PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kunyit (Curcuma longa Linn.) merupakan salah satu tanaman temutemuan yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dibudidayakan (Rukmana,
1994). Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna, dan kosmetik. Khasiat
terpenting tanaman ini berdasar kandungan kurkuminoidnya diantaranya adalah
sebagai antibakteri, antioksidan, dan antihepatotoksik (Gounder & Lingamallu,
2012; Singh dkk., 2010; Rukmana, 1994). Berdasarkan atas hal-hal tersebut, hasil
komoditas pertanian sebagai tanaman obat ini sebagian besar digunakan untuk
konsumsi, industri kecil obat tradisional (IKOT), dan industri obat tradisional
(IOT) sedangkan sisanya untuk industri farmasi berkaitan dengan minimnya
produk obat yang sudah melalui uji klinik (Anonim, 2014). Data mengenai
penggunaan kunyit di Indonesia disajikan pada tabel I (Anonim, 2014).
Penggunaan
Konsumsi
IOT
23,55
IKOT
30,61
Industri farmasi
4,91
basah (wet digestion) yang cocok untuk membebaskan logam dalam jumlah
sekelumit dari sampel kunyit (Mester & Sturgeon, 2003). Spektrofotometri
serapan atom (SSA) nyala merupakan metode analisis yang sesuai untuk logam
Cd dan Pb berkaitan dengan sensitivitas yang sesuai untuk analisis sekelumit dan
spesifisitas yang tinggi, sistem pengaturan yang sederhana, kecepatan analisis
yang tinggi, dan minimnya gangguan terhadap analisis menggunakan SSA nyala
dibandingkan dengan metode analisis logam berat lainnya (Gennaro dkk., 2011;
Beaty & Kerber, 1993). Sementara metode yang dapat digunakan untuk analisis
logam merkuri adalah metode yang berbasis teknik uap dingin (cold vapor
technique) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk logam Hg
serta sistem pengaturan dan pengukuran yang lebih sederhana dibandingkan
metode analisis logam Hg yang lain (Beaty & Kerber, 1993).
Dalam upaya menjamin bahwa metode analisis terhadap ketiga logam
berat tersebut dapat diterima validitas dan reliabilitasnya, maka perlu dilakukan
validasi metode analisis logam Cd dan Pb secara SSA nyala dan Hg dengan
Mercury Analyzer dalam rimpang kunyit yang belum pernah dilakukan
sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran hasil parameter validasi metode analisis kadmium
dan timbal secara spektrofotometri serapan atom nyala dalam rimpang
kunyit?
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
hasil parameter validasi metode analisis ketiga logam berat tersebut kepada
peneliti lain untuk dapat diaplikasikan sebagai pengawasan terhadap kandungan
ketiga logam berat tersebut dalam rimpang kunyit yang ada di pasaran.
D. Tujuan Penelitian
1. Melakukan validasi metode analisis kadmium dan timbal secara
spektrofotometri serapan atom nyala dalam rimpang kunyit.
2. Melakukan validasi metode analisis merkuri dengan Mercury Analyzer
dalam rimpang kunyit.
3. Menerapkan metode analisis yang telah divalidasi untuk penetapan
kandungan logam kadmium, timbal, dan merkuri dalam rimpang kunyit
yang ada di pasaran.
E. Tinjauan Pustaka
1. Kunyit
Kunyit merupakan tanaman dari spesies Curcuma longa Linn. sebagai
tanaman herba tropis asli dari Asia Tenggara (Gounder & Lingamallu, 2012).
Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah tropika maupun subtropika dan tumbuh
sepanjang tahun di daerah-daerah dataran rendah sampai dataran tinggi 2.000
meter di atas permukaan laut. Susunan tubuh tanaman kunyit terdiri atas akar,
rimpang, batang semu, pelepah daun, daun, tangkai muda, dan kuntum bunga
(Rukmana, 1994). Sistem perakarannya merupakan akar serabut berbentuk benang
yang menempel pada rimpang. Rimpang kunyit bercabang-cabang dengan bentuk
bulat panjang dan kulit rimpang berwarna kuning muda hingga jingga kecoklatan
sementara dagingnya berwarna kuning hingga jingga terang agak kuning.
Batangnya pendek dan semu dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup satu
sama lain. Daunnya tumbuh berjumbai dan berwarna hijau sementara kuntum
bunganya tumbuh tunggal berwarna putih pucat atau kuning. Klasifikasi kunyit
menurut Linnaeus adalah sebagai berikut (Anonimb, 2014).
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Zingiberidae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
dimanfaatkan sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna, dan kosmetik
(Rukmana, 1994). Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah
kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa kurkumin dan
turunannya dengan aktivitas biologisnya sebagai antibakteri, antioksidan, dan
antihepatotoksik. Sementara kandungan lainnya adalah air, protein, lemak,
mineral, serat kasar, karbohidrat, pati, karoten, dan tanin.
2. Logam berat
Logam berat merupakan unsur kimia dengan massa jenis lebih dari 5,0
g/cm3 (Furini, 2012). Berdasarkan informasi dari tabel periodik unsur, bahwa dari
109 unsur kimia terdapat 80 jenis logam berat di muka bumi ini (Widowati dkk.,
2008). Ada jenis logam berat tertentu yang dibutuhkan oleh organisme sebagai
mikronutrien antara lain adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain-lain. Sementara itu,
ada jenis logam berat yang belum diketahui manfaatnya dan dapat bersifat toksik
pada konsentrasi yang rendah, beberapa diantaranya adalah Hg, Cd, dan Pb.
Namun demikian, keberadaan dari jenis-jenis logam tersebut jika berlebihan juga
akan menimbulkan efek toksik (Furini, 2012).
Logam berat masuk ke dalam tanah melalui penggunaan pupuk dan
pestisida, penimbunan debu, hujan, pengikisan tanah, dan limbah industri
(Darmono, 1995). Mobilitas logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh
penyebaran akar dan mikroba dalam tanah (Furini, 2012). Logam berat masuk ke
dalam tanaman secara transeluler melalui membran plasma dari akar tanaman
untuk didistribusikan ke seluruh bagian tanaman melalui sistem transportasi
seluler tanaman. Hal tersebut menyebabkan akumulasi logam berat dalam bahan
pangan khususnya pada hasil pertanian yang akan masuk dalam sistem rantai
makanan (Widowati dkk., 2008). Secara umum, perjalanan logam sampai ke
tubuh manusia disajikan pada gambar 1 (Marganof, 2003; Klaassen dkk., 1986).
Bentos
Udara
Pertanian dan
peternakan
Fitoplankton
Zooplankton
Laut
Sungai
Air
minum
Kolam
Pangan,
tanaman, dan
hewan
Ikan
Manusia
Gambar 1. Perjalanan logam sampai ke tubuh manusia
secara lambat di dalam tubuh (Motarjemi dkk., 2014). Efek gangguan logam berat
terhadap kesehatan manusia tergantung dari lokasi ikatan logam berat tersebut
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik beberapa jenis logam berat
dapat menghalangi kerja enzim yang mengakibatkan terganggunya metabolisme
tubuh,
menyebabkan
alergi,
dan
bersifat
mutagenik,
teratogenik,
atau
a. Kadmium
Kadmium (Cd) adalah logam padat berwarna putih perak mengkilap, tidak
larut dalam basa, mudah bereaksi, dan menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan (Widowati dkk., 2008). Pada umumnya, Cd terdapat dalam kombinasi
dengan klor (CdCl2) atau dengan belerang (CdSO3). Logam ini memiliki potensial
elektroda negatif sehingga dapat larut dalam asam encer dengan melepaskan atom
hidrogen (Vogel, 1979). Dalam tabel periodik unsur, Cd termasuk dalam
golongan IIB dengan massa atom 112,41 dan valensi +2 (Claasen, 2001). Cd
memiliki nomor atom 48 dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d10 5s2. Cd memiliki
titik leleh 321oC dan titik didih 767oC.
Kadmium diantaranya biasa digunakan pada isolasi listrik di kendaraan
dan kapal terbang, pelapisan logam, sistem pencegahan kebakaran, kabel
transmisi, TV, bahan dasar pewarnaan keramik, fotografi, dan fungisida (Suharto,
2011). Kadmium secara alami terdapat dalam tanah vulkanik (Motarjemi dkk.,
2014). Kemungkinan kontaminasi dari kadmium terhadap tanah dapat terjadi
sebagai akibat dari aplikasi penggunaan produk dengan unsur kadmium maupun
dari cemaran udara atau air. Keberadaan kadmium dalam tanah dapat diserap oleh
tanaman.
Kadmium merupakan logam berat yang berefek fitotoksik bagi tanaman
(Furini, 2012). Keberadaan kadmium dalam tanaman dapat memasuki siklus
rantai makanan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kadmium
memiliki afinitas yang kuat terhadap hepar dan ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada sel hepar maupun ginjal (Widowati dkk,, 2008).
Efek kadmium terhadap kerapuhan tulang dan terjadinya proteinuria telah
dilaporkan pada tahun 1940-an (Nordberg, 2009). Penyakit itai-itai dengan gejala
kerapuhan tulang dan nyeri berat pada tulang sendi merupakan akibat dari efek
induksi kadmium terhadap terjadinya osteomalasia. Disamping itu, kadmium
dapat berikatan dengan sel darah merah dan protein. Interaksi antara kadmium
dengan protein dapat menyebabkan gangguan terhadap enzim yang berpengaruh
terhadap metabolisme tubuh (Darmono, 2001). Kadmium juga bersifat
teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik.
Semula metode yang dapat digunakan untuk analisis logam kadmium
adalah metode volumetri dan gravimetri (Vogel, 1989). Sementara dengan
dibutuhkannya metode analisis yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi, maka metode analisis yang digunakan sekarang ini adalah spektrofotometri
serapan atom nyala dan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry (GFAAS) yang umum digunakan untuk analisis logam kadmium, Direct Current
Plasma Atomic Emission Spectrometry (DCP-AES), Inductively Coupled Plasma
10
b. Timbal
Timbal (Pb) adalah logam padat berwarna abu-abu kebiruan mengkilat
serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Pb memiliki nomor atom 82 dengan
konfigurasi elektron adalah [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2 (Claasen, 2001). Pb memiliki
titik lebur 328oC dan titik didih 1740oC dan memiliki berat atom 207,20
(Widowati dkk., 2008).
Timbal merupakan logam berat yang paling berlimpah di muka bumi dan
lingkungan perairan (Furini, 2012). Namun timbal juga berasal dari kegiatan
manusia diantaranya adalah pertambangan, peleburan, bahan bakar, dan ledakan.
Timbal banyak digunakan dalam industri aki, menaikkan angka oktan bensin,
amunisi, serta industri paduan logam, pipa, dan solder (Suharto, 2011).
Paparan timbal terhadap manusia dapat terjadi melalui inhalasi dan saluran
pencernaan yang mempengaruhi kesehatan manusia khususnya pada anak-anak
(Hu dkk., 2014). Selain berasal dari akibat tindakan mengonsumsi makanan,
minuman maupun melalui inhalasi dari udara, paparan timbal juga bisa terjadi
melalui kontak kulit, mata, maupun parenteral (Widowati dkk., 2008). Pengaruh
timbal terhadap kesehatan anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Hal
tersebut ditunjukkan dari efek timbal terhadap sistem imun yang mempengaruhi
terjadinya asma pada anak-anak (Wells dkk., 2014). Timbal juga mempengaruhi
11
Spectrometry
(ICP-AES),
Inductively
Coupled
Plasma-Mass
Spectrometry (ICP-MS), dan kromatografi ion (Gennaro dkk., 2011; Beaty &
Kerber, 1993).
c. Merkuri
Merkuri (Hg) adalah logam cair berwarna putih perak dan mudah
menguap pada suhu ruangan (Widowati dkk., 2008). Hg memiliki nomor atom 80
dengan konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10 6s2 (Vogel, 1979). Merkuri dapat larut
dalam asam sulfat atau asam nitrit. Hg memiliki titik lebur -38,9oC dan titik didih
356,6oC.
Hg banyak digunakan dalam termometer, peralatan pompa vakum,
barometer, electric rectifier dan electric switches, lampu asap merkuri sebagai
sumber sinar ultraviolet, dan untuk sterilisasi air (Widowati dkk., 2008).
12
3. Digesti sampel
Dalam preparasi matriks sampel padat untuk analisis elemen sekelumit
(trace element), perlu dilakukan perubahan sampel padat tersebut menjadi sampel
larutan (Mester & Sturgeon, 2003). Digesti sampel termasuk salah satu dari
prosedur preparasi tersebut. Selain itu, digesti sampel dapat mendekomposisi
seluruh komponen organik dan membebaskan logam dari matriks sampel (Soylak
dkk., 2004). Metode yang umum digunakan untuk dekomposisi sampel adalah
pengabuan kering (dry ashing) dan digesti basah (wet digestion).
Pertimbangan
dalam
melakukan
pemilihan
metode
dekomposisi
13
pengabuan kering tidak sesuai untuk penguapan elemen logam seperti merkuri
(Hg) yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan.
Metode digesti basah merupakan metode dengan menggunakan larutan
asam sebagai agen pendekomposisi disertai dengan pemanasan (Mester &
Sturgeon, 2003). Metode ini dapat mengeliminasi gangguan-gangguan dari
adanya komponen selain analit dalam matriks sampel. Selain prosesnya yang lebih
cepat dan temperatur yang digunakan lebih rendah sehingga cocok untuk beberapa
elemen yang volatil, perlu dipertimbangkan bahwa temperatur yang digunakan
dalam metode digesti basah tidak boleh melebihi titik didih asam atau campuran
asam. Pertimbangan dalam pemilihan temperatur untuk metode digesti basah
adalah berdasarkan tabel II (Mester & Sturgeon, 2003).
Tabel II. Sifat fisik larutan asam mineral dan agen pengoksidasi dalam metode digesti basah
Komponen
Densitas
Titik didih
(oC)
122
110
Asam nitrat
Asam klorida
HNO3
HCl
63,01
36,46
(kg/L)
1,42
1,19
Asam fluorida
HF
20,01
1,16
112
Asam peklorat
Asam sulfat
Asam fosfat
HClO4
H2SO4
H3PO4
100,46
98,08
98,00
1,67
1,84
1,71
203
338
213
H2O2
34,01
1,12
106
Asam peroksida
14
15
konsentrasi elemen pada proses atomisasi dalam nyala (Erxleben, 2009). Absorpsi
atom dengan SSA tergantung pada banyaknya atom dalam keadaan azas.
a. Mekanisme pengukuran pada SSA nyala
Pada metode SSA nyala, sampel dalam bentuk larutan encer diaspirasikan
melalui pipa kapiler menuju ruang pembakar dengan proses nebulisasi
menghasilkan aerosol. Selanjutnya aerosol bercampur dengan gas pembakar dan
oksidan seperti campuran asetilen-udara dalam tempat sampel kemudian dibakar
pada nyala dengan temperatur 2125-2400oC. Selama proses pembakaran, elemen
atom yang akan dianalisis direduksi menjadi bentuk uap atom bebasnya pada
keadaan azas. Uap atom bebas tersebut dalam keadaan azas akan mengabsorpsi
cahaya pada panjang gelombang yang spesifik tergantung karakteristik elemen
atom yang akan dianalisis (Ma & Gonzalez, 1997; Beaty & Kerber, 1993).
Intensitas sinar yang diabsorpsi bergantung pada banyaknya atom dalam keadaan
azas sehingga proses atomisasi dalam nyala berpengaruh terhadap konsentrasi
analit yang akan diukur. Proses atomisasi pada nyala dapat dilihat pada gambar 2
(Beaty & Kerber, 1993).
M+ + A(larutan)
M+ + A(aerosol) 2
MA
(padat) 3
MA
(cair) 4
MA
(gas)
Mo + Ao
(gas)
16
1) Sumber sinar
Sumber sinar yang digunakan untuk diabsorpsi oleh atom harus
merupakan sinar dengan panjang gelombang yang spesifik untuk masing-masing
atom (Beaty & Kerber, 1993). Lampu katoda berongga sebagai sumber sinar
tunggal banyak digunakan pada SSA nyala (Kellner dkk., 1998). Lampu katoda
berongga merupakan tabung silinder yang di dalamnya terdapat anoda dan katoda
dan diisi oleh gas pengisi (neon atau argon) pada tekanan rendah. Proses emisi
sinar diawali oleh adanya tegangan potensial yang diberikan antara katoda dan
anoda sehingga menyebabkan gas pengisi terionisasi. Gas pengisi yang bermuatan
17
positif ini kemudian akan menabrak katoda sehingga elemen atom akan keluar dan
diubah menjadi uap atomnya. Uap atom dalam keadaaan azas tersebut akan
tereksitasi lalu memancarkan sinar dengan panjang gelombang yang sesuai
dengan elemen atom yang akan dianalisis (Beaty & Kerber, 1993).
Campuran gas
Temperatur (oC)
Udara-metana
Udara-gas alami
Udara-hidrogen
Udara-asetilen
1850-1900
1700-1900
2000-2050
2125-2400
N2O-asetilen
2600-2800
18
3) Monokromator
Monokromator diletakkan diantara nyala dan detektor (Mulja &
Suharman, 1995). Monokromator digunakan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dengan mengisolasi salah satu
garis resonansi yang sesuai dengan elemen atom dari beberapa garis resonansi
yang berasal dari sumber sinar (Welz & Sperling, 2005). Monokromator harus
mampu melewatkan panjang gelombang pada garis resonansi tertentu.
Monokromator kisi difraksi merupakan jenis monokromator yang umum
digunakan pada SSA (Cantle, 1982).
4) Detektor
Sinar dengan panjang gelombang spesifik yang telah dipilih oleh
monokromator kemudian masuk ke detektor. Detektor pada SSA berfungsi
mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik (Mulja & Suharman,
1995). Detektor yang banyak digunakan pada SSA adalah tabung penggandaan
foton (photomultiplier tube). Arus listrik dari tabung penggandaan foton
kemudian diamplifikasi dan diproses untuk menghasilkan sinyal
yang
menunjukkan besarnya absorpsi sinar yang terjadi pada sampel (Beaty & Kerber,
1993).
5) Readout
Readout merupakan sistem yang digunakan untuk mengubah sinyal yang
diterima dari detektor menjadi bentuk digital sehingga dapat mengurangi
19
20
dalam matriks sampel terdapat komponen yang dapat membentuk senyawa yang
stabil terhadap panas dengan analit, maka proses tersebut dipengaruhi oleh adanya
gangguan kimia. Hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan nyala dengan
temperatur yang tinggi menggunakan campuran gas nitrous oksida-udara (Beaty
& Kerber, 1993).
Gangguan ketiga terjadi pada saat penggunaan nyala dengan temperatur
yang tinggi. Jika terdapat tambahan energi terhadap atom, maka kemungkinan
dapat mengeksitasi atom ke dalam bentuk tereksitasi atau dapat melepas elektron
dari atom membentuk ion sehingga jumlah atom dalam keadaan azas yang akan
mengabsorpsi
sinar
berkurang.
Gangguan
ionisasi
dapat
dieleminasi
21
5. Mercury Analyzer
Prinsip pengukuran merkuri dengan Mercury Analyzer adalah berdasarkan
teknik uap dingin (cold vapor technique) karena atom bebas Hg ditemukan pada
temperatur kamar. Teknik ini termasuk dalam metode SSA tanpa pemanasan.
Pada teknik ini, Hg direduksi menjadi atom bebasnya oleh agen pereduksi yang
kuat seperti timah(II) klorida atau natrium borohidrida dalam sistem reaksi yang
tertutup. Penggunaan gelembung udara atau gas argon dalam larutan dimaksudkan
untuk mendorong uap atom bebas Hg menuju sel optik (Beaty & Kerber, 1993).
Ketika atom melewati sel optik kemudian mengabsorpsi radiasi dari sumber sinar
dengan panjang gelombang 253,7 nm, maka terjadi peningkatan absorbansi
terukur yang proporsional dengan konsentrasi Hg pada sel absorpsi (Shrader &
Hobbins, 2010).
Secara umum, instrumen Mercury Analyzer terdiri atas wadah sampel
(tempat proses reduksi raksa terjadi), pompa untuk udara atau gas pendorong
(argon atau nitrogen), sumber sinar berupa Electrodeless Discharge Lamp (EDL),
sel optik (tempat proses absorpsi atomik terjadi), monokromator, detektor, dan
bagian readout (Shrader & Hobbins, 2010). Sistem instrumentasi pada Mercury
Analyzer dapat dilihat pada gambar 4 (Anonimc, 2012).
22
23
b. Sensitivitas
Sensitivitas merupakan parameter yang menunjukkan besarnya kenaikan
respon analitik karena bertambahnya satu satuan konsentrasi. Sensitivitas diukur
dari tingkat kemiringan (slope) kurva kalibrasi. Sensitivitas metode memiliki
korelasi positif dengan tingkat kemiringan. Semakin tinggi tingkat kemiringan,
maka semakin tinggi sensitivitas metode (Utami, 2010). Sensitivitas metode juga
dinyatakan dengan nilai batas deteksi (Limit of Detection) dan batas kuantitasi
(Limit of Quantitation).
24
Menurut ICH, batas deteksi (LoD) merupakan jumlah terkecil analit yang
dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan dibandingkan dengan
respon blanko atau noise tetapi tidak dapat dikuantitasi sebagai nilai yang pasti
(Ermer & Miller, 2005; Miller & Miller, 2005). Sementara, batas kuantitasi (LoQ)
menurut ICH adalah konsentrasi terkecil dari analit dalam sampel yang dapat
dikuantitasi pada level presisi dan akurasi yang sesuai (Ermer & Miller, 2005).
c. Ketelitian (presisi)
Menurut ICH, presisi dinyatakan sebagai kedekatan dengan hasil diantara
serangkaian pengukuran dalam beberapa kali pengambilan sampel dari sampel
homogen yang sama pada kondisi yang dipersyaratkan (Ermer & Miller, 2005).
Presisi dapat dinyatakan sebagai berikut:
1) Keterulangan (repeatibility) yaitu ketelitian pada kondisi percobaan yang
sama (berulang baik orangnya, peralatan, tempat, maupun waktunya).
2) Presisi antara yaitu ketelitian pada kondisi yang berbeda, baik orang,
peralatan, tempat, atau waktunya.
3) Ketertiruan (reprodusibilitas) adalah presisi antara laboratorium satu
dengan laboratorium lainnya.
Presisi dapat dinyatakan dengan nilai simpangan baku relatif (RSD).
Kisaran nilai RSD yang masih diperbolehkan menurut ketentuan Horwitz dan
AOAC Peer Verified Methods Programe (PVM) berdasarkan level analitnya
disajikan dalam tabel IV (Gonzalez & Herrador, 2007).
25
Tabel IV. Nilai persentase RSD yang diterima menurut Horwitz dan menurut AOAC PVM
pada level analit tertentu
Satuan
% RSD Horwitz
% RSD AOAC
100%
1,3
10%
1%
2,8
4
1,8
2,7
0,1%
5,7
3,7
100 ppm
10 ppm
8
11,3
5,3
7,3
1 ppm
100 ppb
16
22,6
11
15
10 ppb
1 ppb
32
45,3
21
30
d. Ketepatan (akurasi)
Ketepatan (akurasi) menurut ICH dinyatakan sebagai kedekatan hasil
dengan nilai konvensi, nilai sebenarnya maupun nilai rujukan. Nilai akurasi dapat
diekspresikan sebagai nilai perolehan kembali (recovery) sebagai perbandingan
antara nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (Ermer & Miller, 2005). Dalam
penentuan nilai akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali
penetapan kadar dengan tiga konsentrasi yang berbeda (Anonim, 1994). Data
yang diperoleh selanjutnya dilaporkan sebagai nilai persentase perolehan kembali.
Kriteria ketepatan tergantung pada ketelitian metode dan konsentasi analit
dalam matriks. Nilai persentase perolehan kembali yang diperoleh dari hasil
validasi metode analisis, sebaiknya memenuhi rentang nilai persen perolehan
kembali (% recovery) yang masih diperbolehkan dan tidak menyimpang terlalu
jauh dari accepted true value. Menurut Gonzalez dan Herrador (2007),
26
Tabel V. Persentase perolehan kembali (recovery) yang diterima sesuai dengan level
konsentrasi analit
Satuan konsentrasi
100%
98-102
10%
1%
98-102
97-103
0,1%
95-105
100 ppm
10 ppm
1 ppm
90-107
80-110
80-110
100 ppb
10 ppb
80-110
60-115
1 ppb
40-120
F. Landasan Teori
Berhubungan dengan penetapan batas maksimum logam kadmium, timbal,
dan merkuri dalam rimpang kunyit masing-masing sebesar 0,2 mg/kg, 0,5 mg/kg,
dan 0,03 mg/kg (Anonim, 2009), maka diperlukan metode analisis yang dapat
menetapkan kandungan ketiga logam tersebut di bawah batas maksimum residu
dalam rimpang kunyit. Salah satu prosedur dekomposisi sampel kunyit untuk
analisis logam kadmium, timbal, dan merkuri yang cocok adalah metode digesti
basah. Untuk analisis logam kadmium dan timbal dapat digunakan SSA nyala,
27
28
melalui penggunaan agen pereduksi yang kuat seperti timah(II) klorida atau
natrium
borohidrida
untuk
selanjutnya
memasuki
sel
optik
kemudian
G. Hipotesis
1. Prosedur
validasi
metode
analisis
kadmium
dan
timbal
secara