Anda di halaman 1dari 153

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Kinetika dan Termodinamika
Para ilmuwan kimia prihatin dengan hukum-hukum pada interaksi
kimia.Teori-teori itu diuraikan untuk menjelaskan seperti interaksi dasar secara
luas

pada

haisl

percobaan.

Pendekatannya

sebagian

dengan

metoda

termodinamika atau kinetik. Pada termodinamika, kesimpulannya sampai pada


dasar perubahan energi dan entropi yang menyertai perubahan sistem. Dari
perubahan nilai energi bebas reaksi dan oleh karena tetapan kesetimbangan, itu
hal yang mungkin untuk memperkirakan secara langsung perubahan kimia yang
akan terjadi. Termodinamika tidak dapat memberikan beberapa informasi
mengenai laju perubahan yang terjadi atau mekanisme pereaksi yang dirubah
menjadi produk.
Umumnya pada keadaan sebenarnya, banyak juga informasi yang diperoleh
dari kedua pengukuran termodinamika dan kinetika. Sebagai contoh proses Haber
untuk pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen yang digambarkan dengan
persamaan
N2 + 3H2

H 298 = 92.4 kJ mol1

2NH3

Karena reaksinya eksotermik, prinsip le Chateliers memperkirakan produksi


amonia yang diuapkan dengan tekanan tinggi dan temperatur rendah. Pada
penanganan lain, laju produksi amonia pada 200C lambat sekali sehingga proses
tersebut pada skala industri tidak ekonomis.Pada proses Haber, kesetimbangan
ditekan pada penguapan amonia dengan menggunakan tekanan tinggi pada
temperatur 450C dan ada katalis percepatan laju hasil yang didapat pada
kesetimbangan. Pada cara termodinamika dan kinetika diperlukan faktor-faktor
khusus kondisi optimum.
Dengan cara yang sama, agar membuat mekanisme reaksi, itu berguna
untuk menganggap semua data laju termodinamika dan kinetika ada.

1.2 Pendahuluan untuk Kinetika


1.2.1 Stokiometri
Itu adalah konvensional untuk menuliskan reaksi imia dalam bentuk persamaan
stoikiometri. Ini menghasilkan perbandingan sederhana jumlah molekul pereaksi
dengan jumlah molekul produk. Karena itu hubungan kuantitatif antara pereaksi
dan produk. Tetapi tidak dapat diperkirakan bahwa persamaan stoikiometri perlu
menggambarkan mekanisme proses molekular antara pereaksi. Sebagai contoh
persamaan stoikiometri produksi ammonia dengan proses Haber
N2 + 3H2

2NH3

tetapi ini tidak menyatakan bahwa tiga molekul hidrogen dan satu molekul
nitrogen tumbukan secara serentak menghasilkan dua molekul amonia. Pada
reaksi
2 KMnO4 + 16HCl

2KCL + 2 MnCl2 + 8 H2O + 5Cl2

kita ketahui sangat sediki mengenai mekanisme reaksi, tetapi perubahan


digambarkan dengan persamaan stoikiometri karena itu menghasilkan hubungan
kuantitatif antara pereaksi dan produk
Pada beberapa reaksi persamaan stoikiometri memberi kesan bahwa reaksi
lebih sederhana daripada sebenarnya. Sebagai contoh dekomposisi termal pada
nitrogen oksida
2N2O

2N2 + O2

terjadi dua tahap, pertama meliputi dekomposisi nitrogen oksida menjadi atom
oksigen dan nitrogen
N2O

O: + N2

Diikuti dengan reaksi atom oksigen dengan nitrogen oksida menghasilkan satu
molekul nitrogen dan satu molekul oksigen
O: + N2O

N2 + O2

Ini adalah hal sederhana pada jumlah dua individu atau proses dasar menghasilkan
persamaan stoikiometr. Beberapa proses lainnya lebih komplek dan penjumlahan
secara aljabar pada proses dasar yang rumit sehingga tidak memberikan
persamaan stoikiometri.
Dekomposisi termal padaasetaldehida dapat digambarkan sebagai
CH3CHO

CH4 + CO

Tetapi masing-masing molekul asetaldehida tidak terurai dalam stu tahap


menghasilkan satu molekul metana dan satu molekul karbon monooksida.Hasil
kinetik sesuai dengan proses mekanisme yang mana molekul asetaldehida
terdekomposisi pertama menjadi radikal metil dan formil radikal. Produk yang
dibentuk berikutnya reaksi antara radikal radikal ini dengan radikal asetil dan
aseldihida itu sendiri. Mekanisme keseluruhannya secara sederhana adalah
CH3CHO

CH3 + CHO

CH3 + CH3CHO

CH4 + CH3CO

CH3CO

CH3 + CO

CH3 + CH3

C2H6

Persamaan stoikiometri untuk dekomposisi dinitrogen pentaoksida adalah


2N2O5

4NO2 + O2

Ini juga proses yang lebih komplek dari yang ditunjukkan persamaan ini dan
ditunjukan oleh Ogg melaui hasil mekanisme berikut
2N2O5

NO2 + NO3

NO2 + NO3

NO2 + O2 + NO

NO + NO3

2NO2

Studi kinetik menujukkan bahwa tahap (2) adalah tingkat sangat lambat pada
reaksi, sehingga keseluruhan reaksi tergantung pada tahap ini dan karena itu
disebut tahap penentu kecepatan atau laju

1.2.2 Molekularitas
Molekularitas pada reaksi kimia didefenisikan sebagai jumlah molekul pereaksi
yang ikut serta pada reaksi sederhana yang sesuai pada tahap dasar. Umumnya
reaksi dasar memiliki satu atau dua molekularitas, meskipun beberapa rreaksi
meliputi tiga molekul yang bertumbukan secara serentak mempuyai tiga
molekularitas, dan pada hal yang sangat jarang penyelesaiannya, empat
molekularitas.

1.2.3 Reaksi-reaksi Unimolekular


Reaksi unimolekular meliputi satu molekul pereaksi dan salah satunya isomerisasi
A

Atau dekomposisi
A

B + C

Beberapa contoh reaksi-reaksi Unimolekular


CH3NC

CH3CN

C2H6

2 CH3

C2H5

C2H4 + H

1.2.4 Reaksi-reaksi Bimolekular


Reaksi bimolekular adalah satu reaksi dimana dua molekul pereaksi yang sama
atau tidak bergabung menghasilkan satu atau sejumlah molekul produk. Mereka
adalah reaksi-reaksi asosiasi (kebalikan reaksi dekomposisi)
A + B

AB

2A

A2

Atau reaksi pertukaran


A + B

C + D

2A

C + D

Beberapa contoh reaksi-reaksi bimolekular


CH3 + C2H5

C3H8

CH3 + CH3

C2H6

C2H4 + HI

C2H5I

H + H2

H2 + H

O3 + NO

O2 + NO2

Sulivan menunjukkan bahwa seringkali diberikanreaksi bimolekular klasik


2HI

H2 + I2

adalah reaksi rantai pada temperatur tinggi (800 K) dengan penentuan laju tahap
termolekular

1.2.5 Reaksi-reaksi Termolekular


Reaksi ermolekular relatif jarang terjadi mereka termasuk tumbukan pada tiga
molekul secara serentak menghasilkan satu atau lebih produk
A + B + C

produk

Beberapa contoh reaksi-reaksi termolekular


NO + O2

2NO2

NO + Cl2

2NOCl

2I + H2

2HI

H + H + Ar

H2 + Ar

Seperti yang dapat dilihat dari contoh yang diberikan di atas, saa molekularitas
tidak dibentuk untuk proses yang melibatkan molekul stabil tetapi digunakan
ketika bereaksinya spesies atom, radikal bebas atau ion. Selanjutnya pada
dekomposisi asetaldehida, asetil radikal terurai
CH3CO

CH3 + CO

Adalah proses unimolekular, ketika penggabungan pada radikal metil adalah


proses bimolekular
CH3 + CH3 + M

C2H6 + M

Ini hanya tepat untuk digunakan molekularitas untuk proses yang terjadi pada
tunggal atau tahap dasar. Oleh karena menyatakan pengertian teoritical pada
reaksi molekular dinamik. Reaksi dimana molekul pereaksi atau molekul-molekul
mengaghasilkan produk atau produk-produk pada tahap sendiri atau dasar
jarang.Jika reaksi adalah reaksi komplek diperlukan molekular spesifik pada tiap
tahap individual reaksi.
1.3 Elusidasi pada mekanisme reaksi
Tugas akhir pada kinetika adalah memperkirakan laju pada beberapa reaksi di
bawah percobaan yang diberikan. Ini sulit untuk mencapai semuanya tetapi ada
beberapa hal. Yang utama mengajukan mekanisme, dimana disetujui kualitatif dan
kuantitatifnya berdasarkan ukuran percobaan kinetik.
Ketika mekanisme reaksi diusulkan untuk reaksi khusus, itu akan diuji
dengan kriteria berikut.
(i)

Konsistensi dengan hasil reaksi

Mudah untuk mengusulkan mekanisme reaksi dengan sangat sedikit informasi


percobaan yang ada. Dalam hal itu sulit untuk membuktikan atau membantah
usulan. Sebagaimana, lebih dan lebih data percobaan yang diperoleh, itu sering
kali menjadi lebih dan lebih sulit mendapatkan mekanisme yang semuanya
memuaskan hasilnya.hanya mungkin bahwa mekanisme tepat ketika sesuai
dengan semua data laju reaksi yang ada
(ii)

Energetic Feasibility

Ketika reaksi dekomposisi erjadi, ikatan molekul lemah dan putus. Karena itu
dekomposisi pada ditersial butil peroksida diawali dengan putusnya ikatan OO
menghasilkan dua ditersiarbutoksi radikal. Pada mekanismedilibatkan atom-atom

atau radikal bebas, prosesnya adalah isotermik dan sedikit endotermik yang
sebagian besar sepertinya tahap penting pada reaksi. Pada fotolisis hidrogen
Iodida (lihat hal 140), reaksi propagasi yang tepat adalah
H + HI

H2 + I

(1) H = 134 kJ mol

I + HI

I2 + H

(2) H = 146 kJ mol

dan

Untuk reaksi endotermik terjadi pada (2), paling sedikit 146 kJ energi yang harus
didapatkan dengan tumbukan antara atom iodin dan molekul hidrogen iodida.
Reaksi (2) mungkin lebih lambat dibandingkan reaksi (1).
Jika mekanisme meliputi dekomposisi radikal etoksil, dekomposisi berikut
semua cara yng mugkin
C2H5O

C2H5 + O

C2H5O

CH3CHO + H

C2H5O

CH3 + CH2O

C2H5O

C2H4 + OH

Panas reaksi menunjukkan reaksi (3) sepertinya proses yang penting


(iii) Prinsip mikroskopik reversibilitas
Prinsip ini menyatakan bahwa untuk reaksi dasar, pada proses reaksi balik tahap
yang dibentuk lawannya sama.oleh karena itu tidak mungkin untuk memasukkan
beberapa tahap mekanisme reaksi, yang tidak dapat terjadi pada reaksi balik.
Secara cepat pada dekomposisi termal ditersial butil peroksida, itu tidak mungkin
untuk mmpostulat si tahap awal seperti
(CH3)COOC(CH3)

CH3 + 2 CO

karena tahap balik tidak dapat ditentukan. Selanjutnya, sepertinya semua tahap
mekanisme

reaksi

masing-masing

unimolekular,

bimolekula

atau

termolekular,beberapa proses mekanisme tidak harus mengandung tahap dasar

yang menghasilkan lebih dari tiga jenis produk, sehingga tahap balik tidak akan
terjadi.
(iv) Konsistensi dengan reaksi yang dapat disamakan
Ini sesuai untuk memperkirakan bahwa jika mengusulkan mekanisme untuk
dekomposisi asetaldehida telah terbukti, maka mekanisme untuk dekomposisisi
aldehid yang lain dapat mirip. Bagaimanapun, saat itu orde membawa percobaan
yang serupa untuk membuktikan ini, bahaya untuk mengasumsikan bahwa
mekanisme reaksi yang dulu semata-mata sama. Tentu saja ada sejumlah contoh
reaksi dari seri yang sama pada senyawa kimia melalui proses mekanisme yang
sangat berbeda, contoh reaksi hidrogen halogen.
Dapat disadari untuk mempelajari laju reaksi yang lebih tinggi, lebih baik
yakin mengukur secara tepat kebenaran mekanisme reaksi yang diusulkan. Data
laju dapat diperoleh dengan menggunakan teknologi moderen untuk menentukan
laju reaksi yang sangat cepat dan mengukur konsentrasi yang sangat lambat
sementara spesies reakif dibentuk pada sistem reaksi. Sejumlah contoh meknisme
reaksi diberikan pada bagian akhir bab berdasarkan data kinetik yang didapat
dengan percobaan laju. Pertama sekali dibutuhkan membuktikan hukum kinetik
sederhana dan teori pada laju reaksi sebelum pemprosessan untuk mempelajari
reaksi kimia yang lebih komplek

BAB 2
HUKUM DASAR LAJU

2.1 Persamaan Laju

Mengingat pada reaksi kimia pereaksi A terurai menghasilkan produk B dan C


A

B+C

Selama terjadi reaksi konsentrasi A berkurang

dan saat itu pada saat itu

konsentrasi B dan C meningkat.Bentuk grafik konsentrasi-waktu untu A


diperlihatkan pada ganbar 2.1.

Konsentrasi

WAKTU

Gambar 2.1 Bentuk kurva konsentrasi waktu

Beberapa laju dihasilkan oleh perubahan pada pengukuran kuantitas


dengan waktu, dan laju pada reaksi kimia digambarkan dalam hal perubahan
konsentrasi pereaksi yang dihasilkan dengan waktu tertentu. Laju reaksi pada
waktu t pada kurva menghasilkan slope dengan waktu, menghasilkan persamaan
pengurangan konsentrasi A per waktu. Laju dapat juga menghasilkan persamaan
meningkatnya konsentrasi B atau C per waktu.

laju

d[A] d[B] d[C]

dt
dt
dt

laju reaksi kimia digambarkan sebagai laju peruraian atau hilangnya pereaksi atau
laju pembentukan produk.
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa laju reaksi perubahan selama reaksi. Laju
pada saat maksimum ditunjukkan, sebagai berkurangnya proses reaksi. Pada saat
itu didapatkan laju reaksi tergantung pada konsentrasi pereaksi, itu dapat dianggap
konsentrasi A pada reaksi di atas berkurang.Sehingga,
laju A

dimana n adalah konstannta dikenal sebagai orde reaksi. Hubungan antara laju dan
konsentrasi persamaan laju dan bentuk yang dapat dibuat

dA
n
kr A
dt

dimana kr adalah tetapan untuk beberapa reaksi tergantung temperatur dan disebut
sebagai tetapan laju. Persamaan laju menyatakan bagaimana laju yang berbeda
pada tahap-tahap dasar dengan konsentrasipereaksi; konsentrasi produk tidak
melibatkan tanda.

2.1.1 Orde Reaksi


Jika reaksi di atas diperoleh secara percobaaan laju secara langsung
banding dengan konsentrasi A, reaksi dikatakan orde pertama

dA
kr A
dt

(2.1)

jika laju yang diperoleh tergantung pada kuadrat konsentrasi A, reaksi


dapat dikatakna orde kedua,

dA
2
kr A
dt

(2.2)

Untuk proses yang berbeda

10

A+B

C+D

jika persamaan laju yang di dapat menjadi

dA
dB

kr A B
dt
dt

(2.3)

reaksi adalah orde dua : orde pertama terhadap A dan orde pertama terhadap B
Secara umum untuk reaksi
A+B+C +

Produk

Laju = kr A 1 B
n

n2

Cn3

(2.4)

Orde reaksi reaksinya adalah penjumlahan ekponn n1 + n2 + n3 + ; orde


terhadap Aadalah n1 , terhadap B adalah n2 dan terhadap C adalah n3

dan

seterusnya.

2.1.2 Tetapan Laju


Konstanta laju yang ada digunakan untuk mengukur laju reaksi kimia pada
temperatur tertentu. Itu penting untuk menentukan bahwa satuan tetapan laju
tergantung pada oder reaksi.
Sebagai contoh, persamaan laju orde pertama adalah

dA
kr A
dt

sehingga
konsentrasi
kr (konsentrsi)
waktu

oleh karena itu, untuk semua proses orde pertama, satuan tetapan laju yang
dimiliki kr adalah waktu1
Untuk reaksi orde dua persamaan laju bentuknya adalah
Laju = kr (konsentrasi)2
Sehingga tetapan laju orde dua memiliki satuan konsentrasi-1 waktu-1 , sebagai
contoh dm3 mol-1 s-1 .

11

Secara umum tetapan laju untuk reaksi orde ke-n memiliki satuan
(konsentrasi)1n waktu-1 .Dari satuan ini dapa dilihat bahwa bentuk satuan untuk
reaksi orde nol adalah mol dm3 s-1 dan untuk reaksi orde tiga adalah dm6 mol-2 s-1

2.2 Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju


Sejauh ini persamaan laju yang digunakan adalah semua permaan
differensial. Jika grafik konsentrasi waktu digambarkan seperti gambar 2.1, laju
reaksi diukur secara langsung dari slope pada grafik. Tangen A adalah gambar
pada kurva pada titik-titik yang berbeda dan diperoleh dc/dt. Slope awal pada
grafik ini menghasilkan laju awal, dan untuk proses orde dua persamaan 2.4
menjadi
(laju) r = 0 = kr[A]0[B]0
dimana [A]0 dan [B]0 adalah konsentrasi awal A dan B. Satu contoh yang
digunakan pada cara ini untuk menentukan tetapan laju yang digambaran pada
bab3.
Saat pengukuran laju awal tidak mudah, itu leih baik untuk mengintegrasi
persamaan laju.Integrasi persaman laju menghasilkan hubungan antara tetapan
laju dan laju perubahan kimia untuk beberapa reaksi.Bentuk persamaan tegantung
pada orde reaksi.Kesimpulan bentuk hukum laku yang berbeda diberikan pada
tabel 2.1 hal 24.

2.3 Persamaan Laju Integrasi Oder Pertama


Mengingat reaksi
A

produk

Jika a adalah konsentrasi awal dan x pengurangan konsentrasi a pada waktu t.


Konsentrasi A pada waktu t adalah a x. Laju reaksi yang dihasilkan adalah

dA
d(a x ) dx

dt
dt
dt

Persamaan laju differensial, d[A]/dt, dapat ditulis sebagai

12

dx
k r (a x )
dt

atau

dx
k r dt
(a x )

(2.5)

integrasi persamaan 2.5 menghasilkan


ln (a x) = kr t + tetapan
pada saat t = 0, x = 0, tetapan sama dengan ln a, sehingga subtitusi pada
persamaan 2.5 menghasilkan
1 a
k r ln

t a x

(2.6)

menggunakan logaritma dasar 10


kr

2.303
a
log10

t
a x

(2.7)

persamaan 2.6 dan 2.7 digunakan semua reaksi orde pertama

2.3.1 Penentuan tetapan laju pada orde pertama

(i)

Metoda Subtitusi

Nilai a-x ditentukan secara percobaan dengan satu metode yang digambarkan
pada bab 3 dimana semua percobaan kinetika pada waktu t yang berbeda. Nilainilai tersebut disubtitusikan pada persamaan 2.7 dan nilai rata-ratatetapan laju
dapat ditentukan
(ii)

Metoda Grafik

Dari persamaan 2.7 dapat dilihat bahwa gambar pada log10 (a/a-x) dengan t akan
diperoleh garis lurus dengan persamaan slope kr/2,303 jika reaksi orde
pertama.Persamaan 2.7 dapat disusun kembali menghasilkan

13

log10 (a x ) log10 a

kr t
2.303

(2.8)

gambar pada log10 (a/a-x) dengan t akan diperoleh garis lurus dengan persamaan
slope kr/2,303. Jika data laju yang didapat menghasilkan gambar yang lurus pada
reaksi orde pertama, dan tetapan laju ditentukan dari slope. Secara grafik
penentuan Kr lebih memuaskan daripada metode (i).

(iii)

Metoda Fraksi hidup

Untuk proses orde pertama, waktu yang dibutuhkan konsentrasi pereaksi


berkurang dengan fraksi tertentu dari konsentrasi awal yang tidak bergantung
konsentrasi awal
Misalkan t0,5 waktu yang ditentukan untuk konsentrasi awal

berkurangmenjadi setengan konsentrasi awal (0,5a). ini dikenal sebagai sewaktu


paro pada reaksi. Selanjutnya untuk kondisi waktu paro persamaan 2.6 menjadi

kr

ln

t 0,5

ln 2
t 0,5

0,693
t 0,5

a
0,5a

atau
t 0,5

0,693
kr

(2.9)

adalah sebuah tetapan untuk partikel reaksi dan tidak tergantung konsentrasi awal.
Pada umumnya, waktu tf untuk konsentrasi awal berkurang dengan fraksi
1/f dihasilkan
t f

ln f
kr

tetapan laju dapat dihitung secara langsung dari pengukuran fraksi hidup atau
reaksi waktu paro

14

Contoh 2.1
Hasil data berikut ini diperoleh dari dekomposisi gula dalam larutan air.
Konsentrasi glukosa / mmol dm3 56,0

55,3

54,2

52,5

49,0

Waktu / menit

45

120

240

480

Tunjukkan bahwa reaksi adalah orde pertama dan hitung tetapan laju untuk proses
dan waktu paro untuk glukosa dibawah kondisi ini.
Dari data, a = 56,0 mmol dm3 dan pembacaaan konsentrasi glukosa dapat
disamakan menjadi a x pada persamaan 2.8, memberikan reaksi orde pertama.

Log 10 (a x)/mmoldm 3
t/ menit

1.748 1,743 1,743 1,719 1,690


0

45

120

240

480

gambar log 10 (a x )versus t menghasilkan gambar 2.2.


karena grafiknya adalah garis lurus, reaksinya adalah orde pertama dan

Gambar 2.2 orde pertama untuk dekomposisi glukosa dalam larutan

15

slope = -

kr
k
- 1,18 10 -4 min -1 =- r
2,303
2,303

itu adalah
kr =2,72 x10-4 min-1
dari persamaan 2.9
t0,5 =

0,693
0,693

min
kr
1,18 x 10 -4

= 5 ,87 x 103 min

2.4 Persamaan Laju integrasi orde ke dua


2.4.1 Reaksi meliputi dua preaksi
Mengingat reaksi
A + B

Produk

Misalkan pada tahap awal konsentrasi A dan B menjadi a dan b. Misalkan x


pengurangan konsentrasi A dan B pada waktu t. Pada waktu t konsentrasi A dan B
berturut-turut menjadi a x dan b x. Persamaan laju

dA
dB

k r A B menjadi
dt
dt

menjadi
dx
k r a x b x atau
dt

atau

dx
k dt
a x b - x r
secara fraksi parsial menghasilkan
1
ab

1
1
b - x - a - x dx k r dt

pada pengintegrasian

16

ln a - x - ln b - x
tetapan
ab

krt =

ketika t = 0, x = 0, dan

ln a
tetapan =

b
ab

menghasilkan

ba - x
1
ln
atau
a b a b x

krt =

kr =

ba x
2,303
log10

t a b
a b x

(2.10)

2.4.2 Reaksi melibatkan satu pereaksi atau reaksi antara dua pereaksi dengan
konsentrasi awal sama
Untuk reaksi
2A

produk

atau reaksi
A + B

produk

Dimana konsentrasi awal A dan B sama, dianggap konsentrasi awal menjadi a.


persamaan 2.2 menjadi
dx
2
k r a x
dt

atau
dx

a x 2

k r dt

pada pengintegrasian
krt =

1
tetapan
a x

17

t = 0, tetapan = 1 dan
a

jika x = 0
krt =

1
1
ax a

kr =

1 x

at a - x

atau

2.4.3 Penentuan tetapan laju orde dua


(i) Metoda subtitusi
Tetapan laju dapat dihitung dengan subtitusi nilai percobaan yang diperoleh pada
a x dan b x pada waktu t yang berbeda ke dalam persamaan 2.10. Jika dihitung
nilai kr adalah tetapan pada kesalahan percobaan, reaksi diasumsikan sebagai orde
dua dan nilai rata-rata pada kr menghasilkan tetapan laju orde dua
(ii) metoda grafik
Untuk reaksi orde tipe 2.4.1, persamaan 2.10 dpat disusun menghasilkan
b kr a - b
ax
log 10 =
t
log10
a
2,303
bx

2.12)

gambar pada log10 (a x) /(bx) dengan t akan diperoleh garis lurus dengan
persamaan slope kr (a x) /2,303 sehingga kr ddapat ditentukan.
contoh 2.2
data kinetik berikut

diperoleh oleh slater (j.chem.Soc.,85 (1904),286) untuk

reaksi antara natrium tiosulfat dan metil iodida pada 25C, konsentrasi
diperlihatkan pada unit yang berubah-ubah.
Waktu/menit

4,75

10

20

Na 2S 2 O 3

35,35

30,50

27,0

CH 3 I

18,25

13,4

9,9

18

55

23,2 20,3 18,6 17,1


6,1

Tunjukkan bahwa reaksi orde dua

35

3,2

1,5

Jika reaksi orde dua, mengikuti persamaan 2.12, a x dan b x


merupakan konsentrasi berturut-turut dari Na2S2O3 dan CH3I, pada waktu t
log 10 (a x)/(b x)
t/min

0,287
0

gambar log

10

0,357 0,436
4,75

10

0,580 0,802
20

35

1,093
55

(a x)/(b x) dengan t menghasilkan gambar 2.3. karena gambar

yang dihasilkan lurus, reaksi adalah orde dua

Gambar 2.3 gambar orde dua untuk reaksi antara naytium tiosulfat dan metil
iodida
Untuk reaksi orde jenis 2.4.2 dimana a disamakan dengan b atau reaksi
hanya melibatkan satu pereaksi a pada konsentrasi awal, itu dapat dilihat bahwa
gambar 1/(a x) dengan t didapat lurus seperti gambar 2.4 dan itu laju tetapan
orde dua sama dengan slope.
contoh 2.3
penyabunan pada etil asetat dalam larutan natrium hidroksida pada 30C
CH3CO2C2H5 + NaOH

CH3CO2 Na + C2H5OH

19

Telah dipelajari oleh Smit dan Lorenson (J.Am.Chem.Soc., 61(1939),117).Pada


konsentrasi awal ester dan alkali keduanya 0,05 mol dm3 dan pengurangan x
konsentrasi ester diukur menurut waktu berikut ini
103 x/mol dm-3
Time/min

5,91

11,42 16,30 22,07 27,17

15

24

37

31,47

36,44

53

83

Hitung tetapan laju untuk reaksi


Jika reaksi orde dua, persamaan 2.11 akan didapat.
dm3 mol-1/(a x)
t/min

22,7

25,9

29,7

35,8

43,8

53,9

73,8

15

24

37

53

83

gambar 1/(a x) dengan t menghasilkan gambar 2.4. karena itu grafik yang
didapat lurus, reaksi adalah orde dua dan
slope = kr = 0,640 dm3mol1menit1

Gambar 2.4 Gambar orde dua untuk reaksi antara etil asetat dan natrium
hidroksida pada pada 30C

20

(iii) Metoda fraksi hidup


Metoda fraksi hidup ssesuai untuk reaksi orde dua pada tipe 2.4.2. Karena itu
separo waktu hidup, contoh waktu yang diperoleh untuk konsentrasi awal
berkurang dari a menjadi a/2, persamaan 2.11 dengan x = a/2 menjadi ,

t 0,5

a
1
2 1
=
k ra a
k ra
2

(2.13)

selanjutnya, untuk tipe reaksi orde dua ini, setengah waktu hidupsebanding
kebalikannya dengan konsentrasi awal, dan tetapan laju ditentukan secara
langsung dari pengukuran setengah waktu hidup.
Jika setengah waktu hidup diukur pada dua percobaan yang konsentrasi
awal keduanya berbeda, a1 dan a2, sehingga hubungannya
(t 0,5)1/(t 0,5)2 = a2 / a1
sesuai untuk reaksi orde dua
Metoda fraksi hidup dapat digunakan untuk reaksi pada beberapa orde asalkan
semua pereaksi memiliki konsentrasi wal sama. Pada umumnya setengah waktu
hidup pada orde reaksi n dikaitkan dengan konsentrasi awal dengan
1

t 0,5

a n 1

atau
t 0,5 =

tetapan
a n 1

Pengambilan logaritma
log 10 t0,5 = (1 n) log10 a + log10 tetapan
Gambar log

10

0,5

dengan log10 a lurus dengan slope sama dengan 1 n. ini

mungkin untuk memperoleh tetapan laju dari intersep.


