Kinetika Kimia
Kinetika Kimia
PENDAHULUAN
1.1 Kinetika dan Termodinamika
Para ilmuwan kimia prihatin dengan hukum-hukum pada interaksi
kimia.Teori-teori itu diuraikan untuk menjelaskan seperti interaksi dasar secara
luas
pada
haisl
percobaan.
Pendekatannya
sebagian
dengan
metoda
2NH3
2NH3
tetapi ini tidak menyatakan bahwa tiga molekul hidrogen dan satu molekul
nitrogen tumbukan secara serentak menghasilkan dua molekul amonia. Pada
reaksi
2 KMnO4 + 16HCl
2N2 + O2
terjadi dua tahap, pertama meliputi dekomposisi nitrogen oksida menjadi atom
oksigen dan nitrogen
N2O
O: + N2
Diikuti dengan reaksi atom oksigen dengan nitrogen oksida menghasilkan satu
molekul nitrogen dan satu molekul oksigen
O: + N2O
N2 + O2
Ini adalah hal sederhana pada jumlah dua individu atau proses dasar menghasilkan
persamaan stoikiometr. Beberapa proses lainnya lebih komplek dan penjumlahan
secara aljabar pada proses dasar yang rumit sehingga tidak memberikan
persamaan stoikiometri.
Dekomposisi termal padaasetaldehida dapat digambarkan sebagai
CH3CHO
CH4 + CO
CH3 + CHO
CH3 + CH3CHO
CH4 + CH3CO
CH3CO
CH3 + CO
CH3 + CH3
C2H6
4NO2 + O2
Ini juga proses yang lebih komplek dari yang ditunjukkan persamaan ini dan
ditunjukan oleh Ogg melaui hasil mekanisme berikut
2N2O5
NO2 + NO3
NO2 + NO3
NO2 + O2 + NO
NO + NO3
2NO2
Studi kinetik menujukkan bahwa tahap (2) adalah tingkat sangat lambat pada
reaksi, sehingga keseluruhan reaksi tergantung pada tahap ini dan karena itu
disebut tahap penentu kecepatan atau laju
1.2.2 Molekularitas
Molekularitas pada reaksi kimia didefenisikan sebagai jumlah molekul pereaksi
yang ikut serta pada reaksi sederhana yang sesuai pada tahap dasar. Umumnya
reaksi dasar memiliki satu atau dua molekularitas, meskipun beberapa rreaksi
meliputi tiga molekul yang bertumbukan secara serentak mempuyai tiga
molekularitas, dan pada hal yang sangat jarang penyelesaiannya, empat
molekularitas.
Atau dekomposisi
A
B + C
CH3CN
C2H6
2 CH3
C2H5
C2H4 + H
AB
2A
A2
C + D
2A
C + D
C3H8
CH3 + CH3
C2H6
C2H4 + HI
C2H5I
H + H2
H2 + H
O3 + NO
O2 + NO2
H2 + I2
adalah reaksi rantai pada temperatur tinggi (800 K) dengan penentuan laju tahap
termolekular
produk
2NO2
NO + Cl2
2NOCl
2I + H2
2HI
H + H + Ar
H2 + Ar
Seperti yang dapat dilihat dari contoh yang diberikan di atas, saa molekularitas
tidak dibentuk untuk proses yang melibatkan molekul stabil tetapi digunakan
ketika bereaksinya spesies atom, radikal bebas atau ion. Selanjutnya pada
dekomposisi asetaldehida, asetil radikal terurai
CH3CO
CH3 + CO
C2H6 + M
Ini hanya tepat untuk digunakan molekularitas untuk proses yang terjadi pada
tunggal atau tahap dasar. Oleh karena menyatakan pengertian teoritical pada
reaksi molekular dinamik. Reaksi dimana molekul pereaksi atau molekul-molekul
mengaghasilkan produk atau produk-produk pada tahap sendiri atau dasar
jarang.Jika reaksi adalah reaksi komplek diperlukan molekular spesifik pada tiap
tahap individual reaksi.
1.3 Elusidasi pada mekanisme reaksi
Tugas akhir pada kinetika adalah memperkirakan laju pada beberapa reaksi di
bawah percobaan yang diberikan. Ini sulit untuk mencapai semuanya tetapi ada
beberapa hal. Yang utama mengajukan mekanisme, dimana disetujui kualitatif dan
kuantitatifnya berdasarkan ukuran percobaan kinetik.
Ketika mekanisme reaksi diusulkan untuk reaksi khusus, itu akan diuji
dengan kriteria berikut.
(i)
Energetic Feasibility
Ketika reaksi dekomposisi erjadi, ikatan molekul lemah dan putus. Karena itu
dekomposisi pada ditersial butil peroksida diawali dengan putusnya ikatan OO
menghasilkan dua ditersiarbutoksi radikal. Pada mekanismedilibatkan atom-atom
atau radikal bebas, prosesnya adalah isotermik dan sedikit endotermik yang
sebagian besar sepertinya tahap penting pada reaksi. Pada fotolisis hidrogen
Iodida (lihat hal 140), reaksi propagasi yang tepat adalah
H + HI
H2 + I
I + HI
I2 + H
dan
Untuk reaksi endotermik terjadi pada (2), paling sedikit 146 kJ energi yang harus
didapatkan dengan tumbukan antara atom iodin dan molekul hidrogen iodida.
Reaksi (2) mungkin lebih lambat dibandingkan reaksi (1).
Jika mekanisme meliputi dekomposisi radikal etoksil, dekomposisi berikut
semua cara yng mugkin
C2H5O
C2H5 + O
C2H5O
CH3CHO + H
C2H5O
CH3 + CH2O
C2H5O
C2H4 + OH
CH3 + 2 CO
karena tahap balik tidak dapat ditentukan. Selanjutnya, sepertinya semua tahap
mekanisme
reaksi
masing-masing
unimolekular,
bimolekula
atau
yang menghasilkan lebih dari tiga jenis produk, sehingga tahap balik tidak akan
terjadi.
(iv) Konsistensi dengan reaksi yang dapat disamakan
Ini sesuai untuk memperkirakan bahwa jika mengusulkan mekanisme untuk
dekomposisi asetaldehida telah terbukti, maka mekanisme untuk dekomposisisi
aldehid yang lain dapat mirip. Bagaimanapun, saat itu orde membawa percobaan
yang serupa untuk membuktikan ini, bahaya untuk mengasumsikan bahwa
mekanisme reaksi yang dulu semata-mata sama. Tentu saja ada sejumlah contoh
reaksi dari seri yang sama pada senyawa kimia melalui proses mekanisme yang
sangat berbeda, contoh reaksi hidrogen halogen.
Dapat disadari untuk mempelajari laju reaksi yang lebih tinggi, lebih baik
yakin mengukur secara tepat kebenaran mekanisme reaksi yang diusulkan. Data
laju dapat diperoleh dengan menggunakan teknologi moderen untuk menentukan
laju reaksi yang sangat cepat dan mengukur konsentrasi yang sangat lambat
sementara spesies reakif dibentuk pada sistem reaksi. Sejumlah contoh meknisme
reaksi diberikan pada bagian akhir bab berdasarkan data kinetik yang didapat
dengan percobaan laju. Pertama sekali dibutuhkan membuktikan hukum kinetik
sederhana dan teori pada laju reaksi sebelum pemprosessan untuk mempelajari
reaksi kimia yang lebih komplek
BAB 2
HUKUM DASAR LAJU
B+C
Konsentrasi
WAKTU
laju
dt
dt
dt
laju reaksi kimia digambarkan sebagai laju peruraian atau hilangnya pereaksi atau
laju pembentukan produk.
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa laju reaksi perubahan selama reaksi. Laju
pada saat maksimum ditunjukkan, sebagai berkurangnya proses reaksi. Pada saat
itu didapatkan laju reaksi tergantung pada konsentrasi pereaksi, itu dapat dianggap
konsentrasi A pada reaksi di atas berkurang.Sehingga,
laju A
dimana n adalah konstannta dikenal sebagai orde reaksi. Hubungan antara laju dan
konsentrasi persamaan laju dan bentuk yang dapat dibuat
dA
n
kr A
dt
dimana kr adalah tetapan untuk beberapa reaksi tergantung temperatur dan disebut
sebagai tetapan laju. Persamaan laju menyatakan bagaimana laju yang berbeda
pada tahap-tahap dasar dengan konsentrasipereaksi; konsentrasi produk tidak
melibatkan tanda.
dA
kr A
dt
(2.1)
dA
2
kr A
dt
(2.2)
10
A+B
C+D
dA
dB
kr A B
dt
dt
(2.3)
reaksi adalah orde dua : orde pertama terhadap A dan orde pertama terhadap B
Secara umum untuk reaksi
A+B+C +
Produk
Laju = kr A 1 B
n
n2
Cn3
(2.4)
dan
seterusnya.
dA
kr A
dt
sehingga
konsentrasi
kr (konsentrsi)
waktu
oleh karena itu, untuk semua proses orde pertama, satuan tetapan laju yang
dimiliki kr adalah waktu1
Untuk reaksi orde dua persamaan laju bentuknya adalah
Laju = kr (konsentrasi)2
Sehingga tetapan laju orde dua memiliki satuan konsentrasi-1 waktu-1 , sebagai
contoh dm3 mol-1 s-1 .
11
Secara umum tetapan laju untuk reaksi orde ke-n memiliki satuan
(konsentrasi)1n waktu-1 .Dari satuan ini dapa dilihat bahwa bentuk satuan untuk
reaksi orde nol adalah mol dm3 s-1 dan untuk reaksi orde tiga adalah dm6 mol-2 s-1
produk
dA
d(a x ) dx
dt
dt
dt
12
dx
k r (a x )
dt
atau
dx
k r dt
(a x )
(2.5)
t a x
(2.6)
2.303
a
log10
t
a x
(2.7)
(i)
Metoda Subtitusi
Nilai a-x ditentukan secara percobaan dengan satu metode yang digambarkan
pada bab 3 dimana semua percobaan kinetika pada waktu t yang berbeda. Nilainilai tersebut disubtitusikan pada persamaan 2.7 dan nilai rata-ratatetapan laju
dapat ditentukan
(ii)
Metoda Grafik
Dari persamaan 2.7 dapat dilihat bahwa gambar pada log10 (a/a-x) dengan t akan
diperoleh garis lurus dengan persamaan slope kr/2,303 jika reaksi orde
pertama.Persamaan 2.7 dapat disusun kembali menghasilkan
13
log10 (a x ) log10 a
kr t
2.303
(2.8)
gambar pada log10 (a/a-x) dengan t akan diperoleh garis lurus dengan persamaan
slope kr/2,303. Jika data laju yang didapat menghasilkan gambar yang lurus pada
reaksi orde pertama, dan tetapan laju ditentukan dari slope. Secara grafik
penentuan Kr lebih memuaskan daripada metode (i).
(iii)
kr
ln
t 0,5
ln 2
t 0,5
0,693
t 0,5
a
0,5a
atau
t 0,5
0,693
kr
(2.9)
adalah sebuah tetapan untuk partikel reaksi dan tidak tergantung konsentrasi awal.
Pada umumnya, waktu tf untuk konsentrasi awal berkurang dengan fraksi
1/f dihasilkan
t f
ln f
kr
tetapan laju dapat dihitung secara langsung dari pengukuran fraksi hidup atau
reaksi waktu paro
14
Contoh 2.1
Hasil data berikut ini diperoleh dari dekomposisi gula dalam larutan air.
Konsentrasi glukosa / mmol dm3 56,0
55,3
54,2
52,5
49,0
Waktu / menit
45
120
240
480
Tunjukkan bahwa reaksi adalah orde pertama dan hitung tetapan laju untuk proses
dan waktu paro untuk glukosa dibawah kondisi ini.
Dari data, a = 56,0 mmol dm3 dan pembacaaan konsentrasi glukosa dapat
disamakan menjadi a x pada persamaan 2.8, memberikan reaksi orde pertama.
Log 10 (a x)/mmoldm 3
t/ menit
45
120
240
480
15
slope = -
kr
k
- 1,18 10 -4 min -1 =- r
2,303
2,303
itu adalah
kr =2,72 x10-4 min-1
dari persamaan 2.9
t0,5 =
0,693
0,693
min
kr
1,18 x 10 -4
Produk
dA
dB
k r A B menjadi
dt
dt
menjadi
dx
k r a x b x atau
dt
atau
dx
k dt
a x b - x r
secara fraksi parsial menghasilkan
1
ab
1
1
b - x - a - x dx k r dt
pada pengintegrasian
16
ln a - x - ln b - x
tetapan
ab
krt =
ketika t = 0, x = 0, dan
ln a
tetapan =
b
ab
menghasilkan
ba - x
1
ln
atau
a b a b x
krt =
kr =
ba x
2,303
log10
t a b
a b x
(2.10)
2.4.2 Reaksi melibatkan satu pereaksi atau reaksi antara dua pereaksi dengan
konsentrasi awal sama
Untuk reaksi
2A
produk
atau reaksi
A + B
produk
atau
dx
a x 2
k r dt
pada pengintegrasian
krt =
1
tetapan
a x
17
t = 0, tetapan = 1 dan
a
jika x = 0
krt =
1
1
ax a
kr =
1 x
at a - x
atau
2.12)
gambar pada log10 (a x) /(bx) dengan t akan diperoleh garis lurus dengan
persamaan slope kr (a x) /2,303 sehingga kr ddapat ditentukan.
contoh 2.2
data kinetik berikut
reaksi antara natrium tiosulfat dan metil iodida pada 25C, konsentrasi
diperlihatkan pada unit yang berubah-ubah.
Waktu/menit
4,75
10
20
Na 2S 2 O 3
35,35
30,50
27,0
CH 3 I
18,25
13,4
9,9
18
55
35
3,2
1,5
0,287
0
gambar log
10
0,357 0,436
4,75
10
0,580 0,802
20
35
1,093
55
Gambar 2.3 gambar orde dua untuk reaksi antara naytium tiosulfat dan metil
iodida
Untuk reaksi orde jenis 2.4.2 dimana a disamakan dengan b atau reaksi
hanya melibatkan satu pereaksi a pada konsentrasi awal, itu dapat dilihat bahwa
gambar 1/(a x) dengan t didapat lurus seperti gambar 2.4 dan itu laju tetapan
orde dua sama dengan slope.
contoh 2.3
penyabunan pada etil asetat dalam larutan natrium hidroksida pada 30C
CH3CO2C2H5 + NaOH
CH3CO2 Na + C2H5OH
19
5,91
15
24
37
31,47
36,44
53
83
22,7
25,9
29,7
35,8
43,8
53,9
73,8
15
24
37
53
83
gambar 1/(a x) dengan t menghasilkan gambar 2.4. karena itu grafik yang
didapat lurus, reaksi adalah orde dua dan
slope = kr = 0,640 dm3mol1menit1
Gambar 2.4 Gambar orde dua untuk reaksi antara etil asetat dan natrium
hidroksida pada pada 30C
20
t 0,5
a
1
2 1
=
k ra a
k ra
2
(2.13)
selanjutnya, untuk tipe reaksi orde dua ini, setengah waktu hidupsebanding
kebalikannya dengan konsentrasi awal, dan tetapan laju ditentukan secara
langsung dari pengukuran setengah waktu hidup.
Jika setengah waktu hidup diukur pada dua percobaan yang konsentrasi
awal keduanya berbeda, a1 dan a2, sehingga hubungannya
(t 0,5)1/(t 0,5)2 = a2 / a1
sesuai untuk reaksi orde dua
Metoda fraksi hidup dapat digunakan untuk reaksi pada beberapa orde asalkan
semua pereaksi memiliki konsentrasi wal sama. Pada umumnya setengah waktu
hidup pada orde reaksi n dikaitkan dengan konsentrasi awal dengan
1
t 0,5
a n 1
atau
t 0,5 =
tetapan
a n 1
Pengambilan logaritma
log 10 t0,5 = (1 n) log10 a + log10 tetapan
Gambar log
10
0,5
21
Contoh 2.4
ketika konsentrasi A reaksi sederhana A
menjadi 1,03 mol dm3, setengan waktu hidup turun dari 150 detik menjadi 75
detik pada 25C. berapakah orede reaksi dan nilai tetapan laju ?
subsitusi dari persamaan 2.14 menghasilkan
150 1,03
75 0,5
n 1
atau
log10 2 (n 1) log10 2
sehingga
n=2
Karena itu reaksi orde dua, tetapan laju menghasilkan persamaan 2.13 sehingga
t 0,5 =
1
k ra
selajutnya
kr =
1
dm 3 mol 1s 1
0,51 150
SO2 + Cl2
22
Adalah reaksi gas orde pertama dengan tetapan laju 2,0 x 105 dt pada 320C.
berapa persen SO2Cl2 terdekomposisi pada pemanasan 320C selama 90 menit.
