 20-30
menit.
- Joint mobilization glenohumeral joint pada MLPP dan semua
pembatasan ROM.
- Joint mobilization wrist and fingers pada MLPP dan semua pembatasan
ROM
- Active mobilization exc.dan pumping exc tangan-jari.
Evaluasi
-

- Nyeri, sensasi, oedeme dan ROM glenohumeral joint, ROM wrist and fingers
Dokumentasi

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


-

Juknis SWD.
Juknis TENS
Juknis Joint mobilization
Juknis active exercise

251 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :


HYPER ABDUCTION SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet


syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :
Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic
(compression) outlet syndrome

Direktur

Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome

Kontraindikasi : Fraktur
Neoplasma
Osteoporosis
Ankylosing spondylitis
TBC tulang
Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

252 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Saat gerakan mengangkat lengan kesemutan bila di turunkan hilang.
Tes cepat abdukasi elevasi shoulder
Tes gerak aktif abduksi, elevasi
Tes gerak pasif abduksi elevasi
Tes gerak isometrik
Tes khusus hiperabduction test.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh entrapmen
pleksus bracialis akibat pectoralis minor contractu
Rencana tindakan
-

Intervensi : MWD pada m pecroralis minor.


o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Contract relax stretching m. pectoralis minor
Home program : stretching.

Evaluasi nyeri dan ROM


Dokumentasi Rekam medik Rumah Sakit

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
MWD
Contract relax

253 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA TENDOPATHY M. SUPRASPINATUS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendopathy M. Supraspinatus

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Tendopathy


Supraspinatus
Intervensi fisioterapi pada Tendopathy M. Supraspinatus

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma

254 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

M.

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis pegal pada lengan atas bag lateral
- Nyeri meningkat ketika angkat lengan
- Tidak jelas sebab-sebabnya
Tes cepat
- Abduksi elevasi: Painful arc
Tes gerak aktif
- Gerak abduksi nyeri, gerak lain negatif
Tes gerak pasif
- Tak ada kelainan
Tes gerak isometric
- Abduksi isometric melawan tahanan
- Gerak lain +/Tes khusus
- Palpasi posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi.
- Isometric abd under caudal traction
Pemriksaan lain
- -Dagnosis
Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh tendonitis m.
supraspinatus
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

255 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US:

o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi


o Dosis 1.5 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
Stretching m. supraspinatus
Codmann pendular exercise

Evaluasi
-

Nyeri dan scapula humeral rhythm.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Juknis assesmen
Juknis US
Juknis Transverse friction
Juknis stretching
Juknis Codmann pendular exercise

256 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 257 dari 2

Judul: Terapi Latihan pada Tennis Elbow

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi berupa tehnik latihan yang bertujuan
untuk mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara: kekuatan,
daya tahan, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional
Tennis Elbow adalah nyeri yang terjadi pada tendon ekstensor wrist sepanjang
lateral epicondyle dan radiohumeral joint. Paling sering terjadi pada
musculotendinous junction dari otot ekstensor carpi radialis brevis.

II.

TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi dalam memberikan penanganan pasien dengan
kondisi tennis elbow

III. PROSEDUR
3.1 Pengkajian
3.1.1 Melakukan pemeriksaan awal mengacu pada SPO pemeriksaan
fisioterapi
3.1.2 Semua hasil yang didapat dalam pengkajian dicatat dalam lembar
pemeriksaan fisioterapi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Stadium acut
3.2.1.1 Untuk mengontrol nyeri, bengkak dan spasme diberikan
kompres es, istirahat dan anjuran untuk tidak melakukan
gerakan menggenggam secara berulang
3.2.1.2 Untuk memelihara soft tissue dan mobilitas sendi
diberikan latihan gerak fleksi dan ekstensi wrist dalam
batas toleransi
3.2.1.3 Untuk memelihara integritas fungsi upper ektremitas
dilakukan gerak aktif sesuai bidang gerak sendi
3.2.2 Stadium sub acute atau kronik
3.2.2.1 Tehnik aktif inhibisi pada otot ektensor carpi radialis
brevis
3.2.2.2 Tehnik self-stretching pada grup otot ekstensor
257 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3

3.2.2.3 Cross-fiber massage pada tendo ektensor carpi radialis


3.2.2.4 Latihan isometrik dalam batas rasa nyeri
3.2.2.5 Progressive resistance exercises
3.2.3 Frekuensi
3.2.3.1 2-3 kali seminggu
Mengakhiri terapi
3.3.1 Evaluasi
3.3.2 Follow-Up/referral
3.3.3 Home program dan edukasi

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

258 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA ARTHRITIS DISTAL RADIOULNAR JOINT

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthritis Distal Radioulnar Joint

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal..

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthritis Distal Radioulnar


Intervensi fisioterapi pada Arthritis Distal Radioulnar

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis
TBC tulang

259 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Nyeri jenis hebat pada masa acute, atau ngilu/pegal pada pergelangan
tangan kadang tangan pada masa kronik
- Nyeri setelah riwayat trauma
- Gerak pronasi-supinasi nyeri dan terbatas
Inspeksi:
-

- Posisi sendi radioulnaris MLPP


- ADL: tampak kaku
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak pasif
- Pronasi dan supinasi nyeri dan terbatas dalam capsular patern dengan
firm end feel
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan keluhan khas
Tes khusus
- JPM test timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemriksaan lain
X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis:
-

Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthritis distal


radioulnar joint
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

260 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

Pada kondisi acute aktualitas tinggi diberikan RICE


o Es diberikan hingga 36 jam sesudah trauma secara intermittent tiap 5
menit.
o Elastic bandage diaplikasikan pada posisi tangan sedikit dorsal fleksi
US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
Free active mobilization exercise
o Pronas-supinasi
Kemungkinan splinting

Evaluasi
-

Nyeri, ROM dan fungsi tangan.

Dokumentasi:
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....


-

Juknis Asesmen fisioterapi


Juknis RICE
Juknis US
JuknisJoint mobilization
Juknis splinting

261 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS DISTAL RADIOULNAR JOINT

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Distal Radioulnar Joint

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal..

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis Distal Radioulnar


- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis Distal Radioulnar
Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis

262 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan kadang tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi sendi radioulnaris MLPP
- ADL: tampak kaku
Tes cepat
Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak aktif
-

Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak pasif
-

Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak gerak pronasi dan
supinasi lenngan bawah dimana pronasi dan supinasi sama terbatas
dengan end feel firm
Tes gerak isometric
-

- Tidak ditemukan gangguan khas


Tes khusus
JPM test translasi pronasi dan supinasi timbul nyeri, terbatas denngan
firm end feel
Pemeriksaan lain
-

X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte.
Diagnosis:
-

- Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthrosis carpalia


Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

263 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
US:
o US under water sontinous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi
dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting
-

Evaluasi
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan
Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


-

Juknis Asesmen fisioterapi


Juknis US
JuknisJoint mobilization
Juknis splinting

264 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA TENOSYNOVITIS M. ABD. POL. LONGUS DAN EXT. POL.


BREVIS (de Quervain syndrome)

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol.


Longus dan ext. Pol. Brevis

Tujuan

Proses Fisioterapi yang di terapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan
ext. Pol. Brevis

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.


Pol. Brevis
Intervensi Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.
Pol. Brevis

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Lesi saraf perifer

265 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Adanya nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan saat fleksiadduksi ibu
jari tangan atau ulnar deviasi.
Inspeksi:
-

- Bengkak pada sisi lateral pergelangan tangan


Tes cepat:
- Fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri sast fleksi
Tes gerak aktif
- Adduksi ibu jari tangan nyeri
- Ulnar deviasi nyeri
Tes gerak pasif
- Test streach fleksor ibu jari sakit
Tes gerak isometric:
Tes gerak isometric melawan tahanan ibu jari tangan kea rah abduksi
nyeri
- Gerak ibu jari lain negatif
Tes khusus:
-

- Finkels stain test nyeri, oposisi reposisi jari


- Palpasi teraba oedeme pada sisi lateral pergelangan tangan
Pemreriksaan lain:
- -Diagnosis
Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat
tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis
Rencana tindakan
-

penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi, dan hasil yang di harapkan.
Persetujuan pasien
Perencanaan intervensi bertahap

266 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas


rendah.
Parafin bath 5 menit
Massage ke arah proksimal.
Splinting atau elastic bandaging: piosisi ibu jari tangan abduksi dan
pergelangan tangan radial devia

Evaluasi:
-

ROM, nyeri

Dokumentasi
-

Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal

Lampiran

US,
Parafin bath,
massage.
splint,

267 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA DORSAL WRIST COMPRESSION SYNDROME

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Wrist Compression


Syndrome

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Wrist Compression


Syndrome
Intervensi fisioterapi pada Dorsal Wrist Compression Syndrome

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislokasi
osteoporosis

268 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Trauma pada pergelangan tangan saat menumpu BB
- Nyeri pada gerakan dorsal fleksi pergelangan tangan
- Unstable
Inspeksi:
- Kadang tapak oedeme pungung tangan
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak pasif
Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak dorsal flexion
pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak isometric
-

- Tidak ditemukan gangguan khas


Tes khusus
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm end
feel
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi;

Diagnosis
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

269 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

RICE
US:
o

Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2


watt/cm2 untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
Stenthening exercise dan latihan fungsi tangan
Kemungkinan splinting

Evaluasi
- Nyeri,ROM

Dokumentasi
Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada ..

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis RICE
Juknis US

270 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA TENOOSSEAL TENDOPATHY DAN TENOSYNOVITIS M.


FLEXOR CARPIRADIALIS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenoosseal Tendopathy dan


Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M.


