Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pilihan bagi perempuan dan bukan sebuah "kodrat" seperti
yang sering dipersepsikan oleh sebagian masyarakat kita. setiap perempuan memiliki hak sepenuhnya
untuk memilih, apakah ia akan mengabdikan pikiran, tenaga dan waktunya sebagai ibu rumah tangga
ataukah menjalankan peran lainnya ditengah-tengah masyarakat. Diantara kedua pilihan tersebut
itupun masih terdapat sebuah pilihan ketiga, yaitu menjadi ibu rumah tangga yang sekaligus berkarya
di masyarakat, seperti menjadi aktivis sosial ataupun pengusaha.
Mbok Berek adalah sosok perempuan yang memilih ketiga, yaitu menjadi ibu rumah tannga yang juga
sekaligus menopang ekonomi keluarga dengan menjadi pengusaha ayam goreng. Melalui riwayat
hidupnya yang dapat kita baca dalam buku ini, jelas bagi kita bahwa status dan profesi sebagai ibu
rumah tangga tidak perlu menjadi penghalang bagi seorang perempuan untuk
mengaktualisasikanpotensi diri yang dimilikinya.
Sekapur Sirih
Diharapkan, apa yang telah dirintis dan diperjuangkan oleh sosok wanita ibu rumah tangga biasa yang
bernama Mbok Berek tetap melegenda dengan karya nyata yang bukan saja memberi keuntungan
pribadi itu sendiri melainkan juga oleh ratusan keluarga yang dikaryakan di restoran Ayam Goreng
Mbok Berek, dimana dengan sendirnya secara langsung maupun tidak langsung membantu
pemerintah dalam hal ketenagakerjaan dan pariwisata.
Masa itu, rupanya wanita yang mampu berkiprah dinamis-khususnya dibidang perdagangan-masih
sedikit. Tanpa sangat berarti, selain kursus Umi juga jual-beli pakaian jadi. Caranya "Ngalap Nyaur,
ambil barang bayar belakangan". ujarnya, ditawarkan secara kredit pembelinya para tetangga,
lumayan laku.
Dengan kegiatan semacam itu, tak cuma bisa memberi uang jajan keponakan, juga kebutuhan seharihari terpenuhi, dan tabungannya terus bertambah. apalagi gaya hidup gadis remaja ini hemat, tidak
pernah macam-macam alias neko-neko Rambutnya panjang, disisir ke belakang dan dikepang satu
justru menambah daya tarik.
Seperti biasa dia menyetor uang sekaligus mengambil barang dagangan dirumah agen langgananya.
karena hampir malam, si empunya rumah meminta tolong kepada adiknya -seorang jejaka, namanya
Noorsalim- untuk mengantarkan Umi. "Mas Noor disuruh kakaknya untuk mengantar saya pulang,
sejak itu getaran magnet mulai terasa hehehe," kenangnya merasa lucu, setelah itu. "Mas Noor
pinjam buku, eh ketika dikembalikan ada surat didalamnya, aduh deg-deg-an rasanya saat pertama
membuka surat dari laki-laki," tambahnya sambil tertawa lagi.
Beberapa lama saling mencocokan diri, akhirnya Umi dan Noor Salim sepakat mengarungi bahtera
perkawinan. Dan, sesuai perjanjian, nenek dari pihak ibu yang menyelenggarakan pestanya, di Yogya.
"Simbah cukup terpandang di desa kami, itu berkat usaha ayam goreng yang sudah dikenal dimanamana. Tamu-tamunya datang begitu banyak, malahan dari keraton Yogya pun hadir." Ceritanya
dengan mata berbinar, Ya kala itu nama Mbok Berek jaminan cita rasa khas ayam goreng di tlatah
jawa tengah bahkan jakarta.
Di hari bersejarah itu Umi menerima kado pribadi dari simbahnya, yaitu resep mengolah ayam goreng,
"itu hadiah istimewa buat saya, yang paling bermakna. Lagipula simbah berpesan, kalau hanya
kebutuhan sehari-hari kamu bisa hidup dari menjual ayam goreng," kenangnya haru campur bungah.
