Anda di halaman 1dari 8

Suku Enggano

12:11 PM Batak, Bengkulu, Sumatra No comments


Suku Enggano, adalah penghuni asli

pulau Enggano dan empat pulau di sekitarnya, adalah pulau-pulau di sebelah barat Sumatra,
sebagaimana suku Mentawai dan suku Nias, mereka adalah pembawa budaya Proto Malayan.
Berada di pulau sebelah barat Sumatra dan berseberangan dengan kota Bengkulu dan masuk
dalam wilayah propinsi Bengkulu.
.
Suku Enggano terdiri dari 5 puak (sub suku), yaitu :
- Kauno
- Kaitora
- Kaohoa
- Kaarubi
- Kaaruba
Kelima puak ini menggunakan bahasa yang sama.
Asal Usul

sedang melakukan upacara adat

Kisah asal usul menurut cerita rakyat enggano secara turun temurun, adalah berasal dari dua
orang pertama yang bernama Kimanipe dan Manipah.
Beberapa peneliti beranggapan suku Enggano termasuk ke dalam rumpun Proto Malayan.
Menurut sebuah situs yang cukup populer Joshua Project, suku Enggano dikelompokkan ke
dalam People Cluster BatakNiasofSumatra. Menurut beberapa peneliti justru terjadi
kedekatan antara suku Enggano dengan suku Shompen di Nicobar, karena terdapat

kesamaan fisik, kebiasaan hidup dan juga dari segi bahasa.


.
Rumah Adat

Yubuaho
(rumah adat Enggano)

Suku enggano mempunyai rumah adat yang bernama Yubuaho. Rumah adat ini bertingkat
dua, berbentuk segi delapan, biasanya berada pada puncak bukit untuk memudahkan
pengintaian terhadap musuh.
.
Garis Keturunan
Suku enggano menetapkan perempuan sebagai pewaris suku dan sebagai garis keturunan
(matrilineal). Nama marga suku diwariskan berdasarkan marga ibu. Suku Enggano
menciptakan garis keturunan matrilineal mungkin karena seringnya terjadi peperangan antar
suku dan kegiatan dari para lelaki suku ini.
Segala bentuk warisan berupa harta tidak bergerak seperti rumah dan tanah diwariskan
kepada anak perempuan, sedangkan anak laki-laki hanya diwariskan peralatan pertanian dan
senjata tajam. Tetapi jabatan kepala keluarga dan kepala suku tetap dipegang oleh laki-laki.
Jumlah Penduduk
Pada tahun 1866 jumlah penduduk suku Enggano sebanyak 6.420 jiwa. Tetapi pada tahun
1884 terjadi penurunan drastis, jumlah penduduk hanya 840 jiwa. Pada masa itu wabah
penyakit menyerang perkampungan suku Enggano, itulah yang disinyalir penyebab
penurunan drastis jumlah penduduk suku Enggano, selain akibat seringnya terjadi peperangan
antar suku.
Kelima suku Enggano mengangkat Pabuki sebagai koordinator dari kelima suku. Pabuki
merupakan orang yang sangat dihormati dan kata-katanya sangat dipatuhi dan dihormati
dalam setiap musyawarah adat.
diolah dari berbagai sumber

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Pulau Enggano adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di samudra Hindia dan
berbatasan dengan negara India. Pulau Enggano ini merupakan bagian dari wilayah
pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, dan merupakan satu kecamatan.
Pulau ini berada di sebelah barat daya dari kota Bengkulu dengan koordinat 05 23 21 LS,
102 24 40 BT.
Laporan pertama mengenai pulau ini berdasarkan catatan Cornelis de Houtman yang
mengunjungi pulau ini tanggal 5 Juni 1596.[1]. Tidak diketahui dari mana de Houtman
mengetahui nama pulau ini, yang dalam bahasa Portugis, engano, berarti kecewa.
Penduduk asli Pulau Enggano adalah suku Enggano, yang terbagi menjadi lima puak asli
(penduduk setempat menyebutnya suku). Semuanya berbahasa sama, bahasa Enggano. Suku
atau Puak Kauno yang mulai menempati tempat ini pada zaman Belanda (sekitar tahun 1934).
Selain Suku Kauno, terdapat Suku Banten (pendatang), dan empat suku lainnya. Penduduk
dari pulau dengan luas 40,2 hektare ini rata-rata hidup dari perkebunan kakao yang hasilnya
dijual ke Kota Bengkulu.
Di Enggano terdapat lima Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang terletak di desa Apoho, Banjar
Sari, Kaana, Meok dan Kayaapu.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengenal keanekaragaman budaya bangsa
2. menimbulkan rasa bangga dan memiliki terhadap asset kebudayaan bangsa
3. untuk lebih mengenal suku pedalaman Bengkulu Utara
4. salah satu upaya menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa
1.1 Metode Penulisan
1. Pengumpulan data dari sumber data yang cukup kompeten
2. penyusunan data yang telah di peroleh
3. pengetikan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Suku Enggano


