Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN PERPAJAKAN

Aspek Akuntansi dan Pajak Leasing

Anggota Kelompok:
Endah Novitasari

14/375300/EE/06863

Erdhiani Dwi Purnami

14/375405/EE/06959

Reyhana Ulfa RR

14/375363/EE/06925

Dosen:
M. Nurkholis, Ak., CA., BKP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2015

PENGERTIAN LEASING
Menurut PSAK 30, sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai
imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
Lessor adalah pemilik aset yang memberikan hak penggunaan kepada pihak lessee. Lessee
adalah pihak yang diberi hak untuk menggunakan aset dalam periode yang disepakati.
KLASIFIKASI SEWA
Transaksi sewa mengalihkan hak penggunaan suatu aset dari pihak lessor kepada
lessee dalam periode yang disepakati. Dalam pengalihan hak penggunaan tersebut apakah
disertai dengan pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan kepada pihak
lessee. Jika manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan berpindah dari lessor kepada
lessee, maka pihak yang mendapatkan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan, dari
pihak lessor adalah lessee. Perlakuan akuntansi bagi pihak lessee yang mendapatkan manfaat
dan risiko kepemilikan atas aset tersebut, maka lessee akan mengakui aset di neraca lessee.
Sebaliknya bagi pihak lessor jika tidak memperoleh manfaat dan risiko kepemilikan yang
tidak signifikan, maka lessor tidaksi mengakui aset atas aset yang disewakan kepada pihak
lessee.
Atas dasar pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan aset, akuntansi membedakan
transaksi sewa menjadi :
a. Sewa operasi (operating lease)
Transaksi sewa dikelompokkan ke dalam sewa operasi jika dalam perjanjian transaksi
tidak ada pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor
kepada pihak lessee. Misal transaksi sewa dimana pihak lessor menyewakan bangunan kantor
kepada lessee selama 2 tahun. Umur ekonomis bangunan ditaksir selama 10 tahun. Dalam
transaksi sewa ini, manfaat dan risiko kepemilikan aset berpindah kepada pihak lesse dalam
periode yang tidak signifikan.
b. Sewa pembiayaan (finance lease) atau Capital lease
Transaksi sewa dikelompokkan dalam sewa pembiayaan jika transaksi sewa tersebut
mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor kepada pihak
lessee. Misalnya jika transaksi sewa pada butir a di atas, pihak lessee menyewa selama 10
tahun, maka selama umur ekonomis bangunan kantor tersebut dimanfaatkan oleh pihak
lessee. Maka lessee yang mendapatkan seluruh manfaat dan risiko kepemilikan atas bangunan

kantor tersebut. Transaksi sewa ini mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan kepada
pihak lessee.
AKUNTANSI SEWA OPERASI
Transaksi sewa operasi, lessor tidak mengalihkan secara signifikan manfaat dan
risiko kepemilikan aset kepada pihak lessee. Dalam hal ini lessor tetap menahan manfaat dan
risiko kepemilikan aset tersebut. Sehingga lessor akan tetap mengakui kepemilikan aset dan
mencatat aset yang disewakan tersebut di neraca lessor sebagai Properti Investasi. Dan pada
akhir periode akuntansi, lessor akan mencatat penyusutan atas penggunaan aset tersebut.
Pihak lessee akan mengakui pembayaran sewa sebagai beban sewa atau sewa dibayar
dimuka.
Akuntansi Sewa Operasi-Lessor
a. Barang modal yang disewakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa
berdasarkan harga perolehan.
b. Pembayaran sewa (lease payment) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa
diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat
berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa, meskipun pembyaran sewa
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode
c. Penyusutan aktiva yang disewakan harus dilakukan dalam jumlah yang layak
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d. Kalau aktiva yang disewakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual
harus diakui dan dicatat sebagai kerugian atau keuntungan tahun berjalan.
Contoh :
PT HENNAI, pada awal 2011 membeli sebuah bangunan dengan harga Rp600 juta.
Bangunan tersebut diperkirakan memiliki masa manfaat selama 20 tahun. Banguan tersebut
hendak disewakan kepada pihak lain. Dan pada tanggal 5 Januari 2011, PT BONA menyewa
bangunan tersebut selama 5 tahun, dengan pembayaran sewa Rp40 juta/tahun. Transaksi ini
dikelompokkan sebagai sewa operasi, karena masa sewa lessee 5 tahun dari total umur
manfaat 20 tahun, artinya masa sewa 5 tahun tidak menunjukkan pengalihan yang signifikan
atas manfaat dan risiko kepemilikan aset sewaan, sehingga transaksi ini dikelompokkan
sebagai sewa operasi.

