Anda di halaman 1dari 5

KEBUDAYAAN KOTA PROBOLINGGO

Jumat, 23 September 2011

KEBUDAYAAN KOTA PROBOLINGGO

Perlu kita ketahui bersama Kota Probolinggo adalah kota yang memiliki berbagai macam potensi
dasar dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam aspek dan potensi yang
dimiliki seperti potensi perikanan, pertanian dan kebudayaan sebagai salah satu aset untuk
membangun kota Probolinggo. Jika kita berbicara tentang kebudayaan, kebudayaan adalah aset
yang sangat peka dan wajib dimiliki oleh setiap daerah karena budaya sendiri adalah suatu hasil dari
pola tingkah laku yang didapat dan disampaikan melalui berbagai macam bentuk, seperti melalui
kesenian, adat-istiadat bahkan kebiasaan yang sudah mendarah daging dan membentuk suatu
kepribadian yang dilakukan baik individu maupun kelompok tertentu.

Hal ini senada dengan Drs. Priyono yang menegaskan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang pasti
dimiliki oleh semua daerah, termasuk kota Probolinggo. Pemikiran bahwa kebudayaan sebagai aset
pariwisata daerah sangat perlu dimantabkan, karena kebudayaan yang ada tidak sekedar yang
tumbuh dari masyarakat, tetapi harus dibangun dikembangkan, Beberapa unsur kebudayaan yang
ada di kota ini, hampir semuanya berpotensi menjadi sebuah materi pariwisata. Sebagaimana
pengertian kebudayaan adalah sistem tingkah laku yang telah diatur bersama dan didukung oleh
pemikiran dan nilai-nilai yang mempunyai beberapa fungsi untuk mengawal dan mengatur
kehidupan individu dan masyarakat.

Setelah memahami apa arti sebenarnya dari Kebudayaan maka sudah sepatutnya kita mengetahui
Seni dan Budaya apa saja yang sebenarnya sudah dimiliki oleh Kota Probolinggo yang mampu
menumbuh kembangkan aspek Pariwisata. Baik dari sisi Kesenian, Tradisi hingga Adat istiadat.

1. Jaran Bodhag dan Jaran Kencak

Jaran Bodhag dalam terminologi bahasa Jawa “Jaran” berarti kuda dan “bodhak” (bahasa Jawa dialek
Jawa Timur, khususnya wilayah Timur) berarti wadah, bentuk lain. Walaupun belum diketahui angka
tahun yang pasti sejak kapan kesenian “Jaran Bodhag” ini mulai diciptakan dan dikenal oleh
masyarakat kota Probolinggo, namun dari beberapa sumber diketahui bahwa “Jaran Bodhag”
diciptakan oleh orang-orang kota Probolinggo pada zaman awal kemerdekaan.

Pada waktu itu orang-orang Probolinggo, terutama orang-orang pinggiran dan miskin mendambakan
suatu seni pertunjukan. Seni pertunjukan yang populer di kalangan masyarakat kota Probolinggo
adalah “Jaran Kencak”, yakni kuda (jaran) yang “ngencak” (menari). “Jaran Kencak” sebutan dalam
dialek lokal untuk menyebut “Kuda Menari”, sejenis pertunjukkan yang menggunakan kuda yang
dilatih khusus untuk menari dan dirias dengan pakaian serta aksesoris lengkap.

Pada kalangan masyarakat miskin, yang karena kemiskinannya mereka tidak mampu memiliki atau
menyewa kuda untuk “Jaran Kencak” ini, mereka membuat modifikasi Jaran Kencak dengan jaran
(kuda) tiruan. Terbuat dari kayu menyerupai kepala kuda sampai leher, kemudian leher kuda kayu
itu disambung dengan peralatan lengkap dengan aksesoris mirip “Jaran Kencak” asli, yang
memungkinkan seseorang dapat berdiri di dalam dan dikelilingi aksesoris kuda. “Penunggang” kuda
seolah-olah naik kuda, padahal ia berdiri dan berjalan (dengan kaki sendiri ) dengan menyangga
leher kepala kuda lengkap dengan aksesorisnya sehingga dari jauh mirip orang yang naik “Jaran
Kencak” itulah yang disebut dengan “Jaran Bodhag”.