Flexor Carpiradialis
Intervensi Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis
M. Flexor Carpiradialis

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislokasi
osteoporosis

271 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
Waktu intervensi 20-30 menit
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri pergelangan tangan saat menggenggam kuat atau fleksi
- Nyeri meningkat saat olah raga (badminton/tennis)
Inspeksi:
- Tak jelas ada kelainan
Tes cepat:
- Fleksi wrist nyeri
Tes gerak aktif:
- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang
- Palmar fleksi-radial deviasi dan ulnar deviasi negatif
Tes gerak pasif:
- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang
- Palmar fleksi-radial deviasi dan ulnar deviasi negatif
Tes gerak isometric:
- Gerak isometrik palmar fleksi wrist tambah nyeri.
- Gerak lain negatif
Tes khusus:
-

Stretch test nyeri pergelangan tangan


Palpasi tendon M. Flexor Carpiradialis

Pemeriksaan lain
- --Diagnosis
-

Nyeri pergelangan tangan aklibat tendopathy/Tenosynovitis M. Flexor


Carpiradialis

272 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Rencana tindakan
-

penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi, dan hasil yang di harapkan.
Persetujuan pasien
Perencanaan intervensi

Intervensi
-

US intermiten dosis pada akut aktualitas tinggi 0,5-1 watt/cm2


Transfer friction
Stretching

Evaluasi
- ROM, nyeri

Dokumentasi
Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskulo skeletal

Lampiran

US,
stretching,
transverse friction

273 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA TENDOVAGINITIS STENOSANS (TRIGGER FINGER)

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendovaginitis Stenosans


(Trigger Finger)

Tujuan

Adalah proses Fisioterapi yang di terapkan pada kasus Tendovaginitis


Stenosans (Trigger Finger)

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus Tendovaginitis


Stenosans (Trigger Finger)
Intervensi fisioterapi pada Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Lesi saraf perifer
Rheumatoid arthritis

274 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Waktu intervensi US 5-7 menit, kronis 1x1 hari atau 1x2 hari (selama12
sampai 18 hari)
Dosis streching 8 detik, di ulang 8-10 kali.
Friction 30 kali

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Rasa nyeri pada jari ketiga atau ke empat saat ditekuk mengunci dan
kembali lurus dan berbunyi,
- Nyeri pada setinggi caput metacarpal
Inspeksi:
-

- Tidak khas
Tes cepat
- tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan)
Tes gerak aktif:
Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri
- Gerak sendi lain normal
Tes gerak pasif:
-

- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh.


- Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri.
Tes gerak isometric
- Gerak fleksi jari yang bersangkutan terdapat nyeri
- Gerak lain negatif
Tes khusus
Palpasi pada caput metacarpal III atau IV teraba benjolan nyeri.
Bila dalam palpasi bersamaan digerakkan fleksi penuh dan ekstensi
teraba benjolan yang bergerak.
Pemriksaan lain
-

- -Diagnosis
Nyeri gerak pada jari ke tiga (atau keempat) karena Tendovaginitis
Stenosis flexor digitorum profundus.
Rencana tindakan
-

penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi, dan hasil yang di harapkan.
Persetujuan pasien
Perencanaan intervensi.

275 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US :
o

US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk


aktualitas rendah.
o Parafin bath 5 menit
Streching pada jari ke tiga (keempat) ke arah ekstensi penuh dengan
pergelangan tangan ekstensi
Transfer Friction jari ke tiga (di selubung tendon)

Evaluasi
-

Nyeri dan ROM

Dokumentasi:
Rekam Fisioterapi dan rekam medis RS

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal

Lampiran

Asesmen,
US,
parafin,
stretching.

276 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA DORSAL INTERCARPAL LIG. OVERSTRETCH

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Intercarpal Lig.


Overstretch

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Intercarpal Lig.


Overstretch
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch
Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma

277 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Disertai gerak terbatas
- Pada fase akut : - Tumor, Rubor, Dolor, Calor, Fungsiolacia
Inspeksi
- Tak tampak kelainan
Tes cepat
Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan
tangan dan fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak aktif
-

Nyeri dan terbatas gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan


fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak pasif
-

Nyeri dan terbatas palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi,


ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak isometric
-

- Tak jelas kelainan


Tes khusus
- Finkelstein test positif
- Stretch test lig. Intercarpalia
- JPM intercarpal terbatas firm end feel
Pemriksaan lain
- Palpasi
Diagnosis
- Nyeri dan keterbatasan sendi pergelangan tangan dan tangan
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

278 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

RICE ( fase akut )


MWD ( Sub Akut dan Kronis)
Active mobilization exercise

Evaluasi
- Nyeri,ROM

Dokumentasi
Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Juknis assesmen
Juknis RICE
Juknis Active mobilization exercise

279 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS CARPALIA

No. Dokumen

No. Revisi

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Halaman

Direktur

..
Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Carpalia

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, parupurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis carpalia
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis carpalia
Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis

280 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi tangan MLPP
- Gerak hand dexterity kaku.
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak aktif
Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion
pergelangan tangan
Tes gerak pasif
-

Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion


pergelangan tangan dimana dorsal flexion lebih terbatas dari palmar
flexion dengan end feel firm.
Tes gerak isometric
-

- Tidak ditemukan gangguan khas


Tes khusus
Palpasi tangan sering teraba oedeme
JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel
Pemeriksaan lain
-

X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte.
Diagnosis
-

- Capsular pattern wrist joint secondary to arthrosis carpalia


Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

281 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
US:
o US under awter continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas
tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronasi-supinasi
- Kemungkinan splinting
-

Evaluasi
-

Nyeri, ROM dan fungsi tangan.

Dokumentasi:
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait
Lampiran

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


-

Juknis Asesmen fisioterapi


Juknis US
Joint mobilization
JuknisJoint mobilization
Juknis splinting

282 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS


HIP JOINT

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Osteoarthrosis Hip joint


Intervensi fisioterapi pada Osteoarthrosis Hip joint

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis

283 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Dosis :
Prosedur

Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada hip joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada semua arah gerakan hip joint
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint
- internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis
- Capsular pattern hip joint secondary to Osteoarthrosis Hip joint
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap
o

284 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US:

Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5


watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint,.
Active mobilization exercise Semua arah gerakan hip
o

Evaluasi
-

Nyeri, ROM dan fungsi tangan.

Dokumentasi:
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis US
Juknis joint mobilization
Juknis mobilisasi sendi aktif

285 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 286 dari 2

Judul: Fisioterapi pada Post Op AMP

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur
karena fraktur atau adanya degenerasi caput femur karena suatu penyakit
keadaan acetabulum relative normal dengan pemasangan bipolar prosthesis
1.1 Indikasi
1.1.1 Subcapital fraktur caput femur
1.1.2 Nyeri sendi hip, degenerasi caput femur dan adanya deformitas
1.2 Kontra Indikasi
1.2.1 Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan
adduksi
1.2.2 Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu
lembek
1.2.3 Kaki tidak boleh disilangkan ( adduksi ).

II.

TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah operasi AMP baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. PROSEDUR
3.1 Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di
operasi posisi lurus dan rotasi netral
3.2 Fase proteksi maksimal
3.2.1 Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle
pumping exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi pulmunal
dan vaskulair
3.2.2 Latihan anggota gerak yang sehat untuk memelihara kekuatan dan
fleksibilitas otot
3.2.3 Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai
yang di operasi
3.2.4 Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan
jaringan lunak
3.2.5 Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan
posisi sendi hip tidak boleh fleksi lebih dari 45 dan posisi hip
sedikit abduksi
3.2.6 Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk
286 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3

Fase proteksi sedang


3.3.1 Pada pemasangan prostese cemented latihan weight bearing dapat
dilakukan lebih awal
3.3.2 Pada trochanteric osteotomy latihan weight bearing dapat
dilakukan pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12
3.3.3 Latihan aktif ROM secara bertahap, fleksi hip tidak boleh lebih 900
3.3.4 Untuk meningkatkan control neuromuscular hip diberikan latihan
penguatan dengan gerak aktif dan SLR
3.3.5 Latihan closed-chain sambil berdiri di parallel bar atau walker
3.3.6 Fase proteksi minimal dan pengembalian fungsi
3.3.7 Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk
ambulasi, latihan open-close chain
3.3.8 Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat
paling lambat minggu ke 12 sesudah operasi
3.3.9 Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle dengan
posisi tempat duduk ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang
berlebihan

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Keperawatan
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik

287 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS TIBIOFEMORAL JOINT

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteroarthrosis tibiofemoral


joint

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi :

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pada kasus Osteroarthrosis


tibiofemoral joint
Intervensi fisioterapi pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis

288 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Tibio femoral joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada fleksi, ekstensi tibio femoral joint
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada tibio femoral joint
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak tibio femoral joint
- Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Ballotement test
- Fluktuation test
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis
Capsular pattern tibio femoral joint secondary to Osteoarthrosis tibio
femoral joint
- Nyeri gerak tibio femoral joint
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

289 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

US:

Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5


watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi tibio femoral joint
- Active mobilization
Evaluasi
o

Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis US
Juknis joint mobilization
Juknis mobilisasi sendi aktif

290 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

PANDUAN

FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLAE

No. Dokumen

No. Revisi

Tanggal terbit

Ditetapkan,

PELAYANAN
FISIOTERAPI

Halaman

Direktur

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Chondromalacia patellae

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Chondromalacia patellae
- Intervensi fisioterapi pada Chondromalacia patellae
Kontra indikasi :
-

Osteoporosis
TB Tulang akut
Fraktur
Infeksi sendi akut

291 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri berjalan
- Deformitas kearah genu valgus
Inspeksi:
- tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus
Tes cepat
- gerakan flexi dan ekstensi terjadi painfull arc
Tes gerak aktif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak pasif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak isometric
- Gerak isometric ekstensi lutut nyeri
Tes khusus
Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial
Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi
dan semi fleksi.
- Pengukuran Q angle dan genu valgus.
- Tes kekuatan m. Vastus medialis.
Pemeriksaan lain
-

- X ray intuk melihat OA sendi patellofemoralis


Diagnosis:
- Nyeri pada patella disebabkan oleh chondromalacia
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

292 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
US pada tepi patella dengan cara mendorong patella ke lateral dan
medial
o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
- MWD/SWD
o SWD intermiten selama 10 12 menit
- Transverse friction dengan cara mendorong patella ke lateral dan
medial
- Strengthening exercise m. Vastus medialis pada posisi lutut gerak akhir
ekstensi
Medial arc support (corect shoes)
-

Evaluasi
-

Nyeri, JPM dan ROM .