Pilihan lain, jika (t0,5)1 adalah setengah waktu hidupuntuk konsentrasi awal
a1 dan (t0,5)2 adalah setengah waktu hidup ketika konsentrasinya a1, sehingga

21

(t 0,5)1/(t 0,5)2 = (a2 / a1)n1


dan menggunakan logaritma
log 10 (t 0,5)1/(t 0,5)2 = (n-1) log10 a2/a1
dari sini n dapat ditentukan

Contoh 2.4
ketika konsentrasi A reaksi sederhana A

B berubah dari 0,51 mol dm 3

menjadi 1,03 mol dm3, setengan waktu hidup turun dari 150 detik menjadi 75
detik pada 25C. berapakah orede reaksi dan nilai tetapan laju ?
subsitusi dari persamaan 2.14 menghasilkan

150 1,03

75 0,5

n 1

atau
log10 2 (n 1) log10 2
sehingga
n=2
Karena itu reaksi orde dua, tetapan laju menghasilkan persamaan 2.13 sehingga
t 0,5 =

1
k ra

selajutnya
kr =

1
dm 3 mol 1s 1
0,51 150

= 1,31 x 10-2 dm3 mol-1s-1


Contoh 2.5
Reaksi
SO2Cl2

SO2 + Cl2

22

Adalah reaksi gas orde pertama dengan tetapan laju 2,0 x 105 dt pada 320C.
berapa persen SO2Cl2 terdekomposisi pada pemanasan 320C selama 90 menit.
Untuk reaksi orde pertama, menurut persamaan 2.7, adalah
a
krt = 2,303 log10

a x

persamaan ini menjadi

krt = 2,303 log10


1 y
dimana y adalah fraksi SO2Cl2 terdekomposisi pada waktu t. Subtitusi angka yang
tepat

2,0 x 10-5 x 90 x 60 = 2,303 log10


1 y
sehingga

1
= 1,114
1 y
dimana
y =0,102
karena itu SO2Cl2 yang terdekomposisi adalah 10,2 persen
(iv)

metoda isolasi

Metoda ini digunakan untuk menentukan orde berkenaan dengan pengontrolan


masing-masing pereaksi pada kondisi dimana hanya satu pereaksi berubah
menurut waktu untuk satu rangkaian percobaan. Metoda yang dapat digunakan
digambarkan dengan referensi oksidasi pada iodida dengan hidrogen peroksida
dalam larutan asam
H2O2 + 2I- + 2H3O+

I2 + 4H2O

Laju reraksi yang dihasilkan

23

dI 2
a
b
Kr H 2 O 2 I H 3 O
dt

dimana a,b dan c acalah orde reaksi untuk masing-masing pereaksi dan kr adalah
tetapan laju. Adanya kelebihan asam yang besar, [H3O+] keadan yang benar, dan
jika tiosulfat dtambahkan untuk merubah kembali iodin membentuk iodida,[I-]
v k 1 H 2 O 2

A+B+C

produk

dx
k r a x b x c x
dt

..(2.15)

dx
3
k r a x
dt

dx
k dt
a x r

atau

2a x

x=0

1
constant
2a 2

t = 0, constant = 1/2a2, dan

Sehinga kr.t0,5 = 3/2a2

24

BAB 3
HUBUNGAN SIFAT FISIKA DENGAN KONSENTRASI

Persamaan umum dijabarkan hubungan antara pengukuran kuatitatif


secara fisika dengan variabel reaksi x dan telah dibuktikan bahwa kuantitatif
fisik adalah fungsi linear dari konsentrasi. Dengan memakai persamaan dasar :
O = E VB B
Untuk senyawa A, B dan D dalam reaksi membutuhkan Z, dengan A
adalah reaktan dalam jumlah terbatas. Persamaan reaksi dapat ditulis :
- vA A vB B vD D = vZ Z

(3.1)

dimana VA, VB dan VD adalah negatif jika A, B dan D reaktan. Konsentrasi A,


B, D dan Z diberikan dalam bentuk x menjadi :
C A = a + VB x

CD = d VD x

C B = b + VB x

CZ = VZ x

(3.2)

Dimana a, b dan d konsentrasi awal dan asumsi tidak ada produk sebelumnya.
Maka reaksi utuh menjadi :
CA = O = a + VA x ------> X =

a
VA

Jika A adalah harga sifat kimia pada setiap saat t maka :


A = A M + A A + AB + AD + AZ

(3.3)

Dimana AM adalah kontribusi dari medium. Sifat fisika ini menunjukkan


hubungan dengan konsentrasi sebagai :
AA = kA CA

(3.4)

kA = konstanta proporsional
Gabungan (3.2), (3.3) dan (3.4) akan menghasilkan :
A = AM + kA (a + VA x) + kB(b + VB) + kD (d + VD) x + kZ VZ x

(3.5)

Mula-mula berarti x = 0 memberikan :


Ao = AM + kA a + kB b + kD d

(3.6)

dan harga akhir x = -a / VA akan menghasilkan bentuk :

25

Aoo = AM + Kb ( b

VB
V
k v
) + kD (d - D ) Z Z
VA
VA
VA

(3.7)

Gabungan (3.6) dan (3.7) menjadi


Aoo Ao = - kA a

k B v Ba k D v Da k Z v Za
VA
VA
VA

(3.8)

Gabungan antara (3.6) dan (3.5) memberikan :


A Ao = kA vA x + kB VB x + kD vD x + kZ vZ x

(3.9)

Dan
Aoo A = - kA (a vAx) - kB VB (

- kZ vZ (

a
a
+x) - kD VD (
+x)
vA
vA

a
+x)
vA

(3.10)

Jika disusun : 0 k = k A vA + kB VB + kD VD + kZ vZ
maka dapat ditulis :
A - Ao = x 0 k Aoo Ao = - (

a
)0k
vA

(3.11)

dan
Aoo A = - (

a
+ x) 0 k
vA

(3.12)

Dari penjabaran ini maka akan secara kinetika dapat dihubungkan sebagai
berikut :
-

vA x
A - Ao
=
Aoo - Ao
a

Ao - Aoo
a
=
Aoo - A
a vA x

Hal yang mungkin dituliskan (b + v B x) dan (d + v D x) dalam bentuk dasarnya


pada pengukuran sifat fisika. Hasil akhir akan berbentuk :
(b / a ) (Aoo - Ao)
b
=
b vB x
(b/a) (Aoo - Ao) - (v B /v A ) (A - Aoo)

untuk menyederhanakan dapat dibuat konsentrasi sama dari reaksi maka b/a =
vB/vA dan selanjutnya.

26

3.2.

REAKSI DALAM FASA GAS

Cooks and Egger (1972) memberikan hasil pengamatan dari reaksi isomerisasi
N-propilidensycloropylamine, yang dapat terlihat pada tabel 3.1. Nuclear
Magnetik Resonance (NMR) dan Spektro massa dipakai untuk menganalisa
pada temperatur dibawah 700 K dan menghasilkan 5 ethyl piroline.
N ------>

(3.16)

Tabel 3.1.Isomerisasi termal N-propildencyloropylamine pada 573 K


Waktu/min

Tekanan / torr

Fraction Isomerisasi

K/10 S

20

55,2

0,7783

6,79

30

15,4

0,1113

6,56

60

18,1

0,2104

6,56

100

18,3

0,3313

6,71

210

17,5

0,5784

6,85
Rata-rata k = 6,69+0,13

Temperatur bervariasi dari 572,9 k sampai 573,3 k.


Konstanta kecepatan reaksi dihitung dengan persamaan :
k =
=

1 Co
1
ax
1
x
ln
= - ln
= - ln ( 1 )
t
C
t
a
t
a
2.303
lod (1 f)
t

dimana f adalah fraksi isomerisasi. Konstanta kecepatan reaksi orde baru tidak
memberikan penyimpangan dengan data reaksi atau dengan tekanan.
Metoda manometri juga umum dipakai untuk mempelajari reaksi fasa
gas. Pengukuran secara langsung dalam sistem dimana suatu perubahan dalam
jumlah total senyawa seperi dekomposisi phosgene :
COCl2 = = = = = CO + Cl2

(3.17)

atau suatu hasil reaksi diambil secara kontinyu dengan absorbsi atau
kondensasi. Contoh dalam reaksi
H2 + Cl2 = = = = = 2 HCl

(3.18)

27

Asam yang terjadi diadsorbsi dalam air. Atau tekanan terbaca perubahannya
setelah hasil reaksi diambil maka data reaksi (3.18) Chlorin dan hidrogen
klorid berkondensasi dengan nitrogen cair dan tekanan akhir adalah tekanan
hidrogen saja.
Menurut Takezahi dan Takeuchi (1954) memberikan data pada reaksi
dekomposisi termal dimetil peroksid. Data percobaannya diberikan dalam
Tabel 3.2.
Reaksi ini juga dipelajari dengan memakai spektroformeter infra merah
oleh Hant dan Calvent (1959) dan juga dengan Chromatografi oleh Batt dan
Cullock (1977). Reaksi ditulis secara stoichiometri adalah sebagai berikut :
2 CH3OOCH3 = = = = = = 2 CH3OH + CO

(3.19)

Tabel 3.2.Dekomposisi dari dimetilperoksid pada 439,8 K


Waktu

Tekanan total

(Poo P) / torr

ln (Poo P) / torr

15

427,12

7,84

2,06

90

428,27

6,69

1,90

240

429,83

5,13

1,64

390

431,23

3,73

1,32

570

432,48

2,48

0,91

780

433,18

1,78

0,58

990

433,67

1,29

0,25

2910

434,96

4590

434,96

Tekanan akan naik sampai 100% dari tekanan mula-mula dimetil peroksid
seperti pada reaksi itu. Secara percobaan didapatkan maksimum tekanan
adalah 93%.
Dari persamaan reaksi tersebut meliputi mekanisme reaksi dengan rantai
kompleks yang membuat makin sukat mengartikan hasil CH3O. radikal dengan
reaksi :

28

k
2 CH3OOCH3 --------> 2 CH3O
Jika kelebihan metanol yang diberikan mula-mula ini dapat bereksi dengan
metoksi radikal menjadi reaksi berantai maka terjadi etilen glikol
CH3O + CH3OH -------> CH3OH + CH2OH
2 CH2OH --------------> (CH2OH)2
Dengan pemberian metanol maka stoichiometri (3.19) berubah menjadi
2CH3OCH3 -------> 1.4CH3OH+0,4CO+0,2CH2OH+1(CH2OH)2

(3.21)

Setelah beberapa waktu maka persamaan stochiometri relatif konstan


jumlah CH3OH, CO, CH2O dan glikol juga tetap dengan waktu pada
dekomposisi perksid. Hasil ini berdasar pada hasil percobaan dan analisa
Takezehi dan Takeuchi yang dilihat dari perubahan tekanan selama
berlangsungnya reaksi. Diperkirakan mulai 50% naik tekanannya mengikuti
rumus (3.21) juga Tabel 3.2 tekanan mula-mula diberi metanol.
Jika dicari :
x
=
a

P Po
Poo Po
a
dan
=
Poo Po
Poo P
(a x )

Jika (3.21) adalah reaksi orde satu maka


k t = ln

a
(a x )

dimana dapat ditulis :


ln(Poo P) = - k t + ln (Poo Po)

(3.22)

Gambar 3.1. Grafik reaksi orde pertama dari dekomposisi dari dimetil
peroksid

29

Effek dari kenaikan tekanan udara karena adanya reaksi diberikan hasil dalam
grafik 2.1. Secara teori maka Aoo dapat dihitung (Poo = 2 Po untuk 3.19 bila
tidak ada methanol). Hal ini dapat juga Aoo dihitung sebagai parameter dengan
dipakai komputer pada data processing (Moore, 1972).
CH2
CH
|
+
(2.23)
CH
\\
CH2

CH2
|
C

\
H

CHO

CH2
HC CH2
= = =
HC
C
\
/ \
CH2 H

|
CHO

Berlaku pada suhu 155 300oC. Reaksi ini merupakan orde kedua dan
kecepatan reaksi dituliskan :
dx
dt

k (acrolein) (butadine)

Reaksi ini cukup rumit karena secara simultan juga terjadi reaksi orde kedua
dari butadein :
2 C4H6 = = = = = C8H12
Data reaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3.Kondensi akrolein dan butadiene pada 564,4 K
Waktu

0
63
181
384
542
745
925
1145
1374
1627
1988

P (total

-AP

- A P (dim)

P torr

P torr

k / 10

torr)

torr

torr

akrolein

butadiene

torr S

658,2
652,1
641,4
624,1
612,2
598,1
587,1
574,9
564,1
552,8
539,4

6,1
10,7
17,3
11,9
14,1
11,0
12,2
10,8
11,3
13,4

0,2
0,3
0,5
0,3
0,3
0,3
0,3
0,3
0,2
0,3

418,2
412,3
401,9
385,1
373,5
359,7
349,0
337,1
326,6
315,5
302,4

240,0
233,7
222,7
204,6
192,7
178,3
167,0
154,5
153,4
131,9
118,2
Rata-rata

9,6
9,5
9,9
9,7
10,0
9,7
9,8
9,3
9,9
9,4
9,7

30

Dalam tabel ini diberikan tekanan total sistem dengan variasi


temperatur, mula-mula tekanan akrolein dan butadiene diketahui. Dari total
penurunan tekanan setiap waktu maka perubahan tekanan untuk akrolein dan
butadiene sudah dapat dihitung. Pertama perubahan tekanan dimerisasi dna
butadiene dihitung pendekatan dari :
0 Pdim = k (Pbutadien)2 0 t
Pbutadien adalah tekanan partial butadiene pada waktu mula-mula dan k adalah
spesifik kecepatan reaksi dimeresasi. Kemudian 0 dan p dim dihubungkan
dengan

0 P total memberikan tekanan menurun sesuai dengan reaksi Diels

Ader. Dari stoichiometri (3.23) dan (3.25) maka


D P Pakrolein = D P total - D Pdim

(3.26)

D P Pbutadien = D P total - D Pdim

(3.27)

Terlihat bahwa tekanan baru masing-masing dari habisnya interval waktu dapat
diketahui dengan (3.24)
D Pakrolein
= k (P akrolen) (P butadien)
Dt

tekanan-tekanan pada partiel rata-rata untuk setiap komponen selama interval


waktu 0 t. Konstanta k (rata-rata 9,7 x 10-7 torr-1 S-1) dan ternyata memang
reaksi tingkat dua. Cara lain hasil integrasi 3.24 dimana dari rumusan (1.29)
menjadi :
kt=

Pakrolein

P
1
ln akrolein + k
o
Pbutadiene
P butadiene

Bila dibuat grafik antar loh P akrolien/Pbutadien lawan waktu dapat terlihat
seperti pada Gambar 3.2.

REAKSI PADA TEKANAN TETAP


Berdasar reaksi orde pertama gas L
A ------> vB
(3.30)
Kecepatan reaksi dengan volume berubah :

31

d cA
(1 / V)dn A
k nA
=
=
= k cA
dt
dt
V

(3.31)

diintegralkan (3.31) menjadi bentuk :


kt
nA
= e
n A ,0

Assumsi bila gas ideal dan sistem mula-mula terdiri dari A murni, volume
sistem dapat sebagai fungsi dari reaksi.
V = Vo (1 + (v 1) b) = Vo 1 +

= Vo (v +

( v 1)(n A ,0 n A )
n A ,0

(1 v) n A ,0
n A ,0

(3.33)

Hubungan antara 3.32 dan 3.33 didapat :


V
Vo

= v + (1 v) e

kt

dan asumsi V > 1


ln (v

V
) = - k t + ln (v 1)
Vo

(3.35)

maka k dapat dihitung dengan membuat grafik ln (v/ V/Vo) lawan t. Jika
konsentrasi lebih mudah ditentukan maka persamaan (3.34) dibagi (3.32)
menjadi :
kt
C A ,0
= v e + (1 v)
CA

dan
ln (

C A ,0
a
- 1 + v) = ln
- 1 + v) = kt ln v
CA
(a x )

(3.37)

bila dibuat grafik antara log P acrolien/Pbutadien lawan waktu dapat terlihat
seperti gambar 3.2.

32

BAB 4
METODE PENENTUAN ORDE REAKSI
Laju Reaksi dan Persamaan Laju

1.1 Bagi suatu reaksi kimia dengan persamaan stoikiometri sebagai berikut

a A + b B --- c C + d D
laju reaksi r didefinisikan sebagai
r

= -

1 dA
1 dB
1 dC
1 dD
===a dt
b dt
c dt
d dt

Dimensi dari r adalah : konsentrasi/waktu. Bagi sistem gas, dimana diandaikan


persamaan gas ideal berlaku, maka :
konsentrasi = n/V = P/RT
sehinga pada suhu tetap, konsentrasi dapat diganti dengan tekanan P. Untuk
pengamatan dengan spektrofotometer, konsentrasi dapat diganti dengan
absorbansi.

1.2 Laju reaksi r merupakan fungsi dari berbagai variabel yang menentukan jalan
reaksi, seperti : konsentrasi pereaksi, konsentrasi hasil reaksi, suhu, tekanan total
(bagi sistem gas), zat-zat lain di luar pereaksi dan hasil reaksi (seperti katalis), dan
sebagainya. Jadi
r = f(T,P,[Xi],C,)
kefungsian r pada konsentrasi disebut sebagai persamaan laju, yang merupakan
ungkapan yang diperoleh sebagai suatu pengamatan eksperiment. Dengan kata
lain, bentuk persamaan laju tak dapat diperoleh dari persamaan stokiometri ;
bentuk stokiometri yang sama dapat menghasilkan laju yang berbeda.
Beberapa contoh berikut dapat memperjelas.
a. Reaksi hidrogen dengan iod membentuk hidrogen iodid (fasa gas).
H2 + I2 = 2HI
memiliki persamaan laju
r = k[H2][I2]

33

b. Reaksi hidrogen dengan brom membentuk hidrogen bromid (fasa gas)


H2 + Br2 = 2HBr
memiliki persamaan laju

k H 2 Br2
r
HBr
1 k2
Br2

12

c. Reaksi pembentukan fosgen (fasa gas).


CO + Cl2 = COCl2
memiliki persamaan laju
r = k[Cl2]3/2[CO]
d. Reaksi penguraian asetaldehida (fasa gas)
CH3CHO = CH4 + CO

memiliki persamaan laju


r =k[CH3CHO]3/2
Kesimpulan : persamaan stokiometri suatu reaksi tidak menggambarkan proses
kimia yang berlangsung secara lengkap. Yang sebenarnya berlangsung adalah
lebih rumit daripada yang digambarkan oleh persamaan stokiometri.

1.3 Persamaan laju dapat memiliki berbagai bentuk. Bila persamaan laju
berbentuk perkalian dari konsentrasi, masing-masing dengan pangkat tertentu,
seperti :
r = k[A]a[B]b[C]c
maka dapat didefinisikan pengertian orde reaksi, yaitu :
a = orde reaksi terhadap A
b = orde reaksi terhadap B
dan seterusnya, sedangkan
k = tetapan laju reaksi.
Orde reaksi dapat bilangan bulat atau pecahan, positif maupun negatif. Bila
persamaan laju tak dapat dituliskan dalam bentuk pemfaktoran seperti diatas,

34

seperti dalam hal reaksi antara hidrogen dan brom, maka reaksi dikatakan tak
memiliki orde tertentu terhadap berbagai komponennya.

1.4 Penentuan orde raksi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : cara
differensial dan cara integral. Dalam cara differensial, yang ditentukan adalah
orde reaksi terhadap salah satu komponen pereaksi, sedangkan dalam cara integral
dilakukan pengandaian suatu orde reaksi dan dicek dengan data reaksi.

a. Cara diferrensial didasarkan atas penggunaan persamaan laju secara langsung.


Untuk kasus satu komponen, dengan persamaaan laju
r = k[A]a
maka
ln r = ln k + a ln [A]
Pengaluran ln r terhadap ln [A] dari data pengamatan, akan menghasilkan garis
lurus, dengan koeffisien kelerengan (slope) a dan perpotongan dengan ordinat
pada ln k. Dengan demikian orde dapat langsung ditentukan melalui penarikan
garis lurus terbaik (berdasarkan data pengamatan) dan penentuan kelerengannya.
Bila reaksi terdiri atas dua pereaksi, dengan persamaan laju dituliskan sebagai
r = k[A]a[B]b
salah satu komponen dibuat berharga tetap, denagan cara menggunakan
konsentrasi yang jauh lebih besar dari yang lain. Jadi, jika [B]>>[A],maka
perubahan harga [A] tak akan banyak mempengaruhi [B] sehingga selama reaksi
berlangsung dapat dianggap tetap. Dengan demikian, dari ungkapan
ln r = {ln k + b ln [B]} + a ln [A]
Pengaluran ln r terhadap ln [A] tetap menghasilkan orde terhadap A dengan suku
dalam kurung {} merupakan perpotongan dengan ordinat. Proses ini dapat
dibalik, dengan membuat konsentrasi A tetap untuk memperoleh orde terhadap
b, dan kemudian harga tetapan laju k.

35

b. Cara integral didasarkan atas pengandaian harga orde reaksi tertentu terhadap
suatu komponen. Jadi diandaikan berorde a terhadap komponen A, persamaam
laju menjadi ( untuk satu komponen ) :
r =-

d A
= -k dt
Aa

Bila orde reaksi a=1, integrasi menghasilkan ungkapan


ln [A] = ln [A]0 kt
sehingga pengaluran ln [A] terhadap t akan menghasilkan garis lurus, dengan
kelerangan sebesar k. Disini [A]0 adalah konsentrasi A pada awal reaksi, yaitu
t=0.
Bila digunakan andaian orde a 1, integrasi akan menghasilkan

1
1
k

t
a 1
a 1
A
A0 a 1
Pengaluran

1
dari data eksperiment terhadap waktu t akan menghasilkan
Aa 1

k
kurva garis lurus, dengan kelerengan sebesar
.
a 1

Cara integral biasanya digunakan setelah ada indikasi besar orde reaksi dari cara
differensial.
1. Suatu reaksi gas-gas :
2A(g) 2B(g) + C(g)
yang berlangsung pada suhu dan volume tetap, diamati melalui pengukuran
tekanan total, Ptot dari campuran. Jika pada t =0 hanya ada gas A saja, hasil
pengamatan adalah sebagai berikut :
T, menit

Ptot , atm
0
20
40
60
80
100

2,000
2,182
2,308
2,400
2,471
2,526

36

Pertanyaan :
a. Turunkan hubungan antara tekanan total, Pt ; tekanan parsial, PA dan
tekanan awal, Po.
b. Tunjukan bahwa reaksi adalah orde dua tertahap A.
c. Tentukan harga tetapan laju, k beserta satuan yang tepat.
Jawab :
a.

Reaksi :

2A(g) 2B(g) + C(g)

Awal (Po,t = 0):

Po

Terurai

Pada t = t

Po x
8

Menurut Dalton: Ptot =

p
i 1

(V, T tetap), dengan Pi = tekanan parsial

komponen i
Pt = PA + PB + PC
Pt = PO x + x + x
Pt = PO + x

x = 2Pt 2PO

Jadi : PA = PO x
PA = PO 2Pt + 2PO
PA = 3PO 2Pt
Coba uji ungkapan tersebut apakah benar pada saat t = 0 hanya gas A saja.
Pengujian : t = 0 ; PO = 2,000 dan Pt = 2,000 atm
Jadi : PA = 3 x 2 - 2 x 2
= 2,000 atm

(benar)

b. Untuk membuktikan orde reaksi lebih cepat dan tepat, digunakan metode
integral.
Caranya :

37

dPA
kPA2
dt
PA

t
dPA
- 2 k dt
PO PA
t 0

1
1

kt
PA PO
1
1
kt
PA
PO

Alurkan 1/PA terhadap t, jika diperoleh garis lurus, maka benar bahwa data
tersebut mengikuti reaksi orde dua
T, men

Ptot , atm

PA, atm

1/PA, atm

2,000

2,000

0,500

20

2,182

1,636

0,611

40

2,308

1,384

0,722

60

2,400

1,200

0,833

80

2,471

1,058

0,945

100

2,526

0,948

1,055

Kesimpulan benar orde dua karena aluran 1/PA terhadap t berupa garis lurus.
c. Dari grafik diperoleh ; tg = k = 5,29 x 10-3
Satuan k : -

dPA
kPA2
dt

atm
k .atm 2 k atm 1 men 1
men

d. hitung kembali dari harga n dan k yang diperoleh. Hitunglah nilai P tot pada
t = 40 menit.
Jawab :
1
1
kt
PA
PO

38

1
1
5,29 x10 3 x 40
PA
2,000

PA = 1,405
Sedang : PA = 3PO 2Pt

Ptot =

3
1
x 2 x1,405
2
2

Ptot = 2,297 atm

% = kesalahan =

2,308 2,297
x100%
2,308

= 0,46%

2. Suatu reaksi gas-gas diberikan oleh persamaan reaksi :


2A(g)

B(g)

2C(g)

Diamati melalui pengukuran tekanan total dari campuran sebagai fungsi dari
waktu. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut :
t, menit

Ptot, atm

1,200

10

1,400

20

1,500

30

1,560

40

1,600

50

1,629

60

1,650

70

1,680

80

1,700

100

1,715

120

1,725

140

1,725

39

Jika pada awal reaksi hanya ada A saja, maka :


a. Turunkan hubungan antara tekanan total, Ptot; tekanan parsial, PA; dan
tekanan awal PO.
b. Hitung tekanan parsial, PA sebagai fungsi waktu.
c. Bila persamaan laju adalah : -

dp A
kPAn
dt

tentukan orde reaksi, n dari data tersebut.


d. Tentukan harga tetapan laju, k beserta satuannya yang tepat !
e. Dari harga n dan k yang diperoleh, hitung kembali Ptot pada t = 20 nenit dan
hitung % kesalahannya.
f. Pada menit keberapakah tekanan total menjadi 1,7625 atm ?
Jawab :
a. penyelesaian sama seperti soal 1a.
b. dengan menggunakan ungkapan yang diperoleh pada soal nomor a, tekanan
parsial A sebagai fungsi waktu dapat dihitung.
c. untuk menentukan orde dari data diatas, dapat diselesaikan dengan dua cara
1. dengan melihat waktu paruhannya
2. dengan menggunakan metoda differensial
Keterangan 1 :
Turunkan hubungan waktu paruh, t1/2 ; tekanan awal, PO dan orde reaksi,
secara umum. Mulailah dari hukum laju bentuk differensial :
-

dPA
kPAn
dt

Untuk orde nol :


-

dPA
dt

= kP0A

40

1 / 2 p0

po

t1/ 2

dPA
PA

=k

dt

t 0

- po po = kt1/2
2

1
po
2

t1/2

= kt1/2
P0
.. 1
2k

Untuk orde satu :

dPA
dt

= kPA

1/ 2 p0

po

t1/ 2

dPA
PA

=k

1
po
- ln 2
po

t1/2

dt

t 0

= kt1/2
ln 2
..2
k

Untuk order dua :

dPA
dt

1 / 2 p0

po

1
1
po
2

= kPA2

t1/ 2

dPA
p A2
-

=k

dt

t 0

1
po

= kt1/2

41

t1/2 =

1
.3
k. p o

Dari tiga data t12 untuk masing-masing orde, dapat disimpulkan bahwa kaitan t1/2
po dan orde reaksi umum :
t1/2

Po1-n 4

Dengan menggunakan hubungan di nomor 4, maka reaksi tersebut mengikuti


reaksi orde dua, buktikan !!
Keterangan 2 :
Dengan menggunakan metoda differensial akan diperoleh orde reaksi yang tepat.
Mengapa tidak menggunakan metode integral ?
r

dPA
dt

= kPAn
= k. PAn.1

ubahlah persamaan 1 menjadi persamaan garis lurus :


ln r = ln k + n ln PA
isilah tabel berikut :
t, men

Ptot, atm

PA, atm

PA

Ln PA

1,200

1,200

1,2 0,8
2
0,7
0,54
0,44
0,371
0,321
0,97
0,22
0,185
0,135

r=-

dPA
dt

1,2 0,8
10 2
0,02
0,42
0,008
5,8.10-3
4,2. 10-3
6. 10-3
4. 10-3
3. 10-3
7. 10-3

Ln r
- 3,219

10
1,400
0,800
-0,3567
-3,912
20
1,500
0,6
-0,6162
-4,428
30
1,560
0,48
-4,428
40
1,600
0,4
-5,150
50
1,629
0,342
-5,473
60
1,650
0,3
-5,116
80
1,680
0,24
-5,522
100
1,700
0,2
-5,809
120
1,715
0,17
140
1,75
0,1
- Buatlah grafik, alurkan ln r terhadap ln PA , harus menghasilkan garis lurus.
Dari grafik tersebut koefisien arahnya merupakan orde reaksi dan intersepnya
adalah ln k . dari hasil tersebut, k dapat dicari .
d. dengan menggunakan waktu paruh orde dua.

