Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipospadia adalah cacat bawaan berupa muara uretra (lubang kencing)
yang tidak terletak di ujung penis akibat kegagalan dalam proses
pembentukannya. Beberapa variasi lokasi meatus aretra dapat terjadi dari
glans penis sampai ke perineum. Lokasi meatus uretra tersebut
menunujukan waktu terjadinya gangguan pembentukan.
Kejadian hispospadia saat ini cenderung muncul pada 1 diantara 300
kelahiran bayi laki-laki. Di Amerika Serikat angka kejadian sekitar 308
diantara 1000 kelahiran bayi laki-laki dan angka meningkat 2 kali lipat dari
tahun 1970 hingga tahun 1993. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus
hispospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menagani
kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena
melihat lubang kencingnya dibawah maka di bilang anak itu perempuan.
Masalah yang di timbulkan akibat hipospadia dapat berupa masalah fungsi
reproduksi, psikologis maupun sosial.
Hidrokel merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai pada anak
laki-laki, dimana terdapat penimbunan cairan pada kantong di bagian dalam
skrotum, yang membuat buah zakar tampak besar/bengkak. Hidrokel
merupakan kelainan yang sering dijumpai berupa pembengkakan pada
skrotum dan diperkirakan angka kejadiannya sebanyak 1 persen
dari populasi laki-laki dewasa. Kurang lebih satu dari sepuluh bayi laki-laki
mempunyai hidrokel saat lahir, tetapi kebanyakan hidrokel menghilang
tanpa tindakan dalam tahun pertama kehidupan.
Dalam makalah ini, pembaca akan diajak untuk memahami tentang
Konsep dasar keperawatan anak, konsep dasar penyakit hipospadia dan
hidrokel, serta asuhan keperawatan pasien dengan hipospadia dan hidrokel.
Dan makalah ini akan ditutup dengan contoh aplikasi kasus asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan yang akan
menjadi acuan bagi mahasiswa sebagai perawat yang bertindak sebagai
pemberi pelayanan keperawatan yang ada dimasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi genitalia pria?
2. Bagaimana konsep dasar penyakit hipospadia?
3. Bagaimana konsep dasar penyakit hidrokel?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipospadia?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrokel?
6. Bagaimana aplikasi teori asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem perkemihan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini diharapkan pembaca dapat:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi genitalia pria.
2. Mengetahui konsep dasar penyakit hipospadia.
3. Mengetahui konsep dasar penyakit hidrokel.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan hipospadia.
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrokel.
6. Mengetahui aplikasi teori asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem perkemihan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Genitalia Pria
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari : penis, skrotum
(kantung zakar) dan testis (buah zakar). (Kadaryanto et al. 2006).
1) Penis
Penis terdiri dari:
a. Akar (menempel pada dinding perut)
b. Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
c. Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih)
terdapat di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria
yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang

mulai dari korona menutupi glans penis. Badan penis terdiri dari 3
rongga silindris (sinus) jaringan erektil:
1. 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus,
terletak bersebelahan.
2. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi
uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih
besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).

Gambar 1: Penis

2) Skrotum
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan
melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol
suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis
harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu
tubuh.
Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau
mengencang sehingga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan
suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya
menjadi lebih hangat).

Gambar 2: Skrotum
3) Testis

Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan


terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari
testis kanan. Testis menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon testosterone. Fungsi testis,
terdiri dari:
1. Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan di
Tubulus seminiferus.
2. Menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstial.
Testis memiliki 2 fungsi, yaitu:
1. Pembentukan sperma oleh tubulus seminiferus.
2. Pembentukan hormone testoteron oleh sel leydig

Gambar 3 : Testis
Struktur bagian dalam alat kelamin pria terdiri dari : vas deferens, uretra,
kelenjar prostat dan vesikula seminalis. Alat kelamin dalam pria terbagi atas
3 bagian:
1) Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis.
Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu masuk ke dalam
uretra dan membentuk duktus ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya
pembuluh darah dan saraf) berjalan bersama-sama vas deferens dan
membentuk korda spermatika.

Gambar 4: Vas deferens

2) Uretra
Uretra berfungsi 2 fungsi:
1. Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung
kemih
2. Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

Gambar 5: Uretra
3) Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul
dan mengelilingi bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar
walnut dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat
mengeluarkan sekret cairan yang bercampur sekret dari testis, perbesaran
prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin.
Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50
kelenjar yang terbagi atas 4 lobus, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Lobus lateral
Lobus anterior
Lobus medial
Lobus posterior
Fungsi Prostat ialah Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis

yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang


terapat pada uretra dan vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar
Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm, fungsi hampir sama
dengan kelenjar prostat.

Gambar 6: Kelenjar Prostat


4) Vesikula seminalis
Prostat dan vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan
sumber makanan bagi sperma.Cairan ini merupakan bagian terbesar dari
semen.Cairan lainnya yang membentuk semen berasal dari vas deferens
dan dari kelenjar lendir di dalam kepala penis. Fungsi Vesikula seminalis
untuk mensekresi cairan basa yang mengandung nutrisi yang membentuk
sebagian besar cairan semen.

Gambar 7: Vesikula seminalis

2.2 Hipospadia
1. Definisi Hipospadia
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah
dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu

kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di


permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang
normal (ujung glans penis) (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa
lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis.
(Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia adalah kelainan congenital berupa
muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal
ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga
perineal (Purnomo, B, Basuki, 2003).
Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra berada di bawah
glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang
penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak
terselubung. Hipospadia terjadi pada 1 sampai 3 per 1.000 kelahiran dan
merupakan anomali penis yang paling sering. (Mutaqqin, 2011).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis
bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan
kelamin bawaan sejak lahir. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan
yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis,
monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil
skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter
berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
Epidemiologi
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki
di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insidensi hipospadia semakin
meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada
bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi
dengan berat badan lahir rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit
hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
2. Etiologi Hipospadia
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud disini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria) atau biasa juga karena reseptor hormon
7

androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.


Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup
akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik
yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan
autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan
kromosom ditemukan secara sporadis pada pasien dengan hipospadia.
c. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari
ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih
sering dikaitkan dengan hipospadia.
d. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Klasifikasi Hipospadia
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah
a

batang kemaluan/penis. Ada beberapa type hipospadia :


Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah

zakar (skrotum).
Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan

buah zakar (skrotum).


Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah

zakar (skrotum) dan batang penis.


Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah

pangkal penis.
Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian

tengah dari batang penis.


Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian
ujung batang penis.

Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus

coronarius penis (cekungan kepala penis).


Hipospadia type Grandular, lubang kencing sudah berada pada kepala
penis hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau
meatus adalah sebagai berikut:
a) Tipe sederhana/ Tipe Anterior (60-70%):
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b) Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%):
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan peneescrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
c) Tipe Posterior:
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu. kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun. Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang
diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di
distal, dimana meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis.
Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis,
skrotum, atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin
tag, divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencing yang menyebar.
Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.

Hipospodia tipe Grandular


Hipospodia tipe Mediana
Hipospodia tipe Peno Skrotal

Hipospodia tipe Perineal


Hipospodia tipe Sub coronal

3. Manifestasi Klinis Hipospadia


Manifestasi klinis pada hipospadia adalah sebagai berikut:
1) Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2) Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3) Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
10

4) Kulit penis bagian bawah sangat tipis.


5) Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6) Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
7) Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8) Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung
skrotum).
9) Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10) Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
11) Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
12) Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
13) Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi. Hal ini disebabkan
oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai
dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini
adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika
dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk
mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia
memiliki chordee.
4. Patofisiologi Hipospadia
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam
utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental. Paling umum pada
hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum, frenumnya
tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis
sebagai celah buntu. Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2
lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di
tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer,
memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap
bersatu membentuk membran kloaka.
Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord
dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah
terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang
disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang
11

dan membentuk glans. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital
tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari
membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk
sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus
urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka
akan terjadi hipospadia.
Perkembangan urethra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu, urethra terbentuk dari penyatuan lipatan urethra
sepanjang permukaan ventral penis. Glandula Urethra terbentuk dari
kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu
dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila penyatuan
digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus urethra terbuka
pada sisi ventral penis. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai Chordee,
pada sisi ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan) ventral dari penis.
Hal ini diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung
jaringan normal tubuh kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan
terkait. Pada kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan
pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapat membentuk balutan
berserat yang menarik meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk
terbentuknya suatu korda.(Mutaqqin 2011). Fusi dari garis tengah dari lipatan
uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral
dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis,
hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa
yang dikenal sebagai chordee pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan
hormonal genetik (Sugar 1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya
tidak mengganggu kontinensia kemih.
Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan
obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau
hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan
12

urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak
terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997).
5. Pemeriksaan Diagnostik Hipospadia
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir
atau bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan berikut untuk
mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi
maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia (Corwin, 2009).
1. Rontgen.
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)
6. Penatalaksanaan Hipospadia
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya
dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada
hipospadia adalah:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(Uretroplasti).
c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (meatal advance and
glanuloplasty), termasuk preputium plasty.
Terdapat berbagai macam teknik pembedahan, yang populer adalah
tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1) Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 12 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis.

13

b) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut


sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis
tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan
bekas luka operasi pertama telah matang.
2) Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat
dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya
preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi
hipospadia.
7. Komplikasi Hipospadia
Komplikasi pada hiposadia adalah sebagai berikut:
1) Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2) Infertility
3) Resiko hernia inguinalis
4) Gangguan psikologis dan psikososial
5)

Kesukaran saat berhubungan seksual, bila tidak segera dioperasi saat


dewasa.

2.3 Hidrokel
1. Definisi Hidrokel
Hidrokel berasal dari dua kata yaitu hydro (air ) dan cell (rongga/celah).
Dapat diartikan secara harfiah bahwa hidrokel adalah adanya penumpukan
air pada rongga khususnya pada tunika vaginalis (Behram, 2000).
Hidrokel adalah penimbunan cairan pada dalam selaput yang membungkus
testis, yang menyebabkan pembekakan lunak pada salah satu testis. Penyebabnya

14

karena ada gangguan pada pembentukan alat genitalia external, yaitu kegagalan
penutupan saluran tempat turunnya testis dari rongga prut kedalam skrotum. Cairan
peritoneum mengalir melalui saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap
didalam skrotum sehingga skrotum membengkak (Pramono, Budi. 2008).

Gambar 8: testis normal (kiri); Hidrokel (kanan)


Epidemiologi
Mayoritas pada bayi atau sangat umum di jumpai pada neonatus.
Biasanya berkembang selama 5 minggu kehamilan. Di Amerika Serikat
Hidrokel diperkirakan mempengaruhi 1% dari pria dewasa. Lebih dari 80%
dari anak laki-laki yang baru lahir memiliki prosesus vaginalis paten, tapi
yang paling dekat secara spontan dalam waktu 18 bulan. Insiden hidrokel
meningkat dengan tingkat peningkatan survival bayi prematur dan dengan
meningkatnya penggunaan rongga peritoneal untuk ventriculoperitoneal
(VP) shunts, dialisis, dan transplantasi ginjal. Hydroceles Kebanyakan
kongenital dan dicatat pada anak usia 1-2 tahun. Kronis atau hydroceles
sekunder biasanya terjadi pada pria yang lebih tua dari 40 tahun.
2. Etiologi Hidrokel
Etiologi/penyebab terjadinya hidrokel adalah sebagai berikut:
1. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau.
b. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.