Pada saat ini “Jaran Bodhak” masih populer di kalangan masyarakat kota Probolinggo. Dan kesenian
ini biasanya digunakan untuk mengiringi dan mengarak acara hajatan, pernikahan, khitanan, dan
sebagainya. Menurut Bpk. Priyono bentuk penyajian kesenian ini adalah arak-arakan di jalan
maupun di halaman rumah. Kesenian ini tumbuh dan berkembang di mayarakat Probolinggo yang
sampai sekarang masih aktif untuk mengadakan kegiatan pembinaan dan pementasan. Penyajian
kesenian ini diiringi dengan musik tradisional yang terdiri dari kenong, gong, kendang, dan sronen.
Jaran Bodhag dibawa oleh dua orang dengan sebutan janis dan penunggang jaran. Dalam
penyajiannya juga ditampilkan tembang-tembang tradisi khas Jaran Bodhag dengan pakaian penuh
gemerlapan, menarik, unik, yang didesain sendiri oleh pemiliknya dengan segala kemampuan
estetiknya. Siapapun bisa naik Jaran Bodhag, karena gerakannya tidak rumit, tinggal mengikuti irama
yang muncul dari musik kenong telo’. Keberadaan kesenian Jaran Bodhag ini merata diseluruh
Kecamatan Kota Probolinggo.

2. Ludruk

Ludruk merupakan satu bentuk pementasan drama kehidupan yang disajikan dengan pendekatan
kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Lain halnya dengan kesenian
ketoprak yang dalam penyajiannya menampilkan cerita legenda atau sejarah yang dikemas apik
dengan memakai busana dan bahasa jawa, ludruk lebih mengedepankan cerita heroik dengan
setting kebanyakan mengenai kehidupan masyarakat Jawa Timur.

Ludruk tumbuh dan berkembang hampir di semua daerah di Jawa timur bagian timur, termasuk di
daerah Probolinggo. Tampilan ludruk khas Probolinggo jelas memiliki perbedaan dibandingkan
dengan ludruk-ludruk di Surabaya atau di daerah lainnya, yakni pada bahasa yang dipakai. Ludruk di
Probolinggo menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang dicampur dengan bahasa Madura Pesisiran,
baik dalam bentuk kidungan ataupun dialog para pemainnya. Walaupun dari segi bahasa yang
dipakai berbeda, tetapi dalam hal pakem masih memiliki cerita yang sama. Hanya di beberapa
bagian atau adegan diselipkan adegan tambahan yang bercirikan Probolinggo. Dan kesenian ludruk
ini sering ditemui pada acara-acara hajatan.

Menurut Drs. Priyono Ludruk merupakan Seni pertunjukan yang lebih menonjolkan drama
kehidupan sehari hari dengan model garap lawakan, Walaupun Ludruk juga kadang membawakan
cerita legenda dan sejarah, keberadaannya cukup mewarnai dan menjadi hiburan masyarakat yang
menarik. Ludruk adalah kesenian tradisi yang masih hidup di kota Probolinggo, kesenian peran yang
bisa menggunakan segala bahasa, jawa, madura, Indonesia atau inggris sekalipun, juga enak dan
pantas-pantas saja ketika menggunakan bahasa campuran.

3. Ojung

Tradisi Ojung adalah tradisi saling pukul badan dengan menggunakan senjata rotan yang dimainkan
oleh dua orang. Kedua peserta Ojung akan saling bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta
satu memukul, maka lawannya akan berusaha menangkis dan menghindar.
Tradisi ini memang mirip dengan olahraga Pedang Hanggar, dimana warga diajak beradu teknik dan
kemampuan saling memukul dengan menggunakan sebilah rotan. Terdapat aturan permainan dalam
tradisi ini, yakni setiap pemain memiliki jatah memukul dan menangkis masing-masing 3 kali. Bagi
siapa yang banyak mengenai lawannya ketika memukul maka dialah yang menang.

Tradisi ini memiliki tujuan untuk menghindari datangnya bencana alam atau tolak bala’ dan selalu
diselenggarakan pada setiap tahun. Keunikan lainnya dari tradisi ini adalah sebelum acara dimulai,
warga selalu melakukan ritual terlebih dahulu berupa permohonan do’a kepada yang Maha Kuasa,
agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tanpa ganjalan yang tidak diinginkan.

4. Karapan Sapi Brujul

Karapan Sapi Brujul sebenarnya bermula dari keseharian petani membajak sawahnya. Kemudian
dikembangkan menjadi perlombaan yang diadakan pada setiap musim tanam padi tiba. Karapan Sapi
Brujul ini dilaksanakan di area persawahan.

