Anggota Kelompok:
Endah Novitasari
14/375300/EE/06863
14/375405/EE/06959
Reyhana Ulfa RR
14/375363/EE/06925
Dosen:
M. Nurkholis, Ak., CA., BKP
PENGERTIAN LEASING
Menurut PSAK 30, sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai
imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
Lessor adalah pemilik aset yang memberikan hak penggunaan kepada pihak lessee. Lessee
adalah pihak yang diberi hak untuk menggunakan aset dalam periode yang disepakati.
KLASIFIKASI SEWA
Transaksi sewa mengalihkan hak penggunaan suatu aset dari pihak lessor kepada
lessee dalam periode yang disepakati. Dalam pengalihan hak penggunaan tersebut apakah
disertai dengan pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan kepada pihak
lessee. Jika manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan berpindah dari lessor kepada
lessee, maka pihak yang mendapatkan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan, dari
pihak lessor adalah lessee. Perlakuan akuntansi bagi pihak lessee yang mendapatkan manfaat
dan risiko kepemilikan atas aset tersebut, maka lessee akan mengakui aset di neraca lessee.
Sebaliknya bagi pihak lessor jika tidak memperoleh manfaat dan risiko kepemilikan yang
tidak signifikan, maka lessor tidaksi mengakui aset atas aset yang disewakan kepada pihak
lessee.
Atas dasar pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan aset, akuntansi membedakan
transaksi sewa menjadi :
a. Sewa operasi (operating lease)
Transaksi sewa dikelompokkan ke dalam sewa operasi jika dalam perjanjian transaksi
tidak ada pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor
kepada pihak lessee. Misal transaksi sewa dimana pihak lessor menyewakan bangunan kantor
kepada lessee selama 2 tahun. Umur ekonomis bangunan ditaksir selama 10 tahun. Dalam
transaksi sewa ini, manfaat dan risiko kepemilikan aset berpindah kepada pihak lesse dalam
periode yang tidak signifikan.
b. Sewa pembiayaan (finance lease) atau Capital lease
Transaksi sewa dikelompokkan dalam sewa pembiayaan jika transaksi sewa tersebut
mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor kepada pihak
lessee. Misalnya jika transaksi sewa pada butir a di atas, pihak lessee menyewa selama 10
tahun, maka selama umur ekonomis bangunan kantor tersebut dimanfaatkan oleh pihak
lessee. Maka lessee yang mendapatkan seluruh manfaat dan risiko kepemilikan atas bangunan
kantor tersebut. Transaksi sewa ini mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan kepada
pihak lessee.
AKUNTANSI SEWA OPERASI
Transaksi sewa operasi, lessor tidak mengalihkan secara signifikan manfaat dan
risiko kepemilikan aset kepada pihak lessee. Dalam hal ini lessor tetap menahan manfaat dan
risiko kepemilikan aset tersebut. Sehingga lessor akan tetap mengakui kepemilikan aset dan
mencatat aset yang disewakan tersebut di neraca lessor sebagai Properti Investasi. Dan pada
akhir periode akuntansi, lessor akan mencatat penyusutan atas penggunaan aset tersebut.
Pihak lessee akan mengakui pembayaran sewa sebagai beban sewa atau sewa dibayar
dimuka.
Akuntansi Sewa Operasi-Lessor
a. Barang modal yang disewakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa
berdasarkan harga perolehan.
b. Pembayaran sewa (lease payment) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa
diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat
berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa, meskipun pembyaran sewa
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode
c. Penyusutan aktiva yang disewakan harus dilakukan dalam jumlah yang layak
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d. Kalau aktiva yang disewakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual
harus diakui dan dicatat sebagai kerugian atau keuntungan tahun berjalan.
Contoh :
PT HENNAI, pada awal 2011 membeli sebuah bangunan dengan harga Rp600 juta.
Bangunan tersebut diperkirakan memiliki masa manfaat selama 20 tahun. Banguan tersebut
hendak disewakan kepada pihak lain. Dan pada tanggal 5 Januari 2011, PT BONA menyewa
bangunan tersebut selama 5 tahun, dengan pembayaran sewa Rp40 juta/tahun. Transaksi ini
dikelompokkan sebagai sewa operasi, karena masa sewa lessee 5 tahun dari total umur
manfaat 20 tahun, artinya masa sewa 5 tahun tidak menunjukkan pengalihan yang signifikan
atas manfaat dan risiko kepemilikan aset sewaan, sehingga transaksi ini dikelompokkan
sebagai sewa operasi.