Jurnal :
1

Pembelian aset sewaan (Bangunan) oleh Lessor


Tgl
1/1

Akun
Properti Investasi
Kas

Debit
Rp600.000.000

Kredit
Rp600.000.000

Menerima uang sewa dari Lessee


Pendekatan Neraca (Liabilitas)
Tgl
5/1

Akun
Kas

Debit
Rp40.000.000

Pendapatan Sewa
Diterima Dimuka

Kredit
Rp40.000.000

Atau
Pendekatan Laba Rugi (Pendapatan)
Tgl
5/1

Akun
Kas
Pendapatan Sewa

Debit
Rp40.000.000

Kredit
Rp40.000.000

Jurnal pada akhir tahun


Lessor akan mencatat penyusutan (jika penyajian properti investasi menggunakan model
biaya)
Tgl
31/12

Akun
Beban Penyusutan
Akumulasi penyusutan

Debit
Rp30.000.000

Kredit
Rp30.000.000

*Rp600 juta / 20 tahun = Rp30 juta/tahun.


Lessor akan mencatat pengakuan pendapatan (jika lessor mencatat penerimaan sewa
dengan pendekatan Liabilitas) :
Tgl
31/12

Akun
Pendapatan Sewa DD
Pendapatan Sewa

Akuntansi Sewa Operasi-Lessee

Debit
Rp40.000.000

Kredit
Rp40.000.000

Melanjutkan ilustrasi pada akuntansi sewa operasi untuk lessor di atas, jika pihak lessee yang
melakukan pencatatan akuntansinya :
1

Membayar uang sewa kepada lessor


Pendekatan Neraca (aset)
Tgl
5/1

Akun
Sewa Dibayar Dimuka
Kas

Debit
Rp40.000.000

Kredit
Rp40.000.000

Atau
Pendekatan Laba Rugi (Beban)
Tgl
5/1
2

Akun
Beban Sewa
Kas

Debit
Rp40.000.000

Kredit
Rp40.000.000

Penyesuaian pada akhir periode akuntansi


Jika lessee mencatat pembayaran sewa dengan pendekatan laba rugi (beban)
Tgl
31/12

Akun
Beban Sewa
Sewa dibayar dimuka

Debit
Rp40.000.000

Kredit
Rp40.000.000

AKUNTANSI SEWA PEMBIAYAAN


Transaksi sewa dikelompokkan sebagai sewa pembiayaan jika dalam transaksi
tersebut, lessor mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan aset sewaan secara signifikan
kepada pihak lessee. Dan kriteria pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan dijabarkan
menjadi 5 kriteria (SAK 30 Akuntansi Sewa) yaitu :
a Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
b Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan
nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat
c

dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;


Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak
dialihkan;
Catatan : menurut US GAAP, ukuran sebagian besar adalah > 75% umur manfaat aset

sewaan.
Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati nilai wajar aset sewaan;

Catatan : menurut US GAAP, ukuran substansial adalah >90% dari nilai wajar aset
e

sewaan pada awal masa sewa.


Aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa

perlu modifikasi secara material.


Syarat tambahan yang disyaratkan SAK 30 adalah :
Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi yang terkait dengan pembatalan

b
c

ditanggung oleh lessee;


Laba atau rugi fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee;
Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai
rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental.
Klasifikasi sewa dibuat pada awal sewa. Kapan lessee dan lessor sepakat untuk
mengubah persyaratan sewa, selain melalui pembaharuan sewa, dimana perubahan
tersebut akan menghasilkan klasifikasi sewa yang berbeda. Transaksi sewa
diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan, jika memenuhi salah satu kriteria di atas.

Akuntansi Sewa Pembiayaan-Lessor


a. Penanaman netto dalam aktiva yang disewakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai
penanaman netto sewa. Jumlah penanaman netto terdiri dari jumlah piutang sewa
ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa pada akhir
masa sewa dikurangai dengan pendapatan sewa yang belum diakui (unearned lease
income), dan simpanan jaminan (security income).
b. Selisih antara piutang sewa ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan perolehan aktiva
yang disewakan diperlukan sebagai pendapatan sewa yang belum diakui (unearned lease
income).
c. Pendapatan sewa yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai
pendapatan tahun berjalan berdasarkan tingkat pengembalian berkala (Periodie rate of
retur) atas penanaman netto perusahaan sewa.
d. Apabila perusahaan sewa menjual barang modal kepada penyewa sebelum berakhirnya
masa sewa maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman netto dalam sewa pada
saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian
periode berjalan.
e. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi sewa harus diakui dan
dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
Akuntansi Sewa Pembiayaan-Lessee
Menurut SAK 30 :