Untuk reaksi orde pertama, menurut persamaan 2.7, adalah
a
krt = 2,303 log10
a x
1
= 1,114
1 y
dimana
y =0,102
karena itu SO2Cl2 yang terdekomposisi adalah 10,2 persen
(iv)
metoda isolasi
I2 + 4H2O
23
dI 2
a
b
Kr H 2 O 2 I H 3 O
dt
dimana a,b dan c acalah orde reaksi untuk masing-masing pereaksi dan kr adalah
tetapan laju. Adanya kelebihan asam yang besar, [H3O+] keadan yang benar, dan
jika tiosulfat dtambahkan untuk merubah kembali iodin membentuk iodida,[I-]
v k 1 H 2 O 2
A+B+C
produk
dx
k r a x b x c x
dt
..(2.15)
dx
3
k r a x
dt
dx
k dt
a x r
atau
2a x
x=0
1
constant
2a 2
24
BAB 3
HUBUNGAN SIFAT FISIKA DENGAN KONSENTRASI
(3.1)
CD = d VD x
C B = b + VB x
CZ = VZ x
(3.2)
Dimana a, b dan d konsentrasi awal dan asumsi tidak ada produk sebelumnya.
Maka reaksi utuh menjadi :
CA = O = a + VA x ------> X =
a
VA
(3.3)
(3.4)
kA = konstanta proporsional
Gabungan (3.2), (3.3) dan (3.4) akan menghasilkan :
A = AM + kA (a + VA x) + kB(b + VB) + kD (d + VD) x + kZ VZ x
(3.5)
(3.6)
25
Aoo = AM + Kb ( b
VB
V
k v
) + kD (d - D ) Z Z
VA
VA
VA
(3.7)
k B v Ba k D v Da k Z v Za
VA
VA
VA
(3.8)
(3.9)
Dan
Aoo A = - kA (a vAx) - kB VB (
- kZ vZ (
a
a
+x) - kD VD (
+x)
vA
vA
a
+x)
vA
(3.10)
Jika disusun : 0 k = k A vA + kB VB + kD VD + kZ vZ
maka dapat ditulis :
A - Ao = x 0 k Aoo Ao = - (
a
)0k
vA
(3.11)
dan
Aoo A = - (
a
+ x) 0 k
vA
(3.12)
Dari penjabaran ini maka akan secara kinetika dapat dihubungkan sebagai
berikut :
-
vA x
A - Ao
=
Aoo - Ao
a
Ao - Aoo
a
=
Aoo - A
a vA x
untuk menyederhanakan dapat dibuat konsentrasi sama dari reaksi maka b/a =
vB/vA dan selanjutnya.
26
3.2.
Cooks and Egger (1972) memberikan hasil pengamatan dari reaksi isomerisasi
N-propilidensycloropylamine, yang dapat terlihat pada tabel 3.1. Nuclear
Magnetik Resonance (NMR) dan Spektro massa dipakai untuk menganalisa
pada temperatur dibawah 700 K dan menghasilkan 5 ethyl piroline.
N ------>
(3.16)
Tekanan / torr
Fraction Isomerisasi
K/10 S
20
55,2
0,7783
6,79
30
15,4
0,1113
6,56
60
18,1
0,2104
6,56
100
18,3
0,3313
6,71
210
17,5
0,5784
6,85
Rata-rata k = 6,69+0,13
1 Co
1
ax
1
x
ln
= - ln
= - ln ( 1 )
t
C
t
a
t
a
2.303
lod (1 f)
t
dimana f adalah fraksi isomerisasi. Konstanta kecepatan reaksi orde baru tidak
memberikan penyimpangan dengan data reaksi atau dengan tekanan.
Metoda manometri juga umum dipakai untuk mempelajari reaksi fasa
gas. Pengukuran secara langsung dalam sistem dimana suatu perubahan dalam
jumlah total senyawa seperi dekomposisi phosgene :
COCl2 = = = = = CO + Cl2
(3.17)
atau suatu hasil reaksi diambil secara kontinyu dengan absorbsi atau
kondensasi. Contoh dalam reaksi
H2 + Cl2 = = = = = 2 HCl
(3.18)
27
Asam yang terjadi diadsorbsi dalam air. Atau tekanan terbaca perubahannya
setelah hasil reaksi diambil maka data reaksi (3.18) Chlorin dan hidrogen
klorid berkondensasi dengan nitrogen cair dan tekanan akhir adalah tekanan
hidrogen saja.
Menurut Takezahi dan Takeuchi (1954) memberikan data pada reaksi
dekomposisi termal dimetil peroksid. Data percobaannya diberikan dalam
Tabel 3.2.
Reaksi ini juga dipelajari dengan memakai spektroformeter infra merah
oleh Hant dan Calvent (1959) dan juga dengan Chromatografi oleh Batt dan
Cullock (1977). Reaksi ditulis secara stoichiometri adalah sebagai berikut :
2 CH3OOCH3 = = = = = = 2 CH3OH + CO
(3.19)
Tekanan total
(Poo P) / torr
ln (Poo P) / torr
15
427,12
7,84
2,06
90
428,27
6,69
1,90
240
429,83
5,13
1,64
390
431,23
3,73
1,32
570
432,48
2,48
0,91
780
433,18
1,78
0,58
990
433,67
1,29
0,25
2910
434,96
4590
434,96
Tekanan akan naik sampai 100% dari tekanan mula-mula dimetil peroksid
seperti pada reaksi itu. Secara percobaan didapatkan maksimum tekanan
adalah 93%.
Dari persamaan reaksi tersebut meliputi mekanisme reaksi dengan rantai
kompleks yang membuat makin sukat mengartikan hasil CH3O. radikal dengan
reaksi :
28
k
2 CH3OOCH3 --------> 2 CH3O
Jika kelebihan metanol yang diberikan mula-mula ini dapat bereksi dengan
metoksi radikal menjadi reaksi berantai maka terjadi etilen glikol
CH3O + CH3OH -------> CH3OH + CH2OH
2 CH2OH --------------> (CH2OH)2
Dengan pemberian metanol maka stoichiometri (3.19) berubah menjadi
2CH3OCH3 -------> 1.4CH3OH+0,4CO+0,2CH2OH+1(CH2OH)2
(3.21)
P Po
Poo Po
a
dan
=
Poo Po
Poo P
(a x )
a
(a x )
(3.22)
Gambar 3.1. Grafik reaksi orde pertama dari dekomposisi dari dimetil
peroksid
29
Effek dari kenaikan tekanan udara karena adanya reaksi diberikan hasil dalam
grafik 2.1. Secara teori maka Aoo dapat dihitung (Poo = 2 Po untuk 3.19 bila
tidak ada methanol). Hal ini dapat juga Aoo dihitung sebagai parameter dengan
dipakai komputer pada data processing (Moore, 1972).
CH2
CH
|
+
(2.23)
CH
\\
CH2
CH2
|
C
\
H
CHO
CH2
HC CH2
= = =
HC
C
\
/ \
CH2 H
|
CHO
Berlaku pada suhu 155 300oC. Reaksi ini merupakan orde kedua dan
kecepatan reaksi dituliskan :
dx
dt
k (acrolein) (butadine)
Reaksi ini cukup rumit karena secara simultan juga terjadi reaksi orde kedua
dari butadein :
2 C4H6 = = = = = C8H12
Data reaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3.Kondensi akrolein dan butadiene pada 564,4 K
Waktu
0
63
181
384
542
745
925
1145
1374
1627
1988
P (total
-AP
- A P (dim)
P torr
P torr
k / 10
torr)
torr
torr
akrolein
butadiene
torr S
658,2
652,1
641,4
624,1
612,2
598,1
587,1
574,9
564,1
552,8
539,4
6,1
10,7
17,3
11,9
14,1
11,0
12,2
10,8
11,3
13,4
0,2
0,3
0,5
0,3
0,3
0,3
0,3
0,3
0,2
0,3
418,2
412,3
401,9
385,1
373,5
359,7
349,0
337,1
326,6
315,5
302,4
240,0
233,7
222,7
204,6
192,7
178,3
167,0
154,5
153,4
131,9
118,2
Rata-rata
9,6
9,5
9,9
9,7
10,0
9,7
9,8
9,3
9,9
9,4
9,7
30
(3.26)
(3.27)
Terlihat bahwa tekanan baru masing-masing dari habisnya interval waktu dapat
diketahui dengan (3.24)
D Pakrolein
= k (P akrolen) (P butadien)
Dt
Pakrolein
P
1
ln akrolein + k
o
Pbutadiene
P butadiene
Bila dibuat grafik antar loh P akrolien/Pbutadien lawan waktu dapat terlihat
seperti pada Gambar 3.2.
31
d cA
(1 / V)dn A
k nA
=
=
= k cA
dt
dt
V
(3.31)
Assumsi bila gas ideal dan sistem mula-mula terdiri dari A murni, volume
sistem dapat sebagai fungsi dari reaksi.
V = Vo (1 + (v 1) b) = Vo 1 +
= Vo (v +
( v 1)(n A ,0 n A )
n A ,0
(1 v) n A ,0
n A ,0
(3.33)
= v + (1 v) e
kt
V
) = - k t + ln (v 1)
Vo
(3.35)
maka k dapat dihitung dengan membuat grafik ln (v/ V/Vo) lawan t. Jika
konsentrasi lebih mudah ditentukan maka persamaan (3.34) dibagi (3.32)
menjadi :
kt
C A ,0
= v e + (1 v)
CA
dan
ln (
C A ,0
a
- 1 + v) = ln
- 1 + v) = kt ln v
CA
(a x )
(3.37)
bila dibuat grafik antara log P acrolien/Pbutadien lawan waktu dapat terlihat
seperti gambar 3.2.
32
BAB 4
METODE PENENTUAN ORDE REAKSI
Laju Reaksi dan Persamaan Laju
1.1 Bagi suatu reaksi kimia dengan persamaan stoikiometri sebagai berikut
a A + b B --- c C + d D
laju reaksi r didefinisikan sebagai
r
= -
1 dA
1 dB
1 dC
1 dD
===a dt
b dt
c dt
d dt
1.2 Laju reaksi r merupakan fungsi dari berbagai variabel yang menentukan jalan
reaksi, seperti : konsentrasi pereaksi, konsentrasi hasil reaksi, suhu, tekanan total
(bagi sistem gas), zat-zat lain di luar pereaksi dan hasil reaksi (seperti katalis), dan
sebagainya. Jadi
r = f(T,P,[Xi],C,)
kefungsian r pada konsentrasi disebut sebagai persamaan laju, yang merupakan
ungkapan yang diperoleh sebagai suatu pengamatan eksperiment. Dengan kata
lain, bentuk persamaan laju tak dapat diperoleh dari persamaan stokiometri ;
bentuk stokiometri yang sama dapat menghasilkan laju yang berbeda.
Beberapa contoh berikut dapat memperjelas.
a. Reaksi hidrogen dengan iod membentuk hidrogen iodid (fasa gas).
H2 + I2 = 2HI
memiliki persamaan laju
r = k[H2][I2]
33
k H 2 Br2
r
HBr
1 k2
Br2
12
1.3 Persamaan laju dapat memiliki berbagai bentuk. Bila persamaan laju
berbentuk perkalian dari konsentrasi, masing-masing dengan pangkat tertentu,
seperti :
r = k[A]a[B]b[C]c
maka dapat didefinisikan pengertian orde reaksi, yaitu :
a = orde reaksi terhadap A
b = orde reaksi terhadap B
dan seterusnya, sedangkan
k = tetapan laju reaksi.
Orde reaksi dapat bilangan bulat atau pecahan, positif maupun negatif. Bila
persamaan laju tak dapat dituliskan dalam bentuk pemfaktoran seperti diatas,
34
seperti dalam hal reaksi antara hidrogen dan brom, maka reaksi dikatakan tak
memiliki orde tertentu terhadap berbagai komponennya.
1.4 Penentuan orde raksi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : cara
differensial dan cara integral. Dalam cara differensial, yang ditentukan adalah
orde reaksi terhadap salah satu komponen pereaksi, sedangkan dalam cara integral
dilakukan pengandaian suatu orde reaksi dan dicek dengan data reaksi.
35
b. Cara integral didasarkan atas pengandaian harga orde reaksi tertentu terhadap
suatu komponen. Jadi diandaikan berorde a terhadap komponen A, persamaam
laju menjadi ( untuk satu komponen ) :
r =-
d A
= -k dt
Aa
1
1
k
t
a 1
a 1
A
A0 a 1
Pengaluran
1
dari data eksperiment terhadap waktu t akan menghasilkan
Aa 1
k
kurva garis lurus, dengan kelerengan sebesar
.
a 1
Cara integral biasanya digunakan setelah ada indikasi besar orde reaksi dari cara
differensial.
1. Suatu reaksi gas-gas :
2A(g) 2B(g) + C(g)
yang berlangsung pada suhu dan volume tetap, diamati melalui pengukuran
tekanan total, Ptot dari campuran. Jika pada t =0 hanya ada gas A saja, hasil
pengamatan adalah sebagai berikut :
T, menit
Ptot , atm
0
20
40
60
80
100
2,000
2,182
2,308
2,400
2,471
2,526
36
Pertanyaan :
a. Turunkan hubungan antara tekanan total, Pt ; tekanan parsial, PA dan
tekanan awal, Po.
b. Tunjukan bahwa reaksi adalah orde dua tertahap A.
c. Tentukan harga tetapan laju, k beserta satuan yang tepat.
Jawab :
a.
Reaksi :
Po
Terurai
Pada t = t
Po x
8
p
i 1
komponen i
Pt = PA + PB + PC
Pt = PO x + x + x
Pt = PO + x
x = 2Pt 2PO
Jadi : PA = PO x
PA = PO 2Pt + 2PO
PA = 3PO 2Pt
Coba uji ungkapan tersebut apakah benar pada saat t = 0 hanya gas A saja.
Pengujian : t = 0 ; PO = 2,000 dan Pt = 2,000 atm
Jadi : PA = 3 x 2 - 2 x 2
= 2,000 atm
(benar)
b. Untuk membuktikan orde reaksi lebih cepat dan tepat, digunakan metode
integral.
Caranya :
37
dPA
kPA2
dt
PA
t
dPA
- 2 k dt
PO PA
t 0
1
1
kt
PA PO
1
1
kt
PA
PO
Alurkan 1/PA terhadap t, jika diperoleh garis lurus, maka benar bahwa data
tersebut mengikuti reaksi orde dua
T, men
Ptot , atm
PA, atm
1/PA, atm
2,000
2,000
0,500
20
2,182
1,636
0,611
40
2,308
1,384
0,722
60
2,400
1,200
0,833
80
2,471
1,058
0,945
100
2,526
0,948
1,055
Kesimpulan benar orde dua karena aluran 1/PA terhadap t berupa garis lurus.
c. Dari grafik diperoleh ; tg = k = 5,29 x 10-3
Satuan k : -
dPA
kPA2
dt
atm
k .atm 2 k atm 1 men 1
men
d. hitung kembali dari harga n dan k yang diperoleh. Hitunglah nilai P tot pada
t = 40 menit.