Jurnal :
1
Akun
Properti Investasi
Kas
Debit
Rp600.000.000
Kredit
Rp600.000.000
Akun
Kas
Debit
Rp40.000.000
Pendapatan Sewa
Diterima Dimuka
Kredit
Rp40.000.000
Atau
Pendekatan Laba Rugi (Pendapatan)
Tgl
5/1
Akun
Kas
Pendapatan Sewa
Debit
Rp40.000.000
Kredit
Rp40.000.000
Akun
Beban Penyusutan
Akumulasi penyusutan
Debit
Rp30.000.000
Kredit
Rp30.000.000
Akun
Pendapatan Sewa DD
Pendapatan Sewa
Debit
Rp40.000.000
Kredit
Rp40.000.000
Melanjutkan ilustrasi pada akuntansi sewa operasi untuk lessor di atas, jika pihak lessee yang
melakukan pencatatan akuntansinya :
1
Akun
Sewa Dibayar Dimuka
Kas
Debit
Rp40.000.000
Kredit
Rp40.000.000
Atau
Pendekatan Laba Rugi (Beban)
Tgl
5/1
2
Akun
Beban Sewa
Kas
Debit
Rp40.000.000
Kredit
Rp40.000.000
Akun
Beban Sewa
Sewa dibayar dimuka
Debit
Rp40.000.000
Kredit
Rp40.000.000
sewaan.
Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati nilai wajar aset sewaan;
Catatan : menurut US GAAP, ukuran substansial adalah >90% dari nilai wajar aset
e
b
c
Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban
dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa
minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian dilakukan di awal kontrak.
Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa
minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara
praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee.
Lessee akan mencatat dan menyajikan transaksi dan kejadian lainnya sesuai dengan
substansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk legalnya. Meskipun
bentuk legal perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hak legal atas
aset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan, secara substansi dan realitas keuangan pihak
lessee memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut selama
sebagian umur ekonomisnya. Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban
untuk membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai
wajar dari aset dan beban keuangan (finance charge) terkait.
Capital Lease
Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa leasing sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran leasing
ditambah nilai sisa yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa leasing.
Selama masa leasing setiap pembayaran leasing dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran
pokok kewajiban leasing dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan
terhadap sisa kewajiban lessee. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai
tunai dari pembayaran leasing adalah tingkat bunga yang berlaku pada awal masa lease.
Aktiva yang dileasing harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan masa
manfaatnya. Kewajiban leasing harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang
sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha lessee.
2
Operating Lease
Pembayaran leasing selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan
dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa leasing, meskipun pembayaran leasing
dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periodenya.
PERLAKUAN PERPAJAKAN
Peraturan pajak yang secara sepesifik mengatur mengenai aspek pajak atas transaksi
atau kegiatan leasing adalah:
1. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27
November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing); dan
2. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-129/PJ./2010 tanggal 29 November 2010
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Sewa Guna Usaha Dengan
Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan Dan Penyewagunausahaan Kembali.
Aspek pajak terhadap leasing yang diatur secara khusus dalam dua peraturan tersebut
terutama menyangkut masalah pemotongan PPh (withholding tax) dan juga PPN.
a. Untuk kegiatan atau transaksi finance lease (atau capital lease), KMK tersebut
menyatakan
bahwa
angsurannya
bukan
merupakan
objek withholding
tax.
Artinya, lessee tidak diperkenankan untuk memotong PPh apapun saat membayar
angsuran kepada lessor. Selain di KMK itu, pengecualian dari pemotongan withholding
tax ini juga dapat dijumpai dalam Pasal 23 ayat (4) huruf b UU PPh.
Pajak Pertambahan Nilai-Sewa Operasi
a. Karena operating lease dipersamakan dengan jasa sewa-menyewa biasa, maka otomatis
operating lease juga menjadi objek pengenaan PPN. Dalam hal ini yang wajib
memungut PPN adalah lessor, terutama bila lessor sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Jadi,lessor harus menambahkan PPN 10% dari nilai angsuran bulanan yang
ditagihkan kepadalessee. Di samping itu, lessor juga harus membuat Faktur Pajak atas
setiap pemungutan PPN tersebut.
b. Jika belum menjadi PKP, lessor tidak boleh memungut PPN dari lessee. Jika tetap nekat
memungut PPN dan membuat Faktur Pajak, lessor nantinya harus menyetorkan seluruh
PPN yang dipungutnya itu ditambah sanksi denda 2% dari nilai tagihan.
c. Bila omset lessor sudah melebihi Rp 600 juta, seharusnya lessor sudah menjadi PKP.
Bila belum, maka lessor juga bisa dikenai sanksi perpajakan. Bahkan menurut Pasal 38
dan Pasal 39 UU KUP, sanksi pajak itu bisa berupa sanksi pidana kurungan atau penjara.
http://muhamaddahlan5.blogspot.com/2012/10/pajak-atas-leasing_4520.html
PERLAKUAN PERPAJAKAN
Peraturan pelaksanaan atas Pajak Penghasilan terkait dengan kegiatan sewa guna
usaha diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27
November 1991 tentang Kegiatan Sewa Usahan (Leasing) (selanjutnya disebut KMK No.
1169/KMK.01/1991). Aspek perpajakan atas kegiatan sewa guna uasaha tergantung pada
penggolongan sewa guna usaha apakah kegiatan tersebut termasuk dalam kegiatan sewa guna
usaha dengan hak opsi atau kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi.
SEWA GUNA USAHA TANPA HAK OPSI (OPERATING LEASE)
Suatu sewa Guna Usaha (leasing) digolongkan sebagai sewa Guna Usaha (SGU)
tanpa hak opsi (Operating Lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran Sewa Guna Usaha selama masa Sewa Guna Usaha pertama tidak
dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di Sewa Guna Usahakan
ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh Lessor ;
2. Perjanjian Sewa Guna Usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
Kedua syarat di atas mengisyaratkan bahwa ketentuan pajak menggolongkan suatu
SGU sebagai operating Lease jika Lessor benar-benar tidak berniat menjual barang dan hanya
ingin menyewakan saja. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah seluruh angsuran yang diterima
lebih kecil dari harga pokok barang plus laba serta tidak termuatnya opsi pemilikan barang
pada akhir periode leasing. Jadi operating lease adalah transaksi sewa menyewa biasa.Karena
hanya, transaksi sewa menyewa biasa, maka kepemilikan barang masih berada di tangan
pihak yang menyewakan (Lessor) sehingga yang berhak menyusutkan barang adalah lessor.
Seluruh pembayaran sewa yang diterima atau diperoleh oleh lessor merupakan objek
PPh Pasal 23.
2.
3.
Lessor memungut pajak pertambahan nilai (PPN) jasa sewa yang diberikan.
Lessor : PT ABC
Lessee : PT DEF
Menyusutkan
50.000.000
mesin
per
tahun
barang.
Persyaratan
jangka
waktu
minimal
ini
semakin
menguatkan
karakter Finance Lease bahwaFinance Lease lebih bertujuan kepada pengalihan kepemilikan
barang.
Pada dasarnya kegiatan SGU dengan hak opsi (Finance Lease) adalah kegiatan jasa
pembiayaan (berupa penyediaan kredit bagi pengguna leasing (lessee) oleh lessor) maka
penghasilan bagi perusahaan leasing (lessor) adalah bunga yang diterima pada saat angsuran
pelunasan hutang leasing. Karena pada dasarnya Finance Lease adalah transaksi pembiayaan
maka pajak menganggap bahwa sebelum selesainya periode leasing, barang bukan milik
lessee maupun lessor sehingga baik lessee maupun lessor sama-sama tidak boleh
menyusutkan barang.
Perlakuan Perpajakan bagi Lessor
1.
Penghasilan lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh pembayaran SGU
angsuran pokok (bungan + administration fee) . dalam hal SGU Sindikasi yaitu SGU yang
dibiayai oleh beberapa perusahaan leasing, imbalan jasa bagi masing-masing anggota
dihitung secara proposional sesuai perjanjian antar anggota yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut tidak dipotong PPh 23 oleh lessee. Pengenaan pajaknya dilakukan
dengan penghitungan akhir tahun dalam SPT Tahunan.
2.
Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang di SGU kan. Sejak berlakunya
KMK No. 1169/KMK.01/1991 Pajak menganut aliran bahwa tidak ada yang memiliki
barang leasing sampai berakhirnya periode leasing dan diketahui dengan pasti siapa
pemilik barang tersebut. Bila lessee menggunakan hak opsinya, maka barang tersebut
menjadi milik lessee sedangkan bila tidak maka barang tersebut menjadi milik lessor.
Akibatnya selama periode leasing barang modal tersebut tidak boleh disusutkan baik oleh
lessor maupun oleh lessee.
3.
Lessor dapat membentuk Cadangan Piutang Ragu-Ragu sebesar 2,5% dari rata-rata
saldo awal dan akhir piutang SGU. Karena Finance Lease adalah transaksi pembiayaan
maka pajak memperbolehkan lessor untuk membuat cadangan piutang ragu-ragu dan
besarnya 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang SGU. Pencadangan tersebut
dilakukan dengan mendebet biaya penyisihan piutang serta mengkredit akun Akumulasi
Cadangan Penghapusan Piutang. Biaya Penyisihan Piutang tersebut dapat mengurangi
penghasiIan (Deductible Expenses)
4.
Kerugian piutang SGU yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada akun
Akumulasi Cadangan Penghapusan Piutang tahun yang bersangkutan. Apabila besarnya
kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih besar dari penyisihan yang dibuat
maka selisihnya dapat menjadi biaya (Deductible Expense). Sebaliknya jika besarnya
kerugian piutang yang nyata-nyata tidak tertagih lebih kecil dari penyisihan yang dibuat
maka selisihnya harus diakui sebagai penghasilan.
5.
Besarnya angsuran PPh pasal 25 bagi lessor dihitung berdasarkan laporan triwulan
yang disetahunkan. Perusahaan Lessing, sebagaimana usaha pembiayaan lainnya ( Bank,
Asuransi, dll) diwajibkan membuat laporan keuangan triwulan yang harus disampaikan
kepada lembaga pemerintah terkait (BI dan Depkeu). Besarnya PPh 25 harus dihitung
ulang setiap 3 bulan berdasarkan laba rugi triwulan bersangkutan yang disetahunkan.
6.
Jasa pembiayaan SGU dengan hak opsi tidak terutang PPN. Tetapi penyerahan barang
dari lessor ke lessee terutang PPN.
Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal yang diterima. Dengan alasan yang
sama seperti alasan mengapa lessor tidak boleh menyusutkan barang leasing.
2.
Seluruh pembayaran leasing (angsuran plus bunga dan biaya administrasi) boleh
menjadi pengurang (Deductible Expense).
3.
Lessee tidak boleh memotong PPh 23 atas pembayaran angsuran leasing kepada
lessor.
Jumlah seluruh pembayaran yang akan diterima lessor PT ABC sebesar Rp 8.000.000,00 x 36
bulan = Rp 288.000.000,00. jumlah tersebut dapat menutupi harga pokok mesin sebesar Rp
200.000.000,00 dan nilai sisa barang setelah periode leasing. Selain itu terdapat klausa
pilihan bagi penyewa untuk memiliki mesin tersebut. Jangka waktu leasing adalah 3 tahun
(36 bulan) sedangkan barang termasuk golongan II. Hal ini memenuhi syarat Finance
Leasekarena untuk barang golongan II jangka waktu leasing minimal 3 tahun. Oleh karena
ke-3 syarat terpenuhi maka SGU ini tergolong SGU dengan hak opsi (Finance Lease).
Lessor : PT ABC
Lessee : PT DEF
Membayar
leasing
288.000.000
Menerima pendapatan bunga / bulan Rp
2.444.445
Menerima pelunasan pokok / bulan Rp
5.555.555
Jumlah yang diterima Rp 8.000.000
Tidak menyusutkan mesin
Mendebet
Leasing
Biaya
2,5%
Penyisihan
dari
saldo
Piutang
piutang
Rp