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban
dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa
minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian dilakukan di awal kontrak.
Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa
minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara

praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee.
Lessee akan mencatat dan menyajikan transaksi dan kejadian lainnya sesuai dengan
substansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk legalnya. Meskipun
bentuk legal perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hak legal atas
aset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan, secara substansi dan realitas keuangan pihak
lessee memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut selama
sebagian umur ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban
untuk membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai
wajar dari aset dan beban keuangan (finance charge) terkait.

Perlakuan Akuntansi oleh Lessee Menurut PSAK No. 30


1

Capital Lease
Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan

kewajiban pada awal masa sewa leasing sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran leasing
ditambah nilai sisa yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa leasing.
Selama masa leasing setiap pembayaran leasing dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran

pokok kewajiban leasing dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan
terhadap sisa kewajiban lessee. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai
tunai dari pembayaran leasing adalah tingkat bunga yang berlaku pada awal masa lease.
Aktiva yang dileasing harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan masa
manfaatnya. Kewajiban leasing harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang
sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha lessee.
2

Operating Lease
Pembayaran leasing selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan

dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa leasing, meskipun pembayaran leasing
dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periodenya.

PERLAKUAN PERPAJAKAN
Peraturan pajak yang secara sepesifik mengatur mengenai aspek pajak atas transaksi
atau kegiatan leasing adalah:
1. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27
November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing); dan

2. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-129/PJ./2010 tanggal 29 November 2010
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Sewa Guna Usaha Dengan
Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan Dan Penyewagunausahaan Kembali.
Aspek pajak terhadap leasing yang diatur secara khusus dalam dua peraturan tersebut
terutama menyangkut masalah pemotongan PPh (withholding tax) dan juga PPN.

Pajak Penghasilan-Sewa Operasi


a. Menurut KMK Nomor 1169/KMK.01/1991, pemotongan PPh atas transaksi atau
kegiatan leasing hanya akan timbul jika leasing yang dilakukan adalah leasing tanpa hak
opsi(operating lease). Dalam hal ini, operating lease dianggap sama seperti persewaan
harta atau aktiva biasa. Dan karena merupakan jasa persewaan, maka transaksi atau
kegiatan operating lease ini menjadi objek pemotongan PPh (withholding tax).
b. Jenis PPh yang harus dipotong lessee bisa berupa PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2).
Itu bergantung pada bentuk barang modal yang di-leasing-kan. Bila barang modal yang
di-leasing berbentuk tanah atau bangunan, maka jenis PPh yang harus dipotong
adalah PPh Final Pasal 4 ayat (2). Sementara jika selain tanah maupun bangunan, PPh
yang harus dipotong adalah PPh Pasal 23.
c. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong lessee adalah 2% dari nilai angsuran yang
dibayar atau terutang (tetapi tidak termasuk PPN). Sedangkan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
sebesar 10% dari nilai angsuran bulanan yang dibayar atau terutang.
d. Lessee wajib memotong PPh withholding tersebut pada setiap kali membayar atau
membebankan angsuran biaya opertional lease. Tapi jika lessee bukan pemotong PPh,
misalnya lessee belum ber-NPWP, maka lessee dilarang melakukan pemotongan PPh.
e. Khusus untuk PPh Final Pasal 4 ayat (2), apabila lessee tidak memotong PPh,
maka lessorwajib menyetorkan sendiri PPh Final yang terutang pada bulan diterimanya
pembayaran angsuran. Sementara untuk PPh Pasal 23, jika lessee tidak memotong
PPh, lessor tidak perlu menyetorkan PPh Pasal 23 saat itu juga melainkan bisa nanti pada
saat pelaporan SPT Tahunan PPh.
Pajak Penghasilan-Sewa Pembiayaan

a. Untuk kegiatan atau transaksi finance lease (atau capital lease), KMK tersebut
menyatakan

bahwa

angsurannya

bukan

merupakan

objek withholding

tax.