Pulau Enggano mungkin akan terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia. maklum saja,
Pulau yang merupakan salah satu kekayaan bumi nusantara ini memang merupakan pulau
terluar di Indonesia yang terletak di Samudra Hinda atau belahan barat pulau Sumatera.
Selain menyimpan pesona alam yang masih alami, Pulau Enggano juga banyak menyimpan
kekayaan budaya Indonesia yakni melalui Suku Enggano. Tidak banyak memang yang
mengetahui bahwa di Pulau Enggano terdapat penduduk asli yakni suku Enggano.
Suku Enggano memang jarang terekspose oleh media mengingat keberadaan Pulau Enggano
sendiri yang memang cukup jauh. Namun berdasarkan penelitian Pieters J Ter Keurs dari
Museum Nasional Ethnologi Belanda, Suku Enggano pertama kali dilihat oleh awwak kapal
dari Portugis yang kapalnya mendarat di pulau tersebut pada awal tahun 1500-an.
Meskipun asal-usul suku Enggano belum diketahui secara pasti, namun masyarakat setempat
mmemiliki cerita tersendiri tentang adanya suku Enggano. Menurut leluhur setempat, suku
Enggano berawal dari kisah hidup dua pasangan manusia bernama Kimanipe dan Manipah
yang merupakan manusia pertama di pulau tersebut. Kisah mereka pun mirip layaknya kisah
pasangan manusia pertama Adam dan Hawa.
Kaminape dan Manipah pada awalnya adalah penumpang yang terdampar dari musibah di
kapal layar mereka. kapal tersebut terkena wabah penyakit sehingga banyak yang meninggal
dan hanya menyisakan mereka. Pasca peristiwa tersebut pun, mereka melanjutkan hidupnya
di Pulau Enggano dan memiliki beberapa keturunan.
Dari hasil hubungan merekalah muncul beberapa suku yang akhirnya menghuni Pulau
Enggano yakni Kaitora, Kauno, Kaharuba, Kaahua, dan Kaarubi. Masing-masing suku
dipimpin oleh ketua suku dan kemudia membentuk lembaga adat dengan nama Kaha
Yamuy . Untuk berjalannya lembaga ini, dipilihlah seorang ketua yang disebut dengan
Pabuki.
Suku Enggano menganut sistem matrilineal dengan perempuan sebagai pewaris suku.
Warisan biasanya berupa barang tidak bergerak seperti tanah yang juga diwariskan kepada
anak perempuan. Sedangkan kaum laki-laki hanya menerima peralatan pertanian dan senjata
tajam. Meskipun menganut sistem matrilineal, kepala suku tetaplah kaum laki-laki.
Dahulu karena seringnya terjadi perang antar suku, rumah tinggal Suku Enggano berada di
puncak bukit dengan tujuan agar mudah saat mengintai musuh. Rumahnya pun unik karena
berbentuk heksagon dan bertingkat da bernama yubuaho.
Saat ini, masyarakat suku Enggano sudah cukup berubah. Tidak sedikit dari mereka yang
bermigrasi ke Pulau Jawa atau Sumatera. Namun masih banyak juga yang tetap menjaga
nilai-nilai dan norma sosial masyarakat setempat. Peperangan pun sudah tidak terjadi seiring
dengan cara musyawarah yang kerap dilakukan setiap adanya konflik.
Suku Enggano merupakan salah satu kekayaan kebudayaan Indonesia. Bukan hanya
menyimpan kekayaan seni budaya serta pemandangan dan pesona alam yang luar biasa.
Masyarakat Enggano merupakan masyarakat yang penuh dengan nilai luhur dan kearifan
lokal yang tetap terus dipegang sering dengan perubahan zaman.

