Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang mineral baik itu susunan
bentuk, sistematikanya, maupun pengklasifikasiannya. Kristalografi mengenai
bentuk-bentuk kristal cukup rumit untuk dipahami dan di mengerti, apalagi dalam
penggambaran diatas kertas, di dalam penentuan kandungan unsur simetrinya.
Untuk lebih mengenal dan mendalami tentang kristal dituntut sekali
pemahaman dan ketelitian yang cukup tinggi pada mahasiswa yang mempelajari dan
berhadapan dengan mineral. Oleh karena itu fakultas teknik mineral khususnya
jurusan tekhnik peertambangan menjadikannya sebagai mata kuliah dasar didalam
pengenalan tentang mineral beserta komposisi bentuknya.
Kristal merupakan bahan padat yang homogen dan bentuknya dibatasi oleh
bidang-bidang tertentu yang merupakan bidang banyak, bentuk tersebut tertentu
untuk tiap-tiap mineral. Bila kita tinjau defenisi ini kata demi kata akan diperoleh :
-

Bahan padat homogen, mengandung pengertian bahwa kristal tidak termasuk


di dalamnya zat cair dan gas, tidak dapat diuraikan menjadi unsur lain oleh proses
fisika.

Bentuknya dibatasi bidang-bidang tertentu yaitu bentuk kristal dibatasi oleh


bentuk bidang yang tetap dan membentuk sudut pinggir yang tetap pula.

Merupakan bidang banyak yaitu setiap kristal terdiri dari beberapa bidang
(polider)

Bentuk kristal tertentu untuk tiap-tiap mineral yaitu bahwa setiap mineral
mempunyai bentuk kristal yang tetap (tertentu)
Kristal adalah suatu bentuk bidang yang dibatasi oleh bidang datar tertentu,

tersusun dari kimia tertentu akibat kekuatan antara atom yang melewati kondisi yang
cocok dari keadaan cair atau gas kebentuk padat.
Defenisi ini mengandung pengertian bahwa :
1.

Suatu bentuk bidang banyak yang dibatasi bidang teratur .bentuk kristal
terdiri dari beberapa bidang datar. Setiap bidang terletak dan teratur terhadap
bidang lainnya.

2.

Tersusun dari komposisi kimia tertentu akibat kekuatan atom yang


melewati kondisi yang cocok dari keadaan cair atau gas tetapi berbentuk
padat.Bidang-bidang tersebut tersusun teratur berupa benda padat dan terdiri
dari beberapa bidang datar.
V-41

Atas dasar ini munculah defenisi kristal yang baru selama tidak bertentangan
dengan ketentuan dari kristal umum. Defenisi ini dimaksudkan untuk keseragaman
pendapat yang disimpulkan dari beberapa literatur yang disebut defenisi komplikasi,
dari ketiga ketentuan tersebut yang mutlak diperlukan sesuatu mineral yang
mempunyai kristal.
1.2. Pengertian Kristal
Kata kristal berasal dari bahasa Greek, yang dibentuk dari 2 kata yang artinya
mendingin dan to congel yang artinya membeku , yang berarti membeku karena
pendinginan. Para philosofis Greek menganggap bahwa ice akan selalu berubah
kebentuk spesifiknya dan para temperatur normal, yaitu jika ditepatkan pada
temperatur yang sangat rendah.
Dalam sejarah perkembangan Kristalografi, banyak pendapat para ahli yang
mendefenisikan kristal secara berbeda-beda. Untuk keseragaman pendapat tersebut di
buat suatu kesimpulan yang disebut defenisi komplikasi, yaitu :
Kristal merupakan bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus
cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya
memenuhi hukum giometri, jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu
dn teratur.
Bila ditinjau dari satu demi satu defenisi tersebut diatas mangandung
pengertian bahwa :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
-

Tidak termasuk didalamnya cair dan gas

Tida-k dapat diuraikan ke senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses
Fisika dan terbentuk oleh proses lain.

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya


mengikuti hukum geometri :
-

Jumlah bidang dari suatu kristal selalu tetap

Macam (modal) bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti

hukum-hukum di atas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak di bentuk oleh
proses alam (dibentuk secara laboraturium) maka zat atau bahan tersebut bukan
disebut sebagai kristal.

V-41

1.3. Maksud dan Tujuan


1.3.1. Maksud
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam memenuhi SKS pada mata kuliah praktikum kristalografi.
1.3.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum

Kristalografi ialah agar

mahasiswa mampu menentukan sifat, susunan, sistematik klasifikasi dari kristal itu
secara tepat. Disamping itu pelaksanaan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa
mampu mengubah kristal dari bentuk 3 dimensi menjadi 2 dimensi dan sekaligus
dapat mengenal unsur-unsur simetri pada contoh-contoh mineral kristal serta mampu
menentukan sistem pada klas berdasarkan kandungan unsur-unsur simetri dan bentuk
dasar dan kombinasi atau kembaran kristal.
1.4. Aplikasi dibidang Pertambangan
Adapun aplikasi kristalografi dalam bidang geologi pertambangan berperan
penting, karena dalam ilmu pertambangan pengetahuan tentang kristal merupakan
ilmu dasar untuk pendalaman ilmu selanjutnya,seperti Petrologi. Dengan mempelajari
kristalografi kita dapat mengetahui genesa dari suatu dari suatu batuan yang akan kita
analisa dan kita dapat mengetahui komposisi dari batuan tersebut.
Jika kita telah mengetahui komposisi dari batuan tersebut maka kita akan
dapat mengetahui manfaat batuan tersebut untuk kebutuhan manusia serta dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Contohnya :
Bila kita ingin mengeksplorasi sumber energi maka kita harus mengetahui
identifikasi batuan yang berpotensi sebagai cadangan sumber energi serta kita sebagai
geologis harus dapat menceritakan genesa dari batuan yang kita analisa. Dalam
analisa batuan kita menggunakan kristalografi untuk mengetahui kandungan mineral
dalam batuan itu serta secara langsung kita dapat mengetahui komposisi dari mineral.
Dalam kegiatan praktikum kristalografi, mahasiswa dituntut untuk dapat :
1. Mengenal dan menguasai bentuk-bentuk kristal
2. Mendeskripsikan kandungan mineral simetri dari tiap bentuk kristal dan
mengklasifikasikannya berdasarkan mineral-hukum yang ada.
3. Menguasai indices dan dapat menghitung sudut antar bidang kristal
4. Membuat proyeksi streografis dari masing-masing klas kristal
5. Dapat mengenal mineral berdasarkan bentuk kristal

V-41

BAB II
GEOMETRI KRISTALOGRAFI
2.1. Proses Pembentukan Kristal
Kristal terbentuk oleh adanya ikatan unsur-unsur kimia alam menurut
konfigurasi elektron dan dengan tekanan dan temperatur lingkungan pembentuknya.
Komposisi kimia dalam kristal sangat menentukan sifat fisik kimia meneral-mineral.
Pembentukan kristal dapat berbentuk ikatan-ikatan kimia. Susunan ikatan-ikatan
tersebut tergantung pada jenis dan macam unsur kimia setiap kristal. Jarak ikatan
struktur dalam kristal merupakan ikatan yang tertentu, bahkan membentuk lapisanlapisan berjarak teratur dan tersusun secara periodik. Susunan struktur dalam suatu
kristal dapat dilihat dengan jelas dengan menggunakan alat yang terbentuk, dan
diantaranya dengan menggunakan sinar-X. Proses pembentukan kristal dapat terjadi
dari perubahan fase (Fase Transformation) tertentu. Kristal terbentuk oleh adanya
ikatan unsur-unsur kimia alam menurut konfigurasi electron dengan temperatur
lingkungan pembentuknya. Proses pembentukan kristal dapat terjadi dari perubahan
fase (Phase transpormation) tertentu. Adapun perubahan perubahan yang terjadi
antara lain :
a. Phase cair ke padat
Kristalisasi lelehan atau cairan sering terjadi pada skala yang sangat luas
dibawah kondisi alam ataupun industri. Sebagai contohnya adalah pembentukan
formasi batuan kristalin massive selama kondisi solidifikasi magmatik, pengendapan
lapisan garam yang tipis dibagian danau akibat penguapan. Batuan kristalin dapat
terbentuk pada 3 tahapan kristalisasi primer, principal dan residual.

Tahap Utama (primer)


Kristal terbentuk ditempat yang dalam pada kerak bumi dimana penurunan
temperatur berlangsung secara berlahan-lahan sehingga terbentuk kristal yang
besar dan sempurna. Pada tahap ini kristal dapat terbentuk secara bebas
karena ruang sekitarnya belum terisi zat padat kristal.

Tahap Prinsipil
Pada tahap ini proses pembentukan kristal terjadi tidak secara bebas karena
sebagian ruang sudah terisi zat padat kristalin dan bentuk kristal yang
terbentuk tergantung pada bentuk kristal yang lain.

Tahap Sisa Magma (residu)

V-41

Penurunan temperatur pada tahap ini terjadi tesangat cepat sehingga ion-ion
yang masih tersisa akan mengisi rongga-rongga atau celah yang masih tersisa.
Pada tahap ini yang biasanya terbentuk adalah kristal halus atau amorf.
b. Phase gas ke padat
Selama sublimasi., kristal dibentuk langsung dari uap menjadi padat tanpa
melalui phase cair. Bentuk kristal biasanya kecil dan kadang-kadang berbentuk
rangka (Skletal form). Sublimasi yang terjadi secara alami disebut Dry Fissures,
yang menghasilkan berbagai variasi mineral oleh pengendapan dan pendinginan gas.
Salah satu contoh yang diamati adalah pembentukan kerak sulfur pada kawah-kawah
gunung berapi yang masih aktif.
c. Phase padat ke padat
Proses ini dapat terjadi berbagai agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperature (deformasi). Dalam hal ini yang berubah adalah struktur kristalnya,
sedangkan unsur kimia tetap.
2.2. Bentuk Kristal
Bentuk kristal di alam tak terhingga jumlahnya, tetapi dapat dibagi menjadi 6
atau 7 kelompok. Sebagai dasar pembagian kelompok itu, diambil perbandingan
poros kristalnya. Kristal yang berpotongan melalui satu titik dan yang letaknya
sedemikian rupa sehingga bidang datar yang terbentuk oleh dua garis tersebut
membelah kristal itu menjadi dua bagian yang simetris.

Gambar 2.1. Proses pembemtukan magma

V-41

Ke-6 atau ke-7 kelompok kristal atau minera kristal tersebut diberi nama
sebagai berikut : dengan catatan bahwa untuk selanjutnya dalam laporan ini hanya
akan disebut 6 sistem saja, karena mineral trigonal dicakup dalam minera heksagonal.

Sistem mineral

Sistem tetragonal

Sistem rombus

Sistem monoklin

Sistem triklin

Sistem heksagonal

Sistem trigonal

1.

Sistem 6mineral, dinamakan demikian karena mempunyai bentuk paling


teratur dan tetap dan dikenal karena 3 porosnya yang sama panjangnya saling
tegak lurus. Kelompok ini terutama ialah bentuk :
Kubus yang dibatasi oleh enam bidang bujur sangkar yang paling
tegak lurus. Termasuk kedalam ini antara lain ialah mineral : pirit, galenit,
halit, kobaltit, fluorit, smaltit, argenit, borosin, scrartit, kuprit.
Oktahedron atau bidang 8, dibatasi oleh 8 segitiga sama sisi. Ini
terdapat antara lain pada : kromit, kobaltit, kuprit, flourit, frankklinit, galenit,
magnetit, pirit, spinel.
Rombododekahedron, atau bidang belah ketupat 12 yang dibatasi oleh
12 belah ketupat. Terdapat antara lain pada : kuprit, garnet, borasit, magnetit,
sfalerit.
Pentagondodekahedron, atau bidang segi 5 12 yang dibatasi oleh 12
segilima. Ini antara lain terdapat pada pirit, kobaltit, samaltit.
Tetrahedron, atau bidang 4, yang dibatasi oleh 4 buah segi tiga sama
sisi. Terdapat antara lain pada borasit, sfalerit, tetrahidrit.

2.

Sistem tetragonal, mempunyai 3 poros yang saling tegak lurus dan dua
diantaranya sama panjang, sedangkan yang satunya lebih panjang atau lebih
pendek. Bentuk utama kelompok ini ialah
Piramid tetragonal, yang sesuai dengan mineralogy pada mineral
mineral, tetapi sebagai ganti segitiga sama sisi, mineral itu dibatasi oleh
segitiga sama kaki. Dan karena poros yang satu lebih panjang atau lebih
pendek dari pada poros lainnya. Piramid itu dapat berbagai bentuk dan bentuk
yang lain, semacam ini antara lain terdapat pada mineral mineral.
Batang, sedikit banyak mirip dengan kubus pada minera mineral.
Bidang sisinya yang ke atas terbentuk dari 4 segiempat dan kedua ujungnya

V-41

tertututup oleh segi empat. Seperti halnya piramida yang berbentuk batang ini
pun dapat pula menjadi pendek (tertekan) atau memanjang (terletak)
bentuknya. Sering terlihat sebagai penutup kedua ujung batang itu sebuah
mineral yang duduk tegak lurus

atau terputar 45 0.Ini merupakan suatu

kombinasi antara bentuk batang dengan piramida. Selain itu masih terdapat
banyak lagi kombinasi lainnya.
3.

Sistem rombus, mempunyai juga 3 poros yang saling tegak lurus tetapi berbedabeda panjangnya. Bentuk yang paling terkenal dalam hal ini ialah :
Piramid rombus, yang dikelilingi oleh 8 buah segitiga bersisi tidak sama
bidang dasar mineral itu merupakan suatu belah ketupat, berbeda dengan
bidang dasar mineral yang telah di bicarakan sebelumnya, yaitu berbentuk
segi 4.
Batang rombus, dibatasi oleh 4 buah segi empat, yaitu kedua ujungnya
tertutup oleh berbentuk belah ketupat. Apabila poros pangkalnya lebih
panjang dibandingkan kedua poros lainnya, dan salah satu poros
horizontalnya lebih panjang, maka dapat dibayangi sebuah batang yang
berdiri dan dua buah batang yang datar menurutkan poros-porosnya yang
horizontal.

4. Sistem

monoklin, memiliki 3 poros yang berbeda-beda panjangnya : 2

diantaranya bersilangan membentuk sudut miring, sedang yang ketiga berdiri


tegak lurus pada poros itu. Termasuk di kelompok ini antara lain adalah kristal
dari ortoklas.
5.

Sistem triklin, mempunyai 3 poros yang berbeda-beda panjangnya yang ketigatiganya saling membentuk sudut miring. Dalam mineral ini termasuk kristal dari
plagioklas.

6. Sistem kristal heksagonal, dapat dibedakan dari kristal sebelumnya karena tidak
mempunyai 3 poros, tetapi 4. Dari ke-4 poros itu hanya 3 porosnya yang terletak
pada suatu bidang datar yang saling membentuk sudut 600 : ke-3 poros itu sama
panjangnya. Yang ke-4 berdiri tegak lurus pada ke-3 poros lainnya dan dapat
lebih panjang atau lebih pendek. Bentuk terpenting dalam hal ini ialah :
Bentuk mineral, dibatasi 12 segitiga sama kaki.
Terdapat antara lain pada kwarsa, apatit.
Bentuk batang, sisi-sisi tegaknya terbentuk oleh 6 buah persegi
panjang yang ke-2 ujungnya tertutup oleh segi 6 yang teratur. Menunjukkan
suatu kombinasi antara bentuk batang dengan mineral. Pada setiap rusuk atas
batang ditepati oleh bidang mineral.

V-41

Rombohedron, atau bidang 6, dibatasi oleh 6 buah bidang belah


ketupat berbentuk sama. Karena namanya yang sesuai itu maka bentuk itu
tidak termasuk kepada bentuk kristal yang rombus, bentuk yang termasuk
rombohedron ini dalam alam terdapat sangat banyak antara lain kalsit.
Skalenohedron, mirip mineral, tetapi garis batas tengahnya tidak
terletak pada satu bidang datar melainkan silang menyilang dan tinggi rendah.
Semua bentuk ini dapat saling berkombinasi, sama halnya seperti pada minera
kristal lainnya.
Ciri utama mineral ini ialah, bahwa dalam irisan melintang kristal itu selalu
dikenal adanya bentuk segi 6 sama sisi.
2.3. Sumbu dan Sudut Kristalografi
2.3.1. Sumbu
Dari keseluruhan bentuk kristal polihedral tersebut memiliki dua unsur utama
dalam suatu susunan salip sumbu, yaitu sumbu dan sudut kristalografi. Sumbu
kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal
mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang lebar, atau tinggi.
Tetapi dalam penggambaran bentuk-bentuk kristal dalam bidang kertas yang
merupakan bentuk dua dimensional, sehingga digunakan suatu proyeksi orthogonal.
-

Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar kita.

Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terdapat bidang kertas kita.

Sumbu c ialah sumbu yang vertikal tegak pada bidang kertas gambar kita.

2.3.2. Sudut
Sudut kristalografi ialah sudut yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu
kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai pusat
kristal.Kristal mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang,
lebar dan tinggi, tetapi didalam penggambaran bentuk-bentuk kristal diatas kertas
merupakan bentuk dua dimensi, sehingga digunakan proyeksi orthogonal. Sudut
kristalografi adalah sudut

yang dibentuk dari perpotongan berada pada pusat

Kristal.Suatu bentuk kristal terdiri dari 2 unsur utama dalam suatu susunan salib
sumbu, yaitu terdiri dari sumbu kristalografi dan sudut kristalografi. Sumbu
kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal
mempunyai bentuk 3 dimensional sehingga mempunyai panjang lebar, atau tinggi.
Tetapi dalam penggambaran bentuk-bentuk kristal dalam bidang kertas yang
merupakan bentuk 2 dimensional, sehingga digunakan suatu proyeksi orthogotonal.

V-41

Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar
kita.

Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terdapat bidang kertas kita.


Sumbu c ialah sumbu yang mineral tegak pada bidang kertas gambar kita.
Suatu kristalografi ialah struktur yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-

sumbu kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai
pusat kristal.

Gambar 2.2. Sumbu dan sudut Kristalografi

Sudut (alpha) ialah sudut yang dibentuk oleh sumbu b dan sumbu c.

Sudut (betha) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan c

Sudut (gamma) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan


sumbu b.

2.4.Bidang kristal dan Bidang Simetri


2.4.1.Bidang Kristal
Bidang kristal adalah bidang yang membentuk kristal,atau sisi kristal bagian
luar. Koordinat atau simbol bidang kristal di tentukan oleh sudut tumpuannya
terhadap sumbu kristalografi. Untuk mendeterminasi suatu bentuk kristal dengan
poligon pembentuknya, di gunakan pasangan bidang yaitu bidang I ,II dan III yang
saling tegak lurus. Kemudian di geserkan ketengah kristal berimpit dengan titik pusat.
Bidang-bidang tersebut akan berpotongan dengan salip sumbu di titik A, B dan C
(lihat gambar 2.3).
C

V-41

A
Gambar 2.3. Posisi bidang kristal.

Jarak OA, OB dan OC di sebut parameter bidang dan OA :OB : OC di sebut


sebagai parameter ratio yang sering di singkat dengan a : b : c. Jika ke tiga sumbu
sama panjang maka di tulis dengan a, a, a (a), tetapi bila sumbu yang sama panjang
maka di tulis dengan a, a, c (a,c).
Ada beberapa cara untuk menerangkan (menuliskan) parameter ratio, di
antaranya yang paling umum di gunakan adalah simbolisasi Weisz dan Miller.
Simbol Weisz secara langsung menerangkan gambaran letak bidang terhadap
susunan salip sumbu. Panjang perpotongan pada sumbu yang di ukur di bagi dengan
satuan ukuran panjang. Sedangkan Miller membuat simbolisasi yang merupakan
kebalikan Weisz.
Miller membagi satuan bidang menjadi (hkl), di mana :
h = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu a
k = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu b
l = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu c
Contoh : Bidang PQR adalah bidang satuan yang di pakai untuk menggambarkan
suatu bentuk kristal. Bidang HKL adalah sumbu bidang kristal.
L
2

R
1
3
1

H3
Gambar 2.4. Sumbu bidang kristal

Simbolisasi Weisz :
= OH / OP : OK/ OQ : OL / OR
= (3/1)a : (3/1)b : (2/1)c
= 3a : 3b : 1c
V-41

Simbolisasi Miller
= OP/OH : OQ/OK : OR/ OL
= (1/3) : (1/3) : (1/2)
= (223)
Harga parameter ratio suatu bidang dengan kurung biasa di sebut dengan
indices : yaitu suatu garis bayangan yang di buat tegak lurus bidang analisa dan
menembus pusat kristal.
2.4.2. Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang datar yang melalui pusat kristal dan dapat
membagi kristal dua bagian yang sama bagian yang satu merupakan pencerminan
bagian yang lain nya. Bidang simetri di notasikan dengan huruf P (plane) atau m
(mirrow)
a. Bidang simetri utama
Bidang simetri diagonal/intermediate/tambahan,Apabila bidang tersebut
hanya melalui sebuah sumbu utama kristal, sering di sebut dengan bidang simetri
diagonal yang di notasikan dengan huruf d.Apabila dua bidang tersebut melalui dua
sumbu utama kristal. Bidang simetri ini di bedakan menjadi simetri horizontal dengan
notasi h dan bidang simetri vertikal di notasikan dengan v. Dalam mempelajari
bentukbentuk

kristal

untuk

mengenalnya

dengan

baik

perlu

diadakan

pengolompokan secara sistematis dari bentukbentuk krital itu sendiri .


1.

Pengelompokan

bentukbentuk

kristal

ke dalam

mineral

kristal

berdasarkan kepada perbandingan jumlah sumbu kristalografi dan nilai sumbu


C

atau

sumbu

dikelompokkan

mineralogy. Atas

menjadi

sistem

dasar

ketentuan

tersebut

dapat

kristalografi . Penentuan kelas simetri

menurut Herman Mauguin untuk miineral :


a. Sistem Reguler :
Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu a (yang dimaksud sumbu a adalah
sumbu a, b, c, karena sumbunya sama panjang) mungkin
bernilai 4 atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak
lurus sumbu a tersebut.
Bagian 2 : Menerangkan sumbu simetri bernilai 3. Apakah sumbu simetri
yang bernilai 3 juga bernilai 6 atau hanya bernilai 3 saja.
Bagian 3: Menerangkan ada tidaknya sumbu intermediate/diagonal.
2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap
sumbu diagonal tersebut. Bagian ini dinotasikan dengan : 2, 2, m atau
tidak ada. Angka menunjukkan nilai sumbu dan huruf m
V-41

menunjukkan adanya bidang simetri yang tegak lurus terhadap


sumbu intermediate.
b. Sistem tetragonal
Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak
bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumb c.
Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu lateral (sumbu a dan
sumbu c) dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus
terhadap sumbu lateral tersebut.
Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri yang tegak lurus terhadap
Sumbu mineralogy tersebut
c. Sistem Hexsagonal dan Trigonal :
Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin 6, 6, 3, 3,) dan ada
tidaknya bidang simetri Horizontal yang tegak lurus sumbu tersebut.
Bagian 2 : Menerangkan nilai lateral (sumbu a, b, d) dan ada tidaknya
bidang simetri mineralogy yang tegak lurus.
Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simateri intermediate dan
ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
intermediate tersebut.
d. Sistem Orthorhombic :
Bagian I : Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang simetri
yang tegak lurus terhadap sumbu a tersebut.
Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu b dan a tidaknya bidang
simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.
Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang
simetri yang tegak lurus terhadap sumbu c tersebut.
e. Sistem Monoklin
Hanya ada 1 bagian ialah menerangkan nilai sumbu b ada

tidaknya

bidang Simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut


f. Sistem Triklin
Sistem ini hanya mempunyai 2 kelas simetri yaitu :
Pertama : Mempunyai titik simetri.
Kedua

: Tidak mempunyai mineral simetri

Contoh : 1. Klas Pinacoidal : 1


2. Klas Asymetric : 1

V-41

BAB III
TATA CARA PENDISKRIPSIAN
3.1. Proyeksi
Ada dua jenis proyeksi yang harus diketahui dalam praktikum kristalografi ini,
akan tetapi dalam praktikum hanya digunakan proyeksi orthogonal. Berikut akan
diuraikan mengenai kedua proyeksi tersebut.
3.1.1. Proyeksi Orthogonal
Proyeksi orthogonal digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional
dari suatu bentuk kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran) tersebut
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penggambaran Salib Sumbu
Tabel 3.1. Pengambaran Salib sumbu sistem kristal

NO

System
Kristal

Perbandingan

Sudut antar Sumbu

Sumbu

Isometric

a:b:c=1:3:3

a+ ^ b = 300

Tetragonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ b = 300

Hexagonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ 20 = 200; d+^ b = 400

Trigonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ 20 = 200; d+^ b = 400

Orthorombik

a : b : c =

a+ ^ b = 300

sembarang
6

Monoklin

a : b : c =

a+ ^ b = 450

sembarang
7

Triklin

a : b : c =

a+ ^ = 450; b+ ^ c = 800

sembarang
b. Penggambaran Bentuk Kristal
Cari semua simbol bentuk kristal (Indsches Miller) yang ada pada octanct I,
yaitu semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+.
Untuk symbol tersebut ke Indische Weisz.

V-41

Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan hubungan semua titik
yang bersesuaian sehingga membentuk garis-garis. Upayakan penarikan garis
dari semua garis dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan
bidang-bidang semu dari bentuk yang diinginkan.

Bidang yang terbentuk diproyeksikan dengan cara simetri keberbagai octant.

Perjelas garis-garis rusuk kristal dan hilangkan garis Bantu yang dibuat
sebelumnya.

Lengkapi gambar tersebut dengan Indiches dan unsur-unsur simetrinya.

3.1.2. Proyeksi Stereografis.


Untuk mendapatkan cirri-ciri simetri yang lengkap pada suatu kristal maka
bentuk perspektif harus dikombinasikan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
proyeksi sterografis.
Proyeksi stereografis dianggap sebagai proyeksi yang paling baik karena ini
mencakup proyeksi dari setengah bola. Bidang proyeksinya berupa lingkaran
equatorial yang mempunyai jari-jari sama panjang dengan jari-jari bola. Setelah
bidang datar proyksi diambil seperti bidang datar equatorial bola, garis khayal
digambarkan pada ujung-ujung proyeksi bola ke ujung selatan bola. Selanjutnya titiktitik yang dihasilkan oleh pertemuan garis proyeksi bidang kristal dengan bidang
equatorial disebut sebagai Proyeksi stereografis.
Pengkonstruksian proyeksi stereografis dalam bentuk tersendiri (keluar dari
proyeksi bola), dapat dilakukan dengan menggunakan Wulf Net, paku payung, kalkir
dan jangka yaitu dengan cara sebagai berikut :

Letakkan kalkir diatas Wulf Net dan ikuti (lukis) lingkarannya diatas kalkir.

Setelah pusat kedua lingkaran dihimpitkan dengan paku payung., letakkan posisi
sumbu b (bidang 010 dan 010) pada diameter horizontal (kutup E W Wulf Net).

Hitung sudut antar pedion plane atau basalt pinacold, kemudian plotkan kedalam
kalkir sesuai dengan busur Wulf Net.

Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane, selanjutnya plotkan
dengan cara yang sama seperti point 3.

Bidang lainnya akan ditemukan berdasarkan Hukum Kompilasi, yang


merupakan perpotongan masing-masing garis busur lingkaran vertical dan
horizontal.

Sempurnakanlah proyeksi tersebut dengan melengkapi nilai-nilai simetri


kristalnya

V-41

3.2. Sistem Kristal


Penentuan sistem dari suatu bentuk kristal dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

Amati bentuk kristal dan tentukan posisi sumbu utamanya (sumbu kristalografi).
Amati perbandingan sumbu a, b dan c.
Amati keteraturan dan jumlah bidang dari tiap kenampakan pada tiap sumbu

utama).
Cocokkan hasil dari pengamatan dengan tabel dihalaman selajutnya.

Tabel 3.2. Sistem kristalografi

NO

System

Perbandingan

Kristal

Sudut antar Sumbu

Sumbu

Isometrik

a:b:c=1:3:3

a+ ^ b = 300

Tetragonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ b = 300

Hexagonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ 20 = 200; d+^ b = 400

Trigonal

a:b:c=1:3:6

a+ ^ 20 = 200; d+^ b = 400

Orthorombik

a : b : c =

a+ ^ b = 300

sembarang
6

Monoklin

a+ ^ b = 450

a : b : c =
sembarang

Triklin

a+ ^ = 450; b+ ^ c = 800

a : b : c =
sembarang

3.2.1. Sistem Isometrik


c+
b+
a+

ab-

cGambar 3.1. Salib Sumbu Sistem Isometrik

V-41

Sistem isometrik sering juga disebut dengan sistem regular, ada juga orang
yang menyebutnya dengan sebutan kubik, tesseral, atau juga yang menyebutnya
dengan tessular
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem isometrik ini adalah sumbu a sama
dengan sumbu b sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem isometrik ini
yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut (sudut antara
sumbu a dan sumbu c) dan sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b)
yaitu 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem isometrik ini memiliki perbandingan
sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu
sebesar 1 berbanding 3 dan berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk
yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b sama
dengan sumbu c, maka dalam apa yang mereka paparkan dalam buku mereka ini
mereka menyimpulkan a = b = c disebut juga dengan sumbu a.
3.2.2 Sistem Tetragonal
c+

b-

b+
a+

Gambar 3.2. Salib Sumbu Sistem Tetragonal

Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem tetragonal ini yaitu sumbu a sama
dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Sumbu c bisa lebih panjang atau
lebih pendek. Jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk
panjang (columnar). Dan jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b
disebut bentuk gemuk (stout).
Sudut kristalografi dari sistem tetragonal ini sama dengan sudut kristalografi
sistem isometrik yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan

V-41

sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sudut (sudut antara sumbu a dan
sumbu b) yaitu sebesar 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem tetragonal ini memiliki perbandingan
sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu
1 berbanding 3 berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk
yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b tetapi
tidak sama dengan sumbu c. Maka dari pada itu, dalam buku ini mereka beranggapan
sumbu b dinotasikan dengan a, b merupakan simbol sumbu tambahan.
Sistem tetragonal termasuk semua kristal yang mana menunjukkan 3 (tiga) axes
yang tegak lurus, dua dari yang menunjukkan sama dan teletak pada permukan
horizontal. Termasuk masa dari cabang axes dan menunjukkan sebagai a axes.
Tegak lurus kepada permukaan dari cabang axes adalah prinsip atau sumbu c,
menunjukkan mungkin lebih besar atau lebih kecil kemudian a axes. Axes ini
menunjukkan membagi dua sudut diantar a axes dan intermediate axes. Mereka
menunjukkan sebagai axes b.
3.2.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal
+c

+a3

-a2
+a1

-a1
+a2

-c
Gambar 3.3. Salib Sumbu Sistem Hexagonal dan Trigonal

Sistem hexagonal dan trigonal merupakan sistem kristal yang sama, yang
membedakan dari kedua sistem kristal ini adalah jumlah sisinya. Jumlah sisi sistem
hexagonal berjumlah 6 buah, sedangkan jumlah sisi sistem trigonal hanya 3.
Dalam sistem kristal ini yang membedakan dari sistem-sistem kristal lain yaitu
sistem ini memiliki empat buah sumbu. Dimana terdapat sumbu tambahan sebagai
sumbu utama yaitu sumbu d. Sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya.
Sumbu a, sumbu b, dan sumbu d masing-masing membentuk sudut 120o satu terhadap
yang lainnya. Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem hexagonal dan trigonal ini
V-41

yaitu sumbu sama dengan sumbu b sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan
sumbu c.
Sudut kristalografi sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sudut (sudut antara
sumbu b dan c) sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama
dengan 90o. Sedangkan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 120o.
Dalam hal penggambarannya, sistem hexagonal dan trigonal ini memiliki
perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan
sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 6.
Dalam hal cara penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang
terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 20o. Selain itu juga
terdapat sudut yang terbentuk antara sumbu d- dan b+ sebesar 40o.
Pada penggambaran sistem trigonal, ada hal yang membedakannya dari sistem
hexagonal yaitu bila sudah terbentuk bidang dasarnya kemudian dibuat segitiga
dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a disini ada tiga, yaitu a1, a2,
a3. Disini, sumbu c merupakan sumbu yang terpanjang. Sumbu utama yang horizontal
disebut sumbu a. Ketiga sumbu ini dapat dipertukarkan dalam penentuan posisi a1, a2,
a3. keempat sumbu ini tegak lurus dipermukaan sumbu utama horizontal dan disebut
sumbu c. Sumbu ini mungkin lebih panjang atau lebih pendek.
3.2.4. Sistem Orthormbic
c+
ab-

b+

a+

cGambar 3.4. Salib Sumbu Sistem Orthormbic

Sistem ini memiliki tiga buah sumbu yang saling tegak lurus, tetapi memiliki
panjang yang berbeda. Axial ratio dari sistem orthorombic ini yaitu sumbu a tidak
sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografinya sama
dengan sistem isometri dan tetragonal yaitu sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu

V-41

c) sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan sudut
(sudut antara sumbu a dan sumbu b).
Dalam hal cara penggambarannya, sistem orthorombic memiliki perbandingan
sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya
berbanding sembarang.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu
yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut sebesar 30o.
Dalam sistem orthorombic ini, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), penggambaran
salib sumbunya sama dengan apa yang kita pelajari selama ini. Akan tetapi, mereka
menyebut sumbu a dengan brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c
dengan vertical atau c axis.
3.2.5. Sistem Monoklin
Pada sistem monoklin ini memiliki tiga buah sumbu dan salah satu sumbunya
yang tegak luru terhadap yang lainnya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, begitu
juga sebaliknya sumbu b tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu ini tidak sama
panjang. Pada umumnya, sumbu c paling panjang dan sumbu b paling pendek.

c+
450
b+
a+

Gambar 3.5. Salib Sumbu Sistem Monoklin

Axial ratio dari sistem monoklin ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b
dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem monoklin ini yaitu
sudut (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut (sudut antara
sumbu a dan sumbu b) sebesar 90o. Sedangkan sudut (sudut antara sumbu a dan
sumbu c) tidak sama dengan sudut dan sudut .
Dalam hal cara penggambarannya, sistem monoklin ini sama dengan sistem
orthorombic, yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c
yaitu ketiga sumbu ini berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang
terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut 45o.

V-41

Dalam sistem monoklin ini, Kraus, Hunt, Rumsdell (1959), penggambaran


salib sumbu yang mereka paparakan sama dengan apa yang telah kita pelajari
sekarang ini. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan clinoaxis dan sumbu b
dengan orthoaxis.
3.2.6. Sistem Triklin
c+
ab+

ba+
cGambar 3.6. Salib Sumbu Sistem Triklin

Sistem triklin ini memiliki tiga sumbu yang saling tegak lurus, dan panjang
masing-masing sumbunya tidak sama.
Axial ratio dari sistemtriklin ini yaitu sama dengan sistem ortorombic dan
sistem monoklin, dimana sumbu a tidak sama dengan sumbu dan tidak sama dengan
sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem triklin ini yaitu sudut (sudut antara sumbu
b dan sumbu c) tidak sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak
sama dengan sudut (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sama dengan 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sama juga dengan sistem orthorombic dan
sistem monoklin yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b dan berbanding dengan
sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang
terbentuk antar sumbu, yaitu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 45o. Dan juga antara
sumbu b- dan c+ sebesar 80o.
Seperti dua sistem yang sebelumnya, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), juga
memaparkan dalam penggambaran sistem triklin ini sama dengan apa yang telah kita
pelajari sebelumnya. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis,
sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical axis.
3.3. Jumlah Unsur Simetri
Untuk simetri yang diamati adalah sumbu, bidang dan pusat simetri. Cara
pembentukannya adalah sebagai berikut:

V-41

Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya (lihat penenntuan sistem
kristal dan kelas simetri menurut Herman Mauguin), lakukan pengamatan
terhadap sumbu simetriyang ada.
Perhatikan ada tidaknya sumbu simetri tambahan, jika ada maka tentukan nilainya
dengan cara memutar kristal dengan memegang sumbu tambahan tersebut, dan
menjumlahkannya.
Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri.
Amati bentuk kristal tersebut terhadap susunan salib sumbunya kemudian tentukan
ada tidaknya titik pusat simetri.
3.4. Kelas Simetri
Setelah dapat diketahui sistem dan kandungan (jumlah) unsur simetri dari
bentuk kristal yang diamati, maka kelas simetri dapat ditentukan dengan cara melihat
tabel pada lampiran 1, dan kemudian baru ditentukan dengan berdasarkan pada
kandungan unsur-unsur smetrinya, penggunaan ini menggunakan dua ketentuan yaitu
ketentuan menurut Herman manguin dan schoenflis.
3.4.1. Kelas Simetri Menurut Herman Mauguin
a. Sistem Isometrik
Bagian I : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4
Bagian II : Menerangkan sumbu tambahan pada arah (111), apakah
sumbu tersebut bernilai 3 atau 3.
Bagian III : Menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau tidak
bernilai, yang memiliki arah (110) atau arah lainnya terletak
tepat diantara dua buah sumbu utama.
b. Sistem Tetragonal
Bagian I

: Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 4 atau 4).

Bagian II : Menerangkan nilai sumbu horizontal.


Bagian III : Menerangkan nilai tambahan yang terletak diantara dua
sumbu utama lateral.
c. Sistem Hexagonal dan Trigonal
Bagian I

: Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6, 6, 3 atau 3.

Bagian II : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal (sumbu a, b dan d)


Bagian III : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang
terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal berarah (1010).
d. Sistem Orthorombic
Terdiri atas tiga bagian yang dimulai dengan menerangkan nilai sumbu a, b, dan
c.
V-41

e. Sistem Monoklin
Terdiri dari satu bagian yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.
f. Sistem Triklin
Sistem triklin hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan ada
tidaknya pusat simetri.
Keseluruhan bagian tersebut diatas ( bagian I, II, III ) harus diselidiki ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada
maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf m (bidang simetri). Di bawahnya,
kecuali untuk sumbu yang bernilai 1 ditulis dengan m saja.
Contoh :
6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak
lurus
3

: Sumbu inversi bernilai 3, tetapi terhadapnya tidak terdapat bidang simetri


yang tegak lurus

: Sumbu yang dianalisa tidak bernilai (= bernilai 1) dan terhadapnya terdapat


bidang simetri yang tegak lurus.

3.4.2. Sumbu Simetri Menurut Scoenflish


1. Sistem Regular
Hanya dibagi atas dua bagian yaitu :
Bagian I : menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2, dan 4
- Jika bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (Oktahedral)
- Jika bernilai 2 dinotasikan dengan huruf T (Tetrahedral)
Bagian II : Menerangkan kandungan bidang simetri bila mempunyai
- Bidang simetri horizontal
- Bidang simetri vertikal
- Bidang simetri diagonal
Ketiganya dinotasikan dengan h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri horizontal
- Bidang simetri vertikal
Keduanya dinotasikan dengan h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri vertikal
- Bidang simetri diagonal
Keduanya dinotasikan dengan v
Bila mempunyai bidang simetri digonal bernotasikan dengan huruf d
V-41

Tabel 3.4. Kelas Simetri Menurut Scoenflish

Notasi
Kelas Simetri

No
1

(Simbolisasi)
D4h

Ditragonal Pyramidal

2
3
4
5
6

Tetragonal Bipyramidal
Tetragonal Dispenoidal
Asymetrik
Trigonal Rhombohedral
Ditrigonal Scalenohedral

C4v
C4h
S4
C4
D3

Tabel 3.3. Herman Maugin Simbol

System (1)

Class Name (2)

Isometric

Tetartoidal
Diploidal

HermannAXES
Maugin
Planes Center
Symbols
2346(3)
Fold Fold Fold Fold
3
4
23
3
4
3
Yes
2/m 3

V-41

Hextetrahedral
Gyroidal

3
6

4
4

6
-

Hexoctahedral

Yes 4/m 3 2/m

Disphenoidal
Pyramidal
Tetragonal
Dipyramidal
Scalenohedral
Ditetragonal
pyramidal
Trapezohedral
DitetragonalDipyramidal
Pyramidal
Orthorhombic
Disphenoidal

1
3

1
1
-

1
2

Yes
-

4
4
4/m
4 2m

4mm

Yes

1
3

2
-

Yes

422
4/m 2/m
2/m
mm2
222
2/m 2/m
2/m

1
1

Yes

6
6/m

6m2

6mm

Yes

1
1

Yes

622
6/m 2/m
2/m
3
3

3m

32

Yes

3 2/m

1
1
-

1
1
-

Yes
Yes

m
2
2/m
1
1

Dipyramidal

Hexagonal

Trigonal

Monoclinic

Triclinic

Trigonal
Dipyramidal
Pyramidal
Dipyramidal
Ditrigonal
Dipyramidal
Dihexagonal
Pyramidal
Trapezohedral
Dihexagonal
Dipyramidal
Pyramidal
Rhombohedral
Ditrigonal
Pyramidal
Trapezohedral
Hexagonal
Scalenohedral
Domatic
Sphenoidal
Prismatic
Pedial
Pinacoidal

4 3m
432

3.5. Penentuan Bentuk Kristal


1. Sistem Kubus

V-41

Sistem kubus ini adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang tiga
dimensi. Sistem ini tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang sama panjang
dan sama sudut potong satu sama lain. Sistem ini berbeda dengan sistem lain dari
berbagai sudut pandang. Sistem ini tidak berpolar seperti yang lain, yang
membuatnya lebih mudah dikenal.Sistem ini sering juga disebut dengan sistem
isometrik. Kata isometrik berarti berukuran sama, terlihat pada struktur tiga
dimensinya yang sama simetri. Sedangkan sering dinamakan sistem kubus karena
bentuk umum dari kristalnya berstruktur seperti kubik.
2. Sistem Hexagonal
Sistem hexagonal merupakan sistem yang memiliki banyak aksial, yang berarti
ini didasarkan pada satu sumbu utama, dalam kasus ini oleh enam. Sistem hexagonal
sekilas nampak seperti tetragonal. Sistem heksagonal memuat kelas yang merupakan
pencerminan dari sistem tetragonal, dengan enam sisi bidang pembatas kristal dengan
empat sumbu berpotongan.
Sistem heksagonal dan sistem trigonal tak serupa dengan lima sistem kristal
yang lain dalam hubungan antar perpotongan sumbu kristalnya. Sementara sistem
yang lain menggunakan tiga sumbu perpotongan kristal, sistem heksagonal dan
trigonal menggunakan empat sumbu berpotongan. Dengan enam sudut pada
bidangnya dan satu sumbu vertikalnya. Ketiga sumbunya memotong tegak lurus
terhadap sumbu utama kristal yang membujur vertical dan disebut a1, a2, dan a3.
Perpotongannya simetri membentuk sudut 120o antar bagian positif tiap sumbu. Pada
sistem ini tidak ada perbedaan antara sumbu positif dan negatif untuk setiap sumbu a
membuat sebuah sudut 60o antara perpotongan.
3. Sistem Trigonal
Sistem trigonal mempunyai tiga sisi perputaran sumbu. Meskipun hanya
memiliki tiga sisi putar sumbu, tapi simetri kristal terbentuk dari enam sisi
pembedaan. Meski termasuk dalm sistem heksagonal, kelas trigonal mengikuti jenis
kelas orthorombik dan menyerupai kubah, sphenoid, dan pinakoidnya sistem
monoklin.
4. Sistem Tetragonal
Sistem tetragonal mirip dengan sistem isometric. Perbedaanya, salah satu
sumbunya lebih panjang dari pada dua sumbu yang lain. Sumbu yang berbeda ini
menjadi sumbu utama, yang disebut juga sumbu c. Sedangkan 2 sumbu yang lain
sama panjang dan disebut sumbu a dan a.
5. Sistem Orthorombik

V-41

Pada sistem orthorombik, sumbu kristalnya berjumlah tiga buah yang


kesemuanya tidak sama panjang dan ketiganya saling berpotongan tegak lurus. Satu
sumbu memanjang vertical, yang disebut sumbu c. Sumbu satunya memanjang
kearah pengamat yang disebut sumbu a, juga disebut brachyaxis. Sumbu ketiganya
melintang dari kanan ke kiri yang disebut sumbu b atau macroaxis. Tidak ada sumbu
utama dalam sistem ini, karena itu setiap sumbu dapat dipilih sebagai sumbu vertical
atau c.
6. Sistem Monoklin
Sistem monoklin merupakan sistem simetri terbesar dengan hampir satu
banding tiga dari seluruh mineral termasuk kedalam salah satu kelas dalam sistem ini.
Sistem ini terdiri dari dua sumbu tak sama panjang (a dan b) yang saling berpotongan
tegak lurus dan sebuah sumbu c yang condong terhadap sumbu a. Sumbu a dan c
melintang pada satu bidang. Keduanya tidak saling tegak lurus.
7. Sistem Triklin
Pada sistem ini, semua kristalnya memiliki tiga sumbu kristal tak sama panjang
dan saling berpotongan tetapi tidak saling tegak lurus. Sumbu tersebut dinamai
seperti pada sistem orthorombik yaitu a, brachyaxis; b, makroaxis; dan c, vertical
axis. Sumbu c membujur vertical, sumbu b melintang dari kiri ke kanan, dan sumbu a
melintang menuju pengamat.
3.6. Indeks Miller dan Weisz
Indeks bidang kristal adalah perotongan antar sumbu utama kristal dengan salah
satu bidang kristal yang menghadap ke depan yang menjadi pengamat. Indeks bidang
kristal ada dua jenis yaitu:
Indeks weisz dengan perbandingan: sb a/1: sb b/1: sb c/1
Indeks miller dengan perbandingan: 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c

Contoh pada gambar


V-41

C+

Keterangan:
OA = sb a= 1
a-

OB = sb b= 1
OC = sb c= 1

b-

b+

a+

c+
Gambar 3.7. Indek Miller dan Weisz

Indeks weisz

= sb a/1: sb b/1: sb c/1

= 1/1: 1/1: 1/1


= 111
= 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c

Indeks Miller

= 1/1: 1/1: 1/1


= 111
3.7. Contoh Mineral
Setiap satu bentuk kristal merefleksikan satu mineral tertentu, dengan kata lain
setiap mineral memiliki bentuk kristal tertentu. Jika bentuk kristal berubah maka
susunan atom-atom juga berubah berarti nama mineral juga berubah.
Untuk menentukan contoh mineral dari suatu bentuk kristal, dapat kita lakukan
dengan berpedoman kepada literatur (texk book) yang ada atau dapat pula dilakukan
menggunakan tabel pada lampiran 1 tetapi sebaiknya dihindari.
Adapun contoh mineral dari 7 sistem kristal adalah sebagai berikut :
3.7.1. Sistem orthorombik
Memiliki 3 sumbu, yang membentuk sudut 90 atau saling tegak lurus dengan
lainnya. Sedangkan panjangnya dari sumbu tidak sama, sumbu A adalah sumbu
terpendek, sumbu B sumbu menengah dan sumbu C merupakan sumbu terpanjang.
Sumbu menengah disebut sumbu makaro dan sumbu terpendek disebut sumbu brakhia.
Kesimetrian dari sistem ortorombik memiliki simetris seperti :
3 bidang simetri-bidang-bidang sumbu
3 sumbu simetri diagonal-sumbu-sumbu kristalografi pusat simetri

V-41

Contoh mineral yang termasuk dalam sistem kristal ortorombik, seperti topaz,
olivin, barit, sulfur, natrolite, dan lain-lainnya.

Natrolite

Topaz

Olivin

Gambar 3.8. Contoh mineral pada sistem orthorombik

3.7.2. Sistem Triklin


Sumbu-sumbu tidak membentuk sudut 90, satu dengan yg lainnya tetapi
membentuk sudut bermacam-macam. Mineral yang terpenting dalam sistem ini
adalah mineral dalam kelompok plagioklas dan mineral kianit sebagai mineral
metamorfik.

Oligoklas

Kyanite

Microline

Gambar 3.9. Contoh mineral pada sistem Trinklin

V-41

3.7.3. Sistem Monoklin


Sumbu-sumbu kristalografi dalam sistem ini, yaitu sumbu a, b dan c. Sumbu b
dan c juga sumbu a dan b membentuk sudut 90. kesimetrian dari sistem triklin
dalam kelas holohedral menghasilkan elemen-elemen simetri, seperti :
1 bidang simetri --- dibentuk sumbu a dan c.
1 sumbu simetri diagonal, yitu sumbu b kristalografi.
1 pusat simetri
Contoh mineral yang termasuk dalam sistem ini; ortoklas, augit, hornblede,
muskovit, klorit dan masih banyak lagi.

Muscovite

Gypsum

Mesolite

Gambar 3.10. Contoh mineral pada sistem Monoklin

3.7.4. Sistem tetragonal


Sumbu-sumbu kristalografi memiliki 3 sumbu, yaitu a, b dan c dimana ketiga
sumbu tersebut saling tegak lurus sesamanya. Sumbu horizontal a dan b saling tegak
lurus dan sama panjangnya, sehingga penamaan sumbu-sumbu tersebut sering
menjadi sumbu a 2 sebagai sumbu b dan sumbu a 1 sebagi sumbu a. Kesimetrian
yang dibangun oleh elemen-elemen dalam kelas holohedral, yaitu :
5 bidang simetri ---- 3 bidang sumbu dan 2 bidang diagonal.
1 sumbu simetri tetragonal
4 sumbu simetri diagonal
1 pusat simetri

V-41

Yang termasuk ke dalam sistem kristal ini yaitu zirkon, kasiteril, Scapolite,
kalkopirit,rutil, dll.

Zirkon

Scapolite

Ruti

Gambar 3.11. Contoh mineral pada sistem Tetragonal

3.7.5. Sistem kubik


Memiliki 3 buah sumbu yang sama panjangnya dan membentuk sudut 90
atau saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Sumbu sumbu itu sendiri sering
diberi nama a 1, a 2, dan a3. Sistem ini memiliki 3 buah kelas, dimana setiap kelas
memiliki unsur-unsur simetri yang berbeda-beda seperti :
a.Kelas Spinel atau Holohedral, dimana unsur unsur simetrinya, yaitu
9 Bidang Simetri
6 Sumbu simetri diagonal
4 Sumbu simetri trigonal
3 Sumbu simetri tetragonal
1 Pusat simetri.
Contoh mineral dalam kelas ini adalah magnetit, spinel dan intan yg
merupakan oktahedron.

V-41

Magnetite

Spinel

Diamond

Gambar 3.12. Contoh mineral pada sistem Kubik

b.Kelas Pirit, unsur unsur simetrinya yaitu :


3 Bidang Simetri bidang bidang sumbu.
4 Sumbu simetris trigonal.
3 sumbu simetri diagonal.
1 Pusat Simetri
Contoh mineral yang khusus dalam untuk kelas ini adalah mineral pirit.

Pirit

Zink blende
Gambar 3.13. Contoh mineral khusus pada phyrite

V-41

3.7.6. Sistem Heksagonal


Memiliki 3 sumbu horizontal yg bisa diberi nama a 1, a2, dan a3. Sudut yg
dibentuk dari positif sampai ke positif adalah 120 dan memiliki sudut yang sama
besarnya. Kesimetris dari kelas holohedral yg disusun oleh elemen elemennya
sebagai berikut:
7 bidang simetri.
1 Sumbu simetri heksagonal.
6 Sumbu simetri diagonal.
Contoh mineral yang termasuk dalam sistem ini adalah apatit, beril, kuarsatemperatur tinggi, dan lain-lain.

Apatite

Kuarsa

Beryl

Gambar 3.14. Contoh mineral pada sistem Heksagonal

3.7.7. Sistem Rombohedral (Trigonal)


Memiliki 3 sumbu horizontal yang sama panjangnya dan membentuk
sumbu horizontal yg sama panjangnya dan membentuk sudut tidak saling
tegak lurus atau 90. Sebuah sumbu tegak lurus disebut dengan sumbu c yang

V-41

berbeda panjangnya. Kesimetrian yg dimiliki oleh sistem ini adalah sebagai


berikut:
3 Bidang simetri tiga bidang sumbu vertikal
1 Sumbu simetri trigonal.
1 Pusat simetri.
Yang termasuk contoh mineral adalah sistem kristal ini adalah kalsit
dolomit,turmalin,

Tourmaline

Dolomit

Kalsit

Gambar 3.15. Contoh mineral pada sistem Trigonal

V-41

BAB IV
PENDESKRIPSIAN SISTEM KRISTAL
4.1. Sistem Kristal Isometrik (Reguler)
C+

ab-

b+

300

a+

cGambar 4.1. sistem Isometrik

Sistem ini sering disebut sebagai sistem regular, yang biasanya disamakan
dengan cubic atau tessuler, dengan ketentuan-ketentuan di dalam penggambarannya .
Sumbu a = b = c
Sudut = = = 900
Karena sumbu a sama panjangnya dengan sumbu b dan sumbu c, maka sering
kali disebut dengan sumbu a.
Cara melukisnya
a+ ^ b- = 300 antara a+ dan b- dibuat 300
a : b : c = 1 : 3 : 3 perbandingan panjang sumbu a dengan b dan c 1: 3 : 3

V-41

4.2. Sistem Tetragonal (Quadratic)


C+
C=

ab-

b+

300

a+

cGambar 4.2. sistem Tetragonal

Dengan ketentuan-ketentuan di dalam penggambarannya


Sumbu a = b c
Sudut = = = 900
Karena sumbu a sama panjangnya dengan sumbu b sering disebut sebagai
sumbu a. sumbu c ;ebih panjang terhadap sumbu a dan b disebut colemnar/panjang
disebut bentuk Stout/gemuk.
Cara melukisnya : a+ ^ b- = 300
a:b:c=1:3:6
perbandingan antara sumbu a dan b atau c disebut 1 : 3 : 6.
Bagian panjang satuan ketentuam c6 di karenakan didalam mineral yang
dijumpai dalanm system tetragonal kebanyakan sumbu c lebih panjang terhadap
sumbu a atau pada sumbu b.

V-41

4.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal


C+

a4000
40
200

b-

b+

a+

cGambar 4.3. sistem Hexagonal dan Trigonal

Sumbu a = b = d c
Sudut 1 = 1 = 1 = 900
Sudut 1 = 2 = 3 =1200
Sumbu a dan b beserta d letak dalam bidang yang horizontal dan membentuk
sudut 600. oleh karena panjang sumbu a sama dengan panjang sumbu b sama dengan
panjang sumbu d maka sering ketiga sumbu tersebut disebut dengan sumbu a.
Oleh karena itu sudut yang dibentuk disebutlah sudut yang dibentuk sumbu a
dan c. sumbu c tegak lurus sudut-sudut yang di bentuk horizontal yaitu sumbu a, b ,
dan d sumbu c mungkin lebih panjang maupun lebih pendek dari sumbu horizontal
tersebut dan sumbu ini mempunyai nilai enam (6).
Cara melukiskannya :
a+ ^ b- = 200, Sudut antara kedua a dan b sebuah sudutnya 20
b+ ^ b- = 400, sudut antara b dan d dibuat 40

V-41

a : b : c = 1 : 3 : 6 perbandingan panjang sumbu b dengan sumbu d dengan cara


menarik garis sepanjang sumbu d sejajar dengan sumbu b sehingga memotong tempat
sumbu a.

4.4. Sistem Orthorombik (Rhombic)


c+

a-

b-

b+

30

a+

c-

Gambar 4.4. sistem Othorombik

Didalam system ini sering disebut system prismatic/rhombik, atau trimetic.


Adapun ketentuan-ketentuan dalam penggambaran system kristalnya adalah sebagai
berikut :
Sistem a b c
Sudut = =
Panjang dari sumbu a tidak sumbu tidak sama dengan panjangnya sumbu dan
tidak sama dengan panjang sumbu c. Tetapi bila di jumpai bentuk kristal yang
demikian selalu sumbu c sebagai sumbu yang terpanjang (sumbu vertikal) dan sumbu
a adalah sumbu yang terpendek (sumbu brancy).
Sedangkan untuk sumbu b adalah merupakan sumbu yang panjangnya medium
atau sedang yang sering yang sering disebutnya dengan sumbu macro. Demikianlah
sumbu yang ada dalam sumbu rhombik.
Cara melukiskan :
a+ ^ b- = 300, sudut antara kedua a dan b sebuah sudutnya 20.
V-41

a : b : c = sembarang, tetapi ada ketentuan bahwa sumbu c adalah sumbu yang


terpanjang dan sumbu a adalah yang terpendek.

4.5. Monoclin
C+
a-

b-

b+

40

a+

c-

Gambar 4.5. sistem Monoklin

Sistem

ini

sering

disebut

dengan

oblique

atau

monosimetri

atau

elinorhombic/hemiprismatik ataupun monoclinic ohedral. Adapun ketentuanketentuan dalam penggambarannya yakni :


- Sumbu a b c
- Sudut = = 900
- Dengan sumbu a disebut dengan dumbu clino
- Sumbu b disebut dengan sumbu ortho
- Sumbu c disebut dengan sumbu vertical

V-41

4.6. Sistem Trinklin

C+

ab-

45
80

b+
a+

cGambar 4.6. Sistem Triklin

Adapun ketentuan didalam penggambaran :


Sumbu a b c
Sudut = = = 900
Sumbu a dan b serta c saling berpotongan dan membentuk sudut miring yang
tidak sama besarnya.
Dengan sumbu a disebut sumbu branchy
Sumbu b sering disebut sumbu macro
Sumbu c disebut dengan sumbu vertikal
Cara melukisnya :
a+ ^ b- = 450
d- ^ b+ = 800
a : b : c = sembarang.

V-41

Perbandingan panjang sumbu a dengan panjang sumbu b serta sumbu adalah


sembarang.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dengan mempelajari dan melakukan praktikum tentang Kristalografi yang
menjadi bagian dari praktikum Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil
kesimpulan bahwa betapa pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan
menguasai ilmu tentang kristal dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah
merupakan salah satu dasar yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal
tersebut dikarenakan oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu
tentang mineral yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya. Jika tidak menguasai
dan mengenal tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami
Mineralogi, dan mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu
adalah inti dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi
menjadi syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum
Petrologi yang akan dipelajari selanjutnya.
Selama melakukan praktikum Kristalografi, praktikan diharapkan mampu
mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi serta menggambar sketsa dari masingmasing ancer kristal yang ada, yaitu, Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal,
Orthorhombik, Monoklin serta Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu
untuk mengetahui defenisi dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya,
dan juga mengetahui ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu
simetri, sudut simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus
mengetahui aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.
Dalam praktikum Kristalografi yang dilakukan dilaboratorium Kristalografi
dan Mineralogi pada jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Medan. Digunakan
proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode
penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan
menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan sesuai
dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian dilakukan dengan
langkah-langkah menentukan jumlah ancer-unsur simetri, kelas simetri, simbolisasi
V-41

Herman-Mauguin, simbolisasi Schoenflish, indeks Miller-Weiss serta menentukan


nama bentuk kristal dan contoh-contoh mineralnya.
Setelah mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, diharapkan
untuk kedepannya dalam mempelajari Mineralogi akan dapat lebih mudah dengan
memiliki dasar-dasar yang telah didapat pada Kristalografi.
5.2 Saran
Selama mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, telah banyak
yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal ilmu tentang kristal itu sendiri pada
khususnya serta tentang aplikasi dan manfaatnya dalam bidang Geologi dan juga
dikehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan praktikum Kristalografi, dapat kita sadari bersama ada
beberapa kekurangan yang cukup menghambat berjalannya proses praktikum. Salah
satu yang paling dapat dirasakan adalah kurangnya jumlah sampel (contoh) kristal
yang ada dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi. Maka diharapkan agar
kedepannya kekurangan tersebut dapat ditutupi sehingga proses praktikum yang
dilakukan dapat berjalan ancer. Dan satu hal lagi yang juga perlu diperhatikan adalah
waktu praktikum yang kadang tidak tepat pada waktunya. Diharapkan agar untuk
kedepannya kita dapat sama-sama untuk menjaga hal tersebut agar tidak terulang atau
paling tidak dikurangi. Dengan begitu diharapkan praktikum yang dilakukan dapat
lebih baik lagi. Namun pada dasarnya, diluar kekurangan-kekurangan yang ada.
Praktikum yang dilakukan sudah cukup baik. Dan tentu saja kita semua berharap agar
dapat terus lebih baik lagi dimasa depan.

V-41

Anda mungkin juga menyukai