Laboratorium Dasar
Disusun oleh:
Kelompok: B-4
ASISTEN:
Putri Mardhatillah 1604103010034
DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Mahidin, ST., MT. 195901151985031003
DASAR TEORI
NPM : 1904103010016
Besi merupakan salah satu logam berat dalam kadar rendah yang sering
ditemukan di air. Standar konsentrasi maksimum besi di dalam air minum sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2017 yaitu 1 mg/L. Jika kadar Fe
melebihi batas dari yang ditetapkan pemerintah dikonsumsi secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama, maka dapat mengakibatkan sirosis pada hati,
hemochromatosis, diare, lethargy, coma, irritability, seizures, dan sakit perut. Selain
itu, Fe yang terakumulasi didalam alveoli menyebabkan berkurangnya fungsi paru-
paru hingga menyebabkan kematian (Andini, 2018).
Besi adalah unsur terbanyak kedua, secara luas dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Besi memiliki dua tingkat bilangan oksidasi (Biloks) dalam
persenyawaan, yakni +2 dan +3. Umumnya besi cenderung membentuk senyawa
oksida dengan biloks +3 dibandingkan dengan biloks +2, serta memungkinkan
membentuk senyawa kompleks stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. Sehingga
diperlukan agen pereduksi yang dapat mengubah Fe3+ (Ferri) menjadi Fe+2 (Ferro),
diantaranya seng, sulfit, hidrazin, ion Sn2+, hidrokuinon, hydrogen sulfide,
hidroksilamin klorida, asam askorbat serta natrium thiosulfate. Penentuan besi sendiri
memiliki arti yang sangat penting bagi lingkungan, hidrogeologi, proses kimia serta
kesehatan masyarakat (Anjasari dan Sugiarso, 2015).
Logam berat dibagi kedalam dua jenis, yaitu logam berat esensial dan logam
berat non esensial. Logam berat esensial adalah logam dalam jumlah tertentu yang
sangat dibutuhkan oleh organisme, dalam jumlah kelebihan dapat menimbulkan efek
toksik. Yang termasuk dalam logam berat esensial contohnya Zn, Cu, Fe, Co, dan
Mn. Logam non esensial adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh namun
masih belum diketahui manfaatnya, contohnya Pb, Hg, Cd, dan Cs (Hasni dan Ade,
2016).
Metode spektrofotometri UV-Vis memerlukan pengompleks sehingga dapat
membentuk warna yang spesifik yang dapat terukur dalam spektrofotometer UV-Vis.
Untuk meminimalkan gangguan analisa, maka diperlukan awal yang tepat. Cara yang
biasa dilakukan sebagai perlakuan awal adalah destruksi. Destruksi diperlukan
sebelum analisa karena destruksi berfungsi untuk meghilangkan atau memisahkan
kandungan ion lain (Kurniawati dan Sugiarso, 2016).
Spektroskopi ultraviolet (UV) teknik fisik spektroskopi optik yang
menggunakan cahaya dalam rentang sinar tampak, ultraviolet, dan inframerah dekat.
Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa absorbansi larutan berbanding lurus
dengan konsentrasi spesies penyerap dalam larutan dan panjang alur. Dengan
demikian untuk panjang jalur yang tetap, spektroskopi UV/VIS dapat digunakan
untuk menentukan konsetrasi penyerap dalam suatu larutan. Spektrometer ultraviolet
terlihat telah digunakan secara umum selama 35 tahun terakhir dan selama periode
ini telah menjadi instrumen analitis yang paling penting di laboratorium modern.
Dalam banyak aplikasi, teknik lain dapat digunakan tetapi tidak ada yang dapat
menyaingi spektrometri UV-Vis karena kesederhanaanya, keserbagunaannya,
kecepatannya, keakuratannya dan efektifitas biaya (Sha dkk., 2015).
Nama : Muhammad Raqib
NPM : 1904103010013
NPM : 1904103010019
Besi merupakan salah satu logam berat dalam kadar rendah yang sering
ditemukan. Besi (Fe) juga merupakan unsur terkecil yang terdapat pada proses
biokimia. Fe memiliki bilangan oksidasi 2+ dan 3+ yaitu Fe (II) dan Fe (III).
Meskipun menjadi elemen ke empat yang sangat melimpah di kerak bumi, namun Fe
sukar tersedia pada tanah yang netral dan basa. Fe (III) kelarutan (pengasaman
rizosfer dan pelepasan senyawa penghkelat), lalu reduksi Fe (III) menjadi Fe (II)
melalui aktivitas enzim. Dalam kondisi mikronutrien terbatas kesediaan mekanisme
tersebut dapat ditingkatkan baik tingkat biokimia dan transkripsi memungkinkan
untukmeningkatkan fluks serapan (Valentinuzzi dkk., 2020).
Besi (Fe) memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu ion besi(II) dan ion besi(III).
Ion Fe3+ dapat direduksi menjadi ion Fe2+ dengan cara menambahkan beberapa
reduktor, seperti Na2S2O3 atau hidroksilamin hidroklorida (NH2OH.HCl). Setelah
direduksi, kemudian ion Fe2+ dapat membentuk kompleks dengan pengompleks
1,10-fenantrolin, absorbansinya dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Sebaliknya, ion Fe2+ dapat dioksidasi menjadi ion Fe3+ dengan
penambahan oksidator, salah satunya adalah dengan penambahan HNO3. Larutan besi
(III) dapat dikomplekskan dengan pengompleks tiosianat (CNS- ) sebelum diukur
absorbansinnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Khasanah dan
Sunarto, 2018).
Logam berat terbagi menjadi dua jenis, yaitu logam berat esensial dan logam
berat non esensial. Logam berat esensial merupakan suatu logam dalam jumlah
tertentu yang sangat dibutuhkan oleh oraganisme, namun jika ia berlebihan akan
dapat menimbulkan efek toksik. Yang termasuk dalam logam berat esensial
contohnya seperti Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn. Sedangkan untuk logam non esensial
merupakan suatu logam yang keberadaannya dalam tubuh namun masih belum
diketahui manfaat dari keberadaannya, contohnya seperti Pb, Hg, Cd, dan Cs (Hasni
dan Ade, 2016).
Monokrom
Sample Detector
ator
(Ashfaque dkk., 2017).
Besi merupakan salah satu logam dengan kelimpahan terbesar di kulit bumi
setelah Aluminium, walaupun jumlah dalam tubuh sedikit yaitu sekitar 0,006% dari
berat tubuh. Namun besi memegang peranan penting bagi tubuh (Ariyanti dan Djarot,
2018).
Metode pengukuran kadar besi dalam suatu sampel cukup beragam, selain
AAS dan Kromatografi, pengukuran kadar Fe dapat pula dilakukan menggunakan
spektrofotometer sinar tampak atau UV-Vis. Metode ini merupakan teknik
pengukuran berbagai logam analit, komponen senyawa organik dengan ikatan
konjugasi, dan makromolekul yang simpel, cepat, akurat, presisi, murah, efektif, dan
efisien (Kakhki dan Kakeh, 2017)
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: Jumlah
1. Bola Hisap 1 Buah
2. Gelas Beker 100 mL 1 Buah
3. Kuvet 2 Buah
4. Labu Ukur 10 mL 6 Buah
5. Labu Ukur 100 mL 1 Buah
6. Labu Ukur 20 mL 5 Buah
7. Mikro Pipet 1 μL 1 Buah
8. Pipet Ukur 5 mL 1 Buah
9. Spektrofotometer UV-Vis 1700 1 Unit
2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah: Jumlah
1. NH4Fe(SO4)2.12H2O Secukupnya
2. K2S2O8 Secukupnya
3. Larutan KCNS 10% Secukupnya
4. Aquadest Secukupnya
5. Sampel Sintetik I Secukupnya
6. Sampel Sintetik II Secukupnya
7. Sampel Sintetik III Secukupnya
8. Sampel Air Sumur Secukupnya
BAB III
PROSEDUR KERJA
BAB IV
DATA PENGAMATAN
Tabel 4.1 Nilai Absorbansi pada Konsentrasi 3,00 ppm pada Panjang Gelombang
tertentu.
No Panjang Gelombang (nm) Nilai Absorbansi
1 400 0,138
2 410 0,164
3 420 0,189
4 430 0,211
5 440 0,229
6 450 0,242
7 460 0,250
8 470 0,253
9 480 0,250
10 490 0,241
11 500 0,226
Tabel 4.2 Nilai Absorbansi pada konsentrasi Fe Standar dengan panjang gelombang
470 nm.
No Konsentrasi Larutan Standar (ppm) Nilai Absorbansi
1 0,0 0,00
2 0,5 0,0225
3 1,0 0,0732
4 1,5 0,1249
5 2,0 0,1519
6 2,5 0,2239
7 3,0 0,2522
Tabel 4.3 Nilai absorbansi pada sampel dengan panjang gelombang 470 nm.
No Sampel Nilai Absorbansi
1 I 0,00195
2 II 0,18030
3 III 0,32813
4 Air sumur 0,01477
BAB V
PEMBAHASAN
0.25
f(x) = 0.04 x − 0.06
0.2 R² = 0.99
Absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Konsentrasi (ppm)
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Nilai Absorbansi dan Konsentrasi serta % Error pada
Sampel
Konsentrasi (ppm)
No Sampel Absorbansi
Sebenarnya Perhitungan %Error
1 Sampel I 0,00915 1 1,4649
2 Sampel II 0,18030 2 5,3371
3 Sampel III 0,32813 3 8,6816
4 Air Sumur 0,00415 - 1,3518 -
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anjasaari, N., dan Djarot, S. R. 2015. Analisa Gangguan Ion Merkuri (II) terhadap
Kompleks Besi (II)-Fenantrolin Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-
Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(2):2337-3520.
Anjasari, N dan Sugiarso, R. D. 2015. Analisa Gangguan Ion Merkuri (II) Terhadap
Kompleks Besi (II) Fenantrolin Menggunakan Metode Spektrofotometri
UV-Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(2): 139-142.
Ariyanti, D., dan Djarot, S. 2018. Optimasi pH Larutan Penyangga dan Pereduksi
K2C2O untuk Penentuan Kadar Fe(II)-1,10-fenantrolin secara
Spektrofotometri Sinar Tampak 4. Akta Kimia Indonesia. 3(2) : 190-202.
Ashfaque, M., Muhammad, R. I., dan Ismat, J. F. 2017. Development and Validation
of Low-Cost Visible Light Spectrophotometer. Journal of Science. 52(3): 117-
123
Budianti, T., Djarot S. KS, R., dan Suprapto, S. 2017. Analisis Perbandingan
Pengaruh Campuran ION Cu2+ dan Ni2+ Pada Penentuan Kadar Fe Sebagai
Fe (II)-Fenantrolin. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(2): C25-C30.
Hasni, N, A, M dan Ade, M, M. 2016. Penetapan Kadar Logam Besi (Fe) pipa Air
Sumur Galian Warga sekitar Industri “X” Kecamatan Panjang dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Analisis Farmasi. 1(3): 163-168.
Hou, X., Feipeng Xiao, Rui Guo, Qian Xiang, Tao Wang, dan Jiayu Wang. 2019.
Application of Spectrophotometry on Deteching Asphalt Content of
Emulsifield Asphalt. Journal of Cleaner Production. 215.626-633.
Hou, X., Xiao, F., Wang, J., dan Amirkhanian, S. 2018. Identification of Asphalt
Aging Characterization by Spectrophotometry Technique. Fuel. 226(1): 230-
239.
Kakhki, R. M., dan Kakeh, F. 2017. Extraction and Determination of Rose Bengal in
Water Samples by Dispersive Liquid-Liquid Microextraction Coupled to UV-
Vis Spectrophotometry. Arabian Journal of Chemistry. 10(2): S2518-S2522.
Khasanah, S, R, N dan Sunarto. 2018. Perbandingan Validasi Metode Analisis Ion
Besi Secara Spektrofotometri Sinar Tampak dengan Pengompleks KCSN dan
1,10-Ortofenantrolin. Jurnal Kimia Dasar. 7(3): 105-115.
Nadhira, V., Endang, J., Lidzikri, I. F., dan Rizky, T. W. 2017. Alat Ukur Portabel
Kadar Logam Mangan dan Besi Dalam Air Menggunakan Prinsip
Spektrofotometer. Jurnal Otomasi Kontrol dan Instrumentasi. 9(2): 71-80.
Sha, R. S., Rutuja, R. S., Rajashri, B. P., dan Pranit, P. G. 2015. UV-Visiable
Spectroscopy A review. International Journal of Institutional Pharmacy and
Life Sciences. 5(5): 490-505.
Sugiarso, D., Pranata, A. E., Suprapto, S., dan Juwono, H.2018. Pengaruh gangguan
campuran ion As3+ dan ion Mn2+ pada analisis besi (II) dengan pengomplek
fenantrolin secara spektrofotometer UV-Vis. Akta Kimia Indonesia. 3(2) :203-
221.
Valentinuzzi, F., Young Pii, Porfido Carlo, Terzano Roberto, Maria Chiara
Fontanella, Gian Maria Beane, Stefania Asfolfi, Tanja Mimmo, dan Stefano
Gesco. 2020. Root-Shoot-Root Fe Translocation in Cucumber Plants Grown
in a Heterogeneous Fe Provision. Plant Science. 293.293-296.
Wulandari, T., dan Sri, W. 2018. Analisis Kandungan Fe (II) Air Selokan di Sekitar
TPA II Kelurahan Karya Jaya Musi 2 Palembang dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. 2(2):15-21.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN DATA
A.1 Pengenceran Larutan Baku 1000 ppm menjadi 10 ppm dalam 100 mL
aquadest
M1.V1 = M2.V2
1000 ppm . V1 = 10 ppm . 100 ml
V1 = 1 ml
A.2 Menghitung Pengenceran Setiap Konsentrasi.
1. Konsentrasi 0 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 0 ppm × 10 mL
V1 = 0 mL
2. Konsentrasi 0,5 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 0,5 ppm × 10 mL
V1 = 0,5 mL
3. Konsentrasi 1,0 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 1,0 ppm × 10 mL
V1 = 1,0 mL
4. Konsentrasi 1,5 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 1,5 ppm × 10 mL
V1 = 1,5 mL
5. Konsentrasi 2,0 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 2,0 ppm × 10 mL
V1 = 2,0 mL
6. Konsentrasi 2,5 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 2,5 ppm × 10 mL
V1 = 2,5 Ml
7. Konsentrasi 3,0 ppm.
M1 × V1 = M2 × V2
10 ppm × V1 = 3,0 ppm × 10 mL
V1 = 3,0 mL