Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yusdi ilusriadi.

PS
NPM : 1302191665
Kelas : 1-13

Kabupaten Jenenponto, Sulawesi Selatan, Indonesia


Kabupaten Jeneponto adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia. Ibu Kota Kabupaten Jeneponto adalah Bontosunggu. Secara geografis, Kabupaten
Jeneponto terletak di 5°23'- 5°42' Lintang Selatan dan 119°29' - 119°56' Bujur Timur. Dan
berjarak sekitar 91 Km dari Makassar. Serta memiliki luas wilayah 749,79 km2 Dengan
kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan paling luas yaitu 152,96 km2 atau setara 20,4
persen luas wilayah Kabupaten Jeneponto. Sedangkan kecamatan terkecil
adalah Arungkeke yakni seluas 29,91 km2. Dimana Kabupaten jenponto terdiri dari 11
kecamatan, 31 kelurahan dan 82 desa. dengan jumlah penduduk sebanyak 359.787 Jiwa
(tahun 2017).

Sejarah
Pertama November 1863 , adalah tahun berpisahnya antara Bangkala dan Binamu dengan
Laikang. Ini membuktikan jiwa patriotisme Turatea melakukan perlawanan yang sangat gigih
terhadap pemerintah Kolonial Belanda. Tanggal 29 Mei 1929 adalah pengangkatan Raja
Binamu . Tahun itu mulai diangkat “Todo ” sebagai lembaga adat yang refresentatif
mewakili masyarakat. Tanggal 1 Mei 1959, adalah berdasarkan Undang -undang No . 29
Tahun 1959 menetapkan terbentuknya Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan, dan
terpisahnya Takalar dari Jeneponto. Sulawesi Selatan, dan terpisahnya Takalar dari
Jeneponto.

Kedua Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang
sangat penting yaitu dilantiknya Karaeng Binamu , yang diangkat secara demokratis oleh
“Toddo Appaka ” sebagai lembaga representatif masyarakat Turatea. Mundurnya Karaeng
Binamu dari tahta sebagi wujud perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda

Lahirnya Undang Undang No. 29 Tahun 1959 Diangkatnya kembali raja Binamu setelah
berhasil melawan penjajah Belanda. Kemudian tahun 1863, adalah tahun yang bersejarah
yaitu lahirnya Afdeling Negeri- negeri Turatea setelah diturunkan oleh pemerintah Belanda
dan keluarnya Laikang sebagai konfederasi Binamu. Tanggal 20 Mei 1946, adalah simbol
patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan sebagai raja
yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda . Dengan Demikian penetapan
Hari Jadi Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan
tokoh masyarakat Jeneponto, dari seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung pada hari
Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri , dianggap sangat tepat, dan
merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan
Kebudayaan
Sistem kebudayaan daerah kabupaten jeneponto adalah suatu daerah yang memiki
ciri khas tersendiri. Kabupaten jeneponto memiliki dua sistem kebudayaan yang dikenal
dengan adat istiadat yaitu karaeng dengan ata.

Dalam sistem kebudayaan karaeng di kabupaten jeneponto mulai dari nenek moyang
sampai sekarang masih berlaku adat istiadatnya. Karaeng adalah sebuah nama yang
diberikan kepada seseorang yang dianggap kuat dan terpercaya dalam masyarakat
Kabupaten Jeneponto. Adat istiadat yang dimiliki oleh seorang karaeng sangat berbeda
dengan orang-orang yang bukan termasuk dalam kategori karaeng. Dari segi derajat
kemanusiaan yang dipahami, seorang karaeng adalah orang yang sangat dihargai dan
dihormati oleh masyarakat karena menganggap dirinya adalah orang yang paling tinggi
derajatnya khususnya di daerah jeneponto.

Pada zaman dahulu terbentuknya sistem karaeng di Jeneponto sangat berbeda


dengan sistem karaeng yang sekarang karena nilai-nilai karaeng yang sesungguhnya sudah
mulai luntur pada kalangan karaeng itu sendiri, bahkan sistem pemahaman karaeng yang
sekarang menjadi kesombongan oleh setiap karaeng. pada jaman dahulu seorang karaeng
tidak membiarkan anakanya menikah yang bukan keturunan karaeng atau sederajatnya.
Budaya yang lahir di Jeneponto ini adalah merupakan kekayaan budaya yang dimiliki oleh
masyarakat Jeneponto. Tetapi perbandingan sekarang sudah terlihat dan terbukti bahwa
kebanyakan dari golongan karaeng sudah tidak mengenal sistem karaeng yang
sesungguhnya.

Ata adalah sekelompok masyarakat yang derajatnya sangat rendah dibandingkan


dengan karaeng yang tidak memiliki sifat khusus yang dimilki oleh seorang karaeng pada
khususnya. Dari segi adat istiadat yang dianut oleh seorang Ata sangat berbeda dengan
seorang karaeng, seperti halnya pada sistem perkawinan, kematian, dan acara-acara adat
lainnya. Dalam sistem pernikahan seorang Ata tidak pernah melakukan pernikahan kepada
seorang karaeng karena karaeng telah menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya
dibandingkan dengan seorang Ata.