Artinya, lessee tidak diperkenankan untuk memotong PPh apapun saat membayar
angsuran kepada lessor. Selain di KMK itu, pengecualian dari pemotongan withholding
tax ini juga dapat dijumpai dalam Pasal 23 ayat (4) huruf b UU PPh.
Pajak Pertambahan Nilai-Sewa Operasi
a. Karena operating lease dipersamakan dengan jasa sewa-menyewa biasa, maka otomatis
operating lease juga menjadi objek pengenaan PPN. Dalam hal ini yang wajib
memungut PPN adalah lessor, terutama bila lessor sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Jadi,lessor harus menambahkan PPN 10% dari nilai angsuran bulanan yang
ditagihkan kepadalessee. Di samping itu, lessor juga harus membuat Faktur Pajak atas
setiap pemungutan PPN tersebut.
b. Jika belum menjadi PKP, lessor tidak boleh memungut PPN dari lessee. Jika tetap nekat
memungut PPN dan membuat Faktur Pajak, lessor nantinya harus menyetorkan seluruh
PPN yang dipungutnya itu ditambah sanksi denda 2% dari nilai tagihan.
c. Bila omset lessor sudah melebihi Rp 600 juta, seharusnya lessor sudah menjadi PKP.
Bila belum, maka lessor juga bisa dikenai sanksi perpajakan. Bahkan menurut Pasal 38
dan Pasal 39 UU KUP, sanksi pajak itu bisa berupa sanksi pidana kurungan atau penjara.
http://muhamaddahlan5.blogspot.com/2012/10/pajak-atas-leasing_4520.html

PERLAKUAN PERPAJAKAN

Peraturan pelaksanaan atas Pajak Penghasilan terkait dengan kegiatan sewa guna
usaha diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27
November 1991 tentang Kegiatan Sewa Usahan (Leasing) (selanjutnya disebut KMK No.
1169/KMK.01/1991). Aspek perpajakan atas kegiatan sewa guna uasaha tergantung pada
penggolongan sewa guna usaha apakah kegiatan tersebut termasuk dalam kegiatan sewa guna
usaha dengan hak opsi atau kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi.
SEWA GUNA USAHA TANPA HAK OPSI (OPERATING LEASE)
Suatu sewa Guna Usaha (leasing) digolongkan sebagai sewa Guna Usaha (SGU)
tanpa hak opsi (Operating Lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran Sewa Guna Usaha selama masa Sewa Guna Usaha pertama tidak
dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di Sewa Guna Usahakan
ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh Lessor ;
2. Perjanjian Sewa Guna Usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
Kedua syarat di atas mengisyaratkan bahwa ketentuan pajak menggolongkan suatu
SGU sebagai operating Lease jika Lessor benar-benar tidak berniat menjual barang dan hanya
ingin menyewakan saja. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah seluruh angsuran yang diterima
lebih kecil dari harga pokok barang plus laba serta tidak termuatnya opsi pemilikan barang
pada akhir periode leasing. Jadi operating lease adalah transaksi sewa menyewa biasa.Karena
hanya, transaksi sewa menyewa biasa, maka kepemilikan barang masih berada di tangan
pihak yang menyewakan (Lessor) sehingga yang berhak menyusutkan barang adalah lessor.

Perlakuan perpajakan bagi yang menyewakan (Lessor) :


1.

Seluruh pembayaran sewa yang diterima atau diperoleh oleh lessor merupakan objek
PPh Pasal 23.

2.

Lessor berhak menyusutkan barang modal yang di-SGU-kan karena kepemilikan


barang ada di tangan lessor.

3.

Lessor memungut pajak pertambahan nilai (PPN) jasa sewa yang diberikan.

Perlakuan perpajakan bagi penyewa (Lessee) :.


1. Jumlah biaya sewa yang dibayar / terutang pada tahun tersebut boleh menjadi pengurang
penghasilan (Deductible Expense).
2. Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal, karena barang masih milik lessor.
3. Lessee memotong PPh Pasal 23 setiap kali membayar sewa kepada lessor dengan tarif 6%
jika barang modal yang disewakan selain tanah dan bangunan serta 10% jika barang
modalnya berupa barang dan bangunan.
Contoh kasus :( ini contohnya copas kalau nemu yg agak gampang dipahami pake yg
lain aja sis hehe )
Lessor PT ABC meng-SGU-kan mesin golongan II dengan harga. pokok Rp
200.000.000,00 kepada PT DEF (Lessee). Jangka waktu leasing 24 bulan dan nilai sisa
barang setelah periode leasing adalah nihil. Dalam kontrak SGU tidak tercantum klausula
pilihan bagi lessee untuk membeli mesin tersebut dengan harga murah pada akhir periode
SGU. Pembayaran per bulan Rp8.000.000,00.
Perlakuan Pajaknya sebagai berikut :
Jumlah seluruh pembayaran yang akan diterima lessor PT ABC sebesar Rp 8.000.000,00 x
24 bulan = Rp 192.000.000,00. jumlah tersebut lebih kecil dari jumlah pokok mesin
sebesar Rp 200.000.000,00. Selain itu tidak ada klausa pilihan bagi penyewa untuk
memiliki mesin tersebut pada akhir periode leasing. Oleh karena itu SGU ini tergolong
SGU tanpa hak opsi (Operating Lease) atau sewa menyewa biasa .

