Anda di halaman 1dari 2

Sikap Fanatisme dan Toleransi

Apa itu fanatisme? Apa itu toleransi? Keduanya sama-sama sebuah sikap yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, namun kedua sikap ini sering menjadi bahan perdebatan,
manakah yang paling baik untuk dilakukan, terutama dalam kehidupan antar umat beragama.
Banyak pandangan berbeda-beda mengenai sikap fanatik dan toleran dalam kehidupan umat
beragama, ada yang menganggap sikap fanatik itu lebih buruk dibandingkan toleran, namun
ada pula yang menganggap bahwa sikap fanatik itu tidak salah atau sama bagusnya dengan
sikap toleran. Namun benarkah salah satu pernyataan tersebut? Bagaimana realisasinya dalam
permasalahan sosial yang tengah terjadi selama ini, khususnya di negara Indonesia?
Apa itu fanatisme?
Dalam kamus besar Indonesia, fanatisme diartikan sebagai keyakinan (kepercayaan) yang
terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dsb). Fanatisme sebenarnya tidak buruk juga,
asal tepat pada sasaran atau tergantung konteksnya; sikap fanatik pada kehidupan umat
beragama sah-sah saja atau baik bila sikap itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa merugikan
orang lain, contoh: Saya percaya berTUHAN itu tidak perlu beragama dan saya tidak
memaksakan mereka harus ikut dengan cara berpikirku, apakah (sebenarnya) ada yang
merasa rugi? Mungkin saja para pendeta atau jemaat merasa rugi karena pendapatan atau
jumlah orang mereka berkurang.
Lalu apakah sikap fanatisme itu merugikan? Bisa ya, bisa tidak, tergantung dari konteksnya,
apakah ketika saya mengkritik sebuah agama itu merugikan, sedangkan saya sendiri juga
membebaskan mereka untuk mengkritik saya (hanya sekedar mengkritik, tidak sampai
membakar rumah ibadah)? Memang sebuah kritikan bisa memicu sebuah konflik, namun itu
seharusnya bisa diatasi dengan sikap toleran terhadap fanatisme orang lain. Fanatisme hanya
bisa diimbangi dengan adanya toleransi, bukan fanatisme juga.
Apa itu toleransi?
Toleransi adalah sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Sikap toleran pada kehidupan umat beragama sangat
diperlukan untuk tetap menjaga terjalinnya sebuah hubungan baik dan kerukunan antar umat
beragama; toleransi yang berlebihan juga tidak baik, toleransi juga harus memiliki batasan.
Toleransi yang tidak memiliki batasan, bisa memperburuk keadaan, contoh: Ketika kehidupan
umat beragama sedang kacau, yang dimana terjadi banyak intimidasi terhadap salah satu
agama atau pembakaran rumah-rumah ibadah, apakah hal-hal semacam ini masih bisa
diberikan toleransi terus-menerus? Dimanakah hukum-hukum negara yang (KATANYA)
melindungi kebebasan individu untuk hidup beragama tanpa adanya ancaman?

Fanatisme dan toleransi terbentuk


Pembentukan sikap fanatisme dan toleransi setiap individu tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhi, seperti adanya pengalaman pribadi yang meninggalkan kesan kuat dan
mungkin melibatkan emosional manusia, faktor kebudayaan dimana individu tersebut
berkembang juga sangat mempengaruhi pembentukan kedua sikap ini. Umumnya individu
tersebut juga akan menentukan sikap yang sama dengan orang-orang yang dianggap penting,
contohnya orangtua, saudara, pacar, suami/istri, teman dekat, atau pemimpinnya.
Kesimpulannya?
Fanatisme dan toleransi bukanlah dua hal yang bisa dipisahkan, keduanya saling melengkapi
dan berjalan beriringan, agar hidup ini dapat seimbang.

Anda mungkin juga menyukai