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis US,
SWD
Tranverse friction
Medial arc support

293 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA KNEE INSTABILITASI

No. Dokumen

No. Revisi

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah :Ketidakstabilan knee

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Halaman

Direktur

Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus knee instability
- Intervensi fisioterapi pada knee instability
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis

294 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
-

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspelsi:
- Kadang tampak genu valgus/varus
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
Tes gerak aktif
- Terjadi nyeri pada saat hiper extensi knee joint atau fleksi penuh.
- Internal rotasi dan external rotasi tidak terjadi nyeri
Tes gerak pasif
Nyeri pada saat gerakan varus dan valgus, flexi extensi sendi lutut
dengan end feel soft.
Tes gerak isometric
-

- Adanya nyeri pada sendi lutut


Tes khusus
- Valgus test: untuk tes lig.collaterale mediale
- Varus test: untuk tes lig.collaterale laterale
- Anterior shearing test untuk tes lig.cruciatum anterior
- Posterior shearing test untuk tes lig.cruciatum posterior
Pemeriksaan lain
- Atroskopi
Diagnosis
Nyeri sendi lutut pada gerakan akibat lesi lig.collaterale mediale, (atau
lig.collaterale laterale; atau lig.cruciatum anterior atau lig.cruciatum
posterior)
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

295 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi MWD cervical


o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
Knee support dengan penguat pada fungsi ligament yang lesi.
Latihan stabilisasi aktif. Pada posisi MLPP.
Latihan Strengthening otot pes anserinus (atau iliotibial, atau hamstrings,
atau quadriceps)

Evaluasi
-

Nyeri, stabilisasi aktif knee.

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
MWD
Strengthening
Stabilisasi aktif
Knee support

296 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA MENISCUS LESION

No. Dokumen

No. Revisi

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah :Cedera pada meniscus lesi lutut

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien


dengan hasil yang optimal.

Kebijakan

Halaman

Direktur

Indikasi :
-

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus meniscus lesi


Intervensi fisioterapi pada meniscus lesi

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma
Osteoporosis
Gonitis TB

297 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
-

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan mengunci pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspeksi:
- Tidak tampak kelainan
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
Tes gerak aktif
Kadang terjadi nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi
tibiofemoralis.
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri
Tes gerak pasif
-

Nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi tibiofemoralis.dengan end


feel elastis
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri dengan end feel
elastis
- Sering semua gerak negatif bila aktualitas rendah
Tes gerak isometric
-

- Tidak khas,.
Tes khusus
- Appley test dan murray test
- JPM lutut.
Pemriksaan lain
- Atroplasti
Diagnosis
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi akibat meniscus lesi.
Rencana tindakan
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

298 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi:
-

SWD atau MWD


o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
Manipulasi meniscus.
Latihan Strengthening
Knee Dakker
Latihan Stabilisasi.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran

Asesmen
SWD/MWD
Manipulasi meniscus
Strengthening exc
Knee Dakker

299 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 300 dari 2

Judul: Fisioterapi pada Post - Op Menisectomy

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Fisioterapi pada post menisectomy adalah bentuk latihan yang diberikan pada
pasien sesudah operasi meniscus. Menisectomy adalah tindakan operasi yang
dilakukan karena adanya robek atau rupture pada meniscus lateral atau medial
sendi lutut.

II.

TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi minesectomy baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Post-Op ( Hari Operasi)
Pada fase awal ini yang dilakukan adalah :
4.1.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.1.2 Hindari luka jahitan dari air (basah)
4.1.3 Lakukan latihan-latihan untuk menambah ROM ankle, heel slide.
4.1.4 Latihan penguatan sesuai dengan toleransi pasien yaitu latihan
Quadriceps dan Hamstring, SLR, Knee ekstensi posisi duduk dan
jalan PWB dengan menggunakan kruk sesuai dengan toleransi
pasien.
4.1.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
300 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

V.

Post-Op (Hari ke-1)


Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace post-operasi . Sebaiknya sudah berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi penuh, fleksi
120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama
melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
4.2.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.2.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM 2-3 kali per hari
dan tambahkan dengan latihan sepeda static dengan tinggi kursi
serendah yang dapat ditoleransi pasien dengan beban yang ringan.
4.2.3 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan latihan
keseimbangan dengan berdiri pada tumit dan latihan keseimbangan
dengan setengah berjongkok.
4.2.4 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
Post-Op (Hari ke-2 s/d ke-7)
4.3.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.3.2 Hentikan penggunaan kruk setelah 3 hari.
4.3.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.3.4 Lanjutkan latihan penguatan dengan menggunakan prinsip PRE dan
tambahkan dengan latihan SLR, fleksi knee,fleksi hip dan ekstensi
knee serta berdiri dengan menggunakan satu sisi kaki.
4.3.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta tetap gunakan elastic
bendage.
4.3.6 Lakukan pemeriksaan fisik setelah 6 hari setelah operasi untuk
evaluasi dan pelepasan jahitan.
Post-Op (Minggu ke-1 s/d ke-3)
4.4.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.4.2 Setelah jahitan dilepaskan diperbolehkan terkena air (basah)
4.4.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.4.4 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan program
latihan berlari-lari kecil pada permukaan yang rata dan jalan yang
berliku, latihan jongkok dengan satu kaki, latihan berdiri dengan
satu kaki kemudian elevasikan tumit dan latihan naik turun tangga.
4.4.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan
Post-Op (Minggu ke-3 s/d ke-6)
4.5.1 Lotion dapat diberikan pada luka jahitan dengan menggunakan ibu
jari dengan tekanan sesuai toleransi.
4.5.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.5.3 Lanjutkan latihan penguatan
Pasien dapat kembali ke aktifitas semula jika :
4.6.1 Pengukuran ROM dan lingkar tungkai pada kedua tungkai sama.
4.6.2 Pengukuran kekuatan otot kedua tungkai menunjukkan
peningkatan lebih dari 85%

UNIT TERKAIT
Tidak ada

301 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 302 dari 3

Judul: Fisioterapi pada Post Op ACL

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior
cruciatum ligament sendi lutut. Fisioterapi pada ACL adalah program latihan
yang diberikan untuk pasien sesudah operasi baik saat imobilisasi ataupun
sesudah imobilisasi.

II.

TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi ACL baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. PROSEDUR
3.1 Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol
bengkak dan untuk memelihara ROM ekstensi,mencapai\memelihara ROM
fleksi knee pada sudut 90 dan memfasilitasi control otot Quadriceps untuk
mengurangi terjadinya atropi. Latihan yang diberikan adalah:
3.1.1 Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
3.1.2 Latihan Quadriceps setting dengan straight leg raisig pengulangan
10x
3.1.3 Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan
bantuan gravitasi)
3.1.4 Jane Fondas latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip;
20x pengulangan pada setiap bidang geraknya.
3.1.5 Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara
berkesinambungan. Bila diperlukan gantung kaki dalam posisi
prone.
3.1.6 Gait Checks, fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakukan backwards ambulasi untuk mendukung
tercapainya ROM ekstensi penuh dengan memakai brace.
3.1.7 Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella sendiri dengan
dibantu oleh fisioterapis.
3.1.8 Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee. Posisi tersebut juga
membantu untuk menstretching harmstrings. Dalam posisi tersebut
pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama 10-15 menit

302 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2

3.3

setiap 2-4 jam, coba unutk tetap mempertahankan knee dalam


posisi lurus.
3.1.9 Setelah melakukan seluruhlatihan tersebut berikan terapi es,
kompressi dan elevasi untuk mengontrol nyeri\oedema.
3.1.10 Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee
3.1.11 Lakukan latihan tersebut dua kali sehari, setiap dua hari sekali
latihan dihentikan untuk mengurangi iritasi.
3.1.12 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II adalah : Oedema
berkurang\terkontrol, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi
mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus ROM fleksi
hanya 90), mampu melakukan SLR hip dalam posisi abduksiadduksi, fleksi-ekstensi dan dapat berjalan dengan weight bearing
sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.
Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace sesudah operasi . Sebaiknya sudah
berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi
penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain
selama melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
3.2.1 Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
3.2.2 Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan. Gerakan ini
dilakukan sampai kne berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee
over tip of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa nyeri.
3.2.3 Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
3.2.4 Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x
pengulangan dengan tinggi undakan 3, peningkatan tinggi undakan
sesuai dengan toleransi.
3.2.5 Latihan eccentrics (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai
dengan indikasi.
3.2.6 Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan
meningkat ke single leg stands.
3.2.7 Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
3.2.8 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III adalah :
Berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal, ROM ekstensi
knee mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120 Latihan naikturun tangga mencapai 3x pengulangan selama 3 menit setiap
pengulangan (eccentric), latihan stairmaster mencapai 10 menit,
latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan treadmill 15 menit atau
lebih , tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain selama
melakukan latihan.
Fase III Minggu ke-5 dan 8
Observasi umum harus memonitor adanya efusi, perhatian terhadap
adanya tendonitis patellae. Latihan yang diberikan adalah:
3.3.1 Lanjutkan latihan squats dengan matras.
3.3.2 Mulai latihan single dan double leg press.
3.3.3 Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan
gerak twisting. Latihan dapat menggunakan back pedals dan side
stapping.