Anak Digaji
Pasutri (pasangan suami-istri)muda ini kembali ke Jakarta menumpang dirumah salah seorang bibi di
Rawamangun, "kami sepakat susah senang ditanggung bersama saya tidak suka menjadi istri yang
cuma bisa ngomel dan menadahkan tangan saja". terang Umi. Dia seperti srikandi, memang
trengginas. "Dengan gaji suami yang tidak seberapa". ungkapnya tanpa ingin merendahkan
penghasilan ataupun mengurangi rasa syukur."Saya tetap dagang cara ngalap nyaur, dan coba jualan
ayam goreng mulai dari 5 ekor ayam perhari."
Usaha itu berjalan lancar, laris. Tabungan keluarga kecil ini tak hanya uang, juga perhiasan, namun
meninggalnya Simbah yang amat dicintainya membuat Umi limbung. Bersama anak-anaknya dia
berangkat ke Yogya, dan sekitar sebulan terpuruk dalam kesedihan tabungannya habis.
Kembali ke Jakarta. "ibaratnya saya mulai dari nol" kenangnya tapi tekadnya untuk bangkit semakin
besar. Kepekaan bisnis yang dimilikinya membuatnya mampu menghitung laba-rugi usaha dengan
cepat. Penghasilan suami satu bulan dibelikan perlengkap rumah tangga yang kemudian di kreditkan
pada tetangga, dengan cicilan Rp. 50 perhari, hasil putar otak dan putar modal itu dilanjutkan meski
pindah rumah.
Pasutri dengan empat orang anak ini mengontrak rumah petak didaerah menteng dalam, "Digang
sempit dekat kuburan. Lantainya semen, untuk mandi mesti ke sumur umum" ungkapnya.
perkembangan usaha yang semakin besar itu. cabang usahanya terus bertambah, membuat umi dan
suaminya memikirkan ihwal manajemen profesional dan memutuskan mendirikan PT. "Saya ingat
ketika sama mbah memberikan petuah memakai baju ungu. Maka itu perusahaan ini diberi nama
Weling Simbah Wulung, disingkat WSW," tuturnya senyum semringah.
Yang unik meski kini kehidupan keluarga sudah mampu menikmati penghasilan yang teramat
memadai. Umi tetap memperingatkan putra-putrinya bahwa usaha tersebut dirintis susah payah dan
dalam waktu lama, sehingga mesti dijaga. Untuk anak-anaknya. Umi mengatakan "Kami sudah
membuat komitmen siapa yang ikut berkecimpung dapat gaji dan bonus, tapi kalau tidak ikut hanya
dapat bonus."
Arahan yang profesional itu didukung oleh suaminya. Noorsalim SH. Putra Kiai dari Blora ini
menyatakan, "Harta yang kami punya sebanyak apapun titipan Allah," karena itu tak lupa mereka
membersihkannya dengan zakat dan sodakoh, "ada hak anak yatim didalamnya, jadi mesti
memikirkan kepentingan mereka," tambahnya yakin. Alhamdulillah.
Suatu senja, Ny Rame menunggu warungnya yang terletak di Candisari Kalasan, Yogyakarta. Tiba-tiba
muncul seorang kakek-kakek yang berpakaian serba wulung (ungu) masuk ke warungnya.
Dahi orang tua itu berkeringat. Tak tega Ny Rame melihatnya, Istri Ronopawiro ini bermaksud
mengambilkan segelas air putih pelepas dahaga. Namun sebelum masuk melangkah masuk, tiba-tiba
laki-laki tua tersebut bertanya, "kamu jualan apa?"
"Jualan ayam goreng" jawab Ny Rame singkat. Tanpa diminta, tiba-tiba kakek tersebut memberi resep
cara membuat ayam goreng yang sedap. Sebagai penjual ayam goreng, tentu Ny Rame
memperhatikan petuah orang asing tersebut.
Setelah kakek asing itu selesai memberi resepnya, Ny Rame buru-buru ingin mengambilkan air putih.
Ia pun pergi kedapur. Dengan air putih ditangan buru-buru pula ia kembali ke warungnya untuk
menemui kakek yang berpakaian ala orang badui itu. Betapa kagetnya Ny Rame saat tiba di warung
orang tua itu sudah lenyap.
Sejak saat itu, Ny Rame --- yang kemudian dikenal dengan nama Mbok Berek --- mengingat-ingat
resep yang diberikan kakek aneh itu.
Nama Berek sendiri awalnya adalah nama julukan yang diberikan kepada Ny Rame karena anaknya
sering menangis mberek-berek (nangis sambil teriak-teriak). Sementara petuah kakek berbaju ungu
itu diabadikan dalam nama badan hukum yang menangani francise yang dijual oleh Ny Umi yakni PT
Weling Simbah Wulung yang artinya petuah kakek berbaju ungu.