42

1
k.Po

1
t1 / 2 .Po

1
20 x 1,2

= 0,042 .atm-1 menit-1

T1/2

Bandingkan hasil ini dengan hasil yang diperoleh dari grafik.


e. n = orde reaksi = 2
k = tetapan laju = 0,042 .atm-1 menit-1
dari hasil integrasi hukum laju dengan n = 2, diperoleh :
1
1
=
+ kt
PA
Po
1
1
=
+ 0,042 x 20
PA
1,2

PA = 0,598 atm
PA = 3 Po 2 Pt
Pt

Pt

3
1
p o - PA
2
2

3
1
x 1,2 x 0,598
2
2

= 1,501 .atm

Jadi % kesalahan =

1,501 1,500
x 100 % 0,08 %
1,500

f. PA = 3 Po 2 Pt
PA = 3 x 1,2 2 x 1,7625
PA

= 0,075.atm

Ternyata hasilnya adalah paruhan dari o,150. Jadi, dengan menggunakan


hubungan t1/2 , orde dua dapat ditentukan. Pada menit keberapa tekanan total
menjadi 1,7625 ?
( Kunci jawaban = 220 menit )

43

3. reaksi antara A dan B berlangsung dengan konsentrasi awal Ao = 0,4 mol / L


dan B B o = 0,6 mol / L. Reaksi diikuti dengan mengukur perbandingan
konsentrasi [A]/ [B] pada tiap saat, dengan hasil sebagai berikut :
t, menit

[A]/ [B]

0
5
10
15
20
25
30

1,50
1,61
1,73
1,86
2,00
2,15
2,31

Pertanyaan :
a. Tunjukkan bahwa reaksi orde dua berbentuk :
r = k [A].[B]
b. Tentukan harga tetapan laju, k beserta satuannya :
Jawab :
a. Turunkan terlebih dahulu Ao, Bo, A, B , dan t dari hukum laju bentuk
differensial.
A+BX
-

dA
dB
dX
==
= k [A].[B]
dt
dt
dt

pada saat awal, t = 0 : [A] = [A] 0


[B] = [B] 0
pada saat t = t,

: [A] = [A] 0 X
[B] = [B] 0 X
:

dX
= k [A0 X ] [B0 X ]
dt
x

:
dengan teknik-teknik

dX
0 A0 X B0 X = k 0 dt
matematika, maka persamaan diatas dapat

diselesaikan dan menghasilkan :


ln

B ln B0
A A0

= + ( B0 A0 ) k.t

44

Buatlah grafik ln [A]/ [B] terhadap t. Apabila diperoleh garis lurus, maka
terbukti bahwa laju reaksi adalah r = k [A].[B] dengan orde total = 2
b. Isi tabel berikut :
t, menit

[A] / [B]

Ln [A] / [B]

0
5
10
15
20
25
30

1,50
1,61
1,73
1,86
2,00
2,15
2,31

0,405
0,476
0,548
0,620
0,693
0,756
0,837

Grafik aluran ln [A] / [B] terhadap t lihat lampiran 2 :


Dari grafik diperoleh : tg = 0,014
= ( B 0 A0 ) k
jadi : k =

0,014
0,07.mol 1 L.menit 1
( B0 A0 )

4. Suatu penguraian gas : Q

hasil

Diikuti dengan mengukur harga t1/2 pada berbagai tekanan awal. Data
pengamatannya sebagai berikut :
P0,atm

t1/2, menit

0,4
0,8
1,2
1,6
2,0
2,4

84
71
64
60
56
54

Pertanyaan :
a. Turunkan terlebih dahulu hubungan antara t1/2, P0, orde rekasi, n dan
tetapan laju, k.
b. Tentukan orde reaksi ,n dan k
Jawab :
a. Hukum laju bentuk differensial :
-

dPA
dt

= kPAn

45

1 / 2 P0

P0

dPA
PAn

t1 / 2

dt

=k

t 0

Diandaikan bahwa n tidak sama dengan 1, maka :


1
P01-n l 1p0/ 2 p0 = kt1/2
n 1

1
P0
2

1 n

P0

1 n

( n 1 ) k .t1 / 2

1 1 n 1 n
P0 ( n 1 ) kt1 / 2
2

P0 1 n

( n 1 )k
1

2

t1 / 2

1 n

b. Untuk menentukan orde reaksi n, buatlah persamaan diatas menjadi

1 1 n

persamaan garis lurus : (1 n ) ln p 0 ln ( n 1 )k ln 1 ln t1 / 2


2

1 1 n

1
1
1
ln 1
ln t1 / 2
ln P0
ln ( n 1)k 1 n 2
1 n
1 n
buatlah grafik aluran ln P0 terhadap ln t1/2 dengan koefisien arah :

1
1
dan intersept :
1 n
1 n

1 1 n
ln ( n 1 ) k ln 1
2

dari koefisien arah dapat diperoleh orde reaksi dan dari intersept dapat
diperoleh harga tetapan laju .
5. Suatu reaksi diperkirakan memiliki persamaan laju berbentuk :
r = k [A] a [B]b
Pengamatan laju awal r0 ( dalam satuan mol.liter-1.menit-1 ) pada beberapa
konsentrasi ( mol.liter-1 ) dari A dan B adalah sebagai berikut :
No

[A]

[B]

r0

1
2
3

0,20
0,40
0,40

0,20
0,20
0,40

0,0140
0,0198
0,0560

46

4
5
6
Pertanyaan :

0,40
0,80
0,80

0,80
0,20
0,80

0,1580
0,280
0,2240

Atas dasar data tersebut, tentukan a,b dan k


Jawab :
Dalam menentukan orde reaksi terhadap A dan B. gunakan metoda isolasi.
1. Untuk menentukan orde terhadap A , carilah data dimana [B] konstan
2. Untuk mencari orde terhadap B, carilah data dimana [A] konstan.
Penentuan orde terhadap A :
Ambil data 1,2 dan 5 :
Persamaan laju : r

= k [A] a [B]b

Ln

= ln k + b ln [B] + a ln [A]

Ln r

= ln k + a ln [A]

Dengan ln k = ln k + b ln [B]

No

[A]

Ln [A]

r0

Ln r0

1
2
3

0,2
0,4
0,8

-1,609
-0,916
-0,223

0,0140
0,0198
0,0280

-4,269
-3,922
-3,575

Buatlah grafik dengan mengalurkan ln r0 terhadap ln [A] didapat hasil orde


terhadap A = 0,5 dan ln k = -3,47 maka : - 3,47 = ln k + b ln 0,2..1
Penentuan orde terhadap B :
Ambil data 2,3 dan 4 dengan [A] = 0,4
Persamaan laju : ln r = ln k + b ln [B]
No
2
3
4

[B]
0,2
0,4
0,8

Dengan ln k = ln k + a ln [A]

Ln [B]
-1,609
-0,916
-0,223

r0
0,0198
0,0560
0,01580

Ln r0
-3,922
-2, 882
-1, 845

Buatlah grafik dengan mengalurkan ln r0 terhadap ln [A]


Didapat orde terhadap B = 1,5
Dan ln k = -1,5
Maka 1,5 = ln k + 0,46 ln 0,4..2
Dari persamaan 1 dan 2 dapat diperoleh harga k = 0,344 mol-0,96L.menit-1

47

BAB 5

Reaksi Sederhana dan Reaksi Rumit.


5.1 Suatu reaksi disebut sebagai reaksi sederhana bila persamaan stokiometrinya
menggambarkan apa yang sebenarnya berlangsung. Jadi, dalam hal reaksi
H2 + Br = HBr + H
dimana satu molekul H2 bertumbukan denga satu atom Br, dan terjadi pertukaran
partner dengan pembentukan HBr dan H, maka reaksi tersebut adalah reaksi
sederhana.

Bagi reaksi sederhana, teori reaksi kimia menunjukkan bahwa persamaan lajunya
berupa pemfaktoran dari konsentrasi pereaksi. Jadi, dalam hal reaksi
H2 + Br = HBr + H
persamaan lajunya diberikan oleh

r k H 2 Br
Demikian pula, bagi dissosiasi spontan seperti
Br2 = 2Br
persamaan lajunya diberikan oleh
r = k[Br2]
Suatu reaksi kimia disebut sebagai reaksi rumit atau kompleks bila reaksi
tersebut tersusun atas beberapa reaksi sederhana. Karena itu, pada umumnya
persamaan

laju

reaksi

rumit

tidak

dapat

diturunkan

dari

persamaan

stoikiometrinya. Sebagai contoh adalah reaksi-reaksi H2 + Cl2, CO + Cl2, dan


sebagainya, dalam contoh di atas.

Tetapi, sebaliknya tak selalu berlaku. Artinya, bila persamaan laju mengikuti
persamaan stokiometrinya, reaksi tersebut belum tentu reaksi sederhana. Sebagai
contoh adalah H2 + I2, yang persamaan lajunya berupa pemfaktoran kedua
konsentrasi, tetapi penelitian terakhir menunjukkannya bukan suatu reaksi
sederhana.

48

Untuk membedakan suatu persamaan reaksi sederhana dari suatu persamaan


stokiometri reaksi rumit, bagireaksi sederhana digunakan tanda panah. Jadi
H2 +Br

HBr + H

5.2 Terdapat berbagai cara untuk menyusun reaksi-reaksi sederhana menjadi suatu
reaksi rumit. Untuk itu secara sederhana terdapat tiga macam susunan, yaitu :
a. Suatu reaksi paralel
b. Susunan reaksi berurutan/ konsekutif
c. Susunan reaksi berlawanan
Suatu susunan reaksi disebut sebagai parallel bila satu pereaksi secara bersamaan
dapat mengalami dua atau lebih reaksi yang berbeda, dengan produk yang berbeda
pula. Dengan begitu maka bagi susunan
k1
A + B
P1 +
k2
A + C
P2 +

persamaan lajunya diberikan oleh


r

d A
k1 AB k2 AC
dt

k1 B k2 C A
Suatu susunan reaksi disebut sebagai berurutan bila salah satu produk dari reaksi
pertama mengalami reaksi lebih lanjut pada reaksi kedua. Sebagai contoh adalah
dua reaksi pertama pada mekanisme dissosiasi etana, dengan kehadiran oksida
nitrogen :
k1
C2H6 + NO
C2H5 + HNO
k2
C2H5
H + C2H4

Disini C2H5 disebut zat antara, karena tidak terdapat dalam produk reaksi maupun
dalam pereaksi. Laju pembentukan C2H5 diberikan oleh
d C2 H 5
k1 C2 H 6 NO k2 C2 H 5
dt

Karena konsentrasinya tak dapat diamati, konsentrasi zat antara tidak akan
tersdapat dalam persamaan laju reaksi rumit bersangkutan.

49

Suatu susunan reaksi disebut berlawanan bila produk-produk reaksinya dapat


bereaksi kembali menghasilkan reaksi awal. Sebagai contoh adalah satu bagian
dari mekanisma pembentukan HBr dari hidrogen dan brom :
k1
Br + H2
HBr + H
k2
H + HBr
H2 + Br

Ini bukan suatu reaksi keserimbangan, karena lajunya tak harus sama pada kedua
arah.
Penyusunan persamaan laju berdasar mekanisma.

Suatu mekanisma yang berupa reaksi berurutan akan memiliki suatu zat antara.
Pada awal reaksi, konsentrasi zat antara ini nol yang kemudian bertambah; pada
saat yang sama zat ini mengalami reaksi pula, yang mengurangi konsentrasinya.
Bila laju pembentukan suatu saat seimbang dengan laju pengurangannya,
konsentrasinya akan kira-kira tetap selama selang waktu tertentu. Setelah itu akan
berkurang terus hingga pada akhir reaksi habis.

3.1 Dalam berbagai reaksi, selang waktu dimana konsentrasi zat antara ini relatif
konstan dapat cukup panjang. Selama masa ini bila X adalah zat antara, dapat
digunakan pendekatan
d X
0
dt

Situasi ini dapat dimanfaatkan untuk menyingkirkan ungkapan konsentrasi zat


antara dari ungkapan akhir persamaan laju. Pendekatan ini disebut sebagai
pendekatan steady state atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
keadaan tunak. Persamaan laju yang diturunkan melalui pendekatan ini jelas tak
akan berlaku pada awal reaksi maupun pada akhir reaksi, dimana konsentrasi zat
antara berubah cepat dengan waktu.

Sebagai contoh adalah suatu reaksi yang secara stokiometri diberikan oleh
A+B=C+D

50

a. Salah satu kemungkinan mekanisma reaksi, yang melibatkan suatu zat antara X,
adalah sebagai berikut
k1
A + B
X+D
k2
X
C

Mendasarkan laju reaksi pada pembentukan produk C

d C
k2 X
dt

ungkapan bagi konsentrasi X diperoleh dari pendekatan steady state bagi X, yaitu
d X
k1 AB k2 X 0
dt

X k1AB
k2

Atas dasar ini maka persamaan laju secara keseluruhan menjadi

r k1 AB

b. Suatu kemungkinan mekanisma lain, yang melibatkan reaksi berlawana adalah


sebagai berikut
k1
A + B
X+D
k 1
X + D
A+B
k2
X
C

Pendekatan steady state bagi X


d X
k1 AB k2 X 0
dt

X k1AB
k2

Atas dasar ini maka persamaan laju secara keseluruhan menjadi

r k1 AB

51

3.2 Dalam mekanisme kedua, dimana terdapat reaksi berlawanan, bila kedua
tetapan laju dari reaksi berlawanan ini jauh lebih besar dari tetapan laju reaksi
terakhir

k1 k1 k2
maka reaksi terakhir tak berpengaruh pada pasangan reaksi berlawanan. Pasangan
reaksi ini praktis mengalami suatu kesetimbangan. Keadaan ini dapat
dimanfaatkan, yaitu

X k1AB
k1 D
sehingga persamaan laju menjadi

k k AB
r 1 2
k1 D
Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan kesetimbangan. Perhatikan bahwa ini
dapat diperoleh melalui pengabaian k2 dalam penyebut dari ungkapan persamaan
laju yang diperoleh melalui pendekatan steady state.

3.3 Dengan berkembangnya komputer, bentuk kurva konsentrasi tiap komponen


sebagai fungsi waktu, dalam suatu mekanisme reaksi dapat diperoleh melalui
integrasi numerik secara langsung dari persamaan laju tiap spesies. Akan
nampak bahwa konsentrasi dari reaksi menurun dengan waktu, konsentrasi zat-zat
antara (dapat lebih dari satu, dalam suatu mekanisme yang rumit) pertama kali
naik kemudian mencapai bagian datar dan kemudian turun, sedangkan konsentrasi
produk akan naik dengan waktu. Melalui cara ini pula dapat disimulasi jalannya
reaksi, serta dapat dievaluasi pula seberapa jauh pendekatan steady state berlaku.

Keuntungan cara integrasi numerik secara langsung ini adalah dapat diamati
secara langsung pengaruh berbagai variabel pada jalan reaksi, seperti : konsentrasi
awal pereaksi, kehadiran katalis, perubahan harga tetapan laju, serta berbagai
faktor lain. Hal-hal ini sulit dipelajari bila digunakan kedua pendekatan di atas.

52

3.4 Untuk memperjelas berbagai prinsip di atas, akan dibahas mekanisme


sederhana dari beberapa reaksi yang telah dikenal.
a. Reaksi pembentukan fosgen, yang diberikan oleh persamaan stokiometri
CO + Cl2 = COCl2
dengan persamaan laju
r

3
d COCl2
k Cl2 2 CO
dt

Reaksi ini diterangkan melalui suatu mekanisme yang melibatkan beberapa


kesetimbangan seperti berikut :
(i) Cl2

2Cl2

(ii) Cl + CO

COCl

k3
(iii) COCl + Cl2
COCl2 + Cl

Dari dua reaksi kesetimbangan diperoleh ungkapan-ungkapan berikut :

Cl 2 K
Cl2 1
COCl K
CO Cl 2
yang menghasilkan ungkapan

COCl K1 2 K 2 Cl 12 CO
1

Persamaan laju pembentukan fosgen menjadi


d COCl
dt

k Cl COCl
3
2
k3 K1 2 K 2 Cl2 2 CO
1

Sesuai dengan persamaan laju yang diamati.


b. Reaksi penguraian nitrogen pentokside
2N2O5 = 2 N2O4 + O2
yang memiliki persamaan laju orde satu

r k N 2O5

53

Semenjak kinetika reaksi ini dipelajari oleh Daniels dan Johnston di tahun 1921,
telah banyak menimbulkan kontroversi, karena disangka merupakan contoh suatu
reaksi dissosiasi unimolekul yang sebenarnya. Penelitian pengaruh berbagai
variabel menunjukkan bukan reaksi unimolekul. Untuk itu, saat ini mekanisme
yang diterima adalah sebagai berikut :
(i)

k1

NO2 + NO3

N2O5

(ii) NO2 + NO3

k 1

(iii) NO2 + NO3

k2

NO2 + O2 + NO

(iv) NO + N2O5

k3

3NO2

N2O5

yang diusulkan oleh Ogg. Penerapan pendekatan steady state bagi NO3 dan NO :
d NO3
k1 NO k1 k2 NO2 NO3 0
dt
d NO
k2 NO2 NO3 k3 NO N 2O5 0
dt

sedangkan laju reaksi adalah


-

d N 2O5
k1N 2O5 k1NO2 NO3 k3 NO N 2O5
dt

Penyisihan (eliminasi ) konsentrasi NO dan NO3 akhirnya menghasilkan


r

2k1k2 N 2O5
k1 k2

sesuai pengamatan.
c. Reaksi penguraian ozon, yang terjadi pada permukaan-permukaan
2O3 = 3O2
yang dipelajari oleh Chapman dan Jones semenjak 1910 memiliki perilaku yang
rumit. Reaksi diamati berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen dan pada
keadaan oksigen berlebihan diamati berorde dua terhadap ozon.
Mekanisme yang saat ini diterima adalah dari Benson dan Axworthy (tahun
1957), yaitu
(i)

k1
O3 + M
O2 + O + M

k 1
(ii) O2 + O + M
O3 + M

54

k2
O + O3
2O2

(iii)
dengan laju reaksi
-

d O3
k 1 O3 M k1 O2 O M k2 O O3
dt

dimana M adalah molekul sebarang atau permukaan.


Penerapan kaidah steady state bagi konsentrasi O menghasilkan

k1 O3 M
k1 O2 M k2 O3

sehingga ungkapan laju menjadi


2k1k2 O3 M
r
k1 O2 M k2 O3
2

LATIHAN
Reaksi Sederhana dan Reaksi Rumit

1. Tunjukkan bahwa mekanisme di bawah ini,


I2

2I

( cepat ).1

I + H2

H2I

( cepat )2

H2 I + I

2HI ( lambat )..3

Menunjukkan bahwa reaksi antara hidrogen dan iodium memenuhi persamaan


laju :
r = k [H2] [I2]
Jawab :
Tulis dahulu hukum laju HI melalui tahap yang paling lambat :
d HI
k3 H 2 I I .................1
dt

di dalam ungkapan laju 1 terlihat ada zat antara yaitu H2I dan I. Ungkapkan
zat antara tersebut ke dalam molekul-molekul yang stabil melalui pendekatan
kesetimbangan.

55

K1 =

[ I ]2
2
I K1 I 2 ...................2
[ I ]2

K2 =

H 2 I H I K I H ..................3
2
2
2
I H 2

masukkan persamaan 3 kedalam persamaan 1 :

r k3 K 2 I H 2 I

r k3 K 2 I H 2 .................4
2

masukkan persamaan 2 ke dalam persamaan 4 :

r k3 K 2 K1 I 2 H 2

r k I 2 H 2 ............. terbukti

maka :

dengan k = k3K2K1
2. Diberikan mekanisme reaksi :
Cl2
Cl2 + Cl
Cl3 + CO
Buktikan hukum laju reaksi maju COCl2 adalah :
d COCl2
3/ 2
k3 Cl2 CO
dt

dan reaksi balik COCl2 adalah :


-

d COCl2
1/ 2
k 1 Cl2 COCl2
dt

dengan menggunakan pendekatan stedy state dan kesetimbangan.


Jawab :
a. Pendekatan steady state,
Reaksi maju :
d COCl 2
k3 Cl3 CO ...............1
dt

di dalam persamaan laju 1 terlihat bahwa ada [Cl3] yang merupakan zat antara,
karena jumlah zat antara ini setiap saat konstan, maka perubahan terhadap
waktu dapat dianggap sama dengan nol.

56

d Cl3
k2 Cl Cl2 k 2 Cl3 0.............2
dt

untuk mendapatkan [Cl3] ternyata melibatkan zat antara lain yaitu [Cl] maka
berlaku juga

d Cl
0
dt
d Cl
2
2 k1 Cl2 2 k1 Cl 0.................3
dt

1/ 2


Cl k1
k1

Cl2 1 / 2 ..................4

masukkan persamaan 4 ke dalam persamaan 2 :


1/ 2

k
k2 1
k1

Cl2 3 / 2 k 2 Cl3

Cl3 k2
k 2
K 2 K1

1/ 2

1/ 2

k1

k1

Cl2 3 / 2

Cl2 3 / 2 ...................5

masukkan persamaan 5 kedalam persamaan 1, maka akan diperoleh hukum


laju bagi reaksi maju :
d COCl2
1/ 2
3/ 2
k3 K 2 K1 Cl2 CO
dt
3/ 2
k Cl2 CO

dengan k = k3K2K11/2 dan orde total = 2


Reaksi balik :
-

d COCl2
k 3 COCl2 Cl2 ......................6
dt

dengan cara yang sama dengan reaksi maju, maka dapat diperoleh :

k
d COCl2
k 3 1
dt
k1

1/ 2

k 1 Cl2

1/ 2

b. Pendekatan kesetimbangan
Reaksi maju :

57

Cl2 1 / 2 COCL2

COCl2

K2

Cl3 .............7
Cl Cl2

masukkan persamaan 7 ke dalam persamaan 1

d COCl2
k3 K 2 Cl Cl2 CO ..................8
dt
Cl 2 Cl K 1 / 2 Cl 1 / 2................9
K1
1
Cl2

masukkan persamaan 9 ke persamaan 8, hingga diperoleh :


d COCl2
1/ 2
3/ 2
k3 K 2 K1 Cl2 Co
dt
3/ 2
k Cl2 CO

Reaksi balik :
-

d COCl2
k3 COCl2 Cl .................10
dt

dengan cara yang sama akan diperoleh :


-

d COCl2
1/ 2
k 3 K1 COCl2
dt

kesimpulan yang diperoleh adalah : dua pendekatan di atas menghasilkan


hasil yang sama.
3. Mekasnisme fotolisa asetalhida diberikan sebagai berikut
1
CH 3CHO hv

CH 3 CHO
2
CHO

CO H
3
CH 3 CH 3CHO

CH 4 CH 3CO
4
CH 3 CO

CH 3 CO
5
H CH 3CHO

H 2 CH 3CO
6
2 CH 3

C2 H 6

Turunkan hukum laju bagi CH4!


Jawab :
Pendekatan steady state :

58

d CH 4
k3 CH 3 CH 3CHO
dt

kemudian cari ungkapan untuk [CH3]


0

1.

d CH 3
k1 CH 3CHO h
dt

k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k6 CH 3
2

untuk mendapatkan [CH3] harus diketahui dahulu [CH3CO]


2. 0

d CH 3CO
dt k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k5 H CH 3CHO
dt

demikian juga untuk mendapatkan [CH3CO] perlu mengetahui konsentrasi


dari [H].
3.

d CH 3
k1 CH 3CHO
dt

k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k6 CH 3
2

4. 0

d CH 3CO
dt k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k5 H CH 3CHO
dt

jumlahkan persamaan 1,2,3 dan 4, maka akan diperoleh :


2 k1 [CH3CHO] h 2 k6 CH 3 0
2

1/ 2


CH 3 k1
k6

1/ 2

k
1
k6

CH 3CHO h1 / 2

I 1 / 2 .................5

dengan [ I ] = intensitas sinar yang diadsorpsi


= [ CH3CHO ] h
masukkan persamaan 5 ke dalam hukum laju bagi CH4

k
d CH 4
k3 1
dt
k6

1/ 2

I 1 / 2 CH 3CHO

d CH 4
1/ 2
k I CH 3CHO
dt

59

Latihan soal :
1. Turunkan

hukum

laju

bagi reaksi antara H2 dan I2 yang memiliki

mekanisme
reaksi
k1

I2

k 1

2I

k2
I + H2

HI + H

k3
H + I2

HI + I

(jawab : r = k [H2] [I2]1/2)


2. Buktikan dalam klorinasi kloroform melalui fotokimia dengan reaksi total
adalah :
CHCl3 + Cl2 CCl4 + HCl
Mempunyai hukum laju :
d CCl 4
1/ 2
k I CHCl 3
dt

Petunjuk : susun dahulu mekanisme reaksi.


3. Mekanisme dekomposisi etana dengan adanya nitrogen monoksida, NO
yang cukup memberikan inhibisi total adalah :

C 2 H 6 NO C 2 H 5 HNO
C2 H 5 H C2 H 4
H C2 H 6 C2 H 6 H 2
H NO HNO
C 2 H 5 HNO C 2 H 6 NO
tunjukkan hukum laju [C2H4] tidak dipengaruhi oleh adanya NO dengan
menggunakan pendekatan steady state.
d C 2 H 4 k1 k 2 k 3 k 4

dt
k 1 k 4

60

1/ 2

C 2 H 6

4. Bagi reaksi 2A + B 2D diberikan data berikut :


a. A + B
Turunkan hukum laju bagi D dengan menggunakn pendekatan steady state :

dD k A B
(Jawab :
)

dt 1 k 1 A
2

5. Penguraian N2O5 bila ada NO diberikan oleh mekanisme reaksi sebagai


berikut :
N2O5
k1
NO + NO3
2NO2

a. gunakan anggapan steady state untuk mendapatkan ungkapan laju


reaksinya, yaitu :
-

d N 2 O5
d NO

dt
dt

b. gunakan orde reaksi awal, dimana konsentrasi NO2 praktis nol ?


c. bagaimana orde reaksi pada konsentrasi [NO] yang sangat besar ?

61

BAB 6
TEORI REAKSI UNIMOLEKULER

Didalam reaksi unimolekuler, molekul reaktan tunggal terisomerisasi atau


terdekomposisi untuk menghasilkan satu atau lebih produk. Dalam term teori laju
reaksi, keadaan transisi atau komplek teraktivasi memiliki konfigurasi serupa
terhadap reaktan sehingga prosesnya dapat direpresentasikan dengan:
A A+ produk

Pada tahun 1920-an, sejumlah dekomposisi fasa gas (misalnya: dinitrogen


pentaoksida, dimetil eter, aseton) ditemukan mematuhi kinetik orde satu dan
mula-mula diperkirakan sebagai proses elementer (dasar). Namun demikian
ditemukan lebih lanjut bahwa reaksi ini bukan proses unimolekuler, tetapi reaksi
berantai dimana tahap pertama seringkali unimolekuler untuk menghasilkan
radikal-radikal bebas. Banyak proses isomerisasi termasuk unimolekuler,
misalnya isomerisasi siklopropana ke propilen.
CH2
CH2

CH2

CH3CH=CH2

Pada mulanya sangat sulit untuk menjelaskan bagaimana molekul dapat


teraktivasi dalam proses unimolekuler. Jika aktivasi karena tumbukan antar
molekul-molekul, diasumsikan bahwa sistem akan memperlihatkan kinetika orde
dua. Telah dipikirkan bahwa molekul-molekul mengabsorbsi energi aktivasi
mereka dari radiasi yang diemisikan oleh dinding wadah, tetapi teori ini terbantah
saat konstanta laju reaksi unimolekuler ditemukan tergantung pada volume wadah
reaksi.

62

6.1 Teori Lindemann


Pada tahun 1922 Lindemann memperlihatkan bahwa reaksi unimolekuler
benar memperoleh energi aktivasinya melalui tumbukan bimolekuler, tetapi ini
bisa memicu kinetika orde satu kecuali pada tekanan rendah. Teorinya merupakan
perkembangan penting dan tetap membentuk landasan bagi semua teori-teori
modern tentang reaksi unimolekuler.
Teori Lindemann mengasumsikan bahwa molekul reaktan teraktivasi oleh
tumbukan

satu

sama

lain,

yaitu

dengan

tumbukan

bimokuler.

Dia

mempostulasikan bahwa ada selang waktu (time lag), antara aktivasi dan reaksi
dari molekul-molekul berenergi ini untuk memberikan produk. Sebagai
konsekuensinya, kebanyakan molekul berenergi bertabrakan dengan molekul
reaktan normal sebelum mereka dapat bereaksi, hilangnya kelebihan energi dan
terdeaktivasi. Asalkan laju deaktivasi lebih besar dibanding dekomposisi
unimolekuler dari molekul berenergi untuk memberikan produk, molekul
berenergi berada dalam kesetimbangan dengan molekul normal. Ini dihasilkan
dalam keadaan stasioner atau konsentrasi steady-state dari molekul-molekul
berenergi; yaitu konsentrasinya tetap dan tidak berubah dengan berjalannya
waktu. Pada tekanan tinggi kondisi ini dapat terpenuhi dan konsentrasi steadystate dari molekul berenergi proporsional terhadap konsentrasi molekul normal.
Laju reaksi, diberikan oleh laju konversi molekul berenergi menjadi produk,
proporsional terhadap konsentrasi molekul berenergi dan konsekuensinya juga
terhadap konsentrasi molekul normal. Oleh karena itu pada tekanan tinggi, reaksi
adalah orde satu.
Pada tekanan rendah laju deaktivasi menurun sejalan dengan menurunnya
laju tumbukan molekuler, dan laju konversi molekul berenergi menjadi produk
menjadi sebanding dengan laju deaktivasinya. Dibawah kondisi ini laju reaksi
tergantung pada laju aktivasi molekul-molekul berenergi (proses bimolekuler) dan
kinetika keseluruhan menjadi orde dua.
Mekanisme reaksi dapat direpresentasikan dengan proses berikut:
Aktivasi

k1
A + A A* + A

(1)

63

Deaktivasi
k-1
A* + A A + A

(-1)

Dekomposisi unimolekuler
k2
A* Produk

(2)

Dimana A dan A* mewakili masing-masing molekul normal dan molekul


berenergi.
Karena molekul A* terbentuk oleh reaksi (1) dan hilang oleh reaksi (-1) dan (2),
laju pembentukannya diberikan oleh laju reaksi (1) dikurangi jumlah laju reaksi (1) dan (2) yaitu:
d A *
2
k1 A k 1 A *A k 2 A
dt

(6.1)

Dengan mengasumsikan bahwa ada konsentrasi steady-state molekul berenergi,


sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan waktu, ekspresi ini bisa disamakan
dengan nol menghasilkan
d A *
0
dt

(6.2)

Kombinasikan persamaan 6.1 dan 6.2 dihasilkan

A * k1 A
k 1 A k 2
2

(6.3)

Laju reaksi (yaitu laju pembentukan produk) diberikan oleh laju reaksi (2)
k 2 A *

k1 k 2 A
k 1 A k 2
2

(6.4)

Pada tekanan tinggi dimana laju deaktivasi lebih besar dibanding laju konversi
menjadi produk, yaitu k-1[A][A*] >> k2[A*], persamaan 6.4 menjadi:

k1 k 2 [ A]
k [ A]
k 1

(6.5)

Oleh karena itu reaksi ini orde satu dan pembatas atau konstanta laju orde satu
tekanan tinggi k sama dengan k1k2/k-1.

64

Pada tekanan rendah, laju deaktivasi lebih kecil dari laju konversi ke
produk, sehingga k-1[A][A*] << k2[A*], sehingga persamaan 6.4 menjadi;
= k1[A]2

(6.6)

Oleh karena itu pada tekanan rendah reaksi termasuk orde dua.
Telah diperlihatkan bahwa teori Lindemann memprediksi perubahan orde
saat tekanan turun atau naik.
Misalkan laju reaksi pada sembarang tekanan diberikan oleh
= k[A]

(6.7)

dimana k adalah koefisien laju yang berubah terhadap tekanan. Dari persamaan
6.4 terlihat bahwa k diberikan oleh

k1 k 2 [ A]
k 1 [ A] k 2

k
1 k 2 [ A] / k 1

atau
(6.8)

Persamaan 6.8 memperkirakan bahwa plot k versus [A] akan terlihat seperti pada
gambar 6.1 dan k akan memiliki batas nilai k pada tekanan tinggi, tetapi jatuh ke
nol pada tekanan rendah.

Gambar 6.1 Plot k versus tekanan untuk reaksi unimolekuler

65

Data laju eksperimen untuk reaksi unimolekuler sesuai secara kualitatif


dengan teori Lindemann. Jika umur-paruh untuk dekomposisi diplot versus
tekanan, ditemukan akan konstan pada tekanan tinggi tetapi meningkat pada
tekanan rendah sejalan dengan berubahnya kinetik dari orde satu ke orde dua.
Namun demikian telah ditunjukkan bahwa jatuhnya konstanta laju terjadi pada
tekanan yang lebih tinggi dibanding yang diprediksi oleh Lindemann seperti
diilustrasikan pada gambar 6.1.
Teori Lindemann dapat diuji dengan mengubah persamaan 6.8 hingga
dihasilkan

k
1
1
1
k k1 k 2 k1 [ A]

(6.9)

Oleh karena itu plot 1/k versus 1/[A] seharusnya berupa garis lurus dengan slope
1/k1 seperti diperlihatkan pada gambar 6.2 untuk isomerisasi 1,1-dimetil
siklopropana yang dipelajari oleh Flowers dan Frey. Kembali ditemukan bahwa
deviasi dari linearitas terjadi pada tekanan tinggi. Teori modern reaksi
unimolekuler mengembangkan teori Lindemann dan mencari penjelasan deviasi
tersebut.

Gambar 6.2 Plot 1/k versus 1/p untuk isomerisasi 1,1-dimetil siklopropana

66

Bukti lebih lanjut untuk penguatan dasar teori Lindemann dapat diperoleh
saat reaksi dilakukan pada tekanan reaksi yang konstan dan tekanan total berubah
dengan penambahan gas inert M seperti nitrogen, argon atau xenon.
Mekanismenya direpresentasikan dengan
k1
A + M A* + M
k-1
A* + M A + M
k2
A* produk
Perlakuan steady-state terhadap mekanisme ini menghasilkan

k1 k 2 AM
k 1 M k 2

Pada tekanan tinggi k-1[M] >> k2 memberikan

k1 k 2
A k A
k 1

Yang ternyata identik dengan persamaan laju tekanan tinggi 6.5


Pada tekanan rendah k-1[M] << k2 dihasilkan
= k1[A][M]
Dimana, reaksi orde satu terhadap baik A dan M. Oleh karenanya laju reaksi
diekspresikan dengan
= k[A]
dimana k adalah koefisien laju orde satu terobservasi, yang memiliki batas nilai
pada tekanan tinggi k1k2/k-1 dan pada tekanan rendah k1[M] atau secara umum
diberikan oleh

k1 k 2 M
k 1 M k 2

diubah

k
1
1
1
k k1 k 2 k1 M

67

Suatu plot 1/k versus 1/[M] adalah linier, memperlihatkan bahwa gas inert yang
ditambahkan dapat menggantikan molekul reaktan sebagai aktivator atau
deaktivator. Eksperimen ini mengilustrasikan penguatan dasar mekanisme
Lindemann untuk reaksi unimolekuler.

6.2 Teori Hinshelwood


Pada tahun 1927, Hinshelwood mempostulasikan bahwa laju energisasi
molekul tergantung pada jumlah derajat kebebasan vibrasional dalam molekul.
Suatu molekul dengan jumlah derajat kebebasan vibrasional yang besar memiliki
probabilitas yang lebih besar untuk memperoleh energi yang dibutuhkan untuk
aktivasi, dan karena energi ini dapat didistribusikan kesemua derajat kebebasan.
Untuk molekul dengan satu derajat kebebasan, konstanta laju untuk proses
energisasi (1) diberikan oleh:
k1 = Z1 exp(-E/RT)

(6.10)

dimana Z1 adalah jumlah tumbukan bimolekuler dan E adalah energi yang


diperoleh. Tetapi untuk molekul dengan derajat kebebasan vibrasional s:
Z1 E

k1
s 1! RT

s 1

exp E / RT

(6.11)

Dan ini menghasilkan nilai k1 yang lebih besar.


Teori

Lindemann

memprediksi

bahwa

perilaku orde satu akan

dipertahankan hingga tekanan yang lebih rendah dibanding yang dapat diobsrevasi
secara eksperimen, ini disebabkan nilai k1 diperhitungkan dari persamaan 6.10
daripada 6.11.

Contoh 6.1
Hitung faktor frekuensi untuk reaksi pada 300 K dengan energi aktivasi 200 kJ
mol-1 dan s = 6 dengan mengasumsikan jumlah tumbukan Z1 = 1012 dm3 mol-1 s-1.

Suku pre-eksponensial menurut Hinshelwood diberikan oleh:

68

Z1 E

s 1! RT

s 1

200 x 10 3

dm 3 mol1s 1
8
.
31
x
300

19
3
2.8 x 10 dm mol 1s 1
1012

5!

Ini memberikan faktor frekuensi dan juga konstanta laju, dimana 10 kali lebih
besar daripada yang diprediksikan oleh teori tumbukan karena Z1 = 1012 dm3 mol-1
s-1. Ini berkaitan dengan laju aktivasi yang lebih besar dan sebagai hasilnya
ketergantungan orde satu jatuh pada tekanan yang lebih rendah dari yang
diprediksi oleh Lindemann.
Suatu ciri yang tidak memuaskan dari teori Hinshelwood adalah nilai s
ditentukan secara trial and error, dan pada kebanyakan kasus, kecocokan
eksperimental terbaik didapat dengan s sesuai dengan setengah dari jumlah total
derajat kebebasan vibrasional. Dimungkinkan bahwa sejumlah tertentu derajat
kebebasan total terlibat dalam pembentukan kompleks teraktivasi.
Dalam penjelasan teori terakhir mekanisme dasar untuk reaksi
unimolekuler terbaik direpresentasikan dengan modifikasi mekanisme Lindemann
berikut:
k1
A + A A* + A

(1)

k-1
A + A* A + A

(-1)

k2a
A* A

(2a)

k2b
A produk

(2b)

Dimana A adalah molekul teraktivasi. Molekul berenergi A* memiliki energi


yang cukup untuk secara kimia teraktivasi tanpa tambahan energi lebih lanjut. Ia
melalui perubahan energi vibrasional dan teraktivasi. Saat energi menjadi
terlokalisasi dalam ikatan tertentu, ia dikonversi menjadi produk. Teori modern
memprediksi bahwa molekul dapat lebih siap terenergisasi dari yang dapat

69

diprediksi oleh teori Lindemann akan tetapi selang keterlambatan waktu (time lag)
energisasi dan aktivasi atau reaksi sering relatif lama.

6.3 RRK dan Teori Slater


Full treatment dari teori modern dari Rice, Ramsperger dan Kassel
(dikenal sebagai teori RRK) dan Slater diluar cakupan buku ini. Teori RRK
melihat bagaimana mencari penjelasan mengapa plot seperti pada gambar 6.2
tidak linier. Mereka mengusulkan bahwa molekul teraktivasi saat sejumlah kritis
energi terkonsentrasi pada satu ikatan tertentu. Diasumsikan bahwa energi
terdistribusi ulang dengan sendirinya secara bebas antara mode vibrasional normal
selama masing-masing vibrasi dari molekul. Konstanta laju k2b karenanya berada
pada besaran yang sama dengan frekuensi vibrasi rata-rata molekul.
Pada sisi lain, teori Slater mengusulkan bahwa energi tidak bebas mengalir
didalam molekul. Slater menyarankan bahwa reaksi terjadi saat koordinat kritis
dalam molekul, biasanya panjang ikatan, menjadi diperpanjang hingga sejumlah
kritis. Didalam molekul kompleks masing-masing mode vibrasional bervibrasi
pada frekuensi yang berbeda dan perpanjangan kritis ikatan ini terjadi saat dua
mode strtching berada dalam satu tahap. Gambar 6.3 memperlihatkan treatment
teoritis dari hasil eksperimen untuk isomerisasi siklo propana dalam bingkai teori
diatas.

Gambar 6.3 Perbandingan kurva jatuh teoritis untuk isomerisasi siklo propana
pada 500oC

70

zBAB 7
PROSES PROSES ATOMIS
DAN RADIKAL BEBAS

Diawal perkembangan kinetika kimia telah diasumsikan bahwa semua


reaksi

mengambil

tempat

dalam

satu

langkah

berdasarkan

persamaan

stoikiometris. Sekarang telah jelas bahwa mayoritas proses kimia melalui


beberapa langkah, sehingga sebagian besar reaksi adalah bersifat kompleks. Telah
ditunjukkan bahwa dalam banyak reaksi, intermediet yang reaktif seperti atomatom dan radikal bebas memainkan peranan yang penting.
Untuk keperluan kinetika, radikal bebas dapat didefinisikan sebagai
sebuah atom atau spesies molekul yang mengandung satu atau lebih elektronelektron tak berpasangan. Monoradikal mengandung satu elektron tak
berpasangan sementara diradikal seperti atom oksigen dalam keadaan dasar
(ground state) mengandung dua elektron tak berpasangan. Molekul-molekul
seperti

oksida

nitrat,

Oksigen

dan

2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl

yang

mengandung elektron tak berpasangan dengan definisi diatas juga dapat


dipandang sebagai radikal bebas.
Tinjauan kinetik reaksi yang melibatkan radikal bebas seringkali rumit,
tetapi data laju eksperimen terbukti bermanfaat sebagai alat bantu dalam
menguraikan mekanisme reaksi seperti ini. Tujuan dari kinetik adalah untuk
mempostulasikan mekanisme reaksi yang memiliki kesesuaian secara kualitatif
dan kuantitatif dengan semua data eksperimental untuk reaksi tersebut. Semakin
dapat dipercaya data laju untuk tahap dasar dalam skema reaksi yang diusulkan,
semakin besar tingkat kepercayaan dalam mekanisme reaksi yang diusulkan.
7.1 Jenis Reaksi Kompleks
Reaksi kompleks dapat diklasifikasikan dalam beberapa grup berikut: Proses tak
berantai, Proses rantai linier, dan Proses rantai bercabang.
7.1.1 Proses Tak Berantai
Dalam reaksi kompleks tak-berantai, terbentuk suatu pusat aktif seperti radikal
bebas atau molekul. Zat ini bereaksi menghasilkan intermediet dan kemudian

71

produk. Tidak ada jalan yang dimungkinkan intermediet untuk terbentuk lagi.
Satu contoh reaksi kompleks tak-berantai adalah iodinasi aseton dalam larutan
asam, yang berlangsung seperti berikut:
Asam

CH3COCH3 CH3C=CH2

OH
CH3C=CH2 + I2 CH3CICH2I

OH
OH
CH3CICH2I HI + CH3COCH2I

OH

7.1.2 Proses Rantai Linier


Proses rantai adalah proses yang berlangsung melalui serangkaian proses-proses
elementer sebagai berikut:
(i) Inisiasi rantai
Reaksi di-inisisasi saat ikatan terlemah pada reaktan atau pada salah satu dari
reaktan-reaktan putus untuk menghasilkan radikal bebas, yang kemudian
bertindak sebagai pembawa rantai.
(ii) Propagasi rantai
Radikal bebas menyerang reaktan menghasilkan molekul produk dan spesies
reaktif yang lain. Radikal bebas yang baru ini bereaksi lebih lanjut dan
membentuk lagi radikal bebas yang semula, yang sekali lagi menyerang molekul
reaktan. Dengan jalan ini produk dan pembawa rantai terbentuk secara kontinyu.
Proses ini diistilahkan dengan reaksi propagasi.
(iii) Terminasi rantai
Sebagai tambahan, radikal bebas terpisah dari sistem reaksi dengan cara
rekombinasi atau disproporsionasi. Dengan jalan ini pembawa rantai akan hancur
dan rantai mengalami terminasi (penghentian).
Langkah-langkah diatas adalah karakteristik untuk sembarang reaksi rantai.

72

7.1.3 Proses Rantai Bercabang


Pada beberapa reaksi, khususnya oksidasi

hidrokarbon fasa gas, ada

pengembangan secara kontinyu radikal bebas dalam sistem. Hal ini biasanya
muncul saat dalam satu atau lebih langkah satu radikal bebas bereaksi
menghasilkan dua atau lebih radikal bebas. Pada reaksi hidrogen-oksigen, dua
langkah seperti itu adalah:
H + O2 OH + O:
O: + H2 OH + H
Hal ini terjadi karena oksigen molekuler dan oksigen keadaan dasar adalah spesies
biradikal. Pada reaksi ini konsentrasi radikal bebas meningkat dengan sangat cepat
seperti diilustrasikan oleh Gambar 7.1 dan ini dikenal dengan pembentukan
cabang rantai (chain branching). Laju reaksi meningkat sangat cepat dan segera
menjadi tak terbatas (secara teoritis) menyebabkan terjadinya ledakan.

Gambar 7.1 Ilustrasi pertumbuhan cepat dalam jumlah radikal bebas melalui
pembentukan cabang
7.1.4 Pendekatan Keadaan Mantap atau Stasioner/tunak
Dalam proses rantai linier, kondisi keadaan mantap bisa segera berlaku. Setelah
waktu induksi yang sebentar saat konsentrasi radikal bebas meningkat,
konsentrasinya menjadi mantap atau tidak berubah dan tidak mengalami

73

perubahan sejalan dengan waktu hingga reaktan habis bereaksi. Ini berarti laju
saat radikal bebas terbentuk sama dengan laju saat zat t ersebut menghilang; yaitu
d radikal
0
dt

(7.1)

Adalah hal yang biasa untuk mengasumsikan bahwa semua radikal bebas dalam
sistem reaksi mencapai keadaan mantap dengan sangat cepat. Pendekatan ini amat
membantu dalam penurunan persamaan laju untuk proses rantai. Tanpa ini akan
diperlukan penyelesaian sejumlah persamaan diferensial. Hal tersbeut akan
menjadi pekerjaan yang membosankan tanpa bantuan komputer.
7.2 Reaksi Hidrogen-Bromine
Reaksi antara gas hidrogen dan bromine pada temperatur antara 200 dan 300oC
telah dipelajari oleh Bodenstein dan Lind pada 1906. Hasil riset ini kemudian
menunjukkan reaksi rantai linier. Kontras dengan reaksi H2 + I2 yang diduga
sebagai reaksi sederhana bimolekuler. Reaksi H2 + Br2 adalah contoh yang baik
reaksi rantai dan ia adalah contoh klasik yang biasa dikutip dalam kebanyakan
buku kimia fisik. Hal ini dapat ditunjukkan tidak hanya bahwa mekanisme yang
diusulkan konsisten dengan data eksperimental, tetapi langkah elementer lain
yang mungkin tidak penting dalam reaksi ini.
Hasil eksperimen Bodenstein dan Lind memberikan persamaan laju:
k H 2 Br2
d HBr

dt
1 k HBr /Br2
1/ 2

(7.2)

dimana k bernilai sekitar 10 dan ditemukan tak tergantung pada temperatur.


Mekanisme lima langkah berikut belakangan diusulkan untuk menjelaskan hasil
eksperimen mereka.
k1
Br2
Br + Br

inisiasi rantai

(1)

k2
Br + H2
HBr + H

propagasi rantai

(2)

k3
H + Br2
HBr + Br

propagasi rantai

(3)

k-2
H + HBr
H2 + Br

inhibisi rantai

(-2)

k-1
Br + Br
Br2

terminasi rantai

(-1)

74

Ini semua memiliki karakteristik proses rantai linier. Langkah (1) adalah reaksi
inisiasi, langkah (2) dan (3) memperbanyak rantai, dan langkah (-1) adalah reaksi
terminasi. Langkah tak lazim reaksi (-2) dimana produk diserang oleh radikal
bebas. Hasilnya adalah contoh reaksi yang agak jarang dimana laju dipengaruhi
konsentrasi produk. Intermediet reaktif atau pembawa rantai adalah atom hidrogen
dan bromine. Yang secara kontinyu terbentuk oleh langkah propagasi.
Agar terlihat bahwa mekanisme yang diusulkan konsisten dengan hasil
eksperimen, diperlukan penurunan persamaan laju. Prosedur berikut adalah
petunjuk yang baik sebagai pendekatan umum untuk sembarang turunan.
(1)

Nyatakan persamaan yang dibutuhkan dalam term laju langkah-langkah


elementer yang terlibat.

(2)

Terapkan pendekatan keadaan mantap ke semua radikal bebas dalam


reaksi.

(3)

Dengan manipulasi persamaan aljabar, nyatakan konsentrasi radikal bebas


hanya dalam term konsentrasi reaktan saja.

(4)

Selanjutnya hilangkan konsentrasi radikal bebas dari persamaan laju, yang


kemudian nyatakan dalam bentuk matematis yang paling sederhana yang
mungkin.

(1) Laju yang dibutuhkan adalah laju pembentukan hidrogen-bromide; yaitu:


d HBr
k 2 Br H 2 k 3 H Br2 k 2 H HBr
dt

(7.3)
(2) Aplikasikan pendekatan keadaan mantap pada [Br] dan [H] menghasilkan
d Br
2k1 Br2 k 2 Br H 2 k 3 H Br2
dt
2
k 2 H HBr 2k 1 Br 0

(7.4)

dan
d H
k 2 Br H 2 k 3 H Br2 k 2 H HBr 0
dt

(3) Penambahan persamaan 7.4 dan 7.5 menghasilkan:

75

(7.5)

2k1 Br2 2k 1 Br 0
2

sehingga

Br k1
k 1

1/ 2

Br2 1 / 2

(7.6)

Dari persamaan 7.5

k 2 H 2 Br
k 3 Br2 k 2 HBr

(7.7)

Substitusi persamaan 7.6 dalam persamaan 7.7 menghasilkan

H k 2 k1 k 1 H 2 Br2
k 3 Br2 k 2 HBr
1/ 2

1/ 2

(7.8)

(4) Persamaan 7.8 dapat disederhanakan dengan menambahkannya ke


persamaan 7.5
d HBr
2k 3 H Br2
dt

(7.9)

Substitusi persamaan 7.8 ke persamaan 7.9 menghasilkan:


d HBr 2k 2 k1 k 1 H 2 Br2

dt
k 3 Br2 k 2 HBr
1/ 2

3/ 2

Dibagi dengan k3[Br2] memberikan:


d HBr 2k 2 k1 k 1 H 2 Br2

dt
1 k 2 HBr k 3 Br2
1/ 2

1/ 2

(7.10)

Terlihat bahwa persamaan 7.10 ekivalen dengan persamaan 7.2 saat:


k = 2k2(k1/k-1)1/2
dan
k = k-2/k3
Juga dapat terlihat bahwa langkah lain yang mungkin tidak begitu penting dalam
reaksi ini.
Langkah inisiasi:
H2 H + H
Dan langkah inhibisi alternatifnya:
Br + HBr H + Br2

76

Terlalu lambat untuk terlibat. Konsentrasi atom-atom H sekitar 10-6 kali dibanding
konsentrasi atom bromine, sehingga langkah terminasi yang melibatkan atom H
dapat diabaikan. Kesesuaian yang baik antara persamaan 7.10 dan persamaan laju
eksperimen juga mengindikasikan bahwa proses yang lain relatif lambat
dibanding (1), (2), (3), (-2) dan (-1).
7.3 Mekanisme Rice-Herzfeld
7.3.1 Eksperimen Kaca-Timbal Paneth
Salah satu teknik yang pertama digunakan untuk memperlihatkan pentingnya
radikal bebas dalam dekomposisi senyawa organik dalam fasa gas dikembangkan
oleh Paneth. Dia melewatkan sejumlah hidrogen melalui suatu wadah yang
mengandung tetrametil timbal. Aliran hidrogen jenuh dengan tetrametil timbal
melewati tabung reaksi seperti ditunjukkan pada gambar 7.2
moveable furnace

hidrogen

pompa
B

A
kaca timbal

tetrametil timbal

Gambar 7.2 Peralatan Paneth untuk pemisahan kaca timbal dengan metil radikal

Dekomposisi uap menghasilkan deposit timbal dan metil radikal bebas, yang
kemudian dipompa keluar.
Pb(CH3)4 Pb + 4CH3

(1)

Furnace kemudian digerakkan ke posisi B sekitar 20 cm dari A. Setelah itu


ditemukan bahwa tidak hanya kaca timbal baru yang terbentuk pada B, tetapi kaca
timbal yang pertama terbentuk pada A perlahan menghilang. Laju penghilangan
ternyata menurun dengan kenaikan jarak B. Dari hal diatas tampak bahwa metil

77

radikal bebas terbentuk pada reaksi (1) menyerang kaca timbal pertama dan
membentuk tetrametil timbal yang volatil, yang kemudian dipompa keluar
Pb + 4CH3 Pb(CH3)4

(2)

Dengan meningkatnya jarak AB, semakin banyak metil radikal yang bergabung
kembali untuk membentuk etana:
CH3 + CH3 C2H6

(3)

Dan laju serangan metil terhadap timbal melalui reaksi (2) akan menurun.

7.3.2 Dekomposisi Termal Asetaldehid


Diawal mula kinetik banyak pirolisis organik dijumpai sebagai orde satu atau dua
dan diasumsikan sebagai proses molekuler. Kemudian ditunjukkan bahwa radikal
bebas adalah pembawa rantai yang penting dalam reaksi ini. Rice-Herzfeld adalah
sejumlah peneliti yang menyarankan mekanisme rantai untuk reaksi pirolisis
seperti ini.
Salah satu contoh yang paling sederhana dari mekanisme Rice-Herzfeld
diberikan oleh dekomposisi termal asetaldehid. Mekanisme yang disederhanakan
dari reaksi ini diberikan di halaman 3, tetapi mekanisme yang lebih detail
diberikan disini:
CH3CHO
CH3 + CH3CHO
CH3CO
CHO
H + CH3CHO
CH3 + CH3

k1
CH3 + CHO

(1)

k2
CH4 + CH3CO

(2)

k3
CH3 + CO

(3)

k4
H + CO

(4)

k5
H2 + CH3CO

(5)

k6
C2H6

(6)

Pada skema reaksi ini, tahap inisiasi menghasilkan radikal metil dan
formil. Radikal metil bereaksi memberikan metana dan radikal asetil. Radikal
formil dan asetil terdekomposisi dalam reaksi unimolekuler untuk menghasilkan
karbon monoksida dan radikal. Tahap terminasi utama menghasilkan etana.

78

Produk utama dari reaksi ini adalah CH4 dan CO, dengan H2 dan C2H6
dihasilkan sebagai produk minor. Persamaan laju eksperimen ditemukan sebagai:

d CH 3 CHO
3/ 2
k r CH 3 CHO
dt

(7.11)

dan penting untuk menunjukkan bahwa mekanisme diatas memberikan ekspresi


laju dalam bentuk ini.
Dari mekanisme diatas laju dekomposisi asetaldehid diberikan oleh:

d CH 3 CHO
k1 CH 3 CHO k 2 CH 3 CH 3 CHO k 5 H CH 3 CHO (7.12)
dt

Dengan menerapkan pendekatan keadaan mantap terhadap semua radikal bebas


dihasilkan:
d CH 3
2
k1 CH 3 CHO k 2 CH 3 CH 3 CHO k 3 CH 3 CO 2k 6 CH 3 0
dt
(7.13)

d CHO
k1 CH 3 CHO k 4 CHO 0
dt

(7.14)

d CH 3 CO
k 2 CH 3 CH 3 CHO k 3 CH 3 CO k 5 H CH 3 CHO 0 (7.15)
dt

d H
k 4 CHO k 5 H CH 3 CHO 0
dt

(7.16)

Adisi persamaan 7.14 dan 7.16 menghasilkan:


[H] = k1/k5

(7.17)

Dengan cara yang sama, adisi persamaan 7.13 dan 7.15 menghasilkan:
k1[CH3CHO] 2k6[CH3]2 + k5[H] [CH3CHO] = 0

(7.18)

Substitusi persamaan 7.17 kedalam 7.18 menghasilkan:


k1[CH3CHO] = k6[CH3]2
Selanjutnya:
[CH3] = (k1/k6)1/2[CH3CHO]1/2

(7.19)

79

Substitusi persamaan 7.17 dan 7.19 ke persamaan 7.12 menghasilkan:

d CH 3 CHO
1/ 2
3/ 2
2k1 CH 3 CHO k 2 k1 / k 6 CH 3 CHO
dt

(7.20)

Dengan mengasumsikan bahwa tahap inisiasi dan terminasi relatif lambat


dibanding tahap propagasi, suku pertama pada persamaan 7.20 dapat diabaikan
dan persamaan laju menjadi:
k
d CH 3 CHO

k 2 1
dt
k6

1/ 2

CH 3 CHO3 / 2

(7.21)

Yang ternyata konsisten dengan persamaan laju eksperimen 7.11.


Penelitian terbaru oleh Laidler dan Liu telah mengusulkan bahwa proses
lain memainkan peran dalam reaksi dan meningkatkan produk minor seperti
aseton dan propionaldehid. Hal ini timbul dari proses propagasi tambahan seperti
CH3 + CH3CHO CH4 + CH2CHO
dan
CH3 + CH3CHO H + CH3COCH3

dan proses terminasi


CH3 + CH2CHO CH3CH2CHO

yang terbentuk dalam jumlah yang sangat sedikit.