15

Gambar 9: Prosesus vaginalis yang belum menutup sempurna


2. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada
testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau
reabsorbsi cairan dikantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu
tumor, infeksi, atau trauma pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat
menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi
aliran limfe atau vena didalam fenikulus spermatikus.

Klasifikasi
a. Berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
a) Hidrokel primer terlihat pada anak-anak akibat kegagalan penutupan
prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu diventrikum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika
vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan
sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorbsi.
b) Hidrokel sekunder pada orang dewasa hidrokel sekunder cenderung
berkembang lambat dalam suatu masa dianggap sekunder terhadap obstruksi
aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis.
Keadaan ini dapat terjadi karena radang atau karena suatu proses neoplastik.
Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya
produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah
yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
b. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis

16

Gambar 10: Hidrokel testis


a) Hidrokel Testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
b) Hidrokel Funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah cranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
c) Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat
anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen.

17

Gambar 11: Hidrokel Komunikan


3. Manifestasi Klinis Hidrokel
Gambaran klinis hidrokel congenital tergantung pada jumlah cairan yeng
tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit maka testis terlihat seakanakan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak
terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya
benjolan dikantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya benjolan dikantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukan adanya transiluminasi.
Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadangkadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonografi.

Gambar 12: Hidrokel ketika dilakukan pemeriksaan fisik


4. Patofisiologi Hidrokel
18

Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis


yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran
mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan
demikian cairan dari rongga peritoneum dapat masuk kedalam kantong
hidrokel dan sukar kembali ke rongga peritoneum. Pada kehidupan fetal
prosesus vaginalis dapat berbentuk kantong yang mencapai scrotum. Ujung
bawah kantong ini mengelilingi testis dan disebut tunika vaginalis. Apabila
terjadi atrofi pada ujung proksimal dan tengah sehingga bagian distal yang
mengelilingi testis tetap terbuka maka terjadi hidrokel testikularis.
Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus
spermatikus, juga dapat ditemukan disekitar testis yang terdapat dalam
rongga perut pada undensensus testis. Hidrokel infantilis biasanya akan
menghilang dalam tahun pertama, umumnya tidak memerlukan pengobatan,
jika secara klinis tidak disertai hemia inguinalis. Hidrokel testis dapat
meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling berhubungan
sepanjang prosesus vaginalis peritonel. Hidrokel akan tampak lebih besar
dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk kedalam
kantong sewaktu anak diposisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada
esok paginya setelah anak tidur semalam.
Pada seorang dewasa hidrokel terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebabnya sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada
testis atau dikantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor,
infeksi atau trauma pada testis atau epididimis. Dalam keadaan normal
cairan yang berada didalam rongga tunika vaginalis berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi dalam sistem limfatik.
PATHWAY HIDROKEL

19

Kelainan pada testis


(tumor, infeksi,trauma)

Operasi

Sistem sekresi terganggu atau reabsorbsi cairan dikantung

Produksi cairan berlebihan oleh testis

Nyeri

Menekan
Obstruksi aliran
limfepembuluh dara
(HIDROKEL)

Gangguan rasa nyaman

Atrofi

Pembe

Risiko infeksi Kerusakan integritas kulit Risiko kerusakan in

5. Pemeriksaan Diagnostik Hidrokel


a. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya benjolan di
kantong skortum yang tidak nyeri. Biasanya pasien mengeluh benjolan yang
20

berat dan besar di daerah skortum. Benjolan atau massa kistik yang lunak
dan kecil pada pagi hari dan membesar serta tegang pada malam hari.
Tergantung pada jenis dari hidrokel biasanya benjolan tersebut berubah
ukuran atau volume sesuai waktu tertentu.
Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya kantong hidrokel
tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yang bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada riwayat penyakit dahulu, hidrokel testis biasa disebabkan
oleh penyakit seperti infeksi atau riwayat trauma pada testis.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi
pada skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau
lunak tergantung pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan biasanya
halus. Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah cairan
minimum, testis relatif mudah diraba. Sedangkan bila cairan minimum,
testis relatif mudah diraba. Juga penting dilakukan palpasi korda
spermatikus di atas insersi tunika vaginalis. Pembengkakan kistik karena
hernia atau hidrokel serta padat karena tumor. Normalnya korda spermatikus
tidak terdapat penonjolan, yang membedakannya dengan hernia skrotalis
yang kadang-kadang transiluminasinya juga positif. Pada Auskultasi
dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan
adanya hernia.
Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa
hidrokel dengan cahaya di dalam ruang gelap. Sumber cahaya diletakkan
pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia,
penebalan tunika vaginalis dan testis normal tidak dapat ditembusi
sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel. Hidrokel berisi
cairan jernih, straw-colored dan mentransiluminasi (meneruskan) berkas
cahaya.
Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis.Jika hidrokel
muncul antar 18 35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa kistik yang
terpisah dan berada di pool atas testis dicurigai spermatokel. Pada aspirasi
akan didapatkan cairan kuning dari massa skortum. Berbeda dengan

21

spermatokel, akan didapatkan cairan berwarna putih, opalescent dan


mengandung spermatozoa.
c. Pemeriksaan Penunjang
Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya
menemukan massa skrotum. Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber
cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor,
darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya
sebagai bayangan merah menunjukkan ronggayang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel.
Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
dan membantumelihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena
abnormal (varikokel) dankemungkinan adanya tumor.
Diagnosis Banding
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel, adalah sebagai berikut:
1. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran
darah balik vena spermatika interna.
Gambaran klinis:
a. Anamnesa
1) Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah.
2) Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri.
3) Terasa berat pada testis
b. Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava).
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam
kantung, yang letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis
licin, konsistensi elastis.

2. Torsi Testis
22

Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi


gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan
aliran darah daripada testis.
Gambaran klinis:
a. Anamnesa
1) Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum.
2) Sakit perut hebat, kadang mual dan muntah.
3) Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
b. Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi: Testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena
funikulus spermatikus terpuntir dan memendek, testis pada sisi yang
terkena lebih tinggi dan lebih horizontal jika dibandingkan testis sisi yang
sehat. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus.
3. Spermatokel
Adalah benjolan kistik yang berasal dari epididimis dan berisi sperma.
Gambaran klinis:
a. Anamnesa: Benjolan kecil, tidak nyeri
b. Pemeriksaan fisik: teraba masa kistik, mobile, lokasi di cranial dari testis,
Transiluminasi (+), aspirasi : cairan encer, keruh keputihan.
4. Hematokel
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh
trauma.
Gambaran klinik:
a. Anamnesa: benjolan pada testis
b. Pemeriksaan Fisik: masa kistik, transiluminasi (-)
5. Hernia Inguinalis Lateral
Gambaran klinis:
a. Anamnes: Benjolan di daerah inguinal/skrotal yang hilang timbul. Timbul
saat mengedan, batuk, atau menangis, dan hilang bila pasien tidur.
b. Pemeriksaan fisik: Terdapat benjolan di lipat paha/skrotum pada bayi saat
menangis dan bila pasien diminta untuk mengedan. Benjolan menghilang
atau dapat dimasukkan kembali ke rongga abdomen, transiluminasi (-).
6. Tumor Testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.
Gambaran klinis:
a. Anamnesa: Keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri. Terasa
berat pada kantong skrotum.
b. Pemeriksaan Fisik: Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada
palpasi, transiluminasi(-).
6. Penatalaksanaan Hidrokel

23

Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru


dilakukan jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman,
atau jika hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke
testis. Pengobatan bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan
sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan
besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan
aspirasi, bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium terta desil sulfat atau
urea, untuk menyumbat/ menutup lubang dikantong skrotum sehingga cairan
tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia
inguinalis harus diatasi dengan pembedahan sesegera mungkin.
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu
difikirkan untuk dilakukan koreksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi
pada hidrokel adalah:
a Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah.
b Indikasi kosmetik.
c Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari. Tindakan pembedahan berupa
hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan anestesi umum
ataupun regional (spinal).
Ada beberapa teknik:
a

Radikal : dilakukan eksisi seluruh tunika vaginalis. Setelah dilakukan

homeostasis skrotum ditutup kembali.


Jaboulay: kantung hidrokel dibuka, tunika vagianalis dibalik dan

dijahitkan di belakang testis.


Winkelman: seperti pada Jaboulay tetapi ditambah eksisi sebagian

tunika vaginalis sebelum dijahit.


Bergman: seperti winkelman hanya saja setelah eksisi sebagian tunika

vaginalis dan dibalik tidak dijahit.


Solomon: setelah kantung hidrokel dibuka, tunika vaginalis dijahitkan

pada sinus epididimidis tanpa eksisi.


Lord: setelah kantung hidrokel dibuka, tunika vaginalis perietalis dilipat
dan dijahitkan pada daerah pertemuan testis dengan epididimidis tanpa
dilakukan eksisi. Merupakan teknik yang paling sering dipakai.

24

Secara singkat tekhnik dari hidokelektomi dapat dijelaskan sebagai


berikut: dengan pembiusan regional atau umum. Posisi pasien terlentang
(supinasi). Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril. Insisi kulit pada
bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis sampai tampak
tunika vaginalis. Dilakukan prepasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila
hidrokelnya besar sekali dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan
teknik jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila
diperlukan diaplikasi dengan benang chromic cat gut.
Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut
komplikasi operasi. Komplikasi pasca bedah ialah pendarahan dan infeksi
luka operasi hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai
usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel
akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah
besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk cairan
hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
1. Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkkan penyulit berupa
infeksi. Beberapa indikasi melakukan operasi pada hidrokel adalah:
a. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
b. Indikasi kosmetik
c. Hidrokel permagna yang disrasakan terlalu berat dan menggangu pasien
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
2. Hidrokeletomi
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena
seringkali hidrokel ini disertai dengan hemia inguinalis sehingga pada saat
operasi hidrokel sekaligus melakukan hemiografi. Pada hidrokel testis
dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan
marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi
hidrokel secara in-toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus yang

25

diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya menghilang


sebelum umur 2 tahun.
3. Penatalaksanaan Post Operasi

Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang dapat


diberikan menurut Noviana (2011) antara lain sebagai berikut:
1) Anageltik
a) Pada Bayi
(1) Ibuprofen 10 mg/kg setiap 6-8 jam;
(2) Paracetamol 15mg/kg setiap 6-8 jam;
(3) Hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko
apneu
b) Anak yang lebih besar
Paracetamol dengan kodein ( 1mg/kg kodein) 6-8 jam;
2) Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang harus dihindari
untuk mencegah perpindahan testis yang keluar dari scrotum, dimana
dapat terjebak oleh karingan ikat dan mengakibatkan cyptorchidism
sekunder
3) Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahrga harus dibatasi selama 46 minggu.
4) Kebanyakan operasi hidrokel dilakukan pada pasien rawat jalan. Pasien
dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan
memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi)
7. Komplikasi Hidrokel
Komplikasi yang dapat terjadi pada hidrokel adalah sebagai berikut:
1. Kompresi pada peredaran darah testis. Jika dibiarkan, hidrokel yang
cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa
menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan
atrofi testis.
2. Hematoma pada jaringan skrotum yang kendor, jika tidak ditangani
segera, penumpukan cairan ini bisa menggangu kesuburan dan fungsi
seksual.
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi.
4. Infeksi sekunder.

26

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Hipospadia
3.1.1 Pengkajian Hipospadia
1. Identitas
Usia
: ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering
terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup
(Brough, 2007).
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk (Muslihatum, 2010).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang: Pada umumnya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak
lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu: Biasanya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang
kencing tidak pada tempatnya sejak lahir
c. Riwayat Kongenital
1) Penyebab yang jelas belum diketahui.
2) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3) Lingkungan polutan teratogenik (Muscari, 2005).
4. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai
minggu ke-14 (Markum, 1991).
5. Activity Daily Life
a. Nutrisi: Tidak ada gangguan
b. Eliminasi: anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran
dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan
anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi

27

duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial


dan disertai oleh peningkatan insiden ISK (Brough, 2007).
c. Hygiene Personal: dibantu oleh perawat dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur: tidak ada gangguan
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletal: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan: Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika
urinaria atau pembesaran pada ginjal. Kaji fungsi perkemihan. Dysuria
setelah operasi.
g. Sistem Reproduksi
1) Adanya lekukan pada ujung penis
2) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
3) Terbukanya uretra pada ventral
4) Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
3.1.2

drainage (Nursalam, 2008).


Diagnosa Keperawatan Hipospadia
a. Pre Operasi
1. Ansietas (anak dan orang tua) b.d proses pembedahan (uretroplasti).
b. Post Operasi
1. Nyeri b.d tindakan post operasi.
2. Resiko infeksi (traktus urinarius) b.d invasi kateter.
3. Ansietas (orang tua) b.d penampilan penis anak setelah pembedahan.
4. Defisit pengetahuan orang tua b.d diagnosa, prosedur pembedahan dan
perawatan setelah operasi.

28

3.1.3

Intervensi Hipospadia
Intervensi Pre-Operasi

No Diagnosa Kep
1 Ansietas (anak
dan orang tua)
b.d
proses
pembedahan
(uretroplasti).

Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Tujuan: anak dan orang 1. Jelaskan pada anak dan orang tua
tua
mengalami
tentang prosedur bedah dan perawatan
penurunan rasa cemas
pasca operasi yang diharapkan.
yang ditandai oleh
ungkapan pemahaman
tentang prosedur bedah.
Kriteria hasil: anak 2. Gunakan gambar dan boneka ketika
menunjukan sikap yang
menjelaskan prosedur kepada anak.
lebih
tenang
dan
Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan
kooperatif.
dengan cara memperbaiki letak muara
uretra. Jelaskan juga kateter urine
menetap akan dipasang, dan bahwa
anak perlu direstrein untuk mencegah
supaya anak tidak berusaha melepas
kateter. Beri tahu mereka bahwa anak
mungkin dipulangkan dengan keadaan
terpasang kateter.
3. Beri
anak
kesempatan
untuk
mengekspresikan rasa takut dan
fantasinya.

Rasional
1. Menjelaskan rencana pembedahan dan
pasca operasi membantu meredakan rasa
cemas dan takut, dengan membiarkan
anak dan orang tua mengantisipasi dan
mempersiapkan peristiwa yang akan
terjadi.
2. Simulasi
dengan
mempergunakan
gambar dan boneka untuk menjelaskan
prosedur
dapat
membuat
anak
memahami konsep yang rumit.

3. mengekspresikan
rasa
takut
memungkinkan anak menghilangkan
rasa takutnya, dan memberi anda
kesempatan untuk mengkaji tingkat

29

kognitif
dan
kemampuan
untuk
memahami kondisi, serta perlunya
pembedahan.
Intervensi Post-Operasi
No
1

Diagnosa Kep
Nyeri
berhubungan
dengan
tindakan post
operasi

Tujuan/Kriteria hasil
Tujuan: anak akan
memperlihatkan
peningkatan
rasa
nyaman yang ditandai
oleh tingkah laku yang
lebih
tenang
dan
ekspresi
nyeri
berkurang.
Resiko infeksi Tujuan: anak tidak
(traktus
mengalami infeksi yang
urinarius) yang ditandai oleh hasil
berhubungan
urinalisis normal dan
dengan invasi suhu tubuh kurang dari
kateter
37,8oC (tidak terjadi
kenaikan suhu tubuh
yang menjadi salah satu
ciri terjadinya infeksi)

Intervensi
Rasional
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesic 1. Pemberian obat analgesik untuk
sesuai program.
meredahkan nyeri.
2. Pastikan kateter anak dipasang dengan 2. Penempatan kateter yang tidak tepat
benar, serta bebas dari simpul.
dapat menyebabkan nyeri akibat
drainase yang tidak adekuat, atau
gesekan akibat tekanan pada balon yang
digembungkan.
1. Pertahankan kantong drainase kateter
dibawah garis kandung kemih dan
pastikan bahwa selang tidak terdapat
simpul dan kusut.
2. Gunakan
tekni
aseptic
ketika
mengosongkan kantong kateter.
3. Pantau urine anak untuk pendeteksian
kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa
balutan bedah setiap 4 jam, untuk
mengkaji bila tercium bau busuk atau
drainase purulen; laporkan tanda-tanda
tersebut kepada dokter dengan segera.

1. Mempertahankan kantong drainase tetap


pada posisi ini mencegah infeksi dengan
mencegah urine yang tidak steril
mengalir balik ke dalam kandung kemih.
2. Teknik aseptic mencegah kontaminan
masuk kedalam traktus urinarius.
3. Tanda ini dapat mengindikasikan infeksi

4. Peningkatan

asupan

cairan

dapat

30

Ansietas
(orang tua)
yang
berhubungan
dengan
penampilan
penis anak
setelah
pembedahan

Tujuan: orang tua akan


mengalami penurunan
rasa
cemas
yang
ditandai
oleh
pengungkapan perasaan
mereka
tentang
kelainan anak.

4. Anjurkan anak untuk minum sekurangmengencerkan urine dan mendorong


kurangya 60 ml/jam
untuk berkemih.
5. Beri obat antibiotic profilaktik sesuai 5. Pemantauan yang demikian membantu
program, untuk membantu mencegah
menentukan kemanjuran obat antibiotic
infeksi. Pantau anak untuk efek
dan toleransi anak terhadap obat
terapeutik dan efek samping
tersebut.
1. Anjurkan
orang
tua
untuk 1. Membiarkan orang tua mengekspresikan
mengekspresikan
perasaan
dan
perasaan serta kekhawatiran mereka,
kekhawatiran
mereka
tentang
dapat memberikan perasaan didukung
ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan
dan dimengerti sehingga mengurangi
pada pertanyaan tentang seksualitas dan
rasa cemas mereka. Mereka cenderung
reproduksi.
merasa sangat khawatir terhadap efek
kelainan, pada aspek seksualitas dan
reproduksi.
2. Bantu orang tua melalui proses berduka 2. Proses berduka memungkin orang tua
dapat melalui kecemasan dan perasaan
yang normal.
distress mereka.
3. Rujuk orang tua kepada kelompok 3. Kelompok pendukung dapat membantu
pendukung yang tepat, jika diperlukan
orang tua mengatasi ketidaksempurnaan
fisik anak.
4. Apabila
memungkinkan,
jelaskan 4. Perbaikan yang sudah dilakukan melaui
perlunya
menjalani
pembedahan
pembedahan perlu berlangsung secara
multiple, dan jawab setiap pertanyaan
bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini
yang muncul dari orang tua.
dengan orang tua dan member
kesempatan mengekspresiakan perasan

31

Defisit
pengetahuan
orang tua b.d
diagnosa,
prosedur
pembedahan
dan perawatan
setelah operasi

Tujuan:
orang
tua 1. Ajarkan orang tua tanda serta gejala
mengekspresikan
infeksi saluran kemih atau infeksi pada
pemahaman
tentang
area insisi, termasuk peningkatan suhu,
instruksi
perawatan
urine keruh, dan drainase purulen dari
pasca operasi untuk
insisi
diterapkan di rumah, 2. Ajarkan orang tua cara merawat kateter
dan penis, termasuk membersihkan
dan mendemonstrasikan
daerah sekeliling kateter, mengosongkan
prosedur
perawatan
kantong drainase dan memfiksasi kateter;
dirumah.
jelaskan pentingnya memantau warna
serta kejernihan urine
3. Anjurkan orang tua untuk mencegah anak
untuk
tidak
mengambil
posisi
mengangkang, saat mengendarai sepeda
atau menunggang kuda
4. Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua
tentang tujuan dan penggunaan obat
antibiotik serta obat-obatan, untuk
spasme kandung kemih (meperidin
hidroklorida
[Demerol],
asetaminofen[Tylenol]); jelaskan juga
perincian tentang pemberian, dosis dan
efek samping

mereka dapat mengurangi kecemasan.


1. Mengetahui tanda dan gejala infeksi
mendorong
orang
tua
mencari
pertolongan
medis
ketika
membutuhkannya.
2. Informasi
semacam
ini
dapat
meningkatkan
kepatuhan
terhadap
penatalaksanaan keperawatan di rumah
dan membantu mencegah kateter lepas
serta infeksi.
3. Posisi
mengangkang
dapat
menyebabkan kateter terlepas dan
merusak area operasi.
4. Obat analgesic dapat mengendalikan
rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat
terjadi akibat iritasi kandung kemih.
Dengan mengetahui efek samping
mendorong
orang
tua
mencari
pertolongan medis ketika membutuhkan.

32

33

3.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hidrokel


3.2.1 Pengkajian Hidrokel
1. Identitas klien yang mencakup nama, jenis kelamin, umur, alamat.
2. Anamnesa
3.3Anamnesa berkaitan tentang lamanya pembengkakan skrotum dan
apakah ukurang pembengkakan itu bervariasi baik pada waktu istirahat
maupun pada keadaan emosional (menangis, ketakutan).
3. Pemeriksaan fisik
3.4
Pada pemeriksaan fisik, hidrokel dirasakan sesuatu yang oval atau
bulat, lembut dan tidak nyeri tekan. Hidrokel dapat dibedakan dengan
hemia melalui beberapa cara:
a. Pada saat pemeriksaan fisik dengan transiluminasi hidrokel berwarna
merah terang dan hemia berwarna gelap.
b. Hidrokel pada saat diaspirasi terdapat benjolan hanya ada diskrotum
dan hemia dilipatan paha.
c. Auskultasi pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus tetapi pada
hima terdapat bisinng usus.
d. Pada saat dipalpasi hidrokel terasa seperti kistik, tetapi pada hemia
terasa kenyal.
e. Hidrokel tidak dapat didorong, hemia biasanya bisa didororng.
f. Bila dilakukan transluminasi pada hidrokel terdapat transulen, pada
hemia tidak.
4. Kaji sistem perkemihan
5. Kaji setelah pembedaan: inspeksi,perdarahan,disuria,dan drainase
6. Lakukan transluminasi test: ambil senter, pegang skrotum, sorot dari
bawah, bila sinar merata pada bagian skrotum maka berarti isinya cairan
(bila warnanya redup).
3.2.2 Diagnosa Keperawatan Hidrokel
a. Pre operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum.
2. Resiko kerusakan integritas kulit skrotum b.d adanya gesekan dan
peregangan jaringan kulit skrotum.
3. Perubahan body image citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum.
4. Ansietas pada orang tua b.d kondisi anaknya dan kurangnya
pengetahuan merawat anak.
b. Post operasi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post operasi.
2. Deficit pengetahuan orang tua behubungan dengan kondisi anaknya:
prosedur prmbedahan,perawatan post operasi,program penatalaksanaan.
3. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma
pembedahan.
34

3.5

35

3.2.3

Intervensi Hidrokel

3.6 Dx 1: Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan skrotum.


Tujuan dan kriteria hasil:
Diharapkan setelah dilakukan intervensi, rasa tidak nyaman berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil:
1 Pembengkakan skrotum berkurang
2 Klien merasa nyaman nyeri klien berkurang bahkan hilang
3 Skala nyeri 0-3
3.9
Intervensi
3.10 Rasional
1 Kaji skala, karakteristik dan lokasi nyeri yang dialami klien.
1 Mengidentifikasi nyeri akibat gangguan lain.
2 Catat petunjuk nonverbal seperti gelisah, menolak untuk 2 Mendeskripsikan tingkat nyeri.
bergerak, berhati-hati saat beraktifitas dan meringis.
3.11
3 Ajarkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman atau tehnik 3 Mengurangi sensasi nyeri.
relaksasi misalnya duduk dengan kaki agak dibuka dan nafas
3.12
dalam.
3.13
4 Berikan tindakan nyaman massage punggung, mengubah posisi 4 Mengurangi sensasi nyeri.
dak aktifitas senggang.
3.14
5 Observasi dan catat pembesaran skrotum (bila perlu ukur tiap 5 Menjadi acuan dalam perkembangan terapi yang sudah
hari), cek adanya keluhan nyeri.
diberikan.
6 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
6 Mengurangi sensasi nyeri.
3.15
3.16
Dx 2: Resiko kerusakan integritas kulit: skrotum berhubungan dengan adanya gesekan dan peregangan jaringan
kulit skrotum.
3.17
Tujuan dan kriteria hasil:
3.18
Diharapkan setelah dilakukan intervensi, kerusakan intergritas kulit tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
1 Tidak ada lecet dan kemerahan di sekitar area pembesaran.
3.19
Intervensi
3.20
Rasional
1. Kaji adanya tanda kerusakan kulit seperti lecet dan kemerahan
1. Mengetahui lebih dini gejala kerusakan kulit untuk dilakukan
3.7
3.8

36

2.
3.
4.
5.

1
a
b
c
d
e
f

sekitar area pembesaran.


intervensi selanjutnya.
Berikan salep atau pelumas.
2. Mencegah kerusakan kulit.
Kurangi aktifitas klien selama sakit.
3. Mencegah kerusakan yang lebih parah.
Berikan posisi yang nyaman: abduksi.
4. Memberikan sirkulasi bagi aliran darah.
Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar terutama
5. Mencegah iritasi yang lebih parah.
celana.
3.21
3.22
Dx 3: perubahan body imange: citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk skrotum.
3.23
Tujuan dan kriteria hasil:
3.24
Diharapkan setelah dilakukan intervensi, klien tidak merasa bahwa penyakitnya adalah suatu penderitaan, dan pada bayi,
orang tua harus memehami bahwa penyakit ini dapat disembuhkan, dengan kriteria hasil:
Keluarga sabar menghadapi kondisi anaknya.
3.25
Intervensi
3.26
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, a Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
3.32
Perhatikan perilaku menarik diri pada keluarga, tidak efektif
b Indikator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa
menggunakan pengingkaran atau perilaku yang mengindikasikan
yang terjadi.
terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
3.33
Tertukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat/ lama.
c Identifikasi tahap yang pasien sedang alami memberikan
3.27
pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat.
3.28
Depresi lama menunjukkan intervensi lanjut.
Akui kenormalan perasaan.
d Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu orangtua
3.29
pasien untuk menerima perilaku dan mengatasinya secara
3.30
efektif.
njurkan orang terdekat untuk memperlakukan. Pasien secara
e Menyampaikan harapan untuk mengatur situasi dan membantu
normal dan bukan sebagai orang cacat.
perasaan harga diri dan orang lain.
Yakinkan keluarga bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dan
f Memperkuat keyakinan keluarga dan memberikan semangat
tetap sabar menghadapi kondisi anak.
yang mempertahankan harga diri keluarga dan menghindari

37

1
a
b
c
d

1
a

3.31
kecemasan yang berlebihan.
3.34
3.35
Dx 4: Ansietas pada orang tua berhubungan dengan kondisi anaknya
3.36
Tujuan dan kriteria hasil:
3.37
Diharapkan setelah dilakukan intervensi, orangtua memahami dan mengerti tentang prognosa dan diagnose penyakkit yang
dialami oleh anaknya, dengan kriteria hasil:
Cemas yang dialami orangtua klien berkurang bahkan hilang.
3.38
Intervensi
3.39
Rasional
Beritahu dan jelaskan tentang prognosa dan diagnosia penyakit/ a Menghilangkan
kecemasan
orangtua
klien
karena
yang dialami oleh anaknya.
ketidaktahuan tentang prosedur.
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap anaknya b Menghilangkan
kecemasan
orangtua
klien
karena
sebelum tindakan dilakukan.
ketidaktahuan tentang prosedur.
Libatkan orangtua dalam perawatan terhadap anaknya.
c Mengindari persepsi yang salan dan membantu menghilangkan
Berikan informasi bahwa penyakit ini
kecemasan pada anak.
d Menghilangkan
kecemasan
orangtua
klien
karena
ketidaktahuan tentang prosedur.
3.40
INTRA OPERASI
3.41
Dx 1: Resiko tinggi terjadi hipotermi akibat suhu di ruangan.
3.42
Tujuan dan kriteria hasil:
3.43
Setelah dilakukan intervensi, klien tidak mengalami hipotermia dengan kriteria hasil:
Tidak menggigil
3.44
Intervensi
3.45
Rasional
Berikan alat pemanas pada saat pembedahan.
a Agar tidak terjadi hipotermi.
3.46
3.47
Dx 2: Resiko cedera berhubungan dengan posisi yang kurang tepat
3.48
Tujuan dan kriteria hasil:
3.49
Diharapkan setelah dilakuakan intervensi, klien tidak mengalami dekubitus dengan kriteria hasil:

38

a
b
3

1
a
b
c
d

Tidak terjadi cedera dalam keadaan pembiusan.


3.50
Intervensi
3.51
Rasional
Atur posisi klien
a Menghindari terjadinya dekubitus
Pertahankan posisi klien.
b Memberikan keselamatan kepada klien.
3.52
3.53
POST OPERASI
3.54
3.55
Dx 1: Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post operasi
3.56
Tujuan dan kriteria hasil:
3.57
Diharapkan resiko terjadinya infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
Berkurangnya tanda-tanda peradangan seperti kemerah-merahan, gatal, panas, perubahan fungsi.
3.58
Intervensi
3.59
Rasional
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun a Mengurangi kontaminasi silang.
menggunakan sarung tangan steril.
b Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk
Batasi penggunaan alat atau prosedur invasif jika memungkinkan.
organisme.
Gunakan teknik steril pada waktu
c Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi
penggatian balutan/ penghisapan/ berikan lokasi perawatan,
nosokomial.
misalnya jalur invasif.
d Mencegah penyebaran infeksi / kontaminasi silang
Gunakan sarung tangan/ pakaian pada waktu merawat luka yang
terbuka/ antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi ataupun
ekskresi.
3.60
3.61
Dx 2: Defisit pengetahuan orangtua berhubungan dengan kondisi anak: prosedur pembedahan, perawatan post
operasi, program penatalaksanaan.
3.62
Tujuan dan kriteria hasil:
3.63
Diharapkan setelah diberikan intervensi, klien memahami dan mengerti tentang prosedur pembedahan, perawatan setelah
operasi dan pengobatannya dengan kriteria hasil:

39

1
a

b
c
d

1
a

b
c
d
e

Klien mengatakan pemahamannya proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi.


3.64
Intervensi
3.65
Rasional
Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
a Mencegah komplikasi lanjut dari pergerakan dan aktivitas
3.66
yang berlebihan.
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat b Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan lekas
periodik.
kembali pulih normal.
3.67
c Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi,
Diskusikan
perawatan
insisi,
termasuk
mengganti
meningkatkan penyembuhan dan program perbaikan.
balutan, pembatasan mandi,
dan kembali ke dokter d Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius contoh
untuk mengangkat jahitan/ pengikat.
lambatnya penyembuhan.
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh
3.68
peningkatan nyeri: edema/ eritema luka, adanya drainase,
demam.
3.69
3.70
Dx 3: Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan.
3.71
Tujuan dan kriteria hasil:
3.72
Diharapkan setelah diberikan terapi, nyeri klien berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil:
Skala nyeri 0-3 dan klien tidak menangis serta gelisah.
3.73
Intervensi
3.74
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (0-10). Selidiki a Berguna
dalam pengawasan
keefektifan
obat,
dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat.
kemajuan penyembuhan.
Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
b Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi.
Dorong ambulasi dini.
c Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
Berikan aktivitas hiburan.
d Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat
Berikan analgetik sesuai indikasi.
meningkatkan kemampuan koping.
e Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain contoh batuk dan ambulasi.
3.75

40

3.76

41

3.77
3.78

BAB IV
APLIKASI TEORI

3.79
4.1 Skenario Kasus Hipospadia
3.80
Ny.T datang dengan anaknya An.Z (1 tahun) ke RSI Jemursari
Surabaya. Ny.T mengatakan bahwa pancaran air kencing anaknya tidak
lurus dan merembes. Ny.T mengatakan bahwa sejak dilahirkan An.Z memiliki
kelainan pada bagian alat kelaminnya dan, setelah dilakukan pemeriksaan
oleh dokter didapatkan adanya kemerahan pada daerah skrotum, lubang penis
tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di dasar penis, penis melengkung
ke bawah, penis tampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada
kulit depan penis. Ny.T terus bertanya-tanya tentang penyakit anaknya dan
terlihat sangat cemas.
3.81
4.2 Asuhan Keperawatan Hipospadia
A. PENGKAJIAN
3.82
Nama Mahasiswa : Endang Soekamti
3.83
NIM
: 130012000
3.84
Rumah Sakit
: RSI A. Yani Surabaya
3.85
Ruangan
: Hijir Ismail
3.86
Tgl/ jam pengkajian : 01 Maret 2015/ 08.00 WIB
3.87
IDENTITAS KLIEN
3.88
Nama
: An. Z
3.89
Umur
: 1 tahun
3.90
Jenis kelamin
: Laki-laki
3.91
Pendidikan
:3.92
Alamat
: Surabaya
3.93
Tanggal/Jam MRS
: 01 Maret 2015/ 08.00 WIB
3.94
No.Register
: 210812
3.95
Diagnosa Medis
: Hipospadia
3.96
3.97
3.98
IDENTITAS ORANG TUA/ WALI:
3.99
3.100
3.101
3.102
3.103
3.104
3.105
3.113
3.114

Nama Ayah
Umur
Agama
Suku/ Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Tn. L
: 33 tahun
: Islam
: Jawa/Indo
: Guru
: Sarjana
: Surabaya

3.106
3.107
3.108
3.109
3.110
3.111
3.112

Nama Ibu
Umur
Agama
Suku/ Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Ny. T
: 27 tahun
: Islam
: Jawa/Indo
: Guru
: Sarjana
: Surabaya

Keluhan Utama: Pancaran air kencing tidak lurus dan merembes.

42

3.115

Riwayat Penyakit Sekarang: Ny.T mengatakan bahwa pancaran

air kencing anaknya tidak lurus dan merembes


3.116
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
a. Prenatal:
3.117 Ibu px mengatakan pada saat hamil selalu memeriksakan
kandungannya setiap bulan ke dokter spesialis kandungan.
b. Natal:
3.118 Ibu px mengatakan, px dilahirkan secara normal yang dibantu oleh
dokter spesialis kandungan di RSI Jemursari Surabaya.
c. Post Natal:
3.119 Ibu px mengatakan setelah px dilahirkan dahulu, diberi ASI
esklusif selama 6 bulan dan dibantu susu formula.
3.120
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Penyakit waktu kecil:
3.121 Ny.T mengatakan bahwa sejak dilahirkan An.Z memiliki kelainan
pada bagian alat kelaminnya.
b. Pernah dirawat di rumah sakit:
3.122 Ibu px mengatakan sebelumnya An.Z sebelumnya tidak pernah
dirawat di Rumah Sakit.
c. Penggunaan Obat:
3.123 Ibu px mengatakan saat sakit sekarang ini px tidak diberi obat
apapun.
3.124
d. Tindakan (Operasi/ Tindakan lain):
3.125 Ibu px mengatakan, An.Z belum pernah dilakukan tindakan
operasi.
e. Alergi:
3.126 Ibu px mengatakan, An.Z tidak memiliki riwayat alergi terhadap
obat-obatan maupun makanan tertentu.
f. Kecelakaan:
3.127 Ibu px mengatakan, px tidak pernah mengalami kecelakaan.
g. Imunisasi:
3.128 Ibu px mengatakan, px mendapatkan imunisasi lengkap:
3.129 1 bulan: BCG, Polio I
3.130 2 bulan: DPT I, Polio II
3.131 4 bulan: DPT II, Polio III
3.134
3.135

3.132 6 bulan: DPT III, Polio IV


3.133 9 bulan: Campak

Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu px mengatakan dalam

keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menahun/menurun.


3.136
RiwayatSosial:
a. Yang mengasuh anak:

43

3.137 Ibu px mengatakan, px diasuh sendiri oleh ibu dan ayahnya, tetapi
di waktu pagi hari px diasuh oleh neneknya karena orang tua harus
bekerja.
b. Hubungan dengan anggota keluarga:
3.138 Hubungan px dengan anggota keluaraganya baik dan pasien sangat
dekat dengan ibu dan neneknya.
c. Hubungan dengan teman sebaya:
3.139 Ibu px mengatakan setelah px mengalami sakit, px cenderung tidak
suka bermain dengan teman sebayanya dan lebih suka berdiam diri di
rumah.
d. Pembawaan secara umum:
3.140 Saat sakit px terlihat lemah, pucat dan badannya terlihat kurus.
3.141
3.142
3.143
3.144
3.145
3.146
Kebutuhan Dasar
a. Pola Makan
3.147
3.148
N

Keteranga
n

3.149
Se
belum
Sakit

3.151
1
3.152

Frekuensi

3.153
1-2
kali sehari

3.155
2
3.156

Jenis Menu

3.159
3
3.160

Komposisi

3.163
4
3.164

Porsi

3.167
5
3.168

Kesukaan

3.171
3.172
Riwayat
6
Alergi
3.175
7
3.176

Keluhan

3.157

Na
si

3.161
Na
si + Lauk
3.165

Se
dang

3.169

Ca
milan

3.173

3.177

3.150

Saat
Sakit

3.154

1kali
sehari

3.158

Nasi

3.162

Nasi
+Lauk

3.166
3
Sendok
3.170

3.174

3.178

Anor
eksia

b. Pola tidur

44

3.179 3.180
N

Keteranga
n

3.183 3.184
Jumlah
1
jam tidur siang

3.181

Se
belum
Sakit
3.185
2
jam

3.187 3.188
Jumlah
2
jam tidur malam

3.189

3.191 3.192
3
tidur

3.193

Gangguan

3.195 3.196
Perasaan
4
waktu tidur

3.207 3.208
1
rutin

Mobilitas

3.186

3.197

2
jam

3.190

8
jam

Se

3.194

3.198

gar

Say
u

3.201
Mi
num susu
1 gls
c. Pola aktivitas dan perawatan diri
Aktivitas

Saat
Sakit

jam

3.199 3.200
Kebiasaan
5
sebelum tidur

3.203 3.204
N

3.182

3.205

Se
belum
Sakit
3.209
No
rmal
Ser

3.202
Min
um susu 1
gls
3.206

Saat
sakit

3.210

Men
urun

3.211 3.212
Waktu
2
Senggang

3.213

3.214

3.215 3.216
3

Mandi

3.217

Ma
ndiri

3.218

Diba
ntu

3.219 3.220
4

Keramas

3.221

Di
bantu

3.222

Diba
ntu

3.223 3.224
5

Sikat Gigi

3.225

Di
bantu

3.226

Diba
ntu

3.227 3.228
6
n

Berpakaia

3.229

Di
bantu

3.230

Diba
ntu

3.231 3.232
7

Berhias

3.233

Di
bantu

3.234

Diba
ntu

3.235 3.236
8

Toileting

3.237

Di
bantu

3.238

Diba
ntu

3.239 3.240

Makan

3.241

Di

3.242

Diba

ing

Seri
ng

45

bantu

ntu

d. Pola Eliminasi
3.245
3.243
3.244
K
N
eterangan

3.253 3.254
Fr
1
ekuensi
3.259 3.260
P
2
ancaran
3.265 3.266
3
mlah

Ju

3.271 3.272
4
au

3.277 3.278
5
arna

3.249
Sebelu
m
saki
t
3.255
4x/hari
3.261
Kuat
3.267
450 cc
3.273
Khas

3.279
Kuning
kee
mas
an
3.283 3.284
P
6
erasaan
setelah
BAK

3.289 3.290
K
7
onsistens
i
3.295
3.296

3.285
Puas

3.291
-

Urine
3.250
Saat
s
a
k
it
3.256
2x/h
a
ri
3.262
Lem
a
h
3.268
250
c
c
3.274
Khas
3.280
Kuni
n
g
p
e
k
a
t
3.286
Kura
n
g
p
u
a
s
3.292
-

3.246
3.251
Sebelum
sakit

Alvi
3.252
Saat
s
a
k
it

3.257
1x/hari

3.258
-

3.263
Padat

3.264
-

3.269
-

3.270
-

3.275
Khas

3.276
-

3.281
Khas

3.282
-

3.287
Puas

3.288
-

3.293
Padat

3.294
-

46

3.297
3.298
3.299
3.300
3.301
3.302

Keadaan Umum: Composmentis


Tanda-tanda Vital
TD: 90/60 mmHg
RR: 24 x/menit
o
S : 37,4 C
N : 80 x/menit
TB/BB : 98 cm/15 kg
Pemeriksaan Fisik

a. Kepala leher
3.303
Inspeksi
3.304
Kepala : bentuk normal, rambut hitam
3.305
Mata : simetris, tidak ada secret berlebih, tidak ada gg.
penglihatan
3.306
Hidung : lubang simetris, tidak ada secret berlebih
3.307
Mulut : tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab
3.308
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada pembesaran
b.
c.
d.
e.

f.
g.

kelenjar tiroid
Integument/ Kulit
3.309
Inspeksi : warna kuli tkemerahan
3.310
Palpasi : turgor baik
Payudara/ Ketiak
3.311
Tidak dikaji
Thorak/ dada
3.312
Inspeksi : tidak ada tarikan intercosta, bentuk dada normal
Abdomen
3.313
Inspeksi : tidak terlihat pembesaran abdomen
3.314
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3.315
Perkusi : hipotympani
3.316
Auskultasi : tidak terdengar suara hiperperistaltik
Kelamin dan daerah sekitarnya
3.317
Genetalia: kelaianan bentuk meatus uretra di penis
3.318
Anus: Bersih, tidak ada lesi
Muskuloskeletal
3.319

Kek 3.321

uatan otot:
3.320

edem:
3.322

h. Neurologis: GCS 4, 5, 6
i. Pengkajian Nyeri: 3.323

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

a. Adaptasi sosial
3.324
Px dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dari orang
tua serta neneknya dengan baik.
b. Bahasa
47

3.325

Px sudah tidak diam lagi, dan mulai menyampaikan apa saja

yang ia rasakan saat ini kepada ibunya.


c. Motorik halus
3.326
Tidak terjadi gangguan pada motorik halus pasien.
d. Motorik Kasar
3.327
Tidak terjadi gangguan pada motorik kasar pasien.
3.328
3.329
3.330

Kesimpulan dari pemeriksaan perkembangan:


Perkembangan pada An.Z baik dan sesuai dengan usiannya

saat ini dan tidak ada keterlambatan perkembangan.


3.331
3.332
Informasi lain:
3.333
Ibu dan keluarga px mengharapkan An.Z segera sembuh dan
bisa berkumpul kembali dengan keluarga serta dapat bermain bersama temantemannya seperti sebelum sakit.
3.334
3.335
3.336
3.337

48

3.338
3.339
N

ANALISA DATA
3.340

Data

3.343 3.344
DS:
1
3.345
Ny.T
mengatakan
sangat
khawatir
dengan
tindakan pembedahan
yang akan dilakukan.
3.346
DO:
3.347
Ny.T tampak
cemas dan gelisah
serta selalu bertanya
tentang
kondisi
penyakit
anaknya
kepada
petugas
kesehatan.
3.356 3.357
DS 2
3.358
DO:
3.359
Ny.T
terus
bertanya
tentang
kondisi anaknya pada
petugas kesehatan

3.368 3.369
DS:
3
3.370
Ny.T
mengatakan pancaran
kencing anaknya tidak
lurus dan merembes.
3.371
DO:
3.372
Terlihat Letak
Meatus uretra di penil
3.373
BAK
3x
sehari

3.341

Etiologi

3.342
M
asalah

3.348

Hipospo
dia
3.349

3.350
Pengolaa
n
3.351

3.352
Tindaka
n Pembedahan
Uretroplasty
3.353

3.354
Kecemas
an

3.355
A
nsietas
b.d
Tindakan
Pembeda
han

3.360

3.367
K
urang
Pengetah
uan b.d
tindakan
pembeda
han

Hipospo
dia
3.361

3.362
Pengolaa
n
3.363

3.364
Tindaka
n Pembedahan
Uretroplasty
3.365

3.366
Kurang
Pengetahuan
3.374
Hipospo
dia
3.375

3.376
meatus
urethra terbuka
pada sisi ventral
penis
3.377

3.378
Chordee,
pada sisi ventral
menyebabkan
kurvutura

3.379

g.
Eliminas
i Urine
b.d
Obstruks
i uretra
Uretra

49

(lengkungan)
ventral dari
penis

3.380
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Eliminasi Urine b.d kelainan pada uretra
2. Ansietas b.d Tindakan pembedahan
3. Kurang Pengetahuan b.d Tindakan Pembedahan
3.381
3.382
3.383
3.384
3.385

50

C. INTERVENSI
3.386 3.387 Diagnos
No is Keperawatan
.
Dx
3.391 3.396 Gg.
1.
Eliminasi Urine
3.392 b.d
kelainan
3.393 pada uretra
3.394 3.397
3.395

3.422
2
3.423
3.424
3.425
3.426

3.443
A
nsietas
(pada
orangtua
)
b.d
Tindaka

3.388 Tujuan dan


Kriteria Hasil
3.398
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24
jam
diharapkan px
menunjukkan
pola eliminasi
urine
yang
optimal.
Dengan
kriteria hasil:
3.399
Elimin
asi urine tanpa
ada keluhan
objektive
3.459
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatn
selama 2x24
jam

3.389 Intervensi

1
2
3
4
5

3.390 Rasional

Kaji pola berkemih dan catat produksi


urine tiap 6 jam
Monitor adanya keluhan subjektif pada
saat melakukan eliminasi urine

3.400 Mengetahui pengaruh iritasi kandung


kemih dengan frekuensi miksi
3.404 Parameter
penting
dalam
mengevaluasi
intervensi
yang
telah
dilaksanakan
Monitor intake & output
3.408 Mengetahui balance cairan
Sediakan perlak dikasur
3.412 Mencegah perembesan urine tanpa
sengaja
Sediakan waktu yang cukup untuk 3.416 Mengurangi distensi kandung kemih
mengosongkan bladder

3.420 Kolabrasi.
3.421 Intervensi bedah dilakukan mengatasi
6 Bentuk uretra dan meatusnya yang masalah gangguan eliminasi urine.
bermuara pada ujung penis (uretroplasti)

Beri kesempatan orang tua untuk


3.463
memberikan jawaban yang
bertanya
dapat membuat tenang, dan terhindar
3.462
dari kecemasan
2 Dorong keluarga untuk mengungkapkan 3.468 Memungkinkan
orangtua
perasaan, ketakutan dan persepsi
menghilangkan rasa takutnya, dan memberi
3.467
anda kesempatan untuk mengkaji tingkat

51

3.386 3.387 Diagnos


No is Keperawatan
.
Dx
3.427
n
3.428
Pembed
3.429
ahan
3.430 3.444
3.431 3.445
3.432 3.446
3.433 3.447
3.434 3.448
3.435 3.449
3.436 3.450
3.437 3.451
3.438 3.452
3.439 3.453
3.440 3.454
3.441 3.455
3.442 3.456
3.457
3.458

3.388 Tujuan dan


Kriteria Hasil

3.389 Intervensi

diharapkan
kecemasan
orangtua
3 Jelaskan semua prosedur dan apa yang
pasien teratasi
dirasakan selama prosedur kepada
dengan
orang tua/keluarga
kriteria hasil:
3.472
3.460
Ny.T
mampu
4 Berikan informasi faktual mengenai
mengidentifik
diagnosis, tindakan prognosis
asi
dan 5 Libatkan orangtua dalam perawatan
mengungkapk
terhadap anaknya
an
gejala
3.481
cemas
dan
mengungkapk
an kecemasan
dan
terlihat
lebih rileks.
3.461
Keluar
ga
menerti
terhadap
penjelasan
perawat dan
mampu
menjelaskan

3.390 Rasional

kognitif dan kemampuan untuk memahami


kondisi, serta perlunya pembedahan
3.473 Menjelaskan rencana pembedahan dan
pasca operasi membantu meredakan rasa
cemas dan takut, dengan membiarkan orang
tua mengantisipasi dan mempersiapkan
peristiwa yang akan terjadi.
3.477 Menurunkan kecemasan yang terjadi
pada ibu
3.482
Mengindari persepsi yang
salan dan membantu menghilangkan
kecemasan pada anak

52

3.386 3.387 Diagnos


No is Keperawatan
.
Dx

3.388 Tujuan dan


Kriteria Hasil

3.389 Intervensi

3.390 Rasional

kembali apa
yang
dijelaskan
3.483
D. IMPLEMENTASI
3.486 Diagno
sis
Keperawatan
3.490
3.503 03/ 3.505 Gg.
1
03/15 Eliminasi
3.504 08.00 Urine
b.d
3.491 WIB
kelainan pada
3.492
3.537 03/03/15 uretra
3.493
3.506
3.538 08.00
3.494 WIB
3.507
3.495
3.508
3.543 03/03/15
3.496
3.509
3.544 11.00
3.497 WIB
3.510
3.498
3.511
1 22/04/2013
3.499 3.549
3.512
0

3.484 3.485 Tanggal


No
/waktu

3.487 Implementasi
1

Mengkaji pola berkemih dan


catat produksi urine tiap 6 jam

3.488 Respon Pasien


Ny.T mengatakan anaknya kencing
dengan berjongkok, BAK 3x sehari, Minum

3.520

5 gelas/hari

Menyediakan perlak dikasur

3.540
Anak tidak mengompol pada tempat
tidur tetapi di perlak yang sudah disediakan

Memonitor adanya keluhan


subjektif pada saat melakukan
eliminasi urine
Memonitor intake & output

3.546

Anak Terlihat meringis saat BAK

3.551
Ny.T mengatakan seja sampai di
rumah sakit anaknya baru BAK 1x

3.489 P
araf
3.521
3.522
3.523
3.524
3.525
3.526
3.527
3.528
3.529
3.530
3.531
3.532

53

3.484 3.485 Tanggal


No
/waktu
3.30
2 22/04/2013
3.554
0
4.35
3.500
3 23/04/2013
3.501 3.559
1
3.502 0.00
3.560
3.581
E. EVALUASI

3.486 Diagno
sis
Keperawatan

3.487 Implementasi
5

3.513
3.514
3.515
3.516
3.517
3.518
3.519

Menyediakan waktu yang


cukup untuk mengosongkan
bladder
3.562 Kolabrasi.
6 Membentuk
uretra
dan
meatusnya yang bermuara pada
ujung penis (uretroplasti)

3.488 Respon Pasien

3.489 P
araf

3.556
Ny.T tampak mengikuti instruksi dari
petugas kesehatan dengan baik
3.563
Ny.T mengatakan khawatir dengan
tindakan pembedahan yang akan dilakukan,
keluarga Terlihat cemas dan khawatir

3.533
3.534
3.535

3.565

54

4.3 Skenario Kasus Hidrokel


3.582 Ny.S membawa putranya An.C 3 tahun ke RSI Jemursari Surabaya
dengan keluhan adanya pembesaran di kantong zakar kanan. Diamatinya
benjolan tersebut selalu mengempis pada pagi hari setelah An.C istirahat atau
tidur dan membesar ketika anak beraktivitas dan malam hari. Ny.S
mengatakan benjolan tersebut makin membesar, daerah skrotum An.C pun
mudah merah saat menggunakan pakaian dalam. Dokter menyarankan An.C
untuk dioperasi, Ny.S sangat mengkhawatirkan tindakan pembedahan yang
akan dilakukan pada anaknya, Ny.S terus mencari informasi tentang semua
yang berhubungan dengan tindakan pembedahan yang akan dilakukan pada
anaknya.
3.583
4.4 Asuhan Keperawatan Hidrokel
A. PENGKAJIAN
3.584
Nama Mahasiswa : Endang Soekamti
3.585
NIM
: 130012000
3.586
Rumah Sakit
: RSI A. Yani Surabaya
3.587
Ruangan
: Hijir Ismail
3.588
Tgl/ jam pengkajian : 01 Maret 2015/ 08.00 WIB
3.589
IDENTITAS KLIEN
3.590
Nama
: An. C
3.591
Umur
: 3 tahun
3.592
Jenis kelamin
: Laki-laki
3.593
Pendidikan
:3.594
Alamat
: Surabaya
3.595
Tanggal/Jam MRS
: 01 Maret 2015/ 08.00 WIB
3.596
No.Register
: 210812
3.597
Diagnosa Medis
: Hidrokel
3.598
IDENTITAS ORANG TUA/ WALI:
3.599
3.600
3.601
3.602
3.603
3.604
3.605
3.613
3.614
3.615

Nama Ayah
Umur
Agama
Suku/ Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Tn. L
: 33 tahun
: Islam
: Jawa/Indo
: Guru
: Sarjana
: Surabaya

3.606
3.607
3.608
3.609
3.610
3.611
3.612

Nama Ibu
Umur
Agama
Suku/ Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Ny. S
: 27 tahun
: Islam
: Jawa/Indo
: Guru
: Sarjana
: Surabaya

Keluhan Utama: Pembesarran buah zakar sisi kanan.


Riwayat
Penyakit
Sekarang:
Ny.S
mengatakan

adanya pembesaran di kantong zakar kanan putranya, benjolan tersebut selalu


mengempis pada pagi hari setelah An.C istirahat atau tidur dan membesar
ketika anak beraktivitas dan malam hari. Ny.S mengatakan benjolan tersebut
55

makin membesar, daerah skrotum An.C pun mudah merah saat menggunakan
pakaian dalam.
3.616
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
d. Prenatal:
3.617 Ibu px mengatakan pada saat hamil selalu memeriksakan
kandungannya setiap bulan ke dokter spesialis kandungan.
e. Natal:
3.618 Ibu px mengatakan, px dilahirkan secara normal yang dibantu oleh
dokter spesialis kandungan di RSI Jemursari Surabaya.
f. Post Natal:
3.619 Ibu px mengatakan setelah px dilahirkan dahulu, diberi ASI
esklusif selama 6 bulan dan dibantu susu formula.
3.620
Riwayat Penyakit Dahulu:
h. Penyakit waktu kecil:
3.621 Ny.T mengatakan semasa kecilnya An.C tidak pernah mengalami
sakit yang serius.
i. Pernah dirawat di rumah sakit:
3.622 Ibu px mengatakan sebelumnya An.C sebelumnya tidak pernah
dirawat di Rumah Sakit.
j. Penggunaan Obat:
3.623 Ibu px mengatakan saat sakit sekarang ini px tidak diberi obat
apapun.
k. Tindakan (Operasi/ Tindakan lain):
3.624 Ibu px mengatakan, An.C belum pernah dilakukan tindakan
operasi.
l. Alergi:
3.625 Ibu px mengatakan, An.C tidak memiliki riwayat alergi terhadap
obat-obatan maupun makanan tertentu.
m. Kecelakaan:
3.626 Ibu px mengatakan, px tidak pernah mengalami kecelakaan.
n. Imunisasi:
3.627 Ibu px mengatakan, px mendapatkan imunisasi lengkap:
3.628 1 bulan: BCG, Polio I
3.629 2 bulan: DPT I, Polio II
3.630 4 bulan: DPT II, Polio III
3.633
3.634

3.631 6 bulan: DPT III, Polio IV


3.632 9 bulan: Campak

Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu px mengatakan dalam

keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menahun/menurun.


3.635
RiwayatSosial:
e. Yang mengasuh anak:

56

3.636 Ibu px mengatakan, px diasuh sendiri oleh ibu dan ayahnya, tetapi
di waktu pagi hari px diasuh oleh neneknya karena orang tua harus
bekerja.
f. Hubungan dengan anggota keluarga:
3.637 Hubungan px dengan anggota keluaraganya baik dan pasien sangat
dekat dengan ibu dan neneknya.
g. Hubungan dengan teman sebaya:
3.638 Ibu px mengatakan setelah px mengalami sakit, px cenderung tidak
suka bermain dengan teman sebayanya dan lebih suka berdiam diri di
rumah.
h. Pembawaan secara umum:
3.639 Saat sakit px terlihat lemah, pucat dan badannya terlihat kurus.
3.640
Kebutuhan Dasar
e. Pola Makan
3.641
3.642
N

Keteranga
n

3.643
Se
belum
Sakit

3.645
1
3.646

Frekuensi

3.647
1-2
kali sehari

3.649
2
3.650

Jenis Menu

3.653
3
3.654

Komposisi

3.657
4
3.658

Porsi

3.661
5
3.662

Kesukaan

3.665
3.666
Riwayat
6
Alergi
3.669
7
3.670

Keluhan

3.651

Na
si

3.655
Na
si + Lauk
3.659

Se
dang

3.663

Ca
milan

3.667

3.671

3.644

Saat
Sakit

3.648

1kali
sehari

3.652

Nasi

3.656

Nasi
+Lauk

3.660
3
Sendok
3.664

3.668

3.672

Anor
eksia

3.676

Saat
Sakit

f. Pola tidur
3.673 3.674
N

Keteranga
n

3.677 3.678
Jumlah
1
jam tidur siang

3.675

Se
belum
Sakit
3.679
2
jam

3.680

2
jam

57

3.681 3.682
Jumlah
2
jam tidur malam

3.683

3.685 3.686
3
tidur

3.687

jam

Gangguan

3.689 3.690
Perasaan
4
waktu tidur

3.691

Se

Mobilitas

3.692

Say
u

3.695
Mi
num susu
1 gls
g. Pola aktivitas dan perawatan diri

3.701 3.702
1
rutin

3.688

gar

Aktivitas

8
jam

3.693 3.694
Kebiasaan
5
sebelum tidur

3.697 3.698
N

3.684

3.699

Se
belum
Sakit
3.703
No
rmal
Ser

3.696
Min
um susu 1
gls
3.700

Saat
sakit

3.704

Men
urun

3.708

Seri

3.705 3.706
Waktu
2
Senggang

3.707

3.709 3.710
3

Mandi

3.711

Ma
ndiri

3.712

Diba
ntu

3.713 3.714
4

Keramas

3.715

Di
bantu

3.716

Diba
ntu

3.717 3.718
5

Sikat Gigi

3.719

Di
bantu

3.720

Diba
ntu

3.721 3.722
6
n

Berpakaia

3.723

Di
bantu

3.724

Diba
ntu

3.725 3.726
7

Berhias

3.727

Di
bantu

3.728

Diba
ntu

3.729 3.730
8

Toileting

3.731

Di
bantu

3.732

Diba
ntu

3.733 3.734
9

Makan

3.735

Di
bantu

3.736

Diba
ntu

ing

ng

h. Pola Eliminasi
3.737 3.738

3.739

Urine

3.740

Alvi

58

eterangan

3.747 3.748
Fr
1
ekuensi
3.753 3.754
P
2
ancaran
3.759 3.760
3
mlah

Ju

3.765 3.766
4
au

3.771 3.772
5
arna

3.743
Sebelu
m
saki
t
3.749
4x/hari
3.755
Kuat
3.761
450 cc
3.767
Khas

3.773
Kuning
kee
mas
an
3.777 3.778
P
6
erasaan
setelah
BAK

3.779
Puas

3.744
Saat
s
a
k
it
3.750
2x/h
a
ri
3.756
Lem
a
h
3.762
250
c
c
3.768
Khas
3.774
Kuni
n
g
p
e
k
a
t
3.780
Kura
n
g
p
u
a
s

3.745
Sebelum
sakit

3.746
Saat
s
a
k
it

3.751
1x/hari

3.752
-

3.757
Padat

3.758
-

3.763
-

3.764
-

3.769
Khas

3.770
-

3.775
Khas

3.776
-

3.781
Puas

3.782
-

3.783 3.784
K
3.785
3.786
3.787
7
onsistens
Padat
i
3.789
3.790
Keadaan Umum: Composmentis
3.791
Tanda-tanda Vital
3.792
TD: 90/60 mmHg
RR: 24 x/menit
3.793
S : 37,4oC
N : 80 x/menit
3.794
TB/BB : 98 cm/15 kg
3.795

3.788
-

59

3.796
3.797
3.798

Pemeriksaan Fisik

a. Kepala leher
3.799
Inspeksi
3.800
Kepala : bentuk normal, rambut hitam
3.801
Mata : simetris, tidak ada secret berlebih, tidak ada gg.
penglihatan
3.802
Hidung : lubang simetris, tidak ada secret berlebih
3.803
Mulut : tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab
3.804
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
b. Integument/ Kulit
3.805
Inspeksi : warna kulit kemerahan
3.806
Palpasi : turgor baik
c. Payudara/ Ketiak
3.807
Tidak dikaji
d. Thorak/ dada
3.808
Inspeksi : tidak ada tarikan intercosta, bentuk dada normal
e. Abdomen
3.809
Inspeksi : tidak terlihat pembesaran abdomen
3.810
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3.811
Perkusi : hipotympani
3.812
Auskultasi : tidak terdengar suara hiperperistaltik
f. Kelamin dan daerah sekitarnya
3.813
Genetalia: Scrotum sebelah kanan tampak membesar, tegang
serta tampak adanya kemerahan disekitar area skrotum
3.814
Anus: Bersih, tidak ada lesi
g. Muskuloskeletal
3.815

Kek 3.817

uatan otot:
edem:
3.816
3.818
h. Neurologis: GCS 4, 5, 6
i. Pengkajian Nyeri: 3.819
3.820
3.821

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

a. Adaptasi sosial
3.822
Px dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dari orang
tua serta neneknya dengan baik.
b. Bahasa
3.823
Px sudah tidak diam lagi, dan mulai menyampaikan apa saja
yang ia rasakan saat ini kepada ibunya.

60

c. Motorik halus
3.824
Tidak terjadi gangguan pada motorik halus pasien.
d. Motorik Kasar
3.825
Tidak terjadi gangguan pada motorik kasar pasien.
3.826
3.827
3.828

Kesimpulan dari pemeriksaan perkembangan:


Perkembangan pada An.C baik dan sesuai dengan usiannya

saat ini dan tidak ada keterlambatan perkembangan.


3.829
3.830
Informasi lain:
3.831
Ibu dan keluarga px mengharapkan An.C segera sembuh dan
bisa berkumpul kembali dengan keluarga serta dapat bermain bersama temantemannya seperti sebelum sakit.
3.832
3.833
3.834
3.835
3.836
3.837
3.838
3.839
3.840
3.841
3.842
3.843
3.844
3.845
N

ANALISA DATA
3.846

Data

3.847

Etiologi

3.849 3.850 DS:


3.854 Akumulasi
1.
3.851 Ny.S
mengatakan Cairan dalam skrotum
adanya pembesaran di buah
3.855
zakar kanan anaknya dan itu
3.856 Hidrokel
membuatnya khawatir
3.857
3.852 DO:
3.858 Adanya
3.853 Scrotum
An.C benjolan dalam skrotum
terlihat
membesar
dan
3.859
tampak tegang
3.860 Skrotum terus
membesar
3.862 3.863 DS:
3.868
Hidrokel
2.
3.864 Ny.S
sangat
3.869

3.848

Ma
salah

3.861 Gangguan
citra tubuh b.d
perubahan bentuk
skrotum

3.876 Defisit
pengetahuan
61

3.845
N

3.846

Data

3.847

Etiologi

3.848

Ma
salah

mengkhawatirkan tindakan
3.870
Usia >
orang tua b.d
pembedahan yang akan
1,5 tahun tidak
kondisi anak:
dilakukan pada anaknya.
ada perbaikan
prosedur
3.865 Ny.S terus mencari
3.871
pembedahan,
informasi tentang semua
3.872
Tindaka
perawatan post
yang berhubungan dengan
n Operasi
operasi, program
tindakan pembedahan yang
3.873
penatalaksanaan
akan
dilakukan
pada
3.874
Kurang
anaknya dan hal-hal yang
Pengetahuan
harus dia lakukan
3.875
3.866 DO:
3.867 Ny.S terlihat cemas,
takut serta gelisah.
3.877 3.878 DS:
3.887
Hidrokel
3.896 Nyeri
3.
3.879 Ny.S
mengatakan
3.888
berhubungan
kondisi anaknya sudah
3.889
Usia >
dengan gangguan
lebih baik hanya saja
1,5 tahun tidak
pada kulit
anaknya saat BAK selalu
ada perbaikan
jaringan, trauma
tampak meringis setelah
3.890
pembedahan
operasi
3.891
Tindaka 3.897
3.880 P. Hidrokel
n Operasi
(Pembesaran skrotum)
3.892
3.881 Q. 3.893
Nyeri
3.882 R. Area Skrotum
3.894
3.895
3.883 S. Nyeri 6
(WongBaker)
3.884 T. Nyeri dirasakan
setelah buang air kecil
3.885 DO:
3.886 An.C
tampak
menahan nyerinya dan
terlihat meringis saat BAK
3.898 3.899 DS:
3.903
Hidrokel
3.910 Resiko
4.
3.900 Ny.S
mengatakan
3.904
kerusakan
pembesaran tersebut makin
3.905
Adanya
integritas kulit:
lama makin membesar
pembesaran
skrotum b.d
sehingga daerah skrotum
skrotum
adanya gesekan
anaknya mudah merah saat
3.906
dan peregangan
menggunakan
pakainan
3.907
Reganga
jaringan kulit
dalam.
n Kulit Skrotum
skrotum.
3.901 DO
3.908
3.902 Kulit
sekitar
3.909
Gesekan
sktorum tampak memerah
dengan popok
saat ativitas
3.911

62

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum.
2. Defisit pengetahuan orang tua b.d kondisi anak: prosedur pembedahan,
perawatan post operasi, program penatalaksanaan.
3. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma
pembedahan.
4. Resiko kerusakan integritas kulit: skrotum b.d adanya gesekan dan
peregangan jaringan kulit skrotum.
3.912

