Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MANAJEMEN DOMBA TANGKAS

Pakalangan dan Pamindangan Domba Tangkas

Disusun oleh :
Kelompok 6
Kelas A
Asep Rahayu Nugraha

200110110072

Fajar Rizky Pratama

2001101100...

Reza Haizar Juliansyah

200110110218

Ridho Fabrianto

200110110252

Muhammad Irfan

200110110253

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2014

I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Asal-usul perkembangan Domba Garut diyakini berasal dari domba lokal asli Garut,
yaitu dari Daerah Cibuluh dan Cikeris di Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja.

Domba Garut merupakan salah satu ternak yang dipelihara oleh sebagian
masyarakat sebagai ternak aduan yang merupakan salah satu budaya turuntemurun yang tetap dilestarikan. Selain mempertahankan budaya itu sendiri, juga
mempertahan domba garut sebagai domba aduan yang memiliki kualitas
tersendiri. Domba Garut sebagai aset nutfah Jawa Barat, memiliki potensi yang baik
untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup tanggap terhadap manajemen
pemeliharaan yang baik, dibandingkan domba lokal dan bangsa domba lain yang ada di
Indonesia, di samping itu memiliki keunggulan unik yang dapat dijadikan daya tarik
pariwisata daerah, khususnya untuk Domba Garut tipe tangkas.

Beraneka ragamnya kualitas ternak yang tersedia tersebut, bila ditinjau dari
sisi

breeding-reprodukasi,

maka

pengaturan

perkawinan

selain

untuk

meningkatkan populasi dan memperpendek jarak beranak juga dapat menghindari


perkawinan sedarah (inbreeding). Jadi pelestarian domba garut dapat dilakukan
dengan mempertahan budaya domba adu atau domba laga.
Seni Ketangkasan Domba Garut pada intinya yaitu terdapat pada domba
garutnya itu sendiri. Hal lain sebagai pendukung dari pelaksanaan seni
ketangkasan domba garut tersebut seperti adanya wasit, nayaga, bobotoh dan
panitia. Selain itu yang menjadi pendukung seni ketangkasan domba garut adalah

tempat pertandingan domba dan wilayah sekitarnya yaitu yang dinamakan dengan
pakalangan dan pamindangan sebagai seni di dalamnya. Oleh karena itu pada
makalah ini kelompok kami mencoba untuk membahas mengenai pakalangan dan
pamindangan seni ketangkasan domba garut.

1.2. Identifikasi Masalah


Adapun identifikasi masalah dari makalah ini adalah :

Apa perbedaan pakalangan dan pamindangan.

Apa saja yang terdapat pada pakalangan dan pamindangan.

1.3. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari makalah pernak-pernik SKDG ini yaitu :

Untuk mengetahui perbedaan antara pakalangan dan pamindangan.

Untuk mengetahui apa saja yang ada di dalam pakalangan dan


pamindangan.

II

PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi Pamindangan


Pamindangan merupakan tempat menangkaskan domba atau arena yang
ditanami rumput untuk penyelenggaraan kontes dan seni ketangkasan domba
Garut. Pamindangan di Bandung teerdiri dari 4 ranting, yaitu ranting Bandung
Utara (Babakan Siliwangi), Bandung Timur (Ujung Berung), Bandung Barat
(Cilimus) dan Bandung Selatan (M. Toha). Didalam Pamindangan menurut
standard terdapat pakalangan, galar, panggung nayaga, kursi/ruang untuk
penonton di sekeliling lapangan.
Pakalangan merupakan tempat atau arena bertarung bagi domba garut
yang akan ditangkaskan.