2.2 Budaya Masyarakat Suku Enggano


Budaya Bengkulu memang sangatlah beragam, Salah satunya adalah budaya suku enggano
yang berdomisili di pulau Enggano, Sebuah pulau yang masih masuk daerah Propinsi
Bengkulu. Kehidupan masyarakat pulau Enggano berpedoman kepada sistem nilai-nilai
budaya warisan nenek moyangnya, seperti kelompok-kelompok suku bangsa, sistem
perkawinan adat, sistem kepemimpinan tradisional, pola pemukiman tradisional dan sistem
kemasyarakatan. sampai saat ini sistem-sistem tersebut masih terpelihara, dipertahankan dan
dijadikan landasan sosial bagi kehidupan antarumat beragama.
Di pulau Enggano terdapat lima kelompok suku bangsa asli antara lain:
Suku bangsa Kauno, Kaahoao, Kaarubi, Kaharuba dan Kaitora.
Kekerabatan suku bangsa masyarakat pulau Enggano dipertimbangkan melalui keturunan ibu
(matrilineal).
Untuk membedakan penduduk suku asli dengan penduduk pendatang, suku pendatang sering
disebut dengan suku bangsa Kamaik.
Masing-masing kelompok suku bangsa dikepalai oleh kepala suku (ekau).
Koordinator ekapu ditunjuk oleh Paabuki.
2.3 Kehidupan Agama Suku Enggano
Kehidupan keagamaan masyarakat suku-suku bangsa Enggano, terdiri dari:
Agama Islam dan agama Kristen-Protestan, yang memiliki toleransi beragama yang sangat
tinggi.
Kedua agama yang besar ini hidup berdampingan secara damai dengan jiwa gotong-royong
dan baik.
Sebagai contoh, pada tahun 1938 masjid pertama kali dibangun di desa Malakoni dengan
nama masjid Jami.
Pembangunan masjid Jami ini dikerjakan bersama-sama secara gotong-royong oleh
penduduk Enggano, baik umat Islam maupun Kristen-Protestan.
Yang menjadi landasan sosial antarumat beragama adalah norma-norma hukum adat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pulau yang merupakan salah satu kekayaan bumi nusantara ini memang merupakan
pulau terluar di Indonesia yang terletak di Samudra Hinda atau belahan barat pulau
Sumatera.
2. Meskipun asal-usul suku Enggano belum diketahui secara pasti, namun masyarakat
setempat mmemiliki cerita tersendiri tentang adanya suku Enggano. Menurut leluhur
setempat, suku Enggano berawal dari kisah hidup dua pasangan manusia bernama
Kimanipe dan Manipah yang merupakan manusia pertama di pulau tersebut
3. Suku Enggano menganut sistem matrilineal dengan perempuan sebagai pewaris suku.

4. Saat ini, masyarakat suku Enggano sudah cukup berubah. Tidak sedikit dari mereka
yang bermigrasi ke Pulau Jawa atau Sumatera. Namun masih banyak juga yang tetap
menjaga nilai-nilai dan norma sosial masyarakat setempat
3.2 Saran
Suku Enggano merupakan salah satu kekayaan kebudayaan Indonesia. Bukan hanya
menyimpan kekayaan seni budaya serta pemandangan dan pesona alam yang luar biasa.
Masyarakat Enggano merupakan masyarakat yang penuh dengan nilai luhur dan kearifan
lokal yang tetap terus dipegang sering dengan perubahan zaman.
Suku enggano merupakan salahsatu dari sekian banyak suku di Indonesia yang patut kita jaga
kelestarian dan keberadaannya sebagai salahsatu asset bangsa kita.
Makalah ini merupakan salahsatu upaya memperkenalkan melestarikan kekayaan budaya
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Enggano
http://ragambengkulu.blogspot.com/2010/01/ragam-budaya-bengkulu-suku-enggano.html
http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku-dayak-berusu.html
ENGGANO - Cerita Pulau Sejarah
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sedikit orang tahu tentang gugusan pulau
kecil bernama Enggano yang terletak diperairan Samudera Hindia. Diduga pulau Enggano
pertama kali dijumpai oleh para pelaut Portugis yang berlayar ke-Asia pada abad ke-16
sehingga tercatat dalam peta lautan Asia milik Portugis yang dibuat pada tahun 1853.
Nama enggano berasal dari kata engano, terambil dari bahasa Portugis yang berarti
kekecewaan. Diceritakan pada tahun 1498 para pelaut Portugis berhasil sampai di Tanjung
Pengharapan dan berlabuh di sebuah pulau yang diduga memiliki kekayaan alam berupa
cengkeh dan lada. Kegembiraan bercampur rasa suka cita menyelimuti para pelaut Portugis
atas keberhasilan yang akan diraih. Setelah berhari-hari menjelajahi pulau mereka tidak
menemukan cengkeh maupun lada yang dicari, sehingga menimbulkan kekecewaan yang
mendalam dan terlontarlah kata engano yang berarti kesalahan/ kecewa.
Pada zaman dahulu masyarakat kepulauan Enggano sangat terisolir, hampir tidak ada
sarana komunikasi dan transportasi dari serta menuju ke pulau ini. Hal ini menyebabkan
sedikitnya informasi yang bisa ditemukan tentang sejarah Enggano lama dengan segala

adat istiadat serta kebudayaan yang berkembang pada waktu itu. Dalam ensiklopedia
Winkler Prins dan Beknopte Nederlands Indise Encyclopedi dari T.E. Bezemer terdapat
sekilas sejarah tentang masyarakat Enggano yang diceritakan hidup terisolir dan dalam
kesehariannya tidak mengenakan pakaian sehingga dinamakan Pulau Telanjang.
Keterasingan Enggano pernah menarik perhatian beberapa orang berkebangsaan asing
untuk berkunjung dan menetap dikepulauan ini. Tercatat seorang Jerman pernah menetap di
Enggano untuk mempelajari bahasa-bahasa yang ada di kepulauan ini dan menurut hasil
penelitianya memiliki banyak kesamaan dengan bahasa-bahasa yang ada di kepulauan
Lautan Teduh Selatan seperti di kepulaun Hawaii. Kesamaan juga dapat ditemui dari
berbagai adat istiadat seperti perahu yang digunakan sehari-hari dan struktur bangunan
Kakario (rumah tradisonal penduduk asli pulau Enggano yang berbentuk bulat dengan tiang
atas bersegi delapan sampai dengan dua belas, memiliki tinggi mencapai 5 meter terbuat
dari kayu besi dan kayu merbau yang banyak terdapat disekitar pulau. Rumah tradisional ini
hanya memiliki satu lobang seperti guan yang berfungsi untuk keluar masuk rumah dan
dibagian atasnya terdapat sebuah lobang kecil yang berfungsi untuk sirkulasi udara dalam
rumah). Selanjutnya seorang Francis yang mengembangkan usaha perkebunan kelapa di
pulau Aduwa (pulau dua) untuk diolah menjadi kopra. Namun kendala transportasi yang
sangat sulit membuat usahanya tidak berjalan baik dan kemudian ditinggalkan karena
dianggap kondisi tersebut sangtlah tidak menguntungkan. Van der Vos seorang
berkebangsaan Belanda adalah orang yang mendatangkan hewan kerbau ke Enggano
dengan tujuan untuk dikembangbiakan dan usahanya berhasil, namun pecahnya perang
dunia ke dua memaksanya harus kembali ke negeri asalnya dan meninggalkan ratusan
kerbau di pulau Enggano yang sekarang menjadi kerbau liar dan jinak yang banyak terdapat
di pulau tersebut. Tercatat pula pada tahun 1902 para pendeta dari Barmen, Jerman Barat
tiba di Enggano yang membawa peradaban baru dengan mendirikan gereja dan sekolahsekolah
serta berupaya memberantas buta huruf di kepulauan Enggano.
Dimasa penjajahan Jepang pulau Enggano menjadi salah satu titik pertahanan yang penting
bagi Jepang, namun karena jaraknya yang jauh dari daratan pulau Sumatera sehingga sulit
untuk memperoleh suplai alat-alat pertahanan dan juga bahan makanan yang diperlukan
Ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1948, Jepang terpaksa melepaskan Enggano yang
selanjutnya
dapat
dikuasi
oleh
tentara
Belanda.
Diawal kemerdekaan Indonesia kepulauan Enggano merupakan bagian dari wilayah
Propinsi Sumatera Selatan. Jaraknya yang yang jauh dari daratan pulau Sumatera
menyebabkan Enggano luput dari perhatian pemerintah pusat. Pada tanggal 30 Juli 1952
untuk pertama kali pejabat tinggi Republik Indonesia mengunjungi pulau Enggano setelah
sekian tahun Indonesia merdeka yakni Gubernur Kepala Daerah Propinsi Otonom Sumatera
Selatan
Dr. M Isa beserta rombongan yang terdiri dari anggota-anggota DPR, polisi
militer, wartawan dan radio. Dari tepi muara sungai Malakoni rombongan disambut Camat
setempat dan diiringi oleh gegap gempita nyanyian dari tarian jahudo yakni tari perang
masyarakat asli suku Enggano. Kunjungan ini mempunyai arti penting bagi masyarakat
Enggano pada saat itu setelah sekian lama diabaikan oleh pemerintah dan bagi pemerintah
khususnya Gubernur Provinsi Sumatera Selatan kunjungan pertama ke Enggano ini
merupakan titik tumpu untuk menentukan arah pengembangan pembangunan di Pulau
Enggano
kedepan.

Saat ini kepulauan Enggano merupakan bagian dari Provinsi Bengkulu, tepatnya masuk
dalam wilayah administratif Kabupaten Bengkulu Utara yakni Kecamatan Enggano dengan
enam desa defenitif meliputi desa Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meo dan desa Banjar
Sari. Terdiri dari lima suku asli yakni suku Kaitora, suku Kaarubi, suku Kaahoao, suku Kauno
serta suku Kamai yang merupakan suku bagi masyarakat pendatang dari luar pulau
Enggano. Dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan laut di Malakoni dan Kahyapu diharapkan
dapat mengatasi masalah transportasi pulau Enggano sehingga pembanguan dapat
berjalan baik guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat
di kepulauan Enggano.

Anda mungkin juga menyukai