Anda di halaman 1dari 14

A.

RINGKASAN MATERI
Mayoritas reaksi anorganik dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
1. Reaksi oksidasi reduksi
2. Reaksi asam basa
Perbedaan umum dari kedua kategori tersebut adalah adanya transfer satu atau lebih
elektron pada reaksi redoks dan tidak ada transfer elektron pada reaksi asam basa. Namun
demikian, sebenarnya pada akhirnya ditunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi juga
merupakan bagian dari reaksi asam basa secara luas.
1. Reaksi oksidasi reduksi (Redoks)
Potensial standard reduksi
Pada reaksi redoks dikenal

potensial standar reduksi yaitu harga potensial sel

standard dari reaksi setengah sel yang diukur dengan pembanding potensial standard reduksi
dari hydrogen. Keadaan standar diukur pada temperatur 250C, tekanan 1 atm dan konsentrasi
1M. Reaksi reduksi H+ menjadi H2 dalam keadaan standard memiliki harga E0=0.
2H+

2e-

E0 = 0,000 V.

H2

Harga potensial standard reduksi lainnya adalah harga relatif dengan pembanding elektroda
hidrogen standard. Sebagai contoh reduksi K+ sebagai berikut:
K+

e-

E0 = -2,970 V.

Reduksi K+ menjadi K memiliki harga potensial standard reduksi negatif, lebih rendah
dibandingkan E0

H+/H2

. Arah reaksi seperti tertulis secara thermodinamika tidak berjalan,

sehingga reduksi K+ menjadi K bukanlah reaksi yang spontan. Reaksi sebaliknya dengan
harga potensial standard reduksi 2,970 V lebih dapat berjalan jika ditinjau dari segi
thermodinamika. Kespontanan reaksi yang secara kuantitatif diukur dengan G didukung
dari harga E0 positif. Hubungan harga G dengan harga E0 adalah
G = -nF E0
F adalah konstanta Faraday (96,487 kJ/mol V) sedangkan n adalah jumlah elektron yang
ditransfer saat proses redoks.
Reaksi reduksi hidrogen pada keadaan standard memiliki harga Q (K sebelum
kesetimbangan terjadi)
Q = [H2]/[H+ ] 2 = PH2]/[H+ ] 2

Hubungan potensial standard reduksi dengan harga Q adalah mengikuti persamaan Nernst
ln Q = n E0/RT
atau
log Q = n E0/0,05916
Pada keadaan non standard harga E (tidak ada tanda

pada E untuk keadaan non standard)

adalah sebesar:
E = E0 - RT ln Q / n = E0 - 0,05916 log Q/n

Diagram potensial dan volt equivalent


Diagram potensial reduksi menunjukkan harga potensial standard reduksi pada
beberapa harga tingkat oksidasi
E10= +0,682

O2

E20 = +1,776

H2O2
E30

H2O

= +1,229

Pada diagram potensial tersebut O memiliki 3 tingkat oksidasi yaitu 0, -1, dan 2. Dengan
melihat hubungan antara G dengan E0 maka harga G akan sebanding dengan harga E0
sehingga jika G bersifat aditif maka E0 juga bersifat aditif. Pada contoh diagram potensial
diatas maka hubungan besaran E10, E20 dan E30 adalah
n3E30 = n1E10 + n2E20

(volt equivalent)

Aplikasi diagram potensial reduksi antara lain digunakan untuk memprediksi produk
reaksi dari elemen-elemen yang memiliki beberapa tingkat oksidasi.
Driving force reaksi redoks
Potensial sel (overall cell potentials) merupaka driving force reaksi redoks. Harga
potensial sel positif menunjukkan reaksi berjalan sesuai dengan arah reaksi tertulis. Driving
force dari reaksi dicerminkan dari harga konstanta equilibrium, K, dan perubahan energi
bebas Gibbs, G. Dari hubungan log K dengan Esell maka harga K yang tinggi didapatkan

dari

harga Esell yang tinggi dan harga G yang negatif (sejumlah energi dibebaskan)

didapatkan dari harga Esell positif.


Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran potensial reduksi standar
Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran potensial reduksi standar adalah
a. energi ionisasi
Semakin eletropositif elemen maka akan lebih mudah untuk melepaskan elektronnya,
atau energi ionisasinya semakin rendah sehingga potensial oksidasinya berkurang
sedangkan potensial reduksinya akan naik.
Group1 group 2 group 3 group 4 dst

Potensial standar reduksi naik

b. Afinitas elektron
Semakain eletronegatif elemen maka afinitas elektron juga akan bertambah sehingga
potensial reduksinya juga naik.
c. Energi atomisasi
Potensial standar reduksi diukur dalam keadaan atomik sehingga energi atomisasi juga
turut menentukan besaran potensial standar reduksi.
d. Energi solvasi
Jika proses redoks dilakukan pada fase cair maka energi solvasi juga mempengaruhi
besaran potensial reduksi standard
e. Energi ikat kovalen
Energi ikat kovalen yang besar mendukung kespontanan reaksi;

potensial standard

reduksi sebanding dengan energi ikat kovalen


f. Keberadaan ligan non air
Pengaruh ligan non air pada harga E0 Fe(III)/Fe(II)
E0, volt
H2O
+0,77
OH-0,56
2C2O4
+0,02
CN+0,36
bipy
+1,10
phen
+1,12
Dari harga-harga E pada tabel maka dapat diambil kesimpulan :
Ligan

Fe(II) lebih stabil keberadaannya dengan ligan bipy dan phen

Fe(III) kurang stabil dengan ligan H2O, OH- , C2O4 2- , dan CN-

2. Sistem asam basa


Perkembangan kimia asam basa diawali dari Arrhenius (1887) yang mendefinisikan
asam sebagai spesies yang dalam pelarut air terdissosiasi menghasilkan proton, H +,
sedangkan basa merupakan spesies yang pada pelarut air terdissosiasi menghasilkan OH -.
Pada permulaannya, reaksi pada pelarut non air tidak termasuk pada asam basa. Kemudian
ditemukan bahwa BCl3, molekul yang tidak memiliki proton tetapi dapat menurunkan pH,
demikian pula NH3, molekul yang tidak memiliki OH - tetapi dapat meningkatkan harga pH.
Dari dua kenyataan tersebut asam basa Arrhenius perlu dikembangkan. Muncul definisi asam
basa yang didasarkan pada sistem pelarutnya. Asam didefinisikan sebagai solut yang dapat
meningkatkan kation dari pelarut. Sedangkan basa adalah adalah solut yang dapat
meningkatkan anion dari pelarut. Setelah definisi sistem pelarut kemudian Bronsted dan
Lowry mengemukakan definisi asam basa Bronsted Lowry yang sebenarnya merupakan
generalisasi dari asam basa Arrhenius. Menurut asam basa Bronsted Lowry asam sebagai
pendonor proton sedangkan basa sebagai aseptor proton. Teori asam basa yang didasarkan
pada transfer ion (ionotropic) adalah anionotropic (transfer anion) dan cationotropic (transfer
kation). Menurut definisi transfer anion asam adalah aseptor anion sedangkan basa adalah
donor anion sedangkan menurut definisi transfer kation asam adalah donor kation sedangkan
basa adalah aseptor kation. Cakupan definisi ionotropic lebih luas dari pada definisi asam
basa sebelumnya. Teori asam basa Lux-Flood yang mendifinisikan asam basa sebagai aseptor
O2- dan donor O2- sudah tercakup pada definisi anionotropic. Teori asam basa yang popular
karena mudah dipahami dan mencakup semua teori asam basa sebelumnya adalah teori asam
basa Lewis, yang mendefinisikan asam sebagai aseptor pasangan elektron sedangkan basa
sebagai donor pasangan electron. Teori HSAB (hard soft acid and base) yang
menggolongkan asam dalam tiga kategori (asam keras, borderline dan asam lunak) dan basa
juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang dan basa lunak) merupakan pengembangan dari
teori asam basa Lewis. Setelah Lewis kemudian Ussanovic mengembangkan lagi teori asam
basa Lewis dengan memasukkan oksidator (menerima electron dari sistem) sebagai asam dan
reduktor (memberikan electron ke sistem) sebagai basa. Dari definisi terakhir asam basa
sebenarnya1secara eksplisit reaksi redoks juga merupakan reaksi asam basa.,
2

1= Usanovic
2= Lewis

3= ionotropic

4= Lux-Flood
5

6
7

5= Brostead-Lowry
6= Sistem pelarut
7= Arrhenius

Teori HSAB (hard soft acid and base)