Beberapa saat sebelum Meninggal, Mbok Berek yang mempunyai 5 orang anak berpesan agar anakcucunya meneruskan usahanya. "karena itu, semua anak cucu Mbok Berek berhak memakai nama
Ayam Goreng Mbok Berek". ujar Ny Umi. Ny Umi sendiri merupakan cucu dari anak pertama Mbok
Berek yang bernama Samijo Mangundimejo. "Jadi saya sendiri generasi keempat dari Mbok Berek.
ujar Ny Umi seraya menambahkan saat ini terdapat sekitar 40 rumah makan "ayam goreng Mbok
Berek" diseluruh indonesia.
Dua tahun berselang setelah cabang baru berdiri, menyusul lagi satu cabang di Jl. Tanjung Karang,
kemudian berturut-turut cabang lain didaerah cikini dan Jl. Prof. Supomo yang kini telah diperluas
menjadi tiga kapling.
Kini, dari kedisiplinan dan kemandirian yang diperoleh dari pengalaman, Ny. Umi menerapkannya pada
anak-anaknya. "Saya mengarahkan mereka untuk dapat mandiri dan bertanggung jawab," begitu
pengakuan ibu empat orang anak ini.
Meski begitu, berkembangnya rumah makan Mbok berek ini tidak lepas dari standar mutu bahan. Itu
sebabnya, wanita yang pernah menjabat sebagai Bendahara II ikatan pengusaha wanita Indonesia ini,
Mendirikan PT Weling Simbah Wulung, sebuah perusahaan pemasok bahan baku ayam kampung yang
mendapat kuasa penuh dari Mbok Berek Ny. Umi untuk me-franchise-kan merek dagangnya.
Lalu, melihat besarnya peminat Franchise dan guna memberikan standar cita rasa khas, didirikan pula
pabrik dicibitung, Jawa Barat untuk membuat bumbu-bumbu dalam bentuk padat yang siap diedarkan
diseluruh restoran "Mbok Berek".
Kepopuleran ayam goreng yang berasal dari kampung ini, rupanya tak lepas dari pengamatan
Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, dan berhak mendapatkan penghargaan pada 1984.
Kemudian setahun berikutnya menyusul penghargaan dari Perhimpunan Hotel dan restoran Indonesia.
Juga setidaknya, dalam waktu yang tak lama lagi telah disiapkan restoran-restoran "Mbok Berek" di
Singapura, Filipina, dan Amerika Serikat. Dan meski berada jauh dari negri asal "ayam kampung
masuk desa" ini, semua restoran itu didesain khas jawa, serta bumbu asli dari "Mbok Berek".
Belakangan ini, untk mengenang jasa nenek moyangnya, Ny. Umi merencanakan mendirikan sebuah
museum peralatan masak kuno yang digunakan pada masa zaman Mbok Berek hingga modern. Dalam
museum yang terletak di desa Candi Kalasan, Yogyakarta, tempat cikal bakal dan warung makan Mbok
Berek yang pertama kali berdiri, juga akan disajikan kronologis usaha dan perkembangan usaha.
Rumah makan Mbok Berek yang di Yogya hingga kini masih ada. Dikelola oleh ibu saya, Ny. Nur
Indarti.
Saya menggunakan ayam kampung. Saya tidak suka pakai ayam ras, karena cepat empuk kalau
digoreng. padahal sebelum di goreng saya merebus ayam itu selama dua jam, agar bumbu dan
kaldunya meresap kembali kedalam daging.
Untuk memberikan ciri khas dan memudahkan konsumen mengingat, saya menggunakan istilah ayam
goreng masuk kota, karena masakan ini berasal dari daerah. Merek nya juga mendapatkan hak paten.
Dari modal nol, kini saya sudah memiliki beberapa restoran. Hanya kejujuran, keuletan dan ketabahan
modal utama saya dalam menjalankan usaha.
Dengan banyaknya masakan ayam goreng dari luar negri, maka saya juga mengembangkan usaha
seperti itu. Yakni menggunakan sistem waralaba.
Kini saya baru memiliki enam restoran yang dikelola langsung dan 10 restoran yang bekerjasama
dengan pihak lain secara waralaba.
Restoran waralaba cabang pertama di Medan dioperasikan belum lama ini. Restoran itu diusahakan
oleh trio anak muda asal daerah tersebut. Sebelumnya juga ada di Batam, Bandung dan Kelapa
Gading.
