BAB II
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai :
1. Gejala gagal jantung : sesak nafas / lelah bila aktifitas ; pada yang berat, juga saat
istirahat.
2. Tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.
3. Bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Berdasarkan presentasinya Gagal Jantung dibagi atas:
1. Gagal Jantung Akut
2. Gagal Jantung Menahun
3. Acute on Chronic Heart Failure
Gagal Jantung Akut didefinisikan sebagai :
timbul gejala sesak nafas secara cepat ( < 24 jam ) akibat kelainan fungsi jantung,
gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal
(preload), beban akhir ( afterload ) atau kontraktilitas dan keadaan ini dapat
mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan tepat (ESC 2005 ).
Gagal Jantung Menahun didefinisikan sebagai :
sindrom ( kumpulan gejala ) klinis kompleks akibat kelainan structural atau
fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung atau mengganggu
pengisian jantung (ACC/AHA 2005).
(Siswanto, Bambang Budi, 2009. Perkembangan Terbaru Tatalaksana Gagal
Jantung. Cermin Dunia Kedokteran 169: 206-207.)
Epidemiologi
Pada penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62%
pada pria dan 42% wanita. Secara epidemiologi, 1% dari orang berusia diatas 50
tahun akan menderita gagal jantung, sekitar 5% dari usia 75 tahun keatas dan 25%
dari usia 85 tahun keatas akan menderita gagal jantung.Lebih dari 3 juta orang akan
menderita gagal jantung, dan lebih dari 400.000 penderita baru muncul setiap
tahunnya. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia,
dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.
Angka prevalensi kejadian gagal jantung adalah 1-2%. Prevalensi terjadinya gagal
jantung lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita pada pasien berusia 40-75 tahun.
Tidak ada perbedaan angka kejadian gagal jantung pada pasien berusia diatas 75
tahun. Prevalensi gagal jantung asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi.
Prevalensi gagal jantung pada usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar
10-20%. Pada Negara tertentu mortality gagal jantung telah menurun dengan terapi
yang moden. Kira-kira 50% penderita gagal jantung meninggal setelah 4 tahun dan
40% pasien yang masuk rumah sakit dengan gagal jantung meninggal atau kambuh
dalam setahun.
(Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI & Packer, M., Poole-Wilson, P.A., Armstrong, P.W., Cleland,
J.G., Horowitz, J.D., Massie, B.M., et al.1999. Comparative effects of low and high
doses of the angiotensin-converting enzyme inhibitor, lisinopril, on morbidity and
mortality in chronic heart failure. ATLAS Study Group. Circulation.;100(23):2312-8)
Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Di negara maju penyakit
arteri koroner adalah penyebab tertinggi terjadinya gagal jantung, yaitu sebanyak
75%. Walaubagaimanapun, faktor risiko untuk penyakit arteri koroner seperti
hipertensi dan diabetes turut merupakan faktor risiko independen pada perkembangan
gagal jantung dengan atau tanpa keterlibatan penyakit arteri koroner. Menurut Studi
Framingham penyakit jantung koroner dikatakan sebagai penyebab gagal jantung
pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.
Hipertensi adalah penyebab kedua terbesar gagal jantung di negara-negara
barat dan selalu disertaiadanya penyakit arteri koroner. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko meningkatnya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit yang melibatkan otot jantung
intrinsik bukan disebabkan penyakit arteri koroner, hipertensi, valvular, kongenital
dan penyakit jantung perikard. Kardiomiopati bisa dibagi kepada 3 kategori
fungsional yaitu dilatasi, hipertrofi dan restriktif. Kardiomiopati dilatasi didefinisikan
sebagai penyakit otot jantung dimana terjadinya dilatasi abnormal pada ventrikel kiri
(dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan). Ini adalah hasil dari berbagai proses
patologi pada jantung walaupun masih banyak kasus kardiomiopati dilatasi yang
idiopatik. Kardiomiopati hipertrofi adalah hipertrofi nondilatasi ventrikel kanan
dan/atau ventrikel kiri. Ini karena hipertrofi ventrikel berlaku tanpa stimulus jantung
atau stimulus sistemik seperti hipertensi atau aorta stenosis. Kardiomiopati hipertrofi
dapat merupakan idiopatik atau penyakit keturunan autosomal dominan ( defek pada
protein sarkomerik seperti rantai berat myosin, troponin dan tropomiosin) yang
ditandai dengan hipertrofi septum yang asimetris, dan pada kasus berat terdapat
gejala obstruksi outflow aorta. Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan
serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan
kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi
mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dihubungkan
Patofisiologi
Gagal jantung kongestif menunjukkan bukan saja ketidakmampuan jantung
untuk mempertahankan kebutuhan oksigen seluruh tubuh, tetapi juga menunjukkan
respons sistemik sebagai bentuk kompensasi untuk memenuhi segala kebutuhan.
Penentuan curah jantung adalah denyut jantung dan volume sekuncup. Volume
sekuncup pula ditentukan oleh preload (volume darah masuk ke ventrikel kiri),
kontraktilitas dan afterload (volume darah keluar dari ventrikel kiri). Gagal jantung
pada gagal jantung kongestif bisa dievaluasi berdasarkan variable-variable diatas.
Jika terjadi penurunan curah jantung, denyut jantung atau volume sekuncup akan
berubah supaya perfusi dapat dipertahankan. Jika volume sekuncup tidak dapat
dipertahankan, maka denyut jantung akan ditingkatkan supaya curah jantung dapat
dipertahankan.
Patofisiologi gagal jantung kongestif bukan saja terdapatnya abnormalitas
pada struktur jantung tetapi juga termasuk respons kardiovaskular terhadap perfusi
yang jelek karena pengaktifan sistem neurohumoral. Pada disfungsi sistolik terjadi
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung.
Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi yaitu sistem neurohumoral,
sistem Renin - Angiotensin - Aldosteron dan natriuretic peptide yang bertujuan
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi
sistem Renin - Angiotensin - Aldosteron awalnya untuk meningkatkan preload
Manifestasi Klinis
Gejala yang tersering pada gagal jantung kongestif adalah dispnea dan lelah
dimana dapat menurunkan toleransi terhadap aktivitas. Selain itu terdapat juga retensi
cairan seperti pada kongestif paru dan edema perifer. Pasien dengan disfungsi sistolik
yang berat dan sudah mendapat perawatan medis biasanya dijumpai gejala penurunan
curah jantung, termasuklah lelah, denyut nadi sempit, takikardia, oliguria dan
kelebihan cairan.
(Rungae, M.S., Ohman, E.M., 2004, Netters Cardiology, Edisi pertama, Icon
Learning System.)
Terdapat juga kriteria Framingham yang dipakai untuk diagnosa gagal jantung
kongestif berdasarkan tanda dan gejala yang ada pada pasien. Diagnosa gagal jantung
dapat ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Kriteria major
Paroksismal
dispnea
Kriteria minor
Ronkhi paru
Dispnea deffort
Kardiomegali
Hepatomegali
Efusi pleura
Gallop S3
Takikardia
Klasifikasi
Kelas I : Tidak ada batasan : aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan capek,
sesak napas, atau palpitasi.
Kelas II : Sedikit batasan pada aktivitas fisik : tidak ada gangguan pada saat
istirahat, tetapi aktifitas fisik biasa menyebabkan capek, sesak napas, atau
palpitasi.
Kelas III : Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik : tidak ada
gangguan pada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan capek,
sesak napas, atau palpitasi.
(http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Clas
ses-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp.)
Klasifikasi berdasarkan he American College of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) :
Tingkat
Deskripsi
Contoh
Nota
Pasien
dengan
penyakit
arteri
koroner, hipertensi,
atau diabetes mellitus
tanpa ada kerusakan
pada fungsi ventrikel
kiri, hipertrofi atau
distorsi
ruangan
geometrik
Pasien
dengan
faktor
risiko
predisposisi
terhadap
perkembangan
gagal
jantung.
bersamaan
dengan Kelas I
NYHA.
Mayoritas pasien
gagal
jantung
pada tingkat ini.
Bersamaan
dengan
Kelas
II/III NYHA
10
NYHA
(ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and management of chronic
heart failure in the adult: a report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines. 2005. J Am Coll Cardiol ;
46(6):e1-82)
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram :
Untuk melihat adakah terdapat iskemik, hipertensi atau aritmia.
Foto thoraks :
Untuk melihat kardiomegali, kongesti pulmonari pada lobus atas, cairan pada
fissure dan edema paru.
Laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap, faal biokimia hati, urea dan elektrolit, enzim
jantung pada gagal jantung akut, BNP dan fungsi tiroid.
Ekokardiografi :
Dimensi ruangan jantung, fungsi sistolik dan diastolik, penyakit jantung
valvular dan kardiomiopati.
Kardiologi nuklear :
Radionucleotide angiography (RNA) untuk menentukan ejection fraction pada
ventrikel, single-positron-emission computed tomography (SPECT) atau
positron emission tomography (PET) dapat menunjukkan miokard iskemik
dan miokardium yang tidak berfungsi lagi.
(Kumar, P., Clark, M., 2009, Kumar & Clarks Clinical Medicine, Edisi ke-7,
Saunders Elsevier.)
11
Diagnosis
Anamnesa:
Gagal jantung kiri: dypsnea, penurunan toleransi exercise, paroxysmal nocturnal
dyspnea, orthopnea, nocturia, fatigue, kemungkinan perubahan status mental. Pada
kasus berat edema paru: distress pernapasan berat, sputum berwarna putih, rales, S3
atau S4.
Gagal jantung kanan: edema ekstremitas, peningkatan tekanan vena jugularis,
pembesaran hepar, asites.
Pemeriksaan fisik
Vital: takipnu, takikardi, hipo- atau hipertensi, hipoksia
Respirasi: ronkhi, wheezes
Jantung: apex bergeser kearah lateral, S3 atau S4, peningkatan tekanan vena
jugularis, hepato-jugular reflux.
Abdominal: hepatomegaly, asites
Vascular perifer: edema peripheral atau sacral, pulsasi peripheral lemah, pulsus
alternans, ekstremitas dingin.
(Colman, Rebecca (eds.), et al, 2008. Approach to Common ER Presntations. Toronto
2008 Notes : 29-30.)
Anamnesis :
Dispnea d effort; orthopnea; paroxysmal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia
mual; gangguan mental pada usia tua.
dan
Pemeriksaan Fisik :
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan atau ekstensi vena jugularis,
refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal
12
paru, dan bisa meluas di kedua lapangan paru bila gagal jantung berat, edema
pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi
pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering terjadi pada
pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali, nyeri
tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dengan hipertensi vena sistemik,
ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin,
pucat dan berkeringat.
Kriteria diagnosis :
Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor :
Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam
Sesak pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Takikardia (>120 denyut/menit)
Mayor atau minor : Penurunan berat badan 4,5kg dalam 5 hari terapi.
(McKee, P.A., Castelli, W.P., McNamara, P.M., Kannel, W.B., The natural history of
congestive heart failure: the Framingham study. N Engl J Med. 1971 Dec
23;285(26):1441-6.)
13
Penatalaksanaan
Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan
terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan
pengobatan terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa
yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan
mengurangi beban jantung. Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu
dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet. Selain itu, penatalaksanaa gagal
jantung juga berupa:
Medikamentosa :
Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena),
Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat, nitrogliserin),
(mixed dilator : prazosin, kaptopril, nitroprusid)
Diuretik
Pengobatan disritmia
14
15
16
MITRAL REGURGITASI
Definisi
Mitral Regurgitasi (MR) terjadi akibat abnormalitas pada struktural dari mitral
annulus, valve leaflets (daun katup), chordate tendinae dan otot papillary.
Etiologi
Sesuai dengan definisinya, etiologi dari MR bisa terjadi karena :
Tempat Patologi
Patologi
Mitral annulus
Kalsifikasi annular
Degenerasi myxomatous
Penyakit Rheumatic
Endocarditis
Systolic
anterior
motion
(kardiomiopati hipertrofi)
Ruptur (idiopatik)
Endokarditis
Chordae tendinae
Otot papillari
Kalsifikasi pada mitral annulus bisa terjadi karena peningkatan usia, dan
sering terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
penyakit ginjal stadium akhir. Kalsifikasi menyebabkan gangguan pada pergerakan
17
normal annulus dan immobilisasi pada bagian basal valve leaflets sewaktu penutupan
sistolik.
Ruptur chordate tendinae primer (idiopatik) berasosiasi dengan inkompetensi
akut valvular stadium berat. Penyakit jantung iskemik bisa meninggalkan jaringan
parut atau menyebabkan disfungsi sementara pada otot papillary, yang mengganggu
penutupan katup. Pembesaran ventrikel kiri juga dapat menyebabkan mitral
regurgitasi.
Patofisiologi
Pada mitral regurgitasi (MR), volume sekuncup ventrikel kiri diijeksi balik
(backward) ke atrium kiri yang tekanan rendah sewaktu sistol karena inkompetensi
katup mitral. Hasilnya, curah jantung ke depan (forward) ke aorta lebih sedikit
berbanding pengeluaran total ventrikel kiri.
18
19
atau pada aorta stenosis. Peningkatan tekanan atrium kiri adalah hasil respons dari
volume regurgitasi compliance. Compliance adalah ukuran hubungan antara tekananvolume ruangan jantung, yang hasilnya nanti menunjukkan sama ada ruangan
tersebut mudah diisi dengan volume darah.
Pada MR akut, (contoh: rupture yang tiba-tiba pada chordate tendinae),
compliance atrium kiri melalui perubahan yang sedikit saja. Oleh karena atrium kiri
adalah ruangan yang agak keras, tekanannya akan meningkat dengan cepat apabila
terdapatnya volume regurgitasi. Peningkatan tekanan ini awalnya adalah untuk
menghindar berlakunya regurgitasi lagi. Namun tekanan yang tinggi turut ditransmisi
ke belakang (backward) ke sirkulasi pulmonal. Oleh itu, MR akut dapat menyebabkan
kongesti pulmonari pada jangka waktu yang singkat serta edema paru.
Berbeda dengan keadaan akut, pada MR kronis, atrium kiri mengalami
perubahan kompensasi untuk mengurangkan efek regurgitasi pada sirkulasi pulmonal.
Atrium kiri akan dilatasi dan pada keadaan ini dapat menyediakan ruang yang cukup
untuk menerima tambahan volume tanpa peningkatan tekanan di vaskular paru.
Namun, adaptasi ini menyebabkan penurunan curah jantung ke depan (forward) pada
ejeksi ventrikel kiri karena tekanan rendah pada atrium kiri. Oleh itu, semakin
banyak fraksi darah yang teregurgitasi ke atrium kiri, gejala utama pada MR kronis
adalah sama dengan gejala pada curah jantung ke depan (forward) yang rendah
seperti lemas dan lelah. Selain itu, dilatasi atrium kiri bisa menyebabkan
perkembangan kea rah fibrilasi atrium.
Pada MR kronis, ventrikel kiri mengalami kompensasi dilatasi (hipertrofi
esentrik) yang berperingkat akibat respons pada volume masuk agar volume
sekuncup yang tinggi dapat dipertahankan sesuai dengan mekanisma Frank-Starling.
Setelah beberapa tahun, volume overload yang kronis bisa merusakkan fungsi sistolik
ventrikel, penurunan forward output dan gejala gagal jantung.
Manifestasi Klinis
Edema pulmonal.
Lemah dan lelah terutama sewaktu beraktivitas karena curah jantung yang
rendah.
20
Pemeriksaan
Pada auskultasi, dapat didengar :
P2 meningkat
Pada ekokardiografi :
21
Penatalaksanaan
Terapi untuk MR tingkat ringan dan sedang adalah vasodilator, diuretik, dan
antikoagulasi.
(Lilly, L.S., 2011, Pathophysiology of Heart Disease, Edisi ke-5, terbitan Lippincott
Williams & Wilkins.)