Jawab :
1
1
kt
PA
PO
38
1
1
5,29 x10 3 x 40
PA
2,000
PA = 1,405
Sedang : PA = 3PO 2Pt
Ptot =
3
1
x 2 x1,405
2
2
% = kesalahan =
2,308 2,297
x100%
2,308
= 0,46%
B(g)
2C(g)
Diamati melalui pengukuran tekanan total dari campuran sebagai fungsi dari
waktu. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut :
t, menit
Ptot, atm
1,200
10
1,400
20
1,500
30
1,560
40
1,600
50
1,629
60
1,650
70
1,680
80
1,700
100
1,715
120
1,725
140
1,725
39
dp A
kPAn
dt
dPA
kPAn
dt
dPA
dt
= kP0A
40
1 / 2 p0
po
t1/ 2
dPA
PA
=k
dt
t 0
- po po = kt1/2
2
1
po
2
t1/2
= kt1/2
P0
.. 1
2k
dPA
dt
= kPA
1/ 2 p0
po
t1/ 2
dPA
PA
=k
1
po
- ln 2
po
t1/2
dt
t 0
= kt1/2
ln 2
..2
k
dPA
dt
1 / 2 p0
po
1
1
po
2
= kPA2
t1/ 2
dPA
p A2
-
=k
dt
t 0
1
po
= kt1/2
41
t1/2 =
1
.3
k. p o
Dari tiga data t12 untuk masing-masing orde, dapat disimpulkan bahwa kaitan t1/2
po dan orde reaksi umum :
t1/2
Po1-n 4
dPA
dt
= kPAn
= k. PAn.1
Ptot, atm
PA, atm
PA
Ln PA
1,200
1,200
1,2 0,8
2
0,7
0,54
0,44
0,371
0,321
0,97
0,22
0,185
0,135
r=-
dPA
dt
1,2 0,8
10 2
0,02
0,42
0,008
5,8.10-3
4,2. 10-3
6. 10-3
4. 10-3
3. 10-3
7. 10-3
Ln r
- 3,219
10
1,400
0,800
-0,3567
-3,912
20
1,500
0,6
-0,6162
-4,428
30
1,560
0,48
-4,428
40
1,600
0,4
-5,150
50
1,629
0,342
-5,473
60
1,650
0,3
-5,116
80
1,680
0,24
-5,522
100
1,700
0,2
-5,809
120
1,715
0,17
140
1,75
0,1
- Buatlah grafik, alurkan ln r terhadap ln PA , harus menghasilkan garis lurus.
Dari grafik tersebut koefisien arahnya merupakan orde reaksi dan intersepnya
adalah ln k . dari hasil tersebut, k dapat dicari .
d. dengan menggunakan waktu paruh orde dua.
42
1
k.Po
1
t1 / 2 .Po
1
20 x 1,2
T1/2
PA = 0,598 atm
PA = 3 Po 2 Pt
Pt
Pt
3
1
p o - PA
2
2
3
1
x 1,2 x 0,598
2
2
= 1,501 .atm
Jadi % kesalahan =
1,501 1,500
x 100 % 0,08 %
1,500
f. PA = 3 Po 2 Pt
PA = 3 x 1,2 2 x 1,7625
PA
= 0,075.atm
43
[A]/ [B]
0
5
10
15
20
25
30
1,50
1,61
1,73
1,86
2,00
2,15
2,31
Pertanyaan :
a. Tunjukkan bahwa reaksi orde dua berbentuk :
r = k [A].[B]
b. Tentukan harga tetapan laju, k beserta satuannya :
Jawab :
a. Turunkan terlebih dahulu Ao, Bo, A, B , dan t dari hukum laju bentuk
differensial.
A+BX
-
dA
dB
dX
==
= k [A].[B]
dt
dt
dt
: [A] = [A] 0 X
[B] = [B] 0 X
:
dX
= k [A0 X ] [B0 X ]
dt
x
:
dengan teknik-teknik
dX
0 A0 X B0 X = k 0 dt
matematika, maka persamaan diatas dapat
B ln B0
A A0
= + ( B0 A0 ) k.t
44
Buatlah grafik ln [A]/ [B] terhadap t. Apabila diperoleh garis lurus, maka
terbukti bahwa laju reaksi adalah r = k [A].[B] dengan orde total = 2
b. Isi tabel berikut :
t, menit
[A] / [B]
Ln [A] / [B]
0
5
10
15
20
25
30
1,50
1,61
1,73
1,86
2,00
2,15
2,31
0,405
0,476
0,548
0,620
0,693
0,756
0,837
0,014
0,07.mol 1 L.menit 1
( B0 A0 )
hasil
Diikuti dengan mengukur harga t1/2 pada berbagai tekanan awal. Data
pengamatannya sebagai berikut :
P0,atm
t1/2, menit
0,4
0,8
1,2
1,6
2,0
2,4
84
71
64
60
56
54
Pertanyaan :
a. Turunkan terlebih dahulu hubungan antara t1/2, P0, orde rekasi, n dan
tetapan laju, k.
b. Tentukan orde reaksi ,n dan k
Jawab :
a. Hukum laju bentuk differensial :
-
dPA
dt
= kPAn
45
1 / 2 P0
P0
dPA
PAn
t1 / 2
dt
=k
t 0
1
P0
2
1 n
P0
1 n
( n 1 ) k .t1 / 2
1 1 n 1 n
P0 ( n 1 ) kt1 / 2
2
P0 1 n
( n 1 )k
1
2
t1 / 2
1 n
1 1 n
1 1 n
1
1
1
ln 1
ln t1 / 2
ln P0
ln ( n 1)k 1 n 2
1 n
1 n
buatlah grafik aluran ln P0 terhadap ln t1/2 dengan koefisien arah :
1
1
dan intersept :
1 n
1 n
1 1 n
ln ( n 1 ) k ln 1
2
dari koefisien arah dapat diperoleh orde reaksi dan dari intersept dapat
diperoleh harga tetapan laju .
5. Suatu reaksi diperkirakan memiliki persamaan laju berbentuk :
r = k [A] a [B]b
Pengamatan laju awal r0 ( dalam satuan mol.liter-1.menit-1 ) pada beberapa
konsentrasi ( mol.liter-1 ) dari A dan B adalah sebagai berikut :
No
[A]
[B]
r0
1
2
3
0,20
0,40
0,40
0,20
0,20
0,40
0,0140
0,0198
0,0560
46
4
5
6
Pertanyaan :
0,40
0,80
0,80
0,80
0,20
0,80
0,1580
0,280
0,2240
= k [A] a [B]b
Ln
= ln k + b ln [B] + a ln [A]
Ln r
= ln k + a ln [A]
Dengan ln k = ln k + b ln [B]
No
[A]
Ln [A]
r0
Ln r0
1
2
3
0,2
0,4
0,8
-1,609
-0,916
-0,223
0,0140
0,0198
0,0280
-4,269
-3,922
-3,575
[B]
0,2
0,4
0,8
Dengan ln k = ln k + a ln [A]
Ln [B]
-1,609
-0,916
-0,223
r0
0,0198
0,0560
0,01580
Ln r0
-3,922
-2, 882
-1, 845
47
BAB 5
Bagi reaksi sederhana, teori reaksi kimia menunjukkan bahwa persamaan lajunya
berupa pemfaktoran dari konsentrasi pereaksi. Jadi, dalam hal reaksi
H2 + Br = HBr + H
persamaan lajunya diberikan oleh
r k H 2 Br
Demikian pula, bagi dissosiasi spontan seperti
Br2 = 2Br
persamaan lajunya diberikan oleh
r = k[Br2]
Suatu reaksi kimia disebut sebagai reaksi rumit atau kompleks bila reaksi
tersebut tersusun atas beberapa reaksi sederhana. Karena itu, pada umumnya
persamaan
laju
reaksi
rumit
tidak
dapat
diturunkan
dari
persamaan
Tetapi, sebaliknya tak selalu berlaku. Artinya, bila persamaan laju mengikuti
persamaan stokiometrinya, reaksi tersebut belum tentu reaksi sederhana. Sebagai
contoh adalah H2 + I2, yang persamaan lajunya berupa pemfaktoran kedua
konsentrasi, tetapi penelitian terakhir menunjukkannya bukan suatu reaksi
sederhana.
48
HBr + H
5.2 Terdapat berbagai cara untuk menyusun reaksi-reaksi sederhana menjadi suatu
reaksi rumit. Untuk itu secara sederhana terdapat tiga macam susunan, yaitu :
a. Suatu reaksi paralel
b. Susunan reaksi berurutan/ konsekutif
c. Susunan reaksi berlawanan
Suatu susunan reaksi disebut sebagai parallel bila satu pereaksi secara bersamaan
dapat mengalami dua atau lebih reaksi yang berbeda, dengan produk yang berbeda
pula. Dengan begitu maka bagi susunan
k1
A + B
P1 +
k2
A + C
P2 +
d A
k1 AB k2 AC
dt
k1 B k2 C A
Suatu susunan reaksi disebut sebagai berurutan bila salah satu produk dari reaksi
pertama mengalami reaksi lebih lanjut pada reaksi kedua. Sebagai contoh adalah
dua reaksi pertama pada mekanisme dissosiasi etana, dengan kehadiran oksida
nitrogen :
k1
C2H6 + NO
C2H5 + HNO
k2
C2H5
H + C2H4
Disini C2H5 disebut zat antara, karena tidak terdapat dalam produk reaksi maupun
dalam pereaksi. Laju pembentukan C2H5 diberikan oleh
d C2 H 5
k1 C2 H 6 NO k2 C2 H 5
dt
Karena konsentrasinya tak dapat diamati, konsentrasi zat antara tidak akan
tersdapat dalam persamaan laju reaksi rumit bersangkutan.
49
Ini bukan suatu reaksi keserimbangan, karena lajunya tak harus sama pada kedua
arah.
Penyusunan persamaan laju berdasar mekanisma.
Suatu mekanisma yang berupa reaksi berurutan akan memiliki suatu zat antara.
Pada awal reaksi, konsentrasi zat antara ini nol yang kemudian bertambah; pada
saat yang sama zat ini mengalami reaksi pula, yang mengurangi konsentrasinya.
Bila laju pembentukan suatu saat seimbang dengan laju pengurangannya,
konsentrasinya akan kira-kira tetap selama selang waktu tertentu. Setelah itu akan
berkurang terus hingga pada akhir reaksi habis.
3.1 Dalam berbagai reaksi, selang waktu dimana konsentrasi zat antara ini relatif
konstan dapat cukup panjang. Selama masa ini bila X adalah zat antara, dapat
digunakan pendekatan
d X
0
dt
Sebagai contoh adalah suatu reaksi yang secara stokiometri diberikan oleh
A+B=C+D
50
a. Salah satu kemungkinan mekanisma reaksi, yang melibatkan suatu zat antara X,
adalah sebagai berikut
k1
A + B
X+D
k2
X
C
d C
k2 X
dt
ungkapan bagi konsentrasi X diperoleh dari pendekatan steady state bagi X, yaitu
d X
k1 AB k2 X 0
dt
X k1AB
k2
r k1 AB
X k1AB
k2
r k1 AB
51
3.2 Dalam mekanisme kedua, dimana terdapat reaksi berlawanan, bila kedua
tetapan laju dari reaksi berlawanan ini jauh lebih besar dari tetapan laju reaksi
terakhir
k1 k1 k2
maka reaksi terakhir tak berpengaruh pada pasangan reaksi berlawanan. Pasangan
reaksi ini praktis mengalami suatu kesetimbangan. Keadaan ini dapat
dimanfaatkan, yaitu
X k1AB
k1 D
sehingga persamaan laju menjadi
k k AB
r 1 2
k1 D
Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan kesetimbangan. Perhatikan bahwa ini
dapat diperoleh melalui pengabaian k2 dalam penyebut dari ungkapan persamaan
laju yang diperoleh melalui pendekatan steady state.
Keuntungan cara integrasi numerik secara langsung ini adalah dapat diamati
secara langsung pengaruh berbagai variabel pada jalan reaksi, seperti : konsentrasi
awal pereaksi, kehadiran katalis, perubahan harga tetapan laju, serta berbagai
faktor lain. Hal-hal ini sulit dipelajari bila digunakan kedua pendekatan di atas.
52
3
d COCl2
k Cl2 2 CO
dt
2Cl2
(ii) Cl + CO
COCl
k3
(iii) COCl + Cl2
COCl2 + Cl
Cl 2 K
Cl2 1
COCl K
CO Cl 2
yang menghasilkan ungkapan
COCl K1 2 K 2 Cl 12 CO
1
k Cl COCl
3
2
k3 K1 2 K 2 Cl2 2 CO
1
r k N 2O5
53
Semenjak kinetika reaksi ini dipelajari oleh Daniels dan Johnston di tahun 1921,
telah banyak menimbulkan kontroversi, karena disangka merupakan contoh suatu
reaksi dissosiasi unimolekul yang sebenarnya. Penelitian pengaruh berbagai
variabel menunjukkan bukan reaksi unimolekul. Untuk itu, saat ini mekanisme
yang diterima adalah sebagai berikut :
(i)
k1
NO2 + NO3
N2O5
k 1
k2
NO2 + O2 + NO
(iv) NO + N2O5
k3
3NO2
N2O5
yang diusulkan oleh Ogg. Penerapan pendekatan steady state bagi NO3 dan NO :
d NO3
k1 NO k1 k2 NO2 NO3 0
dt
d NO
k2 NO2 NO3 k3 NO N 2O5 0
dt
d N 2O5
k1N 2O5 k1NO2 NO3 k3 NO N 2O5
dt
2k1k2 N 2O5
k1 k2
sesuai pengamatan.
c. Reaksi penguraian ozon, yang terjadi pada permukaan-permukaan
2O3 = 3O2
yang dipelajari oleh Chapman dan Jones semenjak 1910 memiliki perilaku yang
rumit. Reaksi diamati berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen dan pada
keadaan oksigen berlebihan diamati berorde dua terhadap ozon.
Mekanisme yang saat ini diterima adalah dari Benson dan Axworthy (tahun
1957), yaitu
(i)
k1
O3 + M
O2 + O + M
k 1
(ii) O2 + O + M
O3 + M
54
k2
O + O3
2O2
(iii)
dengan laju reaksi
-
d O3
k 1 O3 M k1 O2 O M k2 O O3
dt
k1 O3 M
k1 O2 M k2 O3
LATIHAN
Reaksi Sederhana dan Reaksi Rumit
2I
( cepat ).1
I + H2
H2I
( cepat )2
H2 I + I
di dalam ungkapan laju 1 terlihat ada zat antara yaitu H2I dan I. Ungkapkan
zat antara tersebut ke dalam molekul-molekul yang stabil melalui pendekatan
kesetimbangan.
55
K1 =
[ I ]2
2
I K1 I 2 ...................2
[ I ]2
K2 =
H 2 I H I K I H ..................3
2
2
2
I H 2
r k3 K 2 I H 2 I
r k3 K 2 I H 2 .................4
2
r k3 K 2 K1 I 2 H 2
r k I 2 H 2 ............. terbukti
maka :
dengan k = k3K2K1
2. Diberikan mekanisme reaksi :
Cl2
Cl2 + Cl
Cl3 + CO
Buktikan hukum laju reaksi maju COCl2 adalah :
d COCl2
3/ 2
k3 Cl2 CO
dt
d COCl2
1/ 2
k 1 Cl2 COCl2
dt
di dalam persamaan laju 1 terlihat bahwa ada [Cl3] yang merupakan zat antara,
karena jumlah zat antara ini setiap saat konstan, maka perubahan terhadap
waktu dapat dianggap sama dengan nol.
56
d Cl3
k2 Cl Cl2 k 2 Cl3 0.............2
dt
untuk mendapatkan [Cl3] ternyata melibatkan zat antara lain yaitu [Cl] maka
berlaku juga
d Cl
0
dt
d Cl
2
2 k1 Cl2 2 k1 Cl 0.................3
dt
1/ 2
Cl k1
k1
Cl2 1 / 2 ..................4
k
k2 1
k1
Cl2 3 / 2 k 2 Cl3
Cl3 k2
k 2
K 2 K1
1/ 2
1/ 2
k1
k1
Cl2 3 / 2
Cl2 3 / 2 ...................5
d COCl2
k 3 COCl2 Cl2 ......................6
dt
dengan cara yang sama dengan reaksi maju, maka dapat diperoleh :
k
d COCl2
k 3 1
dt
k1
1/ 2
k 1 Cl2
1/ 2
b. Pendekatan kesetimbangan
Reaksi maju :
57
Cl2 1 / 2 COCL2
COCl2
K2
Cl3 .............7
Cl Cl2
d COCl2
k3 K 2 Cl Cl2 CO ..................8
dt
Cl 2 Cl K 1 / 2 Cl 1 / 2................9
K1
1
Cl2
Reaksi balik :
-
d COCl2
k3 COCl2 Cl .................10
dt
d COCl2
1/ 2
k 3 K1 COCl2
dt
CH 3 CHO
2
CHO
CO H
3
CH 3 CH 3CHO
CH 4 CH 3CO
4
CH 3 CO
CH 3 CO
5
H CH 3CHO
H 2 CH 3CO
6
2 CH 3
C2 H 6
58
d CH 4
k3 CH 3 CH 3CHO
dt
1.
d CH 3
k1 CH 3CHO h
dt
k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k6 CH 3
2
d CH 3CO
dt k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k5 H CH 3CHO
dt
d CH 3
k1 CH 3CHO
dt
k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k6 CH 3
2
4. 0
d CH 3CO
dt k3 CH 3 CH 3CHO k4 CH 3CO k5 H CH 3CHO
dt
1/ 2
CH 3 k1
k6
1/ 2
k
1
k6
CH 3CHO h1 / 2
I 1 / 2 .................5
k
d CH 4
k3 1
dt
k6
1/ 2
I 1 / 2 CH 3CHO
d CH 4
1/ 2
k I CH 3CHO
dt
59
Latihan soal :
1. Turunkan
hukum
laju
mekanisme
reaksi
k1
I2
k 1
2I
k2
I + H2
HI + H
k3
H + I2
HI + I
C 2 H 6 NO C 2 H 5 HNO
C2 H 5 H C2 H 4
H C2 H 6 C2 H 6 H 2
H NO HNO
C 2 H 5 HNO C 2 H 6 NO
tunjukkan hukum laju [C2H4] tidak dipengaruhi oleh adanya NO dengan
menggunakan pendekatan steady state.
d C 2 H 4 k1 k 2 k 3 k 4
dt
k 1 k 4
60
1/ 2
C 2 H 6
dD k A B
(Jawab :
)
dt 1 k 1 A
2
d N 2 O5
d NO
dt
dt
61
BAB 6
TEORI REAKSI UNIMOLEKULER
CH2
CH3CH=CH2
62
satu
sama
lain,
yaitu
dengan
tumbukan
bimokuler.