303 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.3.4

3.4

3.5

Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan


aerobic
3.3.5 Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
3.3.6 Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
3.3.7 Latihan ekstensi lutut open chained
Fase IV Minggu ke-8 dan 12
Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional.
Fisioterapis harus memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat
beraktivitas.Latihan yang diberikan adalah seluruh latihan pada fase III
ditambah :
3.4.1 Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag,
plant (latihan dengan alas lembut) dan back up.
3.4.2 Tes isokinetik dalam ROM penuh pada minggu ke 12
3.4.3 Latihan di sliding board (area yang miring)
3.4.4 Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III
Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)
Dapat mulai latihan olah raga. Latihan sama dengan fase IV ditambah
dengan:
3.5.1 Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihan intensif.
3.5.2 Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai
olah raga yang digeluti.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

304 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA ANKLE SPRAIN

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

Panduan
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Ankle sprain

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Ankle Sprain


Intervensi fisioterapi pada Ankle Sprain

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Dislocation
Neoplasma

305 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Ada riwayat trauma (kesleo) kearah inversi
- Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral
- Nyeri meningkat pada saat gerak eversi
Inspeksi:
- Tampak oedeme dan/atau haemetome pada lateral kaki.
Tes cepat
- Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat.
Tes gerak aktif
- Gerak inversi nyeri dan gerak eversi tidak terasa nyeri
- Gerak dorso dan plantar flexi
Tes gerak pasif
- Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
- Gerak lain negatif
Tes gerak isometric
- Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis
cidera
Tes khusus
Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri,
kemungkinan lig.lain seperti lig.calcaneocuboideum.
- Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau
peroneus brevis terasa nyeri
- Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri
dengan springy end feel.
Pemeriksaan lain
-

Diagnosis
- Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle.
Rencana tindakan:
-

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

306 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

Pada fase acute diterapkan RICE


Bandaging dengan elestic bandage dan /atau tapping diberikan hingga
satu minggu atau lebih
US: diberikan pada fase kronik
o Pada ligamenta atau tendon yang terjadi cidera
o Dosis 1.5 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
Transverse friction
Active stabilization and balance exercise.
Walking exc

Evaluasi
-

Nyeri sekitar ankle

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis RICE
Juknis US
Juknis Bandage

307 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

Panduan
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Flat foot

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Flat foot


Intervensi fisioterapi pada Flat foot

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Poliomielitis

308 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
-

Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih


Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Tidak ada arcus plantar
- inbalance
Inspeksi:
- Telapak kaki datar, tulang navicularis menonjol ke medial.
Tes cepat
- Gait anlisis tampak kaki menyudut kelateral
- Plantar fleksi lebih lemah
Tes gerak aktif
- Dalam batas normal
Tes gerak pasif
Gerak pronasi kaki ROM lebih besar dari normal, gerak pronasi terbatas
elastic end feel
- Gerak lain normal
Tes gerak isometric
-

Fleksi jari-jari kaki kekuatan kurang dibanding dengan otot lain.

Tes khusus
- Palpasi: arcus longitudinal plantaris rata
- Pengukuran adakah genu valgus
Pemeriksaan lain
-.Podografi: dijumpai flet foot.
Diagnosis:
- gangguan kesimbangan dan berjalan akibat flat foot
Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

309 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

Strengthening exercice pada fleksor jari kaki


Ballance exc
Walking exc dengan menggunakan ujung kaki
Penggunaan medial arc support

Evaluasi
-

Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis strengthening exc
Juknis walking exc dan balance exc
Medial arc support

310 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

RS..

FISIOTERAPI PADA PES EQUINOVARUS

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

PANDUAN
PELAYANAN
FISIOTERAPI

Tanggal terbit

Ditetapkan,

Pengertian

Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Pes equinovarus

Tujuan

Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan

Indikasi:

Direktur

Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Pes equinovarus


Intervensi fisioterapi pada Pes equinovarus

Kontra indikasi :
-

Fraktur
Poliomielitis

311 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Prosedur

Dosis :
Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih
Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
-

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Dibawa sejas lahir atau akibat kelumpuhan
- Anak terlambat usia jalan
- Berdiri dan jalan dengan punggung kaki
Inspeksi:
Telapak kaki melengkung, menapak dengan sisi luar kaki atau dengan
punggung kaki.
Tes cepat
-

Gait anlisis tampak kaki menyudut kemedial atau berdiri denga sisi
luar kaki atau bahkan punggung kaki
Tes gerak aktif
-

- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun


Tes gerak pasif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi dengan firm end feel
Tes gerak isometric
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun
Tes khusus
- Joint play movement
- Stretch test pada arcus longitudinal kaki
Pemeriksaan lain
-.Podografi: dijumpai flet foot.

Diagnosis:
-

Gangguan jalan dengan punggung kaki akibat pes equino varus

Rencana tindakan:
-

Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
Perencananaan intervensi secara bertahap

312 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Intervensi
-

Mobilisasi kaki
Strengthening exercice pada fleksdorsal fleksi dan eversi
Ballance exc
Penggunaan sebatu koreksi

Evaluasi
-

Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait

Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran

Juknis asesmen
Juknis strengthening exc
Juknis walking exc dan balance exc
Medial arc support

313 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 314 dari 2

Judul: Angkat angkut pasien

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

Angkatangkut pasien adalah cara atau tehnik untuk memindahkan pasien


dari satu tempat ke tempat yang lain baik dengan atau tanpa alat bantu
disertai jarak vertical dan atau horizontal.

1.2

II.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam angkatangkut pasien adalah


1.2.1

Berat Pasien, jarak angkut ,dan intensitas.

1.2.2

Kondisi lingkungan rumah sakit yaitu lantai licin,kasar, naik turun

1.2.3

Kemampuan tenaga kesehatan

1.2.4

Peralatan yang dipakai

1.2.5

Metode mengangkat yang benar

TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi semua karyawan yang melakukan angkatangkut pasien
secara aman,efektif dan efisien

III. PROSEDUR
3.1

Persiapan
3.1.1 Pahami benar kondisi pasien. (apakah fraktur leher atau pingang,
stroke, sadar atau tidak dll).
3.1.2 Beri penjelasan ke pasien atau keluarga tentang prosedur, maksud
dan tujuan angkatangkut tersebut
3.1.3 Perhatikan Drain dan line atau linen yang mungkin mengganggu.

314 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.1.4

3.2

3.3

Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata atau


mengganggu sebaiknya disingkirkan dulu.
3.1.5 Persiapkan terlebih dahulu alat Bantu angkatangkut pasien atau
bila pasien tidak memungkinkan diangkat sendiri maka orang yang
akan membantu harus sudah siap di tempat pasien tersebut dan
mengetahui perannya. Jangan pasien sudah diangkat baru panggil
bantuan.
3.1.6 Pastikan bahwa tempat tidur pasien sudah terkunci dan lantai tidak
licin.
3.1.7 Posisikan atau atur tinggi rendah tempat tidur sesuai karyawan
yang mau mengangkat ( Posisi setinggi antara tali pusar dan siku
karyawan ) dan buka rel pengaman bed terlebih dahulu
Pelaksanaan
3.2.1 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
3.2.2 Pasien diusahakan menekan pada anggota tubuh yang kuat dan
membebaskan tubuh yang lemah dari pembebanan berlebihan.
3.2.3 Pegangan harus tepat, penganggkat dengan pegangan tangan penuh
3.2.4 Lengan harus sedekat dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus
3.2.5 Punggung harus diluruskan.
3.2.6 Dagu ditarik segera setelah kepala tegak kembali ( seperti
permulaan gerakan ) dengan posisi kepala dan dagu lurus diikuti
seruruh tulang belakang.
3.2.7 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat,
satu kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki
kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu
mendorong tubuh pada gerakan pertama
3.2.8 Berat badan dimanfaatkanuntuk menarik dan mendorong serta
gaya untuk gerakan dan perimbangan.
3.2.9 Beban diusahkan berada sedekat mungkin terahadap garis vertical
yang melalui pusat gravitasi tubuh.
3.2.10 Angkat angkut pasien dengan kondisi khusus diatur dengan SPO
tersendiri.
Mengakhiri Terapi
3.3.1 Merapikan kembali drain, line dan linen seperti semula.
3.3.2 Kunci roda tempat tidur dan pengaman.
3.3.3 Mengembalikan alat bantu angkat angkut ketempat semula.
3.3.4 Memberikan penjelasan ke keluarga atau pasien kalau proses
angkat angkut sudah selesai

315 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1
6.2
6.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

316 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 317 dari 3

Judul: Standar Identifikasi pasien fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN

Standar Identifikasi pasien fisioterapi adalah suatu standar yang


diberlakukan dalam penerimaan pasien melalui identifikasi pasien yang
mencakup identitas diri / nama dan problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain.

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi staf dalam mengidentifikasi pasien.

III. KEBIJAKAN
Semua terapis, Staf Administrasi, Pekarya dan petugas lain yang berhubungan
pelayanan wajib mengetahui indentitas pasien secara lengkap dan dtegaskan
kembali oleh staf dengan memanggil ulang nama tersebut.
IV. PROSEDUR
4.1.

Pasien rawat jalan


4.1.1

Pada saat datang di Administrasi / ruang tunggu


4.1.1.1

Staf Administrasi mengucapkan selamat dan meminta


pasien menyebutkan identitas dirinya.

4.1.1.2

Staf

Administrasi

melakukan

registrasi

dan

melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.