Setiap sapi yang memenangkan perlombaan Karapan Sapi Brujul, dapat dipastikan memiliki nilai jual
yang sangat tinggi. Sehingga sapi yang mengikuti perlombaan ini dipastikan memiliki kualitas yang
cukup baik. Tidak heran jika perlombaan ini sampai mengeluarkan biaya yang cukup besar.

Karena antusias masyarakat yang cukup besar, Karapan Sapi Brujul ini dijadikan sebagai obyek wisata
kota Probolinggo. Sekarang ini perlombaan ter-sebut tidak lagi dilaksanakan pada musim tanam padi
saja, namun di luar musim tersebut juga sering diselenggarakan.

5. Karapan Kambing

Karapan Kambing, sebenarnya bermula dari sekedar menjadi obat kejenuhan dalam keseharian
setelah menjalani kewajiban sebagai petani atau pedagang. Karapan Kambing ini merupakan
perlombaan yang digelar setiap satu tahun sekali.

Sama seperti halnya karapan sapi, kambing-kambing ini menggunakan kaleles (rangka kayu yang
diikatkan ke badan kambing), lalu kemudian diadu kecepatan dengan lawan pasangan lainnya.
Dalam Karapan Kambing, kambing-kambing yang dilombakan tidak dibedakan berdasarkan
ukurannya baik besar atau kecil. Semua kambing yang diperlombakan adalah kambing dengan jenis
kelamin betina.

Ketika berada di arena perlombaan, kambing-kambing ini dilengkapi dengan beberapa peralatan.
Beberapa peralatan yang digunakan diantaranya adalah jepitan telinga kambing, rekeng (sejenis
bandulan tapi terpaku), kaleles, kalonongan (terbuat dari keleng kecil biasanya bekas dari korek api.
Dan peralatan yang terpenting sebenarnya adalah balsam dan minyak angin. Karena pada beberapa
bagian tubuh kambing akan dilumuri balsem dan minyak angin sehingga kambing tersebut akan
merasakan kepanasan dan akan berlari kencang sekuat tenaga.

Ciri dari kambing karapan yang bagus terletak pada bentuk kepala yang cenderung kecil, badan
lurus, pangkal kaki depan tampak besar, posisi badan seperti nungging, usia minimal 3 bulan dan
belum beranak. Postur yang demikian sering menjadi pemenang dalam perlombaan karapan
kambing ini.
6. Petik Laut

Tradisi Sya’banan. Tradisi ini berasal dari masyarakat yang bertujuan untuk menyambut hadirnya
bulan puasa. Biasanya pada tanggal 15 bulan Sya’ban (15 hari sebelum bulan puasa tiba) masyarakat
hadir dengan membawa makanan dan bersuka cita sambil duduk-duduk di tepian pantai menikmati
panorama laut yang tertimpa sinar bulan purnama. Tradisi seperti ini sudah dilakukan oleh
masyarakat setiap tahun. Sehubungan dengan tradisi itu diadakan lomba balap perahu (Petik Laut).

Setiap tahunnya para nelayan yang tergabung di dalam Paguyuban Nelayan selalu mengadakan
kegiatan ritual yang telah ditetapkan menjadi event tahunan oleh Pemerintah Kota Probolinggo yaitu
kegiatan Petik Laut ini. Kegiatan ini melambangkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas
rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umat. Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk tetap
melestarikan budaya gotong-royong dan kebersamaan yang telah diwariskan secara turun-temurun
dari para leluhur sehingga menjadi tradisi di daerah sepanjang pesisiran pantai kota Probolinggo.

7. Perahu Hias

Lomba Perahu Hias merupakan tradisi masyarakat pesisiran pantai kota Probolinggo yang secara
beriringan untuk berlomba menghias kapal atau perahu dengan bermacam-macam hiasan yang
menarik. Lomba ini selalu mampu menarik minat para wisatawan baik wisatawan domestik maupun
mancanegara. Kegiatan ini telah menjadi event tahunan dan diselenggarakan bertepatan dengan
hari jadi Kota Probolinggo pada tanggal 4 September.

Diposting oleh soeherman di 18.36 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Beranda

Langganan: Postingan (Atom)

Jaran Bodhag

Jaran Bodhag

Jaran Kencak

Jaran Kencak

Ludruk

Ludruk

Ojung

Ojung

Karapan Sapi Brujul

Karapan Sapi Brujul

Karapan Kambing

Karapan Kambing
Perahu Hias

Perahu Hias

Mengenai Saya

Foto saya

soeherman

Jangan menyerah dan terus SEMANGAT!!!

Lihat profil lengkapku

Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai