RINGKASAN MATERI
Mayoritas reaksi anorganik dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
1. Reaksi oksidasi reduksi
2. Reaksi asam basa
Perbedaan umum dari kedua kategori tersebut adalah adanya transfer satu atau lebih
elektron pada reaksi redoks dan tidak ada transfer elektron pada reaksi asam basa. Namun
demikian, sebenarnya pada akhirnya ditunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi juga
merupakan bagian dari reaksi asam basa secara luas.
1. Reaksi oksidasi reduksi (Redoks)
Potensial standard reduksi
Pada reaksi redoks dikenal
standard dari reaksi setengah sel yang diukur dengan pembanding potensial standard reduksi
dari hydrogen. Keadaan standar diukur pada temperatur 250C, tekanan 1 atm dan konsentrasi
1M. Reaksi reduksi H+ menjadi H2 dalam keadaan standard memiliki harga E0=0.
2H+
2e-
E0 = 0,000 V.
H2
Harga potensial standard reduksi lainnya adalah harga relatif dengan pembanding elektroda
hidrogen standard. Sebagai contoh reduksi K+ sebagai berikut:
K+
e-
E0 = -2,970 V.
Reduksi K+ menjadi K memiliki harga potensial standard reduksi negatif, lebih rendah
dibandingkan E0
H+/H2
sehingga reduksi K+ menjadi K bukanlah reaksi yang spontan. Reaksi sebaliknya dengan
harga potensial standard reduksi 2,970 V lebih dapat berjalan jika ditinjau dari segi
thermodinamika. Kespontanan reaksi yang secara kuantitatif diukur dengan G didukung
dari harga E0 positif. Hubungan harga G dengan harga E0 adalah
G = -nF E0
F adalah konstanta Faraday (96,487 kJ/mol V) sedangkan n adalah jumlah elektron yang
ditransfer saat proses redoks.
Reaksi reduksi hidrogen pada keadaan standard memiliki harga Q (K sebelum
kesetimbangan terjadi)
Q = [H2]/[H+ ] 2 = PH2]/[H+ ] 2
Hubungan potensial standard reduksi dengan harga Q adalah mengikuti persamaan Nernst
ln Q = n E0/RT
atau
log Q = n E0/0,05916
Pada keadaan non standard harga E (tidak ada tanda
adalah sebesar:
E = E0 - RT ln Q / n = E0 - 0,05916 log Q/n
O2
E20 = +1,776
H2O2
E30
H2O
= +1,229
Pada diagram potensial tersebut O memiliki 3 tingkat oksidasi yaitu 0, -1, dan 2. Dengan
melihat hubungan antara G dengan E0 maka harga G akan sebanding dengan harga E0
sehingga jika G bersifat aditif maka E0 juga bersifat aditif. Pada contoh diagram potensial
diatas maka hubungan besaran E10, E20 dan E30 adalah
n3E30 = n1E10 + n2E20
(volt equivalent)
Aplikasi diagram potensial reduksi antara lain digunakan untuk memprediksi produk
reaksi dari elemen-elemen yang memiliki beberapa tingkat oksidasi.
Driving force reaksi redoks
Potensial sel (overall cell potentials) merupaka driving force reaksi redoks. Harga
potensial sel positif menunjukkan reaksi berjalan sesuai dengan arah reaksi tertulis. Driving
force dari reaksi dicerminkan dari harga konstanta equilibrium, K, dan perubahan energi
bebas Gibbs, G. Dari hubungan log K dengan Esell maka harga K yang tinggi didapatkan
dari
harga Esell yang tinggi dan harga G yang negatif (sejumlah energi dibebaskan)
b. Afinitas elektron
Semakain eletronegatif elemen maka afinitas elektron juga akan bertambah sehingga
potensial reduksinya juga naik.
c. Energi atomisasi
Potensial standar reduksi diukur dalam keadaan atomik sehingga energi atomisasi juga
turut menentukan besaran potensial standar reduksi.
d. Energi solvasi
Jika proses redoks dilakukan pada fase cair maka energi solvasi juga mempengaruhi
besaran potensial reduksi standard
e. Energi ikat kovalen
Energi ikat kovalen yang besar mendukung kespontanan reaksi;
potensial standard
Fe(III) kurang stabil dengan ligan H2O, OH- , C2O4 2- , dan CN-
1= Usanovic
2= Lewis
3= ionotropic
4= Lux-Flood
5
6
7
5= Brostead-Lowry
6= Sistem pelarut
7= Arrhenius
Hg2+
Sc2+
Kareana keadaan yang demikian kemudian Ahrland, Chatt dan Davies, membagi table
periodik dalam 3 kelas yaitu
Klas a : afinitas terhadap F- lebih besar daripada afinitas terhadap IKlas b : borderline /sedang
Klas c : afinitas terhadap I- lebih besar daripada afinitas terhadap FPenjabaran lebih jauh sifat-sifat keasaman dan kebasaan yang dikembangkan dari
pemikiran Ahrland, Chatt dan Davies dikemukakan oleh Pearson (1968) yang
menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa keras dan lunak.
Asam/basa keras
Ukuran kecil
Densitas muatan besar
Polarisabilitas rendah
Asam/basa lunak
Ukuran besar
Densitas muatan kecil
Polarisabilitas tinggi
Asam-basa keras digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif
kecil, bermuatan tinggi dan mempunyai polarisabilitas rendah. Sebaliknya asam-basa lunak
digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif besar, bermuatan rendah
dan mempunyai polarisabilitas tinggi.
Lunak
2+
Sr2+, BF3, B(OH)3, AlH3, AlCl3, AlMe3, Pd2+, Pt2+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3,
CO2, RCO+, NC+, Si4+, CH3Sn3+, N3+, GaCl3, GaI3, InCl3, CH3, carbena, Br2,
Cl3+, I5+, I7+,Al3+, Sc3+,
Basa
Keras:
Lunak:
CO32-, CH2CO2-, NH3, RNH2, N2H4, CO, CN-, RNC, C2H4, C6,H6, R3P,
H2O, OH-, ROH, RO-, R2O
F- ,Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4-
basa
basa
HOMO
LUMO
HOMO
LUMO
asam
asam
(a)
(b)
Gambar 1. Intrepretasi orbital molekul dari teori HSAB, (a) asam dan basa keras (b)
asam dan basa lunak
Terdapat hubungan antara energi orbital dengan kekerasan ataupun kelunakan asambasa. Asam keras lebih stabil kemungkinannya pada orbital LUMO (lowest unoccupied
molecular orbital), sedangkan basa keras kurang stabil pada orbital HOMO (highest
occupied molecular orbital). Besarnya perbedaan energi antara orbital asam-basa keras
menyebabkan transfer muatan dari basa ke asam sangat eksotermik, dalam hal ini interaksi
yang paling dominan adalah interaksi ionik. Sebaliknya asam dan basa lunak mempunyai
energi orbital molekul yang kira-kira setara, sehingga interaksi kovalen menjadi sangat
dominan. Overlab orbital yang paling efektif adalah orbital yang mempunyai level energi
yang setara. Umumnya asam keras lebih cenderung untuk berpasangan dengan basa keras,
sedangkan asam lunak lebih menyukai basa lunak.
Donor number dan Acceptor number
Donor numbe r(DN) dan acceptor number (AN) khusus dipakai untuk penentuan
aspek kuantitatif dari tendensi keasaman Lewis pelarut atau kebasaan Lewis pelarut. Ukuran
kuantitatif menggunakan data thermodinamika. Jika Afinitas Proton (PA) diukur dengan
menggunakan proton sebagai asam, maka pengukuran DN (pendonoran) dan AN digunakan
SbF5 dan SbCl5 sebagai asam. Pengukuran DN menggunakan SbF5. sedangkan pengukuran
AN menggunakan SbCl5. SbCl5 memiliki harga AN = 100, dan harga DN= - sedangkan
heksana memiliki harga AN = 0. Satuan DN dan AN dalam kkal/mol. Pelarut dengan harga
DN lebih besar dari pada AN (misalnya piridin dan dietil eter) memiliki kecenderungan lebih
kuat sebagai basa lewis. Sedangkan pelarut dengan harga AN lebih besar dari pada DN
(misalnya metanol dan asam asetat) maka pelarut tersebut memiliki kecenderungan lebih kuat
sebagai asam lewis.
Kekuatan asam-basa pada medium air.
Kekuatan asam basa biasanya diekspresikan dengan harga Ka dan Kb. Jika asam HA
terdissosiasi maka :
HA
H+ + A-
[H+ ][ A-]
Ka =
[HA]
M+ + OH-
[M+ ][ OH-]
Ka =
[MOH]
Harga Ka dan Kb yang dapat diukur secara langsung berkisar antara 10 -8 - 104 (HA atau MOH
terdissosiasi antara 0,01% -99,99%). Asam kuat akan memiliki harga Ka besar, dan basa kuat
akan memiliki Kb besar.
Kekuatan asam-basa juga dapat diekspresikan dengan harga PA (afinitas proton) maupun DN
(donor number) dan AN (acceptor number) walaupun pemakaiannya tidak seluas Ka dan Kb.
merupakan reaksi asam basa. Tetapi reaksi asam basa belum tentu merupakan reaksi redoks.
Contoh:
H2 + 2 Li+ + 2 OH-
2Li + 2 H2O
2 Li
K+S
K2S
B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan
POKOK BAHASAN
PERKULIAHAN KE
: 1-4
MINGGU KE/BULAN
1. Mempelajari sifat sifat pelarut non air yang meliputi konstanta dielektrik,
autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, tendensi oksidasi-reduksi.
2. Mempelajari proses reaksi dalam media amoniak, asetonitril, HF, H 2SO4,
metanol, dan lelehan logam.
A. RINGKASAN MATERI
Suatu senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tetapi tidak stabil dalam
keadaan cair. Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat
berlaku sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat sifat pelarut non air yang meliputi konstanta
dielektrik, autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, tendensi oksidasi-reduksi perlu
dipelajari untuk dalat mengerti fenomena tersebut.
1. Klasifikasi Pelarut
Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu:
1. konstanta dielektrikum, /0
2. kemampuan pelarut untuk autoionisasi
3. sifat keasaman dan kebasaan
4. kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi
5. kemampuan pelarut untuk mengalami redoks
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut
yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar,
sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan
senyawa yang polar.
Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan
PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah
2 HF
H2F+
H2F+
HF2
disebut
sebagai
basa
Pelarut
Asam asetat
aseton
benzena
CCl4
Dietileter
DMSO
Etanol
Piridin
tetrahidrofura
n
Air
2Xe + O2 + 4 H+
Donor
Aseptor
Konstanta
Harness/softnes
Number/DN
Number
dielektrikum
19,2
29,8
19,0
33,1
20,0
(AN)
52,9
12,5
8,2
8,6
3,9
19,3
37,1
14,2
8,0
6,2
20,7
2,3
2,2
4,3
45
24,3
12,3
7,3
hard
hard
hard
hard
hard
soft
hard
sedang
sedang
18
54,8
81,7
hard
17
0,7
b.p.
rentang fase cair
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga
sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat
atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat
asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih
basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun
tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun
teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO 4- dapat dilakukan
dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF
MnO3F +
H3O+
2HF2-
SiO2 + 8HF
Reaksi dalam media asetonitril
Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta
dielektrikum 36.
Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat
dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih
rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang
menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril
sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan
pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH 3. Contohnya terjadi pada pelarutan
HgI2
HgI2 + I-
[HgI3] - (asetonitril)
Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta
kebasaan) dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb
NH3 pada pelarut air.
pelarut
pKb
Kb
H2O
4,7
10-4,7
CH3CN
16,5
10-16,5
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam.
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk
suatu reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan
logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa,
reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l)
Na+(l)
+ Cl-(l)
Pelarut ionic
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1
AsCl3(l)
AsCl2+ (l)
+ AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.