Disusun oleh :
Ikbal Adi Takwa
09310117
Maria Ulfa
09310093
09310031
Pembimbing :
dr, R. Sipayung Sp.PD
dr. Suara Ginting Sp.PD
dr. Rumbang Sembiring Sp.PD
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang Congestif Heart Failure ini
dapat selesai sesuai waktunya, makalah ini ditunjukan guna memenuhi tugas akhir Ilmu Penyakit
Dalam.
Saya ucapkan terimakasih kepada dr. R. Sipayung, Sp.PD, dr. Suara Ginting, Sp,PD, dr.
Rumbang Sembiring, Sp,PD dan semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini,
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
guna kesempurnaan makalah ini dan guna perbaikan di makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca dan dapat
bermanfaat bagi Ilmu Penyakit Dalam.
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Darni Br Bangun
Jenis kelamin
Perempuan
Umur
63 tahun
Status marital
Menikah
Pendidikan terakhir
SD
Suku
Karo
Pekerjaan
Petani
Alamat
Batu Karang
Masuk RS
25 Maret 2015
Tanggal Periksa
25 Maret 2015
112562
ANAMNESA
Keluhan utama :
Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk RS, sesak
dirasakan pasien terus-menerus sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas
apapun, Sesak pertama kali dirasakan pasien sejak 1 bulan SMRS.
Sejak 1 bulan SMRS, pasien sering merasa sesak dan mudah lelah, sesak awalnya
dirasakan setelah melakukan aktivitas berat seperti bekerja di ladang dan tidak ada
sesak saat berbaring , namun beberapa hari terakhir sesak semakin memberat dan
muncul setelah pasien beraktivitas ringan seperti jalan kaki dari kamar tidur ke kamar
mandi yang berjarak sekitar 10 meter, pasien juga sesak dan mudah lelah setelah
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi dan menyapu, sesak biasanya
berkurang jika pasien beristirahat dan minum obat jantung. Pasien juga sering
terbangun pada malam hari karena sesak, terkadang pasien terbangun hingga 30 menit
3
sekali karena sesak. Pasien selalu menggunakan 2 sampai 3 bantal ketika tidur karena
pasien merasa sesak jika berbaring hanya dengan 1 bantal.
Selain sesak pasien juga merasa mual dan muntah, pasien juga merasa perutnya
terasa penuh, nyeri ulu hati ,keringat dingin serta badan lemas dan napsu makan
menurun. Keluhan sesak napas disertai dengan nyeri dada kiri yang menjalar ke
bagian bahu dan lengan . demam maupun pusing juga tidak ada. BAK dan BAB tidak
ada keluhan.
Tidak modifikasi:
Dislipidemia (-)
Hipertensi (+)
Umur : 63 tahun
Merokok (-)
Obesitas (-)
Riwayat stroke (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah di rawat dirumah sakit sebelumnya,
Untuk keluhan sesak 4 hari ini belum berobat ke manapun.
Riwayat Habituasi
Pasien jarang berolahraga.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat maupun cuaca
III.
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
GCS 15 E4M5V6
Tekanan darah
180/100 mmHg
Nadi
95 x / menit
Suhu
36,5 o C
Respirasi
38 x / menit
Berat Badan
63 kg
Bentuk
Mata
b. Vital sign
c. Kepala
Hidung
d. Leher
JVP
5+5
Struma
KGB
e. Thoraks
1. Paru-paru
Inspeksi
bentuk dan gerak dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak
nafas tertinggal, tampak retraksi intercostal.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
2. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
3. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Laboratorium
Hb
: 12,5 g/dl
Hematokrit
: 36,6 %
Leukosit
: 5.400/mm3
Trombosit
: 240.000/mm3
GDS
: 174 mg/dl
6
SGOT
: 35 U/l
SGPT
: 29 U/l
Ureum
: 40 mg/dl
Kreatinin
: 1,2 mg/dl
b. Rontgen Thoraks
Expertise :
Kesan: kardiomegali
CTR > 50 %
V.
DIAGNOSIS BANDING
VI.
DIAGNOSIS KERJA
-
VII.
USULAN PEMERIKSAAN
-
EKG
Foto Thorak
Laboratorium
VIII. PENATALAKSANAN
-
O2 4-6 liter/menit
Antasid 3x 1 cth
IX.
PROGNOSA
Quo Ad Vitam
dubia ad malam
Quo Ad Functionam
dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal Jantung Kongestif (CHF)
A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
B. Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beriberi, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak
lagi berbeda.
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis
atau trikuspid.
D. Patofisiologi
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua
efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan
kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan
aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem reninangiotensinaldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi
akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan
meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja
ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
11
2.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan
tekanan darah.
3.
Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat.
Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan
kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat
dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil
12
akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium
dan terus berlangsungnya gagal jantung.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya
muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi
terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas
yang lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu
sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan
gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain.
Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak
merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
-
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular
paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti
vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea
juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi
cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paruparu lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema
paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
- Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
13
- Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal
jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya
gravitasi.
-
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi
vena.
- Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
- Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
- Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan
kongesti hati dan usus.
- Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mulamula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat
terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
- Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun
gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap
terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan
sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang
nyata.
- Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan
merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.
14
F. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik,
antara lain:
-
NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau
berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
15
NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak
napas atau nyeri dada.
NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.
NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang
sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin
serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada
atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya
disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura.
Begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak
pada gejala pasien.
16
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau
pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial
kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan
EF yang normal.
Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan
dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic
volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF
memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi
oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada
regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan
rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
17
Non farmakologi :
a. Anjuran Umum
-
Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaanhormone
dosis rendah masih dapat dianjurkan.
b. Tindakan Umum
-
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada
gagal jantung ringan).
Hentikan rokok.
Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Farmakologi
-
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.
20
Klasifikasi KILLIP
Kelas
I
Definisi
Tidak ada tanda gagal jantung kongestif, tidak ada
tanda dekompensasi cordis
Proporsi pasien
Mortalitas(%)
40-50%
30-40%
17
10-15%
30-40
5-10%
60-80
III
IV
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan ST elevasi:
Faktor risiko (bobot)
0(0,8) / 1(1,6)
DM/HT/angina (1)
2(2,2)
SBP<100 (3)
3(4,4)
HR >100 (2)
4(7,3)
5(12,4)
6(16,1)
7(23,4)
8(26,8)
>8(35,9)
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al .Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jilid III. Edisi IV.
FKUI. Jakarta. 2010
Risalina Myrtha, " Patofisiologi Sindrom Koroner Akut" CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. RS Anak
Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia.2012
Robert E. O'Connor, William Brady,et.all, Part 10: Acute Coronary Syndromes: American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular
Care, 2010.
Patrick T. O'Gara, Frederick G. Kushner, Deborah D, et all. ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction:A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines,
2013.
22
P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function and
congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The American
Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org
23