Awal tahun ini kami juga akan mengoperasikan 30 cabang lagi yang tersebar di berbagai kota. Saya
bercita-cita untuk membuka cabang diseluruh daerah. Bahkan dalam jangka panjang saya ingin go
internasional. Biar saya dkatain orang-orang, koq cita-citanya muluk-muluk amat. Tapi tak apa-apa.
saya bercita-cita setinggi langit. Tuhan yang akan menentukannya sampai atau tidak.
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan restoran waralaba itu, saya mendirikan pabrik dikawasan
indistri Cikarang. Di pabrik, kami membuat bumbu, sambal dan pengepakan ayam beku yang sudah
dibumbui.
Dalam menghadapi persaingan ini saya mengutamakan mutu, kebersihan dan kecepatan.
Manajemen kuno
Saya mengembangkan usaha ini dengan manajemen kuno. Hemat pangkal kaya, rajin pangkal
pandai, kiasan ini selalu saya ingat. untuk mengembangkan usaha saya selalu berpatokan uang usaha
harus kembali untuk usaha, dan untuk mengembangkan usaha itu.
Karyawan juga menjadi pendukung utama saya. Menurut rencana saya akan memberikan beberapa
rumah tipe 21 kepada karyawan yang terlama. Sekarang rumahnya masih dalam tahap
pembangunan.
Dalam menjalankan usaha ini, saya, suami, anak dan menantu ikut bergabung sesuai bidang ilmu
masing-masing. Suami saya bergabung setelah dia pensiun dari perusahaan asuransi. Sedangkan
anak dan menantu juga sudah menamatkan perguruan tinggi. Saya bertugas mengontrol restoran
yang dikembangkan dengan sistem waralaba ini.
Hidup kami hemat. sampai sekarang saya hidup hemat dan tidak mau anak-anak tampil dengan mobil
mewah. Sebab usaha kami sebagian menggunaka uang pinjaman.
Saya mendidik anak-anak agar tidak menggunakan barang-barang mewah. sehingga mereka sudah
terbiasa memakai barang yang tidak bermerk.
Untuk melengkapi pakaian anak-anak yang harganya agak mahal, saya yang membelikan. Kadangkadang sekali dalam setahun saya buatkan mereka baju, jas sebanyak tiga stel.
Begitu juga dengan makanan atau merayakan ulang tahun. Kami merayakanya sederhana saja.
Msisalkan pergi makan bersama ke restoran. sedangkan kalau saya dan suami ulang tahun biasanya
membua nasi tumpeng dan makan bersama karyawan.
Waktu Dulu
Untuk menghemat biaya saya berusaha mencari rumah kontrakan yang dekat dengan sekolah anakanak, dan jauh dari pusat pertokoan dan perbelanjaan. tujuannya untuk mengirit agar anak sekolah
tidak memerlukan ongkos dan saya juga dapat mengawasinya. Saya juga dapat berkomunikasi
dengan guru mereka.
Saya juga tidak mau menyerahkan anak saya kepembantu. Semuanya saya kerjakan sendirian dan
juga mendidik Pagi-pagi saya mengurus anak dan setelah itu baru saya mengerjakan dagangan. Saya
berjualan dirumah. Kalau dagangan saya ramai, saya didepan, dan kalau sepi saya dibelakang
mengurus anak. sehingga waktu saya tidak terbuang banyak.
Saya mempunyai empat orang anak, Tiga perempuan dan satu orang laki-laki. kami tinggal dirumah
yang sekaligus kantor pusat dan restoran.
Saya kini bertugas mengontrol restoran yang memakai sistem waralaba. selain itu saya membuat
bumbu. waktu malam sudah saya siapkan bumbu-bumbu yang akan digiling pada pagi esoknya.
Jumlah yang dibuat sesuai denga order yang datang. Bumbu ini khusus untuk memasok restoran yang
ada di jakarta.
Lain dengan yang ada dipabrik. Bumbunya tahan untuk berberapa lama. Membuat bumbu tidak hanya
saya saja, tapi anak-anak juga bisa.
Saya tinggal bilang pada anak-anak kalau saya mau pergi keluar kota. Anak-anak sudah dapat
dipercaya untuk membuat bumbu. menantu dipercaya menangani bidang pengembangan.
Penghargaan
Galeri Cabang