Anda di halaman 1dari 13

B.

TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


B. 1 Survei Hidrografi
B. 1.1 Persiapan Administrasi dan Teknis
1. Administrasi
a. Administrasi, untuk memenuhi persyaratan administrasi yang diperlukan antara lain:
Dokumen kontrak
Laporan Pendahuluan, dan
Dokumen administratif lainyang diperlukan, misal surat tugas.
b. Koordinasi dengan Pusat PKLP - BIG terkait dengan rencana pelaksanaan kegiatan
surveii hidrografi dan pembuatan Peta LPI.
c. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat (Bappeda) dan instansi lain terkait,
sebagai bentuk pemberitahuan adanya kegiatan survei.

2. Teknis
a. Survei pendahuluan, dilakukan pihak Pelaksanauntuk mendapatkan gambaranyang lebih
nyata tentangkondisi daerah survei, dengan tujuan untuk menyempurnakan perencanaan
yang telahdibuat. Kegiatan yangdilakukandalamsurveipendahuluaninisebagaiberikut:
Verifikasi hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan Pusat PKLP di wilayah kerja
yang ditentukan terkait : lokasi titik kontrol (BM) BIG, lokasi stasiun pasut, lokasi
stasiun pengukuran/pengamatan lainnya, lokasi base camp, informasi sarana
transportasi dan logistik, informasi kapal survei yang digunakan dan penyewaannya.
Penentuan Lokasi titik kontrol dan stasiun pasut oleh pihak pelaksana
Hasil pelaksanaan survei pendahuluan ini harus didokumentasikan dan dibuat
laporannya.
b. Sewa kapal survei yang digunakan, untuk pemilihan jenis kapal survei disesuaikan dengan
kondisi perairan yang disurvei, dengan pertimbangan diantaranya adalah diusahakan
menggunakan kapal setempat, dan sudah biasa digunakan untuk berlayar di daerah
survei termasuk awak kapalnya.
Dalam pelaksanaan survei digunakan 2 (dua) jenis kapal, yaitu :
Kapal Survei utama, yaitu kapal yang digunakan untuk pemeruman. Kapal ini
berukuran sedang, jumlah minimal yang dipakai 2 (dua) kapal, jika memungkinkan dan
untuk mempercepat pekerjaan diusahakan lebih dari 2 (dua)kapal.
Kapal Survei kecil, yaitu kapal yang digunakan untuk pengukuran antara nol
kedalaman sampai dengan kedalaman yang mampu dicapai oleh kapal survei utama.
Dalam pemilihan kapal ini ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, yaitu :
Kemampuan mesin kapal yang digunakan.
Diutamakan kapal memiliki mesin cadangan.
Kapal yang digunakan dapat mencapai daerah dangkal.
Kecepatan kapal pada saat survei mempunyai kecepatan ratarata 5 7knot.
c. Penyiapan peralatan survei
Pihak Pelaksana memberikan surat keterangan kalibrasi atau kelayakan peralatan dari
vendor/distributor tentang seluruh peralatan survei.
e. Presentasi dan pelaporan hasil survei pendahuluan oleh pihak Pelaksana kepada Pusat
PKLP.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

40

Dalam tahap ini pihak Pelaksana harus segera memenuhi persyaratan yang diperlukan
dengan melakukan koordinasi, persetujuan rencana detail pelaksanaan dengan Tim Supervisi
Pusat PKLP.

B.1.2 Pengumpulan Data Penunjang Survei.


1. Peta Cetak dan Citra Satelit
Merujuk pada poin A.6

2. Dokumen JKH dan JKV, dan Data Lainnya


Merujuk pada poin A.6

B. 1.3 Perencanaan Survei Detil


Rencana Jadual Survei
Rencana penjadualan kegiatan survei dalam bentuk time Tabel, dimulai dengan
mobilisasi (personil dan peralatan), pelaksanaan survei, dan diakhiri dengan demobilisasi
(personil dan peralatan). Termasuk di dalamnya adalah pembagian kerja personil (penangung
jawab lapangan dan surveior).

Pembuatan Peta Kerja


a. Pembuatan Peta Kerja Pemeruman, sesuai skala sebenarnya tiap NLP, dalam bentuk
digital dan cetak, untuk dapat menjadi acuan bagi pihak Pelaksana dan Tim Supervisi
untuk pengawasannya. Dalam peta ini terdapat obyek utama yaitu lajur pemeruman, yang
terdiri dari:
Lajur utama, dimana lajur ini sedapat mungkin harus tegak lurus garis pantai dengan
interval maksimal 1 cm pada skala survei. Jarak yang memadai antara lajur perum dari
berbagai orde survei sudah diisyaratkan dalam IHO SP-44. Berdasarkan prosedur
tersebut harus ditentukan apakah perlu dilakukan suatu langkah dengan memperapat
atau memperlebar lajur perum.
Lajur silang, yaitu lajur yang diperlukan untuk memastikan ketelitian posisi pemeruman
dan reduksi pasut. Jarak antar lajur silang adalah 10 kali lebar lajur perum utama dan
membentuk sudut antara 60O sampai 90O terhadap lajur perum utama. Lajur silang
tambahan bisa ditambahkan pada daerah yang direkomendasikan atau terdapat
keragu-raguan. Jika terdapat perbedaan yang melebihi toleransi yang ditetapkan
(sesuai dengan ordenya) harus dilakukan uji lanjutan dalam suatu pemeriksaansecara
sistematik terhadap sumbersumber kesalahan penyebabnya.Setiap ketidakcocokan
harus ditindaklanjuti dengan cara pemeriksaanatau survei ulang selama kegiatan
survei berlangsung. Apabila panjang lajur perum utama kurang dari 10 kali intervalnya,
maka harus tetap dibuat lajur silang.
Posisi koordinat awal dan akhir lajur (hasil identifikasi diatas peta kerja) dicatat dan
dimasukkan kedalam perangkat lunak pengumpulan/akuisisi data untuk pelaksanaan
pemeruman.
Setiap lajur diberi inisial dan nomor sesuai jenisnya, misalnya:
Lajur utama diberi inisial U nomor 1 s/d n, dimana n adalah jumlah lajur utama.
Lajur silang diberi inisial S nomor 1 s/d n, dimana n adalah jumlah lajur silang.

Untuk daerah bersebelahan dengan paket lainnya diwajibkan untuk melakukan


pemeruman sejauh 2,5 mil ke NLP paket bersebelahan, sehingga ada pertampalan 5
mil pada daerah tersebut. Kedua pelaksana diwajibkan untuk bertukar data hasil
pemeruman overlap tersebut.

b. Pembuatan Peta Kerja Pendukung,sesuai skala sebenarnya tiap NLP, dalam bentuk
digital dan cetak untuk visualisasi:
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

41

Sebaran Lokasi Stasiun Pasut.


Pengukuran/Penentuan Garis Pantai.
Pengukuran Titik Kontrol Horisontal.
Sebaran Lokasi Stasiun Arus.
Sebaran Lokasi Sampel Dasar Laut.
Sebaran Pengamatan Sifat fisik Air laut.

Mobilisasi dan Demobilisasi


Aktivitas pemberangkatan tim dan peralatan ke lokasi survei untuk pelaksanaan pekerjaan
survei hidrografi. Demobilisasi merupakan proses pemulangan tim survei dan peralatan
setelah menyelesaikan tugas dilapangan

B. 1.4 Pelaksanaan Survei Utama.


1. Pengukuran titik kontrol horisontal
Secara umum pengukuran dengan tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan lokasi pemasangan BM dilakukan di atas peta kerja yang ada, dengan
acuan sebagai berikut:
Sebagai titik referensi digunakan titik orde-1 milik BIG yang ada di sekitar lokasi survei.
Koordinat pendekatan (sementara) posisi pemasangan BM dihitung dari hasil
interpretasi di peta kerja, langkah ini untuk mempermudah pelacakan posisinya di
lapangan.
b. Rencana pemasangan BM dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tentukan Lokasi BM N1 milik BIG sebagai titik refensi pengikatan BM
Lacak posisi rencana penempatan BM dengan menggunakan GPS handheld sesuai
dengan koordinat pendekatan
Tentukan lokasi posisi BM yang bebas pandang (yang mempunyai obstruksi di atas
elevasi 15O) agar dalam pelaksanaan pengamatan GPS memperoleh hasil yang
maksimal.
Letak pemasangan BM harus berada di atas muka air pada saat air pasang tertinggi di
lokasi tersebut dengan kondisi struktur tanahnya yang stabil
Apabila letak rencana pemasangan BM terletak atau jatuh di hutan bakau atau
bervegetasi tertutup maka harus dilakukan land clearing terlebih dahulu sampai daerah
tersebut obstruksinya di atas elevasi 15O.
Apabila terjadi pergeseran/perubahan lokasi BM, harus segera dilaporkan kepada Tim
Supervisi.
c. Pembuatan dan Pemasangan BM.
BM yang dibuat mengikuti spesifikasi standar pilar GPS orde 1 milik BIG. Lebih detail
mengikuti SNI Jaringkontrol Horisontal (SNI.19-6724-2002).
d. Perencanaan peralatan yang digunakan.
Jenis dan spesifikasi alat GPS yang
dipergunakan berpengaruh kepada lama
pengamatan satelit. Untuk itu perlu direncanakan jenis alat yang digunakan sesuai dengan
orde GPS yang diamati.
e. Perencanaan jadual perpindahan tim.
Rencana mobilisasi antar tim pengamatan ini sangat berpengaruh terhadap efektifitas dan
efisiensi waktu pengamatan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap waktu
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan.
Dalam merencanakan jadual perpindahan antar tim pengamatan ini perlu memperhatikan
halhal sebagai berikut:
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

42

Akses jalan menuju ke masing-masing lokasi titik yang diamati.


Kontinuitas antar session pengamatan.
Keberadaan titik sekutu.
f. Metode dan tahapan pengukuran/pengamatan.
Metode pengukuran yang digunakan adalah Static Positioning dengan pengamatan
Diffrence Carrier Beat Phase, yaitu pengamatan terhadap fase gelombang pembawa
untuk menentukan panjang vector baseline. Moda pengamatan yang dilakukan yaitu moda
radial sehingga menggunakan GPS. Spesifikasi yang perlu diperhatikan, yaitu:
pengamatan satelit GPS minimal melibatkan penggunaan 3 (tiga) penerima (receiver)
GPS secara bersamaan
setiap penerima GPS yang digunakan sebaiknya dapat menyimpan data minimum
untuk satu hari pengamatan
pada setiap titik, ketinggian dari antena harus diukur sebelum dan sesudah
pengamatan satelit
di akhir suatu hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut harus
diungguhkan (download) ke komputer dan disimpan sebagai cadangan (backup)
setiap kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kualitas data pengamatan yang harus dicatat
Tabel 17. Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol

Item
Metode pengamatan
Lama pengamatan per sesi (minimum)
Data pengamatan utama untukpenentuan posisi
Moda pengamatan
Pengamatan independen di setiap titik
Interval data pengamatan (detik)
Jumlah satelit minimum
Nilai PDOP yang diperlukan
Elevasi satelit minimum
Pengamatan data meteorologist

Keterangan
survei GPS
8 jam
fase satu
frekuensi
radial
15
4 satelit
lebih kecil dari
10
150
tidak

Gambar 5. Desain Pengukuran GPS Moda Radial (Hasanuddin, 2007)

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

43

Tahapan pelaksanaan pengukuran sebagai berikut:


Perekaman dilakukan ketika receiver telah menangkap minimal 6 sinyal satelit dengan
GDOP lebih kecil dari 8
Pelaksanaan pengukuran dimulai dari titik referensi patok BM N atau N1 BIG sebagai
pengikat BM lainnya
Titik pengamatan BM ditentukan pertama dari yang paling dekat dari BM N atau N1
BIG dan lama pengamatan sesuai jaraknya. setelah selesai pengamatan alat dilakukan
pemindahan ke BM berikutnya sampai seluruh BM selesai dilakukan
Pengamatan dilakukan secara simultan pada jam/waktu yang sama di masingmasing
stasiun dengan jumlah receiver (dalam hal ini 2 buah receiver), dan mampu merekam
data sinyal minimal selama 8 jam.
Apabila jarak dari BM N1 terlalu jauh maka dicari BM N1 terdekat yang lainnya

2. Pengamatan pasang surut


Datum vertikal mengacu pada muka surutan yang ditentukan melalui pengamatan pasut pada
stasiun permanen atau temporal yang dilakukan minimal selama 90 hari. Nilai datum
ditetapkan dari nilai hitungan Lowest Astronomical Tide (LAT) pada stasiun pasut utama.
Pengamatan pasang surut pada kegiatan survei hidrografi bertujuan untuk menentukan
bidang acuan kedalaman (muka air laut rerata, muka surutan) serta menentukan koreksi hasil
pemeruman. Dengan ketentuan sebagai berikut :
Dilaksanakan dengan menggunakan palem atau tide gauge.
Pengamatan mencakup area survei batimetri dan jumlah stasiun pasang surut harus
disesuaikan dengan luas area survei serta kondisi fisik perairan/morfologi pantai.
Untuk pengamatan pasut dengan AWLR digunakan sampling rate data 5 menit.
Untuk keperluan penghitungan dan peramalan lama pengamatan tidak boleh kurang
dari 30 hari dengan interval pengamatan 30 menit.
Untuk keperluan reduksi data pemeruman, pengamatan dilakukan selama pemeruman
berlangsung.
Bidang acuan tinggi muka laut harus diikatkan pada benchmark (BM). BM tersebut
diikatkan pada TTG terdekat dengan syarat jarak TTG tidak lebih dari 2 km, dan
memenuhi syarat leveling orde dua.
Pasut Utama diletakkan di tengah area survei, dan diamati selama 3 bulan.
Tahapan pelaksanaan pengamatan pasang surut adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan dan pemasangan stasiun pasang surut.
Pembuatan dan pemasangan stasiun pasut dilakukan pada lokasi yang direncanakan
dengan ketentuan sebagai berikut :
Stasiun pasut yang terpasang diberi nomor/notasi PS yang dimulai dari angka 1
sampai dengan n, dimana n adalah jumlah stasiun pasut.
Peralatan pembacaan pasut digunakan rambu/palem dengan sistem pembacaan
manual atau tide gauge yang lain.
Stasiun pasut dipasang dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
- Penyebaran lokasi stasiun pasut mewakili daerah survei (dalam tiap NLP harus
ada satu stasiun pasut)
- Pada saat pasang tertinggi maupun surut terendah palem bisa diamati dan dapat
dibaca.
- Lokasi pasut diusahakan dekat dengan perkampungan agar mudah mencari
tenaga lokal dan logistik.
- Lokasi pasut harus dipasang BM untuk keperluan pengikatan pasut yang
dilakukan dengan pengukuran sipat datar orde 2.
- Pengikatan pasut ke BM dilakukan pada awal dan akhir pengamatan pasut.
Setiap stasiun pasut dibuatkan deskripsinya dalam bentuk dokumen.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

44

b. Pengamatan Pasang Surut (Pasut).


Pengamatan pasang surut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pengamatan serentak secara bersamaan pada seluruh stasiun terpasang 30 hari
selama 24 jam berturut-turut setiap 30 menit. Pengamatan ini untuk mengetahui
korelasi waktu pasang surut antar stasiun dan untuk membuat Co-Tidal Chart.
Pengukuran dengan menggukanan AWLR dilakukan pada 3 stasiun
Untuk situasi tertentu seperti jika perubahan ketinggian air berjalan dengan cepat dan
amplitude airnya besar atau pada saat menuju pasang tertinggi surut terendah interval
pengamatan dapat ditingkatkan menjadi setiap 15 menit.
Ketentuan lainnya adalah:
Duduk Tengah Sementara (DTS), Duduk Tengah (DT) dihitung dengan data
pengamatan selama 3 hari.
Pengamatan pasut secara serentak dari seluruh stasiun pasut dihitung perbedaan
fase dan tinggi air untuk keperluan penyurutan hasil sounding.
Data pasang surut dicatat pada formulir pasut yang telah disiapkan, ketinggian air
pasang surut diamati dengan ketelitian bacaan 1 cm.
Data pasang surut yang menggunakan AWLR, ketelitian bacaan sebesar 0,5 cm
Perhitungan data pasut dilaksanakan di laboratorium.
Co-Tidal Chart dibuat untuk mengetahui perbedaan pergerakan gelombang pasang
surut guna memperoleh besaran perbedaan pasang surut pada satu stasiun pasut
satu dengan stasiun pasut lainnya di lokasi survei untuk kepentingan penghitungan
pasut dan penyurutan hasil sounding.
Untuk daerah terdapat stasiun pasut BIG, perhitungan CD (Chart Datum) dihitung
berdasarkan hasill pengamatan distasiun tersebut. Namun di NLP tersebut harus
ditambahkan pengamatan pasang surut.
3. Pemeruman Utama
Pemeruman adalah aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh data kedalaman topografii
dasar perairan (seabed surface). Pelaksanaan survei utama yaitu pemeruman, dilakukan
dalam kegiatan survei hidrografi ini harus memenuhi klasifikasi survei orde 2 untuk skala
peta 1:50.000. Ketentuan yang harus diikuti dalam pelaksanaan survei hidrografi ini dapat
dilihat dalam SNI 7646 2010 tentang Survei Hidrografi.
Kegiatan pemeruman dilakukan dengan tahapan sebagaiberikut:
a. Menyiapkan kapal survei untuk pelaksanaan pemeruman.
b. Melakukan instalasi peralatan di dalam kapal sedemikian rupa sehingga tidak terkena
air laut sehingga aman dari getaran, percikan air laut karena ombak dan panasnya
mesin kapal atau gunakan karet busa sebagai alat peredam getaran kapal.
Setiap perusahaan wajib menyediakan minimal 2 (dua) alat echosounder (tipe
survei dan pemetaan, bukan fishfinder).
Alat echosounder yang digunakan harus memenuhi SNI 76462010 tentang Survei
Hidrografi Menggunakan singlebeam echosounder. Sebelum survei berlangsung
alat diatur dan dikoreksi terlebih dahulu terhadap parameter parameter sebagai
berikut:
- Waktu tolok.
Pengaturan (setting) waktu diperlukan untuk memastikan kalau sistem waktu
yang digunakan sudah sesuai dengan sistem waktu tolok setempat.
- Kecepatan roll-echo.
Kecepatan roll-echodiatur sedemikian rupa untuk mengetahui bentuk grafik yang
diinginkan dan jumlah roll-echo yang diperlukan.
- Draught-transducer.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

45

Besaran draught-transducer diukur dari muka air laut sampai ujung transducer.
Besaran ini dikoreksikan pada alat echosounder, sehingga bacaan kedalaman
yang dihasilkan nantinya sudah merupakan bacaan terhadap muka air.
Setiap kali transducer dipasang besaran draught-transducer harus diukur dan
dikoreksikan pada alat echosounder. Koreksi draught-transducer ini bersifat
tetap setiap pengaturan yang dilakukan.
Cepat rambat bunyi di air
Koreksi cepat rambat bunyi di air pada daerah survei harus diatur terlebih dahulu
ke alat echosounder. Koreksi ini didapat dari hasil pengamatan sifat fisik air laut,
dalam hal ini salah satu parameter yang diamati atau hitungan kecepatan rambat
bunyi di air SofS (Speed of Sounds). Harga rataratadari hasil pengukuran
seluruh stasiun pengukuran di daerah survei dikoreksikan pada alat
echosounder untuk memberikan koreksi cepat rambat bunyi.
Wajib dilakukan pengukuran dengan bar-check untuk memastikan bahwa data
kedalaman yang terekam secara digital telah sesuai dengan data kedalaman
bar-check dan data kedalaman sudah sesuai dengan bacaan yang tampil dalam
echogram.

Selain pengaturan dan koreksi pada alat echosounder yang digunakan, dilakukan juga
pengaturan pada perangkat lunak akuisisi data yang digunakan terhadap parameter
sebagai berikut :
Interval posisi fix-perum
Interval posisi fix-perum perlu diatur terlebih dahulu sebelum pekerjaan pemeruman
dilaksanakan, dengan memperhitungkan kecepatan kapal dan interval fix-perum
yang disyaratkan.
Offset transducer terhadap antena GPS.
Besaran offset antara posisi transducer dengan antenna GPS di kapal diukur
komponen (x,y), apabila posisi antenna GPS tidak dipasang tepat vertikal di atas
transducer. Besaran offset ini dimasukkan dalam perangkat lunak yang digunakan
agar koordinat fix-perum yang dihasilkan sudah merupakan koordinat transducer.
Setiap kali antena dipasang besaran offset harus diukur dan disesuaikan dalam
perangkat lunak.
Setelah pengaturan dan koreksi dilakukan maka alat echosounder siap untuk
dioperasikan.
c. Penentuan Posisi Fix-Perum.
Penentuan posisi fix-perum dilakukan sebagai berikut :
Penentuan posisi kapal survei (fix-perum) harus dilaksanakan dengan alat penentuan
posisi (GPS/GNSS) yang ketelitiannya memenuhi kriteria orde 2.
Semua data posisi kapal yang diukur di-download/ menggunakan perangkat lunak
akuisisi data untuk disesuaikan dengan data kedalaman hasil pengukuran
echosounder saat itu.
Akuisisi data titik fix-perum dilaksanakan dengan interval maksimum 5 meter. Selain
itu, perangkat lunak ini harus mempunyai fasilitas Navigation Edit untuk
menkonversi data ke dalam format ASCII.
Data posisi titik perum (x,y) disimpan dalam format txt bersama-sama dengan data
tanggal pengukuran dan kedalaman.
d. Melakukan percobaan pemeruman (sea trial) untuk memastikan peralatan survei siap
digunakan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Hal ini harus dilakukan untuk
memastikan semua pengaturan peralatan dan aplikasi dapat menghasilkan data
pemeruman seperti yang ditentukan.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

46

e. Membuat lembar kerja (logbook) sebagai pedoman dalam pelaksanaan


pemeruman di lapangan.
f. Melaksanakan pemeruman daerah laut / lepas pantai.
Pemeruman dapat dilakukan setelah semua peralatan dan sarana dinyatakan siap.
Pemeruman pada daerah laut lepas pantai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut
:
Pemeruman lajur utama dilakukan lembar tiap lembar peta sesuai dengan lajur
perum yang direncanakan dan diusahakan tegak lurus garis pantai. Di daerah
pantai yang curam, pemeruman dilakukan sejajar garis pantai untuk menghindari
kapal terhempas ke tebing pantai, sedang untuk pemeruman lajur silang dilakukan
memotong lajur utama dengan sudut antara 60O sampai 90O.
Kecepatan kapal survei maksimal 7 knot.
Pemeruman dilakukan dengan menggunakan alat echosounder digital singlebeam.
Echosounder diletakkan antara bow dan stern dan diikat kuat disamping kapal.
Bar-check dilakukan sebelum dan sesudah pemeruman setiap hari (2 kali sehari)
dan dicatat dalam formulir khusus untuk bar-check.
Semua data hasil pemeruman disajikan dalam satuan metrik dan direferensikan
terhadap chartdatum dengan menggunakan koreksi data pengamatan pasut.
Lokasi yang disurvei meliputi lembar peta secara penuh dan/atau sampai batas
kedalaman 200 meter.
Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix-perum pada lajur utama dan
pada lajur silang, dihitung berdasarkan perbedaan antara kedalaman lajur utama
dan kedalaman lajur silang yang bersesuaian dengan interpolasi dan disajikan
dalam bentuk tabel cross-sounding (menggunakan rumus pada A.4)
Data kedalaman ukuran disimpan bersama data nomor lajur, waktu, posisi fix-perum
dalam file ASCII (format *.txt), dimana file ini mempresentasikan satu lajur
pemeruman. Penamaan file mencakup nomor lajur, waktu, posisi dan kedalaman,
sebagai berikut:
Unnn,dd/mm/yy,hh:mm:ss, Northing, Easting, Depth
Data pemeruman diproses dan diplot secara digital dalam file lajur pemeruman, dan
dicetak secara teratur pada lembar perum untuk keperluan pengecekan hasil
pemeruman yang sudah dilakukan. Lembar perum tersebut memuat lajur yang
sudah dilaksanakan dan yang direncanakan(lembar pemantauan pekerjaan).
Lembar ini menjadi acuan bagi pihak Pelaksana dan Tim Supervisi.
g. Melaksanakan pemeruman daerah pantai.
Pada dasarnya pemeruman ini dilakukan untuk mendapatkan garis nol kedalaman.
Pemerumanini dilakukan tersendiri pada saat air pasang untuk dapat mendekati pantai
secara maksimal menggunakan kapal yang sesuai.
Pemeruman daerah pantai dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
Pemeruman daerah pantai yang landai.
Pemeruman daerah pantai yang landai dilakukan dengan menggunakan metode
tongkat penduga dan pemeruman daerah dangkal (shallow sounding).Posisi fixperum diukur dengan menggunakan alat GPS dan kedalaman diukur dengan
tongkat penduga dan/atau alat porTabel echosounder yang dipasang pada kapal
kecil.
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan dua metode berdasarkan lokasinya yaitu
untuk bagian pantai (darat) dilakukan dengan cara tracking langsung yang
dilengkapi dengan tongkat penduga, kemudian untuk bagian laut (perairan)dangkal
dilakukan dengan porTabel echosounder yang dipasang pada kapal kecil.
Persyaratan pemeruman ini adalah sebagai berikut :
- Posisi fix-perum diukur dengan alat GPS.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

47

Pemeruman dengan kapal kecil dilakukan di kedalaman yang tidak terjangkau


oleh kapal perum utama. Banyaknya lajur perum sejajar garis pantai harus
dikoordinasikan dan/atau dilaporkan kepada Tim Supervisi.
Kapal perum/survei yang digunakan adalah kapal kecil yang dapat mendekati
nilai nol kedalaman.

Pemeruman daerah pantai curam.


Pemeruman daerah pantai yang curam sangat riskan untuk dilakukan dengan
kapal, karena kemungkinan kapal dihempas ombak ke tebing sangat besar. Oleh
karena itu nol kedalaman di lokasi ini diasumsikan berimpit dengan garis pantai. Nol
kedalaman dapat digambarkan dari sumber data citra resolusi menengah/tinggi
terbaru yang tersedia.Citra yang digunakan dan proses pengolahan serta
penggambaran ini harus dikoordinasikan dan mendapatkan persetujuan dari Tim
Supervisi. Dicari data citra yang dapat mewakili kondisi ketika waktu pasang dan
waktu surut (dua citra yang berbeda)
h. Melakukan investigasi bila ditemukan daerah kritis, yaitu daerah yang dapat
membahayakan pelayaran, seperti adanya batu, karang, gosong, daerah
kedangkalan, bangkai kapal, dan lain-lain.
i. Mengisi formulir log-book yang berisi informasi seperti yang terdapat didalam formulir
j. Data Pemeruman yang dihasilkan
Data yang dihasilkan dari hasil kegiatan pemeruman adalah sebagai berikut:
Data waktu fix-perum (t), terdiri dari tanggal, jam,menit,detik dalam waktu tolok yang
digunakan.
Data posisi perum (proyeksi/geografis) dalam format *txt.
Data kedalaman (z) yang diperoleh pada waktu (t) dan posisi perum.
Dalam ketiga jenis data diatas, untuk data waktu dan data posisi perum sudah
merupakan data final yang tidak perlu lagi dikoreksi. Sedangkan data kedalaman masih
harus dikoreksi, yaitu disurutkan terhadap chart datum.
Data kedalaman sesungguhnya baru dapat diproses setelah data pasut dihitung dan
chart datum ditentukan.Oleh karena itu untuk di lapangan dihitung data kedalaman
sementara dengan penyurutan sementara terhadap nol palem. Sehingga dengan
demikian dapat diketahui data kedalaman sementara hasil pemeruman.
Struktur data lapangan tiap lajur disimpan dalam fileformat ASCII (*.txt) sebagai berikut:
Untuk Lajur utama
: Unnn,dd/mm/yy,hh : mm : ss, Northing, Easting, Depth
Untuk Lajur silang
: Snnn,dd/mm/yy,hh : mm : ss, Northing, Easting, Depth
Untuk daerah khusus (objek berbahaya, kedangkalan, pendalaman, dan sebagainya)
lajur perum dirapatkan, sehingga detail objek bisa teridentifikasi dengan baik. Hal ini
harus dikoordinasikan dan dilaporkan kepada Tim Supervisi.

4. Pengukuran Terestris Garis Pantai dan Shallow Sounding


Penentuan garis pantai merupakan proses yang berkaitan erat dengan pemeruman daerah
pantai. Proses penentuan ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan langsung dengan menyusuri garis pantai dengan metode
terestris disesuaikan kondisi daerah survei dengan menggunakan GPS (tracking) dan
tongkat penduga. Selain itu dilakukan juga pemeruman dangkal (shallow sounding)
menggunakan kapal kecil. Persyaratan yang diberlakukan adalah:
Metode terestris ini dilakukandengan dimulai di satu titik (disebut stasiun) tertentu di
sepanjang garis pantai di area survei yang dapat dilalui surveior. Di satu stasiun
tertentu terdapatpengambilan datayang minimal terdiri dari titik pasang tertinggi
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

48

rata-rata, titik pertemuan air laut dengan darat dan titik dengan kedalaman tertentu
di tepi pantai. Klasifikasi titiktitik tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 6. Titik yang diambil dalam metode terestris dan kapal kecil (shallow sounding)

dimana :
a = titik di daratan yang tidak pernah tersentuh air laut.
b = titik pasang tertinggi rata-rata, ditandai dengan jejak air,diukur menyusuri
garis pantai (tracking).
c = titik pertemuan muka air dan darat pada saat pengukuran.
d = titik yang mempunyai kedalaman pada saat tertentu.
e1,e2,e3..en = shallow sounding sejajar garis pantai, dengan interval dan
banyaknya lajur disesuaikan dengan topografi pantai.
Jarak satu titik dengan titik berikutnya adalah sepanjang 250 meter. Penyusuran
yang dilakukan antar stasiun harus disimpan sebagai jalur tracking (line) dalam
GPS, dimana jalur ini adalah antar titik b di tiap stasiun.
Di tiap stasiun dilakukan pengukuran posisi dan nilai ketinggian dengan GPS dengan
marking (untuk titik a, b, dan c), serta nilai kedalaman dengan tongkat penduga,
dimana dilakukan sampai batas kedalaman yang tidak dapat dicapai oleh kapal
survei kecil, untuk titik d.
Menggunakan kapal kecil yang dapat mendekati garis pantai di area survei (shallow
sounding), untuk memperoleh nilai kedalaman di area yang tidak dapat dicapai oleh
kapal survei utama dan tracking. Dalam hal ini dilakukan pemeruman sejajar garis
pantai e1,e2,e3,....,dst dengan jarak maksimal 250m dan disetujui Tim Supervisi.
Catatan:
Ketentuan lain untuk perencanaan jalur, penyimpanan data hasil pemeruman
dangkal (shallow sounding) dapat dilihat dalam point c tentang pemeruman.
Setiap pengambilan data garis pantai (marking), informasi tentang pantai harus
dimasukkan dalam atribut, seperti vegetasi, jenis material pantai, dan sebagainya.
Informasi ini dapat diintegrasikan dengan salah satu titik marking (a atau b). Informasi
titik harus dilengkapi dengan dokumentasi berupa foto yang mempunyai informasi
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

49

koordinat (geotagging foto).


Mengamati dan mencatat kenampakankenampakan alami/penting saat
melaksanakan pengukuran garis pantai (bentuk pantai, kedangkalan). Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat adanya objek atau bahaya yang tidak dapat diamati dalam
proses pemeruman, terutama saat mendekati garis pantai. Pengamatan ini dilakukan
dengan menggunakan kapal yang dapat mendekati garis pantai di area survei, untuk
memperoleh deskripsi yang nyata tentang sarana navigasi dan objekobjekpenting
tersebut.
Metode lainnya yang dapat dilakukan dengan persyaratan khusus dan/atau sebagai
data penunjang, adalah dengan memanfaatkan citra satelit atau foto udara terbaru,
yang sudah dikoreksi radiometrik dan geometrik. Jenis citra satelit yang digunakan
ditentukan dari klasifikasi surveinya yang mengacu ke standar ketelitian orde 2 atau
dengan kata lain citra satelit resolusi menengah/tinggi. Dicari data citra yang dapat
mewakili kondisi ketika waktu pasang dan waktu surut (dua citra yang berbeda)
b. Penggunaan metode ini dilakukan dengan persyaratan khusus bahwa tidak seluruh
daerah dapat dilakukan metode terestris misalnya daerah pantai curam, daerah bakau.
Penentuan daerah ini harus mendapat persetujuan Tim Supervisi, dengan tetap
melakukan survei shallow sounding (e1,e2,e3...en).
Koreksi geometrik dan georeferencing data citra ini dapat dibantu dengan titik kontrol
horisontal (BM) yang ada. Selain itu, interpretasi dapat didukung dengan Peta RBI atau
Peta LLN.
Untuk mendapatkan garis pantai dengan metode ini dilakukan deliniasi batas laut dan
daratan (dijitasi on-screen), dengan ketentuan sebagai berikut:
Hasil dijitasi berupa garis harus merupakan segmen terpisah dari garis pantai hasil
survei.
Dijitasi dilakukan di sepanjang batas pertemuan air dan daratan (titik c) dan/atau
pasang tinggi ratarata (titik b) sesuai citra. Informasi ini harus dimasukkan dalam
atribut garis pantai dijitasi ini.
Pendijitan dilakukan searah jarum jam.
Pada saat dijitasi, posisi area daratan berada disebelah kanan.
Bila garis pantai tertutup vegetasi atau kenampakan lain, maka tetap harus didijit
secara normal, jangan membuat loncatan saat mendijit agar garis pantai tetap
smooth.
c. Hasil survei penentuan garis pantai adalah berupa file digital berupa:
data pemeruman dangkal dalam format txt,
hasil tracking berupa waypoint dan line dari GPS,
foto geotagging,
dokumentasi survei yang berisikan diantaranya log-book survei garis pantai.
Jika terdapat penggunaan metode deliniasi citra satelit/foto udara maka hasilnya
berupa file format shapefiles (shp) yang lengkap informasi atributnya. Hasil ini harus
dikoordinasikan dan dilaporkan kepada Tim Supervisi.

5. Pengamatan Sifat Fisik Air Laut


Pengukuran ini dilaksanakan untuk menentukan nilai kecepatan rambat bunyi yang
dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan kecepatan gelombang bunyi
selama penjalarannya, serta memberikan informasi tambahan mengenai parameterparame
tertersebut dii daerah survei.
Untuk mengetahui sifat fisik air laut di daerah survei dan untuk keperluan penghitungan
koreksi kedalaman akibat perubahan kecepatan bunyi dalam air, maka diperlukan
pengukuran salinitas, suhu, konduktifitas, tekanan, pH dan kecepatan suara.
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

50

Koreksi kecepatan rambat bunyi diperlukan untuk kalibrasi peralatan echosounder sebelum
alat tersebut digunakan. Pengukuran sifat fisik air laut dilakukan sebagai berikut:
Pengukuran dilakukan dengan alat CTD profiler/SVP profiler
Parameter yang diukur adalah salinitas, suhu, konduktifitas, dan pH.
Parameter yang dihitung adalah cepat rambat bunyi.
Perhitungan SofS dilakukan dengan Rumus Coppens, yaitu :
c(D,S,t) = c(0,S,t) + (16.23 + 0.253t)D + (0.213-0.1t)D2 + [0.016 + 0.0002(S-35)](S 35)tD
c(0,S,t) = 1449.05 + 45.7t - 5.21t2 + 0.23t3 + (1.333 - 0.126t + 0.009t2)(S - 35)
dimana:

t = T/10
T = temperatur dalam derajat Celsius
S = salinitas dalam ppt (parts per thousand)
D = kedalaman dalam kilometer

Besaran harga SofS ratarata dimasukkan sebagai parameter ke alat echosounder


untuk mengoreksi pembacaan nilai kedalaman karena adanya perubahan kecepatan
rambat bunyi di dalam air laut selama penjalaran.
Jumlah pengukuran sifat fisik air laut dilakukan untuk tiap NLP (dalam satu NLP
minimal satu stasiun pengukuran).
Setiap stasiun diberi notasi SFAL (Sifat Fisik Air Laut) dan diberi nomor 1 s/d n,
dimana n adalah jumlah stasiun pengamatan sifat fisik air laut.
Pengukuran dilakukan pada 3 (tiga) posisi kedalaman, yaitu 0.2d, 0.6d dan 0.8d, d
adalah nilai kedalaman lokasi pengukuran. Alat pengukuran ditempatkan pada
kedalaman 10 25 meter.
Setiap posisi kedalaman dilakukan pengukuran sebanyak 2 (dua) kali.
Posisi stasiun pengukuran arus diukur dengan GPS.
Melakukan Dokumentasi setiap stasiun pengukuran minimal meliputi: posisi/koordinat,
nama stasiun, tanggal/waktu, hasil pengukuran parameter tiap kolom kedalaman, nilai
kecepatan rambat bunyi dan sebagainya.

6. Pengamatan Arus
Pengamatan arus dengan alat currentmeter untuk mengetahui karakteristik arus suatu daerah
atau wilayah. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam pengamatan arus laut adalah sebagai
berikut:
Pengamatan arus meliputi pengamatan kecepatan dan arah arus di daerah-daerah
seperti gerbang pelabuhan, terusan, daerah-daerah yang sering digunakan untuk
buang sauh (penjangkaran) serta daerah laut dan pantai yang diperkirakan arusnya
dapat membawa pengaruh pada navigasi permukaan.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan currentmeter pada kedalamanan 3 - 10
meter atau sesuai dengan kebutuhan, selama minimal 25 jam.
Kecepatan dan arah arus diukur dengan satuan ketelitian bacaan 0.1 knot dan 10
derajat.
Pengamatan dilakukan ketika Spring Tide (Pasang Purnama)

7. Pengamatan Contoh Substrat Dasar Laut


Pengamatan ini ditujukan untuk mengetahui jenis material dasar laut atau sedimen di
daerah survei. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dasar laut
adalah:
Pemilihan alat sampling harus bisa memenuhi tujuan pengambilan sampel, misalnya
Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

51

dilakukan dengan grabing yaitu mengambil sampel dengan menggunakan grab


sampler atau peralatan yang lain.
Jarak antar titik pengambilan sample adalah 10 (sepuluh) kali interval antar lajur perum
utama dan dapat dilakukan sampai dengan kedalaman 30 meter (disesuaikan dengan
kondisi perairan). Kerapatan titik pengambilan bisa ditingkatkan untuk daerah
daerahyang sering digunakan untuk
penjangkaran dan daerah yang
direkomendasikan.
Setiap stasiun diberi notasi GRAB dan diberi nomor 1 s/d n, dimana n adalah jumlah
stasiun pengambilan sampel dasar laut.
Posisi stasiun pengambilan sampel diukur dengan GPS.
Gambaran data sampel dilakukan di lapangan secara visual dan difoto untuk tiap
stasiun untuk mendapatkan hasil jenis sedimen dasar laut di lokasi survei.
Dokumentasi untuk pengambilan sampel dasar laut agar notasi yang diberikan sesuai
dengan foto hasil visualisasi.
Pendekatan posisi sebaran stasiun pengambilan sampel dilakukan diatas peta kerja.

8. Pengukuran SBNP dan Objek Penting


Posisi alat bantu navigasi tetap, sarana navigasi apung, garis pantai dan fitur topografis
penting (seperti gosong, bagan ikan, dan sebagainya). Pengukuran posisi horisontal
menggunakan metode pengukuran GPS.
Hasil pelaksanaan dilapangan adalah sebuah dokumen deskripsi SBNP dan objek penting
dimana di dalamnya diisikan informasi sebagai berikut:
Koordinat posisi (dalam UTM/Geografis)
Jenis SBNP/Objek penting.
Karakter SBNP/Objek penting.
Ketinggian atau kedalaman (satuan meter)
Jarak tampak.
Fungsi.
Keterangan (informasi penting lain terkait objek).
dan sebagainya.

Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta LPI Skala 1:50.000 TA.2015

52

Anda mungkin juga menyukai