Lessor : PT ABC

Lessee : PT DEF

Menerima pendapat sewa setiap bulan =


8.000.000

Membayar sewa = 8.000.000

Memungut PPN 10% = 800.000

Membayar PPN = 800.000

Dipotong PPh 23 = (480.000)

Memotong PPh 23 = (480.000)

Diterima dari Lessee = 8.320.000

Dibayar ke Lessor = 8.320.000

Menyusutkan
50.000.000

mesin

per

tahun

SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)


Menurut ketentuan pajak kegiatan SGU akan digolongkan sebagai SGU dengan hak
opsi(Finance Lease) apabila memenuhi kriteria berikut :
a. Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU pertama ditambah dengan nilai sisa
barang modal, harus menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
b. Masa Sewa Guna Usaha ditetapkan sekurang kurangnya 2 tahun untuk barang mudal
Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk
golongan bangunan;
Dalam hal Lessor dan Lessee membuat perjanjian Sewa Guna Usaha dengan
opsi (Finance Lease) namun massanya tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas,
makaperlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang diberikan terhadap perjanjian tersebut
sama dengan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap perjanjian SGU tanpa hak
opsi (Operating Leasse).
c. Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee (KMKNo.
1169/KMK.01/1991 Tanggal 7 November 1991 serta SE-10PJ.42/1994 tanggal 22
Maret 1994).
Ketiga syarat diatas harus dipenuhi semua seluruhnya agar suatu SGU dapat
digolongkan sebagai SGU dngan hak opsi (Finance Lease). Ketiga syarat diatas menunjukan
bahwa ketentuan pajak menggolongkan suatu SGU sebagai Finance Lease jika lessor
sebenarnya berniat menjual barang. Hal itu ditunjukan dengan jumlah seluruh angsuran yang
diterima pada periode leasing pertama lebih besar dari harga pokok harga plus laba dan harus
adanya opsi pada akhir periode leasing.
Selain itu terdapat batas minimal jangka waktu leasing yang lamanya tergantung
golongan

barang.

Persyaratan

jangka

waktu

minimal

ini

semakin

menguatkan

karakter Finance Lease bahwaFinance Lease lebih bertujuan kepada pengalihan kepemilikan
barang.
Pada dasarnya kegiatan SGU dengan hak opsi (Finance Lease) adalah kegiatan jasa
pembiayaan (berupa penyediaan kredit bagi pengguna leasing (lessee) oleh lessor) maka
penghasilan bagi perusahaan leasing (lessor) adalah bunga yang diterima pada saat angsuran
pelunasan hutang leasing. Karena pada dasarnya Finance Lease adalah transaksi pembiayaan
maka pajak menganggap bahwa sebelum selesainya periode leasing, barang bukan milik
lessee maupun lessor sehingga baik lessee maupun lessor sama-sama tidak boleh
menyusutkan barang.
Perlakuan Perpajakan bagi Lessor
1.

Penghasilan lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh pembayaran SGU
angsuran pokok (bungan + administration fee) . dalam hal SGU Sindikasi yaitu SGU yang
dibiayai oleh beberapa perusahaan leasing, imbalan jasa bagi masing-masing anggota
dihitung secara proposional sesuai perjanjian antar anggota yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut tidak dipotong PPh 23 oleh lessee. Pengenaan pajaknya dilakukan
dengan penghitungan akhir tahun dalam SPT Tahunan.

2.

Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang di SGU kan. Sejak berlakunya
KMK No. 1169/KMK.01/1991 Pajak menganut aliran bahwa tidak ada yang memiliki
barang leasing sampai berakhirnya periode leasing dan diketahui dengan pasti siapa
pemilik barang tersebut. Bila lessee menggunakan hak opsinya, maka barang tersebut
menjadi milik lessee sedangkan bila tidak maka barang tersebut menjadi milik lessor.
Akibatnya selama periode leasing barang modal tersebut tidak boleh disusutkan baik oleh
lessor maupun oleh lessee.

3.

Lessor dapat membentuk Cadangan Piutang Ragu-Ragu sebesar 2,5% dari rata-rata
saldo awal dan akhir piutang SGU. Karena Finance Lease adalah transaksi pembiayaan
maka pajak memperbolehkan lessor untuk membuat cadangan piutang ragu-ragu dan
besarnya 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang SGU. Pencadangan tersebut
dilakukan dengan mendebet biaya penyisihan piutang serta mengkredit akun Akumulasi
Cadangan Penghapusan Piutang. Biaya Penyisihan Piutang tersebut dapat mengurangi
penghasiIan (Deductible Expenses)

4.

Kerugian piutang SGU yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada akun
Akumulasi Cadangan Penghapusan Piutang tahun yang bersangkutan. Apabila besarnya
kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih besar dari penyisihan yang dibuat
maka selisihnya dapat menjadi biaya (Deductible Expense). Sebaliknya jika besarnya
kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih kecil dari penyisihan yang dibuat
maka selisihnya harus diakui sebagai penghasilan.

5.

Besarnya angsuran PPh pasal 25 bagi lessor dihitung berdasarkan laporan triwulan
yang disetahunkan. Perusahaan Lessing, sebagaimana usaha pembiayaan lainnya ( Bank,
Asuransi, dll) diwajibkan membuat laporan keuangan triwulan yang harus disampaikan
kepada lembaga pemerintah terkait (BI dan Depkeu). Besarnya PPh 25 harus dihitung
ulang setiap 3 bulan berdasarkan laba rugi triwulan bersangkutan yang disetahunkan.

6.

Jasa pembiayaan SGU dengan hak opsi tidak terutang PPN. Tetapi penyerahan barang
dari lessor ke lessee terutang PPN.

Perlakuan Perpajakan Bagi Lessee


1.

Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal yang diterima. Dengan alasan yang
sama seperti alasan mengapa lessor tidak boleh menyusutkan barang leasing.

2.

Seluruh pembayaran leasing (angsuran plus bunga dan biaya administrasi) boleh
menjadi pengurang (Deductible Expense).

3.

Lessee tidak boleh memotong PPh 23 atas pembayaran angsuran leasing kepada
lessor.

Contoh kasus :( sama yang ini juga sis )


Lessor PT ABC meng-SGU-kan mesin golongan II (masa manfaat 8 tahun) dengan harga
pokok Rp 200.000.000,00 kepada PT DEF (lessee). Jangka waktu leasing 36 bulan dan nilai
sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Dalam kontrak SGU tercantum klausa pilihan
bagi lessee untuk membeli mesin tersebut dengan harga murah pada akhir periode SGU.
Pembayaran per bulan Rp 8.000.000,00 terdiri dari pelunasan pokok hutang leasing sebesar
Rp 5.555.555,00 dan bunga Rp 2.444.445,00.
Perlakuan pajaknya sebagai berikut :

Jumlah seluruh pembayaran yang akan diterima lessor PT ABC sebesar Rp 8.000.000,00 x 36
bulan = Rp 288.000.000,00. jumlah tersebut dapat menutupi harga pokok mesin sebesar Rp
200.000.000,00 dan nilai sisa barang setelah periode leasing. Selain itu terdapat klausa
pilihan bagi penyewa untuk memiliki mesin tersebut. Jangka waktu leasing adalah 3 tahun
(36 bulan) sedangkan barang termasuk golongan II. Hal ini memenuhi syarat Finance
Leasekarena untuk barang golongan II jangka waktu leasing minimal 3 tahun. Oleh karena
ke-3 syarat terpenuhi maka SGU ini tergolong SGU dengan hak opsi (Finance Lease).

Lessor : PT ABC

Lessee : PT DEF
Membayar

Mencatat piutang Leasing sebesar Rp

leasing

8.000.000,00 (Deductible Expense)

288.000.000
Menerima pendapatan bunga / bulan Rp

Tidak menyusutkan mesin

2.444.445
Menerima pelunasan pokok / bulan Rp
5.555.555
Jumlah yang diterima Rp 8.000.000
Tidak menyusutkan mesin
Mendebet
Leasing

Biaya
2,5%

Penyisihan
dari

saldo

leasing (Deductible Expense).

Piutang
piutang

Tidak memungut PPh Pasal 23

Rp

Anda mungkin juga menyukai