Dia
mempostulasikan bahwa ada selang waktu (time lag), antara aktivasi dan reaksi
dari molekul-molekul berenergi ini untuk memberikan produk. Sebagai
konsekuensinya, kebanyakan molekul berenergi bertabrakan dengan molekul
reaktan normal sebelum mereka dapat bereaksi, hilangnya kelebihan energi dan
terdeaktivasi. Asalkan laju deaktivasi lebih besar dibanding dekomposisi
unimolekuler dari molekul berenergi untuk memberikan produk, molekul
berenergi berada dalam kesetimbangan dengan molekul normal. Ini dihasilkan
dalam keadaan stasioner atau konsentrasi steady-state dari molekul-molekul
berenergi; yaitu konsentrasinya tetap dan tidak berubah dengan berjalannya
waktu. Pada tekanan tinggi kondisi ini dapat terpenuhi dan konsentrasi steadystate dari molekul berenergi proporsional terhadap konsentrasi molekul normal.
Laju reaksi, diberikan oleh laju konversi molekul berenergi menjadi produk,
proporsional terhadap konsentrasi molekul berenergi dan konsekuensinya juga
terhadap konsentrasi molekul normal. Oleh karena itu pada tekanan tinggi, reaksi
adalah orde satu.
Pada tekanan rendah laju deaktivasi menurun sejalan dengan menurunnya
laju tumbukan molekuler, dan laju konversi molekul berenergi menjadi produk
menjadi sebanding dengan laju deaktivasinya. Dibawah kondisi ini laju reaksi
tergantung pada laju aktivasi molekul-molekul berenergi (proses bimolekuler) dan
kinetika keseluruhan menjadi orde dua.
Mekanisme reaksi dapat direpresentasikan dengan proses berikut:
Aktivasi
k1
A + A A* + A
(1)
63
Deaktivasi
k-1
A* + A A + A
(-1)
Dekomposisi unimolekuler
k2
A* Produk
(2)
(6.1)
(6.2)
A * k1 A
k 1 A k 2
2
(6.3)
Laju reaksi (yaitu laju pembentukan produk) diberikan oleh laju reaksi (2)
k 2 A *
k1 k 2 A
k 1 A k 2
2
(6.4)
Pada tekanan tinggi dimana laju deaktivasi lebih besar dibanding laju konversi
menjadi produk, yaitu k-1[A][A*] >> k2[A*], persamaan 6.4 menjadi:
k1 k 2 [ A]
k [ A]
k 1
(6.5)
Oleh karena itu reaksi ini orde satu dan pembatas atau konstanta laju orde satu
tekanan tinggi k sama dengan k1k2/k-1.
64
Pada tekanan rendah, laju deaktivasi lebih kecil dari laju konversi ke
produk, sehingga k-1[A][A*] << k2[A*], sehingga persamaan 6.4 menjadi;
= k1[A]2
(6.6)
Oleh karena itu pada tekanan rendah reaksi termasuk orde dua.
Telah diperlihatkan bahwa teori Lindemann memprediksi perubahan orde
saat tekanan turun atau naik.
Misalkan laju reaksi pada sembarang tekanan diberikan oleh
= k[A]
(6.7)
dimana k adalah koefisien laju yang berubah terhadap tekanan. Dari persamaan
6.4 terlihat bahwa k diberikan oleh
k1 k 2 [ A]
k 1 [ A] k 2
k
1 k 2 [ A] / k 1
atau
(6.8)
Persamaan 6.8 memperkirakan bahwa plot k versus [A] akan terlihat seperti pada
gambar 6.1 dan k akan memiliki batas nilai k pada tekanan tinggi, tetapi jatuh ke
nol pada tekanan rendah.
65
k
1
1
1
k k1 k 2 k1 [ A]
(6.9)
Oleh karena itu plot 1/k versus 1/[A] seharusnya berupa garis lurus dengan slope
1/k1 seperti diperlihatkan pada gambar 6.2 untuk isomerisasi 1,1-dimetil
siklopropana yang dipelajari oleh Flowers dan Frey. Kembali ditemukan bahwa
deviasi dari linearitas terjadi pada tekanan tinggi. Teori modern reaksi
unimolekuler mengembangkan teori Lindemann dan mencari penjelasan deviasi
tersebut.
Gambar 6.2 Plot 1/k versus 1/p untuk isomerisasi 1,1-dimetil siklopropana
66
Bukti lebih lanjut untuk penguatan dasar teori Lindemann dapat diperoleh
saat reaksi dilakukan pada tekanan reaksi yang konstan dan tekanan total berubah
dengan penambahan gas inert M seperti nitrogen, argon atau xenon.
Mekanismenya direpresentasikan dengan
k1
A + M A* + M
k-1
A* + M A + M
k2
A* produk
Perlakuan steady-state terhadap mekanisme ini menghasilkan
k1 k 2 AM
k 1 M k 2
k1 k 2
A k A
k 1
k1 k 2 M
k 1 M k 2
diubah
k
1
1
1
k k1 k 2 k1 M
67
Suatu plot 1/k versus 1/[M] adalah linier, memperlihatkan bahwa gas inert yang
ditambahkan dapat menggantikan molekul reaktan sebagai aktivator atau
deaktivator. Eksperimen ini mengilustrasikan penguatan dasar mekanisme
Lindemann untuk reaksi unimolekuler.
(6.10)
k1
s 1! RT
s 1
exp E / RT
(6.11)
Lindemann
memprediksi
bahwa
dipertahankan hingga tekanan yang lebih rendah dibanding yang dapat diobsrevasi
secara eksperimen, ini disebabkan nilai k1 diperhitungkan dari persamaan 6.10
daripada 6.11.
Contoh 6.1
Hitung faktor frekuensi untuk reaksi pada 300 K dengan energi aktivasi 200 kJ
mol-1 dan s = 6 dengan mengasumsikan jumlah tumbukan Z1 = 1012 dm3 mol-1 s-1.
68
Z1 E
s 1! RT
s 1
200 x 10 3
dm 3 mol1s 1
8
.
31
x
300
19
3
2.8 x 10 dm mol 1s 1
1012
5!
Ini memberikan faktor frekuensi dan juga konstanta laju, dimana 10 kali lebih
besar daripada yang diprediksikan oleh teori tumbukan karena Z1 = 1012 dm3 mol-1
s-1. Ini berkaitan dengan laju aktivasi yang lebih besar dan sebagai hasilnya
ketergantungan orde satu jatuh pada tekanan yang lebih rendah dari yang
diprediksi oleh Lindemann.
Suatu ciri yang tidak memuaskan dari teori Hinshelwood adalah nilai s
ditentukan secara trial and error, dan pada kebanyakan kasus, kecocokan
eksperimental terbaik didapat dengan s sesuai dengan setengah dari jumlah total
derajat kebebasan vibrasional. Dimungkinkan bahwa sejumlah tertentu derajat
kebebasan total terlibat dalam pembentukan kompleks teraktivasi.
Dalam penjelasan teori terakhir mekanisme dasar untuk reaksi
unimolekuler terbaik direpresentasikan dengan modifikasi mekanisme Lindemann
berikut:
k1
A + A A* + A
(1)
k-1
A + A* A + A
(-1)
k2a
A* A
(2a)
k2b
A produk
(2b)
69
diprediksi oleh teori Lindemann akan tetapi selang keterlambatan waktu (time lag)
energisasi dan aktivasi atau reaksi sering relatif lama.
Gambar 6.3 Perbandingan kurva jatuh teoritis untuk isomerisasi siklo propana
pada 500oC
70
zBAB 7
PROSES PROSES ATOMIS
DAN RADIKAL BEBAS
mengambil
tempat
dalam
satu
langkah
berdasarkan
persamaan
oksida
nitrat,
Oksigen
dan
2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl
yang
71
produk. Tidak ada jalan yang dimungkinkan intermediet untuk terbentuk lagi.
Satu contoh reaksi kompleks tak-berantai adalah iodinasi aseton dalam larutan
asam, yang berlangsung seperti berikut:
Asam
CH3COCH3 CH3C=CH2
OH
CH3C=CH2 + I2 CH3CICH2I
OH
OH
CH3CICH2I HI + CH3COCH2I
OH
72
pengembangan secara kontinyu radikal bebas dalam sistem. Hal ini biasanya
muncul saat dalam satu atau lebih langkah satu radikal bebas bereaksi
menghasilkan dua atau lebih radikal bebas. Pada reaksi hidrogen-oksigen, dua
langkah seperti itu adalah:
H + O2 OH + O:
O: + H2 OH + H
Hal ini terjadi karena oksigen molekuler dan oksigen keadaan dasar adalah spesies
biradikal. Pada reaksi ini konsentrasi radikal bebas meningkat dengan sangat cepat
seperti diilustrasikan oleh Gambar 7.1 dan ini dikenal dengan pembentukan
cabang rantai (chain branching). Laju reaksi meningkat sangat cepat dan segera
menjadi tak terbatas (secara teoritis) menyebabkan terjadinya ledakan.
Gambar 7.1 Ilustrasi pertumbuhan cepat dalam jumlah radikal bebas melalui
pembentukan cabang
7.1.4 Pendekatan Keadaan Mantap atau Stasioner/tunak
Dalam proses rantai linier, kondisi keadaan mantap bisa segera berlaku. Setelah
waktu induksi yang sebentar saat konsentrasi radikal bebas meningkat,
konsentrasinya menjadi mantap atau tidak berubah dan tidak mengalami
73
perubahan sejalan dengan waktu hingga reaktan habis bereaksi. Ini berarti laju
saat radikal bebas terbentuk sama dengan laju saat zat t ersebut menghilang; yaitu
d radikal
0
dt
(7.1)
Adalah hal yang biasa untuk mengasumsikan bahwa semua radikal bebas dalam
sistem reaksi mencapai keadaan mantap dengan sangat cepat. Pendekatan ini amat
membantu dalam penurunan persamaan laju untuk proses rantai. Tanpa ini akan
diperlukan penyelesaian sejumlah persamaan diferensial. Hal tersbeut akan
menjadi pekerjaan yang membosankan tanpa bantuan komputer.
7.2 Reaksi Hidrogen-Bromine
Reaksi antara gas hidrogen dan bromine pada temperatur antara 200 dan 300oC
telah dipelajari oleh Bodenstein dan Lind pada 1906. Hasil riset ini kemudian
menunjukkan reaksi rantai linier. Kontras dengan reaksi H2 + I2 yang diduga
sebagai reaksi sederhana bimolekuler. Reaksi H2 + Br2 adalah contoh yang baik
reaksi rantai dan ia adalah contoh klasik yang biasa dikutip dalam kebanyakan
buku kimia fisik. Hal ini dapat ditunjukkan tidak hanya bahwa mekanisme yang
diusulkan konsisten dengan data eksperimental, tetapi langkah elementer lain
yang mungkin tidak penting dalam reaksi ini.
Hasil eksperimen Bodenstein dan Lind memberikan persamaan laju:
k H 2 Br2
d HBr
dt
1 k HBr /Br2
1/ 2
(7.2)
inisiasi rantai
(1)
k2
Br + H2
HBr + H
propagasi rantai
(2)
k3
H + Br2
HBr + Br
propagasi rantai
(3)
k-2
H + HBr
H2 + Br
inhibisi rantai
(-2)
k-1
Br + Br
Br2
terminasi rantai
(-1)
74
Ini semua memiliki karakteristik proses rantai linier. Langkah (1) adalah reaksi
inisiasi, langkah (2) dan (3) memperbanyak rantai, dan langkah (-1) adalah reaksi
terminasi. Langkah tak lazim reaksi (-2) dimana produk diserang oleh radikal
bebas. Hasilnya adalah contoh reaksi yang agak jarang dimana laju dipengaruhi
konsentrasi produk. Intermediet reaktif atau pembawa rantai adalah atom hidrogen
dan bromine. Yang secara kontinyu terbentuk oleh langkah propagasi.
Agar terlihat bahwa mekanisme yang diusulkan konsisten dengan hasil
eksperimen, diperlukan penurunan persamaan laju. Prosedur berikut adalah
petunjuk yang baik sebagai pendekatan umum untuk sembarang turunan.
(1)
(2)
(3)
(4)
(7.3)
(2) Aplikasikan pendekatan keadaan mantap pada [Br] dan [H] menghasilkan
d Br
2k1 Br2 k 2 Br H 2 k 3 H Br2
dt
2
k 2 H HBr 2k 1 Br 0
(7.4)
dan
d H
k 2 Br H 2 k 3 H Br2 k 2 H HBr 0
dt
75
(7.5)
2k1 Br2 2k 1 Br 0
2
sehingga
Br k1
k 1
1/ 2
Br2 1 / 2
(7.6)
k 2 H 2 Br
k 3 Br2 k 2 HBr
(7.7)
H k 2 k1 k 1 H 2 Br2
k 3 Br2 k 2 HBr
1/ 2
1/ 2
(7.8)
(7.9)
dt
k 3 Br2 k 2 HBr
1/ 2
3/ 2
dt
1 k 2 HBr k 3 Br2
1/ 2
1/ 2
(7.10)
76
Terlalu lambat untuk terlibat. Konsentrasi atom-atom H sekitar 10-6 kali dibanding
konsentrasi atom bromine, sehingga langkah terminasi yang melibatkan atom H
dapat diabaikan. Kesesuaian yang baik antara persamaan 7.10 dan persamaan laju
eksperimen juga mengindikasikan bahwa proses yang lain relatif lambat
dibanding (1), (2), (3), (-2) dan (-1).
7.3 Mekanisme Rice-Herzfeld
7.3.1 Eksperimen Kaca-Timbal Paneth
Salah satu teknik yang pertama digunakan untuk memperlihatkan pentingnya
radikal bebas dalam dekomposisi senyawa organik dalam fasa gas dikembangkan
oleh Paneth. Dia melewatkan sejumlah hidrogen melalui suatu wadah yang
mengandung tetrametil timbal. Aliran hidrogen jenuh dengan tetrametil timbal
melewati tabung reaksi seperti ditunjukkan pada gambar 7.2
moveable furnace
hidrogen
pompa
B
A
kaca timbal
tetrametil timbal
Gambar 7.2 Peralatan Paneth untuk pemisahan kaca timbal dengan metil radikal
Dekomposisi uap menghasilkan deposit timbal dan metil radikal bebas, yang
kemudian dipompa keluar.
Pb(CH3)4 Pb + 4CH3
(1)
77
radikal bebas terbentuk pada reaksi (1) menyerang kaca timbal pertama dan
membentuk tetrametil timbal yang volatil, yang kemudian dipompa keluar
Pb + 4CH3 Pb(CH3)4
(2)
Dengan meningkatnya jarak AB, semakin banyak metil radikal yang bergabung
kembali untuk membentuk etana:
CH3 + CH3 C2H6
(3)
Dan laju serangan metil terhadap timbal melalui reaksi (2) akan menurun.
k1
CH3 + CHO
(1)
k2
CH4 + CH3CO
(2)
k3
CH3 + CO
(3)
k4
H + CO
(4)
k5
H2 + CH3CO
(5)
k6
C2H6
(6)
Pada skema reaksi ini, tahap inisiasi menghasilkan radikal metil dan
formil. Radikal metil bereaksi memberikan metana dan radikal asetil. Radikal
formil dan asetil terdekomposisi dalam reaksi unimolekuler untuk menghasilkan
karbon monoksida dan radikal. Tahap terminasi utama menghasilkan etana.
78
Produk utama dari reaksi ini adalah CH4 dan CO, dengan H2 dan C2H6
dihasilkan sebagai produk minor. Persamaan laju eksperimen ditemukan sebagai:
d CH 3 CHO
3/ 2
k r CH 3 CHO
dt
(7.11)
d CH 3 CHO
k1 CH 3 CHO k 2 CH 3 CH 3 CHO k 5 H CH 3 CHO (7.12)
dt
d CHO
k1 CH 3 CHO k 4 CHO 0
dt
(7.14)
d CH 3 CO
k 2 CH 3 CH 3 CHO k 3 CH 3 CO k 5 H CH 3 CHO 0 (7.15)
dt
d H
k 4 CHO k 5 H CH 3 CHO 0
dt
(7.16)
(7.17)
Dengan cara yang sama, adisi persamaan 7.13 dan 7.15 menghasilkan:
k1[CH3CHO] 2k6[CH3]2 + k5[H] [CH3CHO] = 0
(7.18)
(7.19)
79
d CH 3 CHO
1/ 2
3/ 2
2k1 CH 3 CHO k 2 k1 / k 6 CH 3 CHO
dt
(7.20)
k 2 1
dt
k6
1/ 2
CH 3 CHO3 / 2
(7.21)
80
k
k r k 2 1
k6
1/ 2
A exp E / RT
A exp E
E E
A
A exp
2
1/ 2
1/ 2
1/ 2
A
6
/ RT
E
A1 exp E1 / RT
1
2
RT
E E2
1
2
E6
Karena energi aktivasi untuk tahap inisiasi sebesar 332 kJ mol-1, dan energi
aktivasi untuk tahap terminasi adalah nol, E dapat dihitung jika E 2 diketahui.
Dari photodekomposisi asetaldehid terkait nilai E 2
didapat 32 kJ mol-1.
E 32 12 (332 0) kJ mol 1
198 kJ mol 1
Hal ini sangat bersesuaian dengan nilai eksperimen untuk energi aktivasi 193 kJ
mol-1 dan terlihat lebih kecil dibanding energi (>332 kJ mol-1) yang dibutuhkan
untuk memutuskan ikatan C C yang sebenarnya.
besar.
Radikal
ini
akhirnya
mengalami
rekombinasi
atau
81
CH3COCH3
h
2CH3 + CO
R(CH2CHX)n-1CH2CHX+CH2=CHX R(CH2CHX)nCH2CHX
radikal ini terus tumbuh hingga mereka mengalami terminasi diantara dua proses
berikut ini :
(i)
Kinetika dari reaksi polimerisasi adisi dapat diturunkan dari mengikuti mekanisme
reaksi yang umum
ki
I
R1
p
R1 + M
R2
inisiasi
82
p
R2 + M
R3
Propagasi
R3 + M R4
kp
p
Rn-1 + M
Rn
kt
Rn + R1
Pn+1
terminasi
adalah sama dan dengan cara yang sama kt dapat diasumsikan menjadi konstanta
kecepatan untuk seluruh proses terminasi. Kecepatan inisiasi vi = ki [I], dimana ki
adalah konstanta kecepatan untuk inisiasi.
Penerapan dari pendekatan keadaan mantap terhadap radikal bebas dalam
sistem memberikan
d [ R1 ]
v i k p [ R1 ][ M ] k t [R1] ([R1] + [R2] + ) = 0
dt
dimana kt[R1]2 , kt[R1][ R2] dan seterusnya merupakan laju proses terminasi
masing-masing R1 + R1, R1 + R2, dst.
Oleh karena itu,
d [ R1 ]
v i k p [ R1 ][ M ] k t [ R1 ] [ R n ] 0
dt
n 1
juga
d [ R 2 ]
k p [ R1 ][ M ] k p [ R 2 ][ M ] k t [ R 2 ] [ R n ] 0
dt
n 1
radikal Rn diperoleh dari proses propagasi, tetapi hanya dapat hilang oleh proses
terminasi, oleh karena itu
d [ R n ]
k p [ R n 1 ][ M ] k t [ R n ] [ R n ] 0
dt
n 1
83
v i k t [ R n ] 0
n 1
[ R n ] i
kt
n 1
atau
v
[ R n ] i
n 1
kt
1/ 2
d M
k p M Rn
dt
n 1
atau
k p i
kt
1/ 2
(7.22)
84
diatas nilai kp/kt1/2 dapat ditentukan. Ini adalah konstanta karakteristik untuk
sembarang polimerisasi adisi.
85
Ini merupakan contoh klasik reaksi rantai bercabang dan telah dipelajari selama
bertahun-tahun. Laju ditemukan tergantung pada tekanan total dalam cara yang
karakteristik untuk semua reaksi rantai bercabang.
Misalkan reaksi diatas pada 550oC. Variasi laju terhadap tekanan total
ditunjukkan pada gambar 7.3. Pada tekanan rendah laju berubah secara linier
terhadap tekanan total seperti yang diharapkan pada reaksi rantai tak bercabang
normal. Pada tekanan sekitar 150 torr dan sekitar dibawah 250 torr, pengaruh
serupa teramati. Tapi pada tekanan antara 50 torr dan 250 torr terjadi ledakan.
Oleh karena itu batas ledakan yang disebut dengan batas ledakan pertama, kedua
dan ketiga terjadi seperti yang diperlihatkan.
Gambar 7.3 Variasi laju terhadap tekanan total untuk reaksi hidrogen-oksigen
Batas ledakan sangat tergantung temperatur seperti diilustrasikan pada
gambar 7.4. Dibawah 400oC reaksi berlangsung pada laju mantap tanpa ledakan
86
untuk interval range lebar dari tekanan total. Pada 500oC range tekanan sistem
dapat meledak mengecil, karena batas ledakan kedua terjadi pada tekanan lebih
rendah. Dengan cara yang sama pada temperatur ini batas ledakan ketiga terjadi
pada tekanan lebih tinggi dibanding pada 550oC. Pada temperatur lebih besar dari
600oC reaksi stabil pada tekanan rendah tapi akan meledak pada tekanan
selebihnya.
Gambar 7.4 Variasi batas ledakan terhadap temperatur untuk reaksi hidrogenoksigen
87
wadah lebih besar digunakan, radikal akan lebih terdifusi ke permukaan dan
ledakan lebih mungkin terjadi.
Tekanan saat batas ledakan kedua atau lebih tinggi terjadi ditemukan tidak
sensitif terhadap parameter permukaan ini dan oleh karenanya tidak tergantung
pada rekombinasi permukaan radikal. Diperkirakan pada tekanan tinggi radikal
terpisah oleh rekombinasi dalam fasa gas. Penambahan gas asing atau innert
kedalam campuran reaksi membantu rekombinasi fasa gas dan menurunkan batas
ledakan.
7.5.2 Kinetika Reaksi Rantai Bercabang
Teori kinetika reaksi rantai bercabang didasarkan atas penelitian Hinshelwood di
Inggris dan Semenov di Russia pada tahun 1930-an. Teori mereka dapat
diilustrasikan oleh perlakuan sederhana menggunakan mekanisme umum untuk
reaksi rantai bercabang.
I R
Inisiasi
R + P + R
Propagasi
R + R
Pencabangan
R + ?
Terminasi permukaan
R + ?
88
d [ R]
v i rb ( 1)[ R] rs [ R] rg [ R] 0
dt
(7.23)
dimana -1 adalah pertambahan radikal bebas pada reaksi bercabang, yang sering
sama dengan dua.
[ R]
vi
rs rg rb ( 1)
d [ P]
r p [ R]
dt
rp vi
(7.24)
rs rg rb ( 1)
Untuk kondisi keadaan mantap dapat ditahan, percabangan tidak boleh terjadi, itu
artinya = 1. Ketika cabang terjadi, menjadi lebih besar dari satu dan suku rb(
- 1) bertambah sehingga penyebut dalam persamaan 7.24 menurun. Oleh karena
itu dengan meningkatnya pencabangan, laju akan meningkat hingga penyebut
menjadi sma dengan nol atau laju menjadi tak terhingga. Ini adalah kondisi untuk
ledakan, yaitu:
rs + rg = rb( - 1)
(7.25)
Karena kondisi keadaan mantap tidak diterapkan, ini adalah suatu pendekatan dan
secara praktek laju bisa menjadi sangat besar bukan menjadi tak terbatas.
Jika teori ini diterapkan terhadap reaksi hidrogen-oksigen, batas pertama
dan kedua ledakan dapat diterangkan. Pada tekanan rendah rs besar sehingga rs +
rg > rb( - 1) Dengan meningkatnya tekanan rs turun hingga rs + rg= rb( - 1) saat
batas ledakan pertama teramati. Pada tekanan relatif tinggi rg akan tinggi sehingga
rs + rg > rb( - 1) dan sistem dalam keadaan stabil. Saat tekanan diturunkan rg
turun hingga rs + rg = rb( - 1) kembali dan batas ledakan kedua teramati.
Terjadinya batas ledakan ketiga baik ledakan termal atau oleh reaksi
pencabangan lebih lanjut lainnya, yang menyebabkan peningkatan tiba-tiba
konsentrasi radikal bebas. Sifat-sifat batas ledakan ketiga belum dipahami
seutuhnya.
89
BAB 8
90
kr v exp G RT
(8.1)
kr
kT
K
h
(8.2)
kr
G
kT
exp
h
RT
(8.3)
S
H
kT
exp
exp
h
R
RT
(8.4)
dan
kr
Dimana
G*
S*
= entropy aktivasi
= entalfi aktivasi
91
H2O
dalam reaksi netralisasi asam dan basa kuat adalah satu dari reaksi yang paling
cepat dengan konstanta laju 1,4,10 dm3 mol 5.
Bagaimanapun, banyak reaksi antara ion-ion prosesnya melibatkan perusakan dan
pembentukan ikatan kovalen pada laju yang dapat diukur, contoh reaksi
CH3Br + Cl-
CH3Cl + Br-
Dalam aseton pada 298 K mempunyai laju 5,9 . 10-3 dm3 mol-1s-1.
Banyak percobaan dan parameter-parameter lain yang telah diperlihatkan
untuk mempengaruhi laju reaksi normal, dalam hal ini hanya akan dibahas 3 efek
yang mempengaruhi laju reaksi normal tersebut :
92
1. Sifat pelarut
2. Sifat ion-ion
3. Kekuatan ion-ion di larutan
8.3.1. Sifat Pelarut
Pada persamaan 8.3 memperlihatkan bahwa konstanta laju reaksi bergantung pada
energi bebas aktivasi G*. Dalam reaksi ion-ion interaksi elektrostatik diantara
ion-ion menjadi sumbangan penting terhadap energi bebas aktivasi ion. Karena ini
adalah ukuran dari perubahan dalam energi bebas dari keadaan reaktan ke keadaan
teraktifasi, sumbangan elektristatik terhadap energi, bebas aktivasi bergantung
pada strukturterformulasi untuk keadaan teraktivasi.
Dua pendekatn yang telah dipakai dalam kedua pendekatan ii, diasumsikan bahwa
ion-ion berbentuk bila dengan muatan ZA dan ZB, alam pelarut yang mempunyai
tetapan dielektrik . Jika komplek teraktivasi membentuk bola rangkap seperti
dalam gambar 8.1, konstanta laju kr diberikan oleh
ln kr ln k0
Z A Z B e2
d ABkT
(8.5)
dimana :
dan
k0
= Muatan elektrik
93
2 kT
r
rA
rB
Hal yang penting diatas bahwa kedua pendekata ini memprediksikan bahwa plot
dari ln kr terhadap 1 akan linear. Jika model bola rangkap diaplikasikan, slope
2
adaah sama dengan Z A Z B e
d AB kT
94
exp S
X+
produk
95
aX
a A aB
(8.7)
AB A B
Oleh karena :
X K AB
A B
X
(8.8)
Telah diasumsikan bahwa laju reaksi diatas hanya bergantung pada konsentrasi
komplek teraktivasi sehingga laju reaksi v ditentukan oleh
v
d A
d B
k' X
dt
dt
(8.9)
v k ' K AB
A B
X
(8.1
tapi untuk reaksi ini laju v dan konstanta laju kr dihubungkan dengan
v kr AB
(8.11)
kr k ' K
A B
X
(8.12)
k0 adalah konstanta laju pada larutan encer tak berhingga (kekuatan ionik nol) bila
koefisien aktivitas sama dengan nol. Oleh karena itu dalam kondisi ini
k0 k ' K
96
sehingga
k r k0
A B
X
(8.13)
log10 kr log10 k0 log10 A B
X
(8.14)
Dari hukum pembatas Debye-Hiickel, koefisien aktivitas dari ion i dengan muatan
zi dihubungkan dengan kekuatan ionik I oleh
log10 i Azi
log10
A B
2
2
2
A I Z A Z B Z A Z B
X
Karena muatan pada komplek adalah jumlah dari dua muatan pada ion-ion yang
bereaksi yaitu
log10
A B
2 Az A z B I
X
(8.15)
log10 kr log10 k0 2 Az A z B I
(8.16)
log10 kr terhadap
intersep sama dengan log10 k0 . Untuk larutan encer pada 25 c, konstanta DebyeHiickel A 0,51 dm3/2mol-1/2.
Persamaan 8.16 dapat disusun kembali menjadi
k
log10 r 2 Az A z B I
ko
(8.17)
97
Terlihat bahwa untuk reaksi antara ion muatan sama slope adalah positif. Reaksi
demikian memperlihatkan bahwa efek garam positif;yaitu laju reaksi meningkat
dengan naiknya kekuatan ionik. Untuk reaksi antara ion muatan berlawanan slope
98
adalah negatif. Ini sesuai dengan efek garam negatif dan laju reaksi menurun
dengan meningkatnya kekuatan ionik. Reaksi antara ion dan mulekul netral seperti
asam atau hidroliis alkalin dari estes tidak memberikan efek garam primer.
V
p T
Atau
G
d ln K
RT
V
p T
dp T
memberikan
d ln K
V
RT
dp T
Volume aktivasi V didefinisikan sebagai perubahan dalam volume dalam
keadaan reaktan ke keadaan teraktivasi oleh karena itu :
d ln K
V
RT
dp T
(8.18)
d ln kr
dp
V
RT
T
(8.19)
Jika konstanta laju meningkat dengan naiknya tekanan, volume dari keadaan
teraktivasi adalah kurang daripada volume reaktan; V negatif. Sebaliknya,
konstanta laju turun dengan naiknya tekanan sesuai dengan V positif.
Dari hubungan diatas:
99
V
ln kr
p kons tan ta
RT
k0 adalah konstanta laju untuk reaksi pada tekanan nol. Oleh karena itu,
kons tan ta ln k0 dan
ln kr ln k0
V
p
RT
yaitu
log10 kr log10 k0
V
p
2,303RT
(8.20)
Plot log10 kr terhadap p adalah linear dan slope diberikan oleh V 2,303RT ,
sehingga V dapat ditentukan.
100
kesegala arah. Kabut bulat yang dirata-ratakan pada suatu selang waktu
disekeliling ion tertentu ini mempunyai muatan neto sama dengan ion sentralnya,
tetapi tandanya berlawanan, dan disebut atmosfer ionik. Energi, kemudian juga
potensial kimia ion sentra tertentu, turun karena adanya interaksi coulomb dengan
atmosfer ioniknya. Penurunan energi ini tampak sebagai selisih antara fungsi
Gibbs G dan nilai ideal G dari larutan, sehingga dapat ditunjukkan dengan
RT ln .
Model ini menghasilkan (informasi lanjutan) ungkapan bahwa pada konsentrasi
sangat rendah koefisien aktivitas dapat dihitung dari hukum pembatas DebyeHuckel.
log10 i Azi
25 c
(umumnya, A bergantung pada daya hantar relatif dan temperatur) dan I adalah
kekuatan ionik larutan.
I1
2
i
zi ci
zi adalah bilangan muatan ion I dan ci adalah ion. Seperti akan kita lihat, kekuatan
ion sangat berfariasi jika kita membahas larutan ion jumlahnya meliputi seluruh
ion yang ada didalam larutan, untuk kedua jenis ion dengan molalitas yang ada
didalam lerutan, untuk kedua jenis ion dengan molalitas m+ dan m-.
2
2
I 1 m z m z
2
101
BAB 9
REAKSI-REAKSI CEPAT
Bidang dari reaksi cepat banyak digunakan secara luas dengan
bertambahnya penggunaan dan otomatisasi peralatan perekaman elektronik.
Istilah reaksi cepat digunakan untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang sulit
diikuti secara kinetik dengan metode-metode konvensional. Secara umum reaksi
cepat ditandai dengan nilai konstanta reaksi (tergantung temperatur) yang besar.
Lebih tepatnya reaksi cepat memiliki energi aktivasi yang rendah, tetapi jika
konsentrasi reaktan cukup rendah maka kecepatan reaksi akan cukup kecil mirip
dengan yang terjadi pada reaksi unimolekuler. Dimana pada reaksi unimolekuler,
kecepatan dekomposisi akan sangat cepat, tetapi jika aktivasi efektif, kecepatan
konversi menjadi produk menjadi kecil.
Maka dari itu, reaksi cepat dapat didefinisikan sebagai reaksi dengan
waktu paruh kurang dari beberapa detik (yaitu, sama dengan respon manusia atau
waktu pencampuran reaktan) pada temperatur kamar menggunakan konsentrasi
reaktan konvensional (katakanlah 0.1 mol dm-3).
Beberapa contoh reaksi cepat telah dipelajari dengan beberapa teknik yang
akan dijelaskan pada bab ini, khususnya metode alir. Mereka secara beragam
melibatkan reaksi-reaksi radikal bebas. Peralatan analitik modern, cepat dan
senseitif cuku p baik untuk mendeteksi spesi radikal bebas yang hanya hadir
dalam hitungan milidetik.
Lebih banyak reaksi cepat fase cair yang telah dipelajari, khususnya reaksi
melibatkan ion dan elektron dalam larutan berair; yaitu
A B
k1
yang memiliki kecepatan konstan 1,4 x 1011 dm3 mol-1det-1 pada 25 C. Banyak
reaksi biologis penting seperti reaksi berkatalis enzim berlangsung sangat cepat.
Tabel 9.1 menunjukkan rentang waktu paruh dan teknik yang dapat digunakan.
102
Satu kemungkinan dari metode penelitian suatu reaksi cepat adalah dengan
menjalankan suatu reaksi pada kondisi eksperimental dimana reaksi berlangsung
pada kecepatan terukur. Suatu reaksi dengan energi aktivasi (misalnya, 100 kJ
mol-1) berlangsung sekitar 108 lebih lambat jika temperatur turun dari 300 ke 200
K. Jika konsentrasi reaksi untuk reaksi-raksi biomolekuler berkurang dari 0.1 mol
dm-3 ke 10-6 mol dm-3, kecepatan akan berlangsung 1010 lebih lambat. Namun
demikian, data yang didapatkan pada temperatur rendah atau dari larutan yang
encer biasanya tidak menarik dan secara umum mekanisme reaksi bisa saja sangat
berbeda. Ini merupakan pendekatan tidak langsung yang biasanya tidak
memuaskan.
TABEL 9.1.
Konvesional
103 1
1-10-3
1-10-6
NMR
1-10-5
10-4-10-9
Tekanan lompat
1-10-5
Temperatur lompat
1-10-6
Fluoresensi
10-6-10-9
Metode lain yang dapat digunakan untuk reaksi yang memiliki konstanta
kesetimbangan yang lebih besar, dimana reaksi
k1
A B
k1
Maka
k1 k1 K
103
Bila k-1 dapat diukur dan K diketahui, maka kecepatan maju dapat diukur.
Terdapat dua jalan yang dapat dipertimbangan dalam mendekati reaksi-reaksi
cepat, yaitu:
(i) Metode Gangguan
Suatu sistem dalam kesetimbangan dikenakan suatu gangguan dan reaksi
kesetimbangan ulang terjadi dengan sangat cepat.
9. 1. Metode Alir
Metode ini merupakan metode pertama yang ditemukan dan masih merupakan
metode penting saat ini. Perangkat awal merupakan hasil rancangan Hartridge dan
Roughton pada tahun 1923, seperti yang ditampilkan pada gambar 9.1. Perangkat
ini terdiri dari ruang pencampur dimana reaktan mengalir pada suatu dengan
kececpatan tinggi. Secara umum campuran dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometri absorpsi.
104
d A
dx
dimana
d A dx
dt
dt
dx
adalah kecepata alir. Jika kecepatan alir adalah 10 m/s dan
dt
pengamatan dilakukan pada jarak 1 cm (10-2 m) ari campuran dan kemudian jarak
ini setara dengan waktu reaksi (10-2/10) s = 10-3 s. Cara ini memungkinkan untuk
mempelajari waktu paruh dengan orde milidetik.
105
yang ditambahkan pada stream gas. Banyak teknik analitik yang dikembangkan
seperti spektroskopi emisi dan absorpsi, kemiluminesensi, spektroskopi massa
stream gas atau spektroskopi resonansi spin elektron.
Diantara eksperiment yang paling diminati adalah titrasi fase gas untuk
atom-atom, seperti yang ilustrasikan pada gambar 9. 2. Pada saat nitrogen bebas
oksigen dilewatkan pada bagian tidak bermuatan akan dihasilkan atom nitrogen.
Atom-atom itu kemudian berikatan kembali menhasilkan nitrogen tereksitasi dan
ditandai dengan emisi sinar kuning.
N + N
N2 *
Untuk meramalkan konsentrasi atom N pada penambahan uap oksida nitrat pada
saat atom oksigen terbentuk oleh reaksi
N2 + O
NO + M
106
NO2 + h
(i)
Reaktor Aduk
Reaktan ditambahkan ke dalam suatu reaktor aduk dan produk dipisahkan dari
reaktor dengan kecepatan yang sama. Analisis yang dilakukan terhadap produk di
dalam reaktor atau produk yang telah dipisahkan.
(ii)
Dua reaktan dicampur dalam suatu reaktor tube alir seperti yang digambarkan
pada 9.3. Aliran dilepaskan secara mendadak dengan suatu piston dengan
kecepatan yang sama dengan peralatan analitik yang dipakai. Reaksi pada titik
yang tetap diikuti dengan peralatan analitik.
Pada pencampuran atau aliran tinggi, aliran menjadi lebih encer dan dihasilkan
aliran turbulen. Untuk itu harus diperhatikan batasan maksimal dari penggunaan
kecepatan lair dan reaksi-reaksi dengan waktu paruh kurang dari 10-3 tidak dapat
dipelajari dengan metoda alir.
107
(ii)
Tekanan gas
Pada reaksi gas dengan menggunakan tabung alir tekanan rendah tekanan harus
vukup tinggi untuk menghindari perubahan konsntrasi yang diakibatkan oleh
difusi daripada reaksi kimia
(iii)
Volume reaktan
Pada awal percobaan dengan menggunakan metoda alir berupa tabung alir 5 mm,
3-4 L reaktan dikonsumsi untuk sekali pelaksanaan percobaan. Bila menggunakan
tabung yang lebih kecil akan menggurangi volume reaktan yang dikonsumsi
sampai 20-30 ml. Untuk reaktan-reaktan yang sangat mahal, penggunaan
suntuikan hipodermik yang dioperasikan secara mekanik dapat mengurangi
penggunaan reaktan sampai 6 ml untuk sekali pemakaian.
108
11.2. Nyala
Teknik ini juga merupakan teknik lama yang digunakan untuk mempelajari reaksi
kimia pada nyala stasioner. Jika reaktan bercampur dan berdifusi dalam nyala,
reaksi disebut proses difusi nyala. Sebaliknya, jika reaktan dicampur terlebih
dahulu sebelum dinyalakan, maka disebut deengan reaksi nyala pre-mixed.
Tekanan gas yang diumpankan ke dalam nyala menentukan sifat dan temperatur
nyala.
9.2.1. Nyala Encer
Pada tekanan rendah jejak bebas rata-rata antar molekul yang bertabrakan adalah
cukup panjang dan zone reaksi sangat besar. Resultan kenaikan temperatur kecil
dan nyala dikatakan sebagai nyala encer.
Banyak pekerjaan dengan metoda ini dikonsentrasikan pada reaksi logam
alkali dan halogen atau alkil halida. Suatu gas dilewati pemanas logam alkali dan
dihasilkan gas jenuh dengan uap logam berdifusi ke dalam uap halogen atau
halida pada tekanan rendah. Reaksi sebagai berikut
RCl Na
R Na Cl
dan
Cl2 Na
Cl Na Cl
terjadi pada nyala encer. Jika koefisien difusi diketahui, konstanta kecepatan dapat
ditentukan dari pengukuran dimensi zona nyala reaksi dan tekanan reaktan.
Namun harga dari koefisien difusi tidak cukup akurat bila pengamatan dilakukan
di bawah kondisi yang tidak begitu baik. Pembentukkan partikel produk padat
dalam nyala menyebabkan pengukuran menjadi lebih tidak pasti.
109
Spektrum emisi dari banyak spesi radikal seperti OH, NH, dan NH2
diamati pertama kali pada nyala panas. Nyala ini dihasilkan pada kondisi tidak
setimbang dimana temperatur elektronik, vibrasi dan translasi berbeda. Hasil dari
proses kemiluminesensi dan kemi-ionisasi secara efektif dapat dipelajari dalam
nyala ini.
110
Banyak dari energi cahaya diubah menjadi energi translasi yang tampil sebagai
energi kinetika dari radikal dan menghasilkan peningkatan mendadak temperatur.
Jika reaksi berlangsung pada fase cair atau dengan reaktan gas dalam lingkungan
gas inert untuk mendekati kondisi termal. Teknik spektra absorpsi dengan fotolisis
kilat dapat digunakan untuk menentukkan jarak ikatan dan momen inersia dari
radikal-radikal seperti NH2, C3, CHO dan ClO. Spesi triplet molekul-molekul
polisiklik pada fase gas atau cair juga dapat diamati dengan metode ini. Suatu
penelitian tentang perubahan laju intermidet-intermidet yang terbentuk dari
fotolisis kilat disebut dengan spektroskopi kinetika. Teknik ini telah digunakan
dalam mempelajari kinetika dari banyak dekomposisi fotokimia dan reaksi
oksidasi.
Spektroskopi kinetika dan pencatatan kinetika reaksi dilakukan pada suatu
seri foto spektra dengan interval waktu yang berbeda, setiap foto membutuhkan
percobaan terpisah. Jika sumber cahaya digantikan dengan pengganda-foto
(photomultiplier) dan emisi dari spesi yang diamati dengan pengganda-foto
dengan tampilan hasil sinyal pada layar osiloskop. Penggunaan pengganda-foto
untuk mempelajari kinetika di-istilahkan sebagai spektrometri kinetika. Teknik
telah banyak dimanfaatkan dalam mempelajari reaksi-reaksi yang melibatkan
radikal-radikal dan radikal-ion.
Sebagai contoh, fotolisis dari iod digunakan dalam mengukur kecepatan
rekombinasi atom-atom iod
I
I
M
I2 M
Dimana rekombinasi terjadi dengan keberadaan molekul ketiga, M, yaitu H2, Ar,
Ne dan CH4. Selain itu terjadi kompetisi antara reaksi di atas dengan reaksi.
I
I
I 2
I2 I2
(1)
Konsentrasi iod dapat diukur dengan mengamati intensitas berkas sempit cahaya
sekitar 500 nm, dan konsentrasi atom-atom iod ditentukan dari ungkapan
I t 2 I 2 0 I 2 t
(2)
111
Gambar 9.5. Spektrum NMR untuk etanol murni (a) Spektrum resolusi tinggi NMR (b)
Penggandaan gugus CH2 akibat keberadaan OH pada mekanisme pertukaran proton.
112
Perubahan lain dari spektrum dapat dilakukan dengan penambahan asam atau
basa, yang menyebabkan perpindahan proton hidroksil dari suatu alkohol atau
etanol.
ROH A
RO AH
Dengan demikian waktu paruh yang dapat diukur dengan percobaan proton MRI
adalah pada rentang 1 10-4s. Konstanta laju untuk reaksi
CH 3OH CH 3O
CH 3O CH 3OH
Gauges diletakan
sepanjang tube untuk mengukur kecepatan gelombag kejut. Pada saat diafragma
terbakar, gas kejut-nyala dialirkan ke bagian bawah tube dengan kecepatan
menekati kecepatan suara. Penampang kejut menunjukkan temperatur dan tekanan
dengan sangat tajam, profil resolusi tekanan tinggi. Konsekunsinya temperatur
diatas 5000 K akan dicapai dengan hitungan 1 s.
113
114
115
Suatu reaksi dalam jumlah besar yang dipelajri dengan reaksi nyala akan
membentuk reaksi umum
RX M
R MX
dimana R merupakan alkil, halogen atau atom hidrogen; X adalah atom halogen
dan M logam alkali. Logam alkali dan logam halida memiliki tekanan uap rendah
sehingga setiap molekul tidak dideteksi sebagai hasi kondensasi pada di dinding
vesel. Percobaan ini menunjukkan bawha spesi dengan penampang melintang
reaktif sekitar 0.1 nm2, MX akan mendekati arah dimana RX muncul.
9. 7. Metode-metode Relaksasi
Suatu sistem dalam keadaan setimbang yang diganggu secara tiba-tiba dengan
impuls (tekanan atau temperatur) menyebabkan sistem tersebut tidak lagi berada
dalam
keadaan
setimbang.
Kecepatan
dimana
reaksi
kimia
mencapai
HA H 2 O H 3O A
k2
Bila kecepatan k1 dan k-1 besar, maka metoda yang cocok adalah metoda relaksasi.
Misalkan a adalah konsentrasi total HA dan x konsentrasi ion dan x e adalah
konsentrasi pada keseimbangan baru.
Kecepatan reaksi tersebut adalah
dx
k1 (a x) k1 x 2
dt
Pada kesetimbangan
(9.3)
dx
0 , maka k1 (a xe ) k1 xe 2 atau
dt
k1a k1 xe k1 xe 2 0
(9.4)
d (x) dx
k1a k1 x k1 x 2
dt
dt
k1a k1 x xe k1 x xe
116
(9.5)
2
Kombinasi dari dua persamaan di atas dengan mengabaikan bagian pangkat yang
melibatkan x memberikan
d (x)
(k1 2k1 xe )x
dt
(9.6)
ln x (k1 2k1 xe )t C
Dimana C adalah konstanta, dimana t 0, x (x)0 maka C ln(x)0 . Maka
ln
(x)0
(k1 2k1 xe )t .
x
1
(k1 2k1 xe )t
k1
sehingga k1 dan k2 dapat dihitung. Dengan menggunakan
k1
Lonjatan temperatur
117
(ii)
Lonjatan tekanan
Teknik ini sangat efektif dengan perubahan volume yang relatif tinggi. Pada
teknik ini digunakan gelombang kejut atau tekanan hidrostatik dari diafragma.
(iii)
Bila larutan elektrolit lemah dikenakan medan listrik yang sangat besar (10 5
V/cm), Keseimbangan menjadi terganggu dan meningkatkan konstanta disosiasi.
Metode ini banyak digunakan untuk mengukur konstanta laju reaksi protonasi dan
deprotonasi, dimana difusi dapat dikontrol, 1010 dm3 mol-1s-1.
118
BAB 10
OSILASI KIMIA
Reaksi osilasi merupakan salah satu fenomena yang mengesankan yang
terjadi pada sistem reaksi kimia. Pada satu jenis reaksi, campuran kimia
mengalami reaksi dengan serangkain perubahan warna secara berkala. Contoh
lainnya seperti pemancaran gas secara berkala pada suatu reaksi kimia. Pada
sistem biologis, tentu saja akan banyak dijumpai osilasi reaksi, seperti reaksi
bioluminesensi kunang-kunang, siklus kewanitaan, pergantian warna bunga,
fenomena dinamis warna ikan louhan.
Seringkali, berosilasinya reaksi di-analogikan seperti osilasi pendulum dari
bagian satu ke bagian lainnya. Walaupun sesungguhnya tidaklah tepat, namun hal
ini cukup berguna dalam menjelaskan fenomena osilasi pada umumnya.
Perbedaan diantara keduanya terletak pada kesetimbangan yang dialami.
Pendulum berosilasi melewati keadaan kesetimbangan, tetapi tidak demikian
dengan reaksi kimia. Reaksi kimia yang berosilasi berlangsung jauh dari keadaan
setimbang, dimana suatu gangguan terhadap sistem reaksi tidak diatasi oleh
sistem. Bahkan pada keadaan lain, yang lebih jauh dari keadaan setimbang, sistem
reaksi akan mengalami fenomena meruang seperti struktur dissipasi. Struktur
dissipasi akibat reaksi kimia dapat dilihat pada tutul, lurik, bercak, spot kulit pada
beberapa hewan (misalnya zebra, macan, kucing, ikan). Selain itu, proses
metabolisme tubuh manusia sebagian besar merupakan sistem reaksi kimia yang
berosilasi.
10. 1. Latar Belakang Matematika
119
Xi
(10.1)
i 1
dan e adalah energi spesifik per unti massa. Kuantitas in menunjukkan persamaan
konservasi :
X i
d
v i X j T J i
t
(10.2)
e J th I E
t
(10.3)
(i = 1n)
120
Jid dan Jith merupakan vektor diffusi dan vektor aliran panas dan T merupakan
temperatur, vi adalah pembentukan i oleh semua reaksi kimia. Pada medium
homogen hal in akan diberikan oleh hukum fenomenologikal dari kimetika kimia,
misal secara umum, fungsi non linier dari Xj. Catatan, pada sistem terbuka i vi
0, E adalah medan listrik dan i adalah densitas arus yang diberikan dalam
persamaan :
n
i zi J i
(10.4)
i 1
dengan Zi adalah muatan per unit massa i. Kita harus menganggap bahwa I dan E
sangat lambat untuk mengabaikan efek magnetik dan efek polarisasi bergantung
waktu.
Sekarang jika gradien tidak begitu tinggi. Jid dan Jith bisa dinyatakan dalam
bagian fungsi yang tidak diketahui yang muncul pada persamaan 10.2 dan 10.3
oleh hubungan fenomenilogikal.
J i Di X i i X 1... X n T T D'i
d
J th T D'i
T
T2
i T
(10.6)
(10.5)
(10.7)
X i
vi
t
X T D X
j
i T
D 'i
i 1,...., n
T
T 2
121
(10.8)
(10.9)
i 1,...., n
X
j
(10.10)
Mereka menjadi persamaan diferensial biasa nonlinier dari jenis otonom (yaitu
dengan sisi tangan kanan yang tidak bergantung pada t). Teori matematika dari
beberapa persamaan telah dibentuk oleh peneliti yang diawali oleh Poincare,
khususnya pada kasusu dua variabel bebas. Sebaliknya, teori yang berhungan
terhadap persamaan diferensial parsial masih dalam bentuk yang sederhana.
Beberapa contoh eksperimen dari reaksi osilasi pada sistem homogenus sudah
diketahui. Selain itu, osilasi biokimia seperti proses glikolitik intermedit juga
sudah dibentuk dalam in vitro dibawah kondisi homogen. Pada semua kasus ini,
osilasi hanya bisa karena mekanisme kimia, ketika semua penyebab lainnya
seperti permukaan, makroskopik inhomogen, efek listrik telah dihilangkan. Maka
pembelajaran mengenai sistem dari persamaan 10.10 akan menyatakan kondisi
dibawah, dimana mekanisme kimia tergenerasi pada lingkungan osilasi.
Jika Xi(t) merupakan penyelesaian sistem 10.10. Kita anggap bahwa gerakan
didefinisikan pada interval waktu terbuka (0,) dan bahwa Xi(t) berada pada
interval. Jelasnya, tiap fungsi dari bentuk Xi(t + t0), dimana t0 merupakan
konstanta sebarang (fase), yang masih penyelesaian sistem. Secara luas
penyelesaian ditentukan dalam ruang n-dimensi dari Xj yang merupakan
lintasan c (atau orbit) sistem. Lingkungan dari lintasan tersebut dikarekteristik
oleh dua hal berikut :
1.
Stabilitas stuktur.
Suatu sistem yang secara struktur stabil jika struktur topologikal dari
lintasannya dari ruang Xn yang tidak efektif dengan penggangu yang kecil
memodifikasi bentuk persamaan evolusi (persamaan 10.10)
122
2.
Stabilitas Lyapounov
Suatu keadaan Xi(t) adalah (Lyapounov) stabil jika, diberikan e 0, yang
berada 0 seperti bahwa penyelesaian lainnyaXi0(t) dengan jarak dari
Xi pada waktu t0 bersisa dengan jarak e dari Xi untuk semua t t0. Jika,
selain itu, jarak [Xi(t) Xi0(t)] 0 sebagai t , Xi(t) akan menjadi stabil
secara asimtotik.
Dua hal ini dihubungkan sebagai berikut. Sebagai aturan, lingkungan dari
sitem kimia digambarkan oleh persamaan (10.10) tergantung pada harga sejumlah
parameter {A} yang digambarkan, sebagai contoh masukan substansi dari dunia
luar atau komposisi inisial campuran. Penyelesaian dari persamaan differensial
menjadi fungsi {A}. Kita anggap bahwa pada sekurangnya satu dari penyelesaian
memiliki lintasan stabil asimtotik. Jika untuk beberapa batas {A} penyelesaian ini
sangat halus tanpa memodifikasi kualitatif topologikal lintasan (sistem kemudian
stabil secara struktural), harga dari {A} disebut harga ordinary. Tetapi jika sudah
melewati harga {A} = {Ac} struktur topologikal lintasan berubah secara kualitatif
(sistem kemudian ditunjukkan untuk {A} ={Ac} yang secara struktur tidak stabil),
kita akan mengatakan bahwa {Ac} merupakan bagian kritis atau bifurkasi, harga.
Penyelesaian tertentu (seperti steady state) atau lintasan dari penyelesaian
persamaan (10) menjadi titik Lyapounov yang tidak stabil.
Suatu sifat elementer harus didapatkan dari sistem fisik yang pada keadaan
weel defined dan harus sesuai dengan model matematika yang menggambarkan
kelakuan makroskopik sistem yang secara struktur stabil. Sesungguhnya, sistem
fisik selalu merupakan subjek dari semua penggangu sebaik fluktuasinya. Tanpa
stabilitas strukturan, kelakuan sistem akan menyerupai random noise, yang
berlawanan dengan pengamatan umum. Ilustrasi singkat tentang hal ini adalah
gerakan dari sebuah pendulum yang model matematikanya adalah osilator
harmonik. Cara ini tergolong sistem konservatif, yaitu sistem yang mempunyai
konstanta gerak (regular), yang semuanya tidak stabil secara struktural. Tetapi
alaminya sebuah pendulum tidak pernah sebagai osilator harmonik. Hal ini
membuat sistem stabil secara struktur.
123
Disisi lain, terbukti terakumulasi sangat rapat untuk menunjukkan bahwa sistem
kimia menuju steady state di bawah kondisi tertentu dapat juga terjadi untuk
kondisi berbeda pada keadaan dimana konsentrasi{Xi(t)} menunjukkan osilasi
berkelanjutan dengan periode dan amplitudo yang reproducible. Pada terminologi
yang dikenalkan sebelumnya, pada kedua kasus harus mempunyai satu sistem
yang stabil secara struktur, tapi nyatanya struktur topologikal lintasannya pada
ruang Xn sedikit berbeda. Maka baik utnuk menarik kesimpulan bahwa bentuk
transisi dari steady state kepada kelakuan osilatori dihubungkan oleh fenomena
bifurkasi yang terjadi utnuk beberapa harga kritis dari parameter yang
mempengaruhi sistem. Pada titik ini penyelasaian steady state menjadi tidak stabil
(lyapounov). Sistem kemudian berubah menjadi bentuk baru yang dibawah
kondisi tertentu akan bisa menjadi osilasi berkelanjutan.
Osilasi kimia berkelanjutan merupakan contoh dari fenomena superkritikal
yang terjadi di luar transisi yang tidak stabil. Hal ini menunjukkan beberapa
fenomena fisik seperti ketidakstabilan pada dinamika fluida atau bahkan transisi
fase.
124
Dalam teori bifurkasi dua dimensional, Aturan utama diatur oleh lintasan
tertutup, yang dengan jelas menunjukkan gerak periodik. Pada sistem yang secara
struktur stabil, dua lintasan tertutup akan terpisah oleh jarak tertentu, yang disebut
dengan siklus batas. Sebaliknya, sistem yang secara struktur tidak stabil seperti
sistem konservatif dapat terhalang pada daerah asal tertentu dan lintasan tertutup
yang tidak tertentu. Amplitudo dan periodanya ditentukan oleh oleh kondisi
inisial, dimana pada kasus siklus batas mereka terdefinisi oleh sistemnya sendiri.
Hasil berikut sangat penting untuk membangun siklus batas :
Disekitar lintasan tertutup sedikitnya satu titik mewakili steady state.
Selanjutnya titik ini disebut titik tunggal. Kriteria negatif dari Bendixon. Jika
bentuk (v1/ X1 + v2 / X2) (lihat persamaan 10.10) tidak berubah tanda pada
daerah asal ruang (X1,X2), tidak akan terdapat siklus batas pada daerah asal ini.
Pernyataan ini juga membuktikan bahwa siklus batas hanya dapat timbul pada
sistem non-linier.
Bifurkasi dapat terjadi pada keadaan berikut :
(a). Siklus batas stabil dapat dibuat dari titik tunggal yang sifat stabilitasnya
berubah dari harga kritis dari parameternya. Terutama, pada kasus dimana
titik tunggal harus berlaku sebagai multiple focus. Hal ini berarti bahwa
pada titik kritis perturbasi kecil disekitar titik tunggal menimbulkan osilasi
tidak teredam. Kasus (a) sangat penting bagi osilasi.
(b). Siklus batas stabil dapat muncul dari multipel siklus batas. Akhirnya akan
muncul dari gabungan dari siklus batas stabil dan tidak stabil.
(c). Bifurkasi siklus batas yang lebih komplek dapat juga terjadi pada hadirnya
separatrices gabungan dua titik tunggal, satu diantaranya adalah saddle
point. Saddle poin adalah titik tunggal dimana perturbasi kecil disekitarnya
dapat terdekomposisi menjadi meningkat secara eksponensial. Suatu
Separatrix adalah lintasan dari sistem diferensial yang melalui titik tunggal.
Pada munculnya siklus batas, bifurkasi juga dapat meningkatkan titik tunggal
ganda. Tampilan terakhir dari keadaan kritis dimana dua titik tunggal bergabung.
Contoh sederhananya adalah gabungan antara saddle point
125
adalah titik tunggal disekitar mana perturbasi kecil baik meningkat atau menurun
secara eksponensial terhadap waktu.
(10.11)
dengan diS 0, dimana deS adalah aliran entropi karena pertukaran dengan
lingkungan, dan diS adalah produksi entropi didalam sistem karena proses
irreversibel seperti reaksi kimia, diffusi, konduksi panas (lihat juga (10) dan (13)).
Hukum kedua menghendaki diS 0. Untuk sistem terisolasi (deS = 0), hal ini
126
di
d J X 0
dt
(10.12)
J adalah kecepatan proses irreversibel (kecepatan reaksi kimia, diffusi dan aliran
panas) dan X adalah gaya penyesuai (afinitas kimia, gradien potensial
elektrokimia, gradien temperatur).
Dekat kesetimbangan, J adalah fungsi linier dari X dan (10) menjadi
kuadrat pada X. Ditunjukkan oleh Prigogine bahwa pada batas ini, dan utnuk
kondisi batas tidak bergantung waktu.
dP 0
dt
(10.13)
Tanda sama dengan menunjukkan steady state. Untuk sistem terbuka, hal ini
berarti pembentukan entropi minimum pada steady state (non-kesetimbangan) dan
stabilitas asimtotik dari keadaan ini dengan respek terhadap semua pengganggu.
Sebagai hasilnya, suatu pedoman dari osilasi berkelanjutan tidak terjadi bifurkasi
dari steady state pada daerah asal ini. Osilasi tidak bisa tertutup dari fenomena
kesetimbangan.
Pada sistem terisolasi, selain kesetimbangan tidak ada steady state. Arti
dari pertidaksamaan (13) pada kasus ini adalah bahwa osilasi tidak menempati
daerah di sekitar keadaan transisi.
127
ketidaksamaan yang akan menjamin stabilitas dari steady state atau keadaan
transisi. Satu bisa berasal dari kondisi stabilitas untuk beberapa keadaan. Hal ini
membuktikan bahwa stabilitas akan terjamin ketika :
2 P d J X 0
(10.14)
Jp dan Xp merupakan kelebihan aliran dan gaya karena deviasi dari keadaan
sistem pada keadaan pembanding yang stabilitasnya dicari. Deviasi ini mungkin
muncul dari gangguan acak atau gangguan sistematik yang ada pada sistem.
Persamaan 10.14 memberikan hubungan kriteria stabilitas termodinamika
universal untuk keadaan non setimbang. Pada sisi sebelah kesetimbangan,
ketidaksamaan selalu terpenuhi. Dengan kata lain, untuk sistem yang mengikuti
hukum kinetika linier dapat dilihat bahwa tanda ketidaksamaan tidak bisa dibalik
sebagai jarak dari peningkatan kesetimbangan. Sebaliknya, pada sistem non linier
yang bergerak menjauh dari kesetimbangan, pertidaksamaan pada persamaan 14
dapat menjadi kesalahan diluar harga kritis dari parameternya. Pada sistem
terbuka, hal ini akan dihasilkan pada bentuk deviasi dari cabang steady state yang
merupakan ekstrapolasi dari lingkungan tertutup ke lingkungan kesetimabngan
dan akan menjadi tidak stabil. Keadaan percabangan ini disebut sebagai cabang
termodinamika. Berdasarkan pada bagian sebelumnya, di luar ketidakstabilan
dapat terjadi osilasi berkelanjutan stabil dari siklus batas bifurkasi dari steady state
(tidak stabil). Perhatikan bahwa awal dari non linieritas untuk kenampakan siklus
batas, yang ditekankan dari bagian C, juga dibuktikan, secara bebas, pada analisis
termodinamika ini. Pada kesimpulannya, osilasi berkelanjutan pada sistem terbuka
dapat dimengerti sebagai fenomena superkritis yang muncul diluar daerah asal
stabilitas steady state pada cabang termodinamika. Maka, mereka termasuk pada
kelas struktur dissipasi, yang didefinisikan oleh Prigogine sebagai keadaan spasial
atau keadaan temporali yang terbentuk dan dipelihara oleh aliran senyawa dari
luar sistem, yaitu diakhiri oleh munculnya dissipasi dari proses irreversibel di
dalam sistem. Tapi dissipasi tampaknya menjadi faktor pelengkap dibawah
kondisi tertentu, berlawanan terhadap apa yang biasanya terjadi.
128
(10.15)
Bentuk div v (v1/X1) + (v2/X2) harus berubah tanda pada daerah (X1,
X2).
2.
Pada banyak kasus bifurkasi siklus batas dari multipel fokus dpat
dipecahkan dengan memakai determinan Jacobian :
129
v1
X 1 0
v2
X 2 0
v2
X 1 0
v2
X 2 0
(10.16)
dievaluasi pada steady state akan bernilai positif pada daerah dan diluar
harga kritis dan parameter diman div hilang.
v1 / X 1 0 v2 / X 2 0 v1 / X 2 0 v2 / X 1 0 0
(10.17)
Pada rumus ini perturbasi kecil berada disekitar steadi state akan
menyebabkan osilasi tidak teredam pada titik kritis.
Kebutuhan pada div v berarti bahwa pada sedikitnya satu dari (v1 / X1)0
harus disekitar titik kritis.
3.
Pada sedikitnya satu dari X1, X2 mengkatalisa hasil mereka sendiri, baik
secara langsung pada langkah reaksi autokatalitik atau secara tidak langsung
oleh aktivasi satu substansi yang membentuknya.
Contoh, anggap langkah reaksi autokatalitik :
K1
A X 1
2X1
(10.18)
K1
X 1 X 2
2X1
Kontribusi dari langkah langkah ini terhadap dX1 / dt, dX2 / dt adalah :
v1 k1AX1 k 2 X1X 2
(10.19)
v 2 k 2 X1X 2
kita lihat bahwa :
div v k 1 A k 2 X 2 k 2 X 1
yang berubah tanda untuk jumlah X2 yang besar. Catat bahwa persamaan 18
dengan sendirinya tidak dapat menunjukkan siklus batas tetapi butuk
pasangan dengan langkah tambahan.