317 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

atau

4.1.1.3

Staf Administrasi mencetak label dan meminta konfirmasi


pasien tentang data yang tercantum pada stiker dan
menempelkan label pasien yang dimaksud di slip
pembayaran

4.1.1.4

Terapis meminta staf administrasi memanggil nama


pasien ke ruangan pemeriksaan

4.1.2

Pada saat datang di ruang pemeriksaan


4.1.2.1

Pasien masuk keruang pemeriksaan dengan menyebutkan


namanya.

4.1.2.2

Terapis melakukan pengecekan dengan memanggil ulang


nama pasien.

4.1.3

Pada saat pasien datang di ruang tindakan


4.1.3.1

Terapis memberikan tindakan dengan menyebut nama


pasien

4.1.3.2

Terapis memberikan tanda pada item tindakan slip


pembayaran dan melakukan paraf.

4.1.4

Pada saat datang di administrasi fisioterapi


4.1.4.1

Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama


pasien kedalam komputer.

4.1.4.2

Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat


perjanjian kedatangan berikutnya.

4.2.

Pasien rawat Inap


4.2.1

Diruang rawat inap


4.2.1.1

Terapis membawa Form permintaan ke ruangan rawat


inap dan memeriksa status pasien

4.2.1.2

Terapis memperkenalkan diri pada pasien dan atau


keluarganya kemudian melakukan asessment termasuk
jati diri pasien. Problematik yang diperoleh di gabungkan
dengan

diagnosa

medis,

untuk

didokumentasikan dalam status pasien

318 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

kemudian

4.2.2

Diruang Terapi
4.2.2.1

Pasien diantar

dari ruang rawat inap oleh petugas

ruangan ke ruangan terapi


4.2.2.2

Staf Administrasi menerima pasien, mengucapkan selamat


dan

4.2.2.3

meminta pasien menyebutkan identitas dirinya.

4.2.2.4

Staf

Administrasi

melakukan

registrasi

dan

atau

melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.


4.2.2.5

Staf Administrasi mencetak label dan menempelkan label


pasien yang dimaksud di slip pembayaran

4.2.3

Pada saat datang di administrasi Fisioterapi


4.2.3.1

Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama


pasien kedalam komputer.

4.2.3.2

Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat


perjanjian kedatangan berikutnya.

V.

DOKUMEN TERKAIT
-

VI. LAMPIRAN
-

319 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 320 dari 362

Judul: Alur Pengkajian Pasien Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh : Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

II.

III.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Pengkajian pasien Fisioterapi adalah adalah kegiatan yang dilakukan fisioterapis
mulai dari anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik sebagai acuan untuk
menentukan masalah, rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien.
TUJUAN
2.1 Untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang pasien.
2.2 Untuk menentukan masalah yang ada pada pasien
2.3 Untuk menentukan rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien
PROSEDUR
3.1 Pasien baru datang dengan surat rujukan, baca surat rujukan lalu lakukan
pemeriksaan.
3.2 Pasien baru datang tanpa surat rujukan, dilakukan pemeriksaan.
3.3 Pemeriksaan dilakukan menurut keperluannya dan tidak mengubah posisi
pasien berulang-ulang.
3.4 Lakukan anamnesa terhadap pasien atau keluarga.
3.5 Lakukan observasi berhubungan dengan alat bantu, bentuk, kulit, pola jalan,
fungsional dan mobilitas.
3.6 Lakukan pemeriksaan fisik berhubungan dengan AROM, PROM,
neuropsikologis, tes melawan tahanan, tes khusus.
3.7 Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya bengkak, spasme, dan keadaan
tonus otot.
3.8 Lakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan.
3.9 Tentukan masalah yang ada pada pasien.
3.10 Pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk
3.11 kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain
yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.12 Tentukan program terapi sesuai dengan masalah yang ada dan kebutuhan
pasien atau mengirim pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak
dapat ditangani dirujuk kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau
professional kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.13 Berikan edukasi dan program latihan di rumah kepada pasien dan keluarga.
3.14 Lakukan pencatatan mengenai pengkajian, program dan tujuan terapi pada
formulir catatan pemeriksaan fisioterapi.

320 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.15 Laporan evaluasi pasien fisioterapi kepada dokter pengirim apabila program
terapi telah selesai.

IV.

DOKUMEN TERKAIT
4.1 Formulir catatan pemeriksaan fisioterapi
4.2

V.

VI.

Formulir laporan evaluasi pasien fisioterapi

LAMPIRAN
Bagan alur pelayanan pasien fisioterapi
DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2

Manajer Klinik

6.3

Kepala Bagian Keterapian Fisik

321 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 322 dari 4

Judul: Standar Pengkajian Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Pengkajian Fisioterapi adalah suatu proses mencakup pemeriksaan pada diri
individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain, dengan cara mengangkat riwayat penyakit, telaah umum,
uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi
hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses
pertimbangan klinis.

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan Pengkajian fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit

dan wajib diikuti oleh

Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.

IV. PROSEDUR

Komponen :
4.4

Identifikasi Umum.
Kriteria :
4.4.1. Data lengkap
4.4.2. Sistematis

322 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.4.3. Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan valid.
4.4.4. Asesmen dan konsultasi
Data awal mencakup elemen;
4.4.4.1. Riwayat penyakit dan harapan pasien / klien
4.4.4.2. Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai
dirasakan dan upaya pencegahannya.
4.4.4.3. Diagnosa medis dan dan riwayat medis yang berkaitan
4.4.4.4.
4.4.4.5. Karekteristik demografi, psikologik, sosial, dan faktor
lingkungan yang terkait.
4.4.4.6. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan
dengan episode asuhan fisioterapi
4.4.4.7. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
4.4.4.8. Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai
dengan kadar pengetahuannya.
4.4.4.9. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes)
dari pasien / klien dan keluarga dan pihak lain yang
terpengaruh.
4.4.5. Telaah sistemik
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal,
mencakup sistem-sistem :
4.4.5.1. Kardiovasculer/ pulmuner
4.4.5.2. Integumenter
4.4.5.3. Musculoskleletal
4.4.5.4. Neuromusculer
4.4.6. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan
pembelajaran.
4.4.7. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien / klien.
4.4.7.1. Arousal, atensi dan kognisi
4.4.7.1.1

Tingkat kesadaran

4.4.7.1.2

Kemampuan menjawab perintah

4.4.7.1.3

Kemampuan tampilan secara umum

323 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.4.7.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris


4.4.7.2.1.

Keterampilan motorik kasar dan halus

4.4.7.2.2.

Pola gerak reflek

4.4.7.2.3.

Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi

4.4.7.3. Range Of Motion


4.4.7.3.1.

Luas gerak sendi

4.4.7.3.2.

Nyeri jaringan lunak sekitar

4.4.7.3.3.

Panjang dan fleksibilitas otot

4.4.7.4. Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya


tahan )
4.4.7.4.1.

Force, velocity, torque, work, power

4.4.7.4.2.

Gradasi manual muscle test.

4.4.7.4.3.

Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform


dan frekwensi

4.4.7.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi


4.4.7.5.1.

Frekwensi

denyut

jantung,

frekwensi

pernafasan, tekanan darah


4.4.7.5.2.

Gas darah arteri

4.4.7.5.3.

Palpasi denyut perifer

4.4.7.6. Sikap
4.4.7.6.1.

Sikap statik

4.4.7.6.2.

Sikap dinamik

4.4.7.7. Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan


4.4.7.7.1.

Karateristik langkah

4.4.7.7.2.

Fungsional lokomasi

4.4.7.7.3.

Karateristik keseimbangan

4.4.7.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal


4.4.7.8.1.

Aktifitas hidup harian

4.4.7.8.2.

Kapasitas fungsional

4.4.7.8.3.

Transfer

4.4.7.9. Integrasi / reintegrasi masyarakat dan kerja ( pekerjaan /


sekolah / bermain )
4.4.7.9.1.

Aktifitas instrumentasi kehidupan harian

324 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.4.7.9.2.

Kapasitas fungsional

4.4.7.9.3.

Kemampuan adaptasi

4.4.8. Pemeriksaan penunjang seperti radiology, laboratorium dan lain


sebagainya
4.4.9. Analisa data dan interpretasi data.
Analisa dan interpretasi data adalah suatu kegiatan untuk
menyimpulkan informasi yang diperoleh dengan membandingkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya dengan aktifitas
sehari-hari.
V.

DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1
7.2
7.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

325 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 326 dari 2

Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manager Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
1.1

Diagnosa Fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom,


sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari
pemeriksaan pasien / klien.

1.2

Prognosa fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi


sehat sakit pasien / klien yang mungkin tercapai dalam waktu berikutnya
denganintervensi fisioterapi.

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan diagnosa dan prognosa fisioterapi pada pasien / klien yang
ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit

dan wajib diikuti oleh

Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.


IV. PROSEDUR
4.1

Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi


dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi
gerak, mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu,
limitasi fungsi, ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan berfungsi
dalam menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan
prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.

326 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2

4.1.1

Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.

4.1.2

Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.

4.1.3

Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian

4.1.4

Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.

Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi


perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien / klien yang mungkin
dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.

V.

DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN
6.1

Diagnosa Musculosceletal

6.2

Diagnosa Neuromusculer

6.3

Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner

6.4

Diagnosa Integumenter

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1

Direksi

7.2

Manajer Klinik

7.3

Kepala Bagian Keterapian Fisik

327 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 5 dari 5

Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manager Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

Diagnosa Musculosceletal
Berpotensi

untuk

terjadi

gangguan

kinerja

system

musculoskeletal

demineralisasi
Gangguan Sikap
Gangguan Kinerja otot
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Inflamasi lokal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan arthroplasty sendi
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang / jaringan lunak.
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan amputasi

II.

Diagnosa Neuromusculer
Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance dan jatuh.
Gangguan Perkembangan Neuromotor

328 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS conginetal atau pada bayi dan masa anak.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS pada usia dewasa
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Progresif Disorder CNS.
Gangguan Periferal nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Periferal Nerve Injury.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acut
atau Chronic Polyneuropathies.
Gangguan motor function dan Periferal nerve integration yang berkaitan dengan
Non Progresif Disorder Spinal Cord
Gangguan kesadaran, ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.

III. Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner


Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular pulmonary
Gangguan kapasitas aerobiki / ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, aerobic capacity / indurance yang
berkaitan dengan airways clearance dysfunction.
Gangguan kapasitas aerobik / ketahanan yang berkaitan dengan cardiovascular
pump dysfunction or failure.
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan Ventilatory pump dysfunction or failure
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure.
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure pada neonatus.
Gangguan sirkulasi darah, anthropometric dimentions yang berkaitan dengan
Lymphatetic Syndrom disorder.

329 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. Diagnosa Integumenter


Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan superficial skin
involment.
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment dan scar formation
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment extended in to fascia, muscle, or bone and scar formation.

330 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 331 dari 3

Judul: Standar Perencanaan Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Perencanaan fisioterapi ialah rumusan antisipasi kondisi pasien jangka pendek,
menengah dan panjang yang bisa dicapai melalui serangkaian tindakan
fisioterapi, serta rumusan rangkaian tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk
pencapaian tersebut.
Perencanaan mencakup antisipasi tujuan, harapan dan rencana tindakan,
berkaitan dengan impairmen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan, harapan keberhasilan dinyatakan dengan terminologi
fungsional.

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan wajib
diikuti oleh Fisioterapis, pasien / klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas
lain.

331 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. PROSEDUR
Perencanaan disusun berdasarkan kebutuhan pasien untuk mengatasi diagnosa
fisioterapi dengan;
4.1

Ketentuan perencanaan meliputi;


4.1.1

Melibatkan pasien / klien ( keluarga dan pihak lain berpengaruh )


dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan

4.1.2

Merumuskan

tujuan

antisipatif

dan

harapan

keberhasilan

dinyatakan dalam terminologi terukur.


4.1.3

Merumuskan jenis-jenis tindakan fisioterapi, frekuensi, intensitas,


durasi, modifikasi dan jadwal evaluasi

4.1.4

Merumuskan pendidikan bagi pasien / klien dan keluarga /


pemberi pelayanan.

4.1.5

Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan koordinasi


dengan profesi / pelayanan lain.

4.1.6

Memberikan penjelasan yang cukup bagi pasien / klien atau


walinya tentang diagnosa, prognosa, antisipasi tujuan, harapan
keberhasilan, rencana tindakan dan pendidikan.

4.1.7

Meminta persetujuan tindakan atas dasar kesadaran ( informed


consent ) pasien / klien atau walinya

4.2

Komponen perencanaan meliputi;


4.2.1

Prioritas masalah : fungsi Motorik dan sensorik, fungsi koqnitif,


intrapersonal, interpersonal dan masalah fungsional.

4.2.2

Tujuan : Singkat dan jelas, berdasarkan diagnosa fisioterapi, dapat


diukur, realistik dan menggunakan tahapan.

4.2.3

Rencana tindakan

4.2.4

Tindakan metodelogi fisioterapi berdasarkan tujuan terapi dengan


memperhitungkan aspek efisiensi & efektifitas serta melibatkan
pasien

keluarga

pasien,

mempertimbangkan

budaya,

kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, menjamin rasa aman


dan nyaman bagi pasien dan mempertimbangkan lingkungan,
sumber daya dan fasilitas yang ada. Rencana tindakan harus berupa
kalimat instruksi, ringkas, tegas dan mudah dimengerti serta
menggunakan sistimatika baku.

332 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2.5

Edukatif

4.2.6

Edukasi terhadap pasien melibatkan pasien dan keluarga pasien


dengan

memperhatikan

prinsip

belajar

mengajar

menggunakan metode yang tepat.dan komunikasi efektif

V.

4.2.7

Evaluasi

4.2.8

Menggunakan konsep pengukuran


4.2.7.1

Dilakukan secara berkala

4.2.7.2

Penetapan kriteria keberhasilan.

4.2.7.3

Penetapan kriteria modifikasi

4.2.7.4

Penetapan kriteria rujukan.

DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1
7.2
7.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

333 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

serta

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 334 dari 2

Judul: Standar Intervensi Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: KepalaUnit Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manager Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Intervensi fisioterapi ialah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan
dengan maksud memenuhi kebutuhan pasien secara maksimal yang mencakup
aspek peningkatan, pemeliharaan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan
dengan
mengikut sertakan pasien dan keluarganya.mencakup penanganan
manual; peningkatan gerak; peralatan fisis; peralatan elektroterapeutis dan
peralatan mekanis; pelatihan fungsional; penentuan bantuan dan peralatan
bantuan; dokumentasi dan koordinasi, komunikasi

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi fisioterapi dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku dilingkungan, dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain.
IV. PROSEDUR
Intervensi setiap kunjungan / pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien / klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten
harus dibawah direksi/pengarahan dan supervise otentikasi (pengesahan)
dokumen oleh fisioterpi berijin, memuat unsure-unsur:
Kriteria :
4.1

Sesuai rencana fisioterapi termasuk penetapan dosis dan waktu.

334 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2

Mengamati kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dengan pendekatan


holistik.

4.3

Menjelaskan setiap tindakan / intervensi fisioterapi kepada pasien /


keluarga.

4.4

Menggunakan sumber daya ( peralatan, fasilitas dan mempertimbangkan


sosio ekonomi pasien )

4.5

Bersikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien / keluarga.

4.6

Menerapkan prinsip aseptik / antiseptik.

4.7

Menerapkan etika fisioterapi.

4.8

Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan


keselamatan pasien.

4.9

Segera merujuk masalah yang mengancam keselamatan pasien.

4.10 Mencatat semua intervensi yang telah dilaksanakan.


4.11 Melaksanakan intervensi fisioterapi berdasarkan prosedur yang telah
ditentukan dan memperhatikan respon pasien.
4.12 Memperhatikan kerapian pasien dan sarana fisioterapi.
4.13 Mengatasi gangguan kapasitas fisik kemampuan fungsional

V.

DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1
7.2
7.3

Direksi
Manajer Klinik
Kepala Bagian Keterapian Fisik

335 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 336 dari 2

Judul: Standar Dokumentasi Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Unit Fisisoterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan asesmen awal, catatan perkembangan, catatan alur
pelayanan, re-asesmen dan kesimpulan pelayanan.
Autentikasi ialah proses untuk verivikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.

II.

TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan dokumentasi fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta dan
wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.
IV. PROSEDUR
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
4.1

Nama pasien dan data identifikasi lain.

4.2

Asal rujukan.

4.3

Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar

4.4

Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,

4.5

menengah dan jangka panjang sesuai standar IV.

336 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.6

4.7

Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:


4.6.1

Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris

4.6.2

Range of motion

4.6.3

Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )

4.6.4

Ventilasi, respirasi ( pertukaran gas ) dan sirkulasi

4.6.5

Sikap statis dan dinamis

4.6.6

Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan

4.6.7

Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal

Kriteria :
4.7.1

Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan

4.7.2

Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.

4.7.3

Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.

4.7.4

Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan


sisitimatika yang baku.

4.7.5

Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis


lurus sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali

4.7.6

Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama fisioterapis


yang melaksanakan intervensi fisioterapi.

4.7.7

Persetujuan ( informed consent ) : kepada pasien/klien harus


ditanyakan pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi
dimulai

V.

4.7.8

Disimpan sesuai peraturan yang berlaku.

4.7.9

Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.

DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1

Direksi

6.2

Manajer Klinik

6.3

Kepala Bagian Keterapian Fisik

337 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Judul : Bagan Alur Pasien Rawat Inap

Hal 3 dari 3

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.:

No. Revisi

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

DR. PENGIRIM

Form rujukan FT

Rujukan balik

FISIOTERAPIS

ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN

338 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Disahkan oleh:
Direksi

LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 339 dari 3

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

No.:

No. Revisi:

Dibuat
oleh:
Fisioterapi
Medis
Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

I.

Kepala

Disahkan oleh:
Direksi

PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Inap bagian Fisioterapi adalah alur pasien rawat inap
yang memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi

II.

TUJUAN
2.1

Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat Inap yang


membutuhkan pelayanan bagian Fisioterapi.

2.2

Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat inap bagian Fisioterapi.

III. PROSEDUR
3.1

Dokter spesialis pengirim membuat surut rujukan ke Fisioterapi

3.2

Perawat

ruangan menginformasikan

adanya

pasien

baru

kepada

Fisioterapi.
3.3

Fisioterapis menjawab konsul dan membuat program Fisioterapi dicatat


dalam rekam medis

3.4

Terapis menentukan prioritas permasalahan, menentukan tujuan terapi


dan melakukan tindakan,mengevaluasi dan mendokumentasikan proses
fisioterapi dan perkembangan pasien.

3.5

Fisioterapis memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk


melaksanakan program di ruang rawat inap.

3.6

Kasir memasukan data pembayaran ke komputer.

339 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

bagian

IV. UNIT TERKAIT


Tidak ada

V.

LAMPIRAN
5.1

Bagan alur pasien rawat Inap

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1

Direksi

6.2

Manajer Departemen Klinik

6.3

Manajer Departemen Keperawatan

340 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 341 dari 3

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

No.:

No. Revisi:

Dibuat
oleh:
Fisioterapi
Medis
Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Kepala

Disahkan oleh:
Direksi

DOKTER PENGIRIM
R
u
j
u
k
a

Fisioterapis
n
Program

E
V

R
A
U
L
J
U
U
A
K
S
A

TERAPIS
N

Pelaksanaan

S
L
I
P

ADMINISTRASI
Input Pembayaran

341 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

bagian

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 5 dari 5

Judul: Alur Pasien Rawat Jalan

Departemen : Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.:

No. Revisi

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

PASIEN RAWAT JALAN

Poliklinik / UGD RSPIK

Tanpa Rujukan

Ada Form
Rujukan ?