Teori HSAB (hard soft acid and base) yang menggolongkan asam dalam tiga kategori
(asam keras, sedang dan asam lunak) dan basa juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang
dan basa lunak) merupakan pengembangan dari teori asam basa Lewis.
Asam lewis meliputi:
1. H+, karena memiliki orbital kosong 1s
2. senyawa yang kekurangan elektron valensi menurut aturan oktet, seperti BeH 2, AlH3,
dan BH3
3. Spesies yang memiliki kemampuan untuk menambah elektron valensinya lebih dari 8,
seperti PR3, dan SR2
4. Spesies yang memiliki ikatan rangkap polar sehingga memiliki kutub positif sehingga
dapat menarik pasangan elektron, seperti R2C=O, O=C=O, dan O=S=O
Sedangkan basa lewis meliputi:
1. Carbanion, R3C:2. NH3, PH3, AsH3, SbH3, dan basa konjugasinya dan turunanya (PR3 dll)
3. H2O, H2S, basa konjugasinya dan turunanya.
4. Anion-anion halida
5. Senyawa yang memiliki ikatan rangkat dua dan ikatan rangkap tiga dan ion-ionnya.
Untuk menentukan atau membandingkan kekuatan relatif antar basa lewis dapat
dilakukan dengan mengukur perubahan entalpi reaksi dengan menggunakan standar asam.
Khusus untuk kekuatan basa dengan standard asam proton (H +), pada asam basa BronstedLowry, dikenal sebagai afinitas proton (PA). Kebasaan diukur dengan afititas proton
(kkal/mol) pada keadaan gas sesuai urutan:
CH3->NH2->H->OH->F->SiH3>PH2>HS->Cl->Br->I->NH3>PH3>H2S>H2O>HI>
Namun jika asam standarnya diganti selain proton, afinitas terhadap asam terukur belum
tentu sama dengan urutan tersebut, seperti terjadi pada penggunaan asam lewis Hg2+.

Hg2+

: afititas I- > Br- > Cl- >F-

Sc2+

: afititas F -> Cl-> Br- >I-

Kareana keadaan yang demikian kemudian Ahrland, Chatt dan Davies, membagi table
periodik dalam 3 kelas yaitu
Klas a : afinitas terhadap F- lebih besar daripada afinitas terhadap IKlas b : borderline /sedang
Klas c : afinitas terhadap I- lebih besar daripada afinitas terhadap FPenjabaran lebih jauh sifat-sifat keasaman dan kebasaan yang dikembangkan dari
pemikiran Ahrland, Chatt dan Davies dikemukakan oleh Pearson (1968) yang
menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa keras dan lunak.
Asam/basa keras
Ukuran kecil
Densitas muatan besar
Polarisabilitas rendah

Asam/basa lunak
Ukuran besar
Densitas muatan kecil
Polarisabilitas tinggi

Asam-basa keras digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif
kecil, bermuatan tinggi dan mempunyai polarisabilitas rendah. Sebaliknya asam-basa lunak
digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif besar, bermuatan rendah
dan mempunyai polarisabilitas tinggi.

Tabel 1. Klasifikasi beberapa asam basa berdasar HSAB (Bowser, 1993)


Asam
Keras

Lunak

H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Mg

2+

, Ca2+, Cu+, Ag+, Au+, Hg+, CH3Hg+, Ti+

Sr2+, BF3, B(OH)3, AlH3, AlCl3, AlMe3, Pd2+, Pt2+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3,
CO2, RCO+, NC+, Si4+, CH3Sn3+, N3+, GaCl3, GaI3, InCl3, CH3, carbena, Br2,
Cl3+, I5+, I7+,Al3+, Sc3+,

Ga3+, In3+, I2, Br+, I+, Atom-atom logam

La3+, Cr3+ , Fe3+, Co3+, Ti4+, Zr4+, Hf4+


sedang:
Fe 2+ Ru2+, Os2+, Co2+, Rh 3+, Ir3+,Ni 2+, Cu2+, Zn2+, Bme3, GaH3, R3C, C6H5+,
Sn2+, Pb 2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2

Basa
Keras:

Lunak:

