Anda di halaman 1dari 14

Proposal Praktikum

OPTIMASI DAN VALIDASI SERTA PENETAPAN KADAR ZAT BESI (Fe) DALAM
DAUN BAYAM HIJAU (Amarantus hybridus L.) MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER VISIBEL

Disusun oleh:

Elisabeth Erika Chan 178114169

Feilycia Kristin Sugisun 178114170

Adventis Nona Theresa 178114171

Ni Kadek Nita Melina Oktavira 178114172

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malnutrisi yang timbul dari kekurangan zat gizi mikro mineral yang sangat penting
seperti zat besi (Fe) adalah masalah serius yang mempengaruhi hampir setengah dari
populasi dunia (Narain and Ilango, 2015). Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial
bagi tubuh, terutama dalam proses pembentukan darah yaitu sintesa hemoglobin. Zat besi
dalam tubuh manusia berperan dalam pembentukan sel darah merah ( Rohmatika ,2017).
Manusia normal membutuhkan sekitar 20-25mg zat besi per hari untuk
memproduksi sel darah merah. Jumlah zat besi yang diserap tubuh setiap hari sekitar 1 mg
atau setara dengan 10-20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Tubuh memiliki
mekanisme pengaturan keseimbangan zat besi. Pengaturan penyerapan zat besi tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Peningkatan penyerapan zat besi akan terjadi pada
kondisi kekurangan zat besi, misalnya anemia (Rohmatika ,2017).
Dalam memenuhi kebutuhan zat besi, seseorang biasanya mengkonsumsi
suplemen, akan tetapi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan zat besi dapat
dilakukan dengan konsumsi sayuran yang mengandung zat besi dalam menu makanan.
Bayam hijau memiliki manfaat baik bagi tubuh karena merupakan sumber kalsium,
vitamin A, vitamin E dan vitamin C, serat, dan juga betakaroten. Selain itu, bayam juga
memiliki kandungan zat besi yang tinggi untuk mencegah anemia. Kandungan mineral
dalam bayam cukup tinggi, terutama Fe yang dapat digunakan untuk mencegah kelelahan
akibat anemia (Rohmatika ,2017).
Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia defisiensi besi dan
anemia gizi dapat diketahui dari kadar hemoglobin seseorang. Kadar hemoglobin normal
63 pada pria dewasa 13 g/100 ml dan untuk wanita 12 g/100 ml. kekurangan besi banyak
dialami para ibu yang sedang mengandung,menyusui dan wanita yang sedang haid.
kelebihan Fe juga tidak baik, konsumsi Fe berlebihan berakibat pada meningkatnya
ferritin dan hemosiderin juga meningkat dalam sel hati. Hemosidirin akan masuk kedalam
sel parenkim organ lain misalnya pancreas, otot jantung, dan ginjal sehingga dalam
hemosiderin akan tertimbun dalam organ-organ tersebut dan merusak kerja organ
(Kasmira , 2018 )
Ada beberapa metode untuk menganalisis konsentrasi nutrisi dalam makanan.
Untuk konsentrasi yang lebih tinggi (lebih dari 1 mg/kg)dari bentuk zat besi, metode
kolorimetri dapat digunakan. Dalam penelitian ini, teknik spektrofotometri tiosianat
telah digunakan (Narain and Ilango, 2015). Metode ini memerlukan pengompleksan
sehingga dapat membentuk warna yang spesifik yang dapat terukur dalam
spektrofotometer visibel. Untuk meminimalkan gangguan analisis maka diperlukan
perlakuan awal yang tepat. Cara yang biasa dilakukan sebagai perlakuan awal adalah
destruksi. Destruksi perlu dilakukan sebelum analisis karena destruksi berfungsi untuk
menghilangkan atau memisahkan kandungan ion/senyawa lain (Kurniawati, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana metode yang digunakan dalam menetapkan kadar Fe (besi) pada sayur
bayam hijau?
1.2.2 Berapa banyak kadar Fe (besi) yang terdapat dalam sayur bayam hijau?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mampu menetapkan kadar Fe (besi) pada sayur bayam hijau menggunakan metode
spektrofotometri visible
1.3.2 Mampu menghitung jumlah kadar Fe (besi) pada sayur bayam hijau menggunakan
metode spektrofotometri visibel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Familia : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus hybridus L.