7.3.3 Energi Aktivasi


Salah satu ciri dari dekomposisi tipe Rice-Herzfeld adalah energi aktivasi
keseluruhan biasanya jauh lebih kecil dari energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan C C dalm proses inisiasi. Hal ini dapat diilustrasikan oleh
pirolisis asetaldehid.
Konstanta laju kr untuk reaksi ini diberikan oleh:

80

k
k r k 2 1
k6

1/ 2

Dalam term faktor frekuensi dan energi aktivasi tahap-tahap individual


kr

A exp E / RT
A exp E
E E
A
A exp
2

1/ 2

1/ 2

1/ 2

A
6

/ RT
E

A1 exp E1 / RT

1
2

RT

Sehingga energi aktivasi keseluruhan diberikan oleh:

E E2

1
2

E6

Karena energi aktivasi untuk tahap inisiasi sebesar 332 kJ mol-1, dan energi

aktivasi untuk tahap terminasi adalah nol, E dapat dihitung jika E 2 diketahui.
Dari photodekomposisi asetaldehid terkait nilai E 2

didapat 32 kJ mol-1.

Substitusi nilai ini akan menghasilkan

E 32 12 (332 0) kJ mol 1
198 kJ mol 1
Hal ini sangat bersesuaian dengan nilai eksperimen untuk energi aktivasi 193 kJ
mol-1 dan terlihat lebih kecil dibanding energi (>332 kJ mol-1) yang dibutuhkan
untuk memutuskan ikatan C C yang sebenarnya.

7.4 Polimerisasi Adisi


Proses polimerisasi adisi memberikan contoh yang baik dari reaksi rantai
radikal bebas linier. Saat polimerisasi telah diinisiasi oleh radikal bebas, molekul
monomer awal akan secara kontinyu bertambah panjang membentuk radikal
polimerik

besar.

Radikal

ini

akhirnya

mengalami

rekombinasi

atau

disproporsionasi menghasilkan produk polimer.


Polimerisasi adisi diinisiasi oleh radikal bebas dari molekul inisiator yang
sesuai yang terdekomposisi termal atau secara photokimia. Benzoyl peroksida
terdekomposisi pada 70o 100oC dalam larutan dan seringkali digunakan sebagai
inisiator

81

C6H5CO2O2CC6H5 2C6H5CO2 2C6H5 + 2CO2


Aseton mudah terdekomposisi secara photokimia.

CH3COCH3

h
2CH3 + CO

Propagasi lanjutan dan proses terminasi dapat diilustrasikan dengan


merujuk monomer olefin CH2=CHX, dimana X adalah H untuk etilen, Cl untuk
vinil klorida dan C6H5 untuk stirene. If R merupakan radikal bebas yang
diperoleh dari proses inisisasi, proses propagasi diikuti oleh
R + CH2=CHX RCH2CHX
RCH2CHX + CH2=CHX RCH2CHXCH2CHX

R(CH2CHX)n-1CH2CHX+CH2=CHX R(CH2CHX)nCH2CHX

radikal ini terus tumbuh hingga mereka mengalami terminasi diantara dua proses
berikut ini :
(i)

Rekombinasi, dimana dua pasang elektron

tak berpasangan, akan

berpasangan untuk membentuk ikatan tunggal


R(CH2CHX)NCH2CHX + CHXCH2(CHXCH2)nR
R(CH2CHX)nCH2CHXCHXCH2(CHXCH2)nR
(ii)

Disproporsionasi, dimana ada transfer atom hidrogen membentuk baik


molekul polimer jenuh dan tak jenuh
R(CH2CHX)nCH2CHX + CHXCH2(CHXCH2)nR
R(CH2CHX)nCH2CH2X + CHX=CH(CHXCH2)nR

Kinetika dari reaksi polimerisasi adisi dapat diturunkan dari mengikuti mekanisme
reaksi yang umum
ki
I
R1
p
R1 + M
R2

inisiasi

82

p
R2 + M
R3

Propagasi
R3 + M R4
kp

p
Rn-1 + M
Rn

kt
Rn + R1
Pn+1

terminasi

dimana I merupakan molekul inisiator, M adalah molekul monomer, P adalah


molekul polimer, adalah jumlah radikal bebas yang diperoleh dari masingmasing molekul inisiator dan R1, R2, R3 dan seterusnya adalah radikal bebas.
Ditemukan bahwa

konstanta kecepatan (kp) untuk seluruh proses propagasi

adalah sama dan dengan cara yang sama kt dapat diasumsikan menjadi konstanta
kecepatan untuk seluruh proses terminasi. Kecepatan inisiasi vi = ki [I], dimana ki
adalah konstanta kecepatan untuk inisiasi.
Penerapan dari pendekatan keadaan mantap terhadap radikal bebas dalam
sistem memberikan
d [ R1 ]
v i k p [ R1 ][ M ] k t [R1] ([R1] + [R2] + ) = 0
dt

dimana kt[R1]2 , kt[R1][ R2] dan seterusnya merupakan laju proses terminasi
masing-masing R1 + R1, R1 + R2, dst.
Oleh karena itu,

d [ R1 ]
v i k p [ R1 ][ M ] k t [ R1 ] [ R n ] 0
dt
n 1

juga

d [ R 2 ]
k p [ R1 ][ M ] k p [ R 2 ][ M ] k t [ R 2 ] [ R n ] 0
dt
n 1

radikal Rn diperoleh dari proses propagasi, tetapi hanya dapat hilang oleh proses
terminasi, oleh karena itu

d [ R n ]
k p [ R n 1 ][ M ] k t [ R n ] [ R n ] 0
dt
n 1

83

Dengan menjumlahkan persamaan keadaan mantap, seluruh lambang suku kp


terhilangkan
2

v i k t [ R n ] 0
n 1

Sehingga kondisi untuk polimerisasi keadaan mantap, bahwa kecepatan inisiasi


adalah sama dengan jumlah seluruh kecepatan terminasi yaitu
2

[ R n ] i
kt
n 1

atau
v
[ R n ] i

n 1
kt

1/ 2

Laju reaksi sebagaimana yang diukur oleh laju menghilangnya monomer,


diberikan oleh:

d M
k p M Rn
dt
n 1

atau

k p i
kt

1/ 2

(7.22)

Persamaan 7.22 adalah ekspresi umum untuk laju polimerisasi adisi.


Untuk sembarang proses polimerisasi, konsentrasi awal monomer
diketahui dan tekniknya dapat dikerjakan untuk mengukur laju inisiasi. Adalah hal
biasa untuk menambahkan konsentrasi yang diketahui dari radikal bebas yang
reaktif (pemakan) atau inhibitor seperti besi (III) klorida atau larutan diphenil
pikril hidrazil (DPP). Ini akan menghilangkan radikal bebas saat terbentuk oleh
proses inisiasi sehingga laju menghilangknya pemakan (biasanya diukur dengan
spektrofotometer) sama dengan laju produksi radikal bebas. Sebagai kemungkinan
lainkonsentrasi inisiator diukur dengan metoda sampling setelah interval waktu
tertentu.
Oleh karena itu, asalkan laju polimerisasi telah diukur (seringkali dengan
alat dilatometer) dan i ditentukan dengan salah satu metode yang diungkapkan

84

diatas nilai kp/kt1/2 dapat ditentukan. Ini adalah konstanta karakteristik untuk
sembarang polimerisasi adisi.

7.5 Reaksi Autoksidasi Fasa Gas


Reaksi dari oksigen molekuler dengan zat lain dikenal dengan autoksidasi. Saat
reaksi berada pada fasa gas, sangat dimungkinkan terjadi proses rantai bercabang.
Reaktifitas oksigen molekuler tidak mengejutkan karena ia merupakan biradikal
yang memiliki dua elektron tak berpasangan. Konsekuensinya ia akan mengalami
reaksi dimana satu radikal akan memghasikan dua radikal. Dalam reaksi hidrogenoksigen, oksigen molekuler beraksi dengan atom-atom hidrogen menghasilkan
dua spesies reaktif, radikal hidroksil dan atom-atom oksigen.
H + O2 OH + O
Atom-atom oksigen keadaan dasar juga biradikal dan dengan hidrogen molekuler
menghasilkan radikal hidroksil dan atom hidrogen
O + H2 OH + H
Kedua proses ini adalah reaksi rantai bercabang dan dalam kenaikan yang sangat
cepat menghasilkan sejumlah radikal bebas. Dalam sistem seperti ini, keadaan
mantap tidak tertahan dan laju reaksi meningkat dengan cepat sejalan dengan
meningkatnya jumlah radikal bebas. Pada kondisi non-stasioner laju reaksi
menjadi tak terbatas dan terjadi ledakan.
Ledakan disebabkan oleh pencabangan rantai oleh karena itu terjadi saat
konsentrasi radikal bebas dalam sistem meningkat dengan cepat. Disisi lain
ledakan termal terjadi saat laju reaksi meningkat akibat dari kenaikan temperatur.
Jika panas yang dilepaskan oleh reaksi eksotermik tidak dihilangkan dengan
cepat, temperatur akan meningkat. Karena laju reaksi meningkat secara
eksponensial dengan temperatur, ledakan termal dapat serta merta terjadi.
7.5.1 Reaksi Hidrogen-Oksigen
Reaksi antara hidrogen dan oksigen terjadi pada temperatur antara 450o dan 600oC
menurut persamaan stoikiometrik
2H2 + O2 2H2O

85

Ini merupakan contoh klasik reaksi rantai bercabang dan telah dipelajari selama
bertahun-tahun. Laju ditemukan tergantung pada tekanan total dalam cara yang
karakteristik untuk semua reaksi rantai bercabang.
Misalkan reaksi diatas pada 550oC. Variasi laju terhadap tekanan total
ditunjukkan pada gambar 7.3. Pada tekanan rendah laju berubah secara linier
terhadap tekanan total seperti yang diharapkan pada reaksi rantai tak bercabang
normal. Pada tekanan sekitar 150 torr dan sekitar dibawah 250 torr, pengaruh
serupa teramati. Tapi pada tekanan antara 50 torr dan 250 torr terjadi ledakan.
Oleh karena itu batas ledakan yang disebut dengan batas ledakan pertama, kedua
dan ketiga terjadi seperti yang diperlihatkan.

Gambar 7.3 Variasi laju terhadap tekanan total untuk reaksi hidrogen-oksigen
Batas ledakan sangat tergantung temperatur seperti diilustrasikan pada
gambar 7.4. Dibawah 400oC reaksi berlangsung pada laju mantap tanpa ledakan

86

untuk interval range lebar dari tekanan total. Pada 500oC range tekanan sistem
dapat meledak mengecil, karena batas ledakan kedua terjadi pada tekanan lebih
rendah. Dengan cara yang sama pada temperatur ini batas ledakan ketiga terjadi
pada tekanan lebih tinggi dibanding pada 550oC. Pada temperatur lebih besar dari
600oC reaksi stabil pada tekanan rendah tapi akan meledak pada tekanan
selebihnya.

Gambar 7.4 Variasi batas ledakan terhadap temperatur untuk reaksi hidrogenoksigen

Tekanan pada saat batas ledakan pertama terjadi ditemukan sensitif


terhadap parameter wadah reaksi seperti, ukuran wadah, bentuk dan sifat
permukaan. Pada tekanan rendah probabilitas tumbukan rendah dan radikal
memiliki akses mudah pada dinding wadah dimana mereka mengalami
rekombinasi. Kenaikan tekanan atau pelapisan permukaan dengan material reaktif
menurunkan probabilitas reaksi permukaan dan meningkatkan ledakan. Jika

87

wadah lebih besar digunakan, radikal akan lebih terdifusi ke permukaan dan
ledakan lebih mungkin terjadi.
Tekanan saat batas ledakan kedua atau lebih tinggi terjadi ditemukan tidak
sensitif terhadap parameter permukaan ini dan oleh karenanya tidak tergantung
pada rekombinasi permukaan radikal. Diperkirakan pada tekanan tinggi radikal
terpisah oleh rekombinasi dalam fasa gas. Penambahan gas asing atau innert
kedalam campuran reaksi membantu rekombinasi fasa gas dan menurunkan batas
ledakan.
7.5.2 Kinetika Reaksi Rantai Bercabang
Teori kinetika reaksi rantai bercabang didasarkan atas penelitian Hinshelwood di
Inggris dan Semenov di Russia pada tahun 1930-an. Teori mereka dapat
diilustrasikan oleh perlakuan sederhana menggunakan mekanisme umum untuk
reaksi rantai bercabang.
I R

Inisiasi

R + P + R

Propagasi

R + R

Pencabangan

R + ?

Terminasi permukaan

R + ?

Terminasi fasa gas

dimana I adalah molekul inisiator yang menghasilkan radikal bebas, R adalah


radikal dan P adalah produk reaksi.
Misalkan i sebagai laju inisiasi dan rp, rb, rs dan rg sebagai koefisien laju
masing-masing untuk proses propagasi, pencabangan, terminasi permukaan dan
terminasi fasa gas. Koefisien laju adalah produk suku konstanta laju dan
konsentrasi. Sebagai contoh, satu proses propagasi yang mungkin pada reaksi
hidrogen-oksigen yaitu
HO2 + H2 H2O + OH
dan lajunya adalah rp[HO2] dimana rp = kp[H2].
Mengingat persamaan keadaan mantap untuk R

88

d [ R]
v i rb ( 1)[ R] rs [ R] rg [ R] 0
dt

(7.23)

dimana -1 adalah pertambahan radikal bebas pada reaksi bercabang, yang sering
sama dengan dua.

[ R]

vi
rs rg rb ( 1)

Laju reaksi overall jika keadaan mantap ditahan, akan menjadi:


v

d [ P]
r p [ R]
dt

rp vi

(7.24)

rs rg rb ( 1)

Untuk kondisi keadaan mantap dapat ditahan, percabangan tidak boleh terjadi, itu
artinya = 1. Ketika cabang terjadi, menjadi lebih besar dari satu dan suku rb(
- 1) bertambah sehingga penyebut dalam persamaan 7.24 menurun. Oleh karena
itu dengan meningkatnya pencabangan, laju akan meningkat hingga penyebut
menjadi sma dengan nol atau laju menjadi tak terhingga. Ini adalah kondisi untuk
ledakan, yaitu:
rs + rg = rb( - 1)

(7.25)

Karena kondisi keadaan mantap tidak diterapkan, ini adalah suatu pendekatan dan
secara praktek laju bisa menjadi sangat besar bukan menjadi tak terbatas.
Jika teori ini diterapkan terhadap reaksi hidrogen-oksigen, batas pertama
dan kedua ledakan dapat diterangkan. Pada tekanan rendah rs besar sehingga rs +
rg > rb( - 1) Dengan meningkatnya tekanan rs turun hingga rs + rg= rb( - 1) saat
batas ledakan pertama teramati. Pada tekanan relatif tinggi rg akan tinggi sehingga
rs + rg > rb( - 1) dan sistem dalam keadaan stabil. Saat tekanan diturunkan rg
turun hingga rs + rg = rb( - 1) kembali dan batas ledakan kedua teramati.
Terjadinya batas ledakan ketiga baik ledakan termal atau oleh reaksi
pencabangan lebih lanjut lainnya, yang menyebabkan peningkatan tiba-tiba
konsentrasi radikal bebas. Sifat-sifat batas ledakan ketiga belum dipahami
seutuhnya.

89

BAB 8

Reaksi Dalam larutan


8.1. Perbandingan antara reaksi dalam fasa gas dan dalam larutan

Reaksi dalam fasa gas melibatkan kolisi terisolasi diantara molekul-molekul


individu. Pada cairan reaksi tidak sesederhana dalam padatan atau gas, reaksi
dalam larutan agak rumit.
Perbedaan utama reaksi fasa gas dan cairan adalah pada fasa cairan molekulmolekul reaktan bertumbukkan secara kontinu dengan molekul-molekul pelarut.
Dalam sistem dimana pelarut mempunyai sedikit atau tidak ada pengaruh pada
laju, laju dan mekanisme tidak begitu berbeda dari reaksi gas. Bagaimanapun
banyak reaksi dalam larutan dengan kehadiran pelarut mengakibatkan ionisasi
sehingga reaksi antara ion-ion dapat dipelajari karena laju bergantung pada
lingkungan elektrik dari ion-ion, yang dipengaruhi oleh konstanta dielektrik dari
pelarut.
Perbedaan lain bila reaksi terjadi dalam larutan adalah jumlah kolisi per satuan
waktu lebih besar. Transfer energi cepat, dan kesetimbangan termal dan vibrasi
dicapai sangat cepat. Robinovitch memperlihatkan dari percobaan stimulasi
bahwa kolisi terjadi bila molekul lebih dekat. Molekul-molekul tersebut saat kolisi
mula-mula terjadi molekul disekeliling membentuk sangkar, yang sejumlah besar
kolisi berikut mengambil tempat, sebelum molekul berpisah. Efek sangkar adalah
penting dalam proses yang terjadi dengan energi aktivasi rendah seperti kombinasi
diantara dua radikal bebas. Energi aktivasi nol mengimplikasikan bahwa reaksi
kimia terjadi pada tiap kolisi. Phenomena yang menyebabkan reaksi saat kolosi
pertama diiukuti dengan sejumlah kolisi dalam sangkar, yang tidak memberi
sumbangan terhadap laju. Jika molekul reaktan adalah dekomposisi secara
fotokimia dalam larutan (proses yang bebas temperatur dan mempunyai energi
aktivasi nol) menyebabkan radikal-radikal bebas bergabung kembali dalam

90

sangkar yang dikeliling molekul-molekul pelarut sebelum pisah mengambil


tempat.
Dalam reaksi dengan energi aktivasi rendah (biasanya kurang dari 20 kJ mol)
tahap penentu laju bisa laju difusi dari molekul-moleku; reaktan terhadap satu
sama lain yang menyebabkan kolisi atau laju difusi dari produk terhadap satu
sama lain setelah kolisi. Reaksi demikian dikatakan difusi terkontrol dan lajunya
akan bergantung pada viskositas dari pelarut. Rekombinasi radikal bebas dalam
larutan adalah selalu difusi terkontrol.
Reaksi lain dalam larutan berbeda dari fasa gas karena pelarut terlibat secara
kimia dalam mekanisme. Dalam beberapa kasus ia dapat mungkin bereaksi
sebagai katalis, sementara dalam reaksi lain ia habis selama reaksi.

8.2. Teori Keadaan Transis untuk Reaksi Cairan


Untuk reaksi gas bimolecular konstanta laju untuk reaksi :
A + B _____X ____ produk
adalah :

kr v exp G RT

(8.1)

kr

kT
K
h

(8.2)

kr

G
kT

exp
h
RT

(8.3)

S
H
kT
exp

exp
h
R
RT

(8.4)

dan

kr

Dimana
G*

= energi bebas aktivasi

S*

= entropy aktivasi

= entalfi aktivasi

91

Meskipun sifat-sifat termodinamika ion dapat diperoleh di literature, efek


pelarut membuat nilai-nilai mereka agak tak jelas. Sementara data akurat tidak ada
sifat-sifat termodinamika tersebut telah ditemukan, seperti dalam reaksi fasa gas,
yang entropy aktivasi memberikan indikasi yang berguna dari struktur keadaan
transisi. Entropi aktivasi positif menunjukkan bahwa keadaan transisi kurang
teratur dari molekul-molekul reaktom bebas sedangkan entropi aktivasi negatif
sesuai dengan kenaikan oder bila molekul reaktom bergabung membentuk
keadaan transisi.

Entropi aktivasi dapat ditentukan secara eksperimental.


Ditemukan bahwa perubahan dalam volume bila keadaan transisi terbentuk
dapat dikorelasikan dengan entropy aktivasi. Oleh karena itu reaksi dengan nilai
S* dan V *

negatif selalu lebih lambat dari normal, sedangkan reksi

dengan nilai S* dan V*

positif adalah lebih cepat daripada normal.

Perubahan volume sangat sensitive terhadap perubahan dalam lingkungan elektrik


dari reaktan, reaksi yang berjalan lewat mekanisme yang mirip akan mempunyai
nilai V* yang mirip.

8.3. Reaksi yang melibatkan ion-ion


Reaksi antara ion-ion sering terlalu cepat diukur dengan metode konvensional,
Untuk reaksi
H+ + OH-

H2O

dalam reaksi netralisasi asam dan basa kuat adalah satu dari reaksi yang paling
cepat dengan konstanta laju 1,4,10 dm3 mol 5.
Bagaimanapun, banyak reaksi antara ion-ion prosesnya melibatkan perusakan dan
pembentukan ikatan kovalen pada laju yang dapat diukur, contoh reaksi
CH3Br + Cl-

CH3Cl + Br-

Dalam aseton pada 298 K mempunyai laju 5,9 . 10-3 dm3 mol-1s-1.
Banyak percobaan dan parameter-parameter lain yang telah diperlihatkan
untuk mempengaruhi laju reaksi normal, dalam hal ini hanya akan dibahas 3 efek
yang mempengaruhi laju reaksi normal tersebut :

92

1. Sifat pelarut
2. Sifat ion-ion
3. Kekuatan ion-ion di larutan
8.3.1. Sifat Pelarut
Pada persamaan 8.3 memperlihatkan bahwa konstanta laju reaksi bergantung pada
energi bebas aktivasi G*. Dalam reaksi ion-ion interaksi elektrostatik diantara
ion-ion menjadi sumbangan penting terhadap energi bebas aktivasi ion. Karena ini
adalah ukuran dari perubahan dalam energi bebas dari keadaan reaktan ke keadaan
teraktifasi, sumbangan elektristatik terhadap energi, bebas aktivasi bergantung
pada strukturterformulasi untuk keadaan teraktivasi.
Dua pendekatn yang telah dipakai dalam kedua pendekatan ii, diasumsikan bahwa
ion-ion berbentuk bila dengan muatan ZA dan ZB, alam pelarut yang mempunyai
tetapan dielektrik . Jika komplek teraktivasi membentuk bola rangkap seperti
dalam gambar 8.1, konstanta laju kr diberikan oleh

ln kr ln k0

Z A Z B e2
d ABkT

(8.5)

dimana :

dan

k0

= Konstanta laju dalam suatu medium larutan dielektika tak bekerja,

= Muatan elektrik

dAB = jarak antar molekul dalam komplek teraktifasi

Gambar 8.1. Model untuk komplek teraktivasi bola rangkap

93

Jika komplek teraktifasi membentuk model bola tunggal seperti yang


diperlihatkan gambar 8.2, persamaan lajunya terlihat lebih komplek
2
2
2
e 2 Z A Z B Z A
ZB
ln kr ln k0

2 kT
r
rA
rB

Persamaan ini mereduksi prsamaan 8.5 dimana rA = rB = r*.

Gambar 8.2. Model komplek teraktivasi bola tunggal

Hal yang penting diatas bahwa kedua pendekata ini memprediksikan bahwa plot
dari ln kr terhadap 1 akan linear. Jika model bola rangkap diaplikasikan, slope

2
adaah sama dengan Z A Z B e

d AB kT

Plot log kr terhadap 1/E adalah

Pada model bila rangkap, slope sama dengan ----------

94

8.3.2.SIFAT ION ION :


Sifat dari komplek teraktivasi seperti diformulasikan oleh model bola rangkap
tergantung pada muatan ion-ion yang bereaksi :
Jika ion bermuatan sama (bermuatan positif), dankomplek teraktivasi membentuk
muatn rangkap positif. Molekul-molekul pelarut didekat ion disebabkan oleh gaya
elektrotatik kuat, yang membatasi kebebasan gerak mereka. Efek ini disebut
solver binding atau electrostriction, akibatnya pengurangan dalam entropi. Jika
ion muatan sama faktor frekwensi lebih kecil dari pada normal.
Dalam suatu reaksi antara ion-ion berlawanan muatan, muatan terasosia dengan
komplek aktifasi menurun, akibatnya menurunkan elektrichor dan entropy aktivasi
positif. Karena factor frekwensi dalam persamaan Arrhenius sebanding dengan

exp S

(persamaan 5.18) , untuk reaksi ion berlawanan, A (faktur frekwensi)

lebih besar dari pada normal.


Telah diasumsikan bahwa tanpa kehadiran efek elektrostatik, entropi aktivasi
adalah nol dan faktor frekuensi (A) normal, yaitu dari orde 1012dm3mol-1s-1

8.3.3. Kekuatan ionik dalam larutan


Bronsted, Bjerrum dan other memperlihatkan bahwa laju reaksi ionik
bergantung pada kekuatan ionik dari larutan, karena kekuatan ionik dari larutan
dapat dirubah dengan penambahan garam ionic, ini dikenal sebagai efek garam
primer.
Dasar teori untuk pengaruh kekuatan ionic pada konstanta laju reaksi diturunkan
sebagai berikut :
A +

X+

produk

Konstanta ketimbangan untuk reaksi ini didefinisikan dalam istilah aktivitas


relatif. Aktivitas relatif a dari suatu larutan diberikan oleh :
a c

dimana c adalah konsentrasi dan adalah koefisien aktivitas

95

Tabel 8.1. Beberapa faktor A dan entropi aktivasi


Untuk beberapa reaksi antara ion-ion

Konstanta kesetimbangan K diberikan oleh :

aX
a A aB

(8.7)

AB A B

Oleh karena :

X K AB

A B
X

(8.8)

Telah diasumsikan bahwa laju reaksi diatas hanya bergantung pada konsentrasi
komplek teraktivasi sehingga laju reaksi v ditentukan oleh
v

d A
d B

k' X
dt
dt

(8.9)

Substitusi persamaan 8.8 kedalam persamaan 8.9 sehingga memberikan

v k ' K AB

A B
X

(8.1

tapi untuk reaksi ini laju v dan konstanta laju kr dihubungkan dengan

v kr AB

(8.11)

Kombinasi persamaan 8.10 dan 8.11 menghasilkan

kr k ' K

A B
X

(8.12)

k0 adalah konstanta laju pada larutan encer tak berhingga (kekuatan ionik nol) bila
koefisien aktivitas sama dengan nol. Oleh karena itu dalam kondisi ini

k0 k ' K

96

sehingga

k r k0

A B
X

(8.13)

Dalam bentuk logaritma


log10 kr log10 k0 log10 A B

X

(8.14)

Dari hukum pembatas Debye-Hiickel, koefisien aktivitas dari ion i dengan muatan
zi dihubungkan dengan kekuatan ionik I oleh

log10 i Azi

dimana A adalah konstanta Debye-Hiickel dan kekuatan ionik I 1 ci zi .


2
2

Oleh karena itu

log10

A B
2
2
2
A I Z A Z B Z A Z B
X

Karena muatan pada komplek adalah jumlah dari dua muatan pada ion-ion yang
bereaksi yaitu

log10

A B
2 Az A z B I
X

(8.15)

Substitusi persamaan 8.15 ke persamaan 8.14 menghasilkan

log10 kr log10 k0 2 Az A z B I

(8.16)

Ini dikenal sebagai hubungan Bronsted-Bjerrum dan meramalkan bahwa plot

log10 kr terhadap

I adalah linear dengan slope sama dengan 2Az AzB dan

intersep sama dengan log10 k0 . Untuk larutan encer pada 25 c, konstanta DebyeHiickel A 0,51 dm3/2mol-1/2.
Persamaan 8.16 dapat disusun kembali menjadi

k
log10 r 2 Az A z B I
ko

(8.17)

97

Oh karena itu plot log10 kr k0 terhadap

adalah linear. Gambar 8.5

memperlihatkan plot ini untuk reaksi ionik dalam tabel 8.1.

Gambar 8.5. Variasi log10 k / k0 dengan

I untuk sejumlah reaksi ionik

Terlihat bahwa untuk reaksi antara ion muatan sama slope adalah positif. Reaksi
demikian memperlihatkan bahwa efek garam positif;yaitu laju reaksi meningkat
dengan naiknya kekuatan ionik. Untuk reaksi antara ion muatan berlawanan slope

98

adalah negatif. Ini sesuai dengan efek garam negatif dan laju reaksi menurun
dengan meningkatnya kekuatan ionik. Reaksi antara ion dan mulekul netral seperti
asam atau hidroliis alkalin dari estes tidak memberikan efek garam primer.

8.4.Efek Tekanan Terhadap Laju Reaksi


Disini pengaruh tekanan digunakan untuk mengukur aktivasi.
Dari persamaan Van Hoff :
G RT ln K

Tetapi volume dan energi bebas dihubungkan dengan

V
p T
Atau

G
d ln K
RT

V
p T
dp T
memberikan

d ln K
V


RT
dp T
Volume aktivasi V didefinisikan sebagai perubahan dalam volume dalam
keadaan reaktan ke keadaan teraktivasi oleh karena itu :

d ln K
V


RT
dp T

(8.18)

Karena kr kT h K , variasi konstanta laju dengan tekanan ditentukan oleh

d ln kr

dp

V

RT
T

(8.19)

Jika konstanta laju meningkat dengan naiknya tekanan, volume dari keadaan
teraktivasi adalah kurang daripada volume reaktan; V negatif. Sebaliknya,
konstanta laju turun dengan naiknya tekanan sesuai dengan V positif.
Dari hubungan diatas:

99

Volume aktivasi dapat ditentukan dari pengukuran konstanta laju terhadap


tekanan pada T tetap.
Integrasi persamaan 8.19 menghasilkan:

V
ln kr
p kons tan ta
RT
k0 adalah konstanta laju untuk reaksi pada tekanan nol. Oleh karena itu,
kons tan ta ln k0 dan
ln kr ln k0

V
p
RT

yaitu

log10 kr log10 k0

V
p
2,303RT

(8.20)

Plot log10 kr terhadap p adalah linear dan slope diberikan oleh V 2,303RT ,
sehingga V dapat ditentukan.

Hukum pembatas Debye Huckel


Jauhnya jarak dan kekuatan coulomb antara ion-ion berarti interaksi ini
merupakan penanggung jawab utama atas penyimpangan dari keidelan di dalam
larutan ion, dan hal ini mendominasi penyebab-penyebab ketakidelan. Dominasi
ini adalah dasar teori Debye Huckel pada tahun 1923.
Disini kita jelaskan teori ini secara kualitatif dan membuat kesimpulan utamanya.
Karena ion-ion yang muatannya berlawanan saling tarik menarik maka kation
dan anion tidak terdistribusi secara seragam di dalam larutan : anion lebih
mungkin ditemukan di dekat kation, dan sebaliknya (Gambar 10.1). Secara
keseluruhan, muatan larutan adalah netral, tetapi di dekat ion tertentu ada
kelebihan ion lawan, yaitu ion-ion yang muatannya
Berlawanan. Dirata-ratakan pada saat tertentu, lebih banyak ionlawan yang
melewati ion tyertentu daripada ion sejenisnya, dan ion-ion lawan ini beregerak

100

kesegala arah. Kabut bulat yang dirata-ratakan pada suatu selang waktu
disekeliling ion tertentu ini mempunyai muatan neto sama dengan ion sentralnya,
tetapi tandanya berlawanan, dan disebut atmosfer ionik. Energi, kemudian juga
potensial kimia ion sentra tertentu, turun karena adanya interaksi coulomb dengan
atmosfer ioniknya. Penurunan energi ini tampak sebagai selisih antara fungsi
Gibbs G dan nilai ideal G dari larutan, sehingga dapat ditunjukkan dengan

RT ln .
Model ini menghasilkan (informasi lanjutan) ungkapan bahwa pada konsentrasi
sangat rendah koefisien aktivitas dapat dihitung dari hukum pembatas DebyeHuckel.

log10 i Azi

dengan A=0,509/(mol k-1)1/2 untuk larutan encer pada temperatur

25 c

(umumnya, A bergantung pada daya hantar relatif dan temperatur) dan I adalah
kekuatan ionik larutan.

I1

2
i

zi ci

zi adalah bilangan muatan ion I dan ci adalah ion. Seperti akan kita lihat, kekuatan
ion sangat berfariasi jika kita membahas larutan ion jumlahnya meliputi seluruh
ion yang ada didalam larutan, untuk kedua jenis ion dengan molalitas yang ada
didalam lerutan, untuk kedua jenis ion dengan molalitas m+ dan m-.

2
2
I 1 m z m z
2

menekankan muatan ion-ion karena bilangan muatannya berlaku sebagai

kuadratnya. Tabel 10.3 merangkum hubungan kekuatan ion dengan molalitas


dalam bentuk yang mudah digunakan
Tabel 10.3. Kekuatan ionik dan molalitas, I=k x m
XX2X3X4M+
1
3
6
10
M2+
3
4
15
12
3+
M
6
15
9
42
M4+
10
12
42
16
-------------------------------------------------------Contohnya. Kekuatan ionik larutan M2X3 dengan molalitas m,
yang memberikan ion M3+ dan X2- kepada larutan adalah 15 m

101

BAB 9
REAKSI-REAKSI CEPAT
Bidang dari reaksi cepat banyak digunakan secara luas dengan
bertambahnya penggunaan dan otomatisasi peralatan perekaman elektronik.
Istilah reaksi cepat digunakan untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang sulit
diikuti secara kinetik dengan metode-metode konvensional. Secara umum reaksi
cepat ditandai dengan nilai konstanta reaksi (tergantung temperatur) yang besar.
Lebih tepatnya reaksi cepat memiliki energi aktivasi yang rendah, tetapi jika
konsentrasi reaktan cukup rendah maka kecepatan reaksi akan cukup kecil mirip
dengan yang terjadi pada reaksi unimolekuler. Dimana pada reaksi unimolekuler,
kecepatan dekomposisi akan sangat cepat, tetapi jika aktivasi efektif, kecepatan
konversi menjadi produk menjadi kecil.
Maka dari itu, reaksi cepat dapat didefinisikan sebagai reaksi dengan
waktu paruh kurang dari beberapa detik (yaitu, sama dengan respon manusia atau
waktu pencampuran reaktan) pada temperatur kamar menggunakan konsentrasi
reaktan konvensional (katakanlah 0.1 mol dm-3).
Beberapa contoh reaksi cepat telah dipelajari dengan beberapa teknik yang
akan dijelaskan pada bab ini, khususnya metode alir. Mereka secara beragam
melibatkan reaksi-reaksi radikal bebas. Peralatan analitik modern, cepat dan
senseitif cuku p baik untuk mendeteksi spesi radikal bebas yang hanya hadir
dalam hitungan milidetik.
Lebih banyak reaksi cepat fase cair yang telah dipelajari, khususnya reaksi
melibatkan ion dan elektron dalam larutan berair; yaitu

ion-ion hidrat atau

elektron. Reaksi paling cepat adalah reaksi netralisasi,


k1

A B
k1

yang memiliki kecepatan konstan 1,4 x 1011 dm3 mol-1det-1 pada 25 C. Banyak
reaksi biologis penting seperti reaksi berkatalis enzim berlangsung sangat cepat.
Tabel 9.1 menunjukkan rentang waktu paruh dan teknik yang dapat digunakan.

102

Satu kemungkinan dari metode penelitian suatu reaksi cepat adalah dengan
menjalankan suatu reaksi pada kondisi eksperimental dimana reaksi berlangsung
pada kecepatan terukur. Suatu reaksi dengan energi aktivasi (misalnya, 100 kJ
mol-1) berlangsung sekitar 108 lebih lambat jika temperatur turun dari 300 ke 200
K. Jika konsentrasi reaksi untuk reaksi-raksi biomolekuler berkurang dari 0.1 mol
dm-3 ke 10-6 mol dm-3, kecepatan akan berlangsung 1010 lebih lambat. Namun
demikian, data yang didapatkan pada temperatur rendah atau dari larutan yang
encer biasanya tidak menarik dan secara umum mekanisme reaksi bisa saja sangat
berbeda. Ini merupakan pendekatan tidak langsung yang biasanya tidak
memuaskan.
TABEL 9.1.

RENTANG DARI KETERUKURAN WAKTU PARUH


DENGAN TEKNIK-TEKNIK REAKSI CEPAT

Teknik yang Dipakai

Waktu Paruh (s-1)

Konvesional

103 1

Aliran konstan dan terputus (stopped-flow)

1-10-3

Radiolisis flash dan pulsa

1-10-6

NMR

1-10-5

Resonansi spin elektron

10-4-10-9

Tekanan lompat

1-10-5

Temperatur lompat

1-10-6

Fluoresensi

10-6-10-9

Metode lain yang dapat digunakan untuk reaksi yang memiliki konstanta
kesetimbangan yang lebih besar, dimana reaksi
k1

A B
k1

Maka

k1 k1 K

103

Bila k-1 dapat diukur dan K diketahui, maka kecepatan maju dapat diukur.
Terdapat dua jalan yang dapat dipertimbangan dalam mendekati reaksi-reaksi
cepat, yaitu:
(i) Metode Gangguan
Suatu sistem dalam kesetimbangan dikenakan suatu gangguan dan reaksi
kesetimbangan ulang terjadi dengan sangat cepat.

(ii) Metode Kompetisi


Suatu proses fisik mengganggu sistem dan melakukan kompetisi dengan reaksi
kimia. Sebagai contoh adalah proses fluoresensi yang didalamnya terdapat
kompetisi antara proses kimia dan proses fisika.
Suatu pendekatan sederhana adalah dengan mempertimbangkan beberapa
teknik eksperimental lain untuk digunakan dalam suatu rangkaian reaksi. Hal ini
dapat dipisahkan untuk melcak reaksi yang terjadi sangat cepat dan reaksi-reaksi
lain dapat diikuti secara analitik. Metode berikut ini yang dapat saja
dipertimbangkan adalah
(1) Metode alir
(2) Nyala
(3) Fotolisis flash dan Radiolisis pulsa
(4) NMR
(5) Tabung kejut
(6) Berkas molekuler
(7) Metode relaksasi

9. 1. Metode Alir
Metode ini merupakan metode pertama yang ditemukan dan masih merupakan
metode penting saat ini. Perangkat awal merupakan hasil rancangan Hartridge dan
Roughton pada tahun 1923, seperti yang ditampilkan pada gambar 9.1. Perangkat
ini terdiri dari ruang pencampur dimana reaktan mengalir pada suatu dengan
kececpatan tinggi. Secara umum campuran dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometri absorpsi.

104

Pada prinsipnya metode ini merupakan ukuran dari konsentrasi reaktan


sebagai fungsi dari jarak disepanjang tabung dengan mengukur absorpsi dan
beberapa sifat fisik lainnya seperti daya hantar pada beberapa titik ditabung.
Kecepatan perubahan dari reaktan A terhadap waktu dihubungkan dengan laju
reaksi, yaitu

d A
dx
dimana

d A dx
dt
dt

dx
adalah kecepata alir. Jika kecepatan alir adalah 10 m/s dan
dt

pengamatan dilakukan pada jarak 1 cm (10-2 m) ari campuran dan kemudian jarak
ini setara dengan waktu reaksi (10-2/10) s = 10-3 s. Cara ini memungkinkan untuk
mempelajari waktu paruh dengan orde milidetik.

Gambar 9.1. Peralatan aliran konstan Hartridge dan Roughton

9.1.1. Reaksi Gas pada Tabung Alir


Banyak reaksi gas melibatkan atom-atom atau radikal bebas telah dipelajari
dengan sistem alir. Gas dilewatkan pada tabung bermuatan listrik dengan tekanan
rendah pada kecepatan alir seitar 103 cm s-1. Reaksi dari radikal bebas dipelajari
pada jawak di atas 1 dari titik yang bermuatan. Namun, cara ini memungkinkan
reaksi rekombinasi radikal atau reaksi radikal bebas dengan molekul reaktan stabil

105

yang ditambahkan pada stream gas. Banyak teknik analitik yang dikembangkan
seperti spektroskopi emisi dan absorpsi, kemiluminesensi, spektroskopi massa
stream gas atau spektroskopi resonansi spin elektron.
Diantara eksperiment yang paling diminati adalah titrasi fase gas untuk
atom-atom, seperti yang ilustrasikan pada gambar 9. 2. Pada saat nitrogen bebas
oksigen dilewatkan pada bagian tidak bermuatan akan dihasilkan atom nitrogen.
Atom-atom itu kemudian berikatan kembali menhasilkan nitrogen tereksitasi dan
ditandai dengan emisi sinar kuning.
N + N

N2 *

Untuk meramalkan konsentrasi atom N pada penambahan uap oksida nitrat pada
saat atom oksigen terbentuk oleh reaksi

Gambar 9.2. Diagram tube aliran cepat untuk titrasi gas


D = pengosongan muatan dan tube pengosongan muatan kuarsa; J1, J2 = pengisi
gas; P1, P2 = fotomultiplier; F = tanur; C = udara pendingin.
N + NO

N2 + O

Bila NO ditambahkan lebih banyak, satu kemiluminesensi biru akan tampak


sebagai hasil reaksi
N + O + M

NO + M

M adalah gas inert yangtidak terdissosiasi oleh nitrogen.

106

Pada akhir titrasi NO memerangkap semua atom N dan menyebabkan


emisi. Jika NO ditambahkan secara berlebih, suatu nyala hijau-kuning akan
terbentuk dari NO2 eksitasi yang terjadi pada reaksi.
O + NO

NO2 + h

9.1.2. Reaktor Alir untuk Reaksi-reaksi Fase Cair


Dua tipe dari reaktor alir digunakan dalam mempelajari reaksi pada fase cair.

(i)

Reaktor Aduk

Reaktan ditambahkan ke dalam suatu reaktor aduk dan produk dipisahkan dari
reaktor dengan kecepatan yang sama. Analisis yang dilakukan terhadap produk di
dalam reaktor atau produk yang telah dipisahkan.

(ii)

Reaktor Aliran Terputus

Dua reaktan dicampur dalam suatu reaktor tube alir seperti yang digambarkan
pada 9.3. Aliran dilepaskan secara mendadak dengan suatu piston dengan
kecepatan yang sama dengan peralatan analitik yang dipakai. Reaksi pada titik
yang tetap diikuti dengan peralatan analitik.

9.1.3. Keterbatasan Metode Alir


Terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan metoda alir.
(i)

Sifat hidrodinamik dan gas-dinamik

Pada pencampuran atau aliran tinggi, aliran menjadi lebih encer dan dihasilkan
aliran turbulen. Untuk itu harus diperhatikan batasan maksimal dari penggunaan
kecepatan lair dan reaksi-reaksi dengan waktu paruh kurang dari 10-3 tidak dapat
dipelajari dengan metoda alir.

107

Gambar 9.3. Peralatan aliran-putus

(ii)

Tekanan gas

Pada reaksi gas dengan menggunakan tabung alir tekanan rendah tekanan harus
vukup tinggi untuk menghindari perubahan konsntrasi yang diakibatkan oleh
difusi daripada reaksi kimia
(iii)

Volume reaktan

Pada awal percobaan dengan menggunakan metoda alir berupa tabung alir 5 mm,
3-4 L reaktan dikonsumsi untuk sekali pelaksanaan percobaan. Bila menggunakan
tabung yang lebih kecil akan menggurangi volume reaktan yang dikonsumsi
sampai 20-30 ml. Untuk reaktan-reaktan yang sangat mahal, penggunaan
suntuikan hipodermik yang dioperasikan secara mekanik dapat mengurangi
penggunaan reaktan sampai 6 ml untuk sekali pemakaian.

108

11.2. Nyala
Teknik ini juga merupakan teknik lama yang digunakan untuk mempelajari reaksi
kimia pada nyala stasioner. Jika reaktan bercampur dan berdifusi dalam nyala,
reaksi disebut proses difusi nyala. Sebaliknya, jika reaktan dicampur terlebih
dahulu sebelum dinyalakan, maka disebut deengan reaksi nyala pre-mixed.
Tekanan gas yang diumpankan ke dalam nyala menentukan sifat dan temperatur
nyala.
9.2.1. Nyala Encer
Pada tekanan rendah jejak bebas rata-rata antar molekul yang bertabrakan adalah
cukup panjang dan zone reaksi sangat besar. Resultan kenaikan temperatur kecil
dan nyala dikatakan sebagai nyala encer.
Banyak pekerjaan dengan metoda ini dikonsentrasikan pada reaksi logam
alkali dan halogen atau alkil halida. Suatu gas dilewati pemanas logam alkali dan
dihasilkan gas jenuh dengan uap logam berdifusi ke dalam uap halogen atau
halida pada tekanan rendah. Reaksi sebagai berikut
RCl Na
R Na Cl

dan
Cl2 Na
Cl Na Cl

terjadi pada nyala encer. Jika koefisien difusi diketahui, konstanta kecepatan dapat
ditentukan dari pengukuran dimensi zona nyala reaksi dan tekanan reaktan.
Namun harga dari koefisien difusi tidak cukup akurat bila pengamatan dilakukan
di bawah kondisi yang tidak begitu baik. Pembentukkan partikel produk padat
dalam nyala menyebabkan pengukuran menjadi lebih tidak pasti.

9.2.2. Nyala Panas


Pada tekanan tinggi jejak bebas rata-rata adalah pendek dan zone reaksi kecil. Bila
reaksi eksotermik terjadi dalam nyala, terdapat suatu kenaikan temperatur yang
sangat cepat. Gradien temperatur sangat tajam dimana temperatur 3000 K dengan
mudah.

109

Spektrum emisi dari banyak spesi radikal seperti OH, NH, dan NH2
diamati pertama kali pada nyala panas. Nyala ini dihasilkan pada kondisi tidak
setimbang dimana temperatur elektronik, vibrasi dan translasi berbeda. Hasil dari
proses kemiluminesensi dan kemi-ionisasi secara efektif dapat dipelajari dalam
nyala ini.

9.3 Fotolisis Kilat dan Radiolisis Denyut


Fotolisis kilat adalah suatu teknik moderen yang dikembangkan oleh Norrish dan
Porter dimana radikal dihasilkan pada konsentrasi relatif tinggi. Walaupun waktu
paruh untuk banyak radikal hanya berorde milisekon atau kurang, mereka dapat
di-identifikasi pada sistem fotolisis kilat dengan metode absorpsi cahaya.
Perangkat yang digunakan di-ilustrasikan pada gambar 9.4. Reaktan
diuraikan oleh kilatan cahaya intensitas tinggi dengan energi diatas 105 J
dihasilkan oleh pengosongan muatan tabung kondenser. Kilat dengan durasi
100s, dikaitkan dengan suatu unit tunda ke sumber cahaya (spectroflash) diatur
tegak lurus dengan detektor cahaya (photoflash). Sumber cahaya diatur untuk aktif
pada interval waktu orde 200s dan spektrum absorpsi dicatat pada suatu lempeng
fotografik.

Gambar 9.4. Diagram Perangkat Fotolisis Kilat dan Sprktroskopi Kinetika

110

Banyak dari energi cahaya diubah menjadi energi translasi yang tampil sebagai
energi kinetika dari radikal dan menghasilkan peningkatan mendadak temperatur.
Jika reaksi berlangsung pada fase cair atau dengan reaktan gas dalam lingkungan
gas inert untuk mendekati kondisi termal. Teknik spektra absorpsi dengan fotolisis
kilat dapat digunakan untuk menentukkan jarak ikatan dan momen inersia dari
radikal-radikal seperti NH2, C3, CHO dan ClO. Spesi triplet molekul-molekul
polisiklik pada fase gas atau cair juga dapat diamati dengan metode ini. Suatu
penelitian tentang perubahan laju intermidet-intermidet yang terbentuk dari
fotolisis kilat disebut dengan spektroskopi kinetika. Teknik ini telah digunakan
dalam mempelajari kinetika dari banyak dekomposisi fotokimia dan reaksi
oksidasi.
Spektroskopi kinetika dan pencatatan kinetika reaksi dilakukan pada suatu
seri foto spektra dengan interval waktu yang berbeda, setiap foto membutuhkan
percobaan terpisah. Jika sumber cahaya digantikan dengan pengganda-foto
(photomultiplier) dan emisi dari spesi yang diamati dengan pengganda-foto
dengan tampilan hasil sinyal pada layar osiloskop. Penggunaan pengganda-foto
untuk mempelajari kinetika di-istilahkan sebagai spektrometri kinetika. Teknik
telah banyak dimanfaatkan dalam mempelajari reaksi-reaksi yang melibatkan
radikal-radikal dan radikal-ion.
Sebagai contoh, fotolisis dari iod digunakan dalam mengukur kecepatan
rekombinasi atom-atom iod
I
I
M
I2 M

Dimana rekombinasi terjadi dengan keberadaan molekul ketiga, M, yaitu H2, Ar,
Ne dan CH4. Selain itu terjadi kompetisi antara reaksi di atas dengan reaksi.
I
I
I 2
I2 I2

(1)

Konsentrasi iod dapat diukur dengan mengamati intensitas berkas sempit cahaya
sekitar 500 nm, dan konsentrasi atom-atom iod ditentukan dari ungkapan

I t 2 I 2 0 I 2 t

(2)

111

dimana notasi t menunjukkan waktu dan 0 menunjukkan kondisi pra-kilat. Dari


pengukuran ini kecepatan relatif (1) dan (2) dapat diukur dengan beberapa spesi
gas.
Suatu teknik yang dapat dianalogikan dengan teknik di atas adalah
radiolisis denyut dimana perbedaan utama tentu saja pada radiasi yang
menguraikan molekul-molekul kimia tersebut. Suatu denyut elektron dari
percepatan linier atau sinar-X melewati suatu larutan dan hasil reaksi antar ionion, elektron-elektron, molekul-molekul merupakan bidang yang menarik untuk
kimia radiasi.
9.4 Metoda Resonansi Magnetik
Spektroskopi resonasi magnet inti (RMI) dan resonansi paramagnet elektron
(RPE) dapat digunakan dalam mengamati reaksi pertukaran cepat. Grafik absorpsi
versus frekuensi memberikan informasi tentang transfer energi dalam molekulmolekul yang diperhitungkan. Struktur dan lebar bentuk garis berubah ketika
suatu reaksi bertukaran terjadi.
Bila kita memperhatikan spektrum sederhana dari etanol murni kering.
Spektrum seperti yang ditampilkan pada gambar 9.5(a) meliputi triplet hidroksil
dan quadruplet metilen termodifkasi. Panambahan suatu cuplikan alkali dideteksi
dengan keberadaan garis proton air diantara dua puncak. Jika suatu alkali
ditambahkan suatu proton diantara gugus OH dan spesi lain seperti OH dan H2O
terjadi. Hasilnyaadalah penajaman triplet OH menjadi puncak tunggal dari puncak
melebar dan perubahan sinyal CH2 berubahn ke dalam quadruplet sederhana. Laju
dari spektral ini kemudian merupakan lajur dari pertukaran proton.

Gambar 9.5. Spektrum NMR untuk etanol murni (a) Spektrum resolusi tinggi NMR (b)
Penggandaan gugus CH2 akibat keberadaan OH pada mekanisme pertukaran proton.

112

Perubahan lain dari spektrum dapat dilakukan dengan penambahan asam atau
basa, yang menyebabkan perpindahan proton hidroksil dari suatu alkohol atau
etanol.
ROH A
RO AH

Dengan demikian waktu paruh yang dapat diukur dengan percobaan proton MRI
adalah pada rentang 1 10-4s. Konstanta laju untuk reaksi
CH 3OH CH 3O
CH 3O CH 3OH

diukur sebesar 8,8 x 1010 s-1 dalam metanol murni.


Reaksi perpindahan elektron dedngan waktu apruh dibawah 10-4 menjadi
10-9 dapat dipelajari dengan metode RPE. Suatu konstanta laju sebesar 5 x 108
dm3 mol-1 s-1 untuk reaksi
C6 H 5CN C6 H 5CN
C6 H 5CN C6 H 5CN

diukur dengan menggunakan metode RPE.

9.5. Tube Kejut


Tube kejut dikembangkan pada akhir tahun 20-an sebagai suatu metoda yang
sangat baik dalam mempelajari reaksi homogen temperatur tinggi fase gas
homogen yang cepat. Suatu reaktan konsentrasi rendah pada gas inert berlebih
mengalami kompresi adiabatik pada suatu gelombang kejut dan dipanaskan pada
temperatur di atas 5000 K atau di bawah penampang kejut. Suatu tube kejut
khusus digambarkan pada 9.6. Tube ini terdiri dari suatu bagian penyelaras, gas
hidrogen atau helium, diafragma dan bagian pengamatan.

Gauges diletakan

sepanjang tube untuk mengukur kecepatan gelombag kejut. Pada saat diafragma
terbakar, gas kejut-nyala dialirkan ke bagian bawah tube dengan kecepatan
menekati kecepatan suara. Penampang kejut menunjukkan temperatur dan tekanan
dengan sangat tajam, profil resolusi tekanan tinggi. Konsekunsinya temperatur
diatas 5000 K akan dicapai dengan hitungan 1 s.

113

Gambar 9.6. Diagram tube kejut


Reaksi-reaksi dapat di-ikuti dengan mengukur perubahan densitas, emisi
cahaya atau absorpsi cahaya membutuhkan tube kejut luas. Bahkan untuk
temperatur tinggi dapat dicapai dengan pantulan pada ujung tube kejut. Bradley2
mempelajari reaksi pada gelombang kejut yang dipantulkan pada suatu lempeng
emas. Hasil analisis dari campuran reaksi menunjukkan adanya kesenjangan
antara lobang pin pada lempeng spektrometer massa, yang memberikan suatu
spektrum massa yang komplit untuk spesi-spesi yang timbul setiap 50 s.
Namun demikian banyak dari reaksi dekomposisi dan auto-oksidasi belum
dapat dpelajari dengan metoda yang tersedia dikarenakan temperatur dan tekanan
sangat terpengaruh kepada sifat hidrodinamik dari tekanan kejut dan sifat
termodinamika gas. Reaksi-reaksi tersebut homogen sepanjang waktu pengamatan
lebih pendek dibandingkan

dengan waktu yang dibutuhkan untuk molekul

berdifusi pada dinding.


Pada keadaan lain, suatu tube kejut merupakan potongan-potongan
peralatan yang dirangkai dan kadang membutuhkan peralatan elektronik yang

114

mahal. Terdapat suatu hambatan dinamika-gas terhadap kondisi yang dapat


digunakan. Pemaksaan atau percepatan pada gelombang kejut dapat terjadi dalam
tube. Hal ini tejadi akibat terbentuknya lapisan batas secara bertahap antara gas
panas dan dinding tube yang dingin. Koreksi untuk perilaku ini dapat dibuat
dengan menggunakan bantuan komputer dalam menghitung konstanta laju.
11.6. Berkas Cahaya
Pada tekanan kurang dari 10-5 torr, jejak bebas tengah dari molekul gas dapat
mencapai beberapa meter. Aliran molekul dapat dianggap sebagai suatu berkas
molekul yang tidak bertabrakan (disebut sebagai berkas molekul). Bila dua berkas
tersebut bersilangan, 0molekul akan menyebar ke berbagai arah dan jumlah
molekul yang menyebar diukur dengan detektor yang cocok.
Suatu diagram peralatan berkas cahaya dapat dilihat pada gambar 9.7.
Suatu material sumber berkas, biasanya suatu pemanas (oven), ditempatkan untuk
mengarahkan molekul bergerak ke arah ruang pengamatan begitu juga sumber
berkas sinar satu lagi. Kecepatan dari berkas ditentukan oleh temperatur sumber.
Celah detektor dan detektor bergerak melingkar sepanjang berkas sinar melintas.
Dengan cara ini dapat dipelajari kecepatan hamburan sinar sebagai fungsi dari
sudut dan kecepatan awal dari berkas sinar. Penelitian menunjukkan bahwa untuk
tubrukan bimolekuler terdapat:
(a) hamburan elastik - suatu tubrukan yang tidak disertai transfer energi
(b) hamburan non-elastik tuburukan dengan transfer energi
(c) hamburan reaktif tubrukan yang menghasilkan reaksi kimia.

Gambar 9.7. Diagram peralatan berkas molekuler

115

Suatu reaksi dalam jumlah besar yang dipelajri dengan reaksi nyala akan
membentuk reaksi umum
RX M
R MX

dimana R merupakan alkil, halogen atau atom hidrogen; X adalah atom halogen
dan M logam alkali. Logam alkali dan logam halida memiliki tekanan uap rendah
sehingga setiap molekul tidak dideteksi sebagai hasi kondensasi pada di dinding
vesel. Percobaan ini menunjukkan bawha spesi dengan penampang melintang
reaktif sekitar 0.1 nm2, MX akan mendekati arah dimana RX muncul.

9. 7. Metode-metode Relaksasi
Suatu sistem dalam keadaan setimbang yang diganggu secara tiba-tiba dengan
impuls (tekanan atau temperatur) menyebabkan sistem tersebut tidak lagi berada
dalam

keadaan

setimbang.

Kecepatan

dimana

reaksi

kimia

mencapai

kesetimbangan baru diukur dengan peralatan elektronik kecepatan-tinggi. Dengan


cara ini konstanta laju diukur.
Sebagai contoh reaksi ionisasi dari asam lemah dalam air.
k1

HA H 2 O H 3O A
k2

Bila kecepatan k1 dan k-1 besar, maka metoda yang cocok adalah metoda relaksasi.
Misalkan a adalah konsentrasi total HA dan x konsentrasi ion dan x e adalah
konsentrasi pada keseimbangan baru.
Kecepatan reaksi tersebut adalah
dx
k1 (a x) k1 x 2
dt

Pada kesetimbangan

(9.3)

dx
0 , maka k1 (a xe ) k1 xe 2 atau
dt
k1a k1 xe k1 xe 2 0

(9.4)

penyimpangan dari keadaan setimbangan adalah x dimana x x xe . Maka

d (x) dx

k1a k1 x k1 x 2
dt
dt
k1a k1 x xe k1 x xe

116

(9.5)
2

Kombinasi dari dua persamaan di atas dengan mengabaikan bagian pangkat yang
melibatkan x memberikan
d (x)
(k1 2k1 xe )x
dt

(9.6)

Integrasikan persamaan 9.3 menghasilkan

ln x (k1 2k1 xe )t C
Dimana C adalah konstanta, dimana t 0, x (x)0 maka C ln(x)0 . Maka
ln

(x)0
(k1 2k1 xe )t .
x

Dimana waktu relaksasi didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan sistem


untuk memindahkan fraksi 1/e dari keadaan keseimbangan. Maka dari itu

1
(k1 2k1 xe )t

Suatu pengukuran waktu relaksasi yang dikombinasikan dengan hasil pengukuran


konstanta laju reaksi

k1
sehingga k1 dan k2 dapat dihitung. Dengan menggunakan
k1

metoda ini reaksi


HA H 2O H 3O A

dimana k1 7.8 x105 s 1 dan k2 4.5 x1010 dm3 mol 1s 1 .


Untuk kebutuhan yang lebih penting dimana pengukuran waktu relaksasi biasanya
digabung dengan analisis in situ cepat digunakan beberapa metoda seperti.
(i)

Lonjatan temperatur

Suatu aliran listrik dilewatkan melalui sampel menghasilkan tubrukan ion-ion


dengan molekul pelarut. Jika pulsa gelombang mikro digunakan, perpindahan
energi rotasi dari molekul pelarut polar memanaskan pelarut. Gelombang
inframerah berhubungan dengan pemindahan energi vibrasi dari pelarut ke
larutan. Dengan teknik ini temperatur dapat dinaikan 10 C dalam mikro sekon.
Teknik banyak digunakan dalam mempelajari katalisis enzim.

117

(ii)

Lonjatan tekanan

Teknik ini sangat efektif dengan perubahan volume yang relatif tinggi. Pada
teknik ini digunakan gelombang kejut atau tekanan hidrostatik dari diafragma.
(iii)

Pulsa medan listrik

Bila larutan elektrolit lemah dikenakan medan listrik yang sangat besar (10 5
V/cm), Keseimbangan menjadi terganggu dan meningkatkan konstanta disosiasi.
Metode ini banyak digunakan untuk mengukur konstanta laju reaksi protonasi dan
deprotonasi, dimana difusi dapat dikontrol, 1010 dm3 mol-1s-1.

118

BAB 10
OSILASI KIMIA
Reaksi osilasi merupakan salah satu fenomena yang mengesankan yang
terjadi pada sistem reaksi kimia. Pada satu jenis reaksi, campuran kimia
mengalami reaksi dengan serangkain perubahan warna secara berkala. Contoh
lainnya seperti pemancaran gas secara berkala pada suatu reaksi kimia. Pada
sistem biologis, tentu saja akan banyak dijumpai osilasi reaksi, seperti reaksi
bioluminesensi kunang-kunang, siklus kewanitaan, pergantian warna bunga,
fenomena dinamis warna ikan louhan.
Seringkali, berosilasinya reaksi di-analogikan seperti osilasi pendulum dari
bagian satu ke bagian lainnya. Walaupun sesungguhnya tidaklah tepat, namun hal
ini cukup berguna dalam menjelaskan fenomena osilasi pada umumnya.
Perbedaan diantara keduanya terletak pada kesetimbangan yang dialami.
Pendulum berosilasi melewati keadaan kesetimbangan, tetapi tidak demikian
dengan reaksi kimia. Reaksi kimia yang berosilasi berlangsung jauh dari keadaan
setimbang, dimana suatu gangguan terhadap sistem reaksi tidak diatasi oleh
sistem. Bahkan pada keadaan lain, yang lebih jauh dari keadaan setimbang, sistem
reaksi akan mengalami fenomena meruang seperti struktur dissipasi. Struktur
dissipasi akibat reaksi kimia dapat dilihat pada tutul, lurik, bercak, spot kulit pada
beberapa hewan (misalnya zebra, macan, kucing, ikan). Selain itu, proses
metabolisme tubuh manusia sebagian besar merupakan sistem reaksi kimia yang
berosilasi.
10. 1. Latar Belakang Matematika

(i) Persamaan Konservasi


Sebelum kita menuju ke gambaran lengkap mengenai contoh dari beberapa jenis
osilasi kimia, akan penting untuk menggambarkan sifat dasar dan sifat umum dari
fenomena ini. Pada bab ini, sifat matematika dari reaksi yang berhubungan akan
dapat memberikan osilasi. Pada bagian D akan menunjukkan suatu analisis osilasi
dari proses termodinamika irreversibel.

119

Sebagian besar sistem kimia yang dipelajari di laboratorium dapat digambarkan,


sejauh sifat mekroskopiknya diketahui, dalam bentuk jumlah terbatas dari variabel
lokal, yang dihubungkan dengan hubungan yang sama dalam kesetimbangan
termodinamika. Kondisi untuk validasi penggambaran kesetimbangan lokal sudah
diinvestigasi secara ekstensif oleh Prigogine. Dari pengamatan mikroskopik,
ditunjukkan bahwa kondisi in dimana kondisi distribusi momentum dari campuran
reaksi tidak menyimpang dari bentuk Maxwell. Hal in berarti, bahwa tekanan
eksternal dan gradien (dari komposisi, temperatur) dikenakan pada sistem tidak
begitu besar. Dengan kata lain, kondisi kesetimbangan lokal dapat digabungkan
dengan sejumlah besar deviasi dari kesetimbangan kimia. Kesimpulannya, karena
mayoritas besar dari sistem kimia yang diminati dapat dilakukan secara aman
dengan rangka kerja penggambaran kesetimbangan lokal, kecuali ketika efek
interfasial dibutuhkan, sehingga gradien variabel lokal ,emjadi sangat tinggi.
Anggap sebagian besar reaksi campuran yang mengandung n spesies, X1,, Xn
dengan volume v yang berada pada kondisi kesetimbangan lokal. Sistem mungkin
terbuka terhadap aliran kimia dari luar sistem yang bereaksi dengan X1,, Xn di
dalam volume reaksi. Kita anggap bahwa kondisi batas merupakan time
independent dan bahwa sistem berada pada kesetimbangan mekanik. Debawah
kondisi in keadaan sesaat akan digambarkan oleh komposisi variabel X1,, Xn
yang menunjukkan densitas kimia rata rata, dan oleh densitas energi internal e.
Dimana :
n

Xi

(10.1)

i 1

dan e adalah energi spesifik per unti massa. Kuantitas in menunjukkan persamaan
konservasi :
X i
d
v i X j T J i
t

(10.2)

e J th I E
t

(10.3)

(i = 1n)

120

Jid dan Jith merupakan vektor diffusi dan vektor aliran panas dan T merupakan
temperatur, vi adalah pembentukan i oleh semua reaksi kimia. Pada medium
homogen hal in akan diberikan oleh hukum fenomenologikal dari kimetika kimia,
misal secara umum, fungsi non linier dari Xj. Catatan, pada sistem terbuka i vi
0, E adalah medan listrik dan i adalah densitas arus yang diberikan dalam
persamaan :
n

i zi J i

(10.4)

i 1

dengan Zi adalah muatan per unit massa i. Kita harus menganggap bahwa I dan E
sangat lambat untuk mengabaikan efek magnetik dan efek polarisasi bergantung
waktu.
Sekarang jika gradien tidak begitu tinggi. Jid dan Jith bisa dinyatakan dalam
bagian fungsi yang tidak diketahui yang muncul pada persamaan 10.2 dan 10.3
oleh hubungan fenomenilogikal.
J i Di X i i X 1... X n T T D'i
d

J th T D'i

T
T2

i T

(10.6)

(10.5)

Anggap sebuah matrik koefisien diffusi {Diijkr}. I adalah potensial elektrokimia


dari konstituen I, adalah konduktifitas termal campuran, dan Di adalah koefisien
difusi dari i.
Ketika (10.5) dan (10.6) disubstitusikan pada persamaan (10.2) dan (10.3),
satu diperoleh sistem tertutup utnuk persamaan differensial parsial nonlinier untuk
{Xi} dan T, menyediakan juga penggunaan hubungan konstitusiv.
e = e (X1 Xn. T)

(10.7)

Bentuk mereka adalah

X i
vi
t

X T D X
j

i T

D 'i

i 1,...., n

T
T 2

C T t T difusi; difusi termal i E H w

121

(10.8)

(10.9)

dimana C adalah kapasitas panas campuran dan H dan w merupakan panas


reaksi dan kecepatan dari reaksi . Persamaan 10.8 dan 10.9 harus disediakan
dengan kondisi batas yang sesuai.

(ii) Kasus Homogen, Isotermal, Nonelektrik


Dalam batasan ini persamaan dibentuk menurut :
dX i / dt vi

i 1,...., n

X
j

(10.10)

Mereka menjadi persamaan diferensial biasa nonlinier dari jenis otonom (yaitu
dengan sisi tangan kanan yang tidak bergantung pada t). Teori matematika dari
beberapa persamaan telah dibentuk oleh peneliti yang diawali oleh Poincare,
khususnya pada kasusu dua variabel bebas. Sebaliknya, teori yang berhungan
terhadap persamaan diferensial parsial masih dalam bentuk yang sederhana.
Beberapa contoh eksperimen dari reaksi osilasi pada sistem homogenus sudah
diketahui. Selain itu, osilasi biokimia seperti proses glikolitik intermedit juga
sudah dibentuk dalam in vitro dibawah kondisi homogen. Pada semua kasus ini,
osilasi hanya bisa karena mekanisme kimia, ketika semua penyebab lainnya
seperti permukaan, makroskopik inhomogen, efek listrik telah dihilangkan. Maka
pembelajaran mengenai sistem dari persamaan 10.10 akan menyatakan kondisi
dibawah, dimana mekanisme kimia tergenerasi pada lingkungan osilasi.
Jika Xi(t) merupakan penyelesaian sistem 10.10. Kita anggap bahwa gerakan
didefinisikan pada interval waktu terbuka (0,) dan bahwa Xi(t) berada pada
interval. Jelasnya, tiap fungsi dari bentuk Xi(t + t0), dimana t0 merupakan
konstanta sebarang (fase), yang masih penyelesaian sistem. Secara luas
penyelesaian ditentukan dalam ruang n-dimensi dari Xj yang merupakan
lintasan c (atau orbit) sistem. Lingkungan dari lintasan tersebut dikarekteristik
oleh dua hal berikut :
1.

Stabilitas stuktur.
Suatu sistem yang secara struktur stabil jika struktur topologikal dari
lintasannya dari ruang Xn yang tidak efektif dengan penggangu yang kecil
memodifikasi bentuk persamaan evolusi (persamaan 10.10)

122

2.

Stabilitas Lyapounov
Suatu keadaan Xi(t) adalah (Lyapounov) stabil jika, diberikan e 0, yang
berada 0 seperti bahwa penyelesaian lainnyaXi0(t) dengan jarak dari
Xi pada waktu t0 bersisa dengan jarak e dari Xi untuk semua t t0. Jika,
selain itu, jarak [Xi(t) Xi0(t)] 0 sebagai t , Xi(t) akan menjadi stabil
secara asimtotik.
Dua hal ini dihubungkan sebagai berikut. Sebagai aturan, lingkungan dari

sitem kimia digambarkan oleh persamaan (10.10) tergantung pada harga sejumlah
parameter {A} yang digambarkan, sebagai contoh masukan substansi dari dunia
luar atau komposisi inisial campuran. Penyelesaian dari persamaan differensial
menjadi fungsi {A}. Kita anggap bahwa pada sekurangnya satu dari penyelesaian
memiliki lintasan stabil asimtotik. Jika untuk beberapa batas {A} penyelesaian ini
sangat halus tanpa memodifikasi kualitatif topologikal lintasan (sistem kemudian
stabil secara struktural), harga dari {A} disebut harga ordinary. Tetapi jika sudah
melewati harga {A} = {Ac} struktur topologikal lintasan berubah secara kualitatif
(sistem kemudian ditunjukkan untuk {A} ={Ac} yang secara struktur tidak stabil),
kita akan mengatakan bahwa {Ac} merupakan bagian kritis atau bifurkasi, harga.
Penyelesaian tertentu (seperti steady state) atau lintasan dari penyelesaian
persamaan (10) menjadi titik Lyapounov yang tidak stabil.
Suatu sifat elementer harus didapatkan dari sistem fisik yang pada keadaan
weel defined dan harus sesuai dengan model matematika yang menggambarkan
kelakuan makroskopik sistem yang secara struktur stabil. Sesungguhnya, sistem
fisik selalu merupakan subjek dari semua penggangu sebaik fluktuasinya. Tanpa
stabilitas strukturan, kelakuan sistem akan menyerupai random noise, yang
berlawanan dengan pengamatan umum. Ilustrasi singkat tentang hal ini adalah
gerakan dari sebuah pendulum yang model matematikanya adalah osilator
harmonik. Cara ini tergolong sistem konservatif, yaitu sistem yang mempunyai
konstanta gerak (regular), yang semuanya tidak stabil secara struktural. Tetapi
alaminya sebuah pendulum tidak pernah sebagai osilator harmonik. Hal ini
membuat sistem stabil secara struktur.

123

Pada kasus kimia, pengamatan biasa menunjukkan bahwa campuram


reaksi subjek terhadap kondisi akhir dari kelakuan tidak waktu pada keadaan
stationer, dimana konsentrasi

X dari kimia adalah tidak bergantung waktu.


Oi

Disisi lain, terbukti terakumulasi sangat rapat untuk menunjukkan bahwa sistem
kimia menuju steady state di bawah kondisi tertentu dapat juga terjadi untuk
kondisi berbeda pada keadaan dimana konsentrasi{Xi(t)} menunjukkan osilasi
berkelanjutan dengan periode dan amplitudo yang reproducible. Pada terminologi
yang dikenalkan sebelumnya, pada kedua kasus harus mempunyai satu sistem
yang stabil secara struktur, tapi nyatanya struktur topologikal lintasannya pada
ruang Xn sedikit berbeda. Maka baik utnuk menarik kesimpulan bahwa bentuk
transisi dari steady state kepada kelakuan osilatori dihubungkan oleh fenomena
bifurkasi yang terjadi utnuk beberapa harga kritis dari parameter yang
mempengaruhi sistem. Pada titik ini penyelasaian steady state menjadi tidak stabil
(lyapounov). Sistem kemudian berubah menjadi bentuk baru yang dibawah
kondisi tertentu akan bisa menjadi osilasi berkelanjutan.
Osilasi kimia berkelanjutan merupakan contoh dari fenomena superkritikal
yang terjadi di luar transisi yang tidak stabil. Hal ini menunjukkan beberapa
fenomena fisik seperti ketidakstabilan pada dinamika fluida atau bahkan transisi
fase.

(iii) Sistem Homogen Dua Variabel


Teori bifurkasi sudah dibangun secara utama untuk sistem yang
menggambarkan dua variabel. Kasus n > 2 masih dipelajari secara intensif, tapi
satu yang jauh dari mempunyai karakterisasi komplet dari fenomena yang boleh
terjadi pada titik bifurkasi. Pada bagian ini kita menyusun sedikit hasil pada
sistem diferensial dua veriabel. Alasannya tidak hanya akademik. Beberapa sistem
kimia menunjukkan osilasi berkelanjutan terkadang menggambarkan dua variabel.
Misalnya, osilasi glikolisis intermediet bisa didiskusikan dalam sistem ATP
ADP yang muncul pada langkah reaksi yang dikatalisis oleh fosfofruktokinase.

124

Dalam teori bifurkasi dua dimensional, Aturan utama diatur oleh lintasan
tertutup, yang dengan jelas menunjukkan gerak periodik. Pada sistem yang secara
struktur stabil, dua lintasan tertutup akan terpisah oleh jarak tertentu, yang disebut
dengan siklus batas. Sebaliknya, sistem yang secara struktur tidak stabil seperti
sistem konservatif dapat terhalang pada daerah asal tertentu dan lintasan tertutup
yang tidak tertentu. Amplitudo dan periodanya ditentukan oleh oleh kondisi
inisial, dimana pada kasus siklus batas mereka terdefinisi oleh sistemnya sendiri.
Hasil berikut sangat penting untuk membangun siklus batas :
Disekitar lintasan tertutup sedikitnya satu titik mewakili steady state.
Selanjutnya titik ini disebut titik tunggal. Kriteria negatif dari Bendixon. Jika
bentuk (v1/ X1 + v2 / X2) (lihat persamaan 10.10) tidak berubah tanda pada
daerah asal ruang (X1,X2), tidak akan terdapat siklus batas pada daerah asal ini.
Pernyataan ini juga membuktikan bahwa siklus batas hanya dapat timbul pada
sistem non-linier.
Bifurkasi dapat terjadi pada keadaan berikut :
(a). Siklus batas stabil dapat dibuat dari titik tunggal yang sifat stabilitasnya
berubah dari harga kritis dari parameternya. Terutama, pada kasus dimana
titik tunggal harus berlaku sebagai multiple focus. Hal ini berarti bahwa
pada titik kritis perturbasi kecil disekitar titik tunggal menimbulkan osilasi
tidak teredam. Kasus (a) sangat penting bagi osilasi.
(b). Siklus batas stabil dapat muncul dari multipel siklus batas. Akhirnya akan
muncul dari gabungan dari siklus batas stabil dan tidak stabil.
(c). Bifurkasi siklus batas yang lebih komplek dapat juga terjadi pada hadirnya
separatrices gabungan dua titik tunggal, satu diantaranya adalah saddle
point. Saddle poin adalah titik tunggal dimana perturbasi kecil disekitarnya
dapat terdekomposisi menjadi meningkat secara eksponensial. Suatu
Separatrix adalah lintasan dari sistem diferensial yang melalui titik tunggal.

Pada munculnya siklus batas, bifurkasi juga dapat meningkatkan titik tunggal
ganda. Tampilan terakhir dari keadaan kritis dimana dua titik tunggal bergabung.
Contoh sederhananya adalah gabungan antara saddle point

125

dan node. Node

adalah titik tunggal disekitar mana perturbasi kecil baik meningkat atau menurun
secara eksponensial terhadap waktu.

(iv) Beberapa Sistem Umum


Sistem kinetika kimia umumnya inhomogenus, dan mereka dipengaruhi oleh
tekanan dari luar, seperti listrik. Teori bifurkasi dari sistem yaitu digambarkan
dengan persamaan differensial parsial, yang sedikit kurang dibangun
dibanding teori differensial biasa. Fenomena bifurkasi biasa dimulai dari
steady state yang memberikan simetri spasial yaitu (a) Pemecahan spontan
dari simetri pada keadaan dasar pada beberapa titik kritis dan evolusi
berikutnya terhadap steady state yang mempunyai perbedaan differensial
simetri ruang; (b) Bifurkasi penyelesaian periodik dalam bentuk gelombang
tegak atau gelombang propagasi.; (c) Bifurkasi dari penyelesaian quasiperiodik dari penyelesaian periodik tipe (b).

12.2. Analisis Termodinamika Osilasi Kimia


(i) Ketidakmungkinan Osilasi pada Daerah Linier dari Proses Irreversibel
Pada bagian terdahulu sudah diketahui bahwa osilasi berkelanjutan stabil dari
siklus batas akan muncul pada sistem non linier tertentu, biasanya diluar daerah
asal dari stabilitas steady state. Sekarang dicoba untuk menghubungkan
ketidakstabilan dan osilasi terhadap sifat termodinamika sistem, seperti entropi
atau pembentukan entropi per satuan waktu.
Anggap suatu sistem sebarang yang mungkin terbuka yaitu perubahan
energi dan senyawa dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan entropi dS selama
selang waktu dt dirumuskan sebagai :
dS d e S d i S

(10.11)

dengan diS 0, dimana deS adalah aliran entropi karena pertukaran dengan
lingkungan, dan diS adalah produksi entropi didalam sistem karena proses
irreversibel seperti reaksi kimia, diffusi, konduksi panas (lihat juga (10) dan (13)).
Hukum kedua menghendaki diS 0. Untuk sistem terisolasi (deS = 0), hal ini

126

menunjukkan bahwa dS = diS 0, yaitu untuk kondisi batas tidak tergantung


waktu, sistem akan cenderung irreversibel pada keadaan setimbang diS = deS = 0,
yang akan menjadi tidak tergantung waktu dan stabil secara asimtotik dengan
respek terhadap semua penggaunggu. Dengan kata lain, sistem terbuka bisa
mencapai keadaan mantap non-kesetimbangan seperti bahwa dS = 0, tapi deS = diS < 0. Anggap sekarang sistem jauh dari keadaan setimbang dan mengikuti
kondisi kesetimbangan lokal pada bagian 1.C. Yang dapat dihitung secara
eksplisit diS / dt, dan hasilnya : (dimana = volume)
P

di
d J X 0

dt

(10.12)

J adalah kecepatan proses irreversibel (kecepatan reaksi kimia, diffusi dan aliran
panas) dan X adalah gaya penyesuai (afinitas kimia, gradien potensial
elektrokimia, gradien temperatur).
Dekat kesetimbangan, J adalah fungsi linier dari X dan (10) menjadi
kuadrat pada X. Ditunjukkan oleh Prigogine bahwa pada batas ini, dan utnuk
kondisi batas tidak bergantung waktu.

dP 0
dt

(10.13)

Tanda sama dengan menunjukkan steady state. Untuk sistem terbuka, hal ini
berarti pembentukan entropi minimum pada steady state (non-kesetimbangan) dan
stabilitas asimtotik dari keadaan ini dengan respek terhadap semua pengganggu.
Sebagai hasilnya, suatu pedoman dari osilasi berkelanjutan tidak terjadi bifurkasi
dari steady state pada daerah asal ini. Osilasi tidak bisa tertutup dari fenomena
kesetimbangan.
Pada sistem terisolasi, selain kesetimbangan tidak ada steady state. Arti
dari pertidaksamaan (13) pada kasus ini adalah bahwa osilasi tidak menempati
daerah di sekitar keadaan transisi.

(ii) Termodinamika non-linier. Osilasi melalui Ketidakstabilan


Persamaan 10. 13 akan berubah pada keadaan jauh dari kesetimbangan
termodinamika. Dan lagi, satu tidak berasal pada daerah asal yang mempunyai

127

ketidaksamaan yang akan menjamin stabilitas dari steady state atau keadaan
transisi. Satu bisa berasal dari kondisi stabilitas untuk beberapa keadaan. Hal ini
membuktikan bahwa stabilitas akan terjamin ketika :
2 P d J X 0

(10.14)

Jp dan Xp merupakan kelebihan aliran dan gaya karena deviasi dari keadaan
sistem pada keadaan pembanding yang stabilitasnya dicari. Deviasi ini mungkin
muncul dari gangguan acak atau gangguan sistematik yang ada pada sistem.
Persamaan 10.14 memberikan hubungan kriteria stabilitas termodinamika
universal untuk keadaan non setimbang. Pada sisi sebelah kesetimbangan,
ketidaksamaan selalu terpenuhi. Dengan kata lain, untuk sistem yang mengikuti
hukum kinetika linier dapat dilihat bahwa tanda ketidaksamaan tidak bisa dibalik
sebagai jarak dari peningkatan kesetimbangan. Sebaliknya, pada sistem non linier
yang bergerak menjauh dari kesetimbangan, pertidaksamaan pada persamaan 14
dapat menjadi kesalahan diluar harga kritis dari parameternya. Pada sistem
terbuka, hal ini akan dihasilkan pada bentuk deviasi dari cabang steady state yang
merupakan ekstrapolasi dari lingkungan tertutup ke lingkungan kesetimabngan
dan akan menjadi tidak stabil. Keadaan percabangan ini disebut sebagai cabang
termodinamika. Berdasarkan pada bagian sebelumnya, di luar ketidakstabilan
dapat terjadi osilasi berkelanjutan stabil dari siklus batas bifurkasi dari steady state
(tidak stabil). Perhatikan bahwa awal dari non linieritas untuk kenampakan siklus
batas, yang ditekankan dari bagian C, juga dibuktikan, secara bebas, pada analisis
termodinamika ini. Pada kesimpulannya, osilasi berkelanjutan pada sistem terbuka
dapat dimengerti sebagai fenomena superkritis yang muncul diluar daerah asal
stabilitas steady state pada cabang termodinamika. Maka, mereka termasuk pada
kelas struktur dissipasi, yang didefinisikan oleh Prigogine sebagai keadaan spasial
atau keadaan temporali yang terbentuk dan dipelihara oleh aliran senyawa dari
luar sistem, yaitu diakhiri oleh munculnya dissipasi dari proses irreversibel di
dalam sistem. Tapi dissipasi tampaknya menjadi faktor pelengkap dibawah
kondisi tertentu, berlawanan terhadap apa yang biasanya terjadi.

128

Beberapa model skema reaksi dianalisis mengkonfirmasikan validasi dari


kesimpulan ini. Kami percaya bahwa osilasi yang diamati di laboratorium akan
dijelaskan pada bagian ini. Pada sistem terosilasi, atau pada sistem tertutup dari
transfer massa, pengertian stabilitas cabang termodinamika menjadi kurang nyata.
Osilasi disekitar keadaan transisi yang jauh dari kesetimbangan adalah mungkin
dan nyatanya mereka sudah diamati secara eksperimen.(lihat bagian II). Tetapi
osilasi ini dipaksa hampir teredam, dengan hukum kedua, sistem akan mungkin
menuju kesetimbangan. Secara tepat, mereka tidak muncul diluar ketidakstabilan
dari keadaan bergantung waktu. Mereka juga mempunyai cabang termodinamika,
seperti halnya keadaan transisi. Sekalipun demikian, pada beberapa kasus mereka
dapat diperlakukan sebagai osilasi pada sistem terbuka.

12.3. Syarat Matematika dan Fisika Osilasi Kimia


Pada bagian teori dari diskusi ini, sudah selayaknya untuk memberikan
klasifikasi dari jenis sistem kimia yang akan memberikan kenaikan terhadap
osilasi berkelanjutan. Pada bagian di atas dijelaskan bahwa sistem ini harus non
linier.
Dasar matematika murni mempunyai jawaban untuk pertanyaan mengenai
jenis non linieritas apa yang lebih spesifik yang ada pada kasus sistem homogen
dua variabel.
Persamaan kinetika kimia dapat kita tulis dalam bentuk :
dx1/dt = v1 (X1,X2)
dX2/dt = v2 (X1,X2)

(10.15)

Aplikasi dari hasil di atas memberikan kriteria berikut untuk v1,v2.


1.

Bentuk div v (v1/X1) + (v2/X2) harus berubah tanda pada daerah (X1,
X2).

2.

Pada banyak kasus bifurkasi siklus batas dari multipel fokus dpat
dipecahkan dengan memakai determinan Jacobian :

129

v1

X 1 0

v2

X 2 0

v2

X 1 0

v2

X 2 0

(10.16)

dievaluasi pada steady state akan bernilai positif pada daerah dan diluar
harga kritis dan parameter diman div hilang.

v1 / X 1 0 v2 / X 2 0 v1 / X 2 0 v2 / X 1 0 0

(10.17)

Pada rumus ini perturbasi kecil berada disekitar steadi state akan
menyebabkan osilasi tidak teredam pada titik kritis.
Kebutuhan pada div v berarti bahwa pada sedikitnya satu dari (v1 / X1)0
harus disekitar titik kritis.
3.

Pada sedikitnya satu dari X1, X2 mengkatalisa hasil mereka sendiri, baik
secara langsung pada langkah reaksi autokatalitik atau secara tidak langsung
oleh aktivasi satu substansi yang membentuknya.
Contoh, anggap langkah reaksi autokatalitik :
K1
A X 1
2X1

(10.18)

K1
X 1 X 2
2X1

Kontribusi dari langkah langkah ini terhadap dX1 / dt, dX2 / dt adalah :

v1 k1AX1 k 2 X1X 2

(10.19)

v 2 k 2 X1X 2
kita lihat bahwa :

div v k 1 A k 2 X 2 k 2 X 1
yang berubah tanda untuk jumlah X2 yang besar. Catat bahwa persamaan 18
dengan sendirinya tidak dapat menunjukkan siklus batas tetapi butuk
pasangan dengan langkah tambahan.
Contoh dari aktivasi yang meningkatkan siklus batas pada sistem dua
variabel dibuat oleh model Selkov dari osilasi glikolitik yang didiskusikan
pada bagian di atas.

130

Dengan menggabungkan C1 dengan (10.17), kita juga menyimpulkan


bahwa
4.

(v1 / X2)0 (v2 / X1)0 harus negatif pada sekitarnya.