Luar RSPIK

Tidak

Ya

Dokter Rehabilitasi
Program

Terapis
Konsultasi

Terapis
Assesment

Tidak

Sesuai
Kewenangan ?

Ya
Terapis
Penatalaksanaan

Terapis
Evaluasi & Kontrol Ke Dokter

342 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Disahkan oleh:
Direksi

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 5 dari 5

Judul: Alur Pasien Rawat Jalan

Departemen : Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.:

No. Revisi

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

PASIEN
RAWAT JALAN

Poliklinik RSPIK

Luar RSPIK

Tanpa Rujukan

Ada Form
Rujukan ?

Tidak

Ya

DR. REHABILITASI
Program

TERAPIS
Assesment

Ya

TERAPIS
Penatalaksanaan

Sesuai
Kewenangan ?

Tidak

TERAPIS
Konsul Ke Dokter

TERAPIS
Evaluasi &
Kontrol Ke Dokter

343 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 344 dari 6

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Jalan

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

No.:

No. Revisi:

Dibuat
oleh:
Fisioterapi
Medis
Disetujui Oleh:
Manager Klinik

Kepala

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Jalan bagian Fisioterapi adalah alur masuk dan keluar
pasien yang memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi.

II.

TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat jalan yang
membutuhkan pelayanan bagian Fisioterapi.
2.2

Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat jalan bagian Fisioterapi.

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien

IV. PROSEDUR
4.1 Pasien datang ke ruang terapi sesuai perjanjian atau urutan.
4.2 Rawat jalan RSPIK
4.2.1 Dengan surat rujukan
4.2.1.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
mendaftarkan pasien rujukan ke Fisioterapi
4.2.1.2 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien,
membuat create visite kemudian mengatur urutan pasien
masuk ke ruangan konsultasi.

344 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

bagian

Fisioterapi melakukan evaluasi dan membuat program


dan mengisi formulir tindakan terapi.
4.2.1.4 Pasien membawa formulir terapi dari Fisioterapi diterima
petugas administrasi Fisioterapi dan dilakukan registrasi
dan pengaturan jadwal.
4.2.1.5 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.1.6 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program,
edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan
evaluasi serta membuat rujukan ke dokter pengirim
4.2.1.7 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.1.8 Pasien membayar dikasir, dan Petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.
Tanpa surat rujukan
4.2.2.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
menyerahkan formulir tindakan terapi serta mengarahkan
pasien ke bagian rehabilitasi
4.2.2.2 Petugas administrasi rehabilitasi menerima pasien, meng
create visite kemudian mengatur urutan pasien masuk ke
ruangan terapi.
4.2.2.3 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.2.4 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program,
edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan
evaluasi serta membuat laporan ke Dokter pengirim.
4.2.2.5 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.2.6 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian..
Rawat jalan dari luar RSPIK
4.2.3.1 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien yang
membawa surat rujuk atau formulir tindakan terapi,
membuat case kemudian mengatur urutan pasien masuk
ke ruangan terapi
4.2.3.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.3.3 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta
membuat laporan pasien ke dokter pengirim.
4.2.3.4 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.3.5 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.
4.2.1.3

4.2.2

4.2.3

345 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.2.4

Rawat jalan tanpa surat rujukan


4.2.4.1 Pasien datang tanpa formulir terapi diterima petugas
admnistrasi dan dilakukan registrasi.
4.2.4.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.4.3 Terapis menerima pasien rawat jalan tanpa rujukan
dokter sesuai batas Kewenangannya, sebagai berikut :
4.2.4.4 Fisioterapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan
4.2.4.5 dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif,
pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki
postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama
pernafasan normal serta pelayanan dengan keadaan
aktualitas rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan.
4.2.4.6 Terapis Wicara dapat menerima pasien tanpa rujukan
dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif,
pelayanan dengan keadaan aktualitas rendah dan
bertujuan untuk pemeliharaan serta pelayanan pada
pasien/ klien dengan gangguan komunikasi ringan.
4.2.4.7 Okupasi Terapis dapat menerima pasien/ klien tanpa
rujukan dokter pada pelayanan yang bersifat promotif,
preventif, deteksi dini, penyembuhan dan pemulihan
dalam intervensi oupasi terapis pada gangguan area
kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja
operasional.
4.2.4.8 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi.
4.2.4.9 Pasien yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk ke
tenaga kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan
pasien.
4.2.4.10 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.4.11 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.

346 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

V.

UNIT TERKAIT
Tidak ada

VI. LAMPIRAN
Bagan alur pasien rawat jalan
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2

Manajer Departemen Klinik

7.3

Manajer Departemen Keperawatan

7.4

Kepala Seksi Pelayanan Terapi Fisik

347 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 348 dari 362

Judul: Prosedur Mulai Kerja Administrasi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

No.:

No. Revisi:

Dibuat oleh :
Kepala Bagian Fisioterapi
Disetujui Oleh:
Disahkan oleh:
Manajer Klinik
Direksi

I.

PENGERTIAN
Prosedur mulai kerja adalah suatu kegiatan persiapan staff administrasi dalam ruang
kerja yang disesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas pekerjaan yang meliputi
proses pemeriksanaan dan persiapan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan
dan kerapihan ruang kerja, pemisahanan dan pemeriksaan file keuangan pasien.

II.

TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf Administrasi Fisioterapi
dalam mempersiapkan ruang kerja sehingga dapat memberikan pelayanan yang
cepat, ramah, dan akurat kepada pasien dan keluarganya.

III. PROSEDUR
3.1 Staf Administrasi mengambil kunci ruang kerja dan uang modal kerja, slip
setoran bank diruang pusat Administrasi lantai 1.
3.2 Baca informasi terbaru.
3.3 Minta Uang Modal kerja ke Kasir Umum, jumlah uang modal sesuai yang
ditentukan.
3.4 Buka ruang kerja, pastikan bahwa ruang kerja terkunci sebelum dibuka.
3.5 Rapihkan tata ruang kerja, periksa kebersihan ruangan kerja.
3.6 Minta pihak Cleaning Service untuk membantu membersihkan ruang kerja.
3.7 Hidupkan komputer, printer, periksa keadaannya, pastikan bahwa kertas
untuk mencetak cukup, penuhi bila tidak.
3.8 Apakah semua kelengkapan kerja, alat cetakan, alat tulis, kertas, brochure
sudah terpenuhi ?
3.9 Jika TIDAK Catat semua kekurangan agar dapat dilengkapi.
3.10 Jika YA : lanjutkan
3.11 Periksa Transaksi di mesin kartu kredit, lakukan Settlement bila masih ada
transaksi
3.12 yang tertinggal lakukan Settlement dan berikan kepada Kasir Umum.
3.13 Konfirmasi dengan ruang perawatan untuk mengetahui jumlah pasien yang
rencana pulang pada hari tersebut dan juga biaya-biaya pasien yang belum
dilakukan pencatatan.
3.14 Selesai

348 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada
V.

LAMPIRAN

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Pengembangan Usaha
6.4 Kepala Bagian Administrasi Pasien
6.5 Kepala Bagian Keterapian Fisik

349 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 350 dari 362

Judul: Prosedur Akhir Kerja Administrasi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh : Kepala Bagian Fisioterapi

No.:
SPO-KL-FIS-45

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Prosedur Akhir Kerja adalah suatu kegiatan persiapan staf administrasi untuk
penutupan ruang kerja yang meliputi proses pelaporan hasil kerja, penyetoran
pendapatan, penyetoran file keuangan, pemeriksaan alat kerja, persiapan kertas
cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja.

II.

TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf administrasi Fisioterapi
dalam mengakhiri masa kerja sehingga dapat memberikan ketepatan pelaporan dan
penyetoran file keuangan pasien pulang dan pendapatan.

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
Fisioterapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien,
dan mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit
secara umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari Fisioterapis terapis dalam
penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program Fisioterapi, pelaksanaan program Fisioterapi dan
perkembangannya harus didokumentasikan secara lengkap oleh
Fisioterapis dalam berkas rekam medis pasien
IV. IV. PROSEDUR
4.1 Staff administrasi mempersiapkan file keuangan pasien yang sudah
menyelesaikan administrasi.
4.2 Cetak Laporan Pendapatan Kasir.
4.3 Sesuaikan pendapatan dengan Laporan Pendapatan, lakukan penghitungan
ulang apabila ada perbedaan, bila tidak dapat menyelesaikan permasalahan
konsultasikan hal tersebut dengan Penyelia, bila ada perbedaan maka
harus ada keterangan yang jelas dan juga dokumen yang lengkap.
4.4 Pisahkan antara uang modal dan pendapatan kasir.
4.5 Cetak Audit Trail dari mesin Kartu Kredit untuk menghindari kesalahan
printing.
4.6 Lakukan Settlement pendapatan kartu kredit.
350 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13

4.14
4.15
4.16
4.17
4.18
4.19

V.

