Halaman
Abstrak ................................................................................................................. iv
Lampiran .............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai bangsa dan negara yang memiliki kekayaan budaya luar biasa.
Keindahanya, keragamannya, juga nilai filsafah yang terkandung di dalamnya. Dalam
keanekaragaman budaya Indonesia tersebut, satu diantaranya adalah yang dimiliki Propinsi Jambi.
Propinsi Jambi yang dikenal dengan sebutan bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah terletak
dipinggang pulau sumatera. Secara tradisional seluko adat Jambi menetapkan wilayah Jambi yang
sekaligus menyebutkan secara tersirat suku bangsa yang menghuninya yang berbunyi: ”Dari
durian ditakuk rajo, mengilir ke Batanghari terus ke Ujung Jabung, mudik ke Tembesi, lepeh ke
Limun Batang Asai melentik ke Nibung Pangkalan Jambi melilit Alam Kerinci”.
Secara tradisional penduduk Jambi menetap secara mengelompok dalam suatu dusun atau
kota kecil di sepanjang tepian sungai. Sungai sangat berarti bagi penduduk dan memegang peranan
penting dalam kehidupan orang Jambi.
Penduduk daerah Jambi terdiri dari beberapa suku atau etnis dan mereka menetap secara
turun-menurun di tempat yang telah menjadi daerah mereka. Kelompok yang datang kemudian
dianggap sebagai suku pendatang atau suku pindah. Persebaran penduduk Jambi menurut etnis
yang mendiami propinsi Jambi serta karakter wilayah tempat kediaman mereka, keadaan alam,
iklim, dan seni budaya yang mereka miliki. Keadaan tersebut mempengaruhi tata cara mereka
menata transportasi, ekonomi , pertaniaan dan adat istiadat.
Salah satu kekayaan budaya Jambi adalah kebiasaan kaum wanita mengenakan penutup
kepala atau yang disebut tengkuluk. Setiap daerah di Jambi memiliki ragam tengkuluk yang unik,
cantik sekaligus penuh makna. Meski arus moderenisasi tak terhindarkan, namun tengkuluk masih
bisa ditemukan dalam berpakaian sehari-hari maupun pada acara-acara istimewa.
Tutup kepala atau dalam bahasa Jambi lebih dikenal dengan sebutan tengkuluk, adalah
salah satu pelengkap adat dalam berbusana, yang harus digunakan baik untuk sehari-hari maupun
untuk saat khusus. Dalam setiap model tengkuluk terkandung falsafah yang memiliki nilai atau
norma yang menentukan bagaimana kita bersikap, bertindak dan berprilaku, juga memberi kita
aturan untuk hidup. Tutup kepala adalah produk adat dan budaya yang mengungkapkan aspek
kehidupan bermasyarakat. Penutup kepala dan pakaian merupakan lambang yang memiliki makna,
simbol dan wibawa serta mencerminkan kepribadian masyarakat dan alam pikir masyarakat
setempat.
Dulu masyarakat Jambi sebelum agama Islam masuk sudah mengenakan tengkuluk atau
penutup kepala dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana ketentuan agama islam, maka adat
berkuluk dapat diartikan sebagai salah satu dari sekian banyak bentuk ketaatan kita dalam
menjalankan agama islam. Namun sekarang tengkuluk kehilangan tingkat kepopulerannya. Ini
dikarenakan budaya asing yang menghampiri setiap kehidupan membuat kita lupa akan akar adat
istiadat. Memang belum hilang seratus persen tapi nyaris sepenuhnya kebudayaan yang harusnya
jadi kebanggaan mulai tak tersentuh oleh masyarakat apalagi remaja. Perkembangan budaya yang
banyak terpengaruh oleh budaya luar mempengaruhi kehidupan sehari-hari termasuk cara
berpakaian. Cara berpakaian masyarakat Jambi telah banyak meninggalkan ciri khas busana
masyarakat Indonesia. Dalam berpakaian kita tidak lagi menemukan karakter dan jati diri bangsa.
Seperti tengkuluk atau penutup kepala dan memakai baju kurung yang digunakan kaum wanita
Jambi. Saat ini masyarakat Jambi hanya menggenakan tengkuluk dan baju kurung hanya pada saat
acara tertentu saja. Karena itu budaya mengenakan tengkuluk dan baju kurung pada masyarakat
jambi harus dipopulerkan kembali agar budaya dan adat yang mencerminkan masyarakat Jambi
tidak hilang meninggalkan zaman. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah melalui karya
tulis yang berjudul Menggali Peradaban Tinggi Melayu Lewat Nilai-Nilai Luhur Tengkuluk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan karya tulis ini menggunakan beberapa metode untuk mencapai tujuannya.
Metode yang digunakan adalah metode Studi Pustaka, Observasi, Wawancara, dan metode diskusi
tatap muka.
Studi Pustaka
Penulisan pada karya tulis ilmiah ini didasarkan pada analisis data dan fakta yang penulis
ambil dari beberapa sumber yang relevan terhadap pokok pembahasan. Pada metode ini, penulis
banyak membaca literatur-literatur tentang tengkuluk sebagai referensi dan acuan yang dapat
penulis jadikan pedoman. Tidak banyak sumber buku penulisan tentang tengkuluk. Dalam hal
ini penulis merujuk pada informasi yang ada pada internet.
Observasi
Penulis melakukan observasi secara langsung pada saat masyarakat melakukan kegiatan
sehari-hari sambil menggunakan tengkuluk yang masih begitu alami dan tunduk pada adat dan
istiadat.
Wawancara
Untuk mempertajam data karya tulis ini maka pada metode wawancara, penulis melakukan
wawancara dengan masyarakat pengguna tengkuluk. Selain itu, penulis juga melakukan
wawancara dengan budayawan Jambi, ahli tengkuluk Jambi, Ibu Nurlaini. Kami banyak
menggali sisi lain dari penggunaan tengkuluk melalui wawancara ini.
Studi Dokumenter
Penulis mempelajari dokumen-dokumen mengenai tengkuluk berupa video dan foto hasil
penelitian museum Provinsi Jambi.
Setelah data-data tersebut terkumpul, maka penulis melakukan identifikasi pada data dan
juga dokumentasi, selanjutnya penulis menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dijadikan
sebagai suatu solusi untuk dapat membangkitkan kebudayaan bangsa dalam menghadapi
kebudayaan luar.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.2 Batanghari
Kuluk Daun Sirih Muaro Jambi digunakan dalam kegiatan sehari-hari dirumah, bertamu
maupun ke pasar. Kuluk ini mencerminkan kecantikan budi bahasa wanita pemakainya.
Kuluk daun pedada dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur digunakan pada upacara adat
dan pesta pernikahan, mencerminkan keramahan seorang wanita.
4.1.6 Tebo
Tutup Kepala berselanhg suku melayu Jambi umumnya dipakai oleh wanita suku Melayu Jambi
berselang. Selendang songket warna merah melambangkan keberanian dalam berbicara. Selendang
terbuat dari benang katun warna merah atau hitam, dasarnya limar dengan motif durian pecah dan
disungkit dengan benang emas motif bunga melati dan diberi rumbai dengan benang yang dipelintir.
4.1.7 Bungo
Kuluk melati terurai biasanya dikenakan oleh istri pemangku adat dalam upacara adat, yang
melambangkan ketauladanan seorang istri, pemangku adat dalam hidup dan masyarakat dan juga
berperan sebagai pengayom.
4.1.8 Merangin
Kuluk tegedeng yang berasal dari Kabupaaten Merangin ini digunakan dalam setiap acara
yang merupakan tradisi dalam menanti tamu. Pada bagian dalam rambut telah dibentuk seperti
kuluk tegedeng rencong telang. Pada bagian luar dililitkan selendang yang telah dilipat tiga
keseliling kepala. Jumlah lilitan pada Tengkuluk ini menandakan harta kekayaan seseorang yang
memakainya. Lima lilitan selendang menandakan orang yang memakainya memiliki kekayaan
sedangkan tiga lilitan selendang menandakan orang yang memakainya adalah masyarakat biasa.
Kuluk berumbai jatuh yang berasal dari Kabupaten Kerinci ini dikenakan oleh istri
pemangku aday. Kuluk ini mencerminkan kepandaian dan kebijaksanaan seorang ibu dalam
mengatur keluarga dan rumah tangganya.
4.1.10 Sarolangun
Tutup kepala simpul cempaka ini dipakai oleh wanita yang belum menikah di Kabupaten
Sarolangun dan Merangin dalam upacara adat, pesta, tari dan acara resmi.
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut di atas maka terdapat beberapa hal yang
menjadi simpulan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, yakni sebagai berikut:
1. Tengkuluk Jambi merupakan warisan Budaya yang harus di lestarikan. Karna memiliki
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya , seperti jika ujung kainnya di sebelah kiri maka
perempuan itu belum menikah dan sebaliknya jika ujung kain terdapat di sebelah kanan
maka perempuan itu sudah menikah.
2. Nilai-nilai luhur yang terdapat pada Tengkuluk adalah menjaga aurat seorang wanita,
serta terdapat nilai kesehatan dalam memasang Tengkuluk . Inilah sedikit dari manfaat
yang dapat di rasakan jika Tengkuluk menjadi suatu budaya yang diterapkan dalam
kehidupan . Selain terdapatnya suatu ciri khas dalam berias.
5.2.Saran
Setelah mengetahui dan mempelajari nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam
Tengkuluk, maka di harapkan adanya partisipasi dari berbagai pihak agar nilai-nilai
Tengkuluk dapat menjadi warisan budaya dan di gunakan oleh wanita serta dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat Jambi pada umumya.
1. Menghimbau kepada Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah
tentang pemakaian Tengkuluk pada acara-acara di luar acara adat
2. Tengkuluk dan pakaian melayu jambi di jadikan media pembelajaran untuk
mengenalkan budaya Jambi dengan memasukkannya dalam Mulok di lembaga
Pendidikan.
3. Masyarakat di harapkan ikut berpartisipasi untuk mensosialisasikan nilai-nilai
luhur , manfaat serta cara penggunaan Tengkuluk baik yang digunakan dalam
acara resmi maupun Tengkuluk yang di Dgunakan untuk acara-acara adat dan
formal.
DAFTAR PUSTAKA
Aswar, Sativa Sutan. 2010. Kuluk Penutup Kepala Warisan Luhur dari Jambi. Jakarta:
Dian Rakyat.
Ismail, Zurhatmi. 2002. Pendidikan Kepariwisataan Daerah Jambi Jilid II. Jambi;
Lazuardi Indah