Baik X1 (atau X2) menempati proses autokatalitik menghasilkan X2 (atau


X1) berdasarkan pada C3 atau langkah reaksi melibatkan sedikitnya satu
langkah katalitik silang dimana X1 bertindak sebagai katalisis dalam bentuk
X2; kemudian X2 diubah (langsung atau melalui katalis lain) menjadi X1.
Contoh dari kemungkinan pertama didapat dari persamaan didapat dari
persamaan (10.16), kemungkinan kedua bisa diilustrasikan dengan contoh :
k1
A X 1
X1 X 2

(10.20)

k2
k 2
X1

dengan kecepatan parsial (lihat juga bagian III.A.3)

v1

k2x2
1 x 2

v 2 k 1 AX1

(10.21)

k 2 x2
1 x 2

kita lihat bahwa :

v 2 x 1 k 1 A 0

v1 k2 k 2 X 2 (1 )

x 2
(1 X 2 ) 2

(10.22)

v1 / X2 bisa menjadi negatif untuk 1. Hal ini ditunjukkan pada waktu


yang sama bahwa reaksi kedua (persamaan 20) harus dihalangi oleh
substrat. Contoh dari jenis ini sudah dilakukan oleh Selkov.
Untuk lebih dari dua variabel situasinya banyak berubah. Hal ini sudah
ditunjukkan pada model di atas bahwa inhibisi sendiri tanpa langkah
katalitik

tambahan,

dapat

memberikan

peningkatan

pada

osilasi

berkelanjutan.
Untuk kriteria rumus disini, informasi penting bisa dijelaskan dengan
analisa bentuk bilinier (persamaan 10.14) yang muncul pada kondisi
stabilitas termodinamika.

131

5.

Bifurkasi

dari

siklus

batas

pada

langkah

steady

state

paksaan

mengkontribusikan jumlah negatif pada pembentukan entropi 2P.


Kriteria ini diperoleh langkah autokatalitik, tapi ini lebih umum. Hal ini
akan sangat menarik untuk menganalisa tanda dari bentuk bilinier
(persamaan 10.14) pada banyak kasus umum dan menemukan kondisi yang
ditimbulkan pada kinetika oleh perubahan tanda pertidaksamaan.

Kesimpulannya, feedback positif atau negatif, terkadang dugabungkan dengan


katalisis silang, merupakan suatu persyaratan penting untuk eksistensi kestabilan,
osilasi berkelanjutan.

132

BAB 11
REAKSI KATALITIK

Penambahan katalis pada suatu reaksi akan berakibat bertambahnya laju reaksi.
Katalis sangat berfungsi untuk efisiensi proses kimia dan menurunkan semua biaya
pembuatan. Telah dilakukan proses pemcarian katalis yang paling baik namun sampai
saat ini mekanisme sebagian besar katalis belum dapat dimengerti,
Perlu kita pahami bahwa katalis tak mempengaruhi secara langsung reaksi secara
thermodinamika. Katalis berfungsi untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan
reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi Haber Bosch :

N2 + 3H2 = 2NH3

Dengan diberinya katalis tak akan mengubah konstanta kesetimbangan reaksi, dengan
adanya katalis maka pada 450oC reaksi akan berjalan dengan baik dan spontan serta
ekonomis.
Katalis dapat menurunkan energi activasi suatu reaksi dengan perbedaan energi

Tanpa katalis

dengan katalis

E1(kat)

E1

E-1KatE-1

89

reaksi bolak balik yang sama yaitu


E1 (kat) = E1 - E
E-1 (kat) = E-1 - E
Penambahan racun katalis atau inhibitor akan berakibat menrunnya laju reaksi.

I. KATALIS HOMOGEN
Katalis ini mempunyai kesamaan phase dengan reaktan dan persentuhannnya tak
mempengaruhi laju reaksi, keaddaan yang demikian disebut katalis homogen. Sebagai
contoh :
Reaksi phase gas
CO + O2 CO2
Dengan adanya katalis NO2 maka prosesnya menjadi
CO2 + NO

CO + NO2

NO2

NO + O2

---------------------------------------------- CO2

CO + O2

Iodin uap juga dikenal sebagai katalis sejumlah reaksi pirolisis zat organik, dekomposisi
asetaldehid sebagai reaksi berantai dengan proses sebagai berikut :
k1

I2 == 2 Ik2
k3

I- + CH3CHO CH3CO - + HI
k4

CH3CO CH3 +
-

CO

90

k5

I2 + CH3 CH3I + Ik6

HI + CH3 CH4 - + Ik7

HI + CH3I CH4 - + I2
Sehingga diperoleh laju reaksi dengan pendekatan steady state dari intermediet adalah
- d(CH3CHO)/dt = k [I2]1/2[CH3CHO]
Mekanisme ini dapat dibandingkan

mekanisme reaksi tanpa katalis yang telah

diterangkan pada bab sebelum ini (dikti:79), katalis iodin diperoleh kembali diakhir
reaksi.
II.KATALIS ASAM BASA
Sebagian besar reaksi katalis homogen adalah asam basa, seperti halnya reaksi
hidrolisis dari ester atau mutarotasi glukosa.
Dengan menganggap S adlah suatu subtrat denga suatu reaksi asam basa.
Sedang asam basa menurut Bronsted Lowry adalah :
HA + H2O H3O+ + AA- + H2O HA + OHMaka laju reaksi katalitik adalah:
r = kkat [S]
di mana kkat = ko + kH [H3O] + kOH [OH] + kHA [HA] + kA [A] dan k0
adalah laju tanpa katalis sedang yang lain adalah laju dengan katalis sesuai
dengan zatnya masing masing

91

III. KATALIS HETEROGEN


Sebagian besar reaksi antara daua phase misalnya pada interface dari gas padat
atau gascair, biasanya yang bertindak sebagai katalis adalah yang lebih padat, karenanya
luas permukaan dari padatan harus benar benar diperhatikan. Beberapa contoh yang
dilakukan oleh dunia industri lain katalis akan menghasilkan lain produk :
a. Dekomposisi organik
C2H5OH (Al2O3 , 300oC ) C2H4 + H2O
C2H5OH (Cu , 300oC ) CH3CHO + H2O
b. Dehidrogenasi
C4H8 (Al2O3, Cr2O3 ) CH2=CHCH=CH2 + H2
Ethyl Benzene (Fe2O3, 650oC) Styrene + H2
c. Hidrasi hidrokarbon takjenuh
Dengan adsorben asam posforat dan katalis celite maka
C2H4 + H2O (300oC ) C2H5O H
d. Hidroclorinasi
Vinil clorida dibuat dengan katalis merkuriclorida dan arang dari reaksi

CHCH + HCl (200oC) CH2=CHCl

Sebagian

besar proses katalitik industri terjadi pada interface gas padat.

Mekanismenya berdasar pada teori yang dipostulatkan Langmuir pada tahun 1916, yaitu :
1. Gerakan molekul gas kepermukaan berlangsung dengan konveksi atau difusi

92

2. Adsorpsi reaktan, dengan ikatan kimia yang kuat (kemisorpsi). Pada banyak
kasus di awali dulu dengan ikatan fisika
3. Reaksi antar molekul yang diadsorpsi
4. Desorpsi produk
5. Meninggalkan permukaan dengan konveksi atau difusi

IV. KATALIS ENZIM


Enzim adalah katalis biologi yang aktiv dalam kehidupan, yang sifat sifat
kinetikanya sama dengan katalis heterogen atau seringkali dikatakan mikroheterogen
katalis
Suatu contoh yang sangat menarik dan khas adalah urease yang merupakan katalis
terbaik bagi urea untuk dikonversi ke amonia dan karbon dioksida

CO(NH2)2 + H2O

2 NH3 + CO2

Urease

Enzim hanya dikenal untuk satu proses yang sfesifik, namun kinetikanya cukup sulit
karena enzim tak mudah didapatkan, artinya mekanismenya sangatlah komplek.
Mekanisme reksi enzimatis adalah sebagai berikut :
Suatu substrat S dikatalis dengan enzim E, mula mula terbentuk komplek subtrat
enzim, yang akhirnya akan kembali terpisah dan terbentuk produk, dengan gambaran
mekanisme
k1

E +S

====

ES

k2
k2

ES

==== Produk + E

93

Michaelis Menten telah menerangkan pengaruh konsentrasi subtrat pada laju reaksi. E
dan S adalah konsentrasi mula mula enzim dan subtrat, ES adalalah konsentrasi
komplek enzim subtrat, sedang konsentrasi enzim bebas adalah E ES, konsentrasi
subtrat senantiasa lebih besar dari enzim, karenanya konsentrasinya tak berubah. Maka
konstanta kesetimbangannya adalah

K = ({ E - ES } S) / ( ES )
Atau
ES = ( E S) / (K + S)
Bila asumsinya reaksi 2 sangat lambat, maka
= k2 ( ES)
= k2 ( E )( S) / (Km + S)
reaksi maksimum jika semua enzim membentuk komplek ES, yaitu ketika konsentrasi ES
sama dengan konsentrasi mula mula E, maka pada kondisi ini laju reaksi menjadi :
mak = k2 ( E)
masukkan kembali ke persamaan sebelumnya , menjadi

= mak ( S) / (Km + S)

Km adalah konstanta Michaelis.


Lineweaver dan Burk merubah persamaan diatas menjadi persamaan linear yaitu
I/

= 1/mak

Dengan menggambar I/
(Km ) /mak

+ (Km ) /mak ( S)
versus 1/S akan diperoleh garis yang lurus dengan slope

dan intersep 1/mak

94

1/

(Km ) /mak

}1/mak
1/S

Soal latihan :
1. Data berikut ini diperoleh dari dekomposisi glukosa pada 140 oC pada berbagai
konsentrasi katalis HCl :
104 k(kat)/min-1

6,10

9,67

13,6

17,9

102 [H3O+]/mol lt-

1,08

1,97

2,95

3,94

tentukan koefisien katalitik untuk H3O+


2. Tentukan koefisien katalitik dari ion hidroksil jika berikut ini adalah data hasil
dekomposisi aseton dikatalisa dengan ion hidroksil pada 25 oC
103 [OH-]/mol l-

10

20

40

100

Konstanta laju /s-

3,87

7,78

15,7

32

79,9

95

3.3. Katalis
Katalis adalah zat yang ditambahkan pada reaksi kimia dengan tujuan untuk
mempercepat reaksi tersebut. Katalis dapat mempercepat reaksi kekanan atau kekiri
sehingga keadaan setimbang lebih cepat tercapai, katalis ini disebut dengan katalis
positif. Penambahan katalis juga dapat menghambat reaksi, katalis tersebut disebut katalis
negative atau anti katalis atau inhibitor.
Penambahan katalis akan mempengaruhi laju reaksi. Pada teori tumbukan dan
distribusi energi molecular Maxwell Boltzman pada gas, tumbukan-tumbukan
menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk
memulai suatu reaksi. Energi minimum yang diperlukan disebut dengan reaksi aktifitas
reaksi.
Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, heterogen dan homogen. Reaksi
heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan. Reaksi homogen,
katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan. Proses katalitik menggunakan
katalis heterogen dalam industri pertama kali pada tahun 1857, menggunakan Pt untuk
mengoksidasi SO2 menjadi SO3 dalam larutan asam.
Tabel 3.1. Beberapa contoh katalis heterogen dalam dunia industri
Reaksi

Katalis

C4H10 Butena dan C4H6 (butadiena)

Cr2O3 - Al2O3

CH4 atau hidrokarbon lain + H2O CO + H2

Ni support

C2H2 + 2H2 C2H6

Pd dalam Al2O3 atau padatan pendukung NiSulfida.

Hidrocraking

Logam (seperti Pd) pada zeolit

CO + 2H2 CH3OH

Promotor ZnO dengan Cr2O3 atau promoter

Cu1 ZnO dengan Cr2O3 atau Al2O3.

Mekanisme yang tepat dari katalis heterogen belum dimengerti secara sempurna.
Walaupun demikian tersedianya electron d dan orbital d pada atom-atom permukaan
katalis memegang peranan penting. Oleh karena itu aktifitas katalisis heterogen banyak
dilakukan pada sejumlah besar unsur peralihan (transisi) dan senyawa senyawanya.
Aktifitas katalis banyak dilakukan oleh sejumlah besar unsure peralihan (transisi)
dan senyawa senyawanya. Aktifitas katalisis banyak dilakukan oleh sejumlah besar
unsure peralihan (transisi) dan senyawanya. Tersedianya electron dan orbital d pada
atom-atom permukaan katalis memegang peranan penting. Persyaratan kunci dalam
katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan
katalis (Fessenden,1986).
Mekanisme dari katalis padat dengan reaktan fasa gas, dimana terjadi pembentukan
kompleks reaktan dengan katalis setelah pembentukan produk adalah sebagai berikut :
1. Reaktan terbawa oleh aliran gas pembawa sampai kepermukaan luar partikel katalis.
2. Difusi reaktan dari permukaan luar masuk melalui pori dalam partikel katalis.
3. Reaktan diadsorpsi pada sisi aktif katalis sehingga menimbulkan energi adsorpsi
4. Reaksi pembentukan produk antara permukaan sampai terjadinya produk.
5. Produk didesorpsi dari katalis keluar melalui pori bagian partikel katalis.
6. Difusi produk menuju permukaan luar partikel katalis.
7. Produk mengikuti aliran gas pembawa.
Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau
larutan diadsorpsi kepermukaan katalis. Tidak semua atom atom permukaan sama
efektifnya sebagai katalis, bagian yang efektif tersebut disebut sisi aktif katalis. Pada

dasarnya, katalis heterogen mencakup (1) adsorpsi pereaksi, (2) difusi pereaksi sepanjang
permukaan, (3) reaksi pada sisi aktif membentuk hasil reaksi yang diadsorpsi, dan (4)
lepasnya (desorpsi) hasil reaksi.

3.4. Zeolit dan Katalis Logam


Zolit dapat ditingkatkan kinerjanya dengan cara menempelkan logam katalis pada
zeolit. Logam yang diembankan pada zeolit akan dapat meningkatkan aktivitas katalis
secara keseluruhan karena logam-zeolit akan memiliki fungsi ganda yaitu disamping
logam sebagai katalis zeolitnya sendiri bersifat katalis, katalis semacam ini biasanya
disebut sebagai katalis bifungsional. Logam yang biasa digunakan untuk katalis biasanya
logam-logam transisi.
Logam-logam transisi mempunyai daya adsorpsi yang kuat karena mempunyai
pasangan elektron menyendiri pada orbital d. adanya elektron pada orbital d didukung
dengan keadaan elektron orbital s akan menjadi konsentrasi yang lebih besar pada
keaktifan yang tinggi dalam pemutusan dan pembentukan ikatan kimia. Hal ini yang
menyebabkan logam-logam transisi makin reaktif sebagai katalis (Hegedus, at al, 1999).
Logam transisi Ni dan Mo tersulfidasi memilki prospek untuk digunakan sebagai
katalis hidrodesulfurisasi, hidrodenitrogenasi dan perngkahan. Ni sebagai promotor dan
Mo sulfida sebagai kokatalis yang diemban pada -Alumina dapat mengaktalis proses
hidrogenasi minyak bumi dan minyak batubara di industri (Li 1999a).

3.5.

Isoterm Adsorpsi

Istilah adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Adsorpsi adalah peristiwa


menempelnya atom/molekul suatu zat pada permukaan zat lain karena tidak ada
kesetimbangan gaya dalam permukaan sedangkan absorpsi adalah masuknya zat yang
diserap kedalam adsorben. Zat yang diadsorpsi adalah adsorbat sedangkan zat yang
mengadsorpsi adalah adsorben (Ismail, 1999). Secara umum proses adsorpsi dapat
diartikan sebagai proses penyerapan suatu zat oleh zat lain yang prosesnya hanya terjadi
pada permukaan zat tersebut, sehingga dalam hal ini luas permukaan mempunyai peranan
penting.
Isoterm adsorpsi menyatakan hubungan antara tekanan parsial adsorbat dengan
jumlah zat yang teradsorpsi pada temperatur tetap dalam keadaan setimbang. Dengan
kata lain, adsorpsi isoterm menunjukkan ketergantungan jumlah zat yang teradsorpsi
terhadap tekanan setimbang dari gas pada temperatur tetap. Nilai ini bervariasi dari 0
pada P/Po = 0 ke tak terhingga P/Po = 1. Sudut kontak dari uap yang terkondensasi = 0,
ini berarti permukaan terbasahi secara sempurna. Apabila garis isoterm mendekati garis
vertikal melalui P/Po, menunjukkan sudut kontak dari uap = 0, yang berarti bahwa
permukaan terbasahi secara sempurna (Lowell, S & Shields, J.E., 1984).
Ukuran dan bentuk pori dalam suatu padatan bervariasi. Pengkalsifikasian pori
awalnya dilakukan oleh Dubinin yaitu berdasarkan lebar rata-rata kemudian
disempurnakan oleh Internasional Union of Pure and Applied Chemistry menjadi seperti
berikut ini : (Gregg, S.J. ; 1981)
Fenomena isoterm adsorpsi merupakan fenomena yang menarik. Beberapa
ilmuwan yang mempelajari dan mengajukan beberapa teori mereka tentang isotrem
adsorpsi :

1. Isoterm Freundlich
Isoterm Freudlich merupakan salah satu persamaan yang menghubungkan
jumlah materi yang terserap dengan konsentrasi material dalam larutan :
m = K C1/n
dengan :
m

= massa terserap/unit massa adsorbent

= konsentrasi

K dan n

= konstanta

Bila wujudnya gas, persamaannya menjadi :


V = k P1/n
dengan :
V

= volume

= tekanan

K dan n

= konstanta

Isoterm Freundlich tidak dapat digunakan jika konsentrasi atau tekanan adsorbat
sangat besar.

2. Isoterm Langmuir
Proses adsorbsi dapat dijelaskan melalui proses kimia. Jika adsorbatnya gas,
kesetimbangannya :
A(g) + S
dengan :
A

= gas adsorbat

AS

= sisi terbuka di permukaan

AS = molekul terserap dari A atau sisi tertutup di permukaan


Konstanta kesetimbangannya :
K

x AS
xs P

dengan :
xAS = fraksi mol tertutup di permukaan
xs

= fraksi mol sisi terbuka di permukaan

= tekanan gas

Namun xAS lebih umum digunakan , sehingga xs = (1-) dan persaman sebelumnya
menjadi :
Kp

Persamaan ini terkenal disebut isoterm Langmuir dengan K = konstanta kesetimbangan


untuk adsorpsi. Untuk mencari harga :

Kp
1 Kp

Jumlah substansi terserap, m akan sebanding dengan untuk adsorbent tetentu sehingga
m = b. Bila dikonversikan ke persamaan sebelumnya menjadi :
1 1
1

m b bKp

Dengan memplotkan 1/m dengan 1/p harga k dan b bisa ditentukan dari nilai slope dan
interseptnya.

3. Isoterm Brunauer, Emmet dan Teller (BET)


Brunauer, Emmet dan Teller pada tahun 1938 memperluas teori kinetik
Langmuir untuk adsorpsi multilayer.
Metode BET untuk menghitung luas permukaan adalah sebagai berikut :

1
1
C 1 P


W (( Po / P) 1 WmC WmC Po

....................

(1)

= Berat gas total yang terserap pada tekanan relatif P/Po (g gas/g adsorben)

Wm

= Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan


zat padat (g gas/g adsorben)

= Tekanan adsorbat dalam keadaan setimbang

Po

= Tekanan uap jenuh adsorbat pada keadaan setimbang

P/Po

= Tekanan relatif

= Tetapan BET

Untuk mencari C pada persamaan BET yang tetap yaitu : C

s
1
i

Persamaan BET (1) berupa garis lurus apabila dibuat grafik 1/W{(P/Po)-1}
versus P/P dan berat gas nitrogen yang membentuk lapisan satu lapis (monolayer), Wm
dapat ditentukan dari nilai slope (s) dan intersep (i) ini :

C 1
WmC

......................................................

(2)

Intersep

1
WmC

......................................................

(3)

Slope

Jadi

berat

nitrogen

yang

membentuk

monolayer

didapatkan

menggabungkan persamaan (2) dan (3) sehingga didapatkan persamaan :

dari

Wm

1
(s i)

......................................................

(4)

Aplikasi metode BET ini dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan.
Untuk itu perlu diketahui luas rata-rata molekul gas teradsorp. Luas permukaan, S, dari
cuplikan diperoleh dari persamaan :
Ss

Wm N
x10 20 m 2
M

.............................................(5)

dengan :
N

= Bilangan Avogadro (6,02 x 1023 partikel/mol)

= Berat molekul dari gas teradsorp (g/mol)

Wm = Berat gas teradsorpsi monolayer

= Luas rata-rata molekul teradsorp


Total volume pori dihitung pengukuran adsorpsi pada P/Po cukup tinggi

sehingga diasumsikan semua pori terisi dengan adsorbat sebagai fasa terkondensasi.
Vp = Wa / l
Lowell, S & Shields, J.E (1984) juga menjelaskan mengenai penentuan rata-rata
ukuran pori dapat diperkirakan dari volume pori dengan mengasumsikan geometri pori
adalah silindris sehingga jari-jari pori rata-rata dapat dihitung dari rasio total volume pori
dan luas permukaan BET, sesuai dengan persamaan berikut :
rp = 2 Vp / Ss
dengan :
rp = Jari-jari pori rata-rata
Vp = Volume pori total
Ss = Luas permukaan spesifik

Jenis-jenis Isoterm Adsorpsi


Berdasarkan interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat maka
adsorpsi dibedakan menjadi :
1. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi jika inetraksi antara adsorbat dan permukaan adsorben
hanya disebabkan oleh gaya van der waals, karena itu adsorpsi fisika disebut juga
adsorpsi van der waals. Adsorpsi fisika berlangsung cepat, reversibel, dan molekul
teradsorp tidak terikat kuat pada permukaan adsorben sehingga panas adsorpsinya kecil
(hanya beberapa kilojoule).
Isoterm adsorpsi fisika dikelompokkan menjadi lima berdasarkan klasifikasi
Brunauer, Deming, Deming dan Teller (BDDT).
Grafik adsorpsi isoterm tipe I biasa disebut tipe Langmuir. Isoterm ini jarang
ditemukan untuk material nonpori, umumnya pada karbon teraktivasi, silica gel dan zeolit
yang mempunyai pori sangat halus. Nilai asimtot ini menunjukkan mikropori yang terisi
seluruhnya. Tipe isoterm ini diperkirakan untuk kemisorpsi reversible.
Grafik isoterm tipe II kadang disebut isoterm berbentuk S atau sigmoid.
Umumnya ditemui pada material nonpori atau pada material yang diameter porinya lebih
besar dari mikropori. Perubahan titik atau lengkungan dari isoterm selalu terjadi dekat
dengan titik akhir dari lapisan tunggal adsorbat yang pertama, dengan kenaikan tekanan
relatif (P/Po), kemudian lapisan kedua sampai lapisan tertinggi dan berakhir sampai
tingkat kejenuhan ketika jumlah lapisan adsorbat menjadi tidak terbatas. Titik B
menunjukkan bahwa molayer sudah sempurna terbentuk.

Gambar 3. Tipe Isoterm Adsorpsi Fisika

Grafik isoterm tipe III berbentuk konveks. Sistem ini relatif jarang dan
merupakan tipe dimana gaya adsorpsinya relatif rendah. Pada dasarnya dikarakteristik
oleh panas adsorpsi yang lebih kecil dari panas pencairan adsorbat. Oleh karena itu,
selama adsorpsi berlangsung, adsorpsi tambahan lebih mudah terjadi karena interaksi
adsorbat dengan lapisan yang menyerap lebih besar daripada interaksi dengan permukaan
adsorben.
Isoterm tipe IV terjadi pada adsorben yang memiliki jari-jari pori sebesar 15
1000 . Saat nilai P/Po kecil, tipe isotermnya mirip tipe II namun peningkatan adsorpsi
menyolok sekali pada nilai P/Po yang lebih besar yakni saat kondensasi pori (kapilaritas)
terjadi.

Isoterm tipe V sama dengan tipe III namun kondensasi pori terjadi pada nilai
P/Po yang lebih tinggi. Tipe ini relatif jarang ditemui. Ukuran pori untuk isoterm ini sama
range pori tipe IV.

2.

Adsorpsi Kimia
Jika molekul teradsorpsi bereaksi secara kimia dengan permukaan, fenomena ini

disebut kemisorpsi. Karena ikatan kimia diputuskan dan dibentuk dalam proses
kemisorpsi maka panas adsorpsi mempunyai range nilai yang sama dengan reaksi kimia
(mencapai 400 KJ). (Castelan, 1982)
Menurut Cheremisinorff (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi
antara lain :
1. sifat fisika dan kimia adsorben yaitu luas permukaan, ukuran pori dan
komposisi kimia
2. sifat fisika dan kimia adsorbat yaitu ukuran molekul, polaritas molekul dan
komposisi kimia
3. sifat fase cairan yaitu pH dan suhu
4. konsentrasi dari fasa terserap untuk fasa cair
5. waktu kontak antara fasa terserap dengan adsorben
Ada beberapa aspek kemisorpsi yang menarik khususnya dalam katalis yaitu:
1. kecepatan adsorpsi kemisorpsi reaktan atau desorpsi produk terindikasi lambat
dan oleh sebab itu merupakan tahap penentu laju dalam katalitik.

2. panas kemisorpsi merupakan ukuran kekuatan ikatan yang terbentuk antara


adsorben dan adsorbat. Berbagai variasi panas adsorpsi dengan lapiasan
permukaan menunjukkan adanya keheterogenan permukaan.
Sifat alami spesies terkemisorp yang tampak, misalnya melalui absorpsi infra merah
membuktikan adanya intermediet kimia dalam suatu reaksi.

3.6.Mekanisme Langmuir-Hinshelwood
Asumsi utama pada mekanisme Langmuir-Hinshelwood (Gasser, 1985)
adalah:
1. Reaksi permukaan adalah tahap penentuan laju.
2. Isoterm Langmuir dapat dipakai untuk mendeskripsikan keseimbangan antara
fase gas dan reaktan teradsorpsi.
3. Reaktan teradsorpsi bersaing pada sisi permukaan.
4. Pada reaksi bimolekular, reaksinya terjadi pada 2 spesies teradsorpsi.
Pada umumnya, reaksi permukaan tidak berbeda dengan reaksi fasa gas atau
larutan. Perbedaan utamanya adalah energi bebas pada keadaan intermediet lebih
rendah pada reaksi permukaan daripada dalam keadaan gas. Sehingga ini
mengakibatkan laju reaksi pada reaksi permukaan lebih tinggi daripada fasa gas
atau larutan.
Ada tiga tipe umum reaksi permukaan; yaitu reaksi permukaan yang
mengikuti mekanisme Langmuir-Hinshelwood, reaksi permukaan yang mengikuti
mekanisme Rideal-Eley dan reaksi permukaan yang mengikuti mekanisme

precursor. Gambar 4 menunjukkan skema ketiga mekanisme untuk reaksi hipotetis


A + B A-B.
B A

A
B

B A
B A

A B

B A

Langmuir - Hinshelwood

A
B A
B A

B A

Rideal - Eley

B
B

A
B A
B A

B A
Precursor

Gambar 4. Skema mekanisme (a) Langmuir-Hinshelwood, (b) Rideal-Eley


dan (c) Precursor untuk reaksi A + B A-B
Pada mekanisme Langmuir-Hinshelwood, mula-mula A dan B teradsorpsi
pada permukaan katalis. Kemudian A dan B teradsorpsi bereaksi untuk membentuk
kompleks A-B teradsorpsi. Akhirnya kompleks A-B terdesorpsi. Keadaan ini
disebut mekanisme Rideal-Eley pada kimisorpsi reaktan A. Selanjutnya A bereaksi
dengan masuknya molekul B untuk menghasilkan kompleks A-B. Kemudian
kompleks A-B terdesorpsi. Dalam mekanisme precursor A teradsorpsi. Selanjutnya
B bertabrakan dengan permukaan dan memasuki keadaan precursor yang bergerak.
Precursor memantul/mengambul pada permukaan sampai masuknya molekul
adsorben A. Sehingga precursor bereaksi dengan A dan menghasilkan kompleks AB, sampai mengalami desorpsi (Masel, 1996).
Gambar 5 menunjukkan masing-masing reaksi dapat mengalami reaksi
sebaliknya yaitu A-B A + B. Untuk reaksi Langmuir-Hinshelwood molekul AB teradsorp, kemudian terdekomposisi menjadi A dan B teradsorp, dan membentuk
A dan B terdesorpsi. Sebaliknya jika molekul A-B terdesorp terdekomposisi
menghasilkan sebuah molekul teradsorp dan spesi B fase gas, salah satu reaksi

sebaliknya mengikuti Rideal-Eley. Jika produk sebuah precursor, maka salah satu
reaksi harus mengikuti mekanisme Precursor.
B A

A
B

BA
BA

A B

BA

Langmuir - Hinshelwood

A
BA
BA

BA

Rideal - Eley

B
B

A
BA
BA

BA
Precursor

Gambar 5. Skema mekanisme (a) Langmuir Hinshelwood; (b) Rideal


Eley; (c) Precursor untuk reaksi A B A + B

Anda mungkin juga menyukai