CO32-, CH2CO2-, NH3, RNH2, N2H4, CO, CN-, RNC, C2H4, C6,H6, R3P,
H2O, OH-, ROH, RO-, R2O
F- ,Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4-

(RO) 3P, R3As, R2S, RSH,


H-, R-, I-, SCN-, S2O3sedang:

N2,N3, NO2-, C5H5N, C6H5NH2, Br -

basa

basa

HOMO

LUMO

HOMO

LUMO
asam

asam

(a)

(b)

Gambar 1. Intrepretasi orbital molekul dari teori HSAB, (a) asam dan basa keras (b)
asam dan basa lunak
Terdapat hubungan antara energi orbital dengan kekerasan ataupun kelunakan asambasa. Asam keras lebih stabil kemungkinannya pada orbital LUMO (lowest unoccupied
molecular orbital), sedangkan basa keras kurang stabil pada orbital HOMO (highest
occupied molecular orbital). Besarnya perbedaan energi antara orbital asam-basa keras
menyebabkan transfer muatan dari basa ke asam sangat eksotermik, dalam hal ini interaksi
yang paling dominan adalah interaksi ionik. Sebaliknya asam dan basa lunak mempunyai
energi orbital molekul yang kira-kira setara, sehingga interaksi kovalen menjadi sangat

dominan. Overlab orbital yang paling efektif adalah orbital yang mempunyai level energi
yang setara. Umumnya asam keras lebih cenderung untuk berpasangan dengan basa keras,
sedangkan asam lunak lebih menyukai basa lunak.
Donor number dan Acceptor number
Donor numbe r(DN) dan acceptor number (AN) khusus dipakai untuk penentuan
aspek kuantitatif dari tendensi keasaman Lewis pelarut atau kebasaan Lewis pelarut. Ukuran
kuantitatif menggunakan data thermodinamika. Jika Afinitas Proton (PA) diukur dengan
menggunakan proton sebagai asam, maka pengukuran DN (pendonoran) dan AN digunakan
SbF5 dan SbCl5 sebagai asam. Pengukuran DN menggunakan SbF5. sedangkan pengukuran
AN menggunakan SbCl5. SbCl5 memiliki harga AN = 100, dan harga DN= - sedangkan
heksana memiliki harga AN = 0. Satuan DN dan AN dalam kkal/mol. Pelarut dengan harga
DN lebih besar dari pada AN (misalnya piridin dan dietil eter) memiliki kecenderungan lebih
kuat sebagai basa lewis. Sedangkan pelarut dengan harga AN lebih besar dari pada DN
(misalnya metanol dan asam asetat) maka pelarut tersebut memiliki kecenderungan lebih kuat
sebagai asam lewis.
Kekuatan asam-basa pada medium air.
Kekuatan asam basa biasanya diekspresikan dengan harga Ka dan Kb. Jika asam HA
terdissosiasi maka :
HA

H+ + A-

[H+ ][ A-]
Ka =
[HA]

Jika basa MOH terdissosiasi maka :


MOH

M+ + OH-

[M+ ][ OH-]
Ka =
[MOH]

Harga Ka dan Kb yang dapat diukur secara langsung berkisar antara 10 -8 - 104 (HA atau MOH
terdissosiasi antara 0,01% -99,99%). Asam kuat akan memiliki harga Ka besar, dan basa kuat
akan memiliki Kb besar.
Kekuatan asam-basa juga dapat diekspresikan dengan harga PA (afinitas proton) maupun DN
(donor number) dan AN (acceptor number) walaupun pemakaiannya tidak seluas Ka dan Kb.

3. Hubungan reaksi redoks dengan reaksi asam basa.


Ussanovic mengembangkan teori asam basa Lewis dengan memasukkan oksidator
(menerima elektron dari sistem) sebagai asam dan reduktor (memberikan elektron ke sistem)
sebagai basa. Dari definisi

asam basa Ussanovic secara eksplisit reaksi redoks juga

merupakan reaksi asam basa. Tetapi reaksi asam basa belum tentu merupakan reaksi redoks.
Contoh:
H2 + 2 Li+ + 2 OH-

2Li + 2 H2O

Li bereaksi dengan H2O menyebabkan kenaikan pH (menghasilkan OH- sehingga


sebagai basa)

2 Li+ + 2 e- ; merupakan proses oksidasi (Li sebagai reduktor)

2 Li

K+S

K2S

K mengalami oksidasi dengan melepaskan 1e- sehingga K sebagai basa

S mengalami reduksi dengan menerima 2e- dari 2 atom K sehingga S sebagai


asam)

B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan

belajar yang harus dilakukan mahasiswa untuk penguasaan materi adalah

mengikuti perkuliahan, mengerjakan tugas mandiri, dan melaksanakan praktikum.


C. REFERENSI
Bowser, J.R., Inorganic Chemistry, 1993, Brooks/Cole Publishing Company, California.
Sharpe, A. G., Inorganic Chemistry, 3th edition, 1992, John Wiley and Sons, Inc., New York.

POKOK BAHASAN

: Reaksi anorganik dalam medium non air

PERKULIAHAN KE

: 1-4

MINGGU KE/BULAN

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

1. Mempelajari sifat sifat pelarut non air yang meliputi konstanta dielektrik,
autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, tendensi oksidasi-reduksi.
2. Mempelajari proses reaksi dalam media amoniak, asetonitril, HF, H 2SO4,
metanol, dan lelehan logam.
A. RINGKASAN MATERI
Suatu senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tetapi tidak stabil dalam
keadaan cair. Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat
berlaku sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat sifat pelarut non air yang meliputi konstanta
dielektrik, autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, tendensi oksidasi-reduksi perlu
dipelajari untuk dalat mengerti fenomena tersebut.
1. Klasifikasi Pelarut
Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu:
1. konstanta dielektrikum, /0
2. kemampuan pelarut untuk autoionisasi
3. sifat keasaman dan kebasaan
4. kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi
5. kemampuan pelarut untuk mengalami redoks
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut
yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar,
sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan
senyawa yang polar.
Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan
PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah
2 HF
H2F+

H2F+

HF2

disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2-

konjugat dari HF.

disebut

sebagai

basa

Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi


tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang digunakan. Solut ataupun
solven yang kurang asam akan berperan sebagai basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO
akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada
pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut
untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu
pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih
berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak
dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena
pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril
karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H 2O
dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan.
Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O

Pelarut

Asam asetat
aseton
benzena
CCl4
Dietileter
DMSO
Etanol
Piridin
tetrahidrofura
n
Air

2Xe + O2 + 4 H+

Donor

Aseptor

Konstanta

Harness/softnes

Number/DN

Number

dielektrikum

19,2
29,8
19,0
33,1
20,0

(AN)
52,9
12,5
8,2
8,6
3,9
19,3
37,1
14,2
8,0

6,2
20,7
2,3
2,2
4,3
45
24,3
12,3
7,3

hard
hard
hard
hard
hard
soft
hard
sedang
sedang

18

54,8

81,7

hard

17
0,7

2. Reaksi aorganik dalam medium non air

Reaksi dalam media amoniak


Perbedaan pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah
1. Amoniak memiliki harga b.p yang lebih rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair
yang lebih pendek dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif
terbatas.
2. Amoniak memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu
melarutkan senyawa ionik.Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut
amoniak sedangkan pada pelarut air 100% terdisosiasi.
3. Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki
kemampuan lebih rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa
dibandingkan air.

Reaksi dalam media HF


Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah

b.p.
rentang fase cair

: HF H2O > NH3


: HF < H2O > NH3
: HF H2O > NH3

Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga
sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat
atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat
asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih
basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun
tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun
teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO 4- dapat dilakukan
dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF

MnO3F +

H3O+

2HF2-

Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas


(SiO2) melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi
antara pelarut dengan wadah sebagai berikut:

SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-

SiO2 + 8HF
Reaksi dalam media asetonitril

Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta
dielektrikum 36.

Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat

dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih
rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang
menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril
sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan
pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH 3. Contohnya terjadi pada pelarutan
HgI2
HgI2 + I-

[HgI3] - (asetonitril)

Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta
kebasaan) dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb
NH3 pada pelarut air.
pelarut
pKb
Kb

H2O
4,7
10-4,7

CH3CN
16,5
10-16,5

Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam.
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk
suatu reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan
logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa,
reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:

NaCl(l)

Na+(l)

+ Cl-(l)

Pelarut ionic
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1
AsCl3(l)

AsCl2+ (l)

+ AsCl4- (l)

Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.

Anda mungkin juga menyukai