Masukan semua pendapatan, slip dan Settlement kartu kredit ke dalam


amplop setoran kasir.
Isi keterangan dimuka amplop pendapatan kasir sesuai dengan isi amplop.
Tuliskan jumlah pendapatan kasir, tandatangan dan nama jelas penyetor di
Slip Bank untuk disetorkan.
Matikan komputer bila sudah tidak ada kegiatan administrasi lagi.
Pastikan semua komputer dan printer dalam keadaan mati, pastikan
kebersihan
ruangan terjaga baik dan semua pintu terkunci sebelum meninggalkan
ruangan.
Apakah Bank masih beroperasi?
4.13.1 Jika YA : Setorkan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke
Bank.
4.13.2 Jika TIDAK : Masukan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke
dalam Amplop Penyetoran Tunai
Tuliskan nama kasir dan jumlah pendapatan di muka Amplop penyetoran.
Minta Penyelia memeriksa semua laporan dan menandatangani laporan
dan juga dokumen yang terkait dengan laporan.
Setorkan laporan, Slip Bank/Amplop pendapatan, uang modal dan file
keuangan pasien pulang di seksi Kasir Umum.
Serahkan kunci ruangan kepada Penyelia.
Serah terimakan tugas yang tertunda kepada Staff administrasi Fisioterapi
berikutnya
Selesai

UNIT TERKAIT
Tidak ada

351 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Hal 352 dari 5

Judul: Orientasi Karyawan Baru


Bagian Fisioterapi

Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar :

Tanggal Revisi:

Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.:

No. Revisi:

Disetujui Oleh:
Manajer Klinik

Disahkan oleh:
Direksi

I.

PENGERTIAN
Orientasi Karyawan Baru Bagian Rehabilitasi Medik adalah suatu periode dalam
masa percobaan karyawan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perusahaan
dimana karyawan baru wajib mengikuti kegiatan pengenalan ( orientasi ).

II.

TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan orientasi
bagi karyawan baru di Bagian Rehabilitasi.

III. PROSEDUR
3.1 Pelaksana
3.1.1 Orientasi bagi karyawan baru akan dilaksanakan dalam 2 ( dua )
tahapan, sebagai berikut :
3.1.1.1 Orientasi Umum dilaksanakan oleh Departemen Sumber
Daya Manusia.
3.1.1.2 Orientasi Khusus dilaksanakan oleh Departemen bersama
Bagian Rehabilitasi.
3.1.2 Orientasi Khusus wajib dilikuti oleh karyawan baru sebagaimana
diatur dalam peraturan ini
3.1.3 Materi yang diberikan selama masa Orientasi Khusus akan meliputi:
3.1.3.1 Struktur Organisasi Departemen, Bagian dan Uraian Tugas.
3.1.3.2 Peraturan - Ketentuan Departemen Klinik.
3.1.3.3 Standar Prosedur Operasional.
3.1.3.4 Instruksi Kerja bagian Rehabilitasi.
3.1.3.5 Pengenalan lingkungan kerja.
3.1.3.6 Pengenalan peralatan kerja.
3.1.3.7 Latihan penggunaan peralatan kerja.
3.1.4 Metoda pelaksanaan Orientasi Khusus adalah dengan metoda
belajar aktif
3.1.5 dengan bimbingan petugas yang ditunjuk.
3.1.6 Evaluasi atas pemahaman sehubungan dengan materi yang
dipelajari akan dilakukan oleh Kepala Bagian Rehabilitasi dibantu
oleh Kepala Seksi Terapi Fisik.
3.1.7 Laporan Tertulis mengenai pelaksanaan orientasi Khusus serta
evaluasi Individual saat dilaksanakannya penilaian atas
352 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

3.2

pelaksanaan masa percobaan sesuai dengan ketentuan yang


berlaku akan dibuat oleh Kepala Bagian Rehabilitasi.
Ruang Lingkup
Peraturan ini berlaku bagi seluruh karyawan baru yang akan bertugas di
bagian Rehabilitasi.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Peraturan Perusahaan mengenai Orientasi Karyawan Baru Rumah Sakit Pantai
Indah Kapuk.
V.

LAMPIRAN
5.1 Jadwal Orientasi Karyawan Baru.

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Sumber Daya Manusia.
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik

353 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.2.
AUDIT DAN TINDAK LANJUT PENERAPAN SPO
1.

Pengertian :
Mengidentifikasi penyimpangan penerapan SPO melalui dokumen pelayanan
pasien/klien, menginterpretasi temuan penyimpangan, dan tindak lanjut
perbaikan SPO.

2.

3.

4.

Data yang dihasilkan :


a

Temuan penyimpangan penerapan SPO.

Interpretasi temuan penyimpangan.

Tindak lanjut perbaikan SPO.

SPO baru.

Peralatan yang digunakan :


a

Dokumen / status pasien.

Dokumen SPO

Buku / komputer

Alat tulis

Prosedur :
a

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.

Mengintrepretasi temuan.

Menindak lanjuti perbaikan SPO.

Mendokumentasi SPO baru.

354 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

5.

Lampiran

6.

Referensi :
6.1

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.

6.2

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang


Standar Profesi Fisioterapi

6.3

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang


Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.4

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang


Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.5

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

6.6

Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang


Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.

6.7

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989


tentang Rekam Medik.

6.8

Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.

6.9

Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy


Association, 2001

6.10 ISO 9000:2000.

355 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.3.
TELAAH DAN TINDAK LANJUT SUMASI PASIEN/KLIEN.

1.

Pengertian :
Merekapitulasi

sumasi

pasien/klien

yang

berkaitan

dengan

perubahan/perbaikan simtom, sindrom, patologi, impermen, keterbatasan


gerak, keterbatasan fungsi, dalam katagori : memburuk, tetap (flat), tanda
perbaikan, perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.
2.

Data yang dihasilkan :


a

Pengelompokan katagori sumasi pasien/klien : memburuk, tetap (flat),


tanda perbaikan, perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.

Interpretasi hasil pengelompokan.

Rekomendasi tindak lanjut perbaikan prosedur, metode, dan teknik


pelayanan.

3.

4.

Kreasi pembaharuan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.

Peralatan yang digunakan :


a

Dokumen / status pasien.

Dokumen SPO

Buku / komputer

Alat tulis

Prosedur :
a

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

Mengidentifikasi sumasi pasien/klien dalam katagori : memburuk, tetap


(flat), tanda perbaikan, perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan
normal.

356 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Mengintrepretasi temuan.

Merekomedasi perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.

Menindak lanjuti perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.


baru

Mendokumentasi prosedur, metode, dan teknik pelayanan baru.

5.

Lampiran

6.

Referensi :
6.1

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.

6.2

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang


Standar Profesi Fisioterapi

6.3

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang


Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.4

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang


Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.5

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

6.6

Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang


Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.

6.7

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989


tentang Rekam Medik.

6.8

Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.

6.9

Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy


Association, 2001

6.10 ISO 9000:2000.


357 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.4.
SURVEI DAN ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN/PASIEN/KLIEN.

1.

Pengertian :
Mengadakan survei, analisis kepuasan pelanggan/pasien/klien, dan tindak lanjut
perbaikan pelayanan , sedikitnya 2(dua) kali setahun.

2.

3.

4.

Data yang dihasilkan :


2.1

Temuan Indek Kepuasan Pasien/klien, dan atau kebutuhan baru.

2.2

Interpretasi temuan penyimpangan.

2.3

Tindak lanjut perbaikan pelayanan.

2.4

Metode/teknik pelayanan baru.

Peralatan yang digunakan :


3.1

Form kuisioner kepuasan pelanggan/pasien/klien.

3.2

Kotak saran

3.3

Dokumen / status pasien.

3.4

Dokumen SPO

3.5

Buku / komputer

3.6

Alat tulis

Prosedur :
4.1

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

4.2

Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.

4.3

Mengintrepretasi temuan.

4.4

Menindak lanjuti perbaikan SPO.

4.5

Mendokumentasi SPO baru.

5.

Lampiran

6.

Referensi :
WCPT, APTA, KARS, ISO 9000:2001.

358 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.5.
MEMBIMBING ORIENTASI PEGAWAI BARU.

1.

Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak
Fungsional :

2.

3.

4.

Data yang dihasilkan :


2.1

Temuan penyimpangan penerapan SPO.

2.2

Interpretasi temuan penyimpangan.

2.3

Tindak lanjut perbaikan SPO.

2.4

SPO baru.

Peralatan yang digunakan :


3.1

Dokumen / status pasien.

3.2

Dokumen SPO

3.3

Buku / computer

3.4

Alat tulis

4. Prosedur :
4.1

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

4.2

Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.

4.3

Mengintrepretasi temuan.

4.4

Menindak lanjuti perbaikan SPO.

4.5

Mendokumentasi SPO baru.

5.

Lampiran

6.

Referensi :
WCPT, APTA.

359 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.6.
MEMBIMBING PRAKTIK OBSERVASI MAHASISWA KESEHATAN.

1.

Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak
Fungsional :

2.

3.

4.

Data yang dihasilkan :


2.1

Temuan penyimpangan penerapan SPO.

2.2

Interpretasi temuan penyimpangan.

2.3

Tindak lanjut perbaikan SPO.

2.4

SPO baru.

Peralatan yang digunakan :


3.1

Dokumen / status pasien.

3.2

Dokumen SPO

3.3

Buku / komputer

3.4

Alat tulis

Prosedur :
4.1

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

4.2

Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.

4.3

Mengintrepretasi temuan.

4.4

Menindak lanjuti perbaikan SPO.

4.5

Mendokumentasi SPO baru.

5.

Lampiran

6.

Referensi :
WCPT, APTA.

360 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

IV.7.
MEMBIMBING PRAKTIK MAHASISWA FISIOTERAPI (INSTRUKTUR).

1.

Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak
Fungsional :

2.

3.

4.

Data yang dihasilkan :


2.1

Temuan penyimpangan penerapan SPO.

2.2

Interpretasi temuan penyimpangan.

2.3

Tindak lanjut perbaikan SPO.

2.4

SPO baru.

Peralatan yang digunakan :


3.1

Dokumen / status pasien.

3.2

Dokumen SPO

3.3

Buku / komputer

3.4

Alat tulis

Prosedur :
4.1

Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi

4.2

Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.

4.3

Mengintrepretasi temuan.

4.4

Menindak lanjuti perbaikan SPO.

4.5

Mendokumentasi SPO baru.

5.

Lampiran

6.

Referensi :
WCPT, APTA.

361 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

362 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Anda mungkin juga menyukai