63

C. INTERVENSI
3.913
3.914 Diagno
N
sis
o.
3.918 3.919
G
1.
anggua
n citra
tubuh
b.d
peruba
han
bentuk
skrotu
m
3.920

3.915 Tujuan dan


Kriteria Hasil

a
b

3.921
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
2x24
jam, diharapkan
dengan
klien
tidak
merasa
bahwa
penyakitnya
adalah
suatu
penderitaan, ,
orang tua harus
memahami
bahwa penyakit
ini
dapat
disembuhkan,
dengan kriteria
hasil:
Keluarga sabar
menghadapi kondisi
anaknya.
Kekhawatiran ibu
dapat berkurang

3.916 Intervensi
1
2

3
4

3.917 Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang


3.922
Mengidentifikasi luas masalah
kondisi dan pengobatan, dan ansietas
dan perlunya intervensi.
sehubungan dengan situasi saat ini.
3.923
Akui kenormalan perasaan.
3.927
Pengenalan perasaan tersebut
diharapkan membantu orangtua pasien
untuk menerima perilaku dan
mengatasinya secara efektif.
Anjurkan
orang terdekat
untuk 3.931 Menyampaikan
harapan
untuk
memperlakukan. Pasien secara normal mengatur situasi dan membantu perasaan
dan bukan sebagai orang cacat.
harga diri dan orang lain
Yakinkan keluarga bahwa penyakit ini 3.935 Memperkuat keyakinan keluarga dan
dapat disembuhkan dan tetap sabar memberikan semangat yang mempertahankan
menghadapi kondisi anak.
harga diri keluarga dan menghindari
kecemasan yang berlebihan
Perhatikan perilaku keluarga, tidak 3.939 Indikator
terjadinya
kesulitan
efektif menggunakan pengingkaran menangani stress terhadap apa yang terjadi
atau perilaku yang mengindikasikan
terlalu mempermasalahkan tubuh dan
fungsinya menarik diri
Tentukan tahap berduka. Perhatikan
3.943
Identifikasi tahap yang pasien
tanda depresi berat/ lama.
sedang alami memberikan pedoman
untuk mengenal dan menerima
perilaku dengan tepat. Depresi lama

64

3.913
3.914 Diagno
N
sis
o.

3.915 Tujuan dan


Kriteria Hasil

3.916 Intervensi

3.917 Rasional
menunjukkan intervensi lanjut.

c
3.944

Keluarga menjadi
tenang dan tidak

3.945
3.946
3.947 Diagno
3.948 Tujuan dan
N
sis
Kriteria Hasil
o.
3.951 3.952
N
3.954
Setelah
3.
yeri
dilakukan
berhub
tindakan
ungan
keperawatan
dengan
selama
3x24
ganggu
jam, diharapkan
an pada
nyeri
klien
kulit
berkurang
jaringa
bahkan hilang
n,
dengan kriteria
trauma
hasil:
pembe a Skala nyeri 0-3 dan
dahan
klien tidak
3.953
menangis saat BAK
3.955
3.975

3.949 Intervensi
1

2
3
4
5

3.950 Rasional

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, 3.956 Berguna


dalam pengawasan
beratnya
(0-10).
Selidiki
dan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
laporkan perubahan nyeri dengan 3.957
cepat.
3.958
Pertahankan istirahat dengan posisi
3.962
Gravitasi melokalisasi eksudat
semifowler.
inflamasi.
Dorong ambulasi dini.
3.966 Meningkatkan normalisasi fungsi
organ
Berikan aktivitas hiburan
3.970
Fokus perhatian kembali,
meningkatkan relaksasi, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan analgetik sesuai indikasi.
3.974 Menghilangkan nyeri mempermudah
kerjasama dengan intervensi terapi lain
contoh batuk dan ambulasi.

65

3.976
3.977
3.978
3.979
3.980
3.981
3.982
3.983
3.984
N 3.985 Diagnosis
o.
3.9893.990 Resiko
4. kerusakan
integritas kulit:
skrotum
b.d
adanya gesekan
dan peregangan
jaringan
kulit
skrotum

3.986 Tujuan dan


Kriteria Hasil
3.991 Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
2x24 jam, diharapkan
kerusakan integritas
kulit tidak terjadi,
dengan kriteria hasil:
3.992 Tidak ada lecet
dan kemerahan di
sekitar area
pembesaran skrotum

3.987 Intervensi

3.988 Rasional

Kaji adanya tanda kerusakan kulit


seperti lecet dan kemerahan sekitar
area pembesaran.

3.993
Mengetahui lebih dini gejala
kerusakan kulit untuk dilakukan
intervensi selanjutnya

Berikan salep atau pelumas.

3.997

Kurangi aktifitas klien selama sakit.

Berikan posisi yang nyaman: abduksi.

3.1001
Mencegah kerusakan yang
lebih parah.
3.1005
Memberikan sirkulasi bagi
aliran darah..

Mencegah kerusakan kulit.

66

Anjurkan klien menggunakan pakaian 3.1009 Mencegah iritasi yang lebih parah.
yang longgar terutama celana.

3.1010
3.1011
3.1012
3.1013
3.1014
3.1015
3.1016
3.1017
3.1018
D. IMPLEMENTASI
3.10193.1020 Tanggal/
No
waktu
3.10253.1026 03/03/15
1.
3.1027 08.00
WIB
3.1034 03/03/15
3.1035 08.00
WIB
3.1040 03/03/15
3.1041 08.00

3.1021 Diagno
sis
Keperawatan
3.1028
G1
anggua
n citra
tubuh
b.d
peruba 2
han
bentuk
skrotu 3
m

3.1022 Implementasi
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
tentang kondisi dan pengobatan, dan
ansietas sehubungan dengan situasi saat
ini.
Mengakui kenormalan perasaan.

3.1023 Respon Pasien

3.1024
Paraf

3.1030 S: ibu mengatakan sudah mengetahui 3.1032


kondisi dan penyakit anaknya tetapi ibu
mengakui masih merasa cemas
3.1031 O: Ibu tampak khawatir dan tampak
sedih
3.1037 S:Ibu mengatakan akan bisa menerima
kondisi anaknya apapun yang terjadi

Menganjurkan orang terdekat untuk 3.1043 S: Keluarga bersedia mengikuti


memperlakukan. Pasien secara normal instruksi petugas kesehatan dengan sangat

67

3.10193.1020 Tanggal/
No
waktu

3.1021 Diagno
sis
Keperawatan

WIB
3.1046 03/03/15
3.1047 08.00
WIB
3.1052 03/03/15
3.1053 08.00
WIB

3.1022 Implementasi

4
5
3.1029

3.1058 03/03/15
3.1059 08.00
WIB

3.1023 Respon Pasien

dan bukan sebagai orang cacat.


Meyakinkan keluarga bahwa penyakit
ini dapat disembuhkan dan tetap sabar
menghadapi kondisi anak.
Memperhatikan perilaku keluarga,
tidak
efektif
menggunakan
pengingkaran atau perilaku yang
mengindikasikan
terlalu
mempermasalahkan
tubuh
dan
fungsinya menarik diri.
Menentukan tahap berduka. Perhatikan
tanda depresi berat/ lama.

3.1024
Paraf

baik
3.1049 O: Ibu dan keluarga terlihat sedikit
tenang saat diberikan informasi dan tidak
tampak tergang
3.1055 O: Tidak tampak perilaku keluarga
yang tidak efektif. Keluarga tampak
menerima kondisi An.C

3.1061 O: Ibu tidak tampak depresi

3.1063
3.1064
E. EVALUASI
3.10653.1066
T
N
anggal/
jam

3.1067
No.
Di
ag
nos
a

3.1068

Evaluasi Hasil

3.1069
Par
a
f

68

3.10703.1071 04/03/15 3.1073 1


1.
3.1072 14.00
WIB
3.10793.1080 04/03/15 3.1082 2
2.
3.1081 14.00
WIB
3.10883.1089 04/03/15 3.1091 3
3.
3.1090 14.00
WIB

3.1074 S: Ibu mengatakan sudah sangat tenang dan kekhawatirannya sudah berkurang setelah
operasi anaknya berjalan dengan baik
3.1075 O: Ibu sudah tampak lega dan tidak cemas lagi
3.1076 A: Masalah teratasi
3.1077 P: Tindakan dihentikan
3.1083 S: Ibu mengatakan kulit sekitar skrotum anaknya sudah sangat membaik tidak
kemerah-merahan seperti sebelumnya
3.1084 O: Tidak ada tanda-tanda lecet atau pun peradangan pada Kulit sekitar skrotum.
3.1085 A: Masalah Teratasi
3.1086 P: Tindakan dihentikan
3.1092 S : Ibu mengatakan kondisi anaknya sudah sangat membaik, anaknya tidak menangis
lagi saat BAK, hanya sesekali saja terlihat meringis manahan sakit. (Skala Nyeri 2)
3.1093 O: anak terlihat lebih baik namun saat beraktivitas masih terlihat meringis.
3.1094 A: Masalah belum teratasi
3.1095 P: Lanjutkan Tindakan
1 Kaji Skala Nyeri Anak
2 Pantau TTV anak
3 Beri Posisi nyaman
4 Berikan aktivtas hiburan pada anak
5 Beri Analgesik sesuai indikasi

3.1078

3.1087

3.1096

3.1097
3.1098
3.1099

69

3.1100 BAB V
3.1101 PENUTUP
3.1102
5.1 Simpulan
3.1103

Hipospodia adalah suatu kelainan bawaan kongenital

dimana meatus uretra externa terletak dipermukaan ventral penis dan lebih
ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glas penis. Tipe hipospadia
berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus: tipe sederhana/ tipe
anterior (60-70%), tipe penil/ tipe Middle (10-15%), tipe posterior (20%).
Tanda dan gejalanya yaitu seperti: glans penis bentuknya lebih datar dan ada
lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus
uretra eksternus, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis,
menumpuk di bagian punggung penis, kulit penis bagian bawah sangat tipis.
3.1104
Hidrokel adalah adanya penumpukan air pada rongga
khususnya pada tunika vaginalis. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir
dapat disebabkan karena belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis
sehingga terjadi aliran cairan peritonium ke prosesus vaginalis, belum
sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
3.1105
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan
biasanya baru dilakukan jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa
tidak nyaman, atau jika hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam
aliran darah ke testis. Pengobatan bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan)
dengan bantuan sebuah jarum atau pembedahan. Untuk menghindari
terjadinya komplikasi pada hidrokel maka harus

segera dilakukanlah

asuhan keperawatan pada kasus hipospadia dan hidrokel dari pengkajian,


diagnosa keperawatan, intervensi, implemantasi, dan evaluasi secara benar.
3.1106
5.2 Saran
3.1107
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan
tentang teori dan prosedure asuhan keperawatan penting agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan yang
dibutuhkan klien.
3.1108

DAFTAR PUSTAKA
3.1109

70

3.1110 Corwin, E. J. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.


3.1111 Heffiner, L. J. 2005. At a Glans Sistem Reproduksi Ed. 2. Boston: EMS.
3.1112 Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta :
Media Aesculapius.
3.1113 Muscari, M. E. 2005.Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed. 3 hal :
357. Jakarta : EGC.
3.1114 Purnomo, B Basuki. 2000. Dasar dasar urologi. Jakarta : Infomedik.
3.1115 Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3.
Jakarta: EGC.
3.1116 Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. (Ed 9). Jakarta: EGC
3.1117

71

Anda mungkin juga menyukai