Namun pada perspektif sekarang ini yang nilai-nilai karaeng sudah mulai menurun
maka bisa saja terjadi proses pernikahan dengan seorang karaeng dengan Ata. Seorang Ata
sering dicacimaki oleh seorang karaeng kalau bermasalah dengan karaeng karena seorang
karaeng menganggap dirinya paling terhormat di daerah kabupaten jeneponto. Ata dengan
Karaeng sekarang ini sudah nampak dan terlihat dihati masyarakat dari segi perkawinanya
dan bahkan derajat seorang karaeng akan sejajar dengan karaeng yang dimiliki pada
hakekatnya. Oleh karena itu, Ata merupakan bagian dari seorang karaeng. Akhirnya
Jeneponto dinamakan kota daeng dan tanah kelahiran para karaeng. Dari sisi lain,
meninggalnya baik seorang karaeng maupu Ata primitif masyarakat jeneponto membawa
sarung, uang dan lain-lain sebainya karena sistem kepercayaan yang sudah berlaku sejak
lahirnya nenek moyang kita jadi sifatnya berlaku sampe sekarang. Kalau ada orang
meninggal, hari pertama sampai hari ketiga masyarakat mengaji dan lanjut hari ketujunya
sampai malam ta’ziahnya, pada saat satu tahunya mereka mendoakannya lagi sambil
membaca lagi Alqur’an dan kuburannya ditembok atau diberikan suatu tanda dan dikenal
lebih baik. Pada dasarnya masyarakat Kabupaten Janeponto, inilah tradisi-tradisi yang
dimilikinya sampai sekarang masih berlaku mulai dari segi kebudayaan, perkawinan, adat
istiadat dan kematian,

Salah satu ikon Kabupaten Jeneponto yang paling popular dan menjadi ciri khasnya
adalah Kuda, karena Sejak jaman dulu dan hingga saat ini, kuda dari Jeneponto memang
terkenal dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Hal ini dipastikan dengan adanya ikon
patung kuda berukuran besar yang menjadi simbol, berdiri tepat di pusat kabupaten
Jeneponto, yakni di Bontosunggu. Sejak dari gerbang masuk hingga batas akhir wilayahnya,
hanya ternak kuda yang terlihat disepanjang perjalanan.

Hampir setiap warga memelihara kuda sehingga nampak seperti digembalakan


secara liar pada setiap area. Saking banyaknya, kuda peliharaan itu dibiarkan mencari makan
sendiri di tanah lapang atau bekas lahan persawahan yang menjadi pedataran rumput dikala
musim kering. Kuda di Jeneponto tak sekedar alat transportasi, namun sudah menjadi
bagian keseharian masyarakat, gaya hidup, dan simbol status seseorang dalam kehidupan
sosialnya.

Keunikan budaya Jeneponto yang populer adalah kebiasaan masyarakatnya yang


gemar mengkonsumsi daging kuda. Di pasar-pasar tradisionalnya, daging yang mudah
ditemukan adalah daging kuda.

Dalam tradisi masyarakat Jeneponto, daging kuda adalah menu


istimewa untuk hidangan khusus buat acara-acara yang besar seperti pesta pernikahan,
syukuran hendak naik haji, mengkhitankan anak, aqiqah bahkan saat hajatan orang
meninggal. Selalu saja ada hidangan daging kuda, di samping jenis hidangan lainnya, seperti
kerbau, ayam ataupun kambing dan sapi, namun daging kuda tetap selalu yang teristimewa.

Hidangan coto dan sop konro daging kuda digolongkan sebagai hidangan yang
memiliki latarbelakang seni ketatabogaan yang sangat tinggi, kendati tergolong sebagai
makanan rakyat pada umumnya. Terdapat mitos yang diyakini masyarakat jeneponto bahwa
mengkonsumsi daging kuda akan menguatkan stamina tubuh dan diyakini pula bahwa
daging kuda banyak mengandung zat anti tetanus meski hal itu belum terbukti secara medis.

Salah satu masakan khas tradisional daging kuda jeneponto adalah Gantala’ Jarang.
Ini kuliner andalan masyarakat Jeneponto sejak dulu. Makanan khas ini terdiri dari potongan
daging dan tulang kuda yang direbus dalam waktu yang lama dengan campuran garam kasar
kemudian diberi bumbu dari akar kayu khusus. Meski tidak diolah dengan campuran bumbu
yang komplit, Gantala’ Jarang punya rasa dan aroma khas.
Gantala Jarang inilah salah satu menu wajib dalam berbagai hajatan, misalnya pesta
perkawinan. Bagi masyarakat jeneponto, suatu kehormatan menyuguhkan hidangan
Gantala Jarang bagi para tamu. Generasi tua di Jeneponto selalu mencari hidangan ini pada
setiap hajatan, sebab kuahnya yang khas tidak terlalu kental dan mudah menikmati
dagingnya karena direbus dalam waktu yang lama.

Masakan khas berbahan daging kuda lainnya yaitu Kawatu. Masakan ini berupa
potongan-potongan daging kuda yang diolah berupa semur. Kuahnya yang coklat kehitaman
dan sudah meresap ke daging menjadikan daging empuk dan terasa manis.

Populasi Kuda di Jeneponto pada tahun 2013 saja diperkirakan 25.227 ekor yang
menjadikan daerah ini menjadi penghasil daging kuda terbesar di Propinsi Sulawesi Selatan.
Produksi daging kuda mencapai 46,4 ton. Kuda di Jeneponto kini sudah mencapai harga
dengan kisaran 2,5-5 juta per ekor, itu pun tergantung postur tubuh dan kondisi fisiknya.
Selain dari Jeneponto sendiri, kuda-kuda yang dipelihara warga saat ini banyak didatangkan
dari Flores, dan daerah lainnya di Sulawesi, seperti dari Pinrang, Gorontalo, dan Sulawesi
Utara.

Anda mungkin juga menyukai