Contoh dari aktivasi yang meningkatkan siklus batas pada sistem dua
variabel dibuat oleh model Selkov dari osilasi glikolitik yang didiskusikan
pada bagian di atas.
130
(10.20)
k2
k 2
X1
v1
k2x2
1 x 2
v 2 k 1 AX1
(10.21)
k 2 x2
1 x 2
v 2 x 1 k 1 A 0
v1 k2 k 2 X 2 (1 )
x 2
(1 X 2 ) 2
(10.22)
tambahan,
dapat
memberikan
peningkatan
pada
osilasi
berkelanjutan.
Untuk kriteria rumus disini, informasi penting bisa dijelaskan dengan
analisa bentuk bilinier (persamaan 10.14) yang muncul pada kondisi
stabilitas termodinamika.
131
5.
Bifurkasi
dari
siklus
batas
pada
langkah
steady
state
paksaan
132
BAB 11
REAKSI KATALITIK
Penambahan katalis pada suatu reaksi akan berakibat bertambahnya laju reaksi.
Katalis sangat berfungsi untuk efisiensi proses kimia dan menurunkan semua biaya
pembuatan. Telah dilakukan proses pemcarian katalis yang paling baik namun sampai
saat ini mekanisme sebagian besar katalis belum dapat dimengerti,
Perlu kita pahami bahwa katalis tak mempengaruhi secara langsung reaksi secara
thermodinamika. Katalis berfungsi untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan
reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi Haber Bosch :
N2 + 3H2 = 2NH3
Dengan diberinya katalis tak akan mengubah konstanta kesetimbangan reaksi, dengan
adanya katalis maka pada 450oC reaksi akan berjalan dengan baik dan spontan serta
ekonomis.
Katalis dapat menurunkan energi activasi suatu reaksi dengan perbedaan energi
Tanpa katalis
dengan katalis
E1(kat)
E1
E-1KatE-1
89
I. KATALIS HOMOGEN
Katalis ini mempunyai kesamaan phase dengan reaktan dan persentuhannnya tak
mempengaruhi laju reaksi, keaddaan yang demikian disebut katalis homogen. Sebagai
contoh :
Reaksi phase gas
CO + O2 CO2
Dengan adanya katalis NO2 maka prosesnya menjadi
CO2 + NO
CO + NO2
NO2
NO + O2
---------------------------------------------- CO2
CO + O2
Iodin uap juga dikenal sebagai katalis sejumlah reaksi pirolisis zat organik, dekomposisi
asetaldehid sebagai reaksi berantai dengan proses sebagai berikut :
k1
I2 == 2 Ik2
k3
I- + CH3CHO CH3CO - + HI
k4
CH3CO CH3 +
-
CO
90
k5
HI + CH3I CH4 - + I2
Sehingga diperoleh laju reaksi dengan pendekatan steady state dari intermediet adalah
- d(CH3CHO)/dt = k [I2]1/2[CH3CHO]
Mekanisme ini dapat dibandingkan
diterangkan pada bab sebelum ini (dikti:79), katalis iodin diperoleh kembali diakhir
reaksi.
II.KATALIS ASAM BASA
Sebagian besar reaksi katalis homogen adalah asam basa, seperti halnya reaksi
hidrolisis dari ester atau mutarotasi glukosa.
Dengan menganggap S adlah suatu subtrat denga suatu reaksi asam basa.
Sedang asam basa menurut Bronsted Lowry adalah :
HA + H2O H3O+ + AA- + H2O HA + OHMaka laju reaksi katalitik adalah:
r = kkat [S]
di mana kkat = ko + kH [H3O] + kOH [OH] + kHA [HA] + kA [A] dan k0
adalah laju tanpa katalis sedang yang lain adalah laju dengan katalis sesuai
dengan zatnya masing masing
91
Sebagian
Mekanismenya berdasar pada teori yang dipostulatkan Langmuir pada tahun 1916, yaitu :
1. Gerakan molekul gas kepermukaan berlangsung dengan konveksi atau difusi
92
2. Adsorpsi reaktan, dengan ikatan kimia yang kuat (kemisorpsi). Pada banyak
kasus di awali dulu dengan ikatan fisika
3. Reaksi antar molekul yang diadsorpsi
4. Desorpsi produk
5. Meninggalkan permukaan dengan konveksi atau difusi
CO(NH2)2 + H2O
2 NH3 + CO2
Urease
Enzim hanya dikenal untuk satu proses yang sfesifik, namun kinetikanya cukup sulit
karena enzim tak mudah didapatkan, artinya mekanismenya sangatlah komplek.
Mekanisme reksi enzimatis adalah sebagai berikut :
Suatu substrat S dikatalis dengan enzim E, mula mula terbentuk komplek subtrat
enzim, yang akhirnya akan kembali terpisah dan terbentuk produk, dengan gambaran
mekanisme
k1
E +S
====
ES
k2
k2
ES
==== Produk + E
93
Michaelis Menten telah menerangkan pengaruh konsentrasi subtrat pada laju reaksi. E
dan S adalah konsentrasi mula mula enzim dan subtrat, ES adalalah konsentrasi
komplek enzim subtrat, sedang konsentrasi enzim bebas adalah E ES, konsentrasi
subtrat senantiasa lebih besar dari enzim, karenanya konsentrasinya tak berubah. Maka
konstanta kesetimbangannya adalah
K = ({ E - ES } S) / ( ES )
Atau
ES = ( E S) / (K + S)
Bila asumsinya reaksi 2 sangat lambat, maka
= k2 ( ES)
= k2 ( E )( S) / (Km + S)
reaksi maksimum jika semua enzim membentuk komplek ES, yaitu ketika konsentrasi ES
sama dengan konsentrasi mula mula E, maka pada kondisi ini laju reaksi menjadi :
mak = k2 ( E)
masukkan kembali ke persamaan sebelumnya , menjadi
= mak ( S) / (Km + S)
= 1/mak
Dengan menggambar I/
(Km ) /mak
+ (Km ) /mak ( S)
versus 1/S akan diperoleh garis yang lurus dengan slope
94
1/
(Km ) /mak
}1/mak
1/S
Soal latihan :
1. Data berikut ini diperoleh dari dekomposisi glukosa pada 140 oC pada berbagai
konsentrasi katalis HCl :
104 k(kat)/min-1
6,10
9,67
13,6
17,9
1,08
1,97
2,95
3,94
10
20
40
100
3,87
7,78
15,7
32
79,9
95
3.3. Katalis
Katalis adalah zat yang ditambahkan pada reaksi kimia dengan tujuan untuk
mempercepat reaksi tersebut. Katalis dapat mempercepat reaksi kekanan atau kekiri
sehingga keadaan setimbang lebih cepat tercapai, katalis ini disebut dengan katalis
positif. Penambahan katalis juga dapat menghambat reaksi, katalis tersebut disebut katalis
negative atau anti katalis atau inhibitor.
Penambahan katalis akan mempengaruhi laju reaksi. Pada teori tumbukan dan
distribusi energi molecular Maxwell Boltzman pada gas, tumbukan-tumbukan
menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk
memulai suatu reaksi. Energi minimum yang diperlukan disebut dengan reaksi aktifitas
reaksi.
Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, heterogen dan homogen. Reaksi
heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan. Reaksi homogen,
katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan. Proses katalitik menggunakan
katalis heterogen dalam industri pertama kali pada tahun 1857, menggunakan Pt untuk
mengoksidasi SO2 menjadi SO3 dalam larutan asam.
Tabel 3.1. Beberapa contoh katalis heterogen dalam dunia industri
Reaksi
Katalis
Cr2O3 - Al2O3
Ni support
Hidrocraking
CO + 2H2 CH3OH
Mekanisme yang tepat dari katalis heterogen belum dimengerti secara sempurna.
Walaupun demikian tersedianya electron d dan orbital d pada atom-atom permukaan
katalis memegang peranan penting. Oleh karena itu aktifitas katalisis heterogen banyak
dilakukan pada sejumlah besar unsur peralihan (transisi) dan senyawa senyawanya.
Aktifitas katalis banyak dilakukan oleh sejumlah besar unsure peralihan (transisi)
dan senyawa senyawanya. Aktifitas katalisis banyak dilakukan oleh sejumlah besar
unsure peralihan (transisi) dan senyawanya. Tersedianya electron dan orbital d pada
atom-atom permukaan katalis memegang peranan penting. Persyaratan kunci dalam
katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan
katalis (Fessenden,1986).
Mekanisme dari katalis padat dengan reaktan fasa gas, dimana terjadi pembentukan
kompleks reaktan dengan katalis setelah pembentukan produk adalah sebagai berikut :
1. Reaktan terbawa oleh aliran gas pembawa sampai kepermukaan luar partikel katalis.
2. Difusi reaktan dari permukaan luar masuk melalui pori dalam partikel katalis.
3. Reaktan diadsorpsi pada sisi aktif katalis sehingga menimbulkan energi adsorpsi
4. Reaksi pembentukan produk antara permukaan sampai terjadinya produk.
5. Produk didesorpsi dari katalis keluar melalui pori bagian partikel katalis.
6. Difusi produk menuju permukaan luar partikel katalis.
7. Produk mengikuti aliran gas pembawa.
Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau
larutan diadsorpsi kepermukaan katalis. Tidak semua atom atom permukaan sama
efektifnya sebagai katalis, bagian yang efektif tersebut disebut sisi aktif katalis. Pada
dasarnya, katalis heterogen mencakup (1) adsorpsi pereaksi, (2) difusi pereaksi sepanjang
permukaan, (3) reaksi pada sisi aktif membentuk hasil reaksi yang diadsorpsi, dan (4)
lepasnya (desorpsi) hasil reaksi.
3.5.
Isoterm Adsorpsi
1. Isoterm Freundlich
Isoterm Freudlich merupakan salah satu persamaan yang menghubungkan
jumlah materi yang terserap dengan konsentrasi material dalam larutan :
m = K C1/n
dengan :
m
= konsentrasi
K dan n
= konstanta
= volume
= tekanan
K dan n
= konstanta
Isoterm Freundlich tidak dapat digunakan jika konsentrasi atau tekanan adsorbat
sangat besar.
2. Isoterm Langmuir
Proses adsorbsi dapat dijelaskan melalui proses kimia. Jika adsorbatnya gas,
kesetimbangannya :
A(g) + S
dengan :
A
= gas adsorbat
AS
x AS
xs P
dengan :
xAS = fraksi mol tertutup di permukaan
xs
= tekanan gas
Namun xAS lebih umum digunakan , sehingga xs = (1-) dan persaman sebelumnya
menjadi :
Kp
Kp
1 Kp
Jumlah substansi terserap, m akan sebanding dengan untuk adsorbent tetentu sehingga
m = b. Bila dikonversikan ke persamaan sebelumnya menjadi :
1 1
1
m b bKp
Dengan memplotkan 1/m dengan 1/p harga k dan b bisa ditentukan dari nilai slope dan
interseptnya.
1
1
C 1 P
W (( Po / P) 1 WmC WmC Po
....................
(1)
= Berat gas total yang terserap pada tekanan relatif P/Po (g gas/g adsorben)
Wm
Po
P/Po
= Tekanan relatif
= Tetapan BET
s
1
i
Persamaan BET (1) berupa garis lurus apabila dibuat grafik 1/W{(P/Po)-1}
versus P/P dan berat gas nitrogen yang membentuk lapisan satu lapis (monolayer), Wm
dapat ditentukan dari nilai slope (s) dan intersep (i) ini :
C 1
WmC
......................................................
(2)
Intersep
1
WmC
......................................................
(3)
Slope
Jadi
berat
nitrogen
yang
membentuk
monolayer
didapatkan
dari
Wm
1
(s i)
......................................................
(4)
Aplikasi metode BET ini dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan.
Untuk itu perlu diketahui luas rata-rata molekul gas teradsorp. Luas permukaan, S, dari
cuplikan diperoleh dari persamaan :
Ss
Wm N
x10 20 m 2
M
.............................................(5)
dengan :
N
sehingga diasumsikan semua pori terisi dengan adsorbat sebagai fasa terkondensasi.
Vp = Wa / l
Lowell, S & Shields, J.E (1984) juga menjelaskan mengenai penentuan rata-rata
ukuran pori dapat diperkirakan dari volume pori dengan mengasumsikan geometri pori
adalah silindris sehingga jari-jari pori rata-rata dapat dihitung dari rasio total volume pori
dan luas permukaan BET, sesuai dengan persamaan berikut :
rp = 2 Vp / Ss
dengan :
rp = Jari-jari pori rata-rata
Vp = Volume pori total
Ss = Luas permukaan spesifik
Grafik isoterm tipe III berbentuk konveks. Sistem ini relatif jarang dan
merupakan tipe dimana gaya adsorpsinya relatif rendah. Pada dasarnya dikarakteristik
oleh panas adsorpsi yang lebih kecil dari panas pencairan adsorbat. Oleh karena itu,
selama adsorpsi berlangsung, adsorpsi tambahan lebih mudah terjadi karena interaksi
adsorbat dengan lapisan yang menyerap lebih besar daripada interaksi dengan permukaan
adsorben.
Isoterm tipe IV terjadi pada adsorben yang memiliki jari-jari pori sebesar 15
1000 . Saat nilai P/Po kecil, tipe isotermnya mirip tipe II namun peningkatan adsorpsi
menyolok sekali pada nilai P/Po yang lebih besar yakni saat kondensasi pori (kapilaritas)
terjadi.
Isoterm tipe V sama dengan tipe III namun kondensasi pori terjadi pada nilai
P/Po yang lebih tinggi. Tipe ini relatif jarang ditemui. Ukuran pori untuk isoterm ini sama
range pori tipe IV.
2.
Adsorpsi Kimia
Jika molekul teradsorpsi bereaksi secara kimia dengan permukaan, fenomena ini
disebut kemisorpsi. Karena ikatan kimia diputuskan dan dibentuk dalam proses
kemisorpsi maka panas adsorpsi mempunyai range nilai yang sama dengan reaksi kimia
(mencapai 400 KJ). (Castelan, 1982)
Menurut Cheremisinorff (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi
antara lain :
1. sifat fisika dan kimia adsorben yaitu luas permukaan, ukuran pori dan
komposisi kimia
2. sifat fisika dan kimia adsorbat yaitu ukuran molekul, polaritas molekul dan
komposisi kimia
3. sifat fase cairan yaitu pH dan suhu
4. konsentrasi dari fasa terserap untuk fasa cair
5. waktu kontak antara fasa terserap dengan adsorben
Ada beberapa aspek kemisorpsi yang menarik khususnya dalam katalis yaitu:
1. kecepatan adsorpsi kemisorpsi reaktan atau desorpsi produk terindikasi lambat
dan oleh sebab itu merupakan tahap penentu laju dalam katalitik.
3.6.Mekanisme Langmuir-Hinshelwood
Asumsi utama pada mekanisme Langmuir-Hinshelwood (Gasser, 1985)
adalah:
1. Reaksi permukaan adalah tahap penentuan laju.
2. Isoterm Langmuir dapat dipakai untuk mendeskripsikan keseimbangan antara
fase gas dan reaktan teradsorpsi.
3. Reaktan teradsorpsi bersaing pada sisi permukaan.
4. Pada reaksi bimolekular, reaksinya terjadi pada 2 spesies teradsorpsi.
Pada umumnya, reaksi permukaan tidak berbeda dengan reaksi fasa gas atau
larutan. Perbedaan utamanya adalah energi bebas pada keadaan intermediet lebih
rendah pada reaksi permukaan daripada dalam keadaan gas. Sehingga ini
mengakibatkan laju reaksi pada reaksi permukaan lebih tinggi daripada fasa gas
atau larutan.
Ada tiga tipe umum reaksi permukaan; yaitu reaksi permukaan yang
mengikuti mekanisme Langmuir-Hinshelwood, reaksi permukaan yang mengikuti
mekanisme Rideal-Eley dan reaksi permukaan yang mengikuti mekanisme
A
B
B A
B A
A B
B A
Langmuir - Hinshelwood
A
B A
B A
B A
Rideal - Eley
B
B
A
B A
B A
B A
Precursor
sebaliknya mengikuti Rideal-Eley. Jika produk sebuah precursor, maka salah satu
reaksi harus mengikuti mekanisme Precursor.
B A
A
B
BA
BA
A B
BA
Langmuir - Hinshelwood
A
BA
BA
BA
Rideal - Eley
B
B
A
BA
BA
BA
Precursor