2.2 Besi (Fe)

Besi (Fe) merupakan unsur kimia dengan nomor atom 26 dan nomor massa
55,847 gram/mol. Besi berupa logam berwarna putih keperakan dengan titik lebur 535ºC
dan titik didih ± 3000ºC. Kelimpahan besi dalam kerak bumi berada pada urutan
keempat. Unsur ini memiliki bilangan oksidasi +2 dan +3 (Svehla, 1985).

2.3 Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-


unsurnya sehingga dapat dianalisa. Istilah destruksi dapat disebut juga perombakan, yaitu
dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik (Kristianingrum,
2012). Destruksi terbagi menjadi dua jenis yaitu destruksi kering dan destruksi basah.

2.3.1 Destruksi kering

Destruksi kering merupakan perombakan logam organik di dalam sampel menjadi


logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400 – 800ºC, tetapi suhu ini sangat bergantung pada
jenis sampel yang akan dianalisa. Untuk logam Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang terbentuk
adalah Fe2O3, FeO, CuO, dan ZnO. Oksida-oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam
pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisa menurut metode
yang digunakan. Destruksi kering merupakan sebuah prosedur dimana sampel yang telah
diketahui beratnya diletakkan pada sebuah krus, lalu dimasukkan ke dalam tanur yang
dipanaskan pada suhu tertentu. Krus umumnya terbuat dari platinum dan juga tersedia
krus yang terbuat dari porselen, silika, besi, dan nikel (Maria, 2009).

2.3.2 Destruksi basah

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam- asam kuat baik tunggal
maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Teknik
destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan
asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam mineral tersebut. Penambahan
asam mineral pengoksidasi dan pemanasan dapat mengoksidasi sampel secara sempurna,
sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk
dianalisa selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, HClO4
atau campuran dari ketiga asam tersebut, atau bisa juga dengan basa (seperti NaOH)
tergantung dari jenis sampel yang akan diukur (Anderson, 1987).

2.4 Spektrofometer UV – VIS

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam


menganalisa suatu larutan untuk menentukan konsentrasi dengan menggunakan sumber
radiasi elektromagnetik, dimana UV memiliki dengan rentang panjang gelombang
antara 190–780 nm (Khopkar, 1990). Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan analisa spektrofotometri UV-Vis adalah pemilihan pelarut. Pelarut yang
digunakan tidak hanya harus melarutkan suatu sampel tetapi juga tidak boleh menyerap
cukup banyak absorbansi, tidak terjadi interaksi dengan senyawa yang akan dianalisa,
dan kemurniannya harus tinggi (Underwood, 1999).

Cara kerja spektrofotometer UV-Vis adalah mengukur banyaknya energi yang


dihasilkan oleh elektron saat kembali ke keadaan semula setelah tereksitasi. Sumber
cahaya memancarkan cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik adalah kumpulan dari
beberapa spektrum warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Cahaya
polikromatik ini kemudian diubah menjadi cahaya monokromatik oleh monokromator.
Warna yang memiliki energi yang setara dengan energi minimum elektron untuk
tereksitasi akan diserap (adsorpsi) oleh sampel. Elektron yang tereksitasi semakin lama
semakin kehilangan energi hingga pada akhirnya kembali ke keadaan dasar yang lebih
stabil dari keadaan tereksitasi. Energi yang dilepas elektron memiliki jumlah yang sama
dengan energi yang diterimanya. Energi ini kemudian dikonversi oleh detektor menjadi
panjang gelombang warna komplementernya (Harisman, 2014).

2.5 Metode validasi

Metode analisa merupakan suatu metode penilaian terhadap parameter tertentu


berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan metode analisa yang digunakan
telah memenuhi syarat sesuai dengan tujuan pelaksanannya. Namun, untuk beberapa
tujuan, metode validasi terbatas untuk menunjukkan demonstrasi lainnya dimana
penetapan metode hasil kriteria bergantung pada pengembangan kondisi laboratorium
atau metode ekivalensi (Atmajadiningrum, 2014).

2.6 Akurasi

Akurasi adalah suatu tindakan persetujuan berdasarkan hasil analitik tunggal


dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya menunjukkan derajat kedekatan hasil dan
umumnya dinyatakan dengan % recovery. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat akurasi yang baik, antara lain peralatan yang dikalibrasi, pereaksi dan pelarut
yang baik, pengontrolan suhu, dan pengontrolan yang cermat sesuai prosedur
(Atmajadiningrum, 2014).

2.7 Presisi

Presisi adalah suatu tindakan persetujuan antara hasil perhitungan dengan hasil
penentuan pengulangan pada metode analitik yang sama. Umumnya, presisi dari metode
analitik dinyatakan dalam standar deviasi (s), standar deviasi standar (RSD), dan
koefisien variasi (CV). Berikut ini adalah persamaan dari masing-masing presisi :

s = √S2 S2 = ∑(x−x)2 : n−1

s s
RSD = X 1000 CV = X 100%
x x

Keterangan :
S = simpangan baku x = hasil perhitungan masing-masing
x = hasil perhitungan rata-rata n = jumlah pengulangan

Metode analitik dapat dikatakan mempunyai presisi yang bagus apabila


mempunyai harga RSD < 20 ppt atau CV < 2 %(Atmajadiningrum, 2014)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental karena tidak ada
perlakuan terhadap subjek uji.
3.2 Variabel
3.2.1 Variabel Bebas : tempat pengambilan sayur bayam hijau.
3.2.2 Variabel Terikat : Kadar Fe dalam sayur bayam hijau
3.2.3 Variabel Pengacau Terkendali :
3.2.4 Variabel Pengacau Tak Terkendali :
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
 Kertas saring
 Alumunium foil
 Erlenmeyer
 Gelas beker 100 ml; 500 ml
 Gelas ukur 250 ml
 Labu takar 10 ml; 25 ml; 50 ml; 100 ml; 250 ml
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet ukur 1 ml; 5 ml 10.Pipet volume 5 ml
 Glass firn
 Pipet tetes
 Sendok
 Batang pengaduk
 Magnetic stirrer
 Corong
 Baskom
 Loyang besar
 Ayakan
 Blender
 Hot plate
 Neraca analitik
 Oven
 Spektrofotometer Visibel + Kuvet
3.3.2 Bahan
 FeCl3
 AquaDM
 KSCN
 HCl
 K2Cr2O7 teknis 30 g
 Aquadest
 H2SO4 pekat
 Daun bayam hijau (Amarantus hybridus L.)
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pengumpulan Daun Bayam Hijau (Amarantus hybridus L.)
Daun bayam hijau (Amarantus hybridus L.) didapatkan dari penjual sayur di
pasar Stan Yogyakarta.
3.4.2 Pembuatan Simplisia dan Serbuk Simplisia Daun Bayam Hijau (Amarantus hybridus
L.)
Daun bayam hijau sebanyak 500 gram disortasi dan dicuci dengan
menggunakan air bersih. Setelah itu daun bayam tersebut kemudian dipotong-potong
dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama ±120 menit. Setelah daun
bayam kering, kemudian diserbukkan menggunakan blender dan diayak
menggunakan ayakan mesh 40.
3.4.3 Destruksi Sampel
Sejumlah 1-5 gram bagian dari sample yang bisa dimakan ditimbang, sample
akan dicincang halus untuk tujuan pengabuan sampel. Sampel yang telah ditimbang
kemudian dicincang halus dan dipanaskan dalam wadah stainless steel diatas hot plate
dengan suhu 200-240 derajat celcius. Langkah ini dilakukan diruangan berventilasi.
Waktu proses pemanasan beragam tergantung dari jumlah sampel dan berdasarkan
penilaian sampel mana yang dapat terbakar menjadi abu. Sampel
dipanaskan/dikeringkan berdasarkan sampai terlihat keabu-abuan dan kemudian
sampel diserbuk menggunakan mortar dan stamper. Setelah sampel dingin, kemudian
dipindahkan ke gelas beker 100 mL dan Fe(III) dari abu dilarutkan dalam 10-30 mL
HCl 2 M. Larutan abu kemudian diadung menggunakan batang pengaduk selama 5
menit kemudian disaring.
3.4.4 Pencucian Alat-alat Gelas
Larutkan Na-dikromat ke dalam gelas kimia pyrex 500 ml yang berisi 15 ml
air sampai diperoleh larutan jenuh A. Alirkan asam pekat (secara hati-hati dan
perlahan lewat batang pengaduk) kedalam larutan jenuh A, sambil sesekali diaduk
perlahan, sampai seluruh asam pekat habis. Setelah larutan dingin, larutan siap
digunakan. Alat gelas direndam menggunakan asam pencuci selama 24 jam. Setelah
24 jam, alat gelas diambil dan dicuci menggunakan air mengalir (tanpa disabun).
Setelah bersih kemudian dibilas menggunakan HCl 1% dan kemudian dibilas lagi
dengan alkohol 70%. Alat gelas yang sudah bersih dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan atau dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 80°C.
3.4.5 Pembuatan Larutan Stok FeCl3 0,001 M (sebagai larutan baku Fe)
Larutan stok 0,001 M FeCl3 dibuat dengan menimbang 0,0162 g FeCl3 dan
dilarutkan dengan aqua DM dalam gelas beaker 50 mL, setelah itu diikuti dengan
penambahan 5 mL HCl pekat. Kemudian larutan campuran FeCl3 dan HCl pekat
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan hingga batas tanda
menggunakan aqua DM.
3.4.6 Pembuatan Larutan Stok KSCN 1,5 M (sebagai pereaksi kolorimetri)
Sebanyak 36,443 g KSCN ditimbang dan dilarutkan dengan aqua DM dalam
beaker glass 50 ml. Kemudian larutan dimasukkan kedalam labu takar 250 mL dan
diencerkan hingga batas tanda dengan menggunakan aqua DM.
3.4.7 Pembuatan Larutan Stok HCl 2 M
Sebanyak 42,5 mL diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan
ditambahkan aqua DM hingga tanda batas.
3.4.8 Optimasi Metode
3.4.8.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
1 mL larutan stok FeCl3 0,001 M dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL.
Kemudian ditambah dengan 3 tetes larutan larutan KCNS 1,5 M dan ditambahkan
aquadest sampai tanda batas, dihomogenkan. Absorbansi dibaca pada rentang
panjang gelombang 380-780 nm.
3.4.8.2 Penentuan Operating Time
1 mL larutan stok FeCl3 0,001 M yang sudah dibuat dimasukkan ke dalam labu
takar 50 mL. Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan KCNS 1,5 M dan
ditambahkan Aqua DM sampai tanda batas. Absorbansi larutan dibaca pada setiap
1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, sampai dengan 30 menit pada panjang
gelombang maksimum.
3.4.8.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Tujuh larutan disiapkan dan masing-masing memiliki molaritas 0,5x10-4 M , 1x10-4
M , 1.5x10-4 M , 2x10-4 M, 2.5x10-4 M, 3x10-4 M dan 4x10-4 M. Larutan tersebut
dibuat dengan mengambil 0,5;1 ml; 1,5 ml; 2 ml;, 2,5 ml; 3 ml; dan 4 ml larutan
0,001 M FeCl3 yang dituang ke dalam labu takar 10 ml. Masing – masing labu
takar ditambahkan dengan larutan 2 M HCl. Setelah itu, 5 mL KSCN 1,5 M
ditambahkan ke masing-masing larutan dan dicampur dengan cara memutar
tabung reaksi. Dengan mencairkan 10 mL larutan hingga 15 mL menyebabkan
konsentrasi berkurang 2/3 dari nilai molaritas yang sebenarnya . Dengan demikian,
nilai yang dibaca oleh spektrofotometer adalah untuk dua pertiga dari konsentrasi
aktual. Setelah menambahkan KSCN, absorbansi diukur segera karena nilai
absorbansi dapat mempengaruhi warna larutan menjadi pudar dalam waktu 15-20
menit.
3.4.9 Validasi Metode
3.4.9.1 Akurasi
Akurasi ini dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Data yang digunakan diperoleh dari nilai absorbansi yang didapat
pada metode adisi baku,dicari konsentrasinya dengan persamaan kurva baku.
Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan cara:

Persen perolehan kembali dihitung untuk masing-masing konsentrasi.


Keterangan:
CF = kadar logam di dalam sampel setelah penambahan baku
CA = kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
3.4.9.2 Presisi
Presisi dapat dinyatakan sebagai koefisien variasi (KV). Data yang digunakan
diperoleh dari konsentrasi yang di dapat dari nilai absorbansi pada metode adisi
baku, dibuat kurva baku. Koefisien variasi (KV) dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
s
CV = X 100%
x
Koefisien Variasi dihitung untuk masing-masing konsentrasi.
Keterangan:
KV = koefisien variasi
S = standar deviasi
X = kadar rata-rata sampel

3.4.9.3 Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)
Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) dapat ditentukan
dengan menggunakan data penetapan kurva baku dan dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
SD = simpangan baku residual
B = slope (kemiringan) dari kurva baku
3.4.10 Penetapan Kadar Fe(III) pada Bayam
Larutan sampel diambil sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Sebanyak 5 mL larutan KSCN 1,5 M ditambahkan dan dihomogenkan
dengan memutar tabung. Larutan didiamkan selama OT yang didapatkan. Larutan
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri visible dengan panjang
gelombang maksimal yang telah didapatkan sebelumnya. Dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson. 1987. Samples Pretreatment and Separation. New York : John Wiley and Sons Inc.

Atmajadiningrum, Irma. 2014. Pengaruh Penambahan Ion K+ dalam Analisa Besi(II) dengan
Destruksi Basah dan Kering dengan Spektrofotometri Serapan Atom. Medan : USU.
Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

Harmita,. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian vol 1 (3).

Kasmira.,Lahming.,Fadillah,R.,2018.Analisis Perubahan Komponen Kimia Keripik Bayam Hijau


(Amarathus Tricolor . L) Akibat Proses Penggorengan. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. Vol 4

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Kristianingrum, Susila. 2012. Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya.

Maria, Sanni. 2009. Penentuan Kadar Logam Besi dalam Tepung Gandum dengan Cara
Pengompleks 1,10- Fenantrolin pada pH 4,5 menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Surabaya : FMIPA ITS.

Narain, R., and Ilango,V.,2015.Analysisof Iron Contentof Selected Vegetarian Food Items in
Dubai, UAE. International Journal of Science, Environment, and Technology, 4(3), 543-
552.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Universitas Negeri
Yogyakarta.

Rohmatika,D.,Umarianti,T.,2017.Uji Laboratorium Pengukuran Kandungan Zat Besi (Fe)Pada


Ekstrak Bayam Hijau (Amarathus Hybridus L). Jurnal Maternal. Vol 2(2)

Svehla, G. 1985. Vogel : Buku Teks Analisa Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

Anda mungkin juga menyukai