PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang mineral baik itu susunan
bentuk, sistematikanya, maupun pengklasifikasiannya. Kristalografi mengenai
bentuk-bentuk kristal cukup rumit untuk dipahami dan di mengerti, apalagi dalam
penggambaran diatas kertas, di dalam penentuan kandungan unsur simetrinya.
Untuk lebih mengenal dan mendalami tentang kristal dituntut sekali
pemahaman dan ketelitian yang cukup tinggi pada mahasiswa yang mempelajari dan
berhadapan dengan mineral. Oleh karena itu fakultas teknik mineral khususnya
jurusan tekhnik peertambangan menjadikannya sebagai mata kuliah dasar didalam
pengenalan tentang mineral beserta komposisi bentuknya.
Kristal merupakan bahan padat yang homogen dan bentuknya dibatasi oleh
bidang-bidang tertentu yang merupakan bidang banyak, bentuk tersebut tertentu
untuk tiap-tiap mineral. Bila kita tinjau defenisi ini kata demi kata akan diperoleh :
-
Merupakan bidang banyak yaitu setiap kristal terdiri dari beberapa bidang
(polider)
Bentuk kristal tertentu untuk tiap-tiap mineral yaitu bahwa setiap mineral
mempunyai bentuk kristal yang tetap (tertentu)
Kristal adalah suatu bentuk bidang yang dibatasi oleh bidang datar tertentu,
tersusun dari kimia tertentu akibat kekuatan antara atom yang melewati kondisi yang
cocok dari keadaan cair atau gas kebentuk padat.
Defenisi ini mengandung pengertian bahwa :
1.
Suatu bentuk bidang banyak yang dibatasi bidang teratur .bentuk kristal
terdiri dari beberapa bidang datar. Setiap bidang terletak dan teratur terhadap
bidang lainnya.
2.
Atas dasar ini munculah defenisi kristal yang baru selama tidak bertentangan
dengan ketentuan dari kristal umum. Defenisi ini dimaksudkan untuk keseragaman
pendapat yang disimpulkan dari beberapa literatur yang disebut defenisi komplikasi,
dari ketiga ketentuan tersebut yang mutlak diperlukan sesuatu mineral yang
mempunyai kristal.
1.2. Pengertian Kristal
Kata kristal berasal dari bahasa Greek, yang dibentuk dari 2 kata yang artinya
mendingin dan to congel yang artinya membeku , yang berarti membeku karena
pendinginan. Para philosofis Greek menganggap bahwa ice akan selalu berubah
kebentuk spesifiknya dan para temperatur normal, yaitu jika ditepatkan pada
temperatur yang sangat rendah.
Dalam sejarah perkembangan Kristalografi, banyak pendapat para ahli yang
mendefenisikan kristal secara berbeda-beda. Untuk keseragaman pendapat tersebut di
buat suatu kesimpulan yang disebut defenisi komplikasi, yaitu :
Kristal merupakan bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus
cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya
memenuhi hukum giometri, jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu
dn teratur.
Bila ditinjau dari satu demi satu defenisi tersebut diatas mangandung
pengertian bahwa :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
-
Tida-k dapat diuraikan ke senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses
Fisika dan terbentuk oleh proses lain.
Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti
hukum-hukum di atas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak di bentuk oleh
proses alam (dibentuk secara laboraturium) maka zat atau bahan tersebut bukan
disebut sebagai kristal.
V-41
mahasiswa mampu menentukan sifat, susunan, sistematik klasifikasi dari kristal itu
secara tepat. Disamping itu pelaksanaan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa
mampu mengubah kristal dari bentuk 3 dimensi menjadi 2 dimensi dan sekaligus
dapat mengenal unsur-unsur simetri pada contoh-contoh mineral kristal serta mampu
menentukan sistem pada klas berdasarkan kandungan unsur-unsur simetri dan bentuk
dasar dan kombinasi atau kembaran kristal.
1.4. Aplikasi dibidang Pertambangan
Adapun aplikasi kristalografi dalam bidang geologi pertambangan berperan
penting, karena dalam ilmu pertambangan pengetahuan tentang kristal merupakan
ilmu dasar untuk pendalaman ilmu selanjutnya,seperti Petrologi. Dengan mempelajari
kristalografi kita dapat mengetahui genesa dari suatu dari suatu batuan yang akan kita
analisa dan kita dapat mengetahui komposisi dari batuan tersebut.
Jika kita telah mengetahui komposisi dari batuan tersebut maka kita akan
dapat mengetahui manfaat batuan tersebut untuk kebutuhan manusia serta dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Contohnya :
Bila kita ingin mengeksplorasi sumber energi maka kita harus mengetahui
identifikasi batuan yang berpotensi sebagai cadangan sumber energi serta kita sebagai
geologis harus dapat menceritakan genesa dari batuan yang kita analisa. Dalam
analisa batuan kita menggunakan kristalografi untuk mengetahui kandungan mineral
dalam batuan itu serta secara langsung kita dapat mengetahui komposisi dari mineral.
Dalam kegiatan praktikum kristalografi, mahasiswa dituntut untuk dapat :
1. Mengenal dan menguasai bentuk-bentuk kristal
2. Mendeskripsikan kandungan mineral simetri dari tiap bentuk kristal dan
mengklasifikasikannya berdasarkan mineral-hukum yang ada.
3. Menguasai indices dan dapat menghitung sudut antar bidang kristal
4. Membuat proyeksi streografis dari masing-masing klas kristal
5. Dapat mengenal mineral berdasarkan bentuk kristal
V-41
BAB II
GEOMETRI KRISTALOGRAFI
2.1. Proses Pembentukan Kristal
Kristal terbentuk oleh adanya ikatan unsur-unsur kimia alam menurut
konfigurasi elektron dan dengan tekanan dan temperatur lingkungan pembentuknya.
Komposisi kimia dalam kristal sangat menentukan sifat fisik kimia meneral-mineral.
Pembentukan kristal dapat berbentuk ikatan-ikatan kimia. Susunan ikatan-ikatan
tersebut tergantung pada jenis dan macam unsur kimia setiap kristal. Jarak ikatan
struktur dalam kristal merupakan ikatan yang tertentu, bahkan membentuk lapisanlapisan berjarak teratur dan tersusun secara periodik. Susunan struktur dalam suatu
kristal dapat dilihat dengan jelas dengan menggunakan alat yang terbentuk, dan
diantaranya dengan menggunakan sinar-X. Proses pembentukan kristal dapat terjadi
dari perubahan fase (Fase Transformation) tertentu. Kristal terbentuk oleh adanya
ikatan unsur-unsur kimia alam menurut konfigurasi electron dengan temperatur
lingkungan pembentuknya. Proses pembentukan kristal dapat terjadi dari perubahan
fase (Phase transpormation) tertentu. Adapun perubahan perubahan yang terjadi
antara lain :
a. Phase cair ke padat
Kristalisasi lelehan atau cairan sering terjadi pada skala yang sangat luas
dibawah kondisi alam ataupun industri. Sebagai contohnya adalah pembentukan
formasi batuan kristalin massive selama kondisi solidifikasi magmatik, pengendapan
lapisan garam yang tipis dibagian danau akibat penguapan. Batuan kristalin dapat
terbentuk pada 3 tahapan kristalisasi primer, principal dan residual.
Tahap Prinsipil
Pada tahap ini proses pembentukan kristal terjadi tidak secara bebas karena
sebagian ruang sudah terisi zat padat kristalin dan bentuk kristal yang
terbentuk tergantung pada bentuk kristal yang lain.
V-41
Penurunan temperatur pada tahap ini terjadi tesangat cepat sehingga ion-ion
yang masih tersisa akan mengisi rongga-rongga atau celah yang masih tersisa.
Pada tahap ini yang biasanya terbentuk adalah kristal halus atau amorf.
b. Phase gas ke padat
Selama sublimasi., kristal dibentuk langsung dari uap menjadi padat tanpa
melalui phase cair. Bentuk kristal biasanya kecil dan kadang-kadang berbentuk
rangka (Skletal form). Sublimasi yang terjadi secara alami disebut Dry Fissures,
yang menghasilkan berbagai variasi mineral oleh pengendapan dan pendinginan gas.
Salah satu contoh yang diamati adalah pembentukan kerak sulfur pada kawah-kawah
gunung berapi yang masih aktif.
c. Phase padat ke padat
Proses ini dapat terjadi berbagai agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperature (deformasi). Dalam hal ini yang berubah adalah struktur kristalnya,
sedangkan unsur kimia tetap.
2.2. Bentuk Kristal
Bentuk kristal di alam tak terhingga jumlahnya, tetapi dapat dibagi menjadi 6
atau 7 kelompok. Sebagai dasar pembagian kelompok itu, diambil perbandingan
poros kristalnya. Kristal yang berpotongan melalui satu titik dan yang letaknya
sedemikian rupa sehingga bidang datar yang terbentuk oleh dua garis tersebut
membelah kristal itu menjadi dua bagian yang simetris.
V-41
Ke-6 atau ke-7 kelompok kristal atau minera kristal tersebut diberi nama
sebagai berikut : dengan catatan bahwa untuk selanjutnya dalam laporan ini hanya
akan disebut 6 sistem saja, karena mineral trigonal dicakup dalam minera heksagonal.
Sistem mineral
Sistem tetragonal
Sistem rombus
Sistem monoklin
Sistem triklin
Sistem heksagonal
Sistem trigonal
1.
2.
Sistem tetragonal, mempunyai 3 poros yang saling tegak lurus dan dua
diantaranya sama panjang, sedangkan yang satunya lebih panjang atau lebih
pendek. Bentuk utama kelompok ini ialah
Piramid tetragonal, yang sesuai dengan mineralogy pada mineral
mineral, tetapi sebagai ganti segitiga sama sisi, mineral itu dibatasi oleh
segitiga sama kaki. Dan karena poros yang satu lebih panjang atau lebih
pendek dari pada poros lainnya. Piramid itu dapat berbagai bentuk dan bentuk
yang lain, semacam ini antara lain terdapat pada mineral mineral.
Batang, sedikit banyak mirip dengan kubus pada minera mineral.
Bidang sisinya yang ke atas terbentuk dari 4 segiempat dan kedua ujungnya
V-41
tertututup oleh segi empat. Seperti halnya piramida yang berbentuk batang ini
pun dapat pula menjadi pendek (tertekan) atau memanjang (terletak)
bentuknya. Sering terlihat sebagai penutup kedua ujung batang itu sebuah
mineral yang duduk tegak lurus
kombinasi antara bentuk batang dengan piramida. Selain itu masih terdapat
banyak lagi kombinasi lainnya.
3.
Sistem rombus, mempunyai juga 3 poros yang saling tegak lurus tetapi berbedabeda panjangnya. Bentuk yang paling terkenal dalam hal ini ialah :
Piramid rombus, yang dikelilingi oleh 8 buah segitiga bersisi tidak sama
bidang dasar mineral itu merupakan suatu belah ketupat, berbeda dengan
bidang dasar mineral yang telah di bicarakan sebelumnya, yaitu berbentuk
segi 4.
Batang rombus, dibatasi oleh 4 buah segi empat, yaitu kedua ujungnya
tertutup oleh berbentuk belah ketupat. Apabila poros pangkalnya lebih
panjang dibandingkan kedua poros lainnya, dan salah satu poros
horizontalnya lebih panjang, maka dapat dibayangi sebuah batang yang
berdiri dan dua buah batang yang datar menurutkan poros-porosnya yang
horizontal.
4. Sistem
Sistem triklin, mempunyai 3 poros yang berbeda-beda panjangnya yang ketigatiganya saling membentuk sudut miring. Dalam mineral ini termasuk kristal dari
plagioklas.
6. Sistem kristal heksagonal, dapat dibedakan dari kristal sebelumnya karena tidak
mempunyai 3 poros, tetapi 4. Dari ke-4 poros itu hanya 3 porosnya yang terletak
pada suatu bidang datar yang saling membentuk sudut 600 : ke-3 poros itu sama
panjangnya. Yang ke-4 berdiri tegak lurus pada ke-3 poros lainnya dan dapat
lebih panjang atau lebih pendek. Bentuk terpenting dalam hal ini ialah :
Bentuk mineral, dibatasi 12 segitiga sama kaki.
Terdapat antara lain pada kwarsa, apatit.
Bentuk batang, sisi-sisi tegaknya terbentuk oleh 6 buah persegi
panjang yang ke-2 ujungnya tertutup oleh segi 6 yang teratur. Menunjukkan
suatu kombinasi antara bentuk batang dengan mineral. Pada setiap rusuk atas
batang ditepati oleh bidang mineral.
V-41
Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar kita.
Sumbu c ialah sumbu yang vertikal tegak pada bidang kertas gambar kita.
2.3.2. Sudut
Sudut kristalografi ialah sudut yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu
kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai pusat
kristal.Kristal mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang,
lebar dan tinggi, tetapi didalam penggambaran bentuk-bentuk kristal diatas kertas
merupakan bentuk dua dimensi, sehingga digunakan proyeksi orthogonal. Sudut
kristalografi adalah sudut
Kristal.Suatu bentuk kristal terdiri dari 2 unsur utama dalam suatu susunan salib
sumbu, yaitu terdiri dari sumbu kristalografi dan sudut kristalografi. Sumbu
kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal
mempunyai bentuk 3 dimensional sehingga mempunyai panjang lebar, atau tinggi.
Tetapi dalam penggambaran bentuk-bentuk kristal dalam bidang kertas yang
merupakan bentuk 2 dimensional, sehingga digunakan suatu proyeksi orthogotonal.
V-41
Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar
kita.
sumbu kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai
pusat kristal.
Sudut (alpha) ialah sudut yang dibentuk oleh sumbu b dan sumbu c.
V-41
A
Gambar 2.3. Posisi bidang kristal.
R
1
3
1
H3
Gambar 2.4. Sumbu bidang kristal
Simbolisasi Weisz :
= OH / OP : OK/ OQ : OL / OR
= (3/1)a : (3/1)b : (2/1)c
= 3a : 3b : 1c
V-41
Simbolisasi Miller
= OP/OH : OQ/OK : OR/ OL
= (1/3) : (1/3) : (1/2)
= (223)
Harga parameter ratio suatu bidang dengan kurung biasa di sebut dengan
indices : yaitu suatu garis bayangan yang di buat tegak lurus bidang analisa dan
menembus pusat kristal.
2.4.2. Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang datar yang melalui pusat kristal dan dapat
membagi kristal dua bagian yang sama bagian yang satu merupakan pencerminan
bagian yang lain nya. Bidang simetri di notasikan dengan huruf P (plane) atau m
(mirrow)
a. Bidang simetri utama
Bidang simetri diagonal/intermediate/tambahan,Apabila bidang tersebut
hanya melalui sebuah sumbu utama kristal, sering di sebut dengan bidang simetri
diagonal yang di notasikan dengan huruf d.Apabila dua bidang tersebut melalui dua
sumbu utama kristal. Bidang simetri ini di bedakan menjadi simetri horizontal dengan
notasi h dan bidang simetri vertikal di notasikan dengan v. Dalam mempelajari
bentukbentuk
kristal
untuk
mengenalnya
dengan
baik
perlu
diadakan
Pengelompokan
bentukbentuk
kristal
ke dalam
mineral
kristal
atau
sumbu
dikelompokkan
mineralogy. Atas
menjadi
sistem
dasar
ketentuan
tersebut
dapat
tidaknya
V-41
BAB III
TATA CARA PENDISKRIPSIAN
3.1. Proyeksi
Ada dua jenis proyeksi yang harus diketahui dalam praktikum kristalografi ini,
akan tetapi dalam praktikum hanya digunakan proyeksi orthogonal. Berikut akan
diuraikan mengenai kedua proyeksi tersebut.
3.1.1. Proyeksi Orthogonal
Proyeksi orthogonal digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional
dari suatu bentuk kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran) tersebut
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penggambaran Salib Sumbu
Tabel 3.1. Pengambaran Salib sumbu sistem kristal
NO
System
Kristal
Perbandingan
Sumbu
Isometric
a:b:c=1:3:3
a+ ^ b = 300
Tetragonal
a:b:c=1:3:6
a+ ^ b = 300
Hexagonal
a:b:c=1:3:6
Trigonal
a:b:c=1:3:6
Orthorombik
a : b : c =
a+ ^ b = 300
sembarang
6
Monoklin
a : b : c =
a+ ^ b = 450
sembarang
7
Triklin
a : b : c =
a+ ^ = 450; b+ ^ c = 800
sembarang
b. Penggambaran Bentuk Kristal
Cari semua simbol bentuk kristal (Indsches Miller) yang ada pada octanct I,
yaitu semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+.
Untuk symbol tersebut ke Indische Weisz.
V-41
Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan hubungan semua titik
yang bersesuaian sehingga membentuk garis-garis. Upayakan penarikan garis
dari semua garis dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan
bidang-bidang semu dari bentuk yang diinginkan.
Perjelas garis-garis rusuk kristal dan hilangkan garis Bantu yang dibuat
sebelumnya.
Letakkan kalkir diatas Wulf Net dan ikuti (lukis) lingkarannya diatas kalkir.
Setelah pusat kedua lingkaran dihimpitkan dengan paku payung., letakkan posisi
sumbu b (bidang 010 dan 010) pada diameter horizontal (kutup E W Wulf Net).
Hitung sudut antar pedion plane atau basalt pinacold, kemudian plotkan kedalam
kalkir sesuai dengan busur Wulf Net.
Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane, selanjutnya plotkan
dengan cara yang sama seperti point 3.
V-41
Amati bentuk kristal dan tentukan posisi sumbu utamanya (sumbu kristalografi).
Amati perbandingan sumbu a, b dan c.
Amati keteraturan dan jumlah bidang dari tiap kenampakan pada tiap sumbu
utama).
Cocokkan hasil dari pengamatan dengan tabel dihalaman selajutnya.
NO
System
Perbandingan
Kristal
Sumbu
Isometrik
a:b:c=1:3:3
a+ ^ b = 300
Tetragonal
a:b:c=1:3:6
a+ ^ b = 300
Hexagonal
a:b:c=1:3:6
Trigonal
a:b:c=1:3:6
Orthorombik
a : b : c =
a+ ^ b = 300
sembarang
6
Monoklin
a+ ^ b = 450
a : b : c =
sembarang
Triklin
a+ ^ = 450; b+ ^ c = 800
a : b : c =
sembarang
ab-
V-41
Sistem isometrik sering juga disebut dengan sistem regular, ada juga orang
yang menyebutnya dengan sebutan kubik, tesseral, atau juga yang menyebutnya
dengan tessular
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem isometrik ini adalah sumbu a sama
dengan sumbu b sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem isometrik ini
yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut (sudut antara
sumbu a dan sumbu c) dan sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b)
yaitu 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem isometrik ini memiliki perbandingan
sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu
sebesar 1 berbanding 3 dan berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk
yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b sama
dengan sumbu c, maka dalam apa yang mereka paparkan dalam buku mereka ini
mereka menyimpulkan a = b = c disebut juga dengan sumbu a.
3.2.2 Sistem Tetragonal
c+
b-
b+
a+
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem tetragonal ini yaitu sumbu a sama
dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Sumbu c bisa lebih panjang atau
lebih pendek. Jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk
panjang (columnar). Dan jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b
disebut bentuk gemuk (stout).
Sudut kristalografi dari sistem tetragonal ini sama dengan sudut kristalografi
sistem isometrik yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan
V-41
sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sudut (sudut antara sumbu a dan
sumbu b) yaitu sebesar 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem tetragonal ini memiliki perbandingan
sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu
1 berbanding 3 berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk
yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b tetapi
tidak sama dengan sumbu c. Maka dari pada itu, dalam buku ini mereka beranggapan
sumbu b dinotasikan dengan a, b merupakan simbol sumbu tambahan.
Sistem tetragonal termasuk semua kristal yang mana menunjukkan 3 (tiga) axes
yang tegak lurus, dua dari yang menunjukkan sama dan teletak pada permukan
horizontal. Termasuk masa dari cabang axes dan menunjukkan sebagai a axes.
Tegak lurus kepada permukaan dari cabang axes adalah prinsip atau sumbu c,
menunjukkan mungkin lebih besar atau lebih kecil kemudian a axes. Axes ini
menunjukkan membagi dua sudut diantar a axes dan intermediate axes. Mereka
menunjukkan sebagai axes b.
3.2.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal
+c
+a3
-a2
+a1
-a1
+a2
-c
Gambar 3.3. Salib Sumbu Sistem Hexagonal dan Trigonal
Sistem hexagonal dan trigonal merupakan sistem kristal yang sama, yang
membedakan dari kedua sistem kristal ini adalah jumlah sisinya. Jumlah sisi sistem
hexagonal berjumlah 6 buah, sedangkan jumlah sisi sistem trigonal hanya 3.
Dalam sistem kristal ini yang membedakan dari sistem-sistem kristal lain yaitu
sistem ini memiliki empat buah sumbu. Dimana terdapat sumbu tambahan sebagai
sumbu utama yaitu sumbu d. Sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya.
Sumbu a, sumbu b, dan sumbu d masing-masing membentuk sudut 120o satu terhadap
yang lainnya. Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem hexagonal dan trigonal ini
V-41
yaitu sumbu sama dengan sumbu b sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan
sumbu c.
Sudut kristalografi sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sudut (sudut antara
sumbu b dan c) sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama
dengan 90o. Sedangkan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 120o.
Dalam hal penggambarannya, sistem hexagonal dan trigonal ini memiliki
perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan
sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 6.
Dalam hal cara penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang
terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 20o. Selain itu juga
terdapat sudut yang terbentuk antara sumbu d- dan b+ sebesar 40o.
Pada penggambaran sistem trigonal, ada hal yang membedakannya dari sistem
hexagonal yaitu bila sudah terbentuk bidang dasarnya kemudian dibuat segitiga
dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a disini ada tiga, yaitu a1, a2,
a3. Disini, sumbu c merupakan sumbu yang terpanjang. Sumbu utama yang horizontal
disebut sumbu a. Ketiga sumbu ini dapat dipertukarkan dalam penentuan posisi a1, a2,
a3. keempat sumbu ini tegak lurus dipermukaan sumbu utama horizontal dan disebut
sumbu c. Sumbu ini mungkin lebih panjang atau lebih pendek.
3.2.4. Sistem Orthormbic
c+
ab-
b+
a+
Sistem ini memiliki tiga buah sumbu yang saling tegak lurus, tetapi memiliki
panjang yang berbeda. Axial ratio dari sistem orthorombic ini yaitu sumbu a tidak
sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografinya sama
dengan sistem isometri dan tetragonal yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu
V-41
c) sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan sudut
(sudut antara sumbu a dan sumbu b).
Dalam hal cara penggambarannya, sistem orthorombic memiliki perbandingan
sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya
berbanding sembarang.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu
yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut sebesar 30o.
Dalam sistem orthorombic ini, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), penggambaran
salib sumbunya sama dengan apa yang kita pelajari selama ini. Akan tetapi, mereka
menyebut sumbu a dengan brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c
dengan vertical atau c axis.
3.2.5. Sistem Monoklin
Pada sistem monoklin ini memiliki tiga buah sumbu dan salah satu sumbunya
yang tegak luru terhadap yang lainnya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, begitu
juga sebaliknya sumbu b tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu ini tidak sama
panjang. Pada umumnya, sumbu c paling panjang dan sumbu b paling pendek.
c+
450
b+
a+
Axial ratio dari sistem monoklin ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b
dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem monoklin ini yaitu
sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut (sudut antara
sumbu a dan sumbu b) sebesar 90o. Sedangkan sudut (sudut antara sumbu a dan
sumbu c) tidak sama dengan sudut dan sudut .
Dalam hal cara penggambarannya, sistem monoklin ini sama dengan sistem
orthorombic, yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c
yaitu ketiga sumbu ini berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang
terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut 45o.
V-41
ba+
cGambar 3.6. Salib Sumbu Sistem Triklin
Sistem triklin ini memiliki tiga sumbu yang saling tegak lurus, dan panjang
masing-masing sumbunya tidak sama.
Axial ratio dari sistemtriklin ini yaitu sama dengan sistem ortorombic dan
sistem monoklin, dimana sumbu a tidak sama dengan sumbu dan tidak sama dengan
sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem triklin ini yaitu sudut (sudut antara sumbu
b dan sumbu c) tidak sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak
sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sama dengan 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sama juga dengan sistem orthorombic dan
sistem monoklin yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b dan berbanding dengan
sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang
terbentuk antar sumbu, yaitu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 45o. Dan juga antara
sumbu b- dan c+ sebesar 80o.
Seperti dua sistem yang sebelumnya, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), juga
memaparkan dalam penggambaran sistem triklin ini sama dengan apa yang telah kita
pelajari sebelumnya. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis,
sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical axis.
3.3. Jumlah Unsur Simetri
Untuk simetri yang diamati adalah sumbu, bidang dan pusat simetri. Cara
pembentukannya adalah sebagai berikut:
V-41
Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya (lihat penenntuan sistem
kristal dan kelas simetri menurut Herman Mauguin), lakukan pengamatan
terhadap sumbu simetriyang ada.
Perhatikan ada tidaknya sumbu simetri tambahan, jika ada maka tentukan nilainya
dengan cara memutar kristal dengan memegang sumbu tambahan tersebut, dan
menjumlahkannya.
Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri.
Amati bentuk kristal tersebut terhadap susunan salib sumbunya kemudian tentukan
ada tidaknya titik pusat simetri.
3.4. Kelas Simetri
Setelah dapat diketahui sistem dan kandungan (jumlah) unsur simetri dari
bentuk kristal yang diamati, maka kelas simetri dapat ditentukan dengan cara melihat
tabel pada lampiran 1, dan kemudian baru ditentukan dengan berdasarkan pada
kandungan unsur-unsur smetrinya, penggunaan ini menggunakan dua ketentuan yaitu
ketentuan menurut Herman manguin dan schoenflis.
3.4.1. Kelas Simetri Menurut Herman Mauguin
a. Sistem Isometrik
Bagian I : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4
Bagian II : Menerangkan sumbu tambahan pada arah (111), apakah
sumbu tersebut bernilai 3 atau 3.
Bagian III : Menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau tidak
bernilai, yang memiliki arah (110) atau arah lainnya terletak
tepat diantara dua buah sumbu utama.
b. Sistem Tetragonal
Bagian I
e. Sistem Monoklin
Terdiri dari satu bagian yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.
f. Sistem Triklin
Sistem triklin hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan ada
tidaknya pusat simetri.
Keseluruhan bagian tersebut diatas ( bagian I, II, III ) harus diselidiki ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada
maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf m (bidang simetri). Di bawahnya,
kecuali untuk sumbu yang bernilai 1 ditulis dengan m saja.
Contoh :
6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak
lurus
3
Notasi
Kelas Simetri
No
1
(Simbolisasi)
D4h
Ditragonal Pyramidal
2
3
4
5
6
Tetragonal Bipyramidal
Tetragonal Dispenoidal
Asymetrik
Trigonal Rhombohedral
Ditrigonal Scalenohedral
C4v
C4h
S4
C4
D3
System (1)
Isometric
Tetartoidal
Diploidal
HermannAXES
Maugin
Planes Center
Symbols
2346(3)
Fold Fold Fold Fold
3
4
23
3
4
3
Yes
2/m 3
V-41
Hextetrahedral
Gyroidal
3
6
4
4
6
-
Hexoctahedral
Disphenoidal
Pyramidal
Tetragonal
Dipyramidal
Scalenohedral
Ditetragonal
pyramidal
Trapezohedral
DitetragonalDipyramidal
Pyramidal
Orthorhombic
Disphenoidal
1
3
1
1
-
1
2
Yes
-
4
4
4/m
4 2m
4mm
Yes
1
3
2
-
Yes
422
4/m 2/m
2/m
mm2
222
2/m 2/m
2/m
1
1
Yes
6
6/m
6m2
6mm
Yes
1
1
Yes
622
6/m 2/m
2/m
3
3
3m
32
Yes
3 2/m
1
1
-
1
1
-
Yes
Yes
m
2
2/m
1
1
Dipyramidal
Hexagonal
Trigonal
Monoclinic
Triclinic
Trigonal
Dipyramidal
Pyramidal
Dipyramidal
Ditrigonal
Dipyramidal
Dihexagonal
Pyramidal
Trapezohedral
Dihexagonal
Dipyramidal
Pyramidal
Rhombohedral
Ditrigonal
Pyramidal
Trapezohedral
Hexagonal
Scalenohedral
Domatic
Sphenoidal
Prismatic
Pedial
Pinacoidal
4 3m
432
V-41
Sistem kubus ini adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang tiga
dimensi. Sistem ini tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang sama panjang
dan sama sudut potong satu sama lain. Sistem ini berbeda dengan sistem lain dari
berbagai sudut pandang. Sistem ini tidak berpolar seperti yang lain, yang
membuatnya lebih mudah dikenal.Sistem ini sering juga disebut dengan sistem
isometrik. Kata isometrik berarti berukuran sama, terlihat pada struktur tiga
dimensinya yang sama simetri. Sedangkan sering dinamakan sistem kubus karena
bentuk umum dari kristalnya berstruktur seperti kubik.
2. Sistem Hexagonal
Sistem hexagonal merupakan sistem yang memiliki banyak aksial, yang berarti
ini didasarkan pada satu sumbu utama, dalam kasus ini oleh enam. Sistem hexagonal
sekilas nampak seperti tetragonal. Sistem heksagonal memuat kelas yang merupakan
pencerminan dari sistem tetragonal, dengan enam sisi bidang pembatas kristal dengan
empat sumbu berpotongan.
Sistem heksagonal dan sistem trigonal tak serupa dengan lima sistem kristal
yang lain dalam hubungan antar perpotongan sumbu kristalnya. Sementara sistem
yang lain menggunakan tiga sumbu perpotongan kristal, sistem heksagonal dan
trigonal menggunakan empat sumbu berpotongan. Dengan enam sudut pada
bidangnya dan satu sumbu vertikalnya. Ketiga sumbunya memotong tegak lurus
terhadap sumbu utama kristal yang membujur vertical dan disebut a1, a2, dan a3.
Perpotongannya simetri membentuk sudut 120o antar bagian positif tiap sumbu. Pada
sistem ini tidak ada perbedaan antara sumbu positif dan negatif untuk setiap sumbu a
membuat sebuah sudut 60o antara perpotongan.
3. Sistem Trigonal
Sistem trigonal mempunyai tiga sisi perputaran sumbu. Meskipun hanya
memiliki tiga sisi putar sumbu, tapi simetri kristal terbentuk dari enam sisi
pembedaan. Meski termasuk dalm sistem heksagonal, kelas trigonal mengikuti jenis
kelas orthorombik dan menyerupai kubah, sphenoid, dan pinakoidnya sistem
monoklin.
4. Sistem Tetragonal
Sistem tetragonal mirip dengan sistem isometric. Perbedaanya, salah satu
sumbunya lebih panjang dari pada dua sumbu yang lain. Sumbu yang berbeda ini
menjadi sumbu utama, yang disebut juga sumbu c. Sedangkan 2 sumbu yang lain
sama panjang dan disebut sumbu a dan a.
5. Sistem Orthorombik
V-41
C+
Keterangan:
OA = sb a= 1
a-
OB = sb b= 1
OC = sb c= 1
b-
b+
a+
c+
Gambar 3.7. Indek Miller dan Weisz
Indeks weisz
Indeks Miller
V-41
Contoh mineral yang termasuk dalam sistem kristal ortorombik, seperti topaz,
olivin, barit, sulfur, natrolite, dan lain-lainnya.
Natrolite
Topaz
Olivin
Oligoklas
Kyanite
Microline
V-41
Muscovite
Gypsum
Mesolite
V-41
Yang termasuk ke dalam sistem kristal ini yaitu zirkon, kasiteril, Scapolite,
kalkopirit,rutil, dll.
Zirkon
Scapolite
Ruti
V-41
Magnetite
Spinel
Diamond
Pirit
Zink blende
Gambar 3.13. Contoh mineral khusus pada phyrite
V-41
Apatite
Kuarsa
Beryl
V-41
Tourmaline
Dolomit
Kalsit
V-41
BAB IV
PENDESKRIPSIAN SISTEM KRISTAL
4.1. Sistem Kristal Isometrik (Reguler)
C+
ab-
b+
300
a+
Sistem ini sering disebut sebagai sistem regular, yang biasanya disamakan
dengan cubic atau tessuler, dengan ketentuan-ketentuan di dalam penggambarannya .
Sumbu a = b = c
Sudut = = = 900
Karena sumbu a sama panjangnya dengan sumbu b dan sumbu c, maka sering
kali disebut dengan sumbu a.
Cara melukisnya
a+ ^ b- = 300 antara a+ dan b- dibuat 300
a : b : c = 1 : 3 : 3 perbandingan panjang sumbu a dengan b dan c 1: 3 : 3
V-41
ab-
b+
300
a+
V-41
a4000
40
200
b-
b+
a+
Sumbu a = b = d c
Sudut 1 = 1 = 1 = 900
Sudut 1 = 2 = 3 =1200
Sumbu a dan b beserta d letak dalam bidang yang horizontal dan membentuk
sudut 600. oleh karena panjang sumbu a sama dengan panjang sumbu b sama dengan
panjang sumbu d maka sering ketiga sumbu tersebut disebut dengan sumbu a.
Oleh karena itu sudut yang dibentuk disebutlah sudut yang dibentuk sumbu a
dan c. sumbu c tegak lurus sudut-sudut yang di bentuk horizontal yaitu sumbu a, b ,
dan d sumbu c mungkin lebih panjang maupun lebih pendek dari sumbu horizontal
tersebut dan sumbu ini mempunyai nilai enam (6).
Cara melukiskannya :
a+ ^ b- = 200, Sudut antara kedua a dan b sebuah sudutnya 20
b+ ^ b- = 400, sudut antara b dan d dibuat 40
V-41
a-
b-
b+
30
a+
c-
4.5. Monoclin
C+
a-
b-
b+
40
a+
c-
Sistem
ini
sering
disebut
dengan
oblique
atau
monosimetri
atau
V-41
C+
ab-
45
80
b+
a+
V-41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dengan mempelajari dan melakukan praktikum tentang Kristalografi yang
menjadi bagian dari praktikum Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil
kesimpulan bahwa betapa pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan
menguasai ilmu tentang kristal dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah
merupakan salah satu dasar yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal
tersebut dikarenakan oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu
tentang mineral yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya. Jika tidak menguasai
dan mengenal tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami
Mineralogi, dan mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu
adalah inti dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi
menjadi syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum
Petrologi yang akan dipelajari selanjutnya.
Selama melakukan praktikum Kristalografi, praktikan diharapkan mampu
mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi serta menggambar sketsa dari masingmasing ancer kristal yang ada, yaitu, Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal,
Orthorhombik, Monoklin serta Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu
untuk mengetahui defenisi dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya,
dan juga mengetahui ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu
simetri, sudut simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus
mengetahui aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.
Dalam praktikum Kristalografi yang dilakukan dilaboratorium Kristalografi
dan Mineralogi pada jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Medan. Digunakan
proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode
penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan
menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan sesuai
dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian dilakukan dengan
langkah-langkah menentukan jumlah ancer-unsur simetri, kelas simetri, simbolisasi
V-41
V-41