Pakalangan menurut standar mempunyai ukuran

minimal 15 x 15m sampai maksimal 10 x 30 m. Pakalangan memiliki tiga buah


lawang (pintu) sebagai tempat masuknya domba yang akan ditangkaskan.
Pakalangan dikelilingi oleh galar. Galar tersebut merupakan pembatas antara
penonton dan domba tangkas yang akan ditangkaskan. Dimana yang hanya boleh
memasuki pakalangan standarnya adalah domba yang akan ditangkaskan,
bobotoh, juri dan wasit. Kenyataan dilapangan didapatkan hasil bahwa masih
banyak penonton yang memasuki areal pakalangan. Seharusnya hal tersebut tidak
dibolehkan, selain karena aturan yang berlaku, hal tersebut juga dapat
membahayakan bagi penonton itu sendiri.
Disekitar pakalangan juga terdapat panggung nayaga. Panggung nayaga
dikhususkan untuk para pemain alat musik khas sunda yang mengiringi acara
ketangkasan domba garut. Pada panggung nayaga terdapat areal khusus bagi
suporter yang akan melakukan ngibing untuk menghibur dan juga menyemangati
domba yang sedang ditangkaskan di pakalangan.

Kursi atau ruang penonton juga terdapat disekitar pakalangan sebagai


tempat bagi para penonton yang akan menyaksikan seni ketangkasan domba garut.
Biasanya kondisi dilapangan ruang penonton tersebut berbentuk seperti tribun
penonton, dimana tempat duduk atau kursi bagi penonton berbentuk seperti anak
tangga dan diberi atap agar penonton terlindung dari panas dan hujan.

2.2. Kondisi di Lapangan


2.2.1. Babakan Siliwangi (Baksil)
Baksil berada di ranting Bandung Utara adalah cikal bakal pertunjukan
seni adu domba di jawa barat dan saat ini masih digunakan secara rutin. Baksil
pertama kali digunakan untuk adu ketangkasan sekitar tahun 1960 saat kota
Bandung dipimpin oleg Husein Wangsaatmadja. Saat itu kawasan baksil
disediakan sebagai sarana memelihara seni adu domba khas Jabar.
Baksil sering digunakan sebagai tempat ketangkasan domba garut bagi
domba yang berkriteria mapan. Jadwal kegiatan seni ketangkasan domba garut di
Baksil biasanya rutin pada minggu pertama setiap bulannya. Baksil mempunyai
luas sebesar 2 hektar dengan kapasitas daya tampung sebanyak 200 pasang
domba. Baksil memiliki pakalangan dengan luas 30 x 25 m dengan lapangan
rumput dan datar. Pakalangan di Baksil dikelilingi oleh galar sebagai pembatas
antara penonton dan domba yang akan ditangkaskan. Selain itu pakalangan Baksil
mempunyai panggung nayaga, tempat penonton dan ruang wasit. Ketika
dilangsungkannya pertandingan, didalam pakalangan terdapat 3 orang juri dari
setiap sudutnya, terdapat wasit yang bertugas dalam pertandingan, dan dua orang
bobotoh yang bertanggung jawab terhadap domba yang ditangkaskan didalam
pakalangan.

2.2.2. Cilimus
Cilimus merupakan ranting dari Bandung Barat. Pamindangan Cilimus
dimiliki oleh Alm. Abon yang diresmikan pada tahun 1980 oleh Walikota
Bandung pada masa tersebut. Pamindangan Cilimus biasa digunakan oleh domba
domba yang pemula sebagai ajang latihan. Pamindangan cilimus memiliki
kapasitas untuk 40 50 pasang domba garut yang akan ditangkaskan.
Pakalangan di Cilimus mempunyai ukuran 18 x 20 m. Disekitaran
pakalangan pakalangan Cilimus hanya terdapat galar dengan tinggi 80 cm yang
membatasi antara penonton dan domba yang ditangkaskan, serta hanya terdapat
panggung nayaga saja. Pakalangan Cilimus memiliki lapanga yang berupa tanah
merah dan cukup datar. Ukuran panggunga nayaga di Cilimus adalah 6 x 8 m.
Dimana musik yang dimainkan oleh nayaga ketika pertandingan adalah musik
musik pencak silat. Didalam Pakalangan Cilimus ketika berlangsungnya
pertandingan hanya terdapat seorang wasit dan dua orang bobotoh saja.

III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai