Anda di halaman 1dari 62

ARITMIA

DEFINISI
Aritmia adalahkelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls /
gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivasi
atrium sampai ventrikel.
PEMBAGIAN KLINIS
1. Takiaritmia
Frekuensi ventrikuler > 100 kali / menit berdasarkan fokus
-supraventrikuler terjadi pada atrium
- Ventrikuler terjadi pada ventrikel
2. Bradiaritmia Frekuensi ventrikuler < 60 kali / menit
3. Braditakiaritmia Timbulnya takiaritmia dan bradiaritmia secara bergantian
ETIOLOGI
1. Gangguan sirkulasi koroner
- Iskemia miokard
- Infark miokard
2. Peradangan jantung
- Demam rematik
- Miokarditis
3. Gangguan Kerusakan Struktur Jantung
-Gagal jantung
- Kardiomiopati
4. Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basah
-Hiperkalemia / hipokalemia
- Asidosis / alkalosis
5. Gangguan endokrin : Hipertiroid
6. Intoksikasi obat : digoksin, obat antiaritmia, dll
7. Gangguan susunan saraf otonom / pusat
8. Irama abnormal dari pacu jantung

9. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung
10. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewaktu menghantarkan impuls
melalui jantung
11. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung
12. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hampir semua bagian
jantung
GEJALA
Gejala umum aritmia antara lain :
- Pusing, Sesak napas, Kelelahan, Kelemahan, Nyeri dada, Pingsan
MEKANISME
- Pengaruh persyarafan autonom yang mempengaruhi HR ( Heart Rate )
- Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang
lain
- Fokus yang lain aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung
- Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar ( sinus arrest ) atau
mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus SA ( SA block)
- Terjadi hambatan perjalanan impuls sesudah keluar nodua SA, misalnya di
daerah atrium,
berkas His, ventrikel, dll
PEMERIKSAAN FISIK
- Pemeriksaan nadi dan detak jantung
- Menentukan ada atau tidaknya aritmia ( tidak bisa menentukan jenis aritmia )
- Pemeriksaan vital sign derajat kegawatan aritmia
- Pemeriksaan Thoraks tidak spesifik
PEMERIKSAAN ECG
Jenis pemeriksaan :
1. Konvensial EKG 12 lead
2. Monitoring EKG

3. Holter monitor
4. Exercise Stress test ( treatmill test )
5. Electrophysiology study (Kateterisasi)

TATALAKSANA ARITMIA
Tujuan :
- Konversi aritmia irama sinus
- Tujuan alternatif mengendalikan frekuensi ventrikular yang optimal ( 60
100 kali /
menit )
- Terapi penyakit dasarnya
Indikasi
Aritmia yang simptomaik dan aritmia dengan gangguan hemodinamik
MACAM-MACAM TERAPI ARITMIA
- Psikoterapi
- Vagal manouver
- Obat Antiaritmia
- Direct current ( DC ) Counter shock ( alat kejut jantung ) untuk mengkonversi
takiaritmia dengan gangguan hemodinamik
- Radio frequency catheter ablation
- Automatic implantable defibrillator
- Pace maker temporer / permanent

TERAPI NON FARMAKOLOGIS


- Kurangi merokok
- Kurangi stress
- Kurangi minuman beralkohol

- Diet
TERAPI FARMAKOLOGIS
OBAT ANTIARITMIA ( MENURUT VAUGHAN WILLIAMS )
1. Kelas I : Golongan Penyekat Na
Ia : Quinidin, Procainamid, Disopyramid
Ib : Lidocain, Mexiletin, Phenitoin
Ic : Propafenon, Flecainamid, Moricizin
2. Kelas II : Golongan Penyekat Beta ( MK : memblok reseptor adrenergik )
Ex : Propanolol, Bisoprolol, Atenolol, Menoprolol
Indikasi : Aritmia jantung, angina pektoris, dan hipertensi
3. Kelas III : Golongan obat yang memperpanjang potensial aksi dan repolarisasi (
paling
aman )
Ex : Amiodaron, Sotalol, Bretilium, Dofatilide, Ibutilide
MK : Memblok kanal kalium
Indikasi : AF, PAF, PSVT, VA parah, VF
4. Kelas IV : Golongan Ca antagonis , ex : verapamil, diltiazem
MK : Memblok kanal kalsium
Indikasi : Supraventrikular aritmia (pada pasien Hipertensi)

OBAT ARITMIA KELAS I : meningkatkan waktu repolarisasi, interval QTc,


dan resiko TdP
KELAS II DAN IV : menurunkan denyut jantung, menurunkan kekuatan
kontraksi ventrikel, menurunkan stroke volume, memperpanjang interval PR.
KELAS IB : hanya bekerja pada jarinagn ventrikuler
KELAS IC : tidak boleh digunakan setelah MI, atau pada pasien dengan HF, atau
hipertrofi ventrikuler kiri.

TERAPI MEKANIS
- Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik unutk menghentikan disritmia
yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupaka prosedur elektif.
- Defiblrilasi : Kerdioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat.
- Defibrilator Kardioverter Implantable : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri
episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko
mengalami
fibrilasi vantrikel.
- Terapi Pace maker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
FAKTOR RESIKO
- Hipertensi
- Stress karena meningkatnya produksi adrenalin yang bekerja pada pembukuh
darah
sehingga tekanan darah meningkat.
- Diabetes
- Bahan-bahan kimia tertentu, ex : Cofein gol. Xantin
http://wailineal.blogspot.com/2011/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Askep Decompensasi Cordis
Askep Decompensasi Cordis
Decompensasi Cordis
A. Pengertian
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad
ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan

fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung


(Tabrani, 1998; Price, 1995).
Askep Decompensasi Cordis
B. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada
keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung).
Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada
setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di
dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia
A, 1995).
Askep Decompensasi Cordis
C. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal
jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung
kongestif.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal
paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi
derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan
kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan
kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving
ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru
kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2
mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting
edema.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas :
1. Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari hari tanpa keluhan.
3. Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
4. Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan

harus tirah baring.


Askep Decompensasi Cordis
D. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap
gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,
Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron,
dan
Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi
akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal
jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria
perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit
dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa :
1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,
3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I,
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam
sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau
serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi
aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
Askep Decompensasi Cordis
E. Tanda dan gejala
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem
pulmonal antara lain :
Lelah
Angina

Cemas
Oliguri. Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara
lain :
Dyppnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
Edema perifer
Distensi vena leher
Hari membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)
F. Pemeriksaan penunjang
Foto polos dada
Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi
arteria pulmonalis.
Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta
berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak
gambaran atrium fibrilasi.
3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol.
Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan
mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara
atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
Askep Decompensasi Cordis
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Decompensasi Cordis
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat
malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu.
2. Sirkulasi

Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:


kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,
serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock
hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan
kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian
neurotik.
4. Makanan / Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising
terdengar krakela dan mengi.
5. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
6. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,
gelisah.
7. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin muncul
1. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
2. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan
atrium dan kongesti vena.
C. Inetrvensi
1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler
alveoli dan retensi cairan interstisiil
Tujuan :
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah normal, PO2

80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO3 3 1,2


Tindakan
Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)
Berikan tambahan O2 6 lt/mnt
Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)
Koreksi kesimbangan asam basa

Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi paru.(semi fowler)


Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
Lakukan balance cairan
Batasi intake cairan
Eavluasi kongesti paru lewat radiografi
Kolaborasi :
RL 500 cc/24 jam
Digoxin 1-0-0
Furosemid 2-1-0
Rasional
Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.
Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat
tidaknya proses pertukaran gas.
Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
Meningkatkan ekpansi paru
Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas sehingga
berdampak pada timbulnya hipoksia.
Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi timbulnya
odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.
Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.
2. Diagnosa Keperwatan 2. :
Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan
atrium dan kongesti vena.
Tujuan :
Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria : (TD > 90 /60),
Frekwensi jantung normal.
Tindakan
Pertahankan pasien untuk tirah baring
Ukur parameter hemodinamik
Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.
Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4
Periksa BGA dan saO2
Pertahankan akses IV
Batasi Natrium dan air
Kolaborasi :
ISDN 3 X1 tab
Spironelaton 50 0-0

Rasional
Mengurangi beban jantung
Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk mengetahui PCWP,
CVP sebagai indikator peningkatan beban kerja jantung.
Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat
mempengaruhi curah jantung.
Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun diastole.
Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.
Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.
Mencegah peningkatan beban jantung
Meningkatkan perfisu ke jaringan
Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang dapat
menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.
http://muhsetong.blogspot.com/

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan
koagulasI simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi
normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas
dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit
seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan
sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi
terakselerasi dan tidak terkendali.
Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu
kedaruratan medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan
segera. Tetapi tidak semua KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID
fulminan atau akut sedang KID derajat yang terendah atau kompensasi bukan
suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai bahwa KID derajat rendah dapat
berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan pengobatan segera
Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat
banyaknya penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat
bervariasi pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah
yang dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi
dan sindrom
trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan
gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling umum
diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya
thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat
terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan
perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan mortalitas lebih
banyak dipengaruhi thrombosi

Keberhasilan pengobatan selain ditentukan keberhasilan mengatasi


penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu sendiri
Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai diagnosis
klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai
respons terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.
1.2 Rumusan masalah
1.apa pengertian DIC?
2.Bagaimana mekanisme hemostasis normal?
3.bagaimana etiologi DIC?
4. bagaimana manifestasi klinis DIC?
5.bagaimana patofisiologi DIC?
6.bagaimana komplikasi DIC?
7.Siapa saja yang resiko tinggi menderita penyakit DIC?
8. bagaimana pemeriksaan hemostasis DIC?
9.bagaimana penatapelaksanaan DIC?
10.bagaimana asuhan keperawatan DIC?
1.3 Tujuan
1.untuk mengetahui pengertian DIC
2.untuk mengetahui etiologi DIC
3.untuk mengetahui mekanisme hemostasis normal DIC
4.untuk mengetahui manifestasi klinis DIC
5.untuk mengetahui patofisiologi DIC
6.untuk mengetahui komplikasi DIC
7.untuk mengetahui resiko tinggi yang menderita penyakit DIC
8.untuk mengetahui pemeriksaan hemostasis DIC
9.untuk mengetahui penatapelaksanaan DIC
10.untuk mengetahui asuhan keperawatan DIC

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DIC


Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang
ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan
oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif
sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Caus)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan
sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang
berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon
terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh
berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh
pembuluh darah.
2.2 Mekanisme Hemostasis normal
Sistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang
mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada
pembuluh darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau
kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki
kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap/faktor,
yaitu;
1. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya
2. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan
3. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi
4. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor
pembekuan dan sistem fibrinolisis
5. Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan
berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding

pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara
vasokontriksi

atau

vasodilatasi,

sedangkan

membran

basal

subendotel

mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen,


fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat
melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk sumbat
hemostasis melalui proses:
1) adhesi (adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah:
2) agregasi atau saling melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian
menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor
yang berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel
yang rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur
ekstrinsik yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan
jalur instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor jaringan,
yang diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau
monosit) berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi, membentuk
kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan
seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang /crosslinked fibrin)
Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur
dan membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding
pembuluh darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III,
protein S, serta heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin.
Antirombin bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa,
Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat.
Heparin mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT.
Sedangkan protein C menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S
sebagai kofaktor
Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran
darah. Enxim yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan
diubah menjadi plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin

menjadi fibrinogen(atau fibrin) degradation product (FDP), sedangkan produk


pemecahan fibrin ikat silang adalah D-dimer.
2.3 ETIOLOGI
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
1. Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat
terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat
meningkatnya penghancuran trombosit).
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4. Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut:
1. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria
tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
2. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan
amnion).
3. Setelah operasi ( operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,
splenektomi).
4. keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh
darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga
akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar
kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.
KID merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala
klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan KID fulminan atauderajat
rendah seperti di bawah ini:
1. Penyakit yang disertai KID fulminan
a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion,abrupsi plasenta,eklamsia,abortus
b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif,
leukemia M3 & M4
c. Infeksi
1. Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida)
2. Viremia : HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue

3. Parasit : Malaria
4. Trauma
5. Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
6. Luka bakar
7. Alat prosthesis : shunt leveen shunt denver,alat bantu balon aorta
8. Kelaian vascular
2. Penyakit di sertai KID derajat
1. Keganasan
2. Penyakit kardiovaskular
3. Penyakit autoimun
4. Penyakit ginjal menahun
5. Peradangan
6. Graft versus host disease
7. Penyakit hati menahun

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan dari tempat tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada klien
2.
3.
4.
5.
6.

dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.


Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung

2.5 PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan
darah dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor
pembekuan darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan.
Peranan

hati

membersihkan

faktor-faktor

pembekuan

dan

mencegah

pembentukkan trombin, antara lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa
keadaan, misalnya aliran darah yang lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati,
dan hipoksemia dapat menyebabkan DIC.

Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah


menjadi plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan
VII yang menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat
terjadi DIC. Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi
digunakan untuk bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang
mempertahankan integritas pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus
keluar pembuluh darah.
Emboli cairan amnion yang disertai KID sering mengancam jiwa dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal
nafas akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5
minggu yang ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya
KID derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID
fulminan.Dalam keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan
nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem
koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi KID fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan KID derajat rendah dan
sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu
diingat bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID
fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
KID derajat rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi
fulminan.
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi
sehingga terjadi KID. Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan
adenosine difosfat (ADP) atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan
sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID.
Pada septikimia KID terjasi akibat endotoksin atau mantel polisakarida
bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,
menginduksi pelepasan reaksi trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang

dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari


granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan KID.
Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif dapat menyebabkan KID
dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari
mukopolisakarida menginduksi KID
2. 6 KOMPLIKASI

Syok
Edema Pulmoner
Gagal Ginjal Kronis
Gagal Sistem Organ Besar
Konvulsi
Koma
Hipovolemia
Hipoksia
Hipotensi
Asidosis
Perdarahan intracranial
Gastrointestinal
Iskemia
Emboli paru
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit autoimun
Penyakit hati menahun
2.7 Gejala Klinis
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses
patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau
diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang
berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai
petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun
sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular
dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut
dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit
.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati
akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran
darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.

Komplikasi
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
- Penurunan fungsi ginjal
- Gangguan susunan saraf pusat
- Gangguan hati
- Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
- Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
- Purpura fulminan
- Insufisiensi adrenal
- Lebih dari 50% mengalami kematian
Insiden
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
- Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai
komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
- Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
- Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
- Penderita cedera kepala yang hebat
- Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
- Terkena gigitan ular berbisa.
\
Diagnosis Laboratorium
Karena rumitnya patofisiologi KID,hasil laboratorium yang di dapat
sangat bervariasi. Rumit dan sukar diinterpretasi jika patofisiologi tidak jelas
dimengerti dan pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan
yang diminta cukup dan interpretasi tepat akan dapat memberikan criteria
diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia,untuk uji
laboratorium klinis yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah
ini dijelaskan laboratorium yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis
KID,yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi KID.

2.8 PEMERIKSAAN HEMOSTASIS


A. Masa Protombin
Masa protrombin bias abnormal pada KID, dapat disebabkan beberapa hal.
Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia,
gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin
menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang
pada 50-75% pasien KID sedang pada kurang 50% pasien bias dalam batas
normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi
karena
(1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin,
(2) hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau
sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat
dalam evaluasi KID
B. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID fulminan karena
berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin.
Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga
menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin,
PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada KID Karena pada FDP menghambat
polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada
50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai
menyingkirkan KID. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 4050% pasien KID sama seperti pada masa protrombin.
C. Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi
yang berarti pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada
kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam
sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan
atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi
substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh

jika F VIII diperiksa dengan pasien KID dengan disertai peningikata F Xa, jelas F
VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F
VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan
waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi
sebagai kadar F VIII yang tinggi.
.D. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini
akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah.
Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah
ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana
diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain,
sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral,
pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien
dengan tromboemboli.
E. D- Dimer
suatu test terbaru untuk KID adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil
degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian
diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan
untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan KID, Menunjukkan adanya D-Dimer
apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri
nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada KID.
Hal ini disebabkan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sngat
banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E,
padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan
protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga
mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya
memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat

menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer,


pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam
mendiagnosis KID.
F. Plasmin
Pemeriksaan

system

fibrinolisis

yang

tersedia

sekarang

dalam

laboratorium klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan
plasmin. Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk mencegah
thrombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel
pada pasien dengan KID.
Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas dan mortalitas akan
meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ. Aktivasi system fibrinolisis
dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik
subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan sedikit atau kurang
bermanfaat untuk menilai system fibrinolisis pada KID.
G. Trombosit
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai dari
yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari 100000/mm3. Pada kebanyakan
pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus dari tepi pada umumnya
jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran
trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji fungsitrombosit
pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan tromboglobulin.
Merupakn petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit,
danbiasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan , hal ini
menunjukkan pengobatan berhasil.Meningkatnya PF4 dan -tromboglobulin pada
KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga
bermanfaat dalam pemantauan pengobatan.

Diagnosis laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok :


(1) aktifasi system prokoagulan,
(2) aktivasi system fibrinolisis,
(3) konsumsi penghambat,
(4) kerusakan atau kegagalan organ
1.Aktivasi system prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+ 2,
fibrinopeptida A, Fibrinopeptida B, kompleks thrombin anti thrombin (TAT),
dan D-Dimer. semuanya ini meningkatkan pada KID
2. Aktivasi system fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, Plasmin dan plasmin
antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.
3.Konsumsi penghambat ada yang menimgkat dan ada yang menurun. Yang
meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang menurun L anti thrombin 2
antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C & S.
4.Kerusakan ataau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase,
kreatinin, dan menurun pH dan PaO2.
Untuk menentukan diagnosis KID berdasarkan criteria laboratorium
tersebut diperlukan satu kelainan dari kelompok 1,2 dan 3, sedang kelompok 4
diperlukan 2 kalainan. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa D-Dimer
merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan diagnosis KID.
System skor KID didasarkan atas nilai uji laboratorium ke 4 kelompok
tersebut diatas, ditambk keadaan klinis dan hemodinamik pasien. Nilai skor KID
didapat dari hasil 100 di kurangi jumlah nilai seluruh kolom. Berdasarkan nilai
skor maka sejak permulaan dapat ditentukan derajat beratnya KID.
Kriteria derajat berat KID :
1. Skor > 90, KID tidak mungkin
2. Skor 75-89 KID ringan
3. Skor 50- 79 KID sedang
4. Skor < 49 KID berat
Pemakaian system skor ini bermanfaat dalam perawatan pasien rutin untuk
menilai manfaat pengobatan pada KID walaupun pencetusnya (penyakit
dasarnya ) berbeda. Manfaat skor dalam menilai dan menentukan pengobatan:
1. Ada respon pengobatan.skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. KID ada
perbaikan. N Pengobatan dengan anti koagulan diteruskan (Heparin atau AT III)
2. KID menetap. Kenaikan skor 9 selama 48 jam KID menetap.
antikoagulan (Heparin, AT III) diteruskan.evaluasi 48 jam lagi

3. Terapi gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dihentikan,


demikian juga pengobatan subtitusi.
2.9 PENATALAKSANAAN
Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan
kadang kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan
pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan
beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu
diperhatikan,
(1) khusus:pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,
(2) umum:mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
Walaupun masih controversial tetapi langkah pendekatan penatalaksanaan
pada KID yang disepakati sekarang ini sebagai berikut:
1. Khusus pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang
mengamcam nyawa
2. Bersifat umum:
a. Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
b.Menghentikan proses patalogis pembekuan intravascular
c. Terapi komponen atau substitusi
d. Menghentikan sisa fibrinolisis
Terapi Individu
Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat
penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu mendapat
perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan etiologi saja
untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau pemberian
heparin pada kasus yang stu sangat diperlukan,sebaiknya pada kasus yang lain
sama sekali tidak.Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu keuntungan dan
keruggian suatu pengobatan.
Pengobatan

harus

didasarkan

atas

eteologi

KID,umur,keadaan

hemodinamik,tempat dan beratnya pendarahan,tempat beratnya thrombus,dan


gejala klinis yang ada hubungannya.
a. Pengobatan factor pencetus

Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan yaitu mengobati


secara progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. Dengan mengobati
factor pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi renjatan,
mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan mengembalikan
volume dapat menghentikan proses KID.
b. Meghentikan koagulasi
Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dapat dilakukan
dengan memberikan antikoagulan misalkan heparin
Indikasi pemberian heparin:
- Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
- Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah
dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi
- Bila ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal,
gagal hati, sindrom gagal nafas.
Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan
100-200/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT
atau masa pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin.
Target APTT 1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control.
Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali control, dosis
heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali
control maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3
kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan.
Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000 /hari
c. Terapi subtitusi
Bila perdarahan masih berlangsung terus sesudah mengobati penyakit
dasar dan sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan penyebabnya adalah
penurunan komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan. Untuk ini dapat
diberikan plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau kriopresipitat. Bila
trombosit turun sampai 25.000 atau kurang pemberian trombosit konsentrat perlu
diberikan.
d. Antifibrinolisis

Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid


(EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang
sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan
bahkan merupakan kontraindikasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Kaji adanya faktor- faktor predisposisi
a. Septikemia
b. Komplikasi obstetrik
c. Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS
d. Luka bakar berat dan luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Bedah kardiopulmonal
i. Trauma
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini
a. Perdarahan
1. Hematuria
2. Rembesan darah dari sisi pungsi vena dan luka
3. Epistaksis
4. Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)
b. Kerusakan perfusi jaringan
1. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala
2.
Ginjal : penurunan pengeluaran urine
3.
Paru-paru : dispnea, ortopnea
4.
Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan
perifer atau kaki )

3.

Pemeriksaan diagnostik

a.

Jumlah trombosis rendah

b.

PT (Protombin time) dan PTT memanjang

c.

Degradasi produk fibrin meningkat

d.

Kadar fibrinogen plasma darah rendah

3.2 DIAGNOSA
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder terhadap DIC
2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler,
trombosis.
3.3 INTERVENSI
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder terhadap DIC.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat
a.
b.
c.
d.
e.

Tidak ada manifestasi syok


Tetap sadar dan berorientasi
Tidak ada perdarahan
Nilai laboratorium dalam rentang normal

Intervensi Keperawatan
a.

Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.

b.

Waspadai perdarahan.

c.

Kolaborasi pemberian :

1.

Terapi heparin perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit

2.

oleh penurunan tiba - tiba dari jumlah trombosit.


Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat
terhadap manifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi.

d. Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang


akan dilakukan
e. Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta
berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.
2.Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
Tujuan :
a.
b.

Bleeding precautions & bleeding reduction.


Surveillance safety
Intervensi Keperawatan
a. Monitor perdarahan dan identifikasi penyebab perdarahan.
b. Monitor status cairan
c. Monitor hasil laboratorium untuk PT, PTT, Fibrinogen, FDP, AT
d. Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif
e. Intruksikan klien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung
vitamin K dan menghindari aspirin/antikoagulan lain.
f. Monitor gangguan fisik/kognitif yang dapat mendorong perilaku tidak aman.
g. Tentukan tingkat pengawasan yang dibutuhkan klien.
h. Sediakan pengawasan untuk monitoring klien dan tindakan terapeutik.
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler,
trombosis.
Tujuan

v Circulatory care
Intervensi keperawatan
a. Kaji derajat ketidaknyamanan/ nyeri
b. Lakukan pengkajian komperhensif terhadap sirkulasi perifer ( nadi perifer,
edema, warna, dan temperatur ekstrimitas ).
c.

Dorong latihan ROM selama tirah baring

d.

Ganti posisi pasien tiap 2 jam

e.

Pertahankan hidrasi adekuat

f.

Monitor status cairan.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan DIC dengan intervensi yang sudah ditetapkan
(sesuai dengan literature).
5. EVALUASI
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan
perencanaan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih
dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu
gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic
sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya.
DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan
memerlukan penanganan segera.
Dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation (D.I.C)
adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam
penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam
kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia,
rombositopenia, beredarnya

antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis

berlebihan, Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat,


keganasan. Bila penyakit sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang
menyebabkan hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi
kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari 50 %.
4.2 Saran

Mengetahui DIC

berbahaya maka

harus sedini mungkin agar tidak

menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan harus memberi
penyuluhan tentang penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA

Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit
FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Http:www.google.com
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG (HEART FAILURE)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GAGAL
JANTUNG
1. DEFINISI
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan
"Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis
dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya
{curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal
metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang
dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. (Elizabeth J. Corwin)
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung
masih cukup tinggi. (http//:www,askepgagaljantung,com)

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien
dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang
dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi
atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor
sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald )
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac
output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian
ke dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal
jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan
vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah
jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.

2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai
penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang.
Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l %
pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan 10% pada
usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang
mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung

meninggal dalam kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium akhir meninggal
dalam kurun waktu 1 Tahun, di Indonesia prevalensi gagal jantung secara nasional
belum ada sebagai gambaran di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta,
pada tahun 2006 diruang rawat jalan dan inap didapat 3,23% kasus gagal jantung
dari total 11,711 pasien, sedangkan di Amerika pada tahun 1999 terdapat kenaikan
kasus gagal jantung dari 577.000 pasien menjadi 871.000 pasien. Gagal jantung
merupakan penyebab kematian kardiovaskuler, dan kondisi seperti ini juga
menurunkan kualitas hidup, karena itu peburukan akut pada gagal jantung kronik
harus di cegah secara dini, pada lansia diperkirakan 10% pasien di atas 75 Tahun
menderita gagal jantung, angka kematian pada gagal jantung kronik mencapai
50% dalam 5 tahun setelah pertama kali penyakit itu terdiagnosis, (Kompas, 9 juni
2007).
3. ETIOLOGI
Penyebab

gagal

jantung

mencakup

apapun

yang

menyebabkan

peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolic


akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab
tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan
dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari menurunnya
kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah di ventrikel. Penyebab gagal
jantung yang terdapat di jantung antara lain :
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
a.

Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)

b.

Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)


Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
c.

Beban

volume

berlebihan-pembebanan diastolic

(diastolic overload)

Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)


akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah

sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali.
d.

Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan


(demand

overload)

Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung


di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e.

Gangguan pengisian (hambatan input).


Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

f.

Kelainan Otot Jantung


Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

g.

Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

h.

Hipertensi Sistemik / Pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.

i.

Peradangan dan Penyakit Miokardium


Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

j.

Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

k.

Faktor sistemik

Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab
yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
-

Gagal jantung kiri

Hipertensi paru

PPOM

4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhrinya terjadi gagal
jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.

Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai
contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan
menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu
infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena
setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke
atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah
bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada
kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri.
Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah
mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin
berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta
perburukan siklus gagal jantung.

5. KLASIFIKASI
Menurut derajat sakitnya:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak
napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak
napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada
saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktivitas ringan.
Menurut lokasi terjadinya :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis
yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung
S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal
dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan

volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.

6. Manifestasi klinis

Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

Ortopnue yaitu sesak saat berbaring

Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas

Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk

Berdebar-debar

Lekas lelah

Batuk-batuk

Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan
sesak nafas.

Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.

7. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :
-

Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.

Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

8. Pemeriksaan Fisik

1.

Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan


berustirahat)

2.

Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.


Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.

3. Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4. Tekanan darah
5. Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan
sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering
berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.

EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut


jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan


bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung.
Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3.

Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan


cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.

4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide)
yang pada gagal jantung akan meningkat.
5.

Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam


fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

6.

Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan


dinding.

7.

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau

insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan


kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.

10. Therapy

Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan


Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi beban kerja jantung

Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan


menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang

Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung


Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan
penurunan konsumsi oksigen miokard.

Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan


kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume
intravascular menurun.

Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1


adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek
inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

Sedati:

Pemberian

sedative

untuk

mengurangi

kegelisahan

mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.


11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

bertujuan

a. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler
melalui induksi diuresis berbaring.
b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d. Revaskularisasi koroner
e. Transplantasi jantung
f. Kardoimioplasti
12.

Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko
Anda. Anda dapat mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko
penyakit jantung - tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apa pun
yang diperlukan.
Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung
meliputi:

Tidak merokok

Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol


tinggi dan diabetes

Tetap aktif secara fisik

Makan makanan yang sehat

Menjaga berat badan yang sehat

Mengurangi dan mengelola stres

13. Prognosis Gagal Jantung


Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ mingguminggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia
aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan
obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil,
tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan
kematian. (1,3)

Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah
dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat
diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. (1,4)
Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal
jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien
memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder
mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. (1)

Konsep dasar asuhan keperawatan


A. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik
dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas.
1.

Aktivitas/istirahat

a.

Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri

dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.


b.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.

2.

Sirkulasi

a.

Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung ,


bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.

b.

Tanda :

1)

TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2)

Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3)

Irama Jantung ; Disritmia.

4)

Frekuensi jantung ; Takikardia.

5)

Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6)

posisi secara inferior ke kiri.

7)

Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8)

terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9)

Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.


11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3.
a.

Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

b.

Tanda

: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan

mudah tersinggung.
4.

Eliminasi
Gejala

: Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

5.

Makanan/cairan

a.

Gejala

: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan

signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak,


diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b.

Tanda

: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta

edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).


6.

Higiene

a.

Gejala

: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

b.

Tanda

: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7.

Neurosensori

a.

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b.

Tanda : Letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

8.

Nyeri/Kenyamanan

a.

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit
pada otot.

b.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

9.

Pernapasan

a.

Gejala

: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa

bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,


penggunaan bantuan pernapasan.
b.

Tanda

1)

Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.

2)

Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus


dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3)

Sputum :Merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4)

Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.

5)

Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6)

Warna kulit : Pucat dan sianosis.

10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a.

Gejala

: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :

penyekat saluran kalsium.


b.

Tanda

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

B. Diagnosa Keperawatan
1.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik.

2.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.

3.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

4.

Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas

5.

Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O2 ke organ

6.

Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.

7.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

8.

Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia &
mual.

9.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue

10. Sindrom deficit perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas


11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.
12. Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.

Rencana keperawatan
No.

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan criteria hasil

Intervensi

1.

Penurunan
berhubungan

curah
dengan

jantung Setelah

diberikan

Perubahan keperawatan

asuhan
1.

Auskultasi nadi a

diharapkan irama jantung

kontraktilitas miokardial/perubahan tanda vital dalam batas yang


inotropik.

dapat

diterima

(disritmia
2. Catat bunyi jantung

terkontrol atau hilang) dan


bebas gejala gagal jantung.
Kriteria hasil:

Melaporkan

penurunan

episode dispnea, angina.

Ikut serta dalam aktivitas


3. Palpasi nadi nadi p
yang mengurangi beban
kerja jantung

4. Pantau TD

5. Kaji kulit terhadap

6. Tinggikan kaki, hin


lutut.

7. Berikan oksigen tam


2.

Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah


berhubungan

dengan

diberikan

kanula atau masker


askep Auskultasi bunyi

penurunan diharapkan kepatenan jalan nafas, missal mengi

reflek batuk, penumpukan secret.

nafas pasien terjaga dengan


Kriteria hasil :
RR dalam batas normal
Irama nafas dalam batas
normal
Pergerakan sputum keluar

Pantau frekuens

inspirasi dan ekspir

dari jalan nafas


Bebas dari suara nafas
tambahan

Diskusikan denga

nyaman misal peni

duduk pada sandara

Dorong/bantu lat
bibir.

Memberikan air ha

3.

Kerusakan

pertukaran

gas Setelah

berhubungan dengan edema paru

diberikan

keperawatan

asuhan
1. Kaji frekuensi,keda

diharapkan

pasien

dapat
2.

Mempertahankan

Tinggikan kepala

tingkat untuk memilih p

oksigen yang adekuat untuk bernafas.dorong na


keperluan

tubuh. sesuai dengan kebu


3.

Kriteria hasil :

Kaji/awasi secar

membrane mukosa.

Tanpa terapi oksigen, SaO2


95

dank

lien

mengalami sesak napas.

tidan
4.

Auskultasi bunyi

Tanda-tanda vital dalam batas aliran udara /bunyi

5. Awasi tingkat kesa

normal
o

Tidak

ada

tanda-tanda adanya perubahan.

sianosis.

6. Awasi tanda vital d

Kolaborasi
7.

Awasi /gambark
oksimetri.

8.

Berikan oksigen
dengan indikasi
pasien.

3.

Gangguan pola nafas berhubungan Setelah


dengan sesak nafas

diberikan

keperawatan

asuhan
1. Monitor kedalaman

diharapkan ekspansi dada.

Pola nafas efektif dengan

kriteria hasil RR Normal 2., Catat upaya perna


tak

ada

bunyii

nafas otot Bantu nafas

tambahan dan penggunaan


3.

Auskultasi bunyi

otot Bantu pernafasan. Dan bunyi nafas tambah


GDA Normal.

4. Kolaborasi pember

5.

Pantau tanda vi

frekuensi, pernafasa

4.

Penurunan

perfusi

jaringan Setelah

diberikan

behubungan dngan penurunan O2 keperawatan


ke otak

asuhan
1.

Pantau TD, catat

gangguan secara terus mener

perfusi jaringan berkurang / semakin berat.


tidak

meluas

selama
2.

dilakukan

Pantau frekuens

tindakan Bradikardi, Tacika

perawatan di RS dengan lainnya.


kriteria hasil:

3.

Daerah perifer hangat

Pantau

pernapa

iramanya.

Tak sianosis

Gambaran

EKG

tak

menunjukan perluasan infark


4.
RR 16-24 x/ menit tak
terdapat

clubbing

finger

kapiler refill 3-5 detik, nadi


60-100x / menit. TD 120/80
mmHg

Catat status neur

bandingkan dengan

5.

Nyeri

berhubungan

dengan Setelah diberikan asuhan

hepatomegali, nyeri abdomen.

1. Pantau atau catat k

keperawatan diharapkan

laporan verbal, petu

nyeri dada hilang atau

hemodinamik (meri

terkontrol dengan KH:

berkeringat, mence

Pasien mampu

TD/frekwensi jantu

mendemonstrasikan
penggunaan teknik relaksasi.
Pasien

menunjukkan

menurunnya tegangan, rileks


dan mudah bergerak.

2. Ambil gambaran le

pasien termasuk lok

lamanya, kualitas (d
penyebarannya.

3. Observasi ulang riw

nyeri menyerupai a

Diskusikan riwayat

4. Anjurkan pasien un
dengan segera.

5. Berikan lingkungan

perlahan, dan tindak

yang kering/tak terl


Pendekatan pasien
percaya.

6. Bantu melakukan t

dalam/perlahan, per

bimbingan imajinas
7. Periksa tanda vital
narkotik.

Kolaborasi :

8. Berikan obat sesua

Antiangina,

Bid, Nitrost

Penyekat-B
(tenormin);

propanolol (

Analgesik, s
(demerol)

Penyekat sa

verapamil (c

(prokardia).

6,

Kelebihan

volume

cairan Setela

diberikan

berhubungan dengan menurunnya keperawatan


laju

filtrasi

asuhan

1. Pantau peng

diharapkan

dan warna s

glomerulus, Keseimbangan

volume

meningkatnya produksi ADH dan cairan dapat dipertahankan


retensi natrium/air.

selama dilakukan tindakan


keperawatan selama di RS
Kriteria

hasil:

2. Pantau/hitun

dan pengelu

Mempertahankan
keseimbangan cairan seperti
dibuktikan

oleh

tekanan

3. Pertahakan

darah dalam batas normal,

dengan pos

tak ada distensi vena perifer/

akut.

vena dan edema dependen,


paru bersih dan berat badan
ideal ( BB idealTB 100
10 %)

4. Pantau TD d

5. Kolaborasi

furosemid (l

7.

Gangguan

nutrisi,

kebutuhan

tubuh

kurang

asuhan

1. Observasi k

berhubungan keperawatan diharapkan pola

makanan sa

dengan anoreksia & mual.

dari Setelah
nafas

diberikan
efektif

dilakukan

setelah

kesulitan ma

tindakan

dan ukuran

keperawatan selam di RS,


RR Normal
Tak

ada

bunyii

nafas

otot

bantu

tambahan
Penggunaan
pernafasan.

2. Auskultasi b

3. Berikan per

sekret, berik

sekali pakai
4.

Berikan ma
sering

5. Hindari mak

minuman ka

6. Hindari mak
atau sangat

7. Timbang be

8.

Intoleran

aktivitas

berhubungan Setelah

dengan fatigue

diberikan

keperawatan

asuhan

diharapkan

Kaji

klien

dilaksanakan

perhatikan frekuen

Terjadi peningkatan toleransi permenit


pada

respon
diatas

setelah peningkatan TD y

tindakan aktifitas (tekanan si

keperawatan selama di RS atau tekanan diasto


Kriteria hasil :

dispnea

atau

frekuensi jantung 60-100 x/ kelemahan yang be


menit
TD 120-80 mmHg

atau pingsan.
Instruksikan

penghematan energ

saat mandi, duduk

menyikat gigi, m
perlahan.
Berikan dorongan

perawatan diri bert

berikan bantuan ses

9.

Sindrom

perawatan

diri Setelah diberikan asuhan

berhubungan dengan sesak nafas

keperawatan diharapkan

1. Observasi kemamp

kebutuhan sehari-ha

terdapat perilaku
peningkatan dalam

pemenuhan perawatan diri 2. Pertahankan dukun


dengan kriteria hasil :

pasien waktu yang

tugasnya.

klien tampak bersih dan


segar

Klien dapat memenuhi

3. Berikan umpan bal

kebutuhan nutrisi sesuai

usaha yang dilakuk

dengan batas kemampuan

4. Berikan pispot di s
memenuhi
tak mampu ke kama
kebutuhan toileting sesuai
5. Letakkan alat-alat m
toleransi
dekat pasien.
klien

dapat

6. Bantu pasien melak


10.

Kerusakan

integritas

kulit Setelah

berhubungan dengan pitting edema.

apabila diperlukan.
asuhan
1. Ubah posisi sering

diberikan

keperawatan

diharapkan

latihan rentang gera

kerusakan integritas kulit 2. Berikan perawatan


Kriteria hasil:

dengan kelembaban

klien

dapat
3. Periksa sepatu ke

Mendemonstrasikan
perilaku/teknik
kerusakan
Mempertahankan
kulit,

sesuai dengan kebu

mencegah

kulit.
4. Pantau kulit, catat
integritas
edema, area sirkula

atau kegemukan/ku

5. Pijat area kemeraha

11.

Cemas berhubungan dengan sesak Setelah diberikan asuhan

1. Identifikasi dan ket

nafas, asites.

keperawatan diharapkan

terhadap ancaman/s

pasien menyatakan

mengekspresikan d

penurunan cemas dengan

perasaan marah, ke

KH:

mengenal perasaannya

mengidentifikasi penyebab 2. Catat adanya kegel


menyangkal (afek t
dan faktor yang
mempengaruhinya secara
tepat.
Mendemonstrasikan

mengikuti program

3. Mempertahankan g

keyakinan yang sal

pemecahan masalah positif.

4. Observasi tanda ve

pasien. Lakukan tin

menunjukkan perila

5. Terima penolakan p

penguatan terhadap

Hindari konfrontasi

6. Orientasi pasien ata


prosedur ruyin dan

Tingkatkan partisip

7. Jawab semua perta

informasi konsisten

8. Dorong pasien atau

mengkomunikasika
berbagi pertanyaan

.
9. Kolaborasi

Berikan anticemas
contoh,

diazepam

(dalmane); lorazepa

EVALUASI
Diagnosa 1 :

Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.

Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung


Diagnosa 2 :

RR dalam batas normal

Irama nafas dalam batas normal

Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

Bebas dari suara nafas tambahan


Diagnosa 3 :

RR Normal ,

Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.

GDANormal
Diagnosa4:

RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60100x / menit.TD120/80mmHg

Daerah perifer hangat

Tak sianosis

Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark


Diagnosa5:

Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.

Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.


Diagnosa6:

Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah


dalam batas normal

Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen

Paru bersih

Berat badan ideal ( BB idealTB 100 10 %)


Diagnosa7:

Penggunaan otot bantu pernafasan.

RR Normal

Tak ada bunyii nafas tambahan


Diagnosa8:

Frekuensi jantung 60-100 x/ menit

TD 120-80 mmHg

Diagnosa9:

Klien tampak bersih dan segar

Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan

Klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi


Diagnosa10:

Klien dapat Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Mempertahankan integritas kulit,


Diagnosa11:

Mengenal perasaannya

Mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat.

Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.